Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Anemia adalah suatu kondisi saat jumlah sel darah merah atau jumlah
haemoglobindalam sel darah merah berada dibawah normal (kadar haemoglobin <10
g/d) sehingga darah tidak mampu menganggkut oksigen dan makanan dalam jumlah
yang dibutuhkan oleh tubuh. Anemia dalam bahasa Yunani berarti tanpa darah

Gejala anemia antara lain mudah sakit dan terkena infeksi, mudah lelah, letih, lesu,
lemah, lalai, sesak nafas, kepusingan dengan kepala melayang, merasa badan kurang
enak, kurang bertenanga, merasa lebih sulit untuk berkerja sehingga mutu hidup lebih
rendah dan tiak bisa bersosialisasi secara aktif, merasa malas beraktivitas, dan muncul
sclera (warna pucat bagian kelopak mata bawah). Anemia pada tingkatan yang berat
dapat menimbulkan tingkat resiko kelanjutan dari penyakit menjadi tinggi, timbul
stroke, serangan jantung, dan kematian

Anemia defisiensi-besi adalah keadaan dimana kandungan besi tubuh total turun
di bawah tingkat normal. (Besi diperlukan untuk sintesa haemoglobin.) Merupakan
jenis anemia paling sering ditemukan di dunia, terutama dinegara yang sedang
berkembang. Diperkirakan sekitar 30% penduduk dunia menderita anemia , dan lebih
dari setengahnya merupakan anemia defisiensi-besi. Saat ini di Indonesia anemia
defisiensi besi masih merupakan salah satu masalah gizi utama disamping kekurangan
kalori-protein, vitamin A san yodium.

Selain dibutuhkan untuk pembentukkan haemoglobin yang berperan dalam


penyimpanan dan pengangkutan oksigen, zat besi juga terdapat dalam beberapa enzim
yang berperan dalam metabolisme metabolisme oksidatif, sintesi DNA,
neurotransmitter dan proses katabolismeyang dalam bekerjanya membutuhkan ion
besi.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana fisiologi hematologic ?
2. Apa definisi anemia defisiensi Fe ?
3. Bagaimana etiologi anemia defisiensi Fe?
4. Bagaimana manifestasi klinik anemia defisiensi Fe ?
5. Apa saja komplikasi anemia defisiensi Fe ?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui fisiologi hematologic
2. Untuk mengetahui definisi anemia defisiensi fe
3. Untuk mengetahui etiologic anemia defisiensi fe
4. Untuk mengetahui manifestasi klinik anemia defisiensi fe
5. Untuk mengetahui komplikasi anemia defisiensi fe

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan fisiologi
Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi, termasuk
sumsum tulang dan nodus limfat. Darah adalah organ khusus yang berbeda dengan
organ lain karena berbentuk cairan
Cairan darah tersusun atas komponen sel yang tersuspensi dalam plasma darah.
Sel darah dibagi menjadi eritrosit (sel darah merah, normalnya 5 ribu per mm3 darah)
dan leukosit (sel darah putih, normalnya 5.000 sampai 10.000 per mm3 darah). Terdapat
sekitar 500 sampai 1000 eritrosit tiap satu lekosit. Leukosi dapat berada dalam beberapa
bentuk : eosinafil,basophil,monosit,netrofil, dan limfosit. Selain dalam suspense
plasma, dan juga fregmen-fregmen sel tak berinti yang disebut trombosit (normalnya
150.000 sampai 450.000 trombosit per mm3 darah). Komponen seluler darah ini
normalnya menyusun 40 % sampai 45% volume darah. Freksi darah yang di tempati
oleh eritrosit disebut hematokrit. Darah terlihat sebagai cairan merah, opak dan kental.
Warnanya ditentukan oleh hemoglobin yang terkandung dalam sel darah merah.a
Darah bersirkulasi da dalam sistem vaskuler dan berperan sebagai penghubung
antar organ tubuh, membawa oksigen yang doabsorbsi oleh paru dan nutrisi yang
diabsirbsi oleh traktus gastrointestinal ke sel tubuh untuk metabolisme sel. Darah juga
mengangkut produk sampah yang dihasilkan oleh metabolisme sel ke paru, kulit, dan
ginjal yang akan ditransformasi dan dibuang keluar tubuh. Darah juga membawa
hormone dan antibody ketempat sasaran atau tujuan.
Untuk menjalankan fungsinya,darah harus tetasp berada dalam cairan normal,
karena berupa cairan selalu terdapat dahaya kehilangan darah dari sistem vaskuler
akibat trauma. Untuk mencegah bahaya ini, darah memiliki mekanisme pembekuan
yang sangat peka yang dapat diaktifkan setiap saat diperlukan untuk menyumbat
kebocoran pada pembuluh darah.
Pembekuan yang juga berlebihan yang sama bahanyanya karena potensial
penyumbat aliran darah ke jaringan vital. Untuk menghindari komplikasi ini, tubuh
memiliki mekanisme fibrinolitik yang kemudian akan melarutkan bekuan yang
terbentuk dalam pembuluh darah.

1. Sumsumtulang
Sumsum tulang menempati bagian dalam tulang spons dan bagian tengah
rongga panjang. Sumsum merupakan 4% sampai 5% berat badab total, sehingga
merupakan yang paling besar dalam tubuh. Sumsum bisa berwarna merah ataupun
kuning. Sumsum merah merupakan tempat produksi sel darah merah aktif dan
merupakan organ hematopoetik (penghasil darah utama). Sedangkan Sumsum tulang
kuning tersusun terutama oleh lemak dan tidak aktif dalam produksi elemen darah.
Sesuai dengan pertambahan usia, sebagian sumsum pada tulang panjang mengalami
perubahan menjadi sumsum kuning, namun masih mempertahankan potensi untuk
kembali berubah menjadi jaringan hematopoetik apabila diperlukan. Sumsum merah
pada orang dewasa terbatas terutama pada rusuk, kolumna vetebralis, dan tulang pipih
lainnya.
Sumsum tulang banyak mengandung pembuluh darah dan tersusun dari jaringan
ikat yang mengandung sel bebas. Sel paling primitive dalam populasi sel bebas ini
adalah sel stem yang merupakan precursor dari dua garis keturunan sel yang berbeda.
Garis keturunan myeloid meliputi eritrosit sebagai jenis lekosit dan trombosit. Garis
keturunan limfoid berdiferensi menjadi limfosit
2. Bentuk Dan Ukuran Sel Darah Merah

Bentuk sel darah merah dapat berubah ketika sel melewati kapiler. Sesungguhnya sel
darah merah merupakan suatu ’’ kantung’’ yang dapat di ubah menjadi berbagai bentuk.
Selanjutnya karena sel yang normal mempunyai kelebihan membran sel untuk
menampung banyak zat didalammnya, maka perubahan bentuk tadi tidak akan
merengangkan membran secara hebat, dan sebagai akibatnya,sel tidak adakn
mengalami rupture, seperti yang terjadi seperti banyak sel lainnya.

3. Eritrrosit

Sel darah merah normal berbentuk cakram bikonkaf, konfigurasinya mirip dengan bola
lunak yang di pijat diantara dua jari. Diameterrnya sekitar 8 mm, namun sangat fleksibel
sehingga mampu melewati kapiler yang diameternya 4 mm. volume sel darah merah
sekitar 90 m3. Membran sel darah merah sangat tipis sehingga gas seperti oksigen dan
karbondioksida dapat dengan mudah berdifusi melaluinya. Sel darah merah dewasa
tersusun terutama oleh hemoglobin, yang menyusun sampai 95% massa sel. Sel ini
tidak mempunyai inti dan hanya sedikit memiliki enzim metabolisme di banding sel
lainnya. Adanya sejumlah besar hemoglobin memungkinkan sel ini menjalankan fungsi
utamanya, transpot oksigen antara paru dan jaringan

Pigmen membawa oksigen hemoglobin merupakan protein yang berat molekulnya


64.000 molekul ini tersusun atas empat sub unit, masing-masing mengandung bagian
heme yang terikat pada rantai globin. Besi pada bagian heme molekul ini. Kemampuan
khusus bagian heme adalah kemampuannya mengikat oksigen secara longgar
reversible. Ketika hemoglobin berikatan dengan oksigen dinamakan oksi hemoglobin.
Oksihemoglobin berwarna merah lebih terang di banding hemoglobin yang tidak
mengandung oksigen ( hemoglobin tereduksi ) maka darah arteri berwarna terang di
banding darah vena. Darah keseluruhan normalnya mengandung 15 g hemoglobin per
100 ml darah, atau 30 µm hemoglobin per seribu eritrosit.

Produksi Eritrosit (Eritropoesis). Eritroblas adalah sel stem primitive dalam sum-sum
tulang. Eritroblas adalah sel ber inti yang dalam proses pematang disum-sum tulang
menimbun hemoglobin dan secara bertahap kehilangan intinya. Pada tahap ini sebagai
retikulosit.

Diferensiasi sel stem multipotensial primitive sumsum tulang menjadi eritroblas di


stimulasi oleh eritropoietin suatu substansi yang diproduksi oleh ginjal. Dalam keadaan
hipoksia lama, seperti pada khasus orang yang tinggal di ketinggian atau setelah
perdarahan berat, terjadi peningkatan kadar eritropoetin dan stimulasi produksi sel
darah merah.

Untuk produksi eritrosit normal, sumsum tulang memerlukan besi, vitamin B12, asam
folat, piridoksin ( vitamin B6 ) dah faktor lainnya. Defisiensi faktor-faktor tersebut
selama eritropoesis mengakibat penururnan produksi sel darah merah dan anemia.

Penyimpanan dan metabolisme besi. Kandungan besi total pada kebanyakan orang
dewasa sekitar 3 g , sebagaian besar terkandung dalam haemoglobin atau salah satu
hasil pemecahannya. Normal nya sekitar 0,5 sampai 1 mg besi di absorbs tiap hari dari
traktus intestinalis untuk mengganti kehilangan besi melalui feses. Penambahan jumah
besi, sampai 2 mg per hari harus diabsorbsi oleh wanita dewasa untuk mengganti
kehilangan darah selama menstruasi. Defisiensi besi pada orang dewasa (penurunan
kandungan besi total) biasanya menunjukkan adanya kehilangan darah dari tubuh-
misalnya akibat perdarahan atau menstruasi yang berlebihan.

Metabolisme vitamin B12 dan asam folat. Vitamin B12 dan asam folat diperlukan untuk
sintesis DNA pada kebanyakan jaringan, namun defisiensi kedua vitamin ini
mempunyai efek terbesar pada eritropoesis. Defisiensi vitamin B12 dan asam folat
ditandai dengan produksi sel darah merah besar abnormal yang dinamakan megaloblas.
Karena sel ini abnormal, kebanyakan dihancurkan dalam sum-sum tulang dan angka
pelepasannya berkurang keadaan ini mengakibatkan anemia megaloblasik.

Vitamin B12 maupun asam folat di peroleh dari diet. Vitamin B12 bergabung dengan
faktor intrisik yang di hasilkan oleh lambung. Kompleks vitamin B12 faktor intrinsik
diabsorbsi di ileum distal. Asam folat diabsorbsi di usus halus proksimal.

Distruksi Sel Darah Merah.


Rata-rata rentang hidup sel darah merah yang bersirkulasi adalah 120 hari. Sel darah
merah tua d buang dari darah dari sistem retikuloendotelial, khususnya dalam hati dan
limpah. Sel retikuloendotelial menghasilkan pigmen yang disebut bilirubin, berasal dari
haemoglobin yang dilepaskan dari sel darah merah rusak. Bilirubin merupakan hasil
sampah yang diekresikan dalam empedu. Besi yang dibebaskan dari hemoglobinb
selama pembentukan bilirubin, diangkat dari plasma ke sumsum tulang dalam keadaan
terikat pada protein yang yang dinamakan transferrin, yang kemudian diolah lagi untuk
menghasilkan hemoglobin baru.

Stem sel Sumsum tulang

Proeritroblas

Eritroblas

Retikulosit

Eritrosit

Mekanisme pembentukan Sel Darah Merah

Fungsi Etritrosit :

Fungsi utama sel darah merah adalah membawa oksigen dari paru ke jaringan. Eritrosit
mempunyai kemampuan khusus melakukan melakukan fungsi ini karena kandungan
hemoglobinnya tinggi. Apabila tidak ada hemoglobin, kapasitas pembawa oksigen
dapat berkurang sampai 99 % dan tentunya tidak mencakupi kebutuhan melabolisme
tubuh. Fungsi penting hemoglobin adalah kemampuannya mengikat oksigen dengan
longgar dan refersibel. Akibatnya, oksigen yang terikat langsung dalm paru, diangkut
dengan oksihemoglobin darah arterial dan langsungterurai dari hemoglobin dalam
jaringan. Dalam darah vena, hemoglobin bergabung dengan ion hydrogen yang
dihasilkan oleh metabolisme sel sehingga dapat menyanggah kelebian asam.

Pengaturan produksi sel darah merah-peran eritroprotein

Jumlah total sel darah merah dalam sistem sirkulasi diatur dalam kirasan batas yang kecil,
1. Jumlah sel darah merah yang tidak adekuat selalu tersedia untuk mengangkut
oksigen yang cukup dari paru paru kejaringan
2. Sel sel tersebut menjadi berlimpah ruah sehingga aliran darah tidak terhambat.

Pengaruh eritroprotein dalam pembentukan sel darah merah.

Pengaruh eritroprotein adalah merangsang produksi proeritrubres dari sel stem


hematopoietic disumsum tulang. Selain itu, begitu proeritrublas terbentuk, maka
elitroprotein juga dapat menyebabkan sel sel ini dengan cepat melalui berbagai tahap
eritrobastik ketimbang pada keadaan normal. Hal tersebut akan lebih mempercepat
produksi sel darah merah yang baru. Cepatnya produksi sel ini terus berlangsung Selma
orang tersebut tetap dalam keadaan oksigen rendah, atau sampai jumlah sel darah merah
yang telah terbentuk cukup mengangkut oksigen dalam jumlah yang memadahi
kejaringan walaupun kadar oksigen rendah, pada saat ini, kecepatan produksi
eritroprotein menurun sampai kadar tertentu yang akan mempertahankan jumlah sel
darah merah yang dibutuhkan, namun tidak sampai berlebihan.

Bila tidak ada eritroprotein, sumsum tulang hanya membentuk sel darah merah. Pada
keadaan lain yang ekstrem, bila jumlah eritroprotein yang terbentuk sangat banyak, dan
jika tersedia sejumlah besar zat besi dan nutrisi yang diperlukan, maka kecepatan
produksi sel darah merah dapat meningkat sampai 10xlipat atau lebih dibandingkan
keadaan normal. Oleh karena itu mekanisme eritroprotein dalam pengaturan produksi
sel darah merah merupakan suatu mekanisme yang kuat.
Pematangan sel darah merah- kebutuhan vitamin B12 (sianokobalamin) dan asam folat

Karena adanya kebutuhan berkesinampungan untuk memenuhi kebutuhan sel darah


merah maka sel eritrpoietik sumsum tulang belangkang merukan salah satu sel yang
tumbuh dan berproduksi aling cepat diseluruh tubuh. Oleh karena itu, seperti
diperkirakan pematangan dan kecepatan produksinya sangat dipengaruhi oleh status
nutrisi seseorang.

Dua vitamin yang khususnya penting untuk kematangan akhir sel darah merah, vitamin
B12, dan asam folat. Keduanya penting untuk sintesis dan karena masing masing vitamin
dengan cara yang berbeda dibutuhkan untuk pembutuhan timidin trifosfat, salah satu
zat pembangun esensial dna. Oleh karena itu, kurangnya vitamin B12 dan asam folat
dapat menyebabkan abnormalitas dan pengurangan dna yang akibatnya adalah
kegagalan kematangan inti kematengan sel dan pembelahan sel. Selanjutnya, sel sel
elitroblastik pada sumsum tulang, selain gagal berfrolifrasi secara cepat, akan
menghasilkan sel darah merah, yang lebih besar dari normal, disebut makrosit, dan sel
itu sendiri mempunyai membran yang sangat lemah yang sering kali berbentuk tidak
teratur, besar dan oval berbeda dengan bentuk lempeng bikonkaf yang biasa. Sel yang
berbentuk kurang baik ini, setelah masuk dalam sirkulasi darah, mampu mengangkut
oksigen secara normal, akan tetapi kerapuhannya menyebabkan sel tersebut memiliki
masa hidup yang pendek, yakni setengah sampai sepertiga normal. Oleh karena itu,
dikatakan bahwa defisiensi vitamin B12 atau asal folat dapat menyebabkan kegagalan
pematangan dalam profil eritropoiesis.

kegagalan pematangan yang disebabkan oleh defisiensi asam folat (asam pteroit
glutamat)

asama folat adalah bahan normal yang ditemukan pada sayuran hijau, buah buahan
tertentu, dan daging (terutama hati). Namun bahan ini mudah rusak selama makanan
dimasak. Selain itu, pada orang orang dengan kelainan absorsi gastrointestinal,
misalnya sering mengalami penyakuit usus halus yang disebut sprue (sariawan usus),
sering kali mengalami kesulitan yang serius dalam absorsi asam folat maupun vitamin
B12. Oleh karena itu sebagian besar kegagalan malnutrisi disebabkan adanya defisiensi
absorsi asam folat dan vitamin B12 diusus.

Kombinasi hemaglobin dengan oksigen.


Gambaran paling penting dari molekul hemoglobin adalah kemampuannya untuk dapat
berikatan secara longgar dan refersibel dengan oksigen. Fungsi utama hemoglobin
dalam tubuh adalah bergabung dengn oksigen dalam paru dan kemudian melepaskan
oksigen ini didalam kapiler jaringan ferifer yang tekanan oksigennya jauh lebih rendah
dari pada diparu paru.

Oksigen tidak bergabung dengan dua ikatan positif besi dalam molekul dalam
hemoglobin, oleh sebab itu berikatan secara longgar dengan salah satu ikatan yang
disebut ikatan koordinasi atom besi ikatan ini begitu longgar sehingga gabungan
tersebut bersifat reversible.

Pengangkutan besi dan metabolismenya

Peran ginjal dalam pembentukan eritroprotein

Pada orang normal, kira kira 99% dari seluruh eritroprotein dibentuk dalam ginjal,
sisanya terbentuk dihati. Adanya suatu kemungkinan yang cukup kuat bahwa
eritropotein diekresi oleh sel epitel tubulus renal, karena darah yang anemis tidak
mampu menghantarkan cukup oksigen dari kapiler peritubulus ke sel tubulus yang
banyak mengonsumsi oksigen, sehingga merangsang produksi eritroprotein.

Bila kedua ginjal seorang diangkat atau rusak akibat penyakit ginjal maka orang
tersebut akan menjadi sangat anemis, sebab 10% eritropotein normal yang dibentuk
jaringan lain (terutama dihati) hanya cukup menyediakan sepertiga sampai setengah
dari produksi sel darah merah yang diperlukan oleh tubuh.
Metabolisme besi

Karena besi tidak hanya penting untuk pembentukan hemoglobin namun juga elemen
penting lainnya (contohnya neogblobin, sitokrom, sitokrom oksidase, peroksidase,
katalise) jumlah total besih rata rata dalam tubuh sebesar 4-5gram dan kira kira 65%
dijumpai dalam bentuk hemoglobin. Sekitar 4% dalam bentuk neoglobin, 1% dalam
bentuk variasi dalam bentuk senyawa heme yang memicu oksidasi intrasel, 0,1%
dengan protein transferrin dalam plasma darah, dan 15-30% disimpan untuk
penggunaan selanjutnya terutama disistem rekuloendotelial dan sel parenkim hati,
khususnya dalam bentuk veritin.

Fungsi metabolik hati menyimpan besi dalam bentuk ferritin

Besi dalam hemoglobin darah, sebagian besar besi dalam tubuh biasanya disimpan
dihati dalam bentuk ferritin. Sel hati mengandung sejumlah besar protein yang disebut
aporrferitin, yang dapat bergerak dengan besi baik dalam jumlah sedikit maupun
banyak. Oleh karena itu, bila besi anyak tersedia dalam cairan tubuh, maka besi akan
berikatan dengan aporferritin membentuk ferritin dan disimpan dalam bentuk ini
didalam sel hati sampai diperlukan. Bila besi dalam sirkulasi cairan tubuh mencapai
kadar yang rendah, maka ferritin akan melepaskan besi. Dengan demikian sistem abfur
ferritin/feriti hati bekerja sebagai penyangga besi darah dan juga sebagai media
penyimpanan besi.

Pengangkut dan penyimpanan besi

Pengangkutan, penyimpanan dan metabolisme besi dalam tubuh pada gambar


(445). Ketika besi diabsorsi dari usus halus, besi tersebut segera bergabung didalam
plasma darah dengan betaglobin yakni aportanfelin, untuk membentuk transferrin yang
selanjutnya diangkut dalam plasma. Kelebihan besi dalam darah disimpan terutama di
hepotosit hati dan sedikit di sel rektikuloendotelial susmsum tulang

Dalam sitoplasma sel, besi ini bergabung terutama dengan suatu protein,
yakni apoferitin, untuk membentuk aforperitin. Aferperitim menpunyai berat molekul
kira kira 460.000 dan berbagai jumlah besi dapat bergabung dalam bentuk kelompok
radikal besi dengan molekul besar, oleh karena itu, ferritin akan mengandung sedikit
besi atau bahkan sejumlah besar besi. Besi yang disimpan sebagai ferritin ini disebut
besi cadangan.

Bila jumlah besi dalam plasma sangat rendah, beberapa besi terdapat
ditempat penyimpanan ferritin dilepaskan dengan mudah dan diangkut dalam bentuk
tranferin didalam plasma keareah tubuh yang membutuhkan. Karakteristik unik dari
mulekul ini berikatan erat dengan reseptor pada membran sel eritobras disumsum
tulang. Selanjutnya, bersamaan dengan besi yang terikat transferrin masuk kedalam
eritrobras dengan cara edosistosis. Didalam eritrobras, trensferin melepaskan besi
secara langsung kemitokondria, tempat hemedesintesis.

Bila masa hidup sel darah merah telah habis dan sel telah dihancurkan,
maka hemoglobin yang dilepaskan dari sel akan dicerna oleh sel makrofat/monofosit.
Disini terjadi pelepasan besi bebas, dan disimpan teruma ditempat penyimpanan peritin
yang akan digunakan sesuai kebutuhan untuk pembentukan hemoglobin baru.

Pengaturan jumlah total besi tubuh dengan mengatur kecepatan absorsi

Bila menjadi jenuh dengan besi sehingga seluruh apoperitin ditempat cadangan besi
sudah terikat dengan besi, kecepatan absorsi besi tambahan dari traktus intestinalis akan
sangat menurun, nilai cadangan besi yang berkurang maka kecepatan absorsinya akan
bertambah, munkin sampai 5kali atau lebih dibandingkan kecepatan normal. Jadi
jumlah total besi dalam tubuh diatur dengan mengubah kecepatan absorsinya.

Masa hidup dan penghancuran sel darah merah

Ketika sel darah merah dihantarkan dari sumsum tulang masuk kedalam sistem
sirkulasi, sel tersebutnormalnya akan bersirkulasi rata rata selama 120hari sebelum
dihancurkan walaupun sel darah merah yang matur tidak mempunyai inti, mitokondria
atau reticulum endoplasma, sel tersebut mempunyai enzim enzim sitoplasma yang
mampu melakukan metabolisme glukosa dan membentuk sejumlah kecil
adenosinetrifosfat. Enzim tersebut jug mampu:

1. Mempertahankan kelenturan membran sel


2. Mempertahankan transport ion melalui embran
3. Menjaga besih hemoglobin sel agar tetap dalam bentuk fero, bukan dalam bentuk
feri
4. Mencegah oksidasiprotein didalam sel darah merah.

Begitu membran sel darah merah menjadi rapuh, sel tersebut bisa robek sewaktu
melewati tempat tempat yang sempit disirkulasi. Dilimpah akan dijumpai banyak sel
darah merah yang hancur, karena sel sel ini terperas sewaktu melalui pulpa merah
limah. Ruang diantara struktur trabekula pulpa mera, yang harus dilewati oleh sebagian
besar sel, lebarnya hanya tiga mikrometer, dibandingkan dengan del darah merah yang
berdiameter 8mikrometer bila limpah diangkat jumlah sel darah merah abnormal
berumur tua yang beredar dalam darah akan meningkat secara bermakna.

Penguraian hemoglobin

Hemoglobin yang dilepaskan dari sel sewaktu sel darah merah pecah, akan segera
difagosit oleh sel sel makrofat dibanyak bagian tubuh, namun terutama oleh sel sel
koferr hati, makrofat limpah dan makrofat sumsum tulang. Selama beberapa jam atau
beberapa hari sesudahnya, makrofat akan melepaskn besi yang dapat dari hemoglobin
dan menghantarkannya kembali kedalam darah dan diangkut oleh transferrin
kesumsum tulang untuk membentuk sel darah baru, atau kehati jaringan lainnya untuk
disimpan dalam bentuk ferritin. Bagian forfirrin dari molekul hemoglobin diubah oleh
makrofat melalui seragkaian tahap menjadi pikmen ampedu bilirubin, yang dilepaskan
kedalam darah dan kemudian dikeluarkan dari tubuh oleh sekresi melalui hati kedalam
cairan empedu.

TOPIK PENYAKIT

Anemia

Anemia adalah suatu kondisi saat jumlah sel darah merah atau jumlah haemoglobindalam
sel darah merah berada dibawah normal (kadar haemoglobin <10 g/d) sehingga darah tidak
mampu menganggkut oksigen dan makanan dalam jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh.
Anemia dalam bahasa Yunani berarti tanpa darah

Gejala anemia antara lain mudah sakit dan terkena infeksi, mudah lelah, letih, lesu, lemah,
lalai, sesak nafas, kepusingan dengan kepala melayang, merasa badan kurang enak, kurang
bertenanga, merasa lebih sulit untuk berkerja sehingga mutu hidup lebih rendah dan tiak bisa
bersosialisasi secara aktif, merasa malas beraktivitas, dan muncul sclera (warna pucat bagian
kelopak mata bawah). Anemia pada tingkatan yang berat dapat menimbulkan tingkat resiko
kelanjutan dari penyakit menjadi tinggi, timbul stroke, serangan jantung, dan kematian.

Anemia selain diketahui dengan melihat gejala melihat gejala yang ditimbulkan, juga dapat
diketahui melalui pemeriksaan kadar haemoglobin (hb) dengan metode hemoque. Kadar Hb
normal apabila berada iatas 12g/dl, yang paling bagus diatas 13g/dl. Anemia ringan, yakni
ketika Hb antara 10-12g/dl, anemia sedang kadar hb 8-10g/dl,, dan anemia berat hb yang
dimiliki 6-8g/dl, pada anak sampai umur 6tahun dkatakan mengalami anemia ketika kadar hb
kurang dari 11g/100cc darah. Anak diatas 6tahun kadar Hb dibaah 12,9mg/100cc orang dewasa
dengan kadae Hb kurang dari 12g/100cc, dan wanita hamil dengan kadar hb dibawah
10g/100cc dinyatakan menderita anemia.

Patofisiologi

Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegaglan sumsum atau kehilangan sel darah
merah berlebih atau kedua-duanya. Kehilangan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan
nutrisi, pajanan tosik, inveksi tumor atau kebanyakan akibat peenyebab yang tidak di ketahui.
Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi). Masalahnya dapat
akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahana sel darah merah normal atau
akibat beberapa faktor di luar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.

Lisis sel darah merah disolusi) terjadi terutama dalam fagositik atau dalam sistem
retikuloedotelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagian hasil samping proses ini, bilirubu
yang terbentuk dalam fagosit akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah
merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi
normalnya 1 mg/dl atau kurang,kadar di atas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sklera).

Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulai,seperti yang terjadi
pada berbagai klien hemotilik, maka hemoglobin akan hanvur dalam plasma
(hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasma melebihi kapasitas haptoglobin plasma
(proteinpengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semua hemoglobin akan terdifus
dalam urin (hemoglobinuria). Jadi ada atau tidaknya hemoglobinemia atau hemoglobinuria
dapat memberikan informasi mengenai lokasi pengancuran sel darah merah abnormal pada
pasien dengan hemolisis dan dapat merupakan petunjuk untuk mengetahui sifat proses
hemolitik tersebut.
Kesimpulan mengenai apakah anemia pada sistem tertentu disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasnya
dapat diperoleh dengan dasar:

1. Hitung retikulosist dalam sirkulasi darah


2. Deraja proliferasi sel darah merah dalam sumsum tulang dan cara pematangannya,
3. Ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia

Klasifikasi Anemia

Anemia dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara. Pendekatan fisiologis akan


menentukan apakah defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh produksi sel darah
merah (anemia hipoproliferatifa) atau oleh destruksi sel darah merah (anemia hemotilika).

Pada anemia hipoproliferatifa, sel darah merah biasanya bertahan dalam jangka waktu
yang normal, tetapi sumsum tulang tidak mampu menhasilkan jumlah sel yang adekuat, jadi
jumlah retikulositnya menurun. Keadaan ini mungkin disebabkan oleh kerusakan sumsum
tulang akibat obat atau bahan kimia (mis, chlorophenicol, benzene) atau mungkin karena
kekurangan hemopoetin (seperti pada penyakit ginjal),besi,vitamin B12 atau asam folat.

Apabila hemolisis (disolusi sel darah merah dengan pembebasan hemoglobin ke plasma
disekitarnya) merupkan penyebab utama, maka biasanya abnormalitas terdapat dalam sel darah
merah itu sendiri (seperti anemia sel sabit dan defisiensi G-6-PD). Dalam plasma (seperti pada
anemia hemotilika imunologis) atau dalam sirkulasi (seperti pada hemolisis katup jantung).
Pada anemia hemotilika,angka retikulosit dalam kadar bilirubin indirek meningkat, dan telah
mampu menyebabkan ikterik klinis.

 Anemia hipoproliriferatifa
 Anemia Defisiensi Besi
Anemia Defisiensi Besi (ADB) adalah anemia yang di timbulkan akibat
berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong
(depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin
kurang. Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering ,dijumpai
terutama di daerah tropik, oleh karena itu sangat berkaitan dengan taraf ekonomi
social. Anemia ini merupakan jenis anemia yang paling sering di jumpai pada semua
kelompok umur.
Patogenesis
perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin
menirun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut iron depleted state atau
negative iron balance . keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar ferritin serum,
peningkatan absorbs besi dalam usus serta pengecatan besi dalam sumsum tulang
negtif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus menerus maka cadangan besi
menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoiesis berkurang
sehingga menimbulkan gangguan pada nemtuk eritrosit tetapi anemia secara klinis
belum terjadi, keadaan ini disebut sebagai: iron defincient erythropoiesis. Pada fase
ini kelainan pertama yang dijumpai ialah peningkatan kadar free protophorphyin
atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin menurun dan total
total iron binding capacity (TIBC) meningkat . Apabila jumlah besi turun menerus
maka akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositer, disebut sebagai iron
deficiency anemia. Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada
enzim yang dapat menimbulkan gejalapada kuku, epitel mulut, dan faring serta
berbagai jenis gejala lainnya

 Anemia apalstik

Patofisiologi

Anemia aplastik di ebabkan oleh penurunan sel prekursor dalam susunan tulang
penggantian sumsum dengan lemak. Dapat terjadi secara kongenital maupun
didapat. Dapat juga idiopatik (dalam hal ini ,tanpa penyebab yang jelas), dan
merupakan penyebab utama. Berbagai macam infeksi dan kehamilan dapat
mencetuskannya; atau dapat pula di sebabkan oleh obat,bahan kimia ,atau
kerusakan radiasi. Bahan yang sering menyebabkan aplastik sumsum tulang meliputi
benzene dan turunan benzene.

Berbagai bahan yang kadang menyebabkan aplastik atau hipoplasia meliputi


berbagai antimikrobial, anti kejang,obat antitiroid, obat hipoglikemik oral,anti mini,
analgetik,sedativ, phenothiazine,insektisida, danlogam berat. Yang tersering adalah
antimikrobial, choramphenicol,dan arsenik organik, anti kejang mephenytion(
Mesatoin dan trimethadione ( tridione),obat analgetika antiinflamasi
phenylbutazone, sulfonamide, dan senyawa emas.
Dalam berbagai keadaan, anemia aplastik terjadi saat obat atau bahan kimia masuk
dalam jumlah toksik. Namun pada beberapa orang, dapat timbul pada dosis yang di
ajurkan untuk pengobatan. Kasus terakhir dapat di anggap sebagai reaksio obat
idiosinkrasia pada orang yang sangat peka dengan alasan yang tidak jelas. Apabila
pajanannya segera di hentikan (dalam hal ini, pada saat pertama kali timbul nya
retikulositopenia, anemia, granulositopenia, atau trombositopenia ) dapat diharapkan
penyembuhan yang segera dan sempurna. pria muda di masa pubertas yang
menderita hepatitis mempunyai resiko tinggi mengalami anemia aplastik berat,
dengan angka terata ketahanan hidup enam bulan, transplantasi sumsum tulanng
merupakan penanganan pilihan.

Evaluasi diagnostik

Karena terjadi penurunan jumlah sel dalam sumsum tulang , aspirasi sumsum tulang
sering hanya menghasilkan beberapa tetes darah. Maka perlu di lakukan biobsi untuk
menentukan beratnya penurunan elemen sumsum normal dan penggantian oleh
lemak abnormalitas mungkin terjadi pada sel stem, prekursor granulosit, eritrosit,
dan trombosit. Akibatnya, terjadi pansitopenia (difesiensi semua elemen sel darah)

Manifestasi Klinis

Awitan anemia aplastik biasanya khas yaitu bertahap, di tandai oleh kelemahan,
pucat sekak napas pada saat latihan, dan manifestasi anemia lainnya. Pendarahan
abnormal akibat trombositopenia merupkan gejala satu-satunya pada sepertiga
pasien apabila granilosit juga terlibat, pasien biasanya mengalami demam, faringitis
akut, atau berbagai bentuk lain sepsis dan pendarahan. Tanda fisik selain pucat dan
pendarahan kulit, biasanya tidak jelas. Pemeriksaan hitung darah menunjukan
adanya difesiensi berbagai jenis sel darah ( pansitopenia). Sel darah merah
normositik dan normokronik , atrinya ukuran dan warna nya normal. Sering pasien
tidak mempunyai temuan fisik ynag khas, adenopati (pembesaran kelenjar ) dan
hepatosplenomegali ( pembesaran haati dan limpa).

 Anemia pada penyakit ginjal


Derajat anemkiaa yang terjadi pada pasien dengan penyakit ginjal tahaap akhir
sangaat bervariasi , tetapi secara umum, terjadi pada pasien denga nitrogen urea daeaah
( BUN ) yang lebih dari 10 mg/dl. Gejala anemia biasanya merupakan gejala yabg
paling mengganggu diantaraa gejala lainnya. Hematokrit biasanya turun sampai antara
20% dan 30% , meskipun pada beberapa kasus jarang mencapai di bawah 15%. Sel
darah merah tampak normal pada apusan darah tepi.

Anemia disebabkan oelh menurunnya ketahanan hidup sel darah merah maupun
defisiensi eritropoetin. Beberapa eritropoetin terbukti di produksi di luar ginjal ,
karena terdapat eritopoetin yang masih terus berlangsung bahkan pada pasien yang
ginjalnya telah diangkat.

 Pasien yang menjalani hemodialisis jangka panjang akaan kehilangan darah


kedalam dialiser ( ginjal artifisial sehingga dapat mengalamidefisiensi besi.
Defisiensi asal folat terjadi karena vitamin dapt terbuang kedalam dialisit.
 Pasien diaalisis harus di tangani dengaan pemberian besi dan asam folat.
 Ketersediaan eritropoetin rekombinan ( Epoetin alfa) telah merubah secara
dramatis penatalaksanaan anemia pada penyakit ginjal tahap akhir. Dengan
terapi ini dalam kombinasi dengan penambahan sebi oral dapat di pertahankan
kadar hematokrit antara 33% dan 38%. Penanganan ini telah ,memberikan
hasil yang menggembirakan pada banyak pasien dialisis tertentu. Banyak pasien
melaporkan adanya penurunan kelemahan ,peningkatan tingkat energi ,
peningkatan perasaan sehat, perbaikan toleransi, terhadap latihan dan toleransi
yang lebih baik terhadap penanganaan dialisis.
 Anemia pada penyakit kronis

Berbagai penyakit inflamasi kronis berhubungan dengan anemia jenis normositik.


Normositik ( sel darah merah dengan ukuran dan warna yang normal). Kelainan ini
meliputi ariritis rematoid , abses paru osteomielitis, tuberkolosis dan berbaga
keganasan.

Anemia biasanya ringan dan tidak. Berkembang secara bertahap selama periode waktu
6 sampai 8 minggu dan kemudian stabil pada kadar hematokrit tidak kurang dari 25%.
Hemoglobin jarang turun sampai di bawah 9 g/dl, dan sumsum tulang mempunyai
selularitas normal dengan peningkatan cadangan besi. Kadar poetin rendah mungkin
karena turun nyaa produksi , dan adanya penyekat pada penggunaan besi oleh sel
eritroid. Juga terjadi penurunan sedang ketahanan hidup sel darah merah.

Kebanyakan pasien tidak menunjukan gejala dan tidak memerlukan penanganan untuk
anemia nya. Dengan keberhasilan penanganan kelainan yang mendasari nya, besi
sumsum tulang di pergunakan untuk membuat darah sehingga hemoglobin
meningkat.

Pasien dengan HIV-positif yang mendapat zidovudine (Retrovir) mempunyai risiko


tinggi mengalami anemia akibat supresi sumsum tulang. Epoetin alfa , suatu bentuk
rekombinan eritropoetin manusia., sangat berguna untuk menangani anemia ini
apabila kadar eritropoetin endogen pasien sangat rendah. Cadangan besi serum yang
memadai sangaat di perlukaan agar obat ini efektif meningkatkan kadar hemtrokrit.

 Defisiensi Asam Folat

Asam folat merupakan vitamin lain yang di perlukan untuk pembentukan sel darah
merah yang normal.Disimpilkan dalam berbagai bentuk senyawa ,di kenal sebagai folat
,simpanan folat dalam tubuh jauh lebih kecil di banding vitamin B , sehingga lebih
sering di jumpai defisiensi folat dalam tubuh .Definisi ini sering terjadi pada pasien
yang makan sayur dan buah mentah ( manula yang hidup sendiri . orang miskin atau
orang yang hidup dengan alkoholisme ). Alkohol meningkatkan akan kebutuhan asam
folat dan pada saat yang sama orang yang menderita alkoholisme biasanya makan-
makanan yang kurang mengandung vitamin. Kebutuhan asam folat juga meningkatkan
pada orang yang menderita hemolitikakronis dan pada wanita hamil.

 Pasien yang mendapatkan makanan secara intravena dalam waktu lama atau
nutrisiparanteral total dapatmengalami definisi asam folat setelah beberapa
bulan , kecuali mendapatkan suntikan asam folat IM. Pasien yang menderita
penyakit usus halus mungkin tidak bisa mengabsorsi asam folat secara normal.

Manifestasi klinis.

Semua pasien ini mempunyai temuan khas anemia megaloblastik bersama dengan nyeri
lidah . Gejala definisi asam folat dan vitamin B12 tidak terjadi definisi asam folat .dan
akan menetap bila tidak diberikan tambahan vitamim B12 tidak terjadi pada definisi
asam folat ,dan akan menetap bila tidak diberikan tambahan vitamin B12 .maka harus
di bedakan dengan teliti antara kedua bentuk anemia tersebut .kadar serum kedua
vitamin tersebut dapat di ukur.

 Defisiensi vitamin B12

Defisiensi vitamin B 12 dapat terjadi dalam berbagai bentuk, gangguan ini jarang sebagai
akibat asupan diet yang tidak adekuat,namun dapat terjadi pada vegetarian yang tidak
makan daging samasekali . gangguan absorsi traktus gastrointestinal lebih sering terjadi.

Tidak adanya faktor intriksik dan yang normalnya disekresi oleh sekresi oleh sel lambung
dinamakan anemia pernisiosa.biasanya kelainan pada manula mempunyai kecendrungan
keluarga .Abnormalitasnya terjadi di mukosa gaster ;dinding lambung mengalami atrofi
dan tidak mampu mensekresi faktor intriksik,zat tersebut biasanya mengikat vitamin
B12 dari diet dan mengalir bersama sampai ke ileum,dimana vitamin tersebut
diabsorsbsi. Tanpa adanya faktor intristik,maka vitamin B12 yang diberikan secara oral
tidak tidak dapat diabsorsbsi oleh tubuh. Bahkan apabila vitamin B12 dan faktor
intriksiknya cukup,masih dapat terjadi defisiensi apabila ada penyakit yang mengenai
ileum atau pankreas yang mengganggu absorbsi. Gastrekomi juga menyebabkan
defisiensi vitamin B12.

Manifestasi klinis. Setelah simpanan vitamin B12 tubuh di pecah, pasien mulai
menunjukan tanda-tanda anemia. Mereka menjadi semakin lemah, tidak bertenaga dan
pucat. Efek hematologis defisiensi disertai oleh efek pada sistem organ lain terutama
traktus gastrontestinalis dan sistem saraf. Pasien dengan anemia pernisisosa juga
mengalami kelainan lidah merah, halus,nyeri dan diare ringan. Mereka dapat mengalami
konfusi, namun yang lebih sering adalah parestesia pada ekternitas dan kesulitan menjaga
keseimbangan karena kerusakan sumsum tulang belakang: mereka juga kehilangan
terhadap posisi. Gejala ini berkembang cepat ,meskipun sempanjang jalan perjalanannya
dapat ditandai dengan remisi parsial spontan dan eksaserbasi. Tanpa penanganan, pasien
akan meninggal setelah beberapa tahun, biasanya karena gagal jantung kongesif akibat
anemia.

 Anemia Megaloblastik

Anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan asam folat menunjukkan
perubahan yang sama antara sumsum tulang dan darah tepi, karena kedua vitamin
tersebut esensial bagi sintesis DNA normal. Pada setiap kasus, terjadi hiperplasia
(peningkatan abnormal jumlah sel darah normal) sumsum tulang, dan prekursor eritroid
dan mieloid besar dan aneh; beberapa mengalami multinukleasi. Tetapi, beberapa sel ini
mati dalam sumsum tulang, sehingga jumlah sel matang yang meninggalkan sumsum
tulang menjadi sedikit, terjadilah pansitopenia (defisiensi semua elemen darah). Pada
keadaan lanjut, hemoglobin dapat turun 4 samapi 5 g/dl, hingga sel darah putih 2000
sampai 3000 per mm3, dan hitung trombosit kurang dari 50.000 per mm3, sel darah
merah besar dan PMN hipersegmen.

Anemia defisiensi Fe

Pengaruh Anemia terhadap fungsi sistem sirkulasi

viskositas darah hampir seluruhnya bergantung pada konsentrasi sel darah


merah. Pada anemia berat,viskositas darah dapat turun hingga 1,5 kali viskositas
air,padahal normalnya kira-kira 3 kali viskositas air. Keadaan ini akan megurangi
tahanan terhadap aliran darah dalam pembuluh darah periver ,sehingga jumlah darah
yang mengalir melalui jaringan dan kemudian kembali kejantung jauh melebihi normal.
Hal tersebut akan sangat meningkatkan curah jantung. Selain itu, hipoksia yang terjadi
akibat penurunan transport oksigen oleh darah akan menyebabkan pembuluh darah
jaringan periver berdilatasi, yang selanjutnya meningkatkan jumlah darah yang kembali
ke jantung dan meningkatkan curah jantung sampai nilai yang lebih tinggi, kadang-
kadang tiga sampai empat kali nilai normal. Jadi, salah satu efek utama dari anemia
adalah peningkatan curah jantung dan peningkatan beban kerja pemompaan jantung.
Peningkatan curah jantung pada anemia secara persial mengimbangi efek-efek
pengurangan hantaran oksigen akibat anemia, karena walaupun tiap unit sejumlah darah
hanya mengangkut sejumlah kecil oksigen, namun kecepatan aliran darah dapat cukup
meningkat, sehingga jumlah oksigen yang di alirankan ke jaringan sebenarnya hampir
mendekati normal. Namun, bila pasien anemia mulai berolahraga, saat terjadi
peningkatan kebutuhan jaringan akan oksigen, dapat timbul hipoksia jaringan yang
serius dan timbul gagal jantung akut.

Etiologi

anemia defisien besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, gangguan
absorsi serta kehilangan besi akibat pendarahan menahun:

 Kehilangan besi sebagai akibat pendarahan menahun berasal dari:


 Saluran cerna: akibat dari tukak peptic, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker
lambung, kanker colon, difvertikulosis, hemoroit, dan infeksi cacing tabung.
 Saluran genitalia perempuan: menorrhagia, atau metrorhagia
 Saluran kemih: hematuria.
 Saluran nafas: hemoptoe
 Faktor nutrisi: akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi
(boiavailabilitas) besi tidak baik (makanan yang serat, rendah vitamin C, dan rendah
daging
 Kebutuhan besi meningkat: seperti pada prematuritas anak dalam masa
pertumbuhan dan kehamilan
 Gangguan absorsi: gastrektomi, tropical sprue atau colitis kronik.

Pada orang dewasa anemia defisiensi besi yang dijempai diklinik hampir identic dengan
perdarahan luka menahun. Faktor nutrisi atau peningkaan kebutuhan besi jarang
sebagai penyebab utama. Penyebab perdarahan pasing sering pada laki-laki ialah
perdarahan gastroinstetinal, dinegara tropic paling sering karena infeksi cacing
tambang. Sedangkan pada perempuan dalam masa produksi paling sering karena meno-
metrorhgia.

Penurun absorsi zat besi, hal ini terjadi pada banyak keadaan klinis. Setelah gastrektomi
parsial atau total, asimilasi zat besi dari makanan terganggu, terutama akibat
peningkatan multilitas dan bypass usus halus proximal, yang menjadi tempat utama
absorsi zat besi. Pasien dengan diare kronik atau malabsobsi usus halus juga dapat
menderita defisiensi besi, terutama jika duodenum dan jejunum proximal ikut terlibat.
Kadang-kadang anemia zat besi, merupakan pelopor dari usus non tropical (celiac
spure) yang beresiko mengalami anemia zat besi:

 Wanita menstuasi
 Wanita menyusui atau hamil karena peningkatan kebutuhan zat besi
 Bayi, anak-anak, dan remaja yang merupakan masa pertumbuhan yang cepat
 Orang yang kurang makan makanan yang mengandung zat besi, jarang makan
daging dan telur selama bertahun tahun
 Menderita penyakit maag
 Penggunanan aspirin jangka panjang
 Kanker kolon
 Vegetarian karena tidak makan daging, akan tetapi digangtikan dengan brokoli
dan bayam

Manifestasi Klinis

Orang yang mengalami defisiensi besi mengalami penurunan angka haemoglobin dan sel
darah merah. Nilai haemoglobin berkurang dibandingkan hitungan sel darah merah, oleh sebab
itu sel darah merah cenderung lebih kecil dan relative kurang pigmennya, artinya hipokromi.
Hipokromia merupan penanda defisiensi besi. Pasien dengan defisiensi besi dating pertama
kali dengan gejala anemia. Apabila defisiensinya sangat berat, mereka juga mengalami lidah
halus, nyeri dan pica (keinginan makan sesuatu yang tidak lazim seperti tanah liat, kanji
pakaian, atau es). Gejala ini akan menghilang setelah terapi.

Faktor utama penyebab anemia adalah asupan zat besi yang kurang. Sebesar dua per tiga
zat besi dalam tubuh terdapat dalam sel darah merah haemoglobin. Faktor lain yang
berpengaruh terhadap kejadian anemia antara lain

 gaya hidup seperti merokok,


 minum minuman keras,
 keadaan ekonomi dan demografi,
 pendidikan
 umur
 jenis kelamin
 wilayah

Penyebab Anemia Defisiensi Besi adalah

 Asupan zat besi Rendahnya asupan zat besi sering terjadi pada orang-orang yang
mengkonsumsi bahan makananan yang kurang beragam dengan menu makanan yang
terdiri dari nasi, kacang-kacangan dan sedikit daging, unggas, ikan yang merupakan
sumber zat besi. Gangguan defisiensi besi sering terjadi karena susunan makanan yang
salah baik jumlah maupun kualitasnya yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan
pangan, distribusi makanan yang kurang baik, kebiasaan makan yang salah,
kemiskinan dan ketidaktahuan.
 Penyerapan zat besi Diet yang kaya zat besi tidaklah menjamin ketersediaan zat besi
dalam tubuh karena banyaknya zat besi yang diserap sangat tergantung dari jenis zat
besi dan bahan makanan yang dapat menghambat dan meningkatkan penyerapan besi
kegagalan pasien mencernakan atau mengabsorbsi besi diet yang adekuat untuk
mengkompensasi kebutuhan besi sehubungan dengan pertumbuhan tubuh atau untuk
menggantikan kehilangan darah setelah perdarahan, baik perdarahan yang fisiologis
(mis. Menstruasi), maupun patologis.
 Kebutuhan meningkat Kebutuhan akan zat besi akan meningkat pada masa
pertumbuhan seperti pada bayi, anakanak, remaja, kehamilan dan menyusui.
Kebutuhan zat besi juga meningkat pada kasus-kasus pendarahan kronis yang
disebabkan oleh parasit.
 Kehilangan zat besi Kehilangan zat besi melalui saluran pencernaan, kulit dan urin
disebut kehilangan zat besi basal. Pada wanita selain kehilangan zat besi basal juga
kehilangan zat besi melalui menstruasi. Di samping itu kehilangan zat besi disebabkan
pendarahan oleh infeksi cacing di dalam usus.

Komplikasi
Berikut ini terdapat beberapa factor yang menyebabkan anemia defisiensi besi, diantaranya
adalah :

a. Malnutrisi

Kurangnya asupan za besi dalam makanan menjadi penyebab anemia nomor satu di
Indonesia. Hal ini disebakan karena kurangnya mengvariasikan menu makanan
seharihari. Penderita anemia perlu meningkatkan jumlah konsumsi makanan yang kaya
akan zad besi dan memuat makanan yang memenuhi gizi seimang. Diantaranya seperti
ayam, brokoli, ikan, kandungan zad besi yang tinggi.

b. Talasemia
Talasemia adalah penyakit genetik yang menyebabkan penderitanya memiliki
tingkat hemoglobin dan sel darah merah di bawah normal. Tingkat penderita
talasemia di Indonesia cukup tinggi dibandingkan dengan negara-negara lainnya.
Jika tidak ditangani atau dikendalikan dengan baik, penderita talasemia berisiko
tinggi untuk mengalami anemia.

c. Masa kehamilan dan kebutuhan zat besi yang meningkat


Masa kehamilan adalah waktu yang paling riskan bagi wanita untuk terkena anemia
defisiensi besi. Ada beberapa wanita hamil membutuhkan suplemen penambah zat
besi. Ada juga wanita yang hanya perlu meningkatkan jumlah zat besi dalam menu
makanannya. Pada saat hamil, kebutuhan zat besi wanita meningkat karena
pertumbuhan janin membutuhkan zat besi yang diserapnya dari darah sang ibu.
Pendarahan yang berlebihan pada saat melahirkan juga bisa memicu munculnya
anemia defisiensi besi pada wanita.

d. Pendarahan secara berlebihan saat menstruasi


Menstruasi atau haid adalah penyebab yang umum dari anemia defisiensi besi pada
wanita yang berada dalam masa produktif atau subur. Anemia akan muncul ketika
terjadi pendarahan secara berlebihan pada beberapa siklus menstruasi. Kondisi ini
lebih dikenal dengan istilah menorrhagia.

e. Makanan obat-obatan yang menghambat penyerapan zat besi


Kebiasaan orang Indonesia yang suka mengonsumsi teh dan kopi bisa menghambat
penyerapan zat besi ke dalam tubuh. Cokelat memiliki dampak yang sama dalam
menghambat penyerapan zat besi. Jenis-jenis makanan ini mengandung zat tanin,
oxalate dan phytate yang menghalangi proses penyerapan zat besi di sistem
pencernaan tubuh. Obat sakit maag yang dikenal sebagai antasida juga memiliki
efek yang sama. Antasida dapat mengurangi produksi asam lambung, padahal agar
dapat diserap oleh usus, kandungan zat besi di dalam makanan perlu dipaparkan
asam lambung terlebih dahulu.

f. Efek samping obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS)


Selain itu, pemakaian ibuprofen dan aspirin dalam jangka panjang juga bisa
menyebabkan pendarahan pada sistem pencernaan. Kedua obat ini digolongkan
dalam obat anti inflamasi non steroid (OAINS). OAINS memiliki efek samping
yang bisa menyebabkan tukak atau luka pada dinding lambung atau. Jika dibiarkan,
luka pada lapisan dinding lambung bisa mengalami pendarahan terus-menerus dan
secara perlahan-lahan sehingga akhirnya menyebabkan anemia.

g. Infeksi cacing tambang


Cacing tambang adalah parasit yang hidup di dalam usus halus manusia. Banyak
orang yang terinfeksi cacing tambang dan tidak menyadarinya karena tidak
memiliki gejala yang signifikan. Cacing tambang menyerap dan mencerna sel
darah merah dari dinding usus halus. Infeksi yang parah bisa menyebabkan
kehilangan selera makan, penurunan berat badan, kelelahan, dan anemia defisiensi
besi. Jika dibiarkan, infeksi cacing tambang pada akhirnya bisa mengganggu
perkembangan mental, intelektual dan kognitif anak.

Diagnosis

Diagnosis anemia defisiensi ditegakkan berdasarkan:

1. Anamnesis
a. Riwayat faktor predisposisi dan etiologi
 Kebutuhan meningkat secara fisiologis terutama pada masa
pertumbuhan yang cepat, menstruasi, dan infeksi kronis
 Kurangnya besi yang diserap karena asupan besi dari makanan tidak
adekuat malabsorpsi besi
 Perdarahan terutama perdarahan saluran cerna (tukak lambung,
penyakit Crohn, colitis ulserativa)
b. Pucat, lemah, lesu, gejala pika
2. Pemeriksaan fisis
a. anemis, tidak disertai ikterus, organomegali dan limphadenopati
b. stomatitis angularis, atrofi papil lidah
c. ditemukan takikardi ,murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran jantung
3. Pemeriksaan penunjang
a. Hemoglobin, Hct dan indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) menurun
b. Hapus darah tepi menunjukkan hipokromik mikrositik
c. Kadar besi serum (SI) menurun dan TIBC meningkat , saturasi menurun
d. Kadar feritin menurun dan kadar Free Erythrocyte Porphyrin (FEP) meningkat
e. sumsum tulang : aktifitas eritropoitik meningkat
mind concept

Anemia

Penurunan retikulosit Peningkatan retikulosit

Kegagalan Peningkatan Hemolisis


Perdarahan
hematopoiesis

Resesif otosom
Kegagalan sumsum
Produksi SDM menurun
tulang
Pewarisan dua salinan gen
Depresi sumsum Hb defektif
tulang Eritrosit menurun
Kaku dan membentuk
konfigurasi seperti sabit
Anemia aplasia Anemia mikrositik Anemia makrositik

Terpajang oksigen
Pembentukan SDM kecil Anemia defisiensi asam bertekanan rendah
& pucat folat & B12

Se berubah bentuk
Kekurangan asam folat &
SDM menurun Hb
vitamin B12
menurun
Anemia sel sabit
Ganggua replikasi
Feritin menurun
DNA

Besi serum
Sumsum tulang menghasilkan Anemia
menurun
sel darah merah yang besar megaloblastik

Anemia defisiensi besi

Gangguan
Dipsnea
penyerapan nutrisi

Ketidakefektifan Penurunan Atrofi papilah


Disfagia
pola napas transpotr O2 lidah

Kehilangan nafsu Kesulitan menelan


Hipoksia
makan

Kelelahan, lemas & Intake nutrisi menurun Kerusakan epotel


lesu (anoreksia) hipofaring

Intoleransi Nyeri
Ketidakseimbangan
aktivitas
nutrisi dari kebutuhan
tubuh
Daftar Pustakan

Brunner & Suddart. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. (Edisi 8. Vol 2). Jakarta :
EGC

Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. (Edisi 11). Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai