Anda di halaman 1dari 133

UJI TOLERANSI LAMBUNG TERHADAP FERO SULFAT YANG

DIBERIKAN DALAM CANGKANG KAPSUL ALGINAT PADA PENDERITA


ANEMIA DEFISIENSI BESI

TESIS

Oleh

DWI LESTARI P.
057014003/FM

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
UJI TOLERANSI LAMBUNG TERHADAP FERO SULFAT YANG
DIBERIKAN DALAM CANGKANG KAPSUL ALGINAT PADA PENDERITA
ANEMIA DEFISIENSI BESI

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains


dalam Program Studi Ilmu Farmasi
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

DWI LESTARI P.
057014003/FM

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
Judul Tesis : UJI TOLERANSI LAMBUNG TERHADAP FERO SULFAT
YANG DIBERIKAN DALAM CANGKANG KAPSUL
ALGINAT PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI
BESI
Nama Mahasiswa : Dwi Lestari P.
Nomor Pokok : 057014003
Program Studi : Ilmu Farmasi

Menyetujui,
Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt)


Ketua

(Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH) (Dr. Edy Suwarso, SU, Apt)
Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)

Tanggal lulus : 22 April 2008

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
Telah diuji pada
Tanggal 22 April 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt.

Anggota : 1. Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH


2. Dr. Edy Suwarso, SU, Apt.
3. Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.
4. Dr. Karsono, Apt.

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
ABSTRAK

Penggunaan sediaan besi oral konvensional dengan FeSO4 umumnya menyebabkan


efek samping pada saluran cerna berupa ketidaknyamanan pada epigastrik, mual,
muntah, nyeri ataupun kram pada abdomen, konstipasi, heartburn, dan kadang-
kadang juga diare. Penelitian ini dilakukan untuk menilai toleransi lambung penderita
anemia defisiensi besi dengan lambung normal (berdasarkan pemeriksaan endoskopi)
terhadap fero sulfat yang diberikan dengan memakai cangkang kapsul alginat.
Penelitian dilakukan secara acak, tersamar ganda, dan terkendali menggunakan
kontrol pembanding fero sulfat yang dimasukkan dalam cangkang kapsul gelatin.
Subyek diacak untuk memberikan fero sulfat dalam cangkang kapsul gelatin (13
orang, kelompok kontrol) dan fero sulfat dalam cangkang kapsul alginat (13 orang,
kelompok uji). Dosis fero sulfat yang diberikan adalah sebanyak 300 mg (~60 mg Fe)
yang diminum sehari satu kali pada saat satu jam sebelum makan selama 4 minggu.
Karakteristik awal subyek (usia, kadar Hb dan feritin serum awal) tidak berbeda
secara bermakna antara kelompok pembanding dengan kelompok uji. Efek samping
pada saluran cerna yang dinilai adalah rasa mual, rasa panas di perut, lambung terasa
penuh, muntah, konstipasi, diare, dan perut nyeri. Subyek diwawancara pada hari ke-
7, 14, 21, dan 28 setelah minum obat, setelah subyek mengisi kartu harian efek
samping, untuk mengklarifikasi efek samping serta menilai kepatuhan subyek.
Sebagai data sekunder, pada akhir minggu keempat juga dilihat kadar Hb dan feritin
serum. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari tujuh efek samping saluran cerna
tersebut, mual merupakan keluhan yang paling sering terjadi pada kelompok yang
mendapatkan fero sulfat dalam cangkang kapsul gelatin; yang berbeda secara
bermakna dengan kelompok yang memperoleh fero sulfat yang dalam cangkang
kapsul alginat berdasarkan uji statistik χ2 (chi-square). Kepatuhan kelompok kapsul
alginat lebih tinggi (94,5%) dibandingkan dengan kelompok kapsul gelatin (83,79%).
Peningkatan kadar Hb rata-rata kelompok kapsul gelatin dan alginat berturut-turut
adalah 0,46 ± 0,57 g/dL dan 0,51 ± 0,46 g/dL. Peningkatan feritin serum pada
kelompok kapsul gelatin adalah 29,28 ± 18,9 μg/L dan kelompok kapsul alginat
adalah 16,68 ± 12,95 μg/L. Kedua parameter hematologi ini tidak berbeda secara
bermakna pada kedua kelompok berdasarkan uji statistik independent samples t-test.
Berdasarkan hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa fero sulfat dengan dosis 300 mg
dalam cangkang kapsul alginat dapat ditoleransi oleh penderita anemia defisiensi besi
dengan lambung normal, dapat meningkatkan kepatuhan pasien dan juga memberikan
efektivitas terapi yang setara dengan fero sulfat dalam cangkang kapsul gelatin.

Kata kunci : FeSO4, kapsul alginat, toleransi, efek samping saluran cerna, anemia
defisiensi besi, hemoglobin, feritin

i
Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
ABSTRACT

The use of conventional oral iron preparations FeSO4, generally may cause
gastrointestinal side-effects such as epigastric discomfort, nausea, vomiting,
abdominal pain or cramp, constipation, heartburn and sometimes also diarrhoea. This
study was done to evaluate the tolerance of stomach to the FeSO4 that given in
alginate capsule by the patients of iron deficiency anemia with normal stomach
(based on endoscopic investigation). FeSO4 was given once a day with a dose 300 mg
(~60 mg Fe) for 4 weeks. This work was done by randomized and double-blind study;
and the control of the study was FeSO4 that given in gelatin capsule. This study was
done to 26 patients with iron deficiency anemia that was randomized to receive a
daily dose of 300 mg FeSO4 in gelatin capsule (13 women, control group) and
alginate capsule (13 women, tested group). The capsule was taken one hour before
breakfast for 4 weeks everyday. The baseline characteristics of subjects (age,
hemoglobin, and serum ferritin concentration) were not different significantly
between control and tested groups. The side-effects assessed were nausea, heartburn,
fully stomach, vomiting, constipation, diarrhoea, and abdominal pain. Subjects were
interviewed at the 7th, 14 th, 21th, and 28th days after the patiens filled the daily card of
side effects to obtain the clarification of side-effects and to assess degree of
compliance. As a secondary data, at the end of study, the hemoglobin and serum
ferritin concentrations were determined. This clinical study shown that of those seven
side-effects assessed, nausea occured significantly more frequent in the subjects that
taken FeSO4 in gelatin capsule; it was different significantly to those subjects that
taken FeSO4 in the alginate capsule, base on χ2 (chi-square) test. The compliance
(ratio between observed and recommended capsules intake) was higher in the subjects
taken FeSO4 in alginate capsules (94,5%) compare to the subjects taken FeSO4 in the
gelatin capsules (83,79%). The increase of hemoglobin concentration in the patiens
taken FeSO4 in gelatin and that taken FeSO4 in alginate capsules were 0,46 ± 0,57
g/dL and 0,51 ± 0,46 g/dL, respectively. The increase of serum ferritin concentration
in the patients taken FeSO4 in gelatin and that taken FeSO4 in alginate capsules were
29,28 ± 18,9 μg/L and 16,68 ± 12,95 μg/L, respectively. These two hematologic
parameters were not significantly different between two groups, base on independent
t-test. In conclusion, FeSO4 in dose 300 mg given in alginate capsule could be
tolerated by the patiens of iron deficiency anemia with normal gaster, give higher
compliance, and also give the equivalent therapeutic effect as FeSO4 given in gelatin
capsule.

Key word : FeSO4, alginate capsule, tolerance, gastrointestinal side-effects, iron


deficiency anaemia, haemoglobin, ferritin

ii
Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang karena berkat rahmat

dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Uji Toleransi

Lambung Terhadap Fero Sulfat Yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat

Pada Penderita Anemia Defisiensi Besi”.

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa FeSO4 yang diberikan

dalam cangkang kapsul alginat dapat ditoleransi oleh penderita anemia defisiensi besi

dengan lambung normal. Dengan penelitian ini diharapkan bahwa hasil penelitian ini

dapat menjadi acuan bagi pengembangan produk antianemia yang tidak menimbulkan

efek samping saluran cerna sehingga dapat digunakan secara aman dan nyaman oleh

penderita anemia defisiensi besi sehingga dapat meningkatkan kepatuhan terhadap

pengobatan untuk kemudian meningkatkan efektivitas pengobatan anemia.

Dengan selesainya tesis ini, penulis haturkan terima kasih yang tak terhingga

kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. H. Chairuddin P. Lubis, SpA(K),

DTM&H; Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir. T.

Chairun Nisa B., MSc beserta Ketua Program Studi Magister Farmasi, Prof. Dr.

Sumadio Hadisahputra, Apt atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada

penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Farmasi.

Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt., Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH, dan

Dr. Edy Suwarso, SU, Apt., selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah

iii
Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
banyak membantu dalam memberikan sumbang saran dan koreksi kepada penulis

dalam pelaksanaan penelitian maupun dalam penyusunan tesis ini.

Prof. dr. Lukman Hakim Zain, SpPD-KGEH, dr. Mabel HM Sihombing, SpPD-

KGEH, dr. Leonardo B. Dairi, SpPD-KGEH, dr. Sri M. Soetadi, SpPD-KGEH,

beserta para staf dokter dan paramedis lainnya di Divisi Gastroenterohepatologi

Departemen Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan yang telah membantu

dalam memberikan bimbingan dan saran pada peneliti serta membantu dalam

pelaksanaan pemeriksaan endoskopi para peserta penelitian.

Para dokter dan staf di Instalasi Patologi Klinik serta Poli Penyakit Dalam

RSUP H. Adam Malik Medan, dr. Nancy Hutagalung dan staf di Puskesmas

Simalingkar Medan, Bidan Diana Simanjuntak, Dra. Nurminda Silalahi, MSi, Apt.,

serta Dra. Isma Pane, MSi, Apt., yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan

penelitian ini di lapangan.

DP3M Dirjen Dikti atas bantuan penelitian melalui Hibah Tim Pascasarjana.

PT Capsugel Indonesia atas bantuan kapsul gelatin transparan yang diperlukan

dalam penelitian ini sebagai pembawa FeSO4 pada kelompok pembanding.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orangtua, suami,

anak-anak, beserta keluarga besar, rekan-rekan sejawat, serta kepada semua pihak

yang telah membantu dalam penelitian ini. Penulis berharap bahwa tesis ini

bermanfaat bagi kita semua.

Medan, April 2008

Penulis

iv
Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
RIWAYAT HIDUP

Nama : DWI LESTARI P.


Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 7 Februari 1975
Alamat : Jl. Jermal VII Gg. Murni 3 No. 11 Medan

Riwayat Pendidikan :
1. SD Negeri Teladan 01 Pekanbaru/SDN Tanjung Duren XI Pagi Jakarta :
1981- 1987
2. SMP Negeri 111 Jakarta/SMP Negeri 13 Bandung : 1987 – 1990
3. SMA Negeri 3 Bandung : 1990 – 1993
4. Sarjana Farmasi (S1) Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung : 1993 - 1997
5. Profesi Apoteker, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut
Teknologi Bandung : 1998 – 1999

Riwayat Pekerjaan :
1. Store Manager/Apoteker pada outlet Century Healthcare, Jakarta/Bandung :
1999 – 2001
2. Apoteker Pengelola Apotek pada Apotek Lestari, Medan : 2006 - sekarang

v
Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ............................................................................................................ i
ABSTRACT.......................................................................................................... II
KATA PENGANTAR .......................................................................................... III
RIWAYAT HIDUP............................................................................................... IV
DAFTAR ISI......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL................................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1


1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ......................................................................... 13
1.3 Hipotesis........................................................................................... 13
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................. 13
1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 15


2.1 Tinjauan Zat Besi ............................................................................. 15
2.2 Anemia ............................................................................................. 22
2.3 Anemia Defisiensi Besi.................................................................... 24
2.4 Pemantauan Terapi Zat Besi ............................................................ 30
2.5 Sediaan Zat Besi Oral....................................................................... 31
2.6 Fero Sulfat........................................................................................ 33
2.7 Saluran Pencernaan .......................................................................... 38
2.8 Endoskopi......................................................................................... 41
2.9 Mekanisme Perdarahan Di Lambung Yang Disebabkan Oleh
Fero Sulfat ....................................................................................... 42

vi
Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
2.10 Sediaan Zat Besi Tanpa Efek Samping Yang Telah Beredar Di
Perdagangan.................................................................................... 43
2.11 Penelitian Sediaan Zat Besi Tanpa Efek Samping......................... 44
2.12 Kapsul Alginat ............................................................................... 47
2.13 Alginat............................................................................................. 48

BAB III METODOLOGI .................................................................................... 51


3.1 Alat Dan Bahan ............................................................................ 51
3.2 Rancangan Penelitian ................................................................... 51
3.3 Subyek.......................................................................................... 51
3.4 Jumlah Subyek ............................................................................. 53
3.5 Persetujuan Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan ............... 54
3.6 Izin Subyek Penelitian.................................................................. 54
3.7 Waktu Dan Tempat Penelitian ..................................................... 54
3.9 Variabel Penelitian ....................................................................... 57
3.10 Definisi Operasional..................................................................... 57
3.11 Data Penelitian ............................................................................. 58
3.12 Analisis Data ................................................................................ 59

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................. 81


5.1 Kesimpulan .................................................................................... 81
5.2 Saran............................................................................................... 82

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 83

vii
Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Distribusi Zat Besi Tubuh ................................................................. 17

2.2 Nilai Hematologi Normal (Little, 1999) ........................................... 23

2.3 Kriteria Hematologi untuk Diagnosa Anemia Defisiensi Besi ......... 28

2.4 Persentase Besi Elemental ................................................................ 32

4.1 Tabel Karakteristik Subyek............................................................... 61

4.2 Tabel Proporsi Subyek yang Melaporkan Efek Samping ................. 64

4.3 Tabel Persentase Kepatuhan Subyek dengan Berbagai Variabel...... 75

4.4 Tabel Data Pemeriksaan Hemoglobin dan Feritin ............................ 77

4.5 Tabel Data Peningkatan Hemoglobin dan Feritin............................. 78

viii
Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1 Kerangka Konsep Penelitian ................................................... 12


2.1 Absorpsi Zat Besi di Usus....................................................... 20
2.2 Kinetika Besi Harian ............................................................... 22
2.3 Proses Molekuler Pengikatan dan Pelepasan Besi dari Kom-
pleks Transferin-Reseptor Transferin ..................................... 23
2.4 Tahapan Defisiensi Besi.......................................................... 25
2.5 Sistem Pencernaan Manusia.................................................... 39
2.6 Sistem Pencernaan yang Direntangkan .................................. 39
2.7 Bagian-bagian Lambung Manusia .......................................... 40
2.8 Lapisan Dinding dan Kelenjar Lambung ................................ 41
2.9 Struktur asam β-D-manuronat dan asam α-L-guluronat ......... 48
2.10 Model Pengkelatan Ca pada Rantai Guluronat ....................... 49
3.1 Kapsul FeSO4 300 mg............................................................. 55
3.2 Alur Penelitian...................................................................... .. 56
4.1 Hasil Endoskopi Lambung Subyek Kelompok Gelatin .......... 66
4.2 Hasil Endoskopi Lambung Subyek Kelompok Alginat .......... 67
4.3 Grafik Skoring Rata-Rata Keluhan Efek Samping Mingguan
Selama Pemberian FeSO4 300 mg Pada Kelompok Kapsul
Gelatin dan Alginat ................................................................. 68

ix
Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Surat Persetujuan Komite Etik.......................................................... 89

2 Surat Pernyataan Persetujuan Mengikuti Penelitian ......................... 90

3 Data Karakteristik Subyek ................................................................ 91

4 Data Keluhan Efek Samping Subyek Kelompok Kapsul Gelatin..... 92

5 Data Keluhan Efek Samping Subyek Kelompok Kapsul Alginat .... 94

6 Hasil Endoskopi Subyek Kelompok Kapsul Gelatin Dan Alginat


Sebelum Pemberian FeSO4 300 Mg.................................................. 96
7 Hasil Endoskopi Subyek Kelompok Kapsul Gelatin........................ 98

8 Hasil Endoskopi Subyek Kelompok Kapsul Alginat........................ 100

9 Data Kepatuhan................................................................................. 101

10 Data Pemeriksaan Hb dan Feritin ..................................................... 102

11 Hasil Endoskopi Awal Kelompok Alginat – Gastritis...................... 103

12 Data Keluhan Efek Samping Kelompok Kapsul Alginat-Gastritis .. 105

13 Data Kepatuhan Kelompok Kapsul Alginat - Gastritis .................... 107

14 Analisis Statistika Data Penelitian.................................................... 108

x
Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anemia adalah suatu keadaan penurunan jumlah sel darah merah (hematokrit)

atau kadar hemoglobin (protein pengangkut O2) di dalam sel darah merah di bawah

nilai normal sehingga menyebabkan penurunan kapasitas sel darah merah untuk

mengangkut oksigen (Berkow, 1997; Kennedy, et.al., 2007). Dalam hal ini defisiensi

besi merupakan masalah nutrisi yang paling sering terjadi di seluruh dunia dan

menjadi penyebab anemia yang paling umum di seluruh dunia; WHO memperkirakan

sekitar 30% populasi mengalami anemia defisiensi besi (ADB) termasuk yang

disebabkan oleh masalah gastroenterologi (Khusun, et.al., 1999; Little, et.al., 1999;

Beard, 2000; Gasche, et.al., 2004; NIH/ODS, 2005). Tidak seperti halnya dengan

masalah gizi lainnya, anemia cukup sering terjadi baik di negara berkembang maupun

industri (FAO, 2006); yang dapat diderita oleh seluruh kelompok umur mulai dari

bayi, balita, anak usia sekolah, remaja, dewasa, dan lanjut usia. Asia Tenggara

memiliki prevalensi anemia pada wanita yang paling tinggi di seluruh dunia, dengan

80% dari wanita hamil mengalami anemia (Kennedy, et.al., 2005), sedangkan di

Afrika, anemia dialami oleh 47% wanita hamil, 39% di Amerika Latin, 65% di

Mediterania Timur, dan 4% di Pasifik Barat. Di negara industri seperti Eropa dan

Amerika Utara, prevalensi anemia defisiensi adalah 1% pada pria dewasa dan 14%

1
Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
2

pada wanita dewasa dengan penyebab utama masalah perdarahan yang berlangsung

kronis (menstruasi berat ataupun masalah saluran cerna) (Troost, et.al., 2003). Di

Amerika Serikat, defisiensi besi umum terjadi pada anak-anak usia 1 - 2 tahun yaitu

sebesar 7% serta pada remaja putri dan wanita yang mengalami haid (9 - 16%)

(NAAC, 2005).

Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga 2001, prevalensi anemia

defisiensi besi (ADB) pada balita 0 - 5 tahun adalah sekitar 47%, anak usia sekolah

dan remaja sekitar 26,5%, dan wanita usia subur (WUS) berkisar 40%. Melihat

beberapa hasil survei ini, maka ADB masih merupakan masalah gizi utama pada

anak-anak, ibu hamil, dan wanita pada umumnya. Penelitian yang dilakukan PT

Merck pada 2004 di tiga kota di Sumatera Utara, yaitu di Medan, Pematang Siantar

dan Kisaran dari 9377 orang yang diperiksa darahnya, 33% di antaranya menderita

anemia (www.depkes.go.id, 2004). Dengan demikian ADB merupakan masalah

kesehatan masyarakat yang tidak hanya nyata oleh karena penyebarannya sangat luas

di seluruh dunia, yaitu diperkirakan dialami oleh 2,15 milyar orang di seluruh dunia

(Viteri, 1997; Khusun, et.al., 1999), tetapi juga karena konsekuensi kliniknya yang

serius baik pada orang dewasa maupun anak-anak (Kennedy, et.al., 2005). Berbagai

gejala anemia dihasilkan akibat menurunnya kapasitas pengangkutan oksigen oleh

darah yaitu seperti mudah lelah, lemah, lesu, muka pucat, kuku mudah pecah, kurang

selera makan, nafas pendek, hingga menurunkan ketahanan serta kinerja fisik,

sehingga menurunkan kapasitas kerja, juga dapat mempengaruhi fungsi kognitif

seperti konsentrasi belajar rendah dan memperlambat daya tangkap pada anak-anak

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
3

usia sekolah, remaja putri dan kelompok usia lainnya (Suartika, 1999; Zavaleta, et.al.,

2000; AHFS, 2002). Defisiensi besi selanjutnya dapat menyebabkan kekurangan

energi dan depresi sistem kekebalan sehingga meningkatkan resiko terhadap infeksi

dan penyakit (Timmcke, 2005). Pada kehamilan, ADB berkaitan dengan

meningkatnya resiko kelahiran prematur, mengganggu pertumbuhan janin dalam

kandungan, bayi lahir dengan berat badan rendah, dan kematian ibu hamil saat

melahirkan (Suartika, 1999; Zavaleta, et.al., 2000).

Oleh karena berbagai konsekuensi klinis di atas maka perlu dilakukan segera

intervensi untuk mengatasi kondisi anemia defisiensi besi. Manajemen ADB adalah

dengan pemberian sediaan zat besi secara oral sebagai rute pilihan; terutama bila

kadar besi tubuh terlalu rendah untuk diatasi hanya dengan perbaikan pola makan

yang mengandung zat besi selain juga bahwa fortifikasi makanan kurang praktis bagi

kebanyakan negara berkembang (Cook, et.al., 1990). Sedangkan, penggunaan sediaan

parenteral digunakan secara sangat selektif oleh karena harganya yang mahal dan

memiliki insidensi yang besar untuk terjadi reaksi yang tak diinginkan seperti reaksi

anafilaksis (USPDI, 1989).

Pemberian sediaan besi oral terutama menggunakan bentuk garam-garam fero

(fero sulfat, fero fumarat, atau fero glukonat) yang memiliki bioavailabilitas yang

lebih baik daripada garam feri oleh karena memiliki kelarutan yang lebih tinggi dan

mampu diabsorpsi tubuh 3 kali lebih tinggi daripada garam feri, terutama pada

kondisi lambung kosong (USPDI 1989; Gillman, 1996; Troost, et.al., 2003). Garam

fero utama yang banyak digunakan adalah fero sulfat (FeSO4) oleh karena harganya

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
4

yang relatif lebih murah daripada bentuk garam fero lainnya selain juga memberikan

efektivitas dan tolerabilitas yang setara dengan fero fumarat ataupun fero glukonat

(Gillman, et.al., 1996; McDiarmid dan Johnson, 2002).

Penggunaan sediaan besi oral terutama dengan FeSO4 secara berulang

umumnya berkaitan dengan tingginya kejadian efek samping pada saluran cerna

sehingga masalah ketidak-patuhan terhadap pengobatan menjadi hal biasa yang

mengakibatkan penanganan ADB menjadi kurang efektif (Cook, et.al., 1990; Yip,

1996; Harvey, et.al., 1998; Beard, 2000; Hyder, et.al., 2002; Gastearena, et.al., 2003).

Efek samping pada saluran cerna tersebut umumnya berupa ketidaknyamanan pada

epigastrik, mual, muntah, nyeri ataupun kram pada abdomen, konstipasi, heartburn,

dan terkadang juga diare (USPDI, 1995; Gillman, 1996; Yip, 1996 Beard, 2000;

Zlotkin, et.al., 2001; ASHP, 2002; Makrides, et.al., 2003; Troost, et.al., 2003;

Katzung, 2004; GPAC, 2004). Intoleransi terhadap sediaan besi oral tersebut adalah

fungsi dari jumlah zat besi ionik yang terlarut (dose-dependent) pada saluran cerna

bagian atas (Cook, et.al, 1990; Gillman, et.al., 1996, Yip, 1996; ASHP, 2002).

Efek samping pada saluran cerna tersebut kemungkinan adalah karena iritasi

langsung terhadap mukosa lambung maupun duodenum, melalui mekanisme

kerusakan oksidatif yang diinduksi oleh besi (Beard, 2000; Troost, et.al., 2003;

Gasche, et.al., 2004). Sifat iritasi tersebut terutama terjadi di lambung dan duodenum

proksimal yang memiliki pH rendah yang merupakan kondisi bagi besi fero untuk

dapat terlarut dalam konsentrasi tinggi di satu area akibat dilepaskannya secara

serentak dari sediaan (USPDI, 1989; Gennaro, 2000). Selanjutnya sediaan besi fero

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
5

yang terdapat di saluran cerna tersebut dapat menimbulkan efek samping akibat

terjadinya inisiasi dan propagasi radikal bebas hidroksil dengan besi sebagai

katalisatornya yang kemudian potensial merusak mukosa saluran cerna melalui

mekanisme reaksi kimia Fenton; seperti yang digambarkan sebagai berikut :

Fe 2 + ⎯oksidasi
(di lumen usus)
[ ]
⎯ ⎯→ Fe 3 + + e − kemudian e − + O 2 → O 2− ⎯ +⎯→
e
[H 2 O 2 ] ⎯+2H

+e
⎯→ + OH


+ OH •
radikal hidroksil

(Harvey, et.al.,1998; Troost, et.al., 2003; Gasche, et.al., 2004).

Selama reaksi kimia Fenton, besi fero mengakatalisis pembentukan radikal

hidroksil dengan adanya anion radikal superoksida dan hidrogen peroksida yang

merupakan hasil metabolisme normal. Radikal hidroksil yang terbentuk itulah yang

bersifat sangat reaktif yang dapat menyebabkan kerusakan pada molekul-molekul

biologi di lingkungan sekitarnya, menghasilkan rentetan reaksi yang menyebabkan

lipida, protein, dan DNA mengalami kerusakan. Produksi spesies oksigen reaktif

(SOR) seperti radikal anion superoksida, radikal hidroksil, dan hidrogen peroksida

sebenarnya secara normal akan diimbangi oleh sistem antioksidan tubuh. Namun,

produksi SOR yang berlebihan tetap akan menyebabkan terganggunya keseimbangan

sistem prooksidan dan antioksidan, sehingga menyebabkan kerusakan oksidatif pada

epitel mukosa. Mekanisme ini telah diteliti oleh Troost, et.al. dalam penelitiannya

tentang kerusakan oksidatif di usus kecil manusia akibat pemakaian zat besi. Dalam

penelitiannya tersebut, Troost, et.al. mengukur kadar Thiobarbituric Acid Reactive

Substances (TBARS) sebagai indikator terjadinya peroksidasi lipida mukosa setelah

perfusi larutan salin yang mengandung 80 mg Fe elemental ke dalam usus halus

manusia sehat. Larutan salin diberikan dengan kecepatan tertentu sehingga

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
6

menyerupai konsumsi zat besi oral yang terlarut lebih dahulu dalam cairan lambung

yang kemudian dilepaskan secara bertahap ke usus halus. Penelitian tersebut

menemukan bahwa terjadi peningkatan TBARS secara signifikan (Troost, et.al.,

2003). Dengan demikian, pada penderita yang telah mengalami gangguan saluran

cerna dengan kapasitas antioksidan terganggu seperti pada inflammatory bowel

disease ataupun coeliac disease, konsumsi besi oral dapat menyebabkan kerusakan

oksidatif mayor; demikian pula pada penderita kolitis, ataupun gangguan usus

lainnya, serta pada ulser lambung (USPDI, 1995; Beard, 2000).

Adanya berbagai efek samping saluran cerna di atas kemudian mengarahkan

pada berbagai penelitian untuk menemukan bentuk sediaan besi oral baru yang dapat

mengurangi efek samping saluran cerna tanpa kehilangan efektivitasnya.

Selama ini strategi untuk mengurangi efek samping saluran cerna adalah

dengan mengkonsumsi sediaan besi setelah makan meskipun akan mengurangi

absorpsi besi; terapi besi pada dosis rendah dengan frekuensi lebih sering atau mulai

dari dosis lebih rendah lalu ditingkatkan secara bertahap hingga mencapai dosis yang

diinginkan pada penderita yang sulit mentoleransi besi, atau mencoba bentuk sediaan

garam besi organik (Yip, 1996; ASHP, 2002; GPAC, 2004); ataupun dengan terapi

yang diperpanjang dengan regimen besi oral sehari sekali yang dapat menjadi pilihan

terbaik yang diharapkan dapat mencegah kegagalan terapi anemia akibat

ketidakpatuhan (Mumtaz, et.al., 2000; Zavaleta, et.al., 2000; Zlotkin, et.al., 2001;

Mukhopadhyay, 2002; deSouza, et.al., 2004). Namun dapat dianjurkan regimen

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
7

seminggu dua kali sebagai alternatif bagi penderita yang tak dapat mentoleransi efek

samping saluran cerna pada regimen sehari sekali (deSouza, et.al., 2004).

Pada perkembangan selanjutnya berbagai sediaan farmasetika pun dirancang

untuk meminimalkan konsentrasi puncak zat besi di lumen saluran cerna dengan

memperlambat pelarutan obat. Hal ini kemudian memunculkan berbagai jenis

formulasi besi yang memodifikasi bentuk sediaan, pelepasan, maupun jenis garam

besi yang digunakan. Bentuk sediaan fero sulfat yang baru tersebut umumnya

dirancang dapat menunda pelarutan zat besi di saluran cerna yaitu dengan melepaskan

besi dengan kecepatan rendah akibat kerja cairan lambung pada pembawa obat

sehingga dapat mengurangi bolus load Fe yang masuk ke saluran cerna (Beard,

2000). Memang, kemudian efek samping dapat berkurang secara nyata, kemungkinan

oleh karena berkurangnya jumlah besi yang diabsorpsi. Penggunaan sediaan lepas

tunda seperti salut enterik yang paling awal dikembangkan telah terbukti memiliki

bioavailabilitas yang rendah akibat pelepasan Fe ditunda hingga tidak lagi di daerah

absorpsinya yang maksimal selain harga yang lebih mahal (Rudinskas, et.al., 1989;

Walker, et.al., 1989; Delorme, et.al., 1990; Mukhopadhyay, et.al., 2004).

Bentuk sediaan besi khusus yang terbaru dikembangkan adalah FeSO4 yang

dikombinasi dalam gastric delivery system (GDS) yang dapat memperpanjang waktu

retensi besi di lambung. Penelitian Cook, et.al. pada 1990 membuktikan bahwa

sediaan ini memberikan absorpsi yang lebih besar dibandingkan dengan sediaan besi

pada dosis yang sama tanpa GDS oleh karena besi dilepaskan secara lebih lambat ke

saluran cerna. Pendekatan GDS ini sesuai untuk zat besi yang bersifat larut asam.

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
8

GDS terdiri dari hidroksipropilmetilselulosa, minyak sayur terhidrogenasi, crospovi-

done, selulosa mikrokristal, gom xantan, bubuk talk, Mg-stearat, dan silikon hidroko-

loid yang kemudian ditambahkan FeSO4 ke dalamnya sehingga membentuk matriks

yang dapat menahan FeSO4 terus terapung dalam cairan lambung hingga desintegrasi

berakhir. Daya apung kemudian dipertahankan oleh hidrokoloid yang membentuk

lapisan melingkar terhidrasi yang mencegah masuknya air ke inti (Cook, et.al., 1990).

Alternatif lain untuk mengurangi efek samping adalah menggunakan zat besi

dalam bentuk garam atau pun kompleks yang berbeda; di antaranya adalah beberapa

sediaan yang baru tersedia di beberapa negara yaitu seperti ferric iron polymaltose

complex, ferric trimaltol, atau haeme iron polypeptide. Besi feri diketahui memiliki

sifat pro-oksidan yang kurang potensial namun bersifat kurang larut dan umumnya

ketersediaanhayatinya rendah (Harvey, et.al., 1998; Gasche, et.al., 2004). Selain itu

terdapat pula kompleks besi yang terikat pada inti protein yang mana Fe akan

dilepaskan secara bertahap dan terus-menerus sebagai besi ion yaitu seperti

TM/FMOA (ferrimannitol-ovoalbumin) dan iron protein succinylate sehingga

mencegah efek toksik besi terhadap mukosa saluran cerna (Gastearena, et.al., 2003).

Dengan dilatarbelakangi oleh prevalensi ADB yang cukup tinggi di Indonesia

serta akibat klinisnya yang serius, maka suplementasi besi merupakan hal yang cukup

penting. Maka dengan pendekatan yang hampir mirip dengan GDS, namun dengan

menggunakan jenis bahan baku yang lebih sedikit maka dirancanglah sistem

pengantaran zat besi yang diperlambat dengan menggunakan sistem slow-release

gastric delivery system (sistem pengantaran obat perlahan di lambung) dengan

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
9

menggunakan kapsul alginat yang tahan asam lambung (gastric resistant capsule)

(Bangun, dkk., 2005). Kapsul alginat menggunakan bahan baku natrium alginat yang

raw material-nya cukup berlimpah di Indonesia namun belum banyak dimanfaatkan

untuk tujuan farmasetika terutama sebagai pembawa obat yang dapat mencegah iritasi

lambung. Kapsul alginat memiliki sifat tidak pecah di lambung namun hanya

mengembang membentuk pori-pori sebagai jalan bagi zat besi untuk keluar dari

kapsul secara bertahap sehingga zat besi tidak langsung dilepaskan dalam jumlah

besar dalam satu waktu, namun dilepaskan sedikit demi sedikit (Sumaiyah, 2006).

Dengan demikian dosis zat besi sebagian besar sudah terlarut di lambung sebelum

dilepaskan secara bertahap ke bagian usus untuk dapat diabsorpsi di duodenum dan

jejunum atas. Selain itu produksi sediaan kapsul relatif ekonomis, tidak mengandung

bahan dari hewan, serta dengan bentuk kapsul dapat dimasukkan sejumlah zat untuk

suplementasi multinutrisi ataupun untuk meningkatkan absorpsi.

Alginat merupakan suatu polimer linier dengan sifat dapat membentuk gel yang

tersusun dari unit asam β-(1→4)-D-manuronat (M) dan asam α-(1→4)-L-guluronat

(G) dengan rumus umum (C6H8O)n. Alginat telah digunakan secara luas dalam

berbagai formulasi oral maupun topikal. Pada formulasi controlled release, telah

diteliti pembuatan sediaan mikropartikel indometasin dengan menggunakan sistem

koaservat hidrokoloid dari asam alginat-gelatin. Natrium alginat juga telah digunakan

dalam sediaan sustained-release oral oleh karena dapat menunda disolusi obat dari

tablet, kapsul, dan suspensi aqueous (Rowe, et.al., 2003).

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
10

Penelitian-penelitian tentang alginat yang membuktikan bahwa alginat dapat

dimanfaatkan untuk mengurangi iritasi lambung diantaranya adalah penggunaan

alginat dalam bentuk dispersi (Shiraisi, 1991), enkapsulasi (Bangun, 2002), kapsul

alginat (Sinurat, 2005; Hutabarat, 2006; Susanti, 2006) maupun matriks alginat

(Lavinur, 2006) untuk membawa obat-obat NSAID yang terbukti tidak menyebabkan

iritasi lambung pada lambung hewan percobaan (kelinci dan tikus). Selain itu juga

telah dilakukan beberapa penelitian pendahuluan berkaitan dengan fero sulfat dengan

memanfaatkan kapsul alginat. Di antaranya adalah penelitian tentang disolusi fero

sulfat dalam kapsul alginat yang memberikan hasil bahwa profil disolusi fero sulfat

dari cangkang kapsul alginat adalah lebih lambat daripada dari kapsul gelatin

sehingga membuktikan bahwa cangkang kapsul alginat dapat mencegah pelepasan zat

besi secara serentak di satu area pada lambung sehingga dapat mencegah terjadinya

iritasi lambung (Sagala, 2005). Penelitian lain melaporkan bahwa fero sulfat yang

diformulasi dalam cangkang kapsul alginat tidak mengurangi absorpsi fero sulfat di

daerah lambung yang dibuktikan dengan terdapatnya korelasi yang erat antara

pelepasan FeSO4 secara in-vitro dengan absorpsi FeSO4 secara in-vivo pada kelinci

(Sumaiyah, 2006). Dengan demikian tampak keunggulan kapsul alginat dalam

mencegah efek iritasi lambung dari FeSO4 selain juga memberikan bioavailabilitas

sediaan yang baik sehingga dapat memberikan efek terapi yang diharapkan. Pada

penelitian praklinis oleh Lisda (2007, belum dipublikasi) tentang disolusi dan efek

iritasi lambung terhadap tablet salut film FeSO4 yang direformulasi dalam cangkang

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
11

kapsul alginat dan dibandingkan dengan yang dimasukkan dalam cangkang kapsul

gelatin maupun tetap pada bentuk tablet salut film, memberikan hasil yang sama.

Maka merupakan hal yang menarik untuk melihat toleransi sediaan fero sulfat

yang diberikan dalam bentuk cangkang kapsul alginat tersebut pada manusia

sehingga nantinya dapat digunakan pada praktek klinik sehari-hari. Untuk itu peneliti

bermaksud untuk mengetahui toleransi lambung pada penderita defisiesi besi/anemia

defisiensi besi dengan kondisi lambung normal pada penggunaan sediaan fero sulfat

yang diberikan dalam bentuk cangkang kapsul alginat. Secara lebih singkat kerangka

konsep penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
12

ANEMIA DEFISIENSI BESI


(a) prevalensi cukup tinggi (b)konsekuensi klinik merugikan : akibat menurunnya kemampuan eritrosit terutama
Hb dalam mengangkut O2

MANAJEMEN ANEMIA
(1) atasi penyebab untuk mencegah kehilangan Fe lebih lanjut, (2) perbaiki kondisi anemia & kembalikan cadangan besi tubuh

FORTIFIKASI MAKANAN SUPLEMENTASI BESI


- tidak praktis
- tidak efektif untuk kondisi anemia parah

SIRUP/ELIXIR BESI TABLET KAPSUL (GELATIN) INJEKSI BESI


lebih mahal, menodai gigi, untuk anak BESI BESI - penggunaan sangat
selektif untuk
kondisi tertentu
- mahal

GARAM FERO (terutama ferro sulfat) - dapat menimbulkan


reaksi yang tidak
- lebih mudah larut dan diabsorpsi 3 kali lipat daripada garam feri (USPDI, 2000)
diinginkan
- harganya relatif lebih murah daripada bentuk garam fero lainnya (McDiarmid & Johnson, 2002)
(anafilaksis)
Efek samping : gangguan saluran cerna terutama iritasi lambung dan duodenum bagian atas

SEDIAAN BESI KONVENSIONAL SEDIAAN BESI DENGAN PELEPASAN


- pelepasan zat besi segera/serentak di satu area di DIMODIFIKASI (Salut enterik, dan lain-lain)
lambung - pelepasan zat besi ditunda hingga di usus (pH basa)
- absorpsi baik di tapak absorpsi besi di duodenum - iritasi lambung (-)
dan jejunum proksimal - absorpsi rendah di tapak absorpsi besi karena pelepasan besi
- iritasi lambung (+) → intoleransi hal yang biasa ditunda hingga usus yang kondisinya kurang baik untuk
- kepatuhan terapi kurang → kegagalan terapi absorpsi besi

PENANGGULANGAN MASALAH :
FORMULASI SEDIAAN DENGAN PELEPASAN ZAT BESI DIPERLAMBAT DI
LAMBUNG (slow release gastric delivery system)
namun tetap mencapai Cmax yang dipersyaratkan di pH lambung sehingga efektivitas >>> dengan efek samping <<<<

SEDIAAN FERO SULFAT DALAM KAPSUL ALGINAT YANG TAHAN ASAM LAMBUNG
Ö tidak pecah di lambung namun melalui pori-porinya besi dapat keluar sedikit demi sedikit sebagai bentuk terlarut
Ödiabsorpsi di bagian proksimal usus sebagai tempat absorpsi besi yang maksimal.
(Catatan : Sumaiyah, 2006 telah melakukan penelitian sediaan ini pada hewan percobaan kelinci)

UJI TOLERANSI LAMBUNG PADA PENDERITA ADB/DB DENGAN LAMBUNG NORMAL

VARIABEL BEBAS VARIABEL TERIKAT


FeSO4 dalam kapsul gelatin dan alginat Keluhan Efek Samping pada saluran
cerna, Peningkatan Hb dan feritin serum

Gambar 1.1 : Kerangka Konsep Penelitian

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
13

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah apakah fero sulfat yang diberikan dalam cangkang kapsul alginat

dapat ditoleransi oleh penderita anemia defisiensi besi/defisiensi besi dengan kondisi

lambung normal.

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka hipotesis penelitian ini adalah

bahwa sediaan fero sulfat yang diberikan dalam cangkang kapsul alginat dapat

ditoleransi oleh penderita anemia defisiensi besi/defisiensi besi dengan kondisi

lambung normal.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mencari alternatif bentuk sediaan baru

yang aman bagi lambung untuk menangani anemia defisiensi besi.

1.4.2 Tujuan khusus

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa sediaan fero sulfat yang

diberikan dalam cangkang kapsul alginat dapat ditoleransi oleh penderita anemia

defisiensi besi/defisiensi besi dengan lambung normal.

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
14

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam memberikan masukan dalam

rangka pengembangan produk sediaan antianemia yang tidak menimbulkan efek

samping pada saluran cerna sehingga dapat digunakan secara lebih nyaman dan aman

oleh penderita; dan selanjutnya diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan penderita

terhadap regimen obat untuk meningkatkan efektivitas terapi anemia defisiensi besi.

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Zat Besi

Zat besi merupakan salah satu logam yang penting bagi hampir semua bentuk

kehidupan termasuk manusia. Zat besi merupakan unsur yang penting bagi manusia

oleh karena memegang peranan dalam banyak proses metabolisme; yaitu sebagai

bagian integral dari banyak protein dan enzim. Dalam hal ini zat besi merupakan

komponen penting dalam pembentukan hemoglobin normal, yaitu bahwa zat besi

harus tersedia dalam jumlah yang memadai agar proses eritropoiesis berlangsung

efektif sehingga pengangkutan oksigen oleh darah ke jaringan-jaringan tubuh

(terutama otak dan otot) pun berlangsung efektif (Sacher, 2004). Zat besi juga penting

bagi pengaturan pertumbuhan dan diferensiasi sel. Adanya defisiensi besi akan

membatasi pengantaran oksigen ke sel tubuh sehingga menyebabkan kelelahan,

kinerja tubuh yang buruk, dan menurunnya kekebalan tubuh. Namun di lain pihak, zat

besi yang berlebihan juga menyebabkan toksisitas bahkan kematian.

Jumlah zat besi pada orang dewasa adalah sekitar 2,5 – 5 g, yang mana dua

pertiganya adalah sebagai bagian dari hemoglobin yang mengangkut oksigen. Peran

pengangkutan oksigen tersebut juga dilakukan oleh zat besi dalam proses

pembentukan mioglobin yaitu molekul hemoglobin yang mirip hemoglobin yang

terdapat di dalam sel-sel otot. Mioglobin yang berikatan dengan oksigen inilah yang

15
Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
16

menyebabkan daging dan otot berwarna merah. Selain itu zat besi juga berperan

sebagai kofaktor berbagai enzim penting seperti sitokrom, xantin oksidase, katalase

dan peroksidase (Tripathi, 2001; AHFS, 2002).

2.1.1 Distribusi zat besi

Zat besi dalam tubuh terdapat dalam bentuk fungsional dan yang berupa

simpanan. Besi fungsional ditemukan dalam hemoglobin, mioglobin, enzim hem,

kofaktor dan besi transpor. Sedangkan bentuk lainnya tersimpan dalam bentuk feritin

dan hemosiderin. Feritin adalah suatu molekul protein bulat berukuran besar yang

terdiri dari sebuah selubung apoferitin dan inti bagian dalam feri oksihidroksida. Jika

besi diserap pada saat simpanan feritin tubuh berlebih, maka besi tersebut diendapkan

di membran lisosom sebagai suatu kompleks pseudokristalin yang disebut

homosiderin (Sacher, 2004). Tempat penyimpanan feritin dan hemosiderin adalah di

mukosa usus, hati, limpa, dan sumsum tulang (Ivey, 1986).

Tempat penyimpanan zat besi yang paling penting adalah sel retikuloendotel.

Besi parenkim terdapat sebagai gugus prostetik dalam banyak enzim seluler seperti

sitokrom, peroksidase, katalase, dan beberapa enzim mitokondria (Tripathi, 2004).

Jumlah total zat besi pada orang dewasa adalah 2,5 – 5 g (rata-rata 3,5 g).

Jumlah zat besi pada pria lebih tinggi (50 mg/kgBB) daripada wanita yang hanya 38

mg/kgBB. Distribusi zat besi dalam tubuh dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
17

Tabel 2.1 Distribusi Zat Besi Tubuh


Kompartemen Zat Besi (g) Persentase Total
Hemoglobin 2.7 66
Mioglobin 0.2 3
Enzime Hem 0.008 0.1
Enzim Non-hem < 0.0001 ---
Simpanan Intraseluler (Feritin) 1.0 30
Transpor Intraseluler (Transferin) 0.003 0.1
(http://sicklece.bwh.harvard.edu/iron_transport.html)

Hemoglobin merupakan suatu protoporfirin yang pada tiap molekulnya

memiliki empat residu hem yang mengandung besi. Hilangnya darah sebanyak 100

mL (~15 g Hb) berarti kehilangan 50 mg besi elemental. Untuk meningkatkan kadar

Hb darah sebesar 1 g/dL maka diperlukan sekitar 200 mg Fe (Tripathi, 2004).

2.1.2 Zat besi dalam makanan

Zat besi yang terdapat dalam makanan tersedia dalam dua bentuk, yaitu besi

hem dan besi non-hem. Besi hem dapat diabsorpsi lebih baik yaitu hingga 35%

daripada besi non-hem yang hanya sekitar 5%. Besi non-hem paling banyak terdapat

dalam bentuk feri sehingga perlu direduksi terlebih dahulu ke bentuk fero untuk dapat

diabsorpsi (Tripathi, 2004). Besi hem berasal dari hemoglobin sehingga dapat

ditemukan di sumber pangan hewani (daging sapi, ikan, ayam, dan hati). Absorpsi

besi hem sebagian besar tak tergantung pada makanan lain yang dikonsumsi secara

bersamaan. Sedangkan besi non hem merupakan bentuk zat besi utama dalam

makanan (berbagai sayuran hijau, buah-buahan, kacang-kacangan, beras, jagung,

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
18

gandum dan kentang); yang absorpsinya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

adanya zat pereduksi seperti asam askorbat (misalnya dari brokoli, stroberi, tomat,

bayam, jeruk), yang dapat mereduksi besi feri menjadi fero sehingga mempermudah

disolusi zat besi. Meskipun jumlah besi non-hem yang dapat diabsorpsi sangat

sedikit, keberadaan daging ataupun asam askorbat dapat meningkatkan absorpsinya

hingga 1,5 – 2 kali, tergantung kebutuhan relatif tubuh terhadap besi (Ivey, 1986;

NIH/ODS, 2005). Faktor penghambat absorpsi besi adalah tanin (terdapat dalam teh),

kalsium, polifenol (dalam kopi, teh herbal, minuman mengandung coklat), fitat

(terdapat dalam havermut, kacang, bubuk coklat, ekstrak vanilla, buncis), kalsium dan

fosfat (terdapat dalam antasida dan tablet kalsium), yaitu dengan membentuk

kompleks dengan besi, serta adanya makanan lain di lambung (NIH/ODS, 2005).

2.1.3 Kebutuhan zat besi tubuh

Untuk mengimbangi kehilangan zat besi per hari, maka kebutuhan pada tiap

kelompok usia adalah 0,5 – 1 mg untuk pria dewasa, 1 - 2 mg untuk wanita dewasa

yang mengalami menstruasi, 60 μg/kg BB untuk bayi, 25 μg/kg BB untuk anak-anak,

dan 3 - 5 mg untuk wanita hamil pada 2 trimester terakhir (Tripathi, 2004).

2.1.4 Absorpsi zat besi

Pola makan normal sehari-hari biasanya mengandung 10 - 20 mg zat besi, yang

mana 10 - 20% (~1 mg) dapat diabsorpsi tubuh. Pada kondisi defisiensi, absorpsi besi

dapat meningkat hingga 20 - 30% (Ivey, 1986). Sedangkan pada individu yang non-

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
19

defisiensi, 3 – 10% besi yang dikonsumsi dapat diabsorpsi (USPDI, 1989). Absorpsi

besi terutama terjadi di duodenum dan jejunum proksimal. Dan absorpsi lebih efisien

jika besi dikonsumsi dalam bentuk fero pada kondisi lambung kosong. Jika diberikan

bersama makanan, jumlah besi yang diabsorpsi berkurang hingga 1/2 - 1/3-nya

dibandingkan pada lambung kosong (USPDI, 1989; ASHP, 2002).

Kemampuan absorpsi besi tiap individu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

oleh tingkat simpanan besi tubuh, jenis besi yang dikonsumsi, serta makanan lain

yang dikonsumsi bersamaan dengan zat besi. Absorpsi zat besi meningkat untuk

menghadapi peningkatan kebutuhan tubuh akan zat besi seperti pada kehamilan,

menyusui, pertumbuhan, dan kondisi defisiensi besi (Tripathi, 2004).

Absorpsi zat besi sebenarnya dapat berlangsung di sepanjang usus, tetapi

absorpsinya yang paling utama adalah pada bagian duodenum dan jejunum proksimal

(USPDI, 1989) oleh karena kondisi asamnya akan mendorong terbentuknya fero

sehingga meningkatkan absorpsi zat besi (Sacher, 2004). Jumlah zat besi tubuh

dikendalikan dari tempat absorpsinya tersebut sehingga dapat mencegah masuknya

zat besi dalam jumlah yang berlebihan ke dalam tubuh. Secara molekuler absorpsi zat

besi di usus dapat digambarkan seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
20

Gambar 2.1 Absorpsi Zat Besi di Usus (Andrews, 2005)

Absorpsi zat besi pada mamalia memerlukan proses transpor besi melintasi

bagian apikal maupun basolateral membran enterosit duodenum. Besi makanan

masuk ke dalam epitel usus melalui transporter brush-border yaitu Divalent Metal

Transporter (DMT1), yang jumlahnya meningkat jika terjadi defisiensi besi, dan

keluar melewati membran basolateral. Bentuk besi yang dapat diabsorpsi adalah

bentuk Fe(II); maka Fe(III) harus diubah dahulu oleh duodenal cytochrome b (Dcytb)

sebelum diterima oleh DMT1 pada membran brush-border apikal. Bagian basolateral

kemudian mentransfer besi dengan membutuhkan hephaestin (enzim besi oksidase

yang mengandung tembaga) dan protein transpor IREG1. Sebagian zat besi ini tetap

berada di dalam sel untuk digunakan di sana atau untuk disimpan dalam feritin.

Sedangkan sisanya ditransfer ke sirkulasi oleh feroportin (eksporter besi non-hem).

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
21

Besi yang dilepaskan kemudian harus dioksidasi untuk dapat berikatan dengan

transferin (Anderson, 2002; Andrews, 2005).

Sedangkan proses absorpsi besi hem, dimediasi oleh HCP1 (Heme Carrier

Protein 1) yang juga terdapat pada membran apikal pada usus proksimal, sebagai

tempat absorpsi besi hem yang utama. Sejumlah hem kemudian dikatabolisme oleh

hem oksigenase. Besi anorganik yang kemudian dilepaskan kemungkinan juga

mengalami hal yang sama dengan besi non-hem. Keberadaan protein eksporter yaitu

Bcrp dan FLVCR, meningkatkan kemungkinan bahwa hem transit di dalam enterosit

untuk kemudian diekspor ke serum (Andrews, 2005).

2.1.5 Metabolisme zat besi (pengangkutan, penyimpanan dan ekskresi besi)

Metabolisme besi merupakan siklus kompleks antara penyimpanan,

penggunaan, transpor, penghancuran dan penggunaan kembali zat besi oleh tubuh.

Pengelolaan besi dalam tubuh adalah proses yang sangat dinamik. Besi diserap di

usus; hati mengeluarkan apotransferin ke dalam kandung empedu dan kemudian

mengalir ke duodenum. Di usus ini apotransferin terikat pada besi bebas dari

makanan membentuk transferin (Wibowo, 2006).

Transferin mengikat besi dalam bentuk feri. Dari sekitar 3 gram total zat besi pada

pria dewasa, sekitar 3 mg atau 0,1%-nya bersirkulasi dalam plasma sebagai suatu

exchangeable pool (Gambar 2.2). Jumlah ini didaur ulang sepuluh kali setiap harinya

(turnover besi adalah sekitar 30 mg/hari) (Tripathi, 2004). Pada dasarnya secara

normal seluruh besi plasma yang bersirkulasi terikat pada transferin. Pengikatan ini

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
22

berperan untuk menjadikan zat besi solubel pada kondisi fisiologis, mencegah

toksisitas dari radikal besi bebas, dan memfasilitasi transpor besi ke dalam sel.

enzim
5 mg/hari
mioglobi

2700 mg makanan
10 mg Fe
hemoglobin
24 mg/hari

usus
1000 mg
Besi Transpor (transferin)
dalam plasma (turnover 30
Penyimpanan mg/hari)
(feritin) 1-2 mg/hari

dikeluarkan melalui kulit,


saluran cerna dan air seni 1-2 besi yang tidak diabsorpsi
dikeluarkan melalui tinja
9 mg/hari

Gambar 2.2 Kinetika Besi Harian (http://sickle.bwh.harvard.edu/iron_transport.


html, 2007)

Transferin disintesis di hati yang kemudian disekresikan ke dalam plasma

(http://sickle.bwh.harvard.edu/iron_transport.html).

Zat besi diangkut ke dalam sel melalui ikatannya dengan transferin ke reseptor

spesifik yang terdapat pada membran sel. Proses molekuler pengikatan dan pelepasan

zat besi dari kompleks transferin – reseptor transferin dapat dilihat pada Gambar 2.3.

2.2 Anemia

Anemia adalah suatu keadaan terjadinya penurunan jumlah sel darah merah

(hematokrit) atau kadar hemoglobin (protein pengangkut O2) di bawah normal untuk

kelompok orang yang bersangkutan sehingga menyebabkan penurunan kapasitas sel

darah merah untuk mengangkut oksigen (Berkow, 1997; Kennedy, 2007). Kriteria

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
23

WHO untuk diagnosa anemia adalah kadar Hb < 13 g/dL pada pria dewasa dan 12

g/dL pada wanita (Mukhopadhyay, 2002). Nilai normal untuk hematokrit dan

hemoglobin bervariasi pada tiap jenis kelamin dan kelompok umur yang dapat dilihat

pada Tabel 2.2.

Gambar 2.3 Proses Molekuler Pengikatan dan Pelepasan Besi dari


Kompleks Transferin - Reseptor Transferin (Dhungana,
dkk., 2004)

Tabel 2.2 Nilai Hematologi Normal (Little, 1999)


Kelompok usia Hemoglobin Hematokrit (%)
1-3 hari 14.5 - 22.5 g/dL (145 - 225 g/L) 45 - 67
6 bulan – 2 tahun 10.5 - 13.5 g/dL (105 - 135 g/L) 33 - 39
12 - 18 tahun (pria) 13.0 - 16.0 g/dL (130 - 160 g/L) 37 - 49
12 - 18 tahun (wanita) 12.0 - 16.0 g/dL (120 - 160 g/L) 36 - 46
>18 tahun (pria) 13.5 - 17.5 g/dL (135 - 175 g/L) 41 - 53
>18 tahun (wanita) 12.0 - 16.0 g/dL (120 - 160 g/L) 36 - 46

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
24

2.3 Anemia Defisiensi Besi

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi

dalam tubuh sehingga kebutuhan besi untuk eritropoiesis tidak cukup, ditandai de-

ngan gambaran eritrosit hipokrom-mikrositer, kadar besi serum dan saturasi transferin

menurun, kapasitas ikat besi total tinggi, dan cadangan besi besi dalam sumsum

tulang dan tempat lain sangat kurang atau tidak ada sama sekali (NAAC, 2005).

2.3.1 Tahapan defisiensi besi

Defisiensi besi berkembang secara bertahap dan biasanya diawali dengan

adanya kesetimbangan besi yang negatif, yaitu saat asupan besi tidak dapat meme-

nuhi kebutuhan harian zat besi. Kesetimbangan negatif ini pada awalnya akan

menipiskan jumlah simpanan besi namun kadar Hb masih tetap normal.

Gambaran jumlah cadangan besi pada tiap tahap perkembangan defisiensi besi

dapat dilihat pada Gambar 2.4. Pada tahap awal, mulai terjadi kekurangan zat besi

yang bersifat laten; zat besi yang hilang melebihi dari asupan zat besi, sehingga mulai

menipiskan cadangan besi di sumsum tulang dan kadar feritin serum pun menurun

namun Hct dan Hb masih normal. Selanjutnya besi serum mulai menurun dan dan

bertambahnya absorpsi besi ditandai dengan kapasitas pengikatan besi meningkat,

tetapi hanya terjadi sedikit sedikit penurunan pada Hct dan Hb. Hilangnya zat besi

yang berlanjut terus dan pengambilan besi cadangan tak dapat memenuhi kebutuhan

untuk pembentukan eritrosit, maka jumlah eritrosit yang diproduksi menjadi lebih

sedikit. Selanjutnya pada akhirnya sintesis hemoglobin menjadi terganggu dan gejala

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
25

anemia menjadi lebih jelas; sumsum tulang berusaha mengkompensasi kurangnya zat

besi dengan mempercepat pembelahan sel sehingga menghasilkan eritrosit dengan

ukuran yang sangat kecil (mikrositik), yang menjadi ciri khas ADB. Pada akhirnya

besi jaringan pun mulai hilang yaitu yang berada di hati, kulit maupun otot. Sejalan

dengan terus berlanjutnya defisiensi besi maka gejala anemia pun mulai dirasakan

semakin memburuk (Berkow, 1997; Wahyuni, 2004; www.virginia.edu, 2006).

Normal

Penipisan Fe

Anemia defisiensi
besi awal

Anemia defisiensi
besi tahap akhir

Anemia defisiensi
besi jaringan

sumsum tulang sel darah merah


jaringan

Gambar 2.4 Tahapan Defisiensi Besi (www.virginia.edu)

2.3.2 Faktor penyebab anemia defisiensi besi

Penyebab anemia defisiensi besi yang paling umum adalah karena pola makan

yang tidak memadai terutama kurangnya asupan zat besi yang berasal dari makanan

terutama pada masa pertumbuhan yang cepat seperti pada anak-anak, bayi, pubertas,

kehamilan (FAO/WHO, 2002), masalah malabsorpsi zat besi serta adanya kehilangan

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
26

darah secara kronis yaitu terutama perdarahan akibat luka peptikum, karsinoma kolon

ataupun lambung, konsumsi obat-obatan yang mengiritasi lambung (aspirin, anti-

inflamasi non-steroid, steroid, antikanker seperti fluorourasil, mitramisin, dan

daktinomisin), adanya infeksi parasit, serta perdarahan pada saluran kemih (terutama

pada pria dewasa dan wanita pascamenopause) maupun kondisi menstruasi yang

berat (terutama pada wanita usia 15 - 45 tahun) (Ivey, 1986; Gennaro, 2000).

Individu yang mengalami gagal ginjal terutama yang harus didialisis, beresiko

tinggi mengalami ADB. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan ginjal

memproduksi eritropoietin dalam jumlah yang cukup untuk dapat membentuk sel

darah merah. Baik zat besi maupun eritropoietin dapat hilang saat dialisis. Oleh

karena itu penderita dialisis harus diberi tambahan zat besi dan eritropoietin sintetis

untuk mencegah defisiensi besi (NIH/ODS, 2005).

2.3.3 Gejala klinik anemia defisiensi besi

Gejala yang menyertai defisiensi besi tergantung pada kecepatan perkembangan

anemia. Pada kasus perdarahan kronik dan lambat, tubuh beradaptasi terhadap

peningkatan anemia yang lambat dan penderita dapat mentoleransi kadar Hb yang

sangat rendah (Gasche, et.al., 2004; Provan, 2007). Berbagai gejala anemia

dihasilkan akibat menurunnya kapasitas pengangkutan oksigen oleh darah yaitu

seperti mudah lelah, lemah, lesu, muka pucat, kuku mudah pecah, kurang selera

makan, nafas pendek, hingga menurunkan ketahanan serta kinerja fisik, sehingga

menurunkan kapasitas kerja selain juga dapat dapat mempengaruhi fungsi kognitif

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
27

seperti konsentrasi belajar rendah dan memperlambat daya tangkap pada anak-anak

usia sekolah, remaja putri dan sebagainya (Suartika, 1999; Zavaleta, et.al., 2000;

AHFS, 2002). Defisiensi besi selanjutnya dapat menyebabkan kekurangan energi dan

depresi sistem kekebalan sehingga meningkatkan resiko terhadap infeksi dan penyakit

(Timmcke, 2005). Pada kehamilan, ADB berkaitan dengan meningkatnya resiko

kelahiran prematur, mengganggu pertumbuhan janin dalam kandungan, bayi lahir

dengan berat badan rendah, dan kematian ibu hamil saat melahirkan. (Suartika, 1999;

Zavaleta, et.al., 2000).

Defisiensi besi kemungkinan juga akan menimbulkan gejala yang khas yaitu

pika/geofagia (memakan bahan non-nutrisi seperti sampah dan tanah liat), glositis,

dan pecah-pecah pada pinggir mulut (kheilosis) dan di kuku jari sehingga tampak

seperti sendok (koilonisia); hal ini terutama terjadi pada defisiensi besi kronik

(Berkow, 1997). Pada anemia yang parah, dapat terjadi takikardia dan gagal jantung.

Namun terkadang tidak ada keluhan yang dirasakan bila penderita mengalami

anemia defisiensi besi ringan yang akan baru diketahui mengalami anemia bila

dibuktikan melalui tes darah yang menunjukkan bahwa kadar hemoglobin (Hb) cukup

rendah (< 12 g/dL pada wanita; < 13 g/dL pada pria). Gejala biasanya baru tampak

jika anemia berada pada tingkat moderat ataupun parah (Mukhopadhyay, 2002).

2.3.4 Diagnosis anemia defisiensi besi

Diagnosis anemia defisiensi besi ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan

pemeriksaan darah serta sumsum tulang bila perlu. Untuk memudahkan keseragaman

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
28

diagnosis anemia defisiensi besi, WHO menetapkan kriteria seperti yang dapat dilihat

pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Kriteria Hematologi untuk Diagnosa Anemia Defisiensi Besi


Parameter Hematologi ADB Normal
Hemoglobin
Pria dewasa < 13 g/dL 15 g/dL
wanita dewasa (tak hamil) < 12 g/dL 13 -14 g/dL
wanita dewasa (hamil) < 11 g/dL 12 g/dL
Feritin serum < 12 μg/L 12 – 200 μg/L
Besi Serum < 50 μg% 80 -160 μg%
TIBC (Total Iron Binding Capacity) > 400 μg% 250 – 400 μg%
Saturasi transferin < 15 % 30 – 35 %
MCHC (mean corpuscular haemoglobin < 31 % 32 -35 %
concentration)

Feritin serum yang rendah merupakan indikator defisiensi besi terbaik oleh

karena merupakan parameter pertama yang mengalami penurunan dan lagipula kadar

feritin serum mencerminkan status cadangan besi (GPAC, 2004; PSC, 2005).

Rendahnya serum feritin menunjukkan serangan awal defisiensi besi, namun

tidak menunjukkan beratnya kekurangan zat besi tersebut karena variabilitasnya

sangat tinggi. Kadar feritin serum kurang dari 15 μg/L menunjukkan bahwa cadangan

besi benar-benar telah deplesi. Jika kadar feritin serum di atas 20 μg/L hingga 30

μg/L menunjukkan bahwa masih ada zat besi di tempat penyimpanan tetapi

kemungkinan tidak akan memadai untuk memenuhi kebutuhan progenitor proliferasi

eritrosit (Gasche, 2004; Harper, 2007)

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
29

Dalam beberapa kasus, tes monitoring terapi besi dengan dosis dewasa 180 mg

Fe/hari dapat diberikan. Peningkatan Hb 10 - 20 g/L dalam 2 – 4 minggu merupakan

kriteria diagnostik untuk defisiensi besi (GPAC, 2004).

Jika defisiensi besi telah dipastikan, maka perlu dilakukan penelusuran klinis

secara lengkap termasuk adanya kemungkinan sejarah perdarahan gastrointestinal

atau adanya malabsorpsi (misal pada penyakit seliak) untuk memastikan penyebab

defisiensi besi yang sesungguhnya untuk kemudian diobati.

2.3.5 Manajemen anemia defisiensi besi

Manajemen ADB yang efektif tergantung pada manajemen yang efektif

terhadap penyebab mendasar ADB dan terapi dengan zat besi (Provan, 2007). Prinsip

terapi anemia adalah berusaha mengatasi penyebab anemia untuk mencegah kehi-

langan zat besi lebih lanjut. Sedangkan sebagai tujuan dari terapi ADB adalah untuk

mengkoreksi kurangnya massa hemoglobin dan mengembalikan simpanan besi yaitu

dengan memberikan sediaan besi kepada semua penderita ADB (Mukhopadhyay,

2002). Respon pengobatan dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk di dalamnya

adalah beratnya defisiensi yang terjadi, adanya penyakit lain yang menyertai,

kemampuan penderita untuk menerima dan mengabsorpsi sediaan besi. Terapi yang

efektif diikuti oleh meningkatnya produksi sel darah merah (Wibowo, 2006).

Suplementasi besi dipilih jika dengan makanan saja tidak dapat mengembalikan

kadar besi ke nilai normal dan ini menjadi penting jika penderita telah mengalami

gejala klinik dari ADB. Dalam hal ini terapi penggantian besi secara oral merupakan

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
30

cara utama yang dipilih untuk terapi ADB. Jika penderita tidak memberikan respon

terapi yang memadai, tidak dapat mentoleransi sediaan besi oral, adanya masalah

malabsorpsi, ataupun karena adanya perdarahan yang berlangsung terus-menerus

dengan pemberian sediaan besi oral, maka pemberian melalui rute parenteral dapat

dipertimbangkan. Rute intravena merupakan yang lebih disukai karena rute

intramuskular memberikan sifat absorpsi yang tak dapat diprediksi serta

kemungkinan timbulnya komplikasi lokal (Little, 2002).

2.4 Pemantauan Terapi Zat Besi

Respon terapi dapat dievaluasi dengan mengetahui peningkatan Hb dan hitung

retikulosit. Respon positif jika ditemukan kenaikan konsentrasi Hb 0,1 – 0,3 g/dL

atau kenaikan Ht 1% pada hari keempat. Retikulosit meningkat dalam 3-5 hari

dimulai pengobatan, mencapai puncaknya pada hari ke-7 – 10 (Lubis, 2004). Untuk

mencapai nilai Hb yang diharapkan membutuhkan waktu rata-rata 1 – 2 bulan. Sekali

kadar Hb mencapai nilai normal, maka terapi besi terus dilanjutkan paling tidak

hingga 3 bulan berikutnya untuk mengembalikan cadangan besi (Wibowo, 2006).

Selain pemantauan terhadap efektivitas pengobatan, perlu diperhatikan pula

efek samping yang timbul akibat pemakaian sediaan besi oral terutama efek samping

pada saluran cerna yang umumnya berupa mual, muntah, nyeri epigastrik, diare,

konstipasi, ataupun tinja yang berwarna hitam (ASHP, 2002).

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
31

2.5 Sediaan Zat Besi Oral

Sediaan besi oral diindikasikan untuk profilaksis maupun terapi anemia

defisiensi besi. Namun sebagai catatan adalah bahwa penyebab defisiensi besi yang

sesungguhnya harus selalu ditentukan karena mungkin berkaitan dengan penyakit

yang lebih serius (USPDI, 1989).

Sediaan besi oral umumnya mengandung besi non-heme dalam bentuk garam

fero; yang umumnya merupakan senyawa fero anorganik dan organik sederhana

ataupun senyawa kompleks fero. Garam fero lebih dipilih karena memiliki kelarutan

yang lebih tinggi daripada garam feri sehingga lebih mudah diabsorpsi daripada

garam feri (ASHP, 2002) yaitu 3 kali lebih tinggi daripada garam feri, terutama pada

saat lambung kosong (Goodman dan Gilman, 1996; USPDI 1989). Perbedaan

diantara berbagai macam sediaan besi salah satunya adalah dalam hal iritasi lokal dan

kerja astringennya; yang biasanya tidak diberikan oleh senyawa kompleks besi.

Semua senyawa fero dioksidasi dalam saluran cerna dengan melepaskan radikal

hidroksil yang akan menyerang dinding saluran cerna dan menghasilkan berbagai

gejala dan ketidaknyamanan pada saluran cerna (Gasche, et.al., 2004).

Sedangkan sebagai obat pilihan utama dalam manajemen ADB adalah sediaan

fero sulfat oral. Sediaan alternatif lainnya yang dapat digunakan adalah fero glukonat

dan fero fumarat. Ketiga bentuk tersebut dapat diabsorpsi dengan baik dan memiliki

efektivitas yang setara jika diberikan dalam dosis Fe elemental yang ekivalen selain

juga memberikan efek samping pada saluran cerna yang tidak berbeda secara

signifikan jika diberikan pada dosis besi elemental yang setara (McDiarmid dan

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
32

Johnson, 2002; Ibrahim, 2005). Perhitungan dosis sediaan besi harus selalu

berdasarkan jumlah besi elementalnya, seperti seperti yang dapat dilihat pada Tabel

2.4 (Little, 1999)

Dalam hal bentuk sediaan, bentuk tablet ataupun kapsul, lebih disukai daripada

bentuk cair seperti sirup. Sediaan besi dalam bentuk sirup, yang umumnya ditujukan

untuk anak-anak, dapat membuat gigi berwarna kecoklatan (Tripathi, 2004).

Tabel 2.4 Persentase Besi Elemental


Nama Sediaan Besi elemental Jumlah Besi elemental
Fero sulfat 20 % 300 mg 60 mg
Fero sulfat, eksikatus 30 % 200 mg 60 mg
Fero glukonat 12 % 300 mg 35 mg
Fero fumarat 33 % 200 mg 65 mg

Sediaan besi oral paling baik diabsorpsi jika dikonsumsi 30 menit sebelum

makan. Secara umum, satu tablet sehari sudah cukup memadai, namun terkadang

diperlukan hingga 2 tablet per hari. Oleh karena kemampuan usus untuk

mengabsorpsi besi terbatas, maka dosis yang lebih besar akan tidak berguna dan

malah tak dapat dicerna dan menyebabkan konstipasi (Berkow, 1997).

Sediaan zat besi oral yang umum digunakan di Indonesia untuk pencegahan

maupun terapi defisiensi besi biasanya merupakan sediaan yang mengandung besi

dalam bentuk fero sulfat, fero fumarat, dan fero glukonat. Secara khusus, pemerintah

melalui Departemen Kesehatan telah melaksanakan penanggulangan ADB pada ibu

hamil di seluruh Indonesia dengan memberikan Tablet Tambah Darah (TTD) yang

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
33

mengandung 60 mg Fe elemental dalam bentuk fero sulfat dan 250 μg asam folat

dengan aturan pakai sehari satu tablet selama 90 hari berturut-turut selama masa

kehamilan. Dengan demikian pemakaian fero sulfat di Indonesia relatif lebih luas.

2.6 Fero Sulfat

2.6.1 Tinjauan kimia (DepKes RI, 1995)

Nama Kimia : Besi(2+)sulfat (1:1) heptahidrat

Rumus Molekul : FeSO4.7H2O

Berat Molekul : 278,01

Pemerian : Hablur, atau granul berwarna biru kehijauan, pucat, tidak


berbau dan rasa seperti garam. Merekah di udara kering.
Segera teroksidasi dalam udara lembab membentuk besi(III)
sulfat berwarna kuning kecoklatan.

pH : lebih kurang 3,7

Kelarutan : mudah larut dalam air, tidak larut dalam etanol, sangat mudah
larut dalam air mendidih

Stabilitas : pada udara lembab, fero sulfat dengan cepat dioksidasi dan
menjadi feri sulfat berwarna kuning kecoklatan yang tidak
semestinya digunakan sebagai obat. Kecepatan oksidasi akan
dipercepat bila terdapat alkali atau terpapar cahaya (ASHP,
2002).
Ikatan protein besi adalah sangat tinggi (90% atau lebih) yaitu terbagi dalam

ikatannya dengan hemoglobin (tinggi), mioglobin, enzim dan transferin (rendah),

serta pada feritin dan hemosiderin juga rendah. Sedangkan untuk mekanisme

eliminasi, tidak ada sistem fisiologi untuk mengeliminasi besi. Besi dapat

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
34

terakumulasi dalam tubuh menjadi jumlah toksik. Namun, sejumlah kecil besi akan

hilang dari tubuh melalui kulit yang terkelupas, pernafasan, ASI (0,5 – 1 mg per hari),

darah haid, dan urin. Kehilangan darah per hari pada pria dan wanita pascamenopause

adalah 1 mg, dan pada wanita pre-menopause sehat 1,5 mg (USPDI, 1989).

2.6.2 Farmakologi

Zat besi merupakan komponen penting dalam pembentukan hemoglobin;

jumlah yang cukup diperlukan untuk eritropoiesis, kapasitas pengangkutan oksigen

yang efektif, serta produksi mioglobin. Zat besi juga merupakan kofaktor dari

beberapa enzim yang penting dalam metabolisme, termasuk sitokrom yang terlibat

dalam pengangkutan elektron (USPDI, 1989; www.drugs.com; ASHP, 2002).

2.6.3 Cara pemberian

Sediaan besi oral umumnya harus diberikan di antara waktu makan (misal 30

menit – 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah makan) untuk absorpsi besi yang

maksimal. Tetapi untuk meminimalkan efek samping pada saluran cerna dapat

dikonsumsi dengan makanan. Pada penderita yang sulit mentoleransi sediaan besi

oral dapat dicoba untuk diberikan dalam dosis kecil dengan frekuensi pemberian lebih

sering pada awalnya lalu dosis ditingkatkan secara bertahap atau dengan mengganti

dengan bentuk sediaan besi lainnya (ASHP, 2002)

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
35

2.6.4 Dosis terapi dan pencegahan

Dosis terapi yang umum untuk dewasa adalah 50 – 100 mg besi elemental tiga

kali sehari. Dosis yang lebih kecil (60 – 120 mg Fe per hari) juga direkomendasikan

terutama untuk meminimalkan intoleransi saluran cerna. Pemberian dosis kecil ini

kemungkinan akan diikuti dengan kecepatan pengembalian zat besi yang lambat dan

bertahap (Katzung, 2004).

WHO menyarankan suplementasi 60 mg Fe/hari bersama 250 μg asam folat

pada wanita hamil. Dosis remaja dan dewasa (untuk pencegahan pada wanita serta

terapi untuk pria dan wanita adalah 60 mg Fe/hari jika anemia ringan. Dosis

digandakan pada anemia sedang/parah (Viteri, 1997; Beard, 2000).

Dengan pemberian dosis terapi yang biasa, maka gejala yang berkaitan dengan

defisiensi besi akan membaik dalam beberapa hari, retikulosis puncak terjadi dalam 5

hingga 10 hari dan kadar Hb meningkat dalam 2 - 4 minggu. Produksi Hb biasanya

meningkat dengan kecepatan 0,1 – 0,2 g/dL per hari; kadar Hb normal akan dicapai

dalam 2 bulan; kecuali bila perdarahan masih terus berlangsung. Pada anemia parah,

terapi dapat berlangsung paling tidak sampai 6 bulan. Jika respon yang diharapkan

tidak tercapai dalam 3 minggu, maka harus ditinjau kembali adanya ketidakpatuhan,

perdarahan yang terus berlangsung, adanya faktor komplikasi lain, atau diagnosa

yang tak tepat (ASHP, 2002).

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
36

2.6.5 Efek samping

Efek samping biasanya dapat muncul pada dosis terapi dan hal ini berkaitan

dengan jumlah kandungan besi elemental dan kerentanan tiap individu terhadap efek

samping yang berbeda satu sama lain. Masalah yang paling sering dikeluhkan pada

penggunaan sediaan oral fero sulfat adalah gangguan saluran cerna terutama akibat

iritasi pada lambung dan duodenum bagian atas yang memiliki pH rendah sehingga

dapat memperparah luka peptik, enteritis lokal, kolitis ulseratif, dan gangguan saluran

cerna lainnya seperti nyeri abdomen ataupun lambung, kram, yang kadang perlu

perhatian medis sehingga mengurangi kepatuhan penderita terhadap regimen obat

yang dapat mengakibatkan berkurangnya efektivitas pengobatan (Cook, 1990;

Gennaro, 2000).

Efek samping lain yang mungkin timbul yang biasanya tidak terlalu

memerlukan perhatian medis kecuali bila efek samping berlanjut terus dan

mengganggu (biasanya efek samping akan segera berlalu sepanjang pengobatan oleh

karena tubuh mulai beradaptasi terhadap pemberian suplemen besi) adalah konstipasi

(diduga akibat kerja astringen dari besi) yang lebih umum dialami daripada diare

(kemungkinan karena kerja iritan besi pada saluran cerna), mual dan/atau nyeri

epigastrik yang dialami oleh sekitar 5-20% penderita (ASHP, 2002). Namun diduga

pula bahwa terjadinya konstipasi ataupun diare adalah akibat perubahan pada flora

usus normal (Tripathi, 2004). Namun efek samping biasanya akan berkurang dalam

beberapa hari (ASHP, 2002). Tinja pun biasanya menjadi berwarna hijau gelap atau

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
37

hitam saat penderita mengkonsumsi sediaan besi oral. Hal ini disebabkan oleh adanya

zat besi yang tidak diabsorpsi dan hal ini bukanlah sesuatu yang membahayakan.

Namun, pada kasus yang jarang, tinja yang berwarna hitam dengan konsistensi

yang lengket dapat saja terjadi akibat adanya perdarahan di saluran cerna yang

gejalanya disertai dengan adanya garis-garis merah pada tinja, kram, nyeri hebat, atau

nyeri yang tajam di daerah abdomen ataupun lambung. Bila hal ini yang terjadi, maka

harus segera diperiksa dokter untuk mengevaluasi penyebab pastinya (USPDI, 1995).

2.6.6 Kontraindikasi

Sediaan besi dikontraindikasikan pada hemokromatosis, anemia hemolitik, dan

yang diketahui hipersensitif terhadap besi (ASHP, 2002).

2.6.7 Interaksi Obat

Obat-obat yang dapat menurunkan efek sediaan besi adalah tetrasiklin, antasida,

susu, sediaan kalsium, kopi, telur, obat-obat yang mengandung karbonat, bikarbonat,

oksalat, atau fosfat; teh, sereal (mengandung asam fitat) karena menghambat absorpsi

besi, simetidin (menurunkan produksi asam lambung), dimerkaprol (kemungkinan

membentuk kompleks toksik), kloramfenikol dapat memperlambat respon terhadap

sediaan besi, fluorokinolon (absorpsi fluorokinolon menurun karena terbentuk kelat),

suplemen Zn (dosis besar besi menurunkan absorpsi Zn). Sedangkan obat yang dapat

meningkatkan efek besi adalah asam askorbat yang diberikan bersamaan dengan besi

akan meningkatkan absorpsi besi.

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
38

2.6.8 Over dosis/keracunan

Gejala keracunan besi meliputi iritasi saluran cerna, erosi mukosa saluran cerna,

gangguan hati dan ginjal, koma, hematemesis, dan asidosis. Overdosis besi yang

parah dapat diatasi dengan pemberian deferoksamin yang diberikan secara intravena.

Dosis toksik besi adalah di atas 35 mg/kgBB.

2.6.9 Formulasi

Fero sulfat heptahidrat mengandung lebih kurang 20% besi elemental.

Sedangkan fero sulfat eksikatus menyediakan lebih kurang 30% besi elemental. Fero

sulfat umumnya diformulasi dalam kapsul atau tablet salut untuk melindunginya dari

udara dan kelembaban. Garam fero sulfat terkadang juga dicampur dengan glukosa

atau laktosa untuk melindunginya dari oksidasi (Gennaro, 2000).

2.7 Saluran Pencernaan

Saluran pencernaan (jalur gastrointestinal/alimentary tract) terdiri dari mulut,

esofagus, lambung, duodenum, usus halus, usus besar (meliputi kolon dan rektum),

dan anus. Selain itu terdapat organ-organ lain yang terlibat dalam pencernaan

makanan (accessory organs) yaitu kelenjar ludah di mulut, hati, pankreas, dan

kelenjar empedu. Organ-organ ini bersama saluran pencernaan membentuk sistem

pencernaan. Gambar sistem pencernaan dapat dilihat pada Gambar 2.5 dan 2.6.

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
39

hati

Gambar 2.5 Sistem Pencernaan Manusia

Gambar 2.6 Sistem Pencernaan yang Direntangkan

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
40

Lambung merupakan organ muskular yang berbentuk menyerupai huruf J yang

berfungsi menerima dan mencampur makanan dari esofagus dengan cairan lambung

dan mendorong makanan ke usus kecil. Makanan memasuki lambung dari esofagus

dengan melewati otot berbentuk cincin yang disebut sfingter yang dapat membuka

dan menutup sehingga berfungsi mencegah makanan kembali ke esofagus.

Lambung terletak persis di bawah diafragma. Lambung terdiri dari empat

bagian yaitu daerah kardia, fundus, badan lambung dan pilorus. Kardia merupakan

daerah sempit dekat dengan esofagus. Fundus merupakan bagian yang

menggelembung ke atas. Badan lambung merupakan bagian utama lambung. Pilorus

merupakan bagian yang berbentuk saluran yang berfungsi sebagai katup antara

lambung dan usus kecil. Gambar bagian lambung dan lapisan dinding lambung

berturut-turut dapat dilihat pada Gambar 2.7 dan 2.8.

Gambar 2.7 Bagian-bagian Lambung Manusia

Sel-sel yang melapisi lambung mensekresikan tiga komponen penting, yaitu

mukus, HCl, dan prekursor pepsin. Mukus yang dihasilkan oleh sel mukus

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
41

menyelaputi sel-sel yang melapisi lambung sebagai perlindungan terhadap kerusakan

oleh enzim dan asam. Rusaknya lapisan mukus misalnya oleh infeksi Helicobacter

pylori atau karena aspirin, dapat menyebabkan kerusakan yang mengarah pada ulser

lambung. Asam klorida yang dihasilkan oleh sel parietal menyediakan lingkungan

asam yang dibutuhkan pepsin untuk menguraikan protein, serta sebagai penghalang

masuknya infeksi bakteri. Sekresi asam lambung distimulasi oleh impuls saraf,

gastrin (hormon yang dilepaskan lambung), dan histamin. Sedangkan chief cell yang

ditemukan di bagian paling dalam dari kelenjar lambung menghasilkan enzim

pencernaan pepsinogen yang kemudian diubah menjadi pepsin (Berkow, 1997).

Gambar 2.8 Lapisan Dinding dan Kelenjar Lambung

2.8 Endoskopi

Pemeriksaan endoskopi adalah pemeriksaan penunjang dengan menggunakan

alat endoskop untuk mendiagnosis kelainan organ di dalam tubuh antara lain di sa-

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
42

luran cerna, rongga mulut, rongga abdomen, dan lain-lain. Gastroskopi adalah peme-

riksaan endoskopi untuk mendiagnosis kelainan di lambung (Kolopaking, 2001).

Endoskop adalah suatu alat yang digunakan untuk memeriksa organ dalam

tubuh manusia secara visual dengan cara mengintip dengan alat tersebut atau

langsung melihat pada layar monitor sehingga kelainan pada organ tersebut dapat

dilihat dengan jelas. Endoskop dapat dimasukkan ke dalam tubuh melaui mulut

(upper endoscopy) ataupun rektum (lower endoscopy). Endoskop merupakan selang

panjang dengan sistem optik pada bagian ujungnya. Gambaran mukosa yang didapat,

diteruskan ke bagian okuler melalui serabut serat optik, Cahayapun disalurkan dari

sumber cahaya ke bagian distal endoskopi melalui serabut optik. Endoskopis

menggunakan monitor TV untuk melihat gambaran yang ditangkap oleh alat

endoskop (www.pinehurstmedical.com/.../endoscopy.htm).

2.9 Mekanisme Perdarahan di Lambung yang Disebabkan Oleh Fero Sulfat

Penggunaan zat besi secara berulang dalam jangka waktu lama dapat menim-

bulkan efek samping terutama pada saluran cerna. Hal ini disebabkan oleh efek toksik

langsung besi pada epitel glandular pada gastroduodenum (Gastearena, et.al., 2003).

Garam fero sulfat yang larut dalam larutan yang asam dapat mengiritasi

lambung oleh karena dilepaskannya zat besi secara serentak pada satu tempat

sehingga menyebabkan tingginya konsentrasi zat besi di daerah tersebut (USPDI,

1989) sehingga bersifat toksik pada lambung dengan mekanisme kerusakan oksidatif

yang diinduksi oleh sediaan besi secara in-vivo pada usus kecil manusia yang

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
43

kemudian diteliti oleh Troost et.al pada 2003. Zat besi dapat menginduksi stres oksi-

datif pada usus karena perannya sebagai katalisator dalam reaksi kimia Fenton

(Fenton chemistry). Selama reaksi kimia Fenton, besi fero mengakatalisis

pembentukan radikal hidroksil dengan adanya anion radikal superoksida dan hidrogen

peroksida yang sebenarnya adalah hasil metabolisme normal. Radikal hidroksil yang

terbentuk itulah yang bersifat sangat reaktif yang menyebabkan kerusakan pada

molekul-molekul biologi di lingkungan sekitarnya, menghasilkan rentetan reaksi yang

kemudian lipida, protein, dan DNA dapat mengalami kerusakan (Troost, et.al., 2003).

Selain itu disebutkan pula bahwa fero sulfat bersifat astringen sehingga dapat

menimbulkan efek samping pada saluran cerna terutama konstipasi (Gennaro, 2000;

Tripathi, 2004) yang lebih umum dialami daripada diare (kemungkinan karena kerja

iritan besi pada saluran cerna). Namun diduga pula bahwa terjadinya konstipasi

ataupun diare adalah akibat perubahan pada flora usus normal (Tripathi, 2004).

2.10 Sediaan Zat Besi Tanpa Efek Samping Yang Telah Beredar di Perdagangan

Beberapa sediaan zat besi dirancang untuk dapat melepaskan zat besi secara

perlahan selama sediaan melewati usus sehingga jumlah besi di lumen usus pada tiap

waktu lebih kecil. Dengan demikian diharapkan dapat mengurangi efek samping di

saluran cerna. Beberapa sediaan telah beredar dengan karakteristik tersebut,

diantaranya adalah dalam bentuk sediaan salut enterik dan extended-release.

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
44

Sediaan salut enterik ada di perdagangan contohnya adalah Apo-Ferrous

Sulfate® (FeSO4 300 mg), Novoferrosulfate® (FeSO4 300 mg). Sediaan besi lainnya

dengan pelepasan yang dimodifikasi adalah tablet fero sulfat extended-release (Fero-

Grad®, Fero-Gradumet®, Slow-Fe®) yang umumnya mengandung FeSO4 anhidrat 160

mg, serta kapsul fero sulfat extended-release (Feosol®, Ferralyn®, Ferra-TD®).

Sediaan-sediaan tersebut terutama beredar di Amerika Serikat dan Kanada (Groves,

1989; ASHP, 2002). Memang, kemudian efek samping dapat berkurang secara nyata,

kemungkinan oleh karena berkurangnya jumlah besi yang diabsorpsi. Namun dalam

perkembangannya sediaan-sediaan tersebut terbukti memiliki bioavailabilitas yang

rendah akibat pelepasan zat besi ditunda hingga tidak lagi di daerah absorpsinya yang

maksimal selain harga yang lebih mahal. Sehingga selanjutnya penggunaannya dalam

terapi anemia defisiensi besi tak dianjurkan. (Rudinskas, et.al., 1989; Walker, et.al.,

1989; Delorme, et.al., 1990; Mukhopadhyay, et.al., 2004).

2.11 Penelitian Sediaan Zat Besi Tanpa Efek Samping

Pada perkembangan selanjutnya, berbagai sediaan farmasetika pun dirancang

untuk dapat menunda pelarutan zat besi di saluran cerna yaitu dengan melepaskan

besi fero dengan kecepatan rendah sehingga dapat mengurangi bolus load Fe yang

masuk ke sistem saluran cerna; dengan demikian dapat mengurangi efek samping

(Beard, 2000). Berbagai penelitian kemudian memunculkan formulasi besi yang

memodifikasi bentuk sediaan, pelepasan, maupun jenis garam besi yang digunakan.

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
45

Bentuk sediaan besi khusus yang terbaru dikembangkan adalah FeSO4 yang

dikombinasi dalam gastric delivery system (GDS) yang dapat memperpanjang waktu

retensi besi di lambung. Penelitian Cook, et.al. pada 1990 membuktikan bahwa

sediaan ini memberikan absorpsi yang lebih besar dibandingkan dengan sediaan besi

pada dosis yang sama tanpa GDS oleh karena besi dilepaskan secara lebih lambat ke

saluran cerna. Pendekatan GDS ini sesuai untuk zat besi yang bersifat larut asam.

FeSO4 berada dalam matriks polimer yang akan terus terapung dalam cairan lambung

hingga desintegrasi berakhir Daya apung dipertahankan oleh hidrokoloid yang

membentuk lapisan melingkar terhidrasi yang mencegah masuknya air ke inti (Cook,

et.al., 1990). Sediaan GDS tersebut terbukti memberikan absorpsi besi yang lebih

tinggi dan tidak menimbulkan efek samping pada saluran cerna dibandingkan dengan

sediaan FeSO4 konvensional (Cook, et.al., 1990; Simmons, et. al., 1993). Sediaan

GDS ini adalah berupa matriks yang terdiri dari sejumlah komponen yang didominasi

oleh senyawa polimer yaitu hidroksipropilmetilselulosa, minyak sayur terhidrogenasi,

crospovidone, selulosa mikrokristal, gom xantan, bubuk talk, Mg-stearat, dan silikon

hidrokoloid yang kemudian ditambahkan FeSO4 ke dalamnya sehingga membentuk

matriks. Sedangkan Samanta et. al, 1995 mencoba untuk membuat sediaan sustained

release dari FeSO4 mikrosferik dengan teknik congealable disperse-phase

encapsulation menggunakan kombinasi agar dan hidroksipropilmetilselulosa yang

hingga kini masih pada tahap in-vitro. Jadi, dari segi materi dan kepraktisan produksi,

GDS dan FeSO4 sustained release memerlukan cukup banyak bahan serta proses

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
46

persiapannya yang lebih rumit karena harus dipastikan bahwa semua bahan

memenuhi standar farmasetika.

Alternatif lain untuk mengurangi efek samping adalah menggunakan zat besi

dalam bentuk garam lain atau pun kompleks; di antaranya adalah beberapa sediaan

yang baru tersedia di beberapa negara yaitu seperti ferric iron polymaltose complex,

ferric trimaltol, atau haeme iron polypeptide. Ferric iron polymaltose complex

merupakan senyawa besi yang diketahui tidak memiliki potensi oksidatif terhadap

lipoprotein pada subyek sehat dan memberikan tingkat kepatuhan yang lebih baik

daripada sediaan FeSO4 konvensional namun belum didukung oleh data efikasi yang

memadai. Haeme iron polypeptide menguntungkan dalam hal absorpsinya yang lebih

cepat dan lebih baik sehingga memberikan ketersediaan hayati yang baik pula.

Namun sediaan ini terkait dengan isu berbahan dasar hewan selain juga belum diteliti

pada skala yang lebih besar (Harvey, et.al., 1998; Gasche, et.al., 2004). Selain itu

terdapat pula kompleks besi yang terikat pada inti protein yang mana Fe akan

dilepaskan secara bertahap dan terus-menerus sebagai besi ion yaitu seperti

TM/FMOA (ferrimannitol-ovoalbumin) dan iron protein succinylate sehingga

mencegah efek toksik besi terhadap mukosa saluran cerna (Gastearena, et.al., 2003).

Secara umum sediaan-sediaan tersebut dapat diabsorpsi dengan baik dan tingkat

kejadian efek samping saluran cerna yang rendah (akibat kandungan besi yang lebih

rendah) namun berbiaya mahal.

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
47

2.12 Kapsul Alginat

Cangkang kapsul alginat dibuat dari bahan baku natrium alginat yang

direaksikan dengan kalsium klorida dengan menggunakan cetakan metode paku.

Alginat merupakan kopolimer linier dari asam β-D-manuronat dan asam α-L-

guluronat (www.cybercolloids.net/.../ introduction.php). Di antara bentuk sediaan

besi lainnya yang dikembangkan untuk mengurangi efek samping, sediaan kapsul

alginat memiliki beberapa keuntungan seperti proses produksi yang ekonomis, tidak

mengandung bahan hewani serta dapat memasukkan berbagai mikronutrien lainnya

yang dibutuhkan dalam suplementasi maupun untuk meningkatkan absorpsi besi.

Kapsul alginat yang dapat dibuat adalah baik dalam bentuk kapsul cangkang

keras (hard capsule) seperti yang digunakan dalam penelitian ini maupun dalam

bentuk kapsul lunak (soft capsule). Kapsul keras alginat mulai diteliti dan

dikembangkan di Laboratorium Formulasi Fakultas Farmasi USU oleh Bangun, dkk

(2005). Pengujian yang dilakukan terhadap kapsul keras alginat yang dihasilkan

menunjukkan bahwa kapsul keras alginat tidak pecah dalam cairan lambung buatan,

tetapi pecah atau melarut dalam cairan usus buatan. Hal ini menunjukkan bahwa

kapsul keras alginat tahan terhadap cairan lambung sehingga dapat digunakan sebagai

pembawa zat-zat aktif yang mengiritasi lambung tanpa menimbulkan efek samping

pada lambung (Sinurat, 2005; Susanti, 2006; Hutabarat, 2006; Sumaiyah, 2006)

Kapsul lunak alginat juga masih dalam tahap pengembangan produksi (oleh

FMC Magenta, Amerika Serikat). Kapsul alginat ini cocok untuk dosis zat aktif yang

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
48

besar, zat aktif yang sensitif terhadap asam, oksigen serta yang bersifat mengiritasi

lambung (www.fmcmagenta.com).

2.13 Alginat

Alginat merupakan suatu polimer linier dengan sifat dapat membentuk gel yang

tersusun dari unit asam β-(1→4)-D-manuronat (M) dan asam α-(1→4)-L-guluronat

(G) dengan rumus umum (C6H8O)n (Gambar 2.9).

Gambar 2.9 : Struktur asam β-D-manuronat dan asam α-L-guluronat

Alginat telah digunakan secara luas dalam berbagai formulasi oral dan topikal.

Pada formulasi controlled release, telah diteliti pembuatan mikropartikel indometasin

dengan menggunakan sistem koaservat hidrokoloid asam alginat-gelatin. Natrium

alginat juga telah digunakan dalam sediaan sustained-release oral oleh karena dapat

menunda disolusi obat dari tablet, kapsul, dan suspensi aqueous (Rowe, et.al., 2003).

Salah satu sifat dari alginat adalah dapat membentuk gel alginat dengan segera

bila bereaksi dengan kalsium klorida yang terjadi karena pengkelatan antara rantai

guluronat dan ion kalsium (Thom, dkk.,1980). Gel ini merupakan jaringan taut silang

yang tersusun dari kalsium alginat yang membentuk konformasi kotak telur seperti

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
49

yang dapat dilihat pada Gambar 2.10 (Belitz dan Grosch, 1987). Gel ini bersifat tahan

asam sehingga tidak akan melepaskan obat secara serentak di satu tempat, namun

akan mengembang membentuk pori-pori yang dapat dilalui oleh molekul obat yang

larut asam seperti FeSO4.

Alginat pertama kali diisolasi oleh ilmuwan Skotlandia, Dr. E.C.C. Stanford

pada 1883. Alginat dapat diperoleh dari beberapa spesies alga coklat seperti

Macrocystis pyrifer, Laminaria, Ascophyllum, dan Sargassum. Produksi alginat

dalam skala industri diawali di Amerika Serikat sekitar tahun 1930. Sejak saat itu

asam alginat dan turunannya telah digunakan sebagai hidrokoloida dalam berbagai

aplikasi seperti di bidang farmasetika, bahan tambahan makanan, tekstil, dan

kosmetika (Barbaroux, 2001).

Gambar 2.10 Model Pengkelatan Ca pada Rantai Guluronat

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
50

Sedangkan saat ini alginat telah banyak diteliti dalam perannya sebagai

pembawa obat-obat yang diketahui mengiritasi lambung terutama dari golongan

AINS seperti yang dilakukan Arica, 2004 yang membuat butiran alginat berisi

ibuprofen sehingga melepaskan obat dengan pelepasan yang terkendali.

Natrium alginat dapat memiliki berat molekul 10.000 – 600.000. Pemerian

natrium alginat adalah berwarna putih sampai coklat kekuningan, berbentuk butiran,

granul atau serbuk. Natrium alginat larut lambat dalam air, membentuk larutan kental,

dan tidak larut dalam etanol dan eter.

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

Kapsul alginat produksi Laboratorium Formulasi Fakultas Farmasi USU yang

telah memenuhi syarat internal yang mengandung tablet FeSO4 300 mg yang telah

direfomulasi, kapsul gelatin (Capsugel, Indonesia) yang mengandung tablet FeSO4

300 mg yang telah direfomulasi, dan peralatan laboratorium standar.

3.2 Rancangan Penelitian

Uji toleransi ini dimaksudkan untuk menilai efek samping yang dirasakan oleh

penderita defisiensi besi/anemia defisiensi besi dengan kondisi lambung normal

dengan desain penelitian acak, tersamar ganda, terkendali menggunakan sediaan

FeSO4 dalam kapsul gelatin sebagai pembanding.

3.3 Subyek

Subyek yang akan diikutkan dalam penelitian ini adalah pria dan wanita yang

memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. kriteria inklusi

1. berusia antara 18 - 65 tahun

51
Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
52

2. penderita defisiensi besi maupun yang telah mengalami anemia defisiensi

besi, berdasarkan pemeriksaan hematologi di Laboratorium Patologi

Klinik RSUP H. Adam Malik Medan (RSUP HAM) :

a. feritin serum < 30 μgr/L

b. Hb < 13 g/dL (pria dewasa); < 12 g/dL (wanita dewasa tak hamil)

3. tidak memiliki riwayat gangguan saluran cerna sebelumnya; kondisi

lambung normal berdasarkan pemeriksaan endoskopi

4. tidak sedang hamil

5. tidak sedang mengkonsumsi suplemen besi secara teratur

6. tidak sedang mengkonsumsi secara teratur obat-obat yang menimbulkan

efek samping pada saluran cerna seperti aspirin, ibuprofen, dan golongan

AINS lainnya minimal dalam 2 minggu terakhir.

7. memiliki keluangan waktu selama penelitian dilakukan dan penderita

setuju untuk ikut penelitian serta menandatangani informed consent.

b. kriteria eksklusi

1. sedang hamil

2. pada gambaran endoskopi dijumpai patologis pada mukosa atau

submukosa lambung

3. memiliki riwayat penyakit lambung dan pengkonsumsi obat-obat lambung

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
53

4. memiliki riwayat penyakit hati kronik, penyakit gagal ginjal kronik, DHF,

penderita coeliac disease, active inflammatory disease

5. peminum alkohol dan penyalahguna obat-obatan

6. penderita tidak bersedia ikut penelitian.

Pada seluruh partisipan potensial dilakukan pemeriksaan pendahuluan berupa

pemeriksaan fisik, pengisian kuesioner meliputi data umum subyek, sosiodemografi

subyek (usia, status pernikahan, suku bangsa, kebiasaan merokok, tingkat pendidikan,

pekerjaan, penghasilan), riwayat kesehatan dan pengobatan terutama pemakaian

sediaan garam fero konvensional maupun obat-obat lain yang diketahui mengiritasi

lambung, pola menstruasi, pola asupan makanan, pemeriksaan status besi dengan

mengukur hemoglobin (Hb) dan konsentrasi feritin serum, serta pemeriksaan

endoskopi. Subyek diinstruksikan untuk menjaga kebiasaan makan mereka yang

normal demikian pula dengan pola aktivitasnya.

3.4 Jumlah Subyek

Jumlah pasien anemia defisiensi besi yang diperoleh adalah 34 orang. Dari

jumlah tersebut terdapat 26 orang yang tidak memiliki riwayat gangguan saluran

cerna. Kelompok pasien ini dibagi dalam dua kelompok secara acak; yaitu kelompok

pasien yang memperoleh FeSO4 300 mg dalam kapsul gelatin sebanyak 13 orang

sebagai kelompok kontrol dan kelompok pasien yang memperoleh FeSO4 300 mg

dalam kapsul alginat sebanyak 13 orang sebagai kelompok uji. Dari masing-masing

kelompok tersebut terdapat 5 orang yang bersedia diendoskopi.

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
54

Dari 34 pasien anemia defisiensi besi yang semula diperoleh, ternyata setelah

diendoskopi terdapat 9 orang yang mengalami gastritis. Kesembilan pasien tersebut

diberikan FeSO4 300 mg dalam kapsul alginat untuk uji toleransi FeSO4 300 mg

dalam kapsul alginat pada pasien anemia defisiensi besi dengan lambung tidak

normal (gastritis).

3.5 Persetujuan Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan

Penelitian dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari Komite Etik

Penelitian Bidang Kesehatan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Surat persetujuan Komite Etik dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.6 Izin Subyek penelitian

Penelitian dengan subyek dilaksanakan setelah subyek menandatangani

formulir persetujuan penelitian sebagai tanda persetujuan subyek. Formulir

persetujuan penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2.

3.7 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian berlangsung selama lebih kurang 8 bulan. Penelitian ini dilaksanakan

di wilayah kota Medan.

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
55

3.8 Prosedur Penelitian

Subyek yang memenuhi kriteria inklusi kemudian dibagi dalam 2 kelompok

dengan menggunakan metode pengambilan sampel acak, yaitu :

1. Kelompok kapsul gelatin : merupakan kelompok kontrol yang mempe-

roleh sediaan fero sulfat 300 mg dalam kapsul gelatin

2. Kelompok kapsul alginat : merupakan kelompok uji yang memperoleh

sediaan fero sulfat 300 mg dalam kapsul alginat

Kedua jenis sediaan dikemas dalam bentuk yang sama.

(a) (b)
Gambar 3.1 (a) Kapsul Gelatin Transparan yang mengandung FeSO4 300 mg;
(b) Kapsul Alginat Transparan yang mengandung FeSO4 300 mg
Sukarelawan diinstruksikan untuk minum obat satu butir tiap pagi, 1 jam

sebelum makan. Obat dikonsumsi setiap hari selama 4 minggu. Para sukarelawan

dibekali kartu harian untuk mencatat gejala yang terjadi sepanjang penggunaan obat

serta memberikan tingkat skala keparahan gejala dan jumlah hari dirasakannya gejala.

Pada hari ke-7 setelah minum obat, penderita diwawancara mengenai gejala

efek samping saluran cerna, tingkat keparahan, jumlah hari dirasakannya gejala serta

dilihat kepatuhan dan kemudahan penggunaan obat sebagai informasi tambahan.

Skala keparahan gejala dinyatakan dalam skala 0 (tidak ada gejala), 1 (keluhan

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
56

ringan), 2 (sedang), dan 3 (keluhan parah). Wawancara dan pengisian kuesioner

kembali dilakukan pada hari ke-14, 21, dan 28. Alur penelitian secara jelas dapat

dilihat pada Gambar 3.2.


Wanita/Pria usia 18 – 65 tahun

Hb, feritin serum normal


Pemeriksaan
Hematologi eksklusi

Hb < 12 g/dL (wanita)/< 13 g/dL (pria)


Feritin serum < 30 μgr/L

Penderita Defisiensi Besi

lansoprazole sehari 1kali,


sebelum tidur
Pemeriksaan
Endoskopi I lambung tidak
eksklusi
normal FeSO4 300 mg dalam
cangkang kapsul alginat,
sehari 1 kali, pagi hari
lambung normal (kelompok kapsul alginat – gastritis)

Penderita Defisiensi Besi dengan Lambung Normal

Kelompok Data Utama : Keluhan efek D


Kontrol : Variabel samping saluran cerna i
FeSO4 300 mg Data Sekunder : kadar Hb dan b
dalam Kapsul Respon Feritin serum a
Gelatin n
d
Konsumsi Obat i
- wawancara
Randomisasi sehari 1 kali selama - pemeriksaan Hb, feritin serum n
sebulan - endoskopi g
k
a
Kelompok Uji : Data Utama : Keluhan efek n
FeSO4 300 mg Variabel samping saluran cerna
dalam Kapsul Data Sekunder : kadar Hb dan
Respon Feritin serum
Alginat

Variabel bebas Variabel terikat


Gambar 3.2 Alur Penelitian

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
57

3.9 Variabel Penelitian

Penelitian ini memiliki variabel bebas dan terikat sebagai berikut :

1. Variabel bebas adalah FeSO4 300 mg dalam cangkang kapsul gelatin dan

FeSO4 300 mg dalam cangkang kapsul alginat

2. Variabel terikat adalah keluhan efek samping di saluran cerna, kadar

hemoglobin darah dan feritin serum.

3.10 Definisi Operasional

Beberapa definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Level 1 adalah tingkat keparahan yang digunakan dalam uji statistik untuk

menggambarkan gejala efek samping di saluran cerna yang dirasakan pada

tingkat keparahan berapapun (1, 2, atau 3) yang berlangsung minimal selama

2 hari atau lebih

2. Level 2 tingkat keparahan yang digunakan dalam uji statistik untuk

menggambarkan gejala efek samping di saluran cerna yang dirasakan pada

tingkat keparahan sedang (2) hingga berat (3) yang berlangsung minimal

selama 3 hari atau lebih

3. Skala keparahan efek samping yang muncul dibagi dalam 4 kategori, yaitu :
a. Skala 0 : tidak ada gejala
b. Skala 1 : keluhan ringan
c. Skala 2 : keluhan terasa pada tingkat sedang
d. Skala 3 : keluhan parah

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
58

4. Kepatuhan adalah rasio antara jumlah obat yang diminum dibandingkan

dengan jumlah obat yang seharusnya diminum untuk jangka waktu yang

direkomendasikan. Maka dalam penelitian ini jumlah obat yang seharusnya

diminum penderita adalah 28 tablet (1 tablet per hari selama 4 minggu)

5. Kriteria kepatuhan digunakan untuk menilai kepatuhan rata-rata penderita,

yaitu :

a. Patuh jika nilai kepatuhan ≥ 90%


b. Tidak Patuh jika nilai kepatuhan < 90%

6. Kriteria signifikansi : kedua kelompok yang dibandingkan berbeda secara

signifikan jika nilai p < 0,05

3.11 Data Penelitian

Data yang dikumpulkan meliputi data keluhan efek samping, data kepatuhan

dan data hematologi. Penilaian dilakukan dengan wawancara pada hari ke-7, 14, 21,

dan 28. Pertanyaan wawancara meliputi kejadian efek samping, kemudahan

penggunaan, serta untuk menilai kepatuhan maka jumlah kapsul yang tersisa dalam

wadah obat dihitung.

a. Data Keluhan Efek Samping yang Timbul

Data diperoleh secara wawancara tentang keadaan umum yang dirasakan

oleh penderita saat mengkonsumsi obat terutama yang berupa keluhan efek

samping pada saluran cerna. Data yang diperoleh diolah sebagai data

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
59

proporsi subyek yang melaporkan efek samping. Selain itu juga dicek

kepatuhan minum obat dengan mengumpulkan kembali kotak obat yang

diberikan lalu dihitung jumlah obat yang tersisa.

b. Data Kepatuhan

Kepatuhan dinilai dengan menghitung seluruh jumlah obat yang diminum

dibandingkan dengan jumlah obat yang direkomendasikan untuk jangka

waktu pengobatan 4 minggu.

c. Data Hematologi

Data hematologi yang diambil adalah kadar Hb dan feritin pada skrining

awal. Sebagai data tambahan kadar Hb dan feritin serum juga diperiksa

pada akhir penelitian.

3.12 Analisis Data

Data karakteristik awal subyek dianalisis dengan menggunakan uji statistika

independent samples t-test. Analisis dilakukan untuk membandingkan karakteristik

subyek pada masing-masing kelompok kapsul gelatin dan alginat yaitu dalam hal

usia, kadar Hb dan feritin serum sebelum diberikan FeSO4 300 mg.

Analisis data adalah dengan uji statistika χ2 (chi-square) untuk memban-

dingkan proporsi subyek yang melaporkan efek samping saluran cerna pada

kelompok gelatin dan alginat. Hasil pada minggu pertama, kedua, ketiga dan keempat

dianalisis secara terpisah. Data dianalisis pada dua tingkat keparahan dan berdasarkan

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
60

lamanya gejala dirasakan. Level 1 didefinisikan sebagai gejala yang dirasakan selama

2 hari atau lebih dengan skala keparahan berapapun. Level 2 berarti gejala yang

dirasakan dengan skala keparahan 2 atau lebih yang berlang-sung minimal selama 3

hari atau lebih. Sedangkan, analisis keluhan efek samping interkelompok dari minggu

ke minggu dilakukan dengan uji paired t-test.

Data keluhan efek samping ini juga diolah ke dalam bentuk skoring untuk

menetapkan kriteria/klasifikasi keluhan efek samping. Skoring diperoleh dengan

menjumlahkan nilai skala keparahan harian sesuai dengan yang diisi masing-masing

penderita pada kartu harian efek samping. Kriteria skoring keluhan efek samping

dalam penelitian ini adalah :

0–7 : sangat ringan (dapat ditoleransi)


8 – 17 : ringan
18 – 34 : sedang
35 – 68 : berat
69 – 85 : sangat berat
> 85 : sangat berat sekali

Sedangkan data hematologi dianalisa dengan uji independent samples t-test

untuk membandingkan nilai-nilai laboratorium antar kelompok. Sedangkan untuk

membandingkan perbedaan nilai laboratorium awal dan akhir intrasubyek

menggunakan uji paired t-test.

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Subyek

Jumlah subyek dalam penelitian ini adalah 26 orang. Karakteristik subyek

dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Tabel Karakteristik Subyek


Variabel Kelompok Gelatin Kelompok Alginat Total p*
Jumlah subyek (n, orang) 13 13 26 > 0,05

Usia (tahun) 42,15 ± 12,99 35,92 ± 10,50 > 0,05


a. <50 tahun (WUS) (n, orang) 8 11 19
b. ≥50 tahun (n, orang) 5 2 7

Hb (g/dL) 11,98 ± 2,09 11,60 ± 2,26 > 0,05


Feritin (ng/mL) 20,29 ± 8,99 16,50 ± 9,87 > 0,05
Pendidikan
≤ SMP (n, orang) 9 11 20
≥ SMA (n, orang) 4 2 6

Karakteristik awal subyek pada kedua kelompok perlakuan untuk variabel usia,

kadar Hb dan feritin serum awal dianalisis dengan menggunakan uji statistika

independent samples t-test yang memberikan hasil bahwa kedua kelompok tidak

berbeda secara bermakna (p > 0,05). Dengan demikian diharapkan bahwa

pembandingan antara kelompok kapsul gelatin dan kapsul alginat dapat terhindar dari

bias karena perbedaan karakteristik dua kelompok. Seluruh subyek dalam penelitian

61
Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
62

ini adalah wanita. Kelompok wanita hamil dan menyusui eksklusi dalam penelitian

ini karena dapat mengganggu pada penafsiran keluhan di saluran cerna.

Secara umum subyek berpendidikan relatif rendah (paling tinggi tamat SMP)

yaitu sebesar 77% dengan distribusinya di tiap kelompok seperti pada Tabel 4.1.

Pekerjaan subyek penelitian sebagian besar adalah ibu rumah tangga yang juga

merangkap bekerja di rumah tangga lain, dengan penghasilan rata-rata kurang dari

tiga ratus ribu rupiah per bulan.

Suplementasi besi dapat diberikan pada kelompok usia beresiko tinggi

mengalami defisiensi besi ataupun anemia defisiensi besi seperti kelompok wanita

hamil dan menyusui, remaja putri, maupun kelompok WUS (wanita usia subur). Usia

rata-rata subyek pada penelitian ini yang mengalami anemia adalah pada rentang usia

subur. Hal ini sesuai dengan hasil-hasil penelitian maupun survei prevalensi anemia

yang menunjukkan bahwa angka kejadian anemia defisiensi besi tinggi pada

kelompok wanita dibandingkan pada pria; terutama pada kelompok wanita usia subur

(www.depkes.go.id, 2004) di daerah berkembang dimana masalah gizi dan ekonomi

masih menjadi masalah bagi masyarakat (Khusun, et. al., 1999; Beard, 2000; Gasche,

et. al., 2004, FAO, 2006). Penyebab kondisi ADB pada kelompok ini terutama karena

pola makan yang tidak memadai sehingga asupan zat besi dari makanan tidak dapat

memenuhi kebutuhan di masa pertumbuhan cepat (pubertas, hamil/menyusui) yang

terjadi secara kronis, malabsorpsi besi, yang juga diperparah dengan kondisi

perdarahan berat yang terjadi saat kondisi menstruasi berat (terutama di usia 15- 45

tahun) (www.virginia.edu; Ivey, 1986; Gennaro, 2000; FAO/WHO, 2002). Anemia

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
63

gizi besi ini juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti sosial ekonomi,

pendidikan, status gizi dan pola makan. Dengan demikian anemia defisiensi besi

hanya dapat ditanggulangi dengan tuntas jika intervensi dilakukan terhadap penyebab

langsung maupun tak langsung (Wahyuni, 2004).

4.2 Toleransi Lambung terhadap Fero Sulfat pada Subyek dengan Lambung
Normal

Keluhan efek samping saluran cerna secara umum lebih sering terjadi pada

kelompok gelatin yang meliputi mual (dilaporkan oleh 92% penderita dari kelompok

gelatin), lambung terasa penuh (69%), perut nyeri (69%), dan hilang selera makan

(54%). Hasil ini duji secara statistik menggunakan metode χ2 (chi-square) yang

menunjukkan bahwa tingkat kejadian gejala-gejala efek samping saluran cerna

tersebut berbeda secara bermakna (p < 0,05) dengan kelompok alginat pada pengujian

tingkat keparahan di level 1 (Tabel 4.2). Keluhan-keluhan tersebut berlangsung sejak

minggu pertama hingga minggu kedua dan ketiga dengan tingkat keparahan yang

semakin menurun. Pada kelompok alginat hampir tidak ada lagi yang melaporkan

keluhan di saluran cerna sejak minggu kedua. Pada minggu keempat hampir tidak ada

penderita di kedua kelompok yang melaporkan keluhannya di saluran cerna.

Jika diuji pada level 2, hanya keluhan mual yang terasa nyata dirasakan oleh

kelompok gelatin. Pada kelompok alginat tidak ada yang merasakan mual ataupun

keluhan lain di saluran cerna dengan keparahan level 2.

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
64

Tabel 4.2 Tabel Proporsi Subyek yang Melaporkan Efek Samping

Minggu1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4


Efek
Samping
G A p G A p G A p G A p

LEVEL 1
Mual 0,92* 0,23 < 0,05 0,92* 0,08 < 0,05 0,38* 0 < 0,05 0,08 0 > 0,05

Rasa Panas
0,00 0,00 > 0,05 0,00 0,00 > 0,05 0,00 0 > 0,05 0,00 0 > 0,05
di Perut

Lambung
terasa 0,69* 0,15 < 0,05 0,15 0,00 > 0,05 0,08 0 > 0,05 0,00 0 > 0,05
penuh

Muntah 0,00 0,00 > 0,05 0,00 0,00 > 0,05 0,00 0 > 0,05 0,00 0 > 0,05

Konstipasi 0,31 0,08 > 0,05 0,00 0,00 > 0,05 0,00 0 > 0,05 0,00 0 > 0,05

Diare 0,00 0,00 > 0,05 0,00 0,00 > 0,05 0,00 0 > 0,05 0,00 0 > 0,05

Perut terasa
0,69* 0,08 < 0,05 0,38* 0,00 < 0,05 0,00 0 > 0,05 0,00 0 > 0,05
nyeri

Hilang
selera 0,54* 0,08 < 0,05 0,31 0,00 > 0,05 0,08 0 > 0,05 0,00 0 > 0,05
makan

LEVEL 2
Mual 0,46* 0,00 < 0,05 0,08 0,00 > 0,05 0,00 0 > 0,05 0,00 0 > 0,05

Perut nyeri 0,23 0,00 > 0,05 0,00 0,00 > 0,05 0,00 0 > 0,05 0,00 0 > 0,05

Hilang
selera 0,15 0,00 > 0,05 0,00 0,00 > 0,05 0,00 0 > 0,05 0,00 0 > 0,05
makan
Keterangan :
n : 13 (kelompok kapsul gelatin); 13 (kelompok kapsul alginat)
* : p < 0,05 (antara kelompok gelatin dan alginat berbeda signifikan)
Level 1 : gejala dirasakan pada skala keparahan berapapun selama minimal 2 hari atau lebih
Level 2 : gejala dirasakan pada skala keparahan minimal 2 atau lebih selama minimal 3 hari atau lebih

Efek samping saluran cerna lainnya seperti muntah dan diare tidak ada

dilaporkan oleh kedua kelompok pada dosis 60 mg Fe ini. Konstipasi terjadi hanya di

minggu pertama pada level 1, namun tak berbeda bermakna antara kedua kelompok.

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
65

Jika kelompok gelatin ditinjau dari minggu ke minggu, keluhan efek samping

seperti mual, lambung terasa penuh, konstipasi, dan perut nyeri pada level 1 antara

minggu pertama dan kedua tidak berbeda secara nyata. Pada minggu ketiga sudah

mulai berkurang hingga selanjutnya di minggu keempat. Sedangkan keluhan hilang

selera makan, proporsi subyek yang melaporkannya dari minggu ke minggu tidak

berbeda secara nyata. Pengujian pada level 2, hanya keluhan mual yang tetap ada

hingga minggu kedua namun dengan frekuensi yang jauh lebih rendah dibandingkan

dengan pada minggu pertama. Perbedaan antar minggu pada tiap kelompok perlakuan

diuji secara statistika menggunakan paired t-test.

Beberapa subyek di kelompok gelatin melaporkan diamatinya tinja mereka

menjadi hitam dan timbul rasa kantuk. Sedangkan pada subyek yang tidak mengeluh-

kan efek samping saluran cerna melaporkan bahwa nafsu makan mereka meningkat.

Para subyek penelitian ini tidak memiliki riwayat gangguan saluran cerna

sebelumnya. Pada kelompok kapsul gelatin maupun alginat, masing-masing 5 subyek

dari kedua kelompok tersebut yang menyanggupi untuk diendoskopi. Hal ini

disebabkan oleh karena prosedur endoskopi yang terasa menyakitkan sehingga

subyek-subyek yang sebelumnya direncanakan untuk diendoskopi menyatakan

keberatannya untuk dilakukan tindakan endoskopi. Jadi total sepuluh orang yang

diendoskopi pada penelitian ini. Hal ini mengacu pada penelitian Troost, et.al., 2003

yang menggunakan enam orang subyek untuk meneliti efek samping pemberian

FeSO4 pada saluran cerna. Hasil endoskopi menunjukkan bahwa lambung mereka

semua normal pada saat sebelum pemberian FeSO4 300 mg; sesuai dengan riwayat

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
66

kesehatan mereka yang tanpa riwayat keluhan saluran cerna (Lampiran 6). Pada akhir

penelitian, hanya dua orang dari kelompok kapsul gelatin dan satu orang dari

kelompok kapsul alginat yang menyanggupi untuk diendoskopi kembali setelah

pemberian FeSO4 300 mg selama empat minggu (Lampiran 7 dan 8).

Jika dilihat dari gambaran endoskopi setelah 4 minggu pemberian FeSO4 300

mg maka pada subyek di kelompok kapsul gelatin ditemui adanya gambaran gastritis

pada bagian antrum lambung yaitu tampak pada bagian antrum dan prepilorus

mukosa hiperemis (gastritis antrum) (Gambar 4.1).

pilorus pilorus

gastritis
(a) (b) gastritis (c) (d)

Gambar 4.1 Hasil Endoskopi Lambung Subyek Kelompok Gelatin

(a) Lambung penderita (Ka) sebelum pemberian FeSO4 300 mg dalam kapsul gelatin:
normal
(b) Lambung penderita (Ka) setelah 4 minggu pemberian FeSO4 300 mg dalam
kapsul gelatin : gastritis antrum
(c) Lambung penderita (St) sebelum pemberian FeSO4 300 mg dalam kapsul gelatin :
normal
(d) Lambung penderita (St) setelah 4 minggu pemberian FeSO4 300 mg dalam kapsul
gelatin: gastritis

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
67

Sedangkan pada subyek yang menerima zat besi dalam kapsul alginat tidak

tampak adanya gejala patologis pada mukosa maupun submukosa di lambung

ataupun duodenum [Esofagusgastroduodenal (EGD) normal, Gambar 4.2)].

pilorus pilorus

(a) (b) (c)


Gambar 4.2 Hasil Endoskopi Lambung Subyek Kelompok Alginat (Penderita Ju)

(a) Sebelum pemberian FeSO4 300 mg dalam kapsul alginat : lambung normal
(b) Setelah 4 minggu pemberian FeSO4 300 mg dalam kapsul alginat : lambung
normal
(c) Duodenum setelah pemberian FeSO4 300 mg dalam kapsul alginat selama 4
minggu : normal

Hasil ini sejalan dengan apa yang ditemukan pada laporan efek samping; yaitu

bahwa pada kelompok gelatin muncul keluhan mual yang nyata dibandingkan dengan

kelompok kapsul alginat dan ternyata secara endoskopis tampak gambaran gastritis.

Sedangkan pada kelompok kapsul alginat yang tanpa keluhan saluran cerna yang

berarti, setelah dipastikan dengan endoskopi tidak tampak gambaran patologis pada

mukosa lambung dan duodenum.

Dari data laporan keluhan efek samping, dilakukan pula perhitungan jumlah

total skor keluhan efek samping yang dialami oleh subyek penelitian setelah satu

bulan minum FeSO4. Kemudian berdasarkan jumlah skor yanag diperoleh, tingkat

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
68

keparahan keluhan efek samping setelah satu bulan diklasifikasikan ke dalam lima

kategori yang lebih terperinci seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.3.

18 17

16
14 Gelatin
Sk o r K e lu h a n

12 Alginat
10 Kriteria Skoring :
8 0–7 = sangat ringan (keluhan tak nyata)
6 8 – 17 = ringan
6 18 – 34 = sedang (gastritis)
4
4 35 – 68 = berat
2
69 – 85 = sangat berat
2
0 0 0 0 > 85 = sangat berat sekali
0
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4

Gambar 4.3 Grafik Skoring Rata-rata Keluhan Efek Samping Mingguan Selama
Pemberian FeSO4 300 mg Pada Kelompok Kapsul Gelatin dan Alginat

Pada akhir penelitian (minggu ke-4), kelompok kapsul gelatin berada pada

kriteria sedang (skor rata-rata = 25) yang bila dikaitkan dengan hasil endoskopi,

ditemukan adanya gambaran mukosa yang hiperemis yang disimpulkan sebagai

gastritis (Gambar 4.1) dan secara umum subyek di kelompok kapsul gelatin ini

kurang dapat mentoleransi efek samping yang muncul yang nantinya diketahui

berdampak pada kepatuhan. Sedangkan pada kelompok kapsul alginat, skoring

keluhan berada pada kriteria yang sangat ringan (skor rata-rata = 4), dan dari

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
69

gambaran endoskopi tidak dijumpai gambaran patologis pada mukosa lambung

(Gambar 4.2), serta secara umum seluruh subyek kelompok kapsul alginat dapat

mentoleransi pemberian FeSO4 300 mg ini sehingga kepatuhan terhadap pengobatan

pun lebih baik. Skoring keluhan efek samping tersebut berubah dari minggu ke

minggu dengan kecenderungan makin berkurang. Keluhan paling nyata dialami pada

awal pemberian FeSO4 300 mg yaitu terutama selama minggu pertama. Hal ini dapat

dilihat pada Gambar 4.3.

Dengan demikian berdasarkan hasil endoskopi yang dikaitkan dengan jumlah

skor efek samping yang diperoleh dalam penelitian ini, yaitu 25 (kelompok kapsul ge-

latin) maka klasifikasi jumlah skor 18 – 34 (kriteria sedang) sesuai dengan gambaran

gastritis secara endoskopis. Sedangkan jumlah skor 4 (kelompok kapsul alginat)

berada pada kriteria sangat ringan (0 – 7) sesuai dengan hasil endoskopi normal.

Hasil tersebut masih merupakan data awal yang masih harus diteliti lebih lanjut

dengan jumlah subyek yang lebih banyak sehingga untuk semua kriteria tersebut

diperoleh kesetaraannya dengan gambaran endoskopi tertentu. Hal ini nantinya

diharapkan dapat menjadi suatu alat bantu untuk menilai kondisi saluran cerna

khususnya setelah konsumsi FeSO4 tanpa harus melakukan tindakan endoskopi yang

prosedur tindakannya kurang nyaman bagi penderita.

Suplementasi besi dapat diberikan dengan biaya yang relatif rendah namun

dengan bioavailabilitas yang cukup tinggi dengan menggunakan garam FeSO4 namun

dapat bermasalah dalam hal toleransi lambung dan kepatuhan oleh karena adanya

masalah efek samping pada saluran cerna (Cook, et.al., 1990; Harvey, et.al., 1998;

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
70

Beard, 2000; Hyder, et.al., 2002; McDiarmid dan Johnson, 2002; Gastearena, et.al.,

2003; Zimmermann, 2007). Terutama bila harus diberikan pada kondisi lambung

kosong, saat absorpsi FeSO4 lebih baik (USPDI, 1989; ASHP, 2002).

Cangkang kapsul alginat yang pada penelitian ini digunakan untuk membawa

FeSO4 memberikan keuntungan berupa tidak terjadi atau berkurangnya efek samping

di saluran cerna. Meskipun berbagai sediaan oral besi lepas lambat ataupun lepas

tunda lainnya telah banyak dikeluarkan oleh berbagai perusahaan farmasi dalam

beberapa dekade terakhir, namun keefektifannya banyak diragukan oleh praktisi

kesehatan. Hal ini disebabkan oleh karena bioavailabilitas yang rendah karena zat

besi baru dilepaskan setelah melewati tempat absorpsi besi yang maksimal di usus;

selain harga yang lebih mahal (Rudinskas, et.al., 1989; Walker, et.al., 1989;

Simmons, et.al., 1993; Mukhopadhyay, et.al., 2004).

Dengan menggunakan cangkang kapsul alginat yang tahan asam lambung

(gastric resistant capsule), sistem pengantaran zat besi diperlambat dengan

menggunakan sistem slow-release gastric delivery system (sistem pengantaran obat

perlahan di lambung) (Bangun, dkk., 2005). Hal ini dimungkinkan oleh karena kapsul

alginat memiliki sifat tidak pecah di lambung namun hanya mengembang membentuk

pori-pori sebagai jalan bagi zat besi untuk keluar dari kapsul secara bertahap. Dengan

demikian zat besi tidak langsung dilepaskan dalam jumlah besar dalam satu waktu di

satu area di lambung, namun dilepaskan sedikit demi sedikit sehingga dapat

mengurangi bolus load Fe yang masuk ke sistem saluran cerna (Makrides, et. al.,

2003; Sumaiyah, 2006).

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
71

Hal tersebut sesuai untuk zat besi yang larut di lingkungan asam sehingga zat

besi yang sudah terlarut di lambung akan tersedia dalam bentuk siap diabsorpsi di

usus halus proksimal. Dengan demikian keluhan efek samping di saluran cerna dapat

dikurangi oleh karena zat besi dikeluarkan secara perlahan dari sediaan kapsul

alginat. Hal ini sesuai dengan yang diperoleh dari penelitian ini, bahwa keluhan efek

samping di saluran cerna hampir tak dialami oleh kelompok alginat dibandingkan

dengan kelompok gelatin (Tabel 4.2). Hasil ini juga sesuai dengan penelitian pre-

klinis sebelumnya yang juga menggunakan cangkang kapsul alginat (Sumaiyah,

2006). Dengan demikian hal ini menambah alternatif jenis sediaan gastric delivery

system (GDS) untuk sediaan antianemia defisiensi besi yang aman bagi lambung;

setelah sebelumnya dibuktikan bahwa sediaan GDS yang menggabungkan FeSO4 ke

dalam matriks hidrokoloid juga dapat mengurangi keluhan efek samping saluran

cerna (Cook, et. al., 1990; Simmons, et. al., 1993).

Intoleransi saluran cerna terhadap sediaan besi oral merupakan fungsi dari

jumlah zat besi ionik yang terlarut, tergantung dosis, pada saluran cerna bagian atas

(Cook, et.al, 1990; Yip, 1996; ASHP, 2002; Makrides, et. al., 2003). Berdasarkan

data pustaka, dosis 30-60 mg Fe per hari cukup dapat ditoleransi oleh lambung yaitu

dengan tingkat kejadian efek samping saluran cerna yang rendah (Hyder, et.al.,

2002). Namun dari penelitian ini yang juga menggunakan dosis FeSO4 300 mg (60

mg Fe/hari), efek samping saluran cerna yang terutama dialami oleh kelompok

gelatin berupa mual yang nyata telah dapat menyebabkan kepatuhan terhadap terapi

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
72

menjadi berkurang. Pada dosis penelitian ini keluhan muntah maupun diare tidak

terjadi.

Efek samping Fe pada saluran cerna diduga adalah karena iritasi langsung

terhadap mukosa lambung maupun duodenum, melalui mekanisme kerusakan

oksidatif yang diinduksi oleh Fe dalam reaksi kimia Fenton (Beard, 2000; Troost,

et.al., 2003; Gasche, et.al., 2004). Diduga bahwa selama terapi besi oral

menggunakan 60 – 195 mg Fe/hari menyisakan lebih kurang 1% zat besi di dalam

lumen usus yang tersedia untuk reaksi kimia Fenton yang berperan dalam

pembentukan radikal bebas hidroksil yang dapat menyebabkan kerusakan molekul

biologis yang salah satunya berupa peroksidasi lipida mukosa di saluran cerna

(Troost, et.al., 2003). Jadi semakin tinggi dosis Fe maka akan makin tinggi efek

samping yang ditimbulkannnya. Seperti yang ditemukan dalam penelitian di India,

pemberian dosis zat besi 60, 120, dan 240 mg Fe/hari masing-masing menimbulkan

efek samping pada 32, 40, dan 72% wanita (Beard, 2000).

Penelitian ini dirancang untuk menilai efek samping yang dirasakan setelah

mengkonsumsi fero sulfat dalam kapsul gelatin atau alginat, sehingga para subyek

harus meminum obat satu jam sebelum makan. Diharapkan pada saat lambung

kosong tersebut selain absorpsi besi optimal, keluhan efek samping yang dirasakan

pun tak dipengaruhi oleh keberadaan makanan lain di lambung yang mungkin dapat

menutupi keluhan yang sebenarnya terjadi.

Selanjutnya hal ini dipastikan melalui pemeriksaan endoskopi pada subyek pada

kelompok alginat maupun gelatin pada akhir minggu keempat. Dari Gambar 4.1 dan

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
73

4.2 tampak perbedaan bahwa di kelompok alginat kondisi lambung tetap normal pada

sebelum dan sesudah minum FeSO4 300 mg dalam cangkang kapsul alginat.

Sedangkan pada kelompok gelatin tampak adanya gastritis di bagian antrum lambung

setelah minum FeSO4 300 mg dalam cangkang kapsul gelatin. Hal ini menunjukkan

bahwa zat besi dilepaskan secara serentak dari kapsul gelatin yang bersifat larut

segera dalam kondisi asam cairan lambung, mengakibatkan terjadinya konsentrasi

jenuh Fe di satu area, menimbulkan kerusakan oksidatif yang intensif di area tersebut

yang mengganggu keseimbangan pro- dan antioksidan tubuh (Troost, et.al., 2003).

Pada kondisi penelitian ini (60 mg Fe/hari selama 4 minggu), gastritis hanya tampak

di antrum lambung; tak ditemukan kondisi patologis di bagian lain saluran cerna.

Posisi antrum yang merupakan bagian melengkung dari lambung membuat obat

terjebak di sana, sehingga menjadikannya tempat yang paling sering bagi terjadinya

gastritis. Gastritis yang diinduksi oleh Fe pada kondisi penelitian ini tampak ringan

dan bersifat reversibel dengan penghentian obat.

Produksi radikal bebas yang diinduksi oleh Fe sebenarnya secara normal akan

diimbangi segera oleh sistem antioksidan tubuh. Diduga bahwa zat antioksidan ini

sudah tersedia dalam suatu kompartemen pernyimpanan di usus halus yang akan

segera dilepaskan jika ada kerusakan oksidatif (Troost, et.al., 2003). Hal ini dapat

menjelaskan bahwa sepanjang terapi besi oral dalam penelitian ini dari minggu ke

minggu efek samping yang dirasakan semakin berkurang. Dapat dikatakan pula

bahwa dengan cara ini tubuh mulai beradaptasi terhadap pemberian suplemen besi

(ASHP, 2002). Selain juga kemungkinan karena faktor persepsi subyek terhadap efek

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
74

samping yang bersifat subyektif. Diketahui pula dari penelitian Gastearena, et. al.,

2003 bahwa kerusakan di mukosa gastroduodenum ini bersifat reversibel.

Penggunaan cangkang kapsul alginat sebagai pembawa FeSO4 memberikan

keuntungan tidak terjadinya efek samping di saluran cerna selain juga memberikan

efektivitas pengobatan yang cukup baik. Dengan demikian akan mengurangi biaya

penderita karena sakit baik oleh karena kondisi anemianya maupun karena efek

samping yang terjadi.

4.3 Kepatuhan Subyek terhadap Pengobatan

Seluruh subyek masing-masing menerima obat 28 kapsul yang dikonsumsi

setiap hari selama empat minggu. Pada akhir minggu keempat, dihitung total jumlah

obat yang diminum tiap penderita untuk menilai kepatuhan penderita terhadap terapi

besi ini. Kepatuhan rata-rata kelompok alginat adalah 94,51% sedangkan, kelompok

gelatin adalah 83,79%.

Subyek dikategorikan patuh jika rasio antara jumlah obat yang diminum dengan

yang direkomendasikan lebih besar dari 90%. Dengan demikian kelompok alginat

tergolong patuh (94,51%) sedangkan kelompok gelatin tidak patuh (83,79%).

Kepatuhan pada kelompok yang melaporkan efek samping terutama mual ternyata

juga kurang yaitu 85,5% dibandingkan dengan yang tak ada keluhan mual (95%). Hal

ini menunjukkan adanya kaitan antara jenis sediaan obat dengan kemungkinan efek

samping yang ditimbulkannya. Analisis kepatuhan lainnya dikaitkan dengan berbagai

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
75

jenis variabel subyek seperti tingkat pendidikan, kadar Hb awal maupun kadar feritin

serum sebelum terapi dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Tabel Persentase Kepatuhan Subyek dengan Berbagai Variabel

Variabel Kelompok Subyek Tingkat Kepatuhan


Gelatin 83,79%
Jenis perlakuan
Alginat 94,51%
Mual 85,5%
Adanya efek samping
Tak Mual 95,0%
Pendidikan SMP ke bawah 87,86%
Tingkat pendidikan
Pendidikan SMA ke atas 90,90%
Adanya efek samping Melaporkan mual berpendidikan 81,12%
dikaitkan dengan SMP ke bawah
tingkat pendidikan
Melaporkan mual berpendidikan
88,9%
SMA ke atas
Kadar Hb awal Hb Awal < 12 g/dL 90,91%
Hb Awal > 12 g/dL 87,85%
Kadar Feritin awal Feritin Awal < 12 ng/mL 96,87%
Feritin Awal > 12 ng/mL 85,71%
Keterangan : Kriteria kepatuhan > 90%

Dalam hal kepatuhan terhadap terapi, tentunya di kelompok alginat lebih patuh

oleh karena adanya keuntungan utamanya bahwa keluhan di saluran cerna tidak

terjadi. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya yang mengamati kaitan

antar kepatuhan dan efek samping (Cook, et.al., 1990; Yip, 1996; Harvey, et.al.,

1998; Beard, 2000; Hyder, et.al., 2002).

Bila dikaitkan dengan tingkat pendidikan, maka pada kelompok subyek yang

berpendidikan relatif rendah (paling tinggi tamat SMP) kepatuhannya di bawah

standar kepatuhan yaitu 87,86% dibandingkan dengan kelompok subyek yang

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
76

berpendidikan lebih tinggi. Apalagi jika pada kelompok ini juga mengalami efek

samping mual, kepatuhannya menjadi sekitar 81,12%. Pengetahuan tentang gizi dan

kesehatan terutama mengenai gejala anemia dan akibatnya bagi kesehatan secara

umum dapat mempengaruhi cara pandang penderita terhadap pengobatan yang

diberikan padanya. Dalam hal ini sudah seharusnya obat yang diberikan padanya

dapat dirasakan manfaatnya dan efek samping hendaknya tak dirasakannya sehingga

kepatuhan terhadap pengobatan dapat terjaga. Maka diharapkan FeSO4 dalam kapsul

alginat ini dapat mengatasi hal tersebut.

Kepatuhan pada kelompok yang memiliki Hb ataupun feritin awal di bawah

nilai normal relatif lebih tinggi, yaitu berturut-turut 90,91 dan 96,87%. Hal ini dapat

dikatakan bahwa nilai Hb dan feritin yang rendah menjadi salah satu motivasi untuk

mematuhi protokol pengobatan.

Dengan demikian, untuk mempertahankan kepatuhan tetap harus diberikan

motivasi pada penderita oleh karena terapi anemia ini harus dijalani rutin setiap hari

selama jangka waktu hingga 3 sampai 6 bulan; selain menggunakan sediaan tanpa

efek samping. Apalagi umumnya tingkat pendidikan penderita anemia relatif rendah

dengan kemampuan ekonomi yang juga relatif rendah sehingga harus diberikan

edukasi dan informasi yang jelas tentang kondisi anemianya untuk meningkatkan

kepatuhan dan efektivitas pengobatan.

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
77

4.4 Hasil Intervensi Pemberian FeSO4 300 mg terhadap Kadar Hemoglobin dan Feritin

Hasil pemeriksaan kadar rata-rata hemoglobin dan feritin penderita pada akhir

minggu keempat dapat dilihat pada Tabel 4.4. Secara umum pada kelompok gelatin

maupun alginat terjadi peningkatan kadar Hb dan feritin. Jika dilihat kemampuan

meningkatkan Hb maupun feritin, baik pada kelompok gelatin maupun alginat tidak

berbeda bermakna secara statistika (p > 0,05; independent t - test). Namun jika dilihat

dari angka peningkatannya, di kelompok alginat rata-rata peningkatan Hb lebih tinggi

(0,51 ± 0,46) daripada di kelompok gelatin (0,46 ± 0,57). Sedangkan peningkatan

feritin serum lebih tinggi di kelompok gelatin (29,28 ± 18,90) daripada di kelompok

alginat (16,68 ± 12,95).

Tabel 4.4 Tabel Data Pemeriksaan Hemoglobin dan Feritin


Kelompok Gelatin Kelompok Alginat
Pemeriksaan (n = 13) (n = 13)
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
Hb (g/dL) 11,98 ± 2,09 12,45 ± 1,84* 11,60 ± 2,26 12,12 ± 2,26*
Feritin serum 20,29 ± 8,99 49,57 ± 22,57* 16,50 ± 9,87 33,18 ± 21,07*
(ng/mL)
Keterangan :
nilai tercantum adalah rata-rata ± simpangan baku
*= p < 0,05 (berbeda signifikan)

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
78

Tabel 4.5 Tabel Data Peningkatan Hemoglobin dan Feritin

Kelompok Gelatin Kelompok Alginat p


(n = 13) (n = 13)

ΔHb (g/dL) 0,46 ± 0,57 0,51 ± 0,46 > 0,05


ΔFeritin (ng/mL) 29,28 ± 18,90 16,68 ± 12,95 > 0,05

Dengan sistem slow-release gastric delivery system dari kapsul alginat ini

memungkinkan terjadinya peningkatan fraksi besi yang diabsorpsi oleh karena besi

diabsorpsi melalui mekanisme transpor aktif oleh DMT1 (Divalent Metal

Transporter1) (Anderson, 2002; Andrews, 2005). Pada mekanisme transpor aktif ini

dapat terjadi kondisi kejenuhan transporter sehingga menyebabkan zat besi terlarut

yang telah berada di lumen usus tak dapat diabsorpsi; dengan demikian mengurangi

fraksi besi yang diabsorpsi (Zimmermann, 2007). Hal ini juga dapat menjadi

penjelasan bagi lebih tingginya angka peningkatan kadar Hb di kelompok alginat.

Meskipun secara statistik tidak berbeda bermakna dengan kelompok gelatin, tetapi ini

dapat menjadi indikasi bahwa tingkat absorpsi yang lebih tinggi dari dosis sediaan

alginat Fe 60 mg/hari dengan sistem slow-release gastric delivery system ini akan

dapat setara dengan absorpsi dari terapi sehari 2-3 kali untuk indikasi anemia sedang

hingga berat. Hal ini diharapkan seperti yang ditemukan oleh Cook, 1990 dengan

sediaan GDS-nya. Namun hal ini masih harus diteliti lebih lanjut dengan jumlah

penderita yang lebih banyak dan kondisi penelitian yang lebih terkendali; sehingga

dapat diyakinkan bahwa peningkatan Hb benar-benar disebabkan oleh konsumsi

kapsul alginat FeSO4. Oleh karena penelitian ini tidak dirancang secara optimal untuk

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
79

menilai efektivitas sediaan dari segi khasiat meningkatkan kadar Hb ataupun

cadangan besi. Selain itu perlu dicoba pula untuk menggunakan dosis Fe yang lebih

tinggi untuk terapi anemia yang lebih berat.

Dalam hal feritin, variabilitas individual dalam hal fisiologis feritin sangat

berpengaruh pada tingkat pengembalian cadangan besi kembali sebagai feritin

(Gasche, 2004). Sehingga dapat menjadi penyebab peningkatan feritin di kelompok

alginat lebih rendah daripada di kelompok gelatin; meskipun secara statistik hal ini

tak berbeda bermakna. Selain juga bahwa kondisi-kondisi lainnya yang dapat

mempengaruhi naik ataupun turunnya feritin dalam penelitian ini memang tak

dikendalikan secara optimal.

4.5 Pemberian FeSO4 300 mg dalam Cangkang Kapsul Alginat Pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi dengan Gangguan Lambung

Pada proses perekrutan subyek penelitian, ditemukan 9 orang penderita

defisiensi besi yang mengalami gangguan lambung, yang pada umumnya berupa

gastritis antrum. Oleh karena itu sebagai tambahan dalam penelitian ini, dilakukan

penilaian terhadap keluhan gejala pada saluran cerna pada saat kondisi defisiensi besi

mereka diatasi dengan FeSO4 300 mg dalam cangkang kapsul alginat.

Pada kesembilan orang tersebut diberikan lansoprazol sehari satu kali yang

diminum sebelum tidur untuk mengatasi kondisi gastritisnya. Sedangkan, kapsul

alginat FeSO4 300 mg, yang diharapkan lebih aman bagi lambung dibandingkan

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
80

dengan sediaan–sediaan besi di perdagangan yang berprofil pelepasan segera,

diminum pagi hari.

Setelah dievaluasi pada tiap akhir minggu, umumnya tidak ada keluhan yang

nyata dirasakan oleh kelompok ini. Umumnya mereka dapat mentoleransi pemberian

FeSO4 dalam kapsul alginat ini (Lampiran 11). Keluhan yang sempat dilaporkan

sebatas mual. Kepatuhan rata-rata kelompok ini pun cukup baik yaitu 94,4%

(Lampiran 12).

Terdapat 1-2 orang yang melaporkan tercium bau seperti amis ataupun bau

metal saat menelan obat sehingga menimbulkan rasa mual. Hal ini dapat saja terjadi

oleh karena kapsul alginat masih diproduksi secara manual yang dapat menyebabkan

variasi ketebalan cangkang yang dibuat sehingga kapsul yang dihasilkan kurang rapat

memberikan celah bagi isi kapsul untuk masuk di ruang antara badan dan tutup

kapsul; memberikan bau yang kurang enak.

Pengamatan pada kelompok ini merupakan pengamatan tambahan yang perlu

diteliti lebih lanjut dengan rancangan penelitian lain yang sesuai; termasuk

pemeriksaan Hb dan feritin sehingga dapat dinilai efektivitas dan keamanan terapi

FeSO4 pada penderita gangguan saluran cerna.

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa :

1. sediaan FeSO4 300 mg yang dimasukkan dalam cangkang kapsul alginat

dapat ditoleransi oleh penderita anemia defisiensi besi

2. keluhan efek samping saluran cerna secara umum lebih sering terjadi pada

kelompok gelatin meliputi mual (dilaporkan oleh 93% penderita dari

kelompok gelatin), lambung terasa penuh (69%), perut nyeri (69%), dan

hilang selera makan (54%) pada tingkat keparahan level 1 di minggu

pertama.

3. gambaran endoskopi lambung setelah pemberian FeSO4 300 mg yang

dimasukkan dalam cangkang kapsul alginat tetap normal; sedangkan setelah

pemberian FeSO4 300 mg yang dimasukkan dalam cangkang kapsul gelatin

menunjukkan adanya gastritis pada bagian antrum

4. skoring rata-rata keluhan efek samping setelah pemberian FeSO4 300 mg

selama 4 minggu pada kelompok gelatin adalah 25 (kriteria sedang) dan 4

pada kelompok kapsul alginat (kriteria sangat ringan)

5. kepatuhan rata-rata kelompok alginat adalah 94,51% sedangkan kelompok

gelatin adalah 83,79%.

81
Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
82

6. rata-rata peningkatan Hb kelompok gelatin 0,46 ± 0,57 g/dL, sedangkan di

kelompok alginat 0,51 ± 0,46

7. rata-rata peningkatan feritin serum kelompok gelatin 29,28 ± 18,90,

sedangkan kelompok alginat 16,68 ± 12,95.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan maka disarankan :

1. dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah penderita yang lebih banyak

pada kelompok usia lainnya, waktu yang lebih panjang, dan kondisi

penelitian yang lebih terkendali; sehingga dapat diyakinkan bahwa

peningkatan Hb dan feritin benar-benar disebabkan oleh konsumsi kapsul

alginat FeSO4

2. penelitian lebih lanjut untuk memperoleh sediaan antianemia yang dapat

digunakan untuk dosis Fe yang lebih tinggi untuk terapi anemia sedang

hingga berat tanpa menimbulkan efek samping saluran cerna.

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, G.J., Frazer, D.M., McKie, A.T., Wilkins, S.J., dan Vulpe, C.D. (2002).
The Expression and Regulation of The Iron Transport Molecules Hephaestin
and IREG1 : Implications for The Control of Iron Export from The Small
Intestine. Cell Biochem Biophys. 36(2-3):137-146.
Andrews, C.N. (2005). Understanding Heme Transport. The New England Journal of
Medicine. Boston. 353(23):2508-2509.
Anonim. (2006). Iron Transport and Cellular Uptake. Diperoleh dari http://sickle.
bwh.harvard. edu/iron transport.html pada 25 Agustus 2006.
Arica, B., Calis, S., Atilla, P., Durlu, T.N., Cakar, N., Kas, S.H., dan Hincal, A.A.
(2005). In Vitro and In Vivo Studies of Ibuprofen-Loaded Biodegradable
Alginate Beads. Journal of Microencapsulation. 22(2):153 – 165.
ASHP. (2002). AHFS Drug Information. Bethesda : American Society of Health
System Pharmacists, Inc.
Bangun, H. (2002). The Preparation of Indometacin Capsules without
Gastrointestinal Side Effect. The 32nd Korean Society Annual Meeting, Seoul,
Korea. The Korean Society of Pharmaceutics. Pharmaceutics in Asia. 28-29
Nov.
Bangun, H., Tarigan, P., Simanjuntak, M.T., dan Ismanelly, T. (2005). Pembuatan
dan Karakterisasi Kapsul Alginat yang Tahan Terhadap Asam Lambung.
Media Farmasi. 13(1):70–79.
Barbaroux, O. (2007). Production, Properties, and Uses of Alginate, Carageenan, and
Agar. FAO Corporate Document Repository. Diperoleh dari www.fao.org/
docrep/field/003/ AB728E/AB728E09.htm pada 5 Desember 2006.
Beard, L.J. (2000). Effectiveness and Strategies of Iron Supplementation During
Pregnancy. American Journal of Clinical Nutrition. 71 (suppl)
Belitz, H.D dan Grosch, W. (1987). Food Chemistry. Edisi Kedua. Berlin : Springer
Verlag
Berkow, R.(1997). The Merck Manual of Medical Information. New York : Pocket
Books Health.
Cook, D.J., Carriaga, M., Kahn, G.S., Schalch, W., dan Skikne, S.B. (1990). Gastric
Delivery System for Iron Supplementation. The Lancet. 335(8698):1136–1139.
Delorme, M.A., Inwood, M.J., dan Gwadny-Shridar, F. (1990). Letter : Enteric
Coated Iron tablets. Canadian Medical Association Journal. 142(1).

83
Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
84

DepKes RI. (2005). Anemia Gizi Anak Salah Satu Masalah Gizi Utama di Indonesia.
Artikel online.
deSouza, I.A., Filho, B.M., Fereira, CO.L., dan Figueiroa. The Effectiveness of Three
Regimens Using Ferrous Sulfat to Treat Anemia in Pregnant Women. Rev
Panam Salud Publica. 15(5).
Dhungana, S., Taboy, H.C., Zak, O., Larvie, M., Crumbliss, L.A., dan Aisen,
B.(2004). Redox Properties of Human Transferrin Bound To Its Receptor.
Biochemistry. 43(205).
DitJen POM.(2001). Informatorium Obat Nasional (IONI). Jakarta : Departemen
Kesehatan RI.
DitJen POM.(1995). Farmakope Indonesia. Edisi 4. Jakarta:Departemen Kesehatan
RI.
FAO. (2006). Human Nutrition in The Developing World. FAO Corporate Document
Repository. Diperoleh dari www.fao.org/docrep/W0073E/w007e05.htm pada
25 Agustus 2006.
FAO/WHO.(2002). Human Vitamin and Mineral Requirements. Report of a Joint
FAO/WHO Expert Consultation, Rome. Diperoleh dari www.fao.org/
DOCREP/005/y8346m/ y8346m02.htm pada 23 Maret 2007.
Gasche, C., Lomer, E.C.M., Cavill, I., dan Weiss, G. (2004). Iron, Anaemia, and
Inflammatory Bowel Disease : Review Article. Gut. 53:1190-1197.
Gastearena, I.A.M., Gil, G.A., Azqueta, A., Coronel, P.M., dan Gimeno, M. (2003).
A Comparative Study on The Gastroduodenal Tolerance of Different
Antianemics Preparations. Human & Experimental Toxicology. 22:137-141.
Gennaro, R.A. (1990). Pharmaceutical Sciences. Edisi 18. Pennsylvannia : Mack
Publishing Company.
Gennaro, R.A. (2000). Remington : The Science and Practice of Pharmacy. Edisi 20.
Pennsylvannia : Mack Publishing Company.
Gillman, A.G., Hardman, J.G., dan Limbird, L.E. (1996). The Pharmacological Basis
of Therapeutics. Edisi 9. New York : Pergamon Press.
GPAC (Guidelines and Protocol Advisory Committee).(2004). Investigation and
Management of Iron Deficiency. Victoria : British Columbia Medical
Association. Diperoleh dari www.healthservices.gov.bc.ca/msp/protoguide.
Groves, M.J. (1989). Drug Information for Healthcare Professional. Edisi 9. Volume
IA. USA : USP Convention, Inc.
Harvey, J.S.R., Reffitt, M.D., Doig, A.L., Meenan, J., Ellis, D.R., Thompson, H.P.R.,
dan powell, J.J. (1998). Ferric Trimaltol Corrects Iron Deficiency Anemia in

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
85

Patient Intolerant of Iron. Alimentary Pharmacology & Therapeutics.


12(9):845-848.
Hutabarat, R. (2006). Uji Antiagregasi Trombosit dan Uji Iritasi Lokal Terhadap
Saluran Cerna dari Aspirin dalam Kapsul Alginat pada Kelinci. Tesis. Program
Magister Ilmu Farmasi. Medan : Sekolah Pascasarjana USU.
Hyder, Z.M.S., Persson, A.L., Chowdhury, R.M.A., dan Ekstron, C.E. (2002). Do
Side Effects Reduce Compliance to Iron Supplementation? A Study of Daily-
and Weekly-dose Regimen in pregnancy. Journal of Health Population and
Nutrition. 20(2):175-179.
Ibrahim, D. (2005). Oral Iron Supplements : A Review. Artikel Online dari University
of Saskatchewan Pharmacy & Nutrition.htm.
Ivey, M. dan Elmer, G. (1986). Nutritional Supplement, Mineral, and Vitamin
Products. Handbook of Nonprescription Drugs. Edisi 8. Washington D.C.:
American Pharmaceutical Association.
Katzung, G.B. (2004). Basic & Clinical Pharmacological. Edisi 9. Singapore :
McGraw Hill.
Kennedy, G., Nantel, G., dan Shetty, P. (2005). The Scourge of “Hidden Hunger” :
Global Dimensions of Micronutrient Deficiencies. FAO Corporate Document
Repository. Diperoleh dari www.fao.org/DOCREP/005/y8346m/y8346m02.
htm pada 22 Maret 2007.
Kesehatan Reproduksi. (2004). Balita Antara Masa Emas dan Kritis. Diperoleh dari
www.kesehatanreproduksi.com pada 30 Januari 2007.
Khusun, H., Yip, R., Dillon, H.S., dan Schultink, W. (1999). World Health
Organization Hemoglobin Cut-Off Points for The Detection of Anemia are
Valid for an Indonesian Population. The Journal of Nutrition. 129(9):1669 -
1674.
Kolopaking, S.M. (2001). Pemeriksaan Endoskopi Saluran Cerna. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Lavinur. (2006). Uji Efek Analgetika dan Keamanan Terhadap Lambung dari Aspirin
yang Diberikan dengan Cangkang Kapsul Alginat Tipe Matriks Dibandingkan
dengan Kapsul Gelatin Yang Diberikan Pada Hewan Coba Kelinci. Tesis.
Program Magister Ilmu Farmasi. Medan : Sekolah Pascasarjana USU.
Little, R.D.(1999). Ambulatory Management of Common Form of Anemia. Journal
of Am. Fam. Physician. 59(6).
McDiarmid, T. dan Johnson, D.E. (2002). Are Any Oral Iron Formulations Better
Tolerated Than Ferrous Sulphate?. Journal of Family Practice. 51(6).

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
86

Mukhopadhyay, D. dan Mohanambun, K. (2002). Iron Deficiency Anaemia in Older


People : Investigation, Management, and Treaatment (Commentary). Age and
Ageing. 31:87 -91.
Mumtaz, Z., Shahab, S., Butt, N., Rabb, A.M., dan deMuynck, A. (2000). Daily iron
suplementation si More EFfective Than Twice Weekly Iron Supplementation in
Pregnant Women in Pakistan in a Randomized Double-blind Clinical Trial. The
Journal of Nutrition.
NAAC (National Anemia Action Council).(2005).Iron Deficiency Anemia. AS :
National Anemia Action Council, Inc. Diperoleh dari www.anemia.org. pada
14 Sept 2006.
NIH/ODS (National Institute of Health/Office of Dietary Supplements). (2005).
Dietary Supplement Fact Sheet : Iron. Diperoleh dari http://dietary-
supplement.info.nih.gov pada 22 Maret 2007.
Provan, D.(2005). Iron deficiency Anemia. ABC of Clinical Hematology.
PSC (Protocol Steering Committee).(2005). Protocol for The Use of Serum Ferritin
and Total Iron and Iron Binding Capacity. Diperoleh dari www.hlth.gov.bc.ca/
msp/images/ protoguides/gps/ ferritin.htm.
Reksodiputro, H.A.(1994).Mekanisme Anemia Defisiensi Besi. Cermin Dunia
Kedokteran. No. 95.
Rouault, A.T.(2003). How Mammals Acquire and Distribute Iron Needed for
Oxygen-Based Metabolism. PloSBiol. 1(3) : 326 – 328.
Rowe, C.R., Sheskey, J.P., dan Welker, J.P. (2003). Handbook of Pharmaceutical
Excipients. Edisi Keempat. London : Pharmaceutical Press.
Rudinskas, L., Paton, W.T., Walker, E.S., Dotten, A.D., dan Cowan, H.D. (1989).
Case Report : Poor Clinical Response to Enteric-Coated Iron Preparations.
Canadian Medical Association Journal. 141(6):543-547.
Samanta, Udaykumar, T., Suresh, B. (1995). Preparation and Evaluation of Sustained
Release Preparations of Ferrous Sulphate. Indian Journal of Pharmaceutical
Sciences. 57(5) : 189-193.
Simmons, et.al. 1993. Evaluation of A Gastric Delivery System for Iron
Supplementation in Pregnancy. American Journal of Clinical and Nutrition.
58:622-626.
Sinurat, D. (2005). Studi Pelepasan, Ketersediaan Hayati, dan Efek Iritasi Terhadap
Lambung dari Kapsul Alginat yang Mengandung Aspirin Dibandingkan
dengan Tablet Ascardia. Tesis. Program Magister Ilmu Farmasi. Medan :
Sekolah Pascasarjana USU.

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
87

Suartika, W.I. (1999). Prevalensi Anemia Pada Ibu Hamil di Puskesmas Bualemo
Sulawesi Tengah. Cermin Dunia Kedokteran. 124:44 – 45.
Sumaiyah. (2006). Uji Pelepasan, Bioavailabilitas dan Iritasi Akut Terhadap
Lambung Kelinci dari Fero Sulfat yang Diformulasi dalam Kapsul Alginat.
Tesis. Program Magister Ilmu Farmasi. Medan : Sekolah Pascasarjana USU.
Susanti, E. (2006). Uji Efek Analgetika dan Keamanan Terhadap Lambung dari
Aspirin yang Diberikan dengan Cangkang Kapsul Alginat Dibandingkan
dengan Kapsul Gelatin Yang Diberikan Pada Hewan Coba Kelinci. Tesis.
Program Magister Ilmu Farmasi. Medan : Sekolah Pascasarjana USU.
Thom, D., Grant, G.T., Morris, E.R., dan Rees, D.A. (1982). Characterisation of
Cation Binding and Gelation of Polyuronates by Circular Dichroism.
Carbohydrate Research. 100:29-42.
Timmcke, J.Q.(2005). A New Approach to Deliver Iron to A Deficient Population :
Formulation Focus. Diperoleh dari www.
Tripathi, K.D.(2001).Essential of Medical Pharmacology. India : Jaypee Brothers
Medical Publisher.
Troost, J.F., Saris, M.H.W., Haenen, G., Bast, A., dan Brummer, M.J.R. (2003).New
Method to Study Oxidative Damage and Antioxidants in The Human Small
bowel : Effects of Iron application. American Journal of Physiology -
Gastrointestinal and Liver Physiology. 285:G354-G359.
USPDI. (1989). Drug Information for The Health Care Professional. Edisi 9. Vol.
IA. United States Pharmacopeial Convention, Inc.
USPDI. (1995). Advice for Patient Drug Information in Lay Language. Edisi 15. Vol.
II. United States Pharmacopeial Convention, Inc.
Viteri, E.F. (1997). Iron Supplementation for The Control of Iron Deficiency in
Population at Risk. Nutrition Reviews. 55(6):195-209.
Wahyuni, A. S.(2004). Anemia Defisiensi Besi Pada Balita. USU Digital Library.
Walker, E.S., Paton, W.T., Cowan, H.D., Manuel, A.M., dan Dranitsarisa, G. (1989).
Bioavailability of Iron in Oral Ferrous Sulfate Preparation in Healthy
Volunteers. Canadian Medical Association Journal.141(6):543-547.
Yip, R. (1996). Iron Supplementation During Pregnancy : Is It Effective?. American
Journal of Clinical and Nutrition. 63:853-855.
Zavaleta, N., Respicio, G., dan Garcia, T,. (2000). Efficacy and Acceptability of Two
Iron Supplementation Schedules in Adolescent School Girls in Lima, Peru. The
Journal of Nutrition. 130:462S-464S.

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
88

Zimmermann, M.B., Hurrell, R.F. 2007. Nutritional Iron Deficiency. The Lancet.
370(9586):511-520.
Zlotkin, S., Arthur, P., Antwi, Y.K., dan Yeung, G. (2001a). Randomized, Controlled
Trial of Single versus 3-times-daily Ferrous Sulfat Drops for Treatment of
Anemia. Pediatrics. 108(3):613-616
Zlotkin, S., Arthur, P., Antwi, Y.K., dan Yeung, G. (2001b). Treatment of Anemia
with Microencapsulated Ferrous Fumarate Plus Ascorbic Acid Supplied as
Sprinkles to Complementary (weaning) Foods. Am J Clin Nutr. 74.
http://sickle.bwh.harvard.edu/iron_trans-port.html
www.cybercolloids.net/.../introduction.php
www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=483&Itemid=2
www.drugs.com
www.fmcmagenta.com
www.pinehurstmedical.com/.../endoscopy.htm

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
Lampiran 1

SURAT PERSETUJUAN KOMITE ETIK

89
Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
Lampiran 2

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama :………………………………
No.KTP :……………………………..
Alamat :……………………………..
telah membaca, memahami dan telah diberi penjelasan tentang penelitian ini oleh
Dwi Lestari P., S.Si., Apt. Dengan ini saya menyetujui untuk menjadi peserta tanpa
paksaan dan tekanan dari pihak manapun dalam penelitian yang berjudul UJI
TOLERANSI LAMBUNG TERHADAP SEDIAAN FERO SULFAT YANG
DIBERIKAN DALAM CANGKANG KAPSUL ALGINAT PADA PENDERITA
ANEMIA DEFISIENSI BESI termasuk pengambilan sampel darah dari vena dan
endoskopi.

Nama Peserta : …………………………… Tanda Tangan : ……………


Saksi : …………………………… Tanda Tangan : ...............….
No. KTP Saksi: ………………………………..
Tanggal : …………………………………
Nama Peneliti : Dwi Lestari P., SSi, Apt
Alamat : Jl. Jermal VII gg. Murni III no.11 Medan
Telp. 91156770/0811649500
Tanda Tangan : ………………………………..

Saya konfirmasikan bahwa saya telah menjelaskan bentuk dan tujuan penelitian
tersebut kepada yang bersangkutan. Untuk mendapatkan persetujuannya, telah
dipahami resiko, maupun manfaat atas prosedurnya secara keseluruhan dan kemudian
menandatanganinya di hadapan saya.

90
Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
Lampiran 3

DATA KARAKTERISTIK SUBYEK

Kelompok Gelatin Kelompok Alginat

Usia Hb Feritin Pendi- Usia Hb Feritin Pendi-


Nama Nama
(tahun) (g/dL) (μg/L) dikan (tahun) (g/dL) (μg/L) dikan

Ro 50 13,6 22,80 2 Ar 25 12,6 25,30 3

Za 36 13,2 26,50 1 Su 39 12,5 26,50 2

Ru 22 13,1 28,70 3 La 53 11,9 9,37 3

El 41 5,7 2,51 3 Sp 48 13,1 29,30 1

Sy 52 13,2 27,50 1 Ta 27 5,83 1,42 1

Er 51 13,7 23,20 2 Nu 34 11,5 11,30 2

Ka 60 11,1 10,50 1 Wi 32 13,5 17,84 0

St 65 12,5 25,61 1 Sw 38 10,8 16,80 1

Sl 35 11,8 24,70 3 Rl 41 11,9 17,36 1

Swr 38 10,8 16,81 1 Ju 27 12,6 4,36 1

At 24 11,9 4,15 2 Si 22 12,2 22,76 1

Po 32 12,5 23,20 4 Vi 53 14,2 28,99 1

Tu 43 12,7 27,60 2 Sm 28 8,21 3,19 2

Rata-rata 42,15 11,98 20,29 - Rata-rata 35,92 11,60 16,50 -

Simpangan Simpangan
12,99 2,09 8,99 - 10,50 2,26 9,87
Baku Baku -

Keterangan :
0 = tidak sekolah
1 = SD
2 = SMP
3 = SMA
4 = Universitas

91
Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
92
Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
93

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
94
Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
95

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
Lampiran 6

HASIL ENDOSKOPI SUBYEK KELOMPOK KAPSUL GELATIN DAN


ALGINAT SEBELUM PEMBERIAN FeSO4 300 mg

1. Kelompok Kapsul gelatin

(a) Po : Esofagus Gastroduodenal (b) Ru : EGD normal


(EGD) normal

(c) Za : EGD normal (d) Ka : EGD normal

(e) St : EGD normal

96
Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
97

2. Kelompok Kapsul Alginat

(a) Rl : EGD normal (b) Su : EGD normal

(e)

(c) Ar : EGD normal (d) Ta : EGD normal

(e) Ju : EGD normal

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
Lampiran 7

HASIL ENDOSKOPI SUBYEK KELOMPOK KAPSUL GELATIN

Hasil Endoskopi Penderita (Ka) Sebelum Pemberian FeSO4 300 mg


dalam Cangkang Kapsul Gelatin : EGD normal

gastritis

Hasil Endoskopi Penderita (Ka) Setelah Pemberian FeSO4 300 mg


dalam Cangkang Kapsul Gelatin selama 4 minggu : gastritis antrum

98
Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
99

Hasil Endoskopi Penderita (St) Sebelum Pemberian FeSO4 300 mg


dalam Cangkang Kapsul Gelatin

gastritis

Hasil Endoskopi Penderita (St) Setelah Pemberian FeSO4 300 mg

dalam Cangkang Kapsul Gelatin selama 4 minggu : gastritis antrum

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
Lampiran 8

HASIL ENDOSKOPI SUBYEK KELOMPOK KAPSUL ALGINAT

Hasil Endoskopi Penderita (Ju) Sebelum Pemberian FeSO4 300 mg


dalam Cangkang Kapsul Alginat

Hasil Endoskopi Penderita (Ju) Setelah Pemberian FeSO4 300 mg


dalam Cangkang Kapsul Alginat selama 4 minggu : EGD normal

100
Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
101
Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
102
Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
Lampiran 11

HASIL ENDOSKOPI AWAL KELOMPOK ALGINAT – GASTRITIS

(a) Jum : pada antrum mukosa hiperemis (b) Jmh : pada antrum mukosa hiperemis
dan erosi (gastritis antrum) (gastritis antrum)

(c) Kam : pada antrum mukosa (d) Rhn : pada antrum mukosa hiperemis
hiperemis dan erosi (gastritis (gastritis antrum)
antrum)

(e) Sur : pada antrum mukosa hiperemis


(gastritis antrum)

103
Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
104

(e)

(f) Tin : pada korpus mukosa hiperemis (g) Sra :pada antrum prepilorik mukosa
dan snakeskin appearance, antrum hiperemis, oedema dan ulkus (+)
mukosa hiperemis, pre pilorik ulkus dengan dasar kotor (ulkus pada
dengan mukosa putih dasar antrum pre pilorik )
kemerahan (ulkus pre pilorik +
gastropati + gastritis antrum)

(h)Srk : pada antrum tampak (i) Sum: pada pilorik dijumpai ulkus
mukosa hiperemis (gastritis (+) dasar putih tidak hiperemis
antrum) (ulkus pilorik)

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
105
Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
106

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
107
Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
108

Lampiran 14

ANALISIS STATISTIKA DATA PENELITIAN

1. Data Karakteristik Subyek


Data karakteristik subyek dianalisis dengan uji T untuk kelompok tidak
berpasangan (independent samples t-test)
Group Statistics

Std. Error
Perlakuan N Mean Std. Deviation
Mean
gelatin 13 42,1538 12,93475 3,58745
Usia
alginat 13 35,9231 10,49969 2,91209
gelatin 13 11,9769 2,08533 ,57837
Hb
alginat 13 11,6031 2,26209 ,62739
gelatin 13 20,2908 8,99204 2,49394
Ferritin
alginat 13 16,4992 9,86962 2,73734

Independent Samples Test


Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Interval of the
Mean Std. Error Difference
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Difference Difference Lower Upper
Usia Equal variances
,431 ,518 1,348 24 ,190 6,23077 4,62062 -3,30571 15,76725
assumed
Equal variances
1,348 23,027 ,191 6,23077 4,62062 -3,32709 15,78863
not assumed
Hb Equal variances
,137 ,715 ,438 24 ,665 ,37385 ,85330 -1,38729 2,13498
assumed
Equal variances
,438 23,843 ,665 ,37385 ,85330 -1,38790 2,13559
not assumed
Ferritin Equal variances
,199 ,659 1,024 24 ,316 3,79154 3,70308 -3,85124 11,43431
assumed
Equal variances
1,024 23,795 ,316 3,79154 3,70308 -3,85473 11,43780
not assumed

2. Data Keluhan Efek Samping Subyek Kelompok Kapsul Gelatin


Contoh analisis statistik keluhan efek samping subyek diwakili oleh keluhan mual
seperti yang tercantum di bawah ini. Prosedur perhitungan ini serupa untuk
analisis keluhan efek samping saluran cerna lainnya (rasa panas di perut, lambung
penuh, muntah, konstipasi, diare, perut nyeri dan hilang selera makan).

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
109

Kelompok-kelompok yang dibandingkan berbeda bermakna jika p (di tabel


berupa nilai Sig.(2-tailed)) < 0,05.

2.1 Analisis Statistika Keluhan Mual Level 1 Antar Kelompok Perlakuan


(Gelatin – Alginat) Pada Minggu 1, 2, 3, dan 4

a. perlakuan * mual minggu 1

Crosstab

Count
mual minggu 1
non level1 level1 Total
perlakuan gelatin 0 13 13
alginat 10 3 13
Total 10 16 26

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 16,250 b 1 ,000
Continuity Correction a 13,163 1 ,000
Likelihood Ratio 20,601 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear
15,625 1 ,000
Association
N of Valid Cases 26
a. Computed only for a 2x2 table
b. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
5,00.

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
110

b. perlakuan * mual minggu 2

Crosstab

Count
mual minggu 2
non level1 level1 Total
perlakuan gelatin 1 12 13
alginat 12 1 13
Total 13 13 26

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 18,615 b 1 ,000
Continuity Correction a 15,385 1 ,000
Likelihood Ratio 21,942 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear
17,899 1 ,000
Association
N of Valid Cases 26
a. Computed only for a 2x2 table
b. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
6,50.

c. perlakuan * mual minggu 3


Crosstab

Count
mual minggu 3
non level1 level1 Total
perlakuan gelatin 8 5 13
alginat 13 0 13
Total 21 5 26

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 6,190 b 1 ,013
Continuity Correction a 3,962 1 ,047
Likelihood Ratio 8,133 1 ,004
Fisher's Exact Test ,039 ,020
Linear-by-Linear
5,952 1 ,015
Association
N of Valid Cases 26
.

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
111

d. perlakuan * mual minggu 4


Crosstab

Count
mual minggu 4
non level1 level1 Total
perlakuan gelatin 12 1 13
alginat 13 0 13
Total 25 1 26

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 1,040 b 1 ,308
Continuity Correction a ,000 1 1,000
Likelihood Ratio 1,426 1 ,232
Fisher's Exact Test 1,000 ,500
Linear-by-Linear
1,000 1 ,317
Association
N of Valid Cases 26
a. Computed only for a 2x2 table
b. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
,50.

2.2 Analisis Statistika Mual Level 1 Kelompok Gelatin Antar Minggu 1,2,3,4
Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.
Pair 1 mual1 & mual2 13 . .
Pair 2 mual2 & mual3 13 -,365 ,220
Pair 3 mual3 & mual4 13 ,365 ,220
Pair 4 mual1 & mual3 13 . .
Pair 5 mual1 & mual4 13 . .
Pair 6 mual2 & mual4 13 ,083 ,787

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
112

Paired Samples Statistics

Std. Error
Mean N Std. Deviation Mean
Pair 1 mual1 1,00 13 ,000 ,000
mual2 ,92 13 ,277 ,077
Pair 2 mual2 ,92 13 ,277 ,077
mual3 ,38 13 ,506 ,140
Pair 3 mual3 ,38 13 ,506 ,140
mual4 ,08 13 ,277 ,077
Pair 4 mual1 1,00 13 ,000 ,000
mual3 ,38 13 ,506 ,140
Pair 5 mual1 1,00 13 ,000 ,000
mual4 ,08 13 ,277 ,077
Pair 6 mual2 ,92 13 ,277 ,077
mual4 ,08 13 ,277 ,077

Paired Samples Test

Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Std. Error Difference
Mean Std. Deviation Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)
Pair 1 mual1 - mual2 ,077 ,277 ,077 -,091 ,245 1,000 12 ,337
Pair 2 mual2 - mual3 ,538 ,660 ,183 ,139 ,937 2,941 12 ,012
Pair 3 mual3 - mual4 ,308 ,480 ,133 ,017 ,598 2,309 12 ,040
Pair 4 mual1 - mual3 ,615 ,506 ,140 ,309 ,921 4,382 12 ,001
Pair 5 mual1 - mual4 ,923 ,277 ,077 ,755 1,091 12,000 12 ,000
Pair 6 mual2 - mual4 ,846 ,376 ,104 ,619 1,073 8,124 12 ,000

2.3 Analisis Statistika Mual Level 1 Kelompok Alginat Antar Minggu 1,2,3, 4
Paired Samples Statistics

Std. Error
Mean N Std. Deviation Mean
Pair mual1 ,23 13 ,439 ,122
1 mual2 ,08 13 ,277 ,077
Pair mual2 ,08 13 ,277 ,077
2 mual3 ,00 13 ,000 ,000
Pair mual3 ,00 a 13 ,000 ,000
3 mual4 ,00 a 13 ,000 ,000
Pair mual1 ,23 13 ,439 ,122
4 mual3 ,00 13 ,000 ,000
Pair mual1 ,23 13 ,439 ,122
5 mual4 ,00 13 ,000 ,000
Pair mual2 ,08 13 ,277 ,077
6 mual4 ,00 13 ,000 ,000
a. The correlation and t cannot be computed because the
standard error of the difference is 0.

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
113

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.
Pair 1 mual1 & mual2 13 -,158 ,606
Pair 2 mual2 & mual3 13 . .
Pair 4 mual1 & mual3 13 . .
Pair 5 mual1 & mual4 13 . .
Pair 6 mual2 & mual4 13 . .

2.4 Analisis Statistika Keluhan Mual Level 2 Antar Kelompok Perlakuan


(Gelatin – Alginat) Pada Minggu 1, 2, 3, dan 4
Paired Samples Test

Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Std. Error Difference
Mean Std. Deviation Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)
Pair 1 mual1 - mual2 ,154 ,555 ,154 -,181 ,489 1,000 12 ,337
Pair 2 mual2 - mual3 ,077 ,277 ,077 -,091 ,245 1,000 12 ,337
Pair 4 mual1 - mual3 ,231 ,439 ,122 -,034 ,496 1,897 12 ,082
Pair 5 mual1 - mual4 ,231 ,439 ,122 -,034 ,496 1,897 12 ,082
Pair 6 mual2 - mual4 ,077 ,277 ,077 -,091 ,245 1,000 12 ,337

a. perlakuan * mual level 2 minggu 1


Crosstab

Count
mualevel21
non level2 level2 Total
perlakuan gelatin 7 6 13
alginat 13 0 13
Total 20 6 26

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 7,800b 1 ,005
Continuity Correctiona 5,417 1 ,020
Likelihood Ratio 10,146 1 ,001
Fisher's Exact Test ,015 ,007
Linear-by-Linear
7,500 1 ,006
Association
N of Valid Cases 26
a. Computed only for a 2x2 table
b. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
3,00.

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
114

b. perlakuan * mual level 2 minggu 2


Crosstab

Count
mualevel22
non level2 level2 Total
perlakuan gelatin 12 1 13
alginat 13 0 13
Total 25 1 26

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 1,040b 1 ,308
Continuity Correctiona ,000 1 1,000
Likelihood Ratio 1,426 1 ,232
Fisher's Exact Test 1,000 ,500
Linear-by-Linear
1,000 1 ,317
Association
N of Valid Cases 26
a. Computed only for a 2x2 table
b. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
,50.

c. perlakuan * mual level 2 minggu 3


Crosstab

Count Chi-Square Tests


mualevel23
Value
non level2 Total Pearson Chi-Square .a
perlakuan gelatin 13 13 N of Valid Cases 26
alginat 13 13 a. No statistics are computed
Total 26 26 because mualevel23 is a constant.

d. perlakuan * mual level 2 minggu 4


Crosstab

Count
Chi-Square Tests
mualevel24
non level2 Total Value
perlakuan gelatin 13 13 Pearson Chi-Square .a
alginat 13 13 N of Valid Cases 26
Total 26 26 a. No statistics are computed
because mualevel24 is a constant.

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
115

2.5 Analisis Statistika Mual Level 2 Kelompok Gelatin Antar Minggu 1, 2, 3, 4


Paired Samples Statistics

Std. Error
Mean N Std. Deviation Mean
Pair mualevel21 ,46 13 ,519 ,144
1 mualevel22 ,08 13 ,277 ,077
Pair mualevel22 ,08 13 ,277 ,077
2 mualevel23 ,00 13 ,000 ,000
Pair mualevel23 ,00a 13 ,000 ,000
3 mualevel24 ,00a 13 ,000 ,000
Pair mualevel21 ,46 13 ,519 ,144
4 mualevel23 ,00 13 ,000 ,000
Pair mualevel21 ,46 13 ,519 ,144
5 mualevel24 ,00 13 ,000 ,000
Pair mualevel22 ,08 13 ,277 ,077
6 mualevel24 ,00 13 ,000 ,000
a. The correlation and t cannot be computed because the standard error
of the difference is 0.

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.
Pair 1 mualevel21 & mualevel22 13 ,312 ,300
Pair 2 mualevel22 & mualevel23 13 . .
Pair 4 mualevel21 & mualevel23 13 . .
Pair 5 mualevel21 & mualevel24 13 . .
Pair 6 mualevel22 & mualevel24 13 . .

Paired Samples Test

Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Std. Error Difference
Mean Std. Deviation Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)
Pair 1 mualevel21 - mualevel22 ,385 ,506 ,140 ,079 ,691 2,739 12 ,018
Pair 2 mualevel22 - mualevel23 ,077 ,277 ,077 -,091 ,245 1,000 12 ,337
Pair 4 mualevel21 - mualevel23 ,462 ,519 ,144 ,148 ,775 3,207 12 ,008
Pair 5 mualevel21 - mualevel24 ,462 ,519 ,144 ,148 ,775 3,207 12 ,008
Pair 6 mualevel22 - mualevel24 ,077 ,277 ,077 -,091 ,245 1,000 12 ,337

2.6 Analisis Statistika Mual Level 2 Kelompok Alginat Antar Minggu 1,2,3, 4
Warnings
The Paired Samples Correlations table is not produced.
The Paired Samples Test table is not produced.

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
116

Paired Samples Statistics

Std. Error
Mean N Std. Deviation Mean
Pair mualevel21 ,00a 13 ,000 ,000
1 mualevel22 ,00a 13 ,000 ,000
Pair mualevel22 ,00a 13 ,000 ,000
2 mualevel23 ,00a 13 ,000 ,000
Pair mualevel23 ,00a 13 ,000 ,000
3 mualevel24 ,00a 13 ,000 ,000
Pair mualevel21 ,00a 13 ,000 ,000
4 mualevel23 ,00a 13 ,000 ,000
Pair mualevel21 ,00a 13 ,000 ,000
5 mualevel24 ,00a 13 ,000 ,000
Pair mualevel22 ,00a 13 ,000 ,000
6 mualevel24 ,00a 13 ,000 ,000
a. The correlation and t cannot be computed because the standard error
of the difference is 0.

3. Data Hematologi (Hb dan Ferritin)


a. Sebelum dan Sesudah Pemberian FeSO4 300 mg dalam Cangkang Kapsul
Gelatin dan Alginat
Paired Samples Statistics

Std. Error
Mean N Std. Deviation Mean
Pair 1 HbGelatin1 11,9846 13 2,09199 ,58021
HbGelatin2 12,4462 13 1,83740 ,50960
Pair 2 HbAlginat1 11,6031 13 2,26209 ,62739
HbAlginat2 12,1162 13 2,26438 ,62803
Pair 3 FeritinGelatin1 20,2908 13 8,99204 2,49394
FeritinGelatin2 49,5754 13 22,57429 6,26098
Pair 4 FeritinAlginat1 16,4992 13 9,86962 2,73734
FeritinAlginat2 33,1792 13 21,07069 5,84396

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.
Pair 1 HbGelatin1 & HbGelatin2 13 ,966 ,000
Pair 2 HbAlginat1 & HbAlginat2 13 ,979 ,000
Pair 3 FeritinGelatin1 &
13 ,575 ,040
FeritinGelatin2
Pair 4 FeritinAlginat1 &
13 ,899 ,000
FeritinAlginat2

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
117

Paired Samples Test


Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Std. Error Difference
Mean Std. Deviation Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)
Pair 1 HbGelatin1 - HbGelatin2 -,46154 ,57233 ,15874 -,80740 -,11568 -2,908 12 ,013
Pair 2 HbAlginat1 - HbAlginat2 -,51308 ,46363 ,12859 -,79325 -,23291 -3,990 12 ,002
Pair 3 FeritinGelatin1 -
-29,28462 18,89910 5,24167 -40,70523 -17,86400 -5,587 12 ,000
FeritinGelatin2
Pair 4 FeritinAlginat1 -
-16,68000 12,94728 3,59093 -24,50396 -8,85604 -4,645 12 ,001
FeritinAlginat2

b. Peningkatan Hb dan Feritin Antarkelompok Kapsul Gelatin dan Alginat


Group Statistics

Std. Error
Perlakuan N Mean Std. Deviation Mean
PeningkatanHb gelatin 13 ,4615 ,57233 ,15874
alginat 13 ,5131 ,46363 ,12859
PeningkatanFeritin gelatin 13 29,2846 18,89910 5,24167
alginat 13 16,6800 12,94728 3,59093

Independent Samples Test


Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Interval of the
Mean Std. Error Difference
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Difference Difference Lower Upper
PeningkatanHb Equal variances
,002 ,966 -,252 24 ,803 -,05154 ,20428 -,47316 ,37008
assumed
Equal variances
-,252 23,009 ,803 -,05154 ,20428 -,47413 ,37105
not assumed
PeningkatanFeritin Equal variances
3,299 ,082 1,984 24 ,059 12,60462 6,35373 -,50883 25,71807
assumed
Equal variances
1,984 21,231 ,060 12,60462 6,35373 -,59995 25,80918
not assumed

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
Lampiran 13

DATA KEPATUHAN MINUM OBAT KELOMPOK ALGINA

Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3


Nama
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 1 2
Jum 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1
Sum 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Tin 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Kam 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1
Sur 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Jmh 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1
Srk 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Rhn 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Srn 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
kepatuh

Keterangan : 0 = tidak minum obat, 1 = minum obat


Kriteria Kepatuhan : > 90% = patuh; < 90% = tidak patuh

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.
AT - GASTRITIS

Minggu 4 Jumlah Obat


% Kepatuhan
3 4 5 6 7 Diminum
1 1 0 1 1 25 89.29
1 1 1 1 1 28 100.00
0 1 1 1 1 25 89.29
1 1 1 1 1 25 89.29
1 1 1 1 1 28 100.00
1 1 1 1 1 23 82.14
1 1 1 1 1 28 100.00
1 1 1 1 1 28 100.00
1 1 1 1 1 28 100.00
han rata-rata alginat 26.44 94.44

Dwi Lestari P : Uji Toleransi Lambung Terhadap Ferosulfat yang Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat pada Penderita
Anemia Defisiensi Besi.
USU e-Repository © 2008.

Anda mungkin juga menyukai