MEKANIKA REKAYASA II
Oleh :
ALBERT AUN UMBU NDAY, ST., M. Eng
Bab 1. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Modul ini sebagai suatu pengantar untuk memahami mata kuliah Mekanika Rekayasa II
dan memahami berbagai karateristik penampang.
C. Kaitan Modul
Modul ini sebagai pengantar dari modul-modul selanjutnya
D. Sasaran Pembelajaran
1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian besaran karaterisrik penampang
2. Mahasiswa mampu menghitung besaran karateristik penampang
Bab 2. PEMBAHASAN
Pokok bahasan yang terdapat pada Mekanika Rekayasa II lebih mengacu pada
pembelajaran material bahan atau lebih umumnya dikenal dengan Mekanika Bahan.
Mekanika Bahan adalah Mekanika terapan yang membahas perilaku benda padat yang
(stiffness) dan stabilitas (stability) material, atau lebih spesifiknya mempelajari tentang
kita memperoleh besaran-besaran ini untuk semua beban hingga mencapai kegagalan
struktur, maka kita memperoleh gambaran lengkap mengenai perilaku mekanis struktur
tersebut.
1. Setiap elemen harus mampu menahan gaya luar (eksternal) yang bekerja dalam sistem
struktur;
2. Deformasi yang bekerja tidak boleh secara berlebihan meskipun kekuatan material masih
mencukupi. Hal ini disebabkan apabila deformasi yang terlalu besar dapat menyebabkan
kegagalan struktur.
3. Pada saat beban bekerja semua elemen struktur harus dalam kondisi setimbang.
2.2. Anggapan dasar dalam analisis matematis
1. Kontinuitas (continuity). Semua titik bermateri pada elemen struktur dianggap selalu
berhubungan secara kontinu. Pada kenyataannya tidak ada material yang sempurna,
karena setiap bahan tersusun atas atom yang berongga. Namun dalam asumsi setiap
elemen lebih besar dari jarak susunan atom, maka asumsi ini digunakan.
2. Homogen (homogeneity) asumsi ini menyatakan bahwa semua titik bermateri yang ada
3. Isotropis (isotropy) asumsi ini menyatakan bahwa semua titik bermateri yang ada dalam
elemen struktur memiliki sifat (properties) yang sama dalam segala arah.
4. Tidak ada tegangan awal (stress-free material), hal ini berarti dalammaterial yang
digunakan sebagai elemen struktur bebas dari segala tegangan sisa (residual stress) yang
5. Memenuhi prinsip Saint Venant yang menyatakan distribusi tegangan yang terdapat
bagian ujungnya.
Pada bidang sipil berbagai elemen struktur dapat dibedakan menurut jenis beban yang
Kolom merupakan batang tekan yang pada umumnya diletakkan pada posisi vertical.
Kantilever merupakan balok dengan tumpuan jepit pada salah satu ujungnya.
2.4. Tumpuan
Jenis-jenis tumpuan yang sering digunakan dalam bidang teknik sipil dapat dibedakan
menurut arah reaksi dan kekangan yang diberikan. Jenis-jenis tumpuan tersebut meliputi :
1. Rol merupakan tumpuan yang memberikan reaksi dalam arah vertical, sehingga terjadi
3. Sendi merupakan tumpuan yang memberikan reaksi dalam arah vertical, horisontal,
digunakan. Misalnya, beban aksial yang bekerja pada suatu batang akan menimbulkan
intensitas gaya (tegangan) yang dihitung sebagai besaran gaya per satuan luas penampang,
sehingga mincul kebutuhan untuk menentukan luas tampang datar dalam perhitungan
tegangan.
Semua besaran sifat tampang datar dapat diwakili dengan formulasi terpadu yang ada
dibawah ini :
𝑀𝑟𝑛 = ∫ 𝑟 𝑛 𝑑𝐴 = ∫𝐴 (𝑥 2 + 𝑦 2 )𝑛/2 𝑑𝐴
𝐴
Dimana 𝑀𝑥𝑚 merupakan momen ke-m dari tampang datar terhadap sumbu X, 𝑀𝑦𝑛 momen
ke-n terhadap sumbu Y dan 𝑀𝑟𝑛 adalah momen ke-n tampang datar terhadap sumbu Z,
Luas tampang (A) merupakan luas bidang datar yang dihitung menurut fungsi sumbu X
dan Y, mewakili luas tampang melintang elemen struktur yang menanggung beban
diatasnya. Rumus untuk menghitung luas tampang merupakan kasus paling khusus dari
Didefinisikan sebagai momen pertama luasan tampang yang dihitung berdasarkan jarak
pusat berat luasan (A) terhadap sumbu yang ditinjau (X dan Y). rumus yang digunakan untuk
menghitung momen statis ini didapatkan dengan menggunakan formulasi umum sifat
penampang datar (rumus 1 dan 2) dengan nilai m dan n = 1 sehingga diperoleh persamaan :
𝑆𝑥 = 𝑀𝑥1 = ∫𝐴 𝑦 𝑑𝐴
𝑆𝑦 = 𝑀𝑦1 = ∫𝐴 𝑥 𝑑𝐴
Titik berat suatu penampang dapat dipandang sebagai sebuah titik, yang jika seluruh
permukaan dipusatkan (lumped) disana, akan memberikan momen statis yang nilainya sama
terhadap kedua sumbu atau terhadap sumbu manapun juga, dengan kata lain momen statis
suatu penampang terhadap semua garis yang melalui pusat berat penampang selalu nilai
nol. Koordinat pusat berat dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini ;
2.9. Momen Inersia
Momen inersia (Ix dan Iy) merupakan momen kedua dari luasan tampang (A) yang
dihitung menurut kuadrat jarak antara pusat berat luasan dengan sumbu yang ditinjau X dan
Y, sedangkan momen inersia (J) dihitung terhadap sumbu tegak lurus luasan tampang
(sumbu Z) yang disebut sebagai momen inersia polar. Nilai ketiga jenis momen inersia
tersebut (Ix, Iy dan J) selalu berharga positif. Momen sentrifugal (Ixy) yang dihitung
berdasarkan jarak luasan tampang terhadap sumbu X dan Y dapat mengambil semua nilai
real (positif, negative, maupun nol). Rumus yang digunakan untuk menghitung momen statis
ini didapatkan menggunakan rumus pada formulasi umum sifat penampang datar (rumus 1
dan 2) dengan nilai m = n =2, nilai m = n = 1 pada rumus 3 dan nilai n = 2 pada rumus 4,
Bab 1. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Modul ini sebagai suatu pendahuluan awal untuk mengetahui Tegangan Regangan
pada suatu struktur, pada kaitan dengan modul sebelumnya sebagai bahasan yang
lebih spesifik tentang karateristik bahan.
C. Kaitan Modul
Modul ini sebagai dasar awal menghitung Tegangan Regangan pada Modul selanjutnya.
D. Sasaran Pembelajaran
1. Mahasiswa dapat memahami konsep dasar Tegangan Regangan
2. Mahasiswa dapat menggambar Tegangan Regangan elemen struktur
Bab 2. PEMBAHASAN
Konsep dasar dalam Mekanika Bahan adalah Tegangan dan Regangan. Konsep ini
dapat diilustrasikan dalam bentuk paling mendasar dengan meninjau sebuah batang
prismaris yang mengalami gaya aksial. Batang prismatic adalah sebuah elemen structural
lurus yang mempunyai penampang konstan di seluruh panjangnya, dan gaya aksial adalah
beban yang mempunyai arah sama dengan sumbu elemen, sehingga mengakibatkan
Pembahasan dapat kita tinjau sebagai gambaran batang penderek seperti pada
Gambar 1-1 dan mengisolasi salah satu segmennya sebagai benda bebas (Gambar 1-2a).
Sewaktu menggambar diagram benda bebas ini, kita abaikan berat batang dan kita
asumsikan gaya yang aktif hanyalah gaya aksial P diujung-ujungnya. Selanjutnya kita tinjau
dua kondisi batang tersebut, yang pertama sebelum beban diterapkan (Gambar 1-2b) dan
yang kedua beban setelah diterapkan (Gambar 1-2c). Perhatikan bahwa panjang semula dari
batang ditunjukkan dengan huruf L dan pertambahan panjangnya dengan hruf yunani 𝛿
(delta). Tegangan internal di batang akan terlihat apabila sebuah potongan imajiner melalui
batang pada bagian mn (Gambar 1-2c). Karena potongan ini diambil tegak lurus sumbu
longitudinal batang, maka disebut potongan melintang (penampang). Sekarang kita isolasi
bagian batang di kiri potongan mn sebagai benda bebas (Gambar 1-2d). Di ujung kanan dari
benda bebas ini (potongan mn) ditunjukkan aksi yang diberikan oleh bagian yang
dihilangkan dari batang tersebut (yaitu bagian dikanan potongan mn) terhadap bagian
sisanya. Aksi ini terdiri atas gaya terdistribusi kontinu yang bekerja pada seluruh
penampang. Intensitas gaya (yaitu gaya per satuan luas) disebut tegangan dan diberi notasi
huruf yunani 𝜎 (sigma). Jadi, gaya aksial P yang bekerja di penampang adalah Resultan dari
tegangan yang terdistribusi kontinu. (Gaya resultan ditunjukkan dengan garis putus-putus di
(Gambar 1-2d), kita dapat melihat bahwa resultan harus sam dengan intensitas 𝜎 dikalikan
dengan luas penampang (A) dari batang tersebut. Dengan demikian, kita mendapatkan
𝑃
𝜎=
𝐴
Gambar 1.1. Elemen struktur yang mengalami beban aksial. (Batang penderek
mengalami tarik dan batang roda pendaratan mengalami tekan)
Gambar 1-2 Batang prismatic yang mengalami tarik (a) diagram benda bebas dari
segmen batang, (b) segmen batang sebelum dibebani, (c) segmen batang sesudah
dibebani, (d) tegangan normal pada batang
Sebagaima telah diamati, suatu batang lurus akan mengalami perubahan panjang
apabila dibebani secara aksial, yaitu menjadi panjang jika mengalami tarik dan menjadi
pendek jika mengalami tekan. Sebagai contoh, tinjau kembali batang prismatis dalam
gambar 1-2. Perpanjang 𝛿 dari batang ini (Gambar 1-2c) adalah hasil kumulatif dari
perpanjangan semua elemen bahan di seluruh volume batang, Asumsikan bahwa bahan
tersebut sama dimanapun di dalam batang. Selanjutnya, jika kita meninjau setengah bagian
dari batang (Panjangnya L/2), bagian ini mempinyai perpanjangan 𝛿⁄2, dan jika kita
meninjau seperempat bagian dari batang, bagian ini akan memiliki perpanjangan yang sama
dengan 𝛿⁄4. Dengan cara yang sama, satu satuan panjang dari batang tersebut akan
mempunyai perpanjangan yang sama dengan 1/L kali perpanjangan total 𝛿. Dengan proses
ini kita akan sampai pada konsep perpanjangan per satuan panjang, atau regangan, yang
𝛿
𝜀=
𝐿
Jika batang tersebut mengalami tarik, maka regangannya disebut regangan tarik, yang
menunjukkan perpanjangan bahan. Jika batang mengalami tekan, maka regangannya adalah
regangan tekan dan batang tersebut memendek. Regangan tarik biasa bernilai positif dan
regangan tekan bernilai negative. Regangan 𝜀 disebut regangan normal karena regangan ini
Hasil-hasil pengujian biasanya bergantung pada ukuran benda uji. Karena sangat kecil
kemungkinan bahwa kita menggunakan struktur yang ukurannya sama dengan ukuran
benda uji, maka kita perlu menyatakan hasil pengujian dalam bentuk yang dapat ditetapkan
pada elemen struktur yang berukuran berapapun. Jika luas awal benda uji digunakan dalam
perhitungan, maka tegangan yang diperoleh disebut tegangan nominal (nama lainnya
Bentuk-bentuk tegangan regangan pada dasarnya hampir mirip satu sama lain tergantung
material yang digunakan sebagi pembedanya. Untuk memberi gambaran yang lengkap
mengenai Diagram Tegangan Regangan, kita ambil salah satu contoh yaitu diagram
Diagram tersebut dimulai dengan garis lurus dari pusat sumbu O ke titik A, yang berarti
bahwa hubungan antara tegangan dan regangan pada daerah awal ini bukan saja linear
regangan tidak ada lagi; jadi tegangan di A disebut limit prporsional. Kemiringan garis lurus
regangan, maka modulus elastisitas mempunyai satuan yang sama dengan tegangan.
Dengan meningkatnya tegangan hingga melewati limit proporsional maka regangan mulai
meningkat secara lebih cepat lagi untuk setiap pertambahan panjang. Dengan demikian
sampai pada titik B kurva tersebut menjadi horizontal. Mulai dari titik ini, terjadi
perpanjangan yang cukup besar pada benda uji tanpa adanya pertambahan gaya tarik (dari
B ke C). Fenomena ini disebut luluh dari bahan, dan titik B disebut titik luluh. Tegangan yang
berkaitan dengan ini disebut tegangan luluh dari baja. Di daerah antara B dan C, bahan ini
disebut menjadi plastis sempurna, yang berarti bahan ini berdeformasi tanpa adanya
pertambahan beban. Adanya regangan yang sangat besar di daerah plastis (dan setelah itu)
adalah alas an mengapa diagram tersebut diplot tidak berskala. Sesudah mengalami
regangan besar yang terjadi selama peluluhan di daerah BC, baja mulai mengalami
pengerasan regang (strain hardening), selama itu bahan mengalami perubahan dalam
struktur kristalin, yang menghasilkan peningkatan resistensi bahan terhadap deformasi lebih
lanjut. Perpanjangan benda uji di daerah ini membutuhkan peningkatan beban tarik,
tersebut pada akhirnya mencapai harga maksimumnya, dan tegangan pada saat itu (di titik
D) disebut tegangan ultimate. Penarikan beban dan akhirnya terjadi putus/patah di suatu
Tegangan luluh dan tegangan ultimate pada suatu bahan disebut juga masing-masing
kekuatan luluh dan kekuatan ultimate. Kekuatan adalah sebutan umum yang merujuk pada
kapasitas suatu struktur untuk menahan beban. Sebagai contoh, kekuatan luluh dari suatu
balok adalah besarnya beban yang dibutuhkan untuk terjadinya luluh di balok tersebut, dan
kekuatan ultimate dari suatu rangka batang adalah beban maksimul yang dapat dipikul,
yaitu beban gagal. Tetapi, dalam melakukan uji tarik suatu beban, kita definisikan kapasitas
pikul beban dengan tegangan di suatu benda uji, bukannya total yang bekerja pada benda
Bab 1. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Modul ini memuat langkah-langkah dalam pengujian tegangan regangan dan sebagai
dasar untuk menentukan kekuatan struktur, pada kaitan dengan modul sebelumnya
sebagai bahasan yang lebih spesifik untuk menentukan kekuatan struktur.
C. Kaitan Modul
Modul ini sebagai pedoman awal untuk mengetahui besarnya deformasi pada Modul
selanjutnya.
D. Sasaran Pembelajaran
1. Mahasiswa dapat menentukan kekuatan struktur
2. Mahasiswa dapat memahami pergerakan struktur sebelum dan setelah struktur
dibebani
Bab 2. PEMBAHASAN
2.1. Penentuan Kekuatan Struktur / Tegangan normal tekan dan tarik
Pada bahasan sebelumnya kita sudah mengetahui konsep dasar tegangan regangan
pada suatu struktur, gambaran yang paling lengkap tentang diagaram tegangan regangan
sudah di tunjukkan dengan contoh dari diagram tegangan regangan baja pada modul
Pada sebuah pengujian selinder beton dengan panjang awal selinder 30 cm dengan
diameter selinder 15 cm, diujikan pada mesin pengujian desak UTM dengan pengamatan
sebagai berikut :
Beban (t) 10 20 30 40 50 55
Tentukan :
𝑃
Rumus tegangan : 𝜎 = (𝑁⁄ )
𝐴 𝑚𝑚2
∆𝑙
Rumus tegangan : 𝜀 = 𝑙
Beban (t) 10 20 30 40 50 55
besar regangan koreksi yang terjadi dengan menarik garis diluar garis linear tegangan
regangan dari titik yang tidak linear, hal ini dilakukan sehingga kita dapat memprediksi
besarnya regangan yang akan terjadi setelah terjadi luluh pada selinder beton. Berikut
Beban (t) 0 10 20 30 40 50 55
Beban (N) 0 100000 200000 300000 400000 500000 550000
Panjang (mm) 300 299 298 297 296 294 292
𝜎 0 5.6588 11.318 16.977 22.635 28.294 31.124
𝜀 0 0.0033 0.0067 0.01 0.0133 0.02 0.0267
𝜀 koreksi 0.0033 0.0066 0.01 0.0133 0.0166 0.0233 0.03
35
30
25
20
15
10
0
0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0.035
Modulus Elastic
𝜎𝑦
𝐸=
𝜀𝑦
Untuk nilai 𝜎𝑦 adalah besarnya tegangan saat selider beton luluh dan 𝜀𝑦 adalah
22.635
𝐸 = 0.0133 = 1697,7 MPa
Modulus Kenyal
1 1
𝐸𝑘𝑒𝑛𝑦𝑎𝑙 = 2 . (𝜎𝑦 . 𝜀𝑦 ) = 2 . (22.635 𝑥 0.0133) = 0,1509 MPa
𝜎40𝑡 400000
𝜀𝑒𝑙𝑎𝑠𝑡𝑖𝑘 = 𝜎𝑦
. 𝜀𝑦 = 300000 .0,001 = 0,0133
𝜎40𝑡 400000
𝐸𝑠𝑒𝑘𝑎𝑛 = 𝜀 = 0,0067
= 60000000 MPa
𝑝𝑙𝑎𝑠𝑡𝑖𝑘
Seperti sudah dibahas diatas, untuk penentuan kekuatan tarik pada baja atau kayu
dilakukan hal yang sama, yang membedakan bila pengujian tarik maka benda uji akan
bertambah panjang.
MODUL 4
Judul : Deformasi
Bab 1. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Modul ini memuat konsep dasar deformasi pada struktur dan penentuan besarnya
deformasi pada struktur, pada kaitan dengan modul sebelumnya sebagai bahasan
perilaku struktur.
C. Kaitan Modul
Modul ini sebagai pedoman awal deformasi struktur.
D. Sasaran Pembelajaran
1. Mahasiswa dapat merumuskan konsep deformasi struktur
2. Mahasiswa dapat menganalisa besarnya deformasi struktur
Bab 2. PEMBAHASAN
2.1. Konsep dasar analisa struktur
Sebelum kita memahami lebih lanjut mengenai deformasi dan sifatnya, kita pahami
lebih dahulu konsep dasar analisa struktur, yang berfungsi memberikan gambaran perilaku
Suatu struktur diberi atau melayani beban-beban yang bekerja padanya maka beban yang
bekerja disebut gaya luar (external forces), didalam struktur sendiri ada gaya yang bekerja
menahan/melayani beban luar, gaya dalam struktur ini disebut gaya dalam (internal forces).
Apabila gaya luar bekerja sangat besar dan gaya dalam tidak mampu lagi melayaninya, maka
akan terjadi suatu perubahan pada struktur yang meliputi dua kondisi yaitu deformasi atau
gaya normal, torsi) dan menghitung deformasi (deformasi aksial, deformasi geser, deformasi
equilibrium, constitutive law, dan compatibility lebih lengkap dibahas pada mata kuliah
Pada bahasan ini kita akan membahas tentang deformasi atau perubahan bentuk
struktur, deformasi ada 4 kondisi yaitu : deformasi lentur, deformasi geser, deformasi aksial,
dan deformasi torsi.
Deformasi lentur terjadi akibat momen lentur (M), batang akan mengalami
deformasi lentur dan menimbulkan perpindahan berupa translasi searah tegak lurus sumbu
batang (Δ) dan rotasi terhadap sumbu yang tegak lurus bidang struktur (θ).
Mc1 Mc2
c t
Iz Iz
My
x
Iz
My
x x
E EI z
x dx
d L x d L x
M M
d dx dx
y EI z EI z
L
ML2
d L x
L M
d
M
dx dx
EI z 0
EI z 2 EI z
0
geser dan menimbulkan perpindahan berupa translasi tegak lurus sumbu batang (Δs).
tegangan geser
V .Q
Regangan geser
I zb G
E
G
21
V .dx
d
GA
L
f .P
s d
G. A 0
dx f .P.L
G. A
2.4. Deformasi Aksial
Deformasi aksial terjadi akibat gaya P searah batang, maka batang akan mengalami
deformasi aksial dan menimbulkan perpindahan translasi searah sumbu batang.
A
A,E,L
?
T .r π.R 4
J momen inersia polar
J 2
T .R
max GJ kekakuan t orsi
J
T .r
G G. J
max T .R
max
G G.J
max T T
L
d dx dx d dx
R GJ 0
GJ
MODUL 5
Bab 1. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Modul ini memuat konsep dasar konsentrasi tegangan pada kondisi lentur dan geser,
pada kaitan dengan modul sebelumnya sebagai bahasan perilaku struktur.
C. Kaitan Modul
Modul ini sebagai analisa tegangan pada kondisi lentur dan geser sebagai dasar teori
dalam menentukan defleksi pada balok.
D. Sasaran Pembelajaran
1. Mahasiswa dapat menganalisa tegangan pada kondisi lentur dan geser
Bab 2. PEMBAHASAN
2.1. Konsep dasar konsentrasi tegangan pada kondisi lentur dan geser
Rumus lentur dan geser yang dibahas dalam modul-modul sebelumnya berlaku
untuk balok tanpa lubang, takikan, atau perubahan dimensi mendadak. Manakala
diskontuinitas seperti ini ada, tegangan local yang tinggi akan terjadi. Konsentrasi tegangan
seperti ini dapat menjadi sangat penting pada elemen struktur yang terbuat dari bahan
Untuk ilustrasi, dua kasus konsentrasi tegangan di balok dibahas di bahasan ini.
Kasus pertama adalah balok penampang persegi panjang dengan lubang di sumbu netral
(Gambar 2). Balok ini mempunyai tinggi h dan tebal b (tegak lurus bidang gambar) dan
mengalami lentur murni akibat aksi momen lentur M. Apabila diameter d lubang adalah
kecil disbandingkan dengan tinggi h, maka distribusi tegangan di potongan melintang yang
melalui lubang kerang lebih seperti terlihat pada Gambar 2.1a. Di titik B pada tepi lubang,
tegangan jauh lebih besar daripada tegangan yang dapat ada di titik tersebut seandainya
tidak ada lubang. (Garis putus-putus di dalam gambar tersebut menunjukkan distribusi
tegangan tanpa lubang). Namun, apabila kita berjalan menuju tepi luar balok (menuju titik
A), distribusi tegangan bervariasi secara linear terhadap jarak dari sumbu netral dan hanya
Apabila lubangnya relative besar, maka pola tegangan kurang lebih seperti terlihat
pada gambar 2.1b. Ada peningkatan tegangan di titik B dan hanya sedikit perubahan
tegangan di titik A dibandingkan dengan distribusi tegangan di balok tanpa lubang (sekali
lagi, ini ditunjukkan dengan garis putus-putus). Tegangan di C lebih besar daripada tegangan
Penyelidikan lebih dalam telah menunjukkan bahwa tegangan di tepi lubang (titik B)
kurang lebih dua kali tegangan nominal di titik tersebut. Tegangan nominal dihitung dengan
𝑀𝑦
cara standar, yaitu, 𝜎 = 𝐼
, dimana y adalah jarak d/2 dari sumbu netral di titik B dan I
adalah momen inersia penampang neto di lokasi lubang. Jadi, kita mempunyai rumus
𝑀𝑦 12 𝑀𝑑
𝜎𝐵 = 2 =
𝐼 𝑏(ℎ3 − 𝑑3 )
Di tepi luar balok (di titik C), tegangan kurang lebih sama dengan tegangan nominal (bukan
𝜎𝐵
Pada kedua persamaan diatas kita lihat bahwa rasio 𝜎𝐶
kurang lebih 2d/h. Jadi kita
simpulkan bahwa apabila rasio d/h antara diameter terhadap tinggi balok melebihi ½, maka
tegangan terbesar di titik B, Apabila d/h kurang dari 1/2, maka tegangan terbesar ada di titik
C.
Kasus selanjutnya kita bahas balok persegi panjang dengan takik pada Gambar 2.2.
Balok pada balok tersebut mengalami lentur murni dan mempunyai tinggi h dan tebal b
(tegak lurus bidang gambar). Juga, tinggi neto balok (yaitu, jarak antar dasar masing-masing
maksimum untuk balok ini terjadi di dasar takikan dan dapat jauh lebih besar daripada
tegangan nominal di titik yang sama. Tegangan nominal dihitung dari rumus lentur dengan
ℎ1 𝑏ℎ13
𝑦= 2
dan = 12
; jadi
𝑀𝑦 6𝑀
𝜎𝑛𝑜𝑚 = = 2
𝐼 𝑏ℎ1
nominal :
𝜎𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝐾𝜎𝑛𝑜𝑚
Gambar 2.2. Faktor konsentrasi tegangan K untuk balok bertakikan dengan penampang
persegi panjang yang mengalami lentur murni (h = tinggi balok, b = tebal balok, tegak
lurus bidang gambar). Garis putus adalah takikan setengah lingkaran (h = 𝒉𝟏 + 2R)
ℎ
Faktor konsentarsi tegangan K diplot dalam Gambar 2.2 untuk beberapa harga rasio ℎ1
.
Perhatikan bahwa apabila takikan menjadi “lebih tajam” yaitu rasio 𝑅⁄ℎ menjadi lebih kecil,
1
Bab 1. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Modul ini memuat tegangan normal maksimum dan tegangan normal minimum, pada
kaitan dengan modul sebelumnya sebagai bahasan lanjutan tegangan normal.
C. Kaitan Modul
Modul ini memuat penjelasan tegangan-tegangan normal bekerja dan sebagai dasar
untuk pembahasan modul selanjutnya.
D. Sasaran Pembelajaran
1. Mahasiswa dapat memahami Tegangan normal maksimum dan tegangan normal
minimum
Bab 2. PEMBAHASAN
Tegangan normal maksimum dan minimum, yang disebut sebagai tegangan utama,
dapat dicari dari persamaan transformasi untuk tegangan normal 𝜎𝑥1 dibawah.
𝜎𝑥 +𝜎𝑦 𝜎𝑥 −𝜎𝑦
𝜎𝑥1 = 2
+ 2
𝑐𝑜𝑠2𝜃 + 𝜏𝑥𝑦 𝑠𝑖𝑛2𝜃 ……1)
𝜎𝑥 −𝜎𝑦
𝜏𝑥1𝑦1 = − 2
𝑠𝑖𝑛2𝜃 + 𝜏𝑥𝑦 𝑐𝑜𝑠2𝜃 ……2)
𝜎𝑥 +𝜎𝑦 𝜎𝑥 −𝜎𝑦
𝜎𝑦1 = 2
+ 2
𝑐𝑜𝑠2𝜃 − 𝜏𝑥𝑦 𝑠𝑖𝑛2𝜃 ……3)
Dengan mengambil turunan dari 𝜎𝑥1 terhadap 𝜃 dan menyamakan dengan nol, maka kita
akan memperoleh suatu persamaan yang dapat digunakan untuk mencari 𝜃 yang
𝑑𝜎𝑥1
= −(𝜎𝑥 − 𝜎𝑦 ) sin 2 𝜃 + 2𝜏𝑥𝑦 cos 2𝜃 = 0 …4)
𝑑𝜃
Yang menghasilkan :
2𝜏𝑥𝑦
tan 2𝜃𝑝 = 𝜎 …..5)
𝑥 −𝜎𝑦
Subskrip p menunjukkan bahwa sudut 𝜃𝑝 adalah orientasi bidang utama, artinya bidang
dimana tegangan utama bekerja. Dua harga sudut 2𝜃𝑝 didalam selang 0ᴼ sampai 360ᴼ
dapat diperoleh dari persamaan diatas. Kedua harga tersebit berbeda 180ᴼ, dengan satu
harga antara 0ᴼ dan 180ᴼ dan harga lain diantara 180ᴼ dan 360ᴼ. Dengan demikian, sudut
𝜃𝑝 mempunyai dua harga yang berbeda 90ᴼ, satu harga antara 0ᴼ dan 90ᴼ dan harga lain
diantara 90ᴼ dan 180ᴼ. Kedua harga 𝜃𝑝 dikenal sebagai sudut utama. Untuk salah satu sudut
tersebut, tegangan normal 𝜎𝑥1 adalah tegangan utama maksimum; sedangkan untuk sudut
satu lagi, tegangannya adalah tegangan utama minimum. Karena sudut-sudut utama
berbeda 90ᴼ, maka kita lihat bahwa tegangan utama terjadi pada bidang-bidang yang saling
tegak lurus.
dan memecah harga 𝜎𝑥1. Dengan menentukan tegangan utama secara demikian, kita tidak
utama manakah yang berkaitan dengan masing-masing sudut utama. Kita dapat pula
……………….6)
…………….8)
Sedangkan tegangan utama yang lebih kecil , yang diberi notasi 𝜎2 , dapat diperoleh dari
kondisi bahwa jumlah tegangan normal di bidang-bidang yang saling tegak lurus adalah
konstan
……………9)
Dengan memasukkan 𝜎1 ke dalam persamaan 9), dan memecahkan 𝜎2 , maka kita dapatkan
………….10)
……………11)
MODUL 7
Bab 1. Pendahuluan
E. Latar Belakang
Modul ini memuat cara kerja beban yang bekerja pada balok yang mengakibatkan
lendutan/defleksi pada balok, pada kaitan dengan modul sebelumnya sebagai bahasan
perilaku struktur balok.
G. Kaitan Modul
Modul ini memuat penjelasan berbagai penyeleseian struktur balok pada beberapa
kondisi pembebanan sederhana.
H. Sasaran Pembelajaran
2. Mahasiswa dapat memahami konsep dasar defleksi balok
3. Mahasiswa dapat menyeleseikan permasalahan struktur balok
Bab 2. PEMBAHASAN
Kelengkungan kurva defleksi adalah salah satu cara untuk menentukan tegangan
dan regangan normal pada balok. Untuk menurunkan kelengkungan kurva defleksi kita
memerlukan persamaan differensial, dari persamaan differensial di dapat sudut rotasi (𝜃)
ditentukan besarnya defleksi dan sudut rotasinya. Beberapa kondisi defleksi pada balok
sebagai berikut.
1. Balok Kantilever
Akibat momen
Akibat beban merata
Timoshenko & Gere, 2000, Mekanika Bahan Edisi ke empat, Penerbit Erlangga, Jakarta.