Anda di halaman 1dari 15

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KOOPERATIF STAD DALAM

MENINGKATKAN
PERILAKU KETERIKATAN SISWA SD DALAM PELAJARAN MATEMATIKA

Amarilys Andaritidya

Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma


Jl. Margonda Raya No 100, Depok, 16424, Jawa Barat

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi efektivitas pembelajaran


kooperatif STAD dalam meningkatkan perilaku keterikatan dalam pelajaran
matematika pada siswa kelas 5 sekolah dasar. Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah pembelajaran kooperatif STAD, dan perilaku keterikatan dalam pelajaran
matematika menjadi variabel terikat. Di dalam penelitian ini, efikasi diri berposisi
menjadi ko-variabel. Partisipan dalam penelitian ini adalah 60 orang siswa sekolah
dasar yang dibagi menjadi dua grup, pertama adalah 35 orang siswa SD KG I untuk
grup eksperimen yang menerima pembelajaran kooperatif STDAD, dan 25 orang
siswa SD KG V yang menjadi grup kontrol yang menerima model pembelajaran
konservatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen
dengan pretest dan posttest dengan menggunakan Anava. Hasil studi
memperlihatkan fakta bahwa pembelajaran kooperatif STAD gagal meningkatkan
perilaku keterikatan dalam mata pelajaran matematika pada siswa sekolah dasar.

Kata Kunci: Pembelajaran kooperatif, Perilaku keterikatan, Matematika,


Siswa sekolah dasar

EFFECTIVENESS OF STAD COOPERATIVE LEARNING ON IMPROVING


BEHAVIOR ENGAGEMENT IN MATHEMATICS SUBJECTS OF
ELEMENTARY STUDENTS

Abstract

The purpose of the study is to explore the effectiveness of STAD cooperative learning
on improving behavior engagement in mathematics subjects of fifth grade
elementary students. Independent variables in this study is STAD cooperative
learning, meanwhile behavior engagement in mathematics subjects as the dependent
variables. In this study self efficacy in mathematics also as a covariable. Participant
of this study were 60 students in elementary school measured. It has two group, first,
35 students from SD KG I were the experimental group who received STAD
cooperative learning, and second, 25 students from SD KG V were the control group
who received traditional learning. The method used by this study is quasi experiment
with untreated control group design with pretest and posttest, and the data analyzed
with Anava mixed design. The result of this study shows that STAD cooperative
learning fail to improve behavior engagement in mathematics subjects elementary
students.

Keyword: Behavior engagement, STAD cooperative learning,

Jurnal Psikologi Volume 2, No. 7 Desember 2014 33


Mathematics subjects

PENDAHULUAN Ketidakpahaman matematika dapat meng-


akibatkan terjadinya kekurangan dalam
Matematika merupakan salah satu kesempatan bahkan ketidakmampuan me-
mata pelajaran yang terdapat dalam kuri- nyelesaikan tugas sehari-hari lainnya
kulum sekolah. Menurut Dreeben (dalam (Frengky, 2008). Anggapan siswa bahwa
Hamzah, 2001), matematika diajarkan di pelajaran sulit muncul dari berbagai faktor,
sekolah dalam rangka memenuhi kebutuhan yaitu faktor dari dirinya sendiri dan faktor
jangka panjang (long-term functional needs) dari orang lain. Faktor dari dirinya sendiri
bagi siswa dan masyarakat. Pembelajaran yakni anggapan sulit itu tumbuh dengan
matematika di sekolah merupakan hal yang sendirinya karena sudah merasa pesimis
penting, karena dari belajar matematika para terhadap pelajaran tersebut. Faktor dari
siswa akan mendapatkan pelajaran yang orang lain yaitu karena pengaruh dari orang-
bermanfaat yang dapat membantu para siswa orang di sekitarnya baik guru, teman,
lebih berdaya guna saat telah bergabung di maupun orang tua, yakni berupa pernyataan
tengah-tengah masyarakat. Abdurrahman dan sikap orang tua, teman, ataupun guru
(dalam Indiyani, Widodo & Listiara, 2006) bahwa pelajaran itu memang sulit
menyatakan bahwa dari berbagai bidang (Sulistyawati, 2009).
studi yang diajarkan di sekolah, matematika Saat peneliti menjalankan penelitian
merupakan bidang studi yang dianggap awal di sebuah sekolah dasar di Yogyakarta,
paling sulit bagi para siswa. Anggapan peneliti mendapatkan data sebagai berikut.
tersebut sudah melekat pada sebagian besar Saat guru sedang menerangkan pelajaran di
siswa, sehingga pada saat menghadapi depan kelas, setengah dari jumlah siswa
pelajaran matematika siswa menjadi malas terlihat tidak memperhatikan guru. Para
untuk berpikir. Pernyataan di atas didukung siswa tersebut terlihat melakukan hal-hal di
pula oleh penelitian Kong, Wong, dan Lam luar kegiatan belajar. Ada yang berbincang-
(2003), saat siswa tidak dapat melihat bincang dengan temannya, dan ada yang
pentingnya mempelajari matematika dan asyik bermain sendiri. Peneliti kemudian
tidak dapat mengatasi tingkat kerumitannya, melakukan wawancara dengan guru kelas
mereka cepat menjadi tidak tertarik, lebih bersangkutan, siswa dengan potensi kognisi
senang untuk meninggalkan atau meng- yang baik belum menunjukkan prestasi yang
hindari mempelajari matematika karena maksimal. Nilai akademik yang para siswa
kesan tidak menyenangkan yang ditim- tersebut peroleh tidak terlalu jauh dari KKM
bulkannya. Perilaku para siswa tersebut atau kriteria ketuntasan minimal, bahkan ada
menunjukkan perilaku ketidakterikatan beberapa siswa yang memperoleh nilai
dengan proses belajar matematika. dibawah KKM atau kriteria ketuntasan
Ormrod (2004) menyatakan bahwa minimal.
matematika dikenal sebagai salah satu mata Kondisi serupa terjadi pula pada para
pelajaran yang menjadi stressor utama dalam siswa yang menjadi partisipan penelitian
proses belajar di sekolah. Para siswa yang ekperimen. Pengamatan awal dilakukan di
khawatir terhadap matematika memiliki ke- SD KG V. Pengamatan awal ini dilakukan
percayaan bahwa mereka tidak mampu untuk mengetahui perilaku siswa saat
menyelesaikan soal matematika dengan pelajaran matematika berlangsung, siswa
tepat. Tingginya tingkat kekhawatiran dalam yang diamati adalah siswa di kelas V. Saat
pela-jaran matematika mengarah pada guru sedang menerangkan materi matema-
ketidaksukaan terhadap pelajaran tersebut tika di papan tulis, tidak semua siswa
dan tingginya tingkat ketidaksukaan pada memperhatikan guru, ada yang tampak
pelajaran matematika dapat menurunkan sedang memandang guru atau papan tulis
pemahaman siswa terhadap matematika. namun pandangannya kosong; saat guru

34 Andaritidya, Efektivitas Pembelajaran …


bertanya tentang materi yang sedang Siswa tersebut juga kehilangan minat
diajarkan pada seluruh siswa, tidak semua terhadap aktivitas kelas, jarang memberi
siswa menjawab, beberapa siswa hanya respon atas stimulus yang diberikan guru,
diam saja atau tidak melakukan sesuatu. Saat jarang berinteraksi dengan sesama anggota
guru meminta siswa mengerjakan tugas, kelas dan menunjukkan hasil yang rendah
tidak semua siswa menunjukkan perilaku pada tes evaluasi belajar (Jablon &
menger-jakan tugas sungguh-sungguh. Hal Wilkinson, 2006).
serupa terjadi pula pada siswa di SD KG I, Perilaku terikat atau keterikatan dalam
siswa juga menunjukkan perilaku tidak penelitian ini selanjutnya akan disebut
memperhatikan saat guru sedang mene- sebagai engagement, sedangkan perilaku
rangkan materi pelajaran matematika. Guru yang berlawanan dengan keterikatan yaitu
juga mengatakan prestasi matematika para ketidakterikatan akan disebut sebagai
siswa tersebut lebih rendah daripada siswa disengagement. Pada beberapa tahun ter-
dari sekolah lain dengan akreditasi sama. akhir ini, terutama di Amerika, konsep
Berdasarkan nilai rapor semester satu, nilai tentang keterikatan (engagement) muncul
prestasi matematika yang para siswa tersebut dalam banyak teori, penelitian, dan praktik.
peroleh tidak terlalu jauh dari KKM atau Secara umum, keterikatan (engagement)
kriteria ketuntasan minimal, bahkan ada mengarah pada kualitas dari hubungan atau
beberapa siswa yang memperoleh nilai keterlibatan siswa yang amat kuat dengan
dibawah KKM atau kriteria ketuntasan sekolah terutama dengan orang-orang, akti-
minimal. vitas, tujuan, nilai-nilai dan fasilitas yang
Perilaku para siswa tersebut di atas ada di dalamnya. Banyak peneliti tertarik
menunjukkan perilaku tidak terikat dengan dengan konsep keterikatan (engagement) ini
proses belajar, karena saat siswa merasa ter- dikarenakan keterikatan (engagement) me-
ikat maka secara intrinsik mereka memiliki wakili sebuah potensi yang dapat
rasa ingin tahu, tertarik, menikmati, dan mempengaruhi pembentukan ingatan aka-
berusaha meraih tujuan akademik maupun demik, prestasi, dan keuletan siswa
personal yang mereka miliki (Jablon & (Skinner, Kindermann, & Furrer, 2008).
Wilkinson, 2006; Reeve, Jang, Carrell, Jeon Pada literatur lain, keterikatan (engagement)
& Barch, 2004). Mereka yang terikat dengan menjadi amat penting untuk diperhatikan
proses belajar juga menunjukkan perilaku dikarenakan fungsinya sebagai bentuk nyata
yang penuh dengan konsentrasi, semangat, dari proses motivasi. Guru menggunakan
dan usaha keras dalam proses belajar yang keterikatan (engagement) sebagai indikator
sedang mereka jalani. Keterikatan bersifat motivasi siswa selama proses belajar
aktif, menghendaki siswa untuk mem- berlangsung (Reeve dkk,, 2004). Meski
perhatikan dan hadir; menghendaki siswa seringkali penggunaan kata keterikatan
berkomit-men terhadap tugasnya dan (engagement) dan motivasi dipertukarkan.
menemukan nilai dari apa yang dilaku- Namun sesungguhnya motivasi adalah ener-
kannya. Siswa yang terikat mengerjakan gi, arah, dan alasan dari perilaku, mengapa
tugas tidak hanya sekedarnya saja namun seseorang melakukan sesuatu. Keterikatan
mengerjakan dengan sepenuh hati (Jablon & (engagement) lebih menggambarkan proses
Wilkinson, 2006). Siswa yang tidak terikat psikologis dan energi dalam tindakan,
dengan proses belajar menunjukkan perilaku menggambarkan hubungan antara manusia
sebaliknya, mereka terlihat acuh, menye- dan aktivitas (Ainley, 2004).
lesaikan tugasnya se-tengah hati, mudah Motivasi dan minat belajar secara
menyerah dan cepat merasa lelah. Siswa alami sudah terdapat di dalam diri masing-
yang tidak terikat dengan proses belajar masing siswa. Namun ketika mereka
menunjukkan ketidakaktifan dengan hanya memasuki sekolah, motivasi dan minat
menerima atau mengikuti proses belajar tersebut tidak selalu muncul. Beberapa
tanpa kehadiran hati (Reeve dkk., 2004). peneliti bahkan mengatakan bahwa ketidak

Jurnal Psikologi Volume 2, No. 7 Desember 2014 35


terikatan (disengagement) semakin mening- pada saat individu beraktivitas atau saat
kat seiring dengan meningkat-nya jenjang mengerjakan suatu tugas (Reeve dkk.,
pendidikan yang ditempuh anak, mulai dari 2004). Keterikatan (engagement) juga
sekolah dasar hingga sekolah menengah atas merupakan sebuah proses psikologis, adanya
(Jablon & Wilkinson, 2006). Oleh sebab itu, perhatian, minat, dan usaha keras dari siswa
penelitian ini akan dilakukan di tingkat yang dikeluarkan saat proses pembelajaran
sekolah dasar sebagai salah satu cara untuk terjadi (Klem & Connell, 2004; Reeve dkk.,
mengantisipasi peningkatan perilaku ke- 2004). Definisi lainnya menyebutkan bahwa
tidakterikatan (disengagement) yang mung- keterikatan (engagement) merupakan inves-
kin muncul pada jenjang pendidikan tasi psikologis dan usaha yang ditujukan
berikutnya. pada proses belajar, pemahaman, atau
Dalam banyak teori dan konsep, penguasaan pengetahuan, kemampuan, kete-
keterikatan (engagement) dilihat dalam rampilan yang diharapkan meningkat dalam
konteks yang lebih luas yakni sekolah, tugas-tugas akademik (Kong, Wong, &
namun dalam penelitian ini keterikatan Lam, 2003). Keterikatan (engagement) juga
(engagement) akan diamati dalam konteks berarti keterlibatan siswa yang amat kuat
yang lebih kecil yakni saat pelajaran dengan sekolah terutama dengan orang-
matematika berlangsung. Akey (dalam orang yang ada didalamnya, aktivitas-
Brown, 2009) menemukan bahwa aktivitasnya, tujuan, nilai-nilai dan tempat
kesuksesan siswa untuk terikat (engaged) (Ahlfeldt, Mehta, & Sellnow, 2005).
dalam pelajaran matematika secara positif Berdasarkan definisi di atas, keterikatan
berpengaruh pada performansi akademik di (engagement) siswa belajar matematika
tahun-tahun selanjutnya. Adanya anggapan dapat diartikan keterlibatan siswa secara
matematika sebagai salah satu pelajaran aktif dalam proses belajar matematika yang
yang sulit, akan memunculkan kepercayaan ditandai dengan adanya perhatian, minat,
diri atau keyakinan diri secara akademik bila dan usaha keras yang terjadi saat proses
mereka mampu untuk terikat (engaged) pembelajaran matematika berlangsung.
dengan pelajaran matematika. Perilaku Ada tiga tipe engagement dalam kelas,
keterikatan (engagement) mempengaruhi yaitu behavior engagement (terlibat dalam
prestasi dalam pelajaran matematika, dan aktivitas akademik dan aktivitas sosial
pencapaian yang baik dalam pelajaran dalam kelas), emotional engagement (reaksi
matematika ini membuat siswa merasa positif dan negatif terhadap orang-orang dan
kompeten secara akademik. Secara umum, aktivitas di kelas), dan cognitive engagement
lebih banyak penelitian yang meneliti (serupa dengan ide investasi dalam belajar
tentang prestasi atau pencapaian akademik dan motivasi intrinsik). Emotional dan
siswa dalam pelajaran matematika namun cognitive engagement akan lebih dapat
masih belum ada penelitian yang mencoba diukur bila penelitian tentang engagement
untuk melihat keterikatan (engagement) dilihat pada siswa SMP dan SMA, sedang-
siswa terhadap pelajaran tersebut. Kete- kan bagi siswa SD behavior engagement
rikatan (engagement) secara langsung akan lebih dapat diamati (Hughes, Luo,
berhubungan dengan siswa, dan lebih mudah Kwok, & Loyd, 2008). Penelitian yang
untuk diamati daripada prestasi. Standar dilakukan oleh Finn (Fredericks,
prestasi berbeda dari kelas ke kelas dan dari Blumenfeld, & Paris, 2004) menunjukkan
daerah ke daerah, namun standar perilaku bahwa permasalahan awal dalam perilaku
yang berhubungan dengan keterikatan keterikatan (behavior engagement)
(engagement) dalam aktivitas kelas, lebih memberikan dampak jangka panjang pada
umum (William & Ivey, 2001). prestasi siswa. Beberapa penelitian telah
Keterikatan (engagement) mengacu menunjukkan adanya hubungan yang positif
pada kekuatan perilaku serta emosi individu antara perilaku keterikatan (behavior
yang berkualitas yang terlibat secara aktif engagement) dengan pencapaian akademik

36 Andaritidya, Efektivitas Pembelajaran …


siswa di sekolah dasar, menengah dan atas. matematika dan memberi pemahaman
Pada siswa di sekolah dasar, mereka yang keterampilan tersebut dapat diraih dengan
menunjukkan perilaku mengganggu, tidak adanya proses yang aktif. Dalam lingkungan
perhatian, dan menarik diri, mendapatkan pembelajaran kooperatif, siswa menikmati
nilai hasil belajar yang lebih rendah daripada matematika, dan hal tersebut lebih me-
mereka yang tidak menunjukkan perilaku di motivasi mereka untuk belajar matematika.
atas. Penelitian jangka panjang menunjuk- Pembelajaran kooperatif juga menunjukkan
kan bahwa perilaku keterikatan (behavior bahwa kelompok kooperatif sangat efektif
engagement) mempengaruhi pen-capaian meningkatkan prestasi matematika dan
prestasi pada berbagai jenjang pendi-dikan membangun sikap-sikap yang positif ter-
dan umur siswa, sedangkan keterikatan hadap pelajaran matematika (Tarim &
emosi (emotional engagement) dan kognisi Akdeniz, 2008).
(cognitive engagement) mempengaruhi pen- Penelitian lainnya menunjukkan bahwa
capaian prestasi pada siswa sekolah siswa bisa bertahan pada tugas dalam situasi
menengah pertama dan sekolah menengah pembelajaran kooperatif berkelompok.
atas (Fredericks, Blumenfeld, & Paris, Keterikatan (engagement) siswa lebih besar
2004). pada setting kelompok kecil dibanding
Salah satu faktor yang mempengaruhi dengan kelompok besar (Miller & Hall,
peningkatan perilaku keterikatan (enga- 2007). Lebih jauh lagi, dengan adanya
gement) adalah pengaturan struktur dan metode pembelajaran kooperatif terhadap
lingkungan kelas. Slavin (dalam Niemi, siswa, guru dapat menciptakan kondisi-
2007) juga menyatakan bahwa pembelajaran kondisi yang dibutuhkan untuk membuat
ko-operatif dapat meningkatkan efikasi diri pembelajaran kooperatif yang efektif,
dan membangun harga diri. Siswa akan khususnya dalam hal pencapaian prestasi
dapat lebih terikat (engaged), saat mereka (Slavin, 2009). Hal serupa dinyatakan pula
merasa dihargai karena menjadi bagian dari oleh Mohtar dan Yusoff (1998) bahwa untuk
lingkungan kelas yang mendukung proses meningkatkan partisipasi atau keterlibatan
belajar. Lingkungan kelas yang penuh siswa dalam proses belajar, guru seringkali
dengan penghargaan, adil, aman, dan menggunakan aktivitas kelompok kecil atau
mendukung komunikasi positif lebih disukai bekerja berpasangan.
siswa, dimana selanjutnya lingkungan Kelompok besar seringkali dipercaya
seperti ini dapat meningkatkan keterikatan menyediakan sedikit kesempatan bagi siswa
(engagement) mereka (Brown, 2009). Para untuk berbicara, selain itu kelompok besar
siswa yang belajar dalam komunitas yang juga kurang memberi kesempatan siswa
memiliki nilai-nilai bervariasi, mendorong untuk memahami suatu materi dimana siswa
adanya tanggungjawab sosial, mendukung yang cukup memahami materi akan mampu
adanya diskusi dan perbedaan pendapat, untuk menjelaskannya kembali pada orang
mengenali kemampuan dan pencapaian serta lain dalam bahasa mereka sendiri. Indiyani,
mendorong rasa memiliki diantara anggota Prasetyo dan Listiara (2006) meneliti ten-
komunitas, akan belajar lebih baik. Bila tang efektivitas metode pembelajaran
siswa ditempatkan dalam kondisi seperti di kooperatif untuk menurunkan kecemasan
atas, hal tersebut secara tidak langsung akan siswa dalam pelajaran matematika. Hasil
membuat mereka terikat (engaged) dengan penelitian menunjukkan bahwa siswa yang
proses belajar mereka (Niemi, 2007). mendapat pembelajaran kooperatif dalam
Kelompok kooperatif diyakini dapat pelajaran matematika mengalami penurunan
menciptakan sebuah lingkungan yang dapat kecemasan dibandingkan siswa yang tidak
mengurangi kecemasan dan perasaan takut mendapat pembelajaran kooperatif.
gagal terhadap pelajaran matematika dengan Pembelajaran kooperatif dipilih oleh
mendorong mereka untuk mengambil risiko sejumlah guru di Amerika karena mem-
yang sesuai selama belajar konsep berikan manfaat yang cukup besar dalam

Jurnal Psikologi Volume 2, No. 7 Desember 2014 37


proses belajar. Pembelajaran kooperatif interaksi aktif dengan lingkungan dan ke-
membantu meningkatkan pemahaman dan lompoknya, sebagai media untuk mengem-
pengetahuan siswa. Para siswa memiliki bangkan pengetahuannya (Slavin, 2009).
bahasa mereka sendiri. Mereka mampu Kelompok atau pembelajaran
mengungkapkan pikiran dan ide kepada kooperatif adalah pembelajaran yang meng-
teman-temannya dengan cara yang tidak gunakan pemberian instruksi dengan
dapat dilakukan guru. Di dalam kelompok menggunakan kelompok-kelompok hetero-
kooperatif, hal tersebut akan sangat gen dari segi kemampuan, jenis kelamin,
terfasilitasi. Kecepatan siswa dalam mema- dan tingkat sosial ekonomi. Seluruh anggota
hami suatu materi akan meningkat. Manfaat kelompok bekerja bersama-sama, saling
lainnya adalah adanya partisipasi di dalam menolong, dan membuat keputusan bersama
kelas. Siswa menjadi lebih aktif dalam dalam mencapai tujuan kelompok. Karak-
belajar, atau adanya keterlibatan tugas yang teristik yang dimiliki pembelajaran koo-
amat besar dalam proses belajar sebagai peratif yaitu adanya tujuan kelompok,
hasil dari diperbolehkannya para siswa tanggung jawab individual, kesempatan
untuk belajar bersama. Kadang meski tidak sukses yang sama, kompetisi tim,
selalu, guru melihat hasil akhir akademik spesialisasi tugas dan adanya penghargaan
yang lebih baik muncul dari tingginya kelompok yang didasarkan pada perkem-
keterlibatan dan partisipasi siswa. Pem- bangan individu (Slavin, 2009).
belajaran kooperatif juga membantu siswa Slavin (2009) memaparkan bahwa ter-
untuk belajar bekerjasama dan mengambil dapat berbagai metode yang dapat
nilai yang didapat dari kerjasama tersebut. digunakan dalam pembelajaran kooperatif,
Siswa juga akan belajar beberapa kete- yaitu Student Teams-Achievement Division
rampilan spesifik seperti mendengarkan, (STAD), Team Assisted Individualization
menghargai kontribusi yang diberikan orang (TAI), Tournamen Game Team (TGT),
lain, dan belajar meraih kesepakatan. Siswa Jigsaw, dan Cooperative Integrated Reading
juga belajar bekerjasama dengan siapapun and Composition (CIRC). Penggunaan
(Antil, Jenkins, Wayne, & Vadasy, 1998). metode tersebut berbeda-beda sesuai dengan
Model pembelajaran kooperatif di- karakter bidang studi yang diajarkan dan
kembangkan berpijak pada beberapa disesuaikan dengan kondisi yang ada. Dari
pendekatan yang diasumsikan mampu sekian banyak metode pembelajaran koo-
meningkatkan proses dan hasil belajar siswa. peratif yang telah dipaparkan, STAD
Pendekatan yang dimaksud adalah belajar merupakan salah satu metode yang dapat
aktif, konstruktivistik, dan kooperatif. dengan mudah digunakan pada pelajaran
Beberapa pendekatan tersebut diintegrasikan matematika, selain itu metode ini juga
dimaksudkan untuk menghasilkan suatu menggabungkan tujuan dan tugas kooperatif
model pembelajaran yang memungkinkan dengan tanggung jawab individual (Tarim &
siswa dapat mengembangkan potensinya Akdeniz, 2008). STAD digunakan dalam
secara optimal. Belajar aktif, ditunjukkan penelitian ini dikarenakan metode tersebut
dengan adanya keterlibatan intelektual dan memiliki prosedur sederhana yang mudah
emosional yang tinggi dalam proses belajar, dipahami, diingat dan dilaksanakan (Slavin,
tidak sekedar aktifitas fisik semata. Para 2009; Tarim & Akdeniz, 2008). STAD juga
siswa diberi kesempatan untuk berdiskusi, merupakan metode yang paling baik bagi
mengemukakan pendapat dan idenya, me- guru yang baru menggunakan pendekatan
lakukan eksplorasi terhadap materi yang pembela-jaran kooperatif di kelasnya. Selain
sedang dipelajari serta menafsirkan hasilnya itu bagi para siswa, STAD merupakan salah
secara bersama-sama di dalam kelompok. satu pembelajaran kooperatif yang mem-
Para siswa dibebaskan untuk mencari berikan kesempatan sukses yang sama bagi
berbagai sumber belajar yang relevan. Ke- setiap siswa dengan memberikan kesempa-
giatan demikian memungkinkan siswa ber-

38 Andaritidya, Efektivitas Pembelajaran …


tan yang sama bagi setiap siswa untuk poin berdasarkan tingkat kemajuan yang
berkontribusi dalam kelompoknya. diraih siswa dibandingkan hasil yang mereka
Penelitian yang dilakukan oleh Slavin capai sebelumnya. Poin ini kemudian
juga menemukan bahwa siswa dalam pem- dijumlahkan untuk memperoleh skor kelom-
belajaran kooperatif STAD menunjukkan pok, dan kelompok yang berhasil memenuhi
motivasi yang lebih besar dibandingkan kriteria tertentu akan mendapatkan sertifikat
dengan siswa dalam kelas tradisional, mere- atau penghargaan lainnya (Slavin, 2009).
ka yang berpartisipasi dalam kelompok Gagasan utama dari STAD adalah untuk
belajar bersama lebih termotivasi secara memotivasi siswa agar dapat saling men-
intrinsik dan kurang termotivasi secara dukung dan membantu satu sama lain dalam
ekstrinsik. Salah satu indikasi adanya menguasai kemampuan yang diajarkan guru.
keterlibatan motivasi siswa adalah lebih Berbagai teori yang telah dikemukakan
banyaknya waktu yang digunakan para di atas, menunjukkan adanya pengaruh
siswa tersebut untuk mengerjakan tugas dan pembelajaran kooperatif STAD terhadap
belajar daripada siswa dalam kelas tradi- keterikatan (engagement) siswa dalam
sional. Selain itu, penelitian lainnya belajar matematika. Pembelajaran kooperatif
menemukan bahwa siswa yang seringkali STAD terbukti efektif meningkatkan
menunjukkan perilaku tidak relevan dengan motivasi siswa dalam belajar. Dalam
proses belajar, yang melaksanakan pem- lingkungan pembelajaran kooperatif STAD,
belajaran kooperatif, lebih sedikit menerima siswa dapat menikmati matematika. Siswa
hukuman dan dikeluarkan saat jam belajar diberi kesempatan untuk berdiskusi,
dibandingkan dengan siswa dalam kelas mengemukakan pendapat dan idenya, me-
tradisional. Para siswa tersebut juga mem- lakukan eksplorasi terhadap materi yang
peroleh aspirasi pendidikan yang lebih sedang dipelajari serta menafsirkan hasilnya
besar, sikap terhadap sekolah yang lebih secara bersama-sama di dalam kelompok.
baik serta sikap-sikap lainnya yang lebih Para siswa dibebaskan pula untuk mencari
baik (Slavin, 2009). Zakaria dan Iksan berbagai sumber belajar yang relevan.
(2007) menyimpulkan bahwa dalam Kegiatan demikian memungkinkan siswa
pembelajaran kooperatif, proses belajar da- berinteraksi aktif dengan lingkungan dan
pat menjadi lebih efektif saat para siswa kelompoknya, sebagai media untuk meng-
terlibat aktif dalam berbagi pendapat dan embangkan pengetahuannya.
bekerja sama dalam menyelesaikan tugas-
tugas akademiknya. METODE PENELITIAN
Di dalam STAD, para siswa akan
dibagi dalam kelompok belajar yang terdiri Partisipan dalam penelitian ini adalah
atas empat hingga lima orang yang berbeda- siswa kelas V SD, dengan kriteria inklusi
beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan sebagai berikut (1) siswa perempuan dan
latar belakang keluarganya. Pada awalnya, laki-laki, (2) tidak sedang mengalami
guru tetap akan menyampaikan pelajaran suasana duka atau tidak dalam keadaan sakit
terlebih dahulu di depan kelas, selanjutnya di mana data ini didapatkan dari guru kelas,
para siswa akan bekerja dalam masing- dan (3) semua siswa dengan kemampuan
masing kelompok untuk memastikan semua matematika rendah, sedang dan tinggi.
anggota kelompok telah menguasai pe- Kemampuan matematika ini dilihat dari nilai
lajaran. Lalu, para siswa akan mengerjakan matematika yang diperoleh siswa dan data
kuis mengenai materi yang telah diajarkan dari guru.
secara individual, di mana mereka tidak Jumlah partisipan dalam penelitian ini
diperbolehkan untuk saling bantu. Skor kuis 60 siswa, terdiri dari 35 siswa SD KG I yang
tersebut dibandingkan dengan rata-rata termasuk dalam kelompok eksperimen dan
pencapaian mereka sebelumnya, dan kepada 25 siswa SD KG V yang termasuk dalam
masing-masing kelompok akan di-berikan kelom-pok kontrol. Kedua kelompok

Jurnal Psikologi Volume 2, No. 7 Desember 2014 39


tersebut terdiri dari siswa kelas lima yang ikatan (behavior engagement). Panduan
berasal dari sekolah dasar dengan akreditasi pengukuran perilaku keterikatan digunakan
sama. Siswa SD kelas 5 dipilih sebagai untuk membantu observer memahami
partisipan penelitian karena di kelas lima ini perilaku keterikatan. Panduan tersebut terdiri
beban kerja dan tugas-tugas akademik makin dari komponen perilaku keterikatan (enga-
kompleks dibandingkan kelas sebelumnya, gement) dan ketidakterikatan (dis-
kekom-pleksan tersebut cenderung memun- engagement) oleh Furrer dkk (2006), yang
culkan perilaku tidak terikat (disengaged). telah disesuaikan dengan hasil pengamatan
Jenis intervensi yang diberikan dalam pendahuluan di lapangan. Pencatatan
penelitian ini adalah pembelajaran koo- perilaku keterikatan akan dilakukan oleh
peratif STAD yang diterapkan pada observer. Kualifikasi observer dalam pene-
kelompok eksperimen saat pelajaran mate- litian ini adalah tiga orang mahasiswa
matika. Kualifikasi pemberi intervensi magister profesi psikologi yang telah
adalah seseorang yang memiliki kemampuan mengambil mata kuliah observasi dan
menyampaikan pelajaran matematika, mam- wawancara. Metode observasi yang diguna-
pu mengelola proses belajar di kelas, dan kan dalam penelitian ini adalah time
mengenali karakter siswa secara umum. sampling dengan teknik pencatatan
Pada penelitian ini, intervensi yang berupa checklist. Untuk meminimalkan subjek-
pembelajaran kooperatif STAD dilakukan tivitas observer saat mengamati perilaku
oleh guru kelas, berdasarkan panduan siswa maka perlu dilakukan prosedur inter-
pembelajaran kooperatif yang telah disusun rater reliability. Reliabilitas hasil observasi
oleh peneliti. Sebelum pemberi intervensi, yang didapatkan dari tiga orang observer
yakni guru, menerapkan pem-belajaran adalah sebesar 0,9846.
kooperatif STAD pada siswa kelompok Penelitian ini adalah penelitian quasi
eksperimen, peneliti terlebih dahulu mem- experiment. Desain yang digunakan dalam
berikan pengarahan mengenai STAD pada penelitian ini adalah untreated control group
guru. Belum ada penelitian yang secara design with pretest and posttest (Shadish,
spesifik menjelaskan waktu efektif Cook & Campbell, 2002). Pada penelitian
penerapan STAD (Bawn, 2007). Intervensi ini terdapat dua kelompok meliputi
atau penerapan pembelajaran kooperataif kelompok kontrol dan eksperimen. Pada
STAD dalam penelitian ini akan dilakukan kelompok kontrol, partisipan tidak diberikan
sebanyak 4 kali pertemuan pelajaran perlakuan berupa pembelajaran kooperatif
matematika, dengan durasi waktu masing- STAD tetapi dilakukan pencatatan perilaku
masing per-temuan 70 menit. Pembelajaran engagement bersamaan dengan kelompok
kooperatif STAD dilakukan sebanyak empat eksperimen. Kelompok eksperimen adalah
kali dimaksudkan agar para siswa dapat kelompok yang diberikan perlakuan berupa
lebih terbiasa dengan pembelajaran koo- penerapan pembelajaran kooperatif STAD
peratif STAD dengan harapan hasil yang dalam pelajaran matematika. Desain pene-
didapat juga dapat lebih maksimal. litian dalam penelitian ini didasarkan pada
Alat pengumpul data dalam penelitian rancangan eksperimen Shadish, Cook &
ini yaitu lembar pencatatan perilaku keter- Campbell (2002):

KE: O1 x O2

KK: O1 O2

Keterangan:
KE: Kelompok eksperimen O1: Pretest observasi perilaku keterikatan
KK: Kelompok kontrol O2: Posttest observasi perilaku keterikatan
x : Perlakuan

40 Andaritidya, Efektivitas Pembelajaran …


Gambar 1. Rancangan desain eksperimen

memberitahukan aturan-aturan dalam ke-


Untuk prosedur penelitian ada beberapa lompok.
tahap. Pertama adalah informed consent. Prosedur berikutnya adalah posttest.
Peneliti memberikan lembar persetujuan ke- Setelah intervensi selesai dilaksanakan pada
ikutsertaan dalam penelitian untuk di- kelompok eksperimen, dilakukanlah posttest
tandatangani siswa sebagai subyek peneli- pencatatan perilaku keterikatan (behavior
tian, guru kelas sebagai pelaksana intervensi, engagement) pada kedua kelompok pene-
dan disetujui oleh kepala sekolah. Lembar litian. Posttest pada kelompok eksperimen
per-setujuan ini diberikan kepada dua dilakukan pada tanggal 28 April 2010,
sekolah yang menjadi tempat penelitian sedangkan post-test pada kelompok kontrol
sebelum pemberian intervensi. dilaksanakan pada tanggal 29 April 2010.
Prosedur kedua adalah pretest. Awal Setelah data rekaman tentang perilaku
penelitian dimulai dengan melakukan keterikatan didapatkan, maka peneliti
kondisioning kamera pada tiap kelas yang meminta observer yang sudah memenuhi
dijadikan tempat penelitian, baik itu kelas kualifikasi untuk menerjemahkan data
yang akan diberikan perlakuan maupun yang rekaman ke dalam lembar pencatatan peri-
tidak diberi perlakuan. Tujuan daripada laku keterikatan (behavior engagement).
kondisioning kamera ini adalah agar pada Pengolahan dan analisis data dalam
saat pretest dan posttest, siswa tetap dapat penelitian ini menggunakan fasilitas
menunjukkan perilaku alamiahnya. Dalam komputer dengan program SPSS. Analisis
penelitian ini, pretest yang dilakukan pada data untuk menguji hipotesis dalam
subyek penelitian berupa pencatatan peri- penelitian ini dilakukan dengan meng-
laku keterikatan (behavior engagement) gunakan analisis statistik yaitu anava mixed
masing-masing siswa saat pelajaran mate- design atau anava cam-puran .
matika berlangsung. Pencatatan perilaku
keterikatan dilakukan dengan menggunakan HASIL DAN PEMBAHASAN
alat perekam seperti video recorder dan
digital camera yang diarahkan pada tiap Rerata skor perilaku keterikatan yang
siswa. Pencatatan perilaku keterikatan diperoleh kelompok eksperimen dan kontrol
(behavior engagement) dilakukan dan pada pretest tidak jauh berbeda, sedangkan
diberikan pada setiap siswa baik dalam pada posttest tampak bahwa rerata skor
kelompok eksperimen maupun kontrol. perilaku keterikatan yang diperoleh kedua
Prosedur ketiga adalah intervensi. Pada kelompok menunjukkan perubahan. Rata-
kelompok eksperimen, sebelum perlakuan rata skor posttest perilaku keterikatan pada
diberikan, peneliti memberikan pelatihan kelompok eksperimen (xKE = 19.09) lebih
pada guru kelas mengenai pembelajaran besar dari rata-rata skor posttest kelompok
kooperatif STAD berdasarkan modul pem- kontrol (xKK = 18.52). Besarnya nilai standar
belajaran kooperatif STAD sebanyak dua deviasi kelompok eksperimen (SKE = 6.771)
kali. Setelah pemberian dan penjelasan dibandingkan dengan kelompok kontrol
modul, guru melakukan uji coba penerapan (SKK = 4.063), menunjukkan bahwa skor
pembelajaran kooperatif STAD. Pada saat perilaku keterikatan pada kelompok
itu, guru memberitahukan akan adanya eksperimen lebih bervariasi dibandingkan
pembelajaran kooperatif atau pembentukkan dengan kelompok kontrol.
kelompok saat jam pelajaran matematika,
guru mengumumkan kelompok-kelompok
yang telah dibuat guru sebelumnya dengan
menerapkan prinsip heterogenitas, guru juga

Jurnal Psikologi Volume 2, No. 7 Desember 2014 41


Tabel 1. Deskripsi Data Penelitian
Kelompok Mean SD N
Pre Eksperimen 18.43 3.783 35
Kontrol 18.36 2.928 25
Total 18.40 3.426 60
Post Eksperimen 19.09 6.771 35
Kontrol 18.52 4.063 25
Total 18.85 5.763 60

Data yang didapat dari penelitian ini atau anava campuran. Hasil uji hipotesis
dianalisis menggunakan anava mixed design tersaji dalam Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Hasil Uji Hipotesis


Source Sum of df Mean Square F Sig.
Squares
Between-Subjects
Group 2.93357 1 2.93357 0.121 p > 0.05
Subjects Within 1410.69143 58 24.32226603
Group
Within-Subjects
Time 6.075 1 6.075 0.0049 p > 0.05
Time * Group 1.80214 1 1.80214 0.0015 p > 0.05
Time * Subjects 1236.62286 58 21.32108
Within
Group
Total 2658.125 119
atau tidak berbeda. Hipotesis dalam
Pada Tabel 2, nilai group atau kelompok penelitian ini ditolak, artinya pemberian
yang diperoleh adalah F = 0.021 dengan p > pembelajaran kooperatif STAD tidak dapat
0.05, hal ini menunjukkan bahwa perbedaan meningkatkan perilaku keterikatan siswa SD
rerata kelompok eksperimen dan kelompok dalam pelajaran matematika.
kontrol adalah tidak signifikan, yang berarti
perbedaan kelompok tidak mempengaruhi Tarim dan Akdeniz (2007) menjelaskan
perilaku keterikatan. Nilai time atau amatan bahwa pembelajaran kooperatif STAD
yang diperoleh adalah F = 0.0049 dengan p memberikan tanggungjawab pada masing-
> 0.05, hal ini menunjukkan bahwa masing anggota kelompok untuk memas-
perbedaan rerata antara amatan pertama tikan temannya memahami materi. Siswa
(pretest) dan amatan kedua (posttest) tidak yang memberikan penjelasan dan siswa yang
signifikan, amatan terhadap perilaku dijelaskan saling memberikan keuntungan
keterikatan yang dilakukan dua kali (pretest timbal balik. Bagi siswa yang menjelaskan
dan posttest) tidak menunjukkan perbedaan. dapat memahami materi secara lebih dalam
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa dengan cara mengajari temannya. Bagi
uji hipotesis menunjukkan nilai signifikansi siswa yang mendapatkan penjelasan menda-
lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan patkan pengajaran dari temannya dalam
bahwa perbedaan yang terjadi antara skor proses pemecahan soal. Slavin (2008) juga
pretest dengan skor posttest pada kedua memaparkan bahwa terdapat empat prinsip
kelompok (eksperimen-kontrol) adalah sama dasar dalam pembelajaran kooperatif yang

42 Andaritidya, Efektivitas Pembelajaran …


harus dipenuhi yaitu: ketergantungan yang yang lebih baik, sebagai tempat bertanya
positif antar anggota kelompok, keterlibatan saat kesulitan ditemui oleh siswa lainnya.
partisipasi yang sama, tanggung jawab Adanya ketimpangan ketergantungan ini
individu, dan interaksi dalam kelompok. menyebabkan partisipasi kelompok yang
Berdasarkan empat prinsip dasar di tidak seimbang dalam kelompok.
atas, kelompok eksperimen dalam penelitian Iqbal (2004) juga menjelaskan bahwa
ini belum dapat memenuhi keseluruhan untuk membentuk interaksi dalam kelompok
persyaratan tersebut. Di dalam tiga kali dibutuhkan beberapa syarat yang harus
penerapan pembelajaran kelompok, porsi dipenuhi oleh masing-masing kelompok,
lebih besar diarahkan pada tanggung jawab yaitu frekuensi jadwal pertemuan antar ang-
individu, dimana pada sebagian besar gota yang sering, keterlibatan yang merata
kelompok, siswa masih lebih mementingkan pada setiap anggota, dan motivasi yang
tugas individualnya. Tanggung jawab tinggi untuk mencapai tujuan kelompok.
pribadi dalam menyelesaikan soal-soal Berdasarkan persyaratan di atas, kelompok
tampak paling menonjol pada hampir semua eksperimen dalam penelitian ini belum
kelompok eksperimen selama penerapan menunjukkan adanya motivasi yang tinggi
pembelajaran kooperatif STAD dilaksana- untuk mencapai tujuan kelompok.
kan, adanya permintaan guru agar setiap Gillies (2008) menjelaskan bahwa
kelompok mewakilkan anggota kelompok- proses kerjasama dan belajar hanya akan
nya untuk menuliskan jawaban mereka di terjadi bila kelompok dipersiapkan dan
papan tulis, guru bisa melihat apakah dikontrol, para siswa akan dapat memahami
kelompok tersebut menyelesaikan soal-soal bagaimana mereka diharapkan untuk bekerja
yang diberikan atau tidak, membuat para sama sehingga potensi dari pembelajaran
siswa harus menyelesaikan seluruh soal kooperatif dapat dimaksimalkan. Termasuk
yang diberikan. Bila pun didalam kelompok di dalamnya memastikan adanya tugas
terjadi proses tanya jawab, hal tersebut kelompok, sehingga seluruh anggota kelom-
terjadi hanya pada sebagian kelompok. pok menyadari bahwa mereka diminta untuk
Untuk persyaratan lainnya, seperti keter- berkontribusi dan mengajari teman-teman
gantungan yang positif antar anggota, sekelompoknya. Kepastian para siswa
keterlibatan partisipasi yang sama, belum memiliki kemampuan interpersonal pun
dapat terpenuhi dengan baik. Belum semua termasuk didalamnya. Kemampuan ini
siswa dapat menunjukkan keterlibatannya membantu siswa untuk berkomunikasi
dalam kelompok, hanya siswa dengan secara efektif dengan teman-temannya,
kemam-puan akademik baik saja yang mengatur konflik, mengalokasikan sumber-
tampak cukup berperan dalam kelompok. sumber secara adil, dan membuat keputusan
Siswa dengan kemampuan akademik secara demokratis. Ketika elemen-elemen
kurang, seharusnya dapat terlibat dalam tersebut telah dimasukkan dalam struktur
kelompok, namun sebagian besar siswa kelompok, para siswa dapat lebih merasa
tersebut tampak tidak menunjukkan usaha terlibat dan diterima sebagai bagian dari
apapun seperti bertanya pada teman atau kelompok, selanjutnya hal ini memberikan
membaca buku teks. dorongan pada mereka untuk merasa
Pada kelompok eksperimen, telah ada termotivasi meraih dan berkontribusi dalam
ketergantungan antar anggota kelompok, perwujudan tujuan pribadi dan kelompok.
namun ketergantungan ini tejadi hanya pada Hal serupa dijelaskan pula oleh Garrett
siswa dengan kemampuan akademik mate- (1998), bila pembelajaran kelompok belum
matika rendah atau sedang terhadap siswa dapat berjalan dengan baik hal ini dapat
dengan kemampuan akademik matematika berarti keterampilan membantu dan meminta
tinggi. Hal ini tampak pada semua kelom- bantuan diantara siswa-siswa tersebut belum
pok, harapan besar terletak di pundak siswa terasah dengan baik. Pada dasarnya pembe-
dengan kemampuan akademik matematika lajaran kooperatif dapat membantu siswa,

Jurnal Psikologi Volume 2, No. 7 Desember 2014 43


namun dalam pelaksanaannya terdapat kan waktu efektif penerapan STAD. Hal ini
sejumlah tantangan dan rintangan yang didukung pula oleh Bawn (2007) yang
harus diatasi agar pembelajaran kooperatif menyebutkan bahwa belum ada penelitian
menjadi lebih efektif. Adanya perubahan yang secara spesifik menjelaskan waktu
struktur kekuasaan di dalam kelas, dimana efektif penerapan STAD. Intervensi yang
sejumlah siswa bertanggungjawab mengajari dilakukan dalam penelitian ini dilakukan
temannya, dapat membuat mereka tidak sebanyak empat kali dimaksudkan agar
nyaman. Sebagian menganggap diri mereka siswa dapat terbiasa dengan pembelajaran
tidak pantas menjadi pemegang kekuasaan, kooperatif STAD. Tampaknya pemberian
dan sebagian lagi menganggap teman intervensi sebanyak empat kali ini kurang
mereka tidak pantas dijadikan sebagai guru. cukup untuk dapat menyolidkan antar siswa
Secara teori, dalam situasi kerja sama dalam satu kelompok. Hal ini didukung oleh
setiap individu berusaha untuk memberikan Iqbal (2004) bahwa untuk membentuk
sesuatu yang menguntungkan bagi individu interaksi dalam kelompok dibutuhkan fre-
lain maupun pada kelompok. Semua siswa kuensi jadwal pertemuan antar anggota yang
dalam kelompok akan bekerja untuk satu sering. Siswa-siswa dalam kelompok adalah
hasil, dan materi-materinya dapat dibagi di teman satu kelas, namun sebagian dari
antara siswa-siswa anggotanya. Interaksi mereka hanya berteman akrab dengan bebe-
antar pribadi dengan teman sebaya sehingga rapa orang saja. Dari teori di atas dapat
siswa dapat menikmati merupakan bagian disimpulkan bahwa faktor karakter pribadi
dari proses belajar. Namun dalam prak- siswa, perbedaan gaya belajar dan hubungan
tiknya, akibat belajar dalam kelompok dengan teman sebaya turut mempengaruhi
mungkin bervariasi, tergantung pada apa interaksi dan dinamika yang terjadi dalam
yang sebenar-nya terjadi dalam kelompok kelompok, yang selanjut-nya mempengaruhi
dan siapa yang ada di dalamnya. Bahkan hasil penelitian.
jika kelompok terdiri dari anggota-anggota Pembelajaran kooperatif STAD diterap-
yang sukses dalam belajar, tidak ada kan oleh guru kelas. Tidak adanya pelatihan
jaminan bahwa setiap siswa akan mendapat- yang dilakukan secara formil dan intensif
kan keuntungan dari kelompok itu. Jika terhadap guru tampaknya menjadi faktor
hanya beberapa siswa yang bertanggung- dari tidak efektifnya pembelajaran koo-
jawab untuk tugas yang dibebankan kepada peratif STAD terhadap perilaku keterikatan
kelompok, siswa ini yang akan belajar, siswa. Dalam penelitian ini, peneliti meng-
sedangkan yang lain tidak. Siswa-siswa anggap pengetahuan dasar yang dimiliki
yang bertanya, mendapatkan jawaban dan guru mengenai pembelajaran kooperatif
mencoba menerangkan pemahamannya pada dapat menjadi modal untuk dapat menerap-
siswa lain. Untuk siswa yang pendiam dan kan pembelajaran kooperatif STAD dalam
pemalu, bagi mereka lebih baik belajar pelajaran matematika. Peneliti juga telah
secara individu (Djiwandono, 2006). melakukan coaching dan role play terhadap
Bawn (2007) juga menyebutkan bahwa guru dengan harapan guru dapat mengenal
pendidik perlu mempertimbangkan pilihan lebih dalam dan mampu menerapkan
siswa dalam proses belajar, beberapa siswa pembelajaran kooperatif STAD di kelasnya.
lebih senang bekerja sama saat proses Namun tampaknya hal ini kurang maksimal
belajar berlangsung sedangkan beberapa dalam meningkatkan pengetahuan dan
siswa lainnya memilih untuk belajar secara keterampilan guru dalam menerapkan
individual. Hal ini memberikan kesadaran pembelajaran kooperatif STAD. Sebagai-
bahwa saat pembelajaran kooperatif diterap- mana dijelaskan oleh Bawn (2007) bahwa
kan para siswa memerlukan waktu untuk keahlian guru dalam mengajar dapat mem-
mengembangkan pertemanan yang solid pengaruhi pencapaian siswanya, dimana
dengan teman satu kelompoknya. Peneliti siswa yang diajar oleh guru yang berbeda
belum menemukan literatur yang menyebut- dapat berbeda pula pencapaian pembelajaran
44 Andaritidya, Efektivitas Pembelajaran …
dan keterikatannya. Dengan kata lain, Selain itu pihak luar perlu senantiasa
pengalaman dan pendidikan guru memiliki mendampingi dan memberikan motivasi
dampak pada pen-capaian pembelajaran dan setiap kali diperlukan, kepada para siswa
keterikatan siswa. Pembelajaran kooperatif agar para siswa tersebut dapat terjaga
STAD akan lebih dapat diterapkan dengan semangatnya untuk mau belajar kelompok.
baik di dalam kelas manakala guru telah Selain itu hal lain yang perlu diperhatikan
memiliki pemahaman yang baik tentang adalah hubungan pertemanan, beberapa
pembelajaran kooperatif STAD dan telah siswa biasanya ber-teman dengan semua
memiliki kemampuan yang teruji sehingga siswa dalam kelas namun dengan kualitas
dapat menerapkan pembelajaran kooperatif yang berbeda-beda. Beberapa siswa bisa
STAD pada para siswanya. akrab atau dekat dengan siswa tertentu
namun kurang akrab atau kurang dekat
SIMPULAN DAN SARAN dengan siswa lainnya. Untuk mengatasi hal
ini, diperlukan pengenalan antar siswa
Simpulan dalam kelompok. Pengenalan antar siswa ini
dimaksudkan agar siswa dalam satu
Pemberian pembelajaran kooperatif kelompok dapat mengenal lebih dalam
STAD tidak dapat meningkatkan perilaku teman satu kelompoknya sehingga kelom-
keterikatan dalam pelajaran matematika pok dapat menjadi lebih solid, dan
secara signifikan (p>0,05) pada anak selanjutnya tujuan dari belajar kelompok
sekolah dasar kelas 5 dalam kelompok dapat tercapai dengan baik. Pengenalan
eksperimen. antar siswa ini dapat dibuat menyenangkan,
hal-hal yang dapat dilakukan dalam tahap ini
Saran seperti diadakannya permainan kelompok
menyebutkan kesukaan masing-masing
Penerapan intervensi berupa siswa, membuat nama kelompok, membuat
pembelajar-an kooperatif STAD telah yel-yel kelompok dan lain sebagainya.
dilakukan sebanyak empat kali, namun Berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan di
tampaknya empat kali penerapan pem- atas, maka masa persiapan atau peng-
belajaran kooperatif STAD masih kurang kondisian para siswa agar siap menerima
dapat membiasakan para siswa untuk belajar pembelajaran kooperatif STAD perlu
secara kooperatif. Ada hal-hal yang perlu diperhatikan oleh peneliti selanjutnya.
diperhatikan sebelum siswa siap menerima Di dalam penelitian ini pemberi
pembelajaran kooperatif STAD seperti intervensi adalah guru. Meski pembelajaran
perbedaan gaya belajar dan hubungan kooperatif bukan hal asing bagi guru namun
pertemanan. Perbedaan gaya belajar berarti tidak semua guru paham dan memiliki kete-
adanya perbedaan siswa dalam memilih rampilan untuk menerapkan pembelajaran
gaya belajarnya, ada siswa yang senang kooperatif. Bila guru belum pernah me-
belajar dengan temannya namun ada siswa nerima pelatihan pembelajaran kooperatif
yang senang belajar sendiri. Di dalam STAD maka peneliti perlu membuat
pembelajaran kooperatif STAD, seluruh pelatihan yang tidak hanya berisi tentang
siswa dituntut untuk dapat bekerja sama pengetahuan mengenai pembelajaran koo-
dengan siswa lainnya. Oleh karena itu, peratif STAD saja namun juga adanya
pemberi pembelajaran kooperatif STAD kesempatan bagi guru untuk mempraktikkan
perlu memberikan pendahuluan dan ilmu yang telah didapat dari pelatihan
pemahaman kepada para siswa tentang tersebut. Peneliti juga dapat melakukan
pentingnya belajar secara kooperatif dan evaluasi setelah pelatihan untuk melihat
manfaat yang bisa didapat oleh masing- guru yang telah mampu melaksanakan
masing siswa tersebut. pembelajaran kooperatif STAD tidak hanya
dari segi keilmuan namun juga keteram-

Jurnal Psikologi Volume 2, No. 7 Desember 2014 45


pilan. Guru yang telah mendapatkan dynamics of motivational
pelatihan diyakini lebih kompeten untuk development. Handout of Blennial
menerapkan pembelajaran kooperatif STAD Meeting. San Francisco, California.
daripada yang belum pernah mendapatkan Garrett, K.J. (1998). Cooperative learning in
pelatihan. social work research courses: Helping
students help one another. Journal of
DAFTAR PUSTAKA Social Work Education, 34, 237-246.
Gillies, R., M. (2008). The effects of
Ahlfeldt, S., Mehta, S., & Sellnow, T. cooperative learning on junior high
(2005). Measurement and analysis of school students’ behaviours, discourse
student engagement in university and learning during a science-based
classes where varying levels of PBL learning activity. School Psychology
methods of instruction are in use. International, 29, 328–347
Higher Education Research and Hamzah. (2001). Pembelajaran matematika
Development, 24, 5-20. menurut teori pembelajaran
Ainley, M. (2004). What do we know about konstruktivisme. Diunduh dari www.
student motivation and engagement? depdiknas.go.id, diakses 11 Januari
Presented at the annual meeting of the 2007.
Australian Association for Research in Hughes, J. N., Luo, W., Kwok, O-M., &
Education, Melbourne. Loyd, L. K. (2008). Teacher-student
Antil, L.R., Jenkins, J.R., Wayne, S.K., & support, effortful engagement, and
Vadasy, P.F. (1998). Cooperative achievement: A 3-year longitudinal
learning: Prevalence, study. Journal of Educational
conceptualizations, and the relation Psychology, 100, 1-14.
between research and practice. Indiyani, N.E., Widodo, P.B., & Listiara, A.
American Educational Research (2006). Efektivitas metode
Journal, 35, 419-454. pembelajaran gotong royong
Bawn, S. (2007). The effects of cooperative (cooperative learning) untuk
learning on learning and engagement. menurunkan kecemasan siswa dalam
Thesis (tidak diterbitkan). The menghadapi pelajaran matematika:
Evergreen State College. Suatu studi eksperimental pada siswa
Brown, T.T. (2008). An exploratory study of di SMP 26 Semarang. Jurnal Psikologi
mathematics engagement of secondary Universitas Diponegoro, 3, 10-28.
students. Dissertation (tidak Iqbal, M. (2004). Effect of cooperative
diterbitkan). Atlanta: Georgia State learning on academic achievement of
University. secondary school students in
Djiwandono, S. E.W. (2006). Psikologi mathematics. Dissertation (tidak
pendidikan. Edisi revisi. Jakarta: diterbitkan). Islamabad: University
Grasindo. Institute of Arid Agriculture
Fredericks, J.A., Blumenfeld, P.C., & Paris, Rawalpindi Pakistan.
A.H. (2004). School engagement: Jablon, J.R., & Wilkinson, M. (2006). Using
Potential of the concept, state of the engagement strategies to facilitate
evidence. Review of Educational children’s learning and success.
Research, 74, 59-109. Beyond The Journal, 1, 1-5.
Frengky. (2008). Model pembelajaran Klem, A. M, & Connell, J. P. (2004).
matematika siswa kelas satu sekolah Relationship matter: Linking teacher
dasar. Jurnal Psikologi, 35, 151-163. support to student engagement and
Furrer, C., Skinner, D., Marchand, D., & achievement. Journal of School
Kinderman, T. (2006). Engagement vs. Health, 74, 262-273.
disaffection: Central constructs in the
46 Andaritidya, Efektivitas Pembelajaran …
Kong, Q-P., Wong, N-Y., & Lam, C-C. achievement and attitude towards
(2003). Student engagement in mathematics using TAI and STAD
mathematics: Development of methods. Educational Studies in
instrument and validation of construct. Mathematics, 67, 77-91.
Mathematics Education Research William, S.R., & Ivey, K.M.C. (2001).
Journal, 15, 4-21. Affective assessment and mathematics
Miller, G., & Hall, T. (2007). Classroom classroom engagement: A case study.
management, curriculum enhancement. Educational Studies in Mathematics,
Handout (tidak diterbitkan). New 47, 75-100.
York: National Center on Accessing Zakaria, E., & Iksan, Z. (2007). Promoting
the General Curriculum (NCAC). cooperative learning in science and
Mohtar, T.M.T., & Yusoff, M. (1998). mathematics education: A Malaysian
Sustaining student engagement in perspective. Eurasia Journal of
classroom discourse. Diunduh dari Mathematics, Science & Technology
http://www.jalt- Education. 3, 35-39.
publications.org/tlt/files/97/sep/yusoff.
html tanggal 22 oktober 2008
Niemi, A.M. (2007). What are effective
strategies to support student
engagement and learning?. Thesis
(tidak diterbitkan) Washington: The
Evergreen State College.
Ormrod, J.E. (2004). Human learning.
Fourth Edition. Ohio: Pearson
Reeve, J., Jang, H., Carrell, D., Jeon, S., &
Barch, J. (2004). Enhancing students’
engagement by increasing teachers’
autonomy support. Motivation and
Emotion, 28, 147-169.
Shadish, W.R., Cook, T.D., & Campbell,
D.T. (2002). Experimental and quasi
experimental designs for generalized
causal inference. Boston: Houghton
Mifflin Company.
Skinner, E. A, Kindermann, T. A., & Furrer,
C. J. (2008). A motivational
perspective on engagement and
disaffection. Educational and
Psychological Measurement, 20, 1-33.
Slavin, R. E. (2009). Cooperative learning:
Teori, riset, dan praktik. London:
Allyn and Bacon
Sulistyawati, A. (2009). Mencabut ’Imej
Sulit’ yang sudah mengakar. Diunduh
dari http://www.ypk.or.id/in/berita-a-
artikel/artikel/174-mencabut-imej-
sulit.html tanggal 17 maret 2010.
Tarim, K., & Akdeniz, F. (2008). The effects
of cooperative learning on Turkish
elementary students’ mathematics

Jurnal Psikologi Volume 2, No. 7 Desember 2014 47

Anda mungkin juga menyukai