Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Nutrisi seperti halnya oksigen dan cairan senantiasa dibutuhkan oleh


tubuh, dan merupakan salah satu pokok sumber kehidupan. Dalam keadaan sakit
kebutuhan nutrisi merupakan hal yang sangat penting namun sering dilupakan
karena seringnya kita berorientasi pada pemakaian obat, sehingga penderita sering
mengalami kekurangan nutrisi. Hal ini menyebabkan penyembuhan menjadi
terhambat, diikuti dengan meningkatnya resiko infeksi pasca bedah, lama rawat
inap dan mortalitas.1
Dewasa ini perhatian terhadap terjadinya malnutrisi pada penderita yang
sedang dirawat di rumah sakit telah meningkat. Perlunya pemberian nutrisi pada
pasien dengan penyakit kritis atau yang mengalami trauma berat sudah sangat
jelas. Diketahuinya bahwa traktus gastrointestinal memegang peranan penting
dalam systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dan sepsis. Resiko
terjadinya malnutrisi pada pasien rawat inap berkisar antara 6-55%,. Masalah
primer dari keadaan sakit pasien akan memburuk bila pemberian nutrisi kurang
adekuat. Nutrisi yang tidak adekuat akibat dokter salah memperkirakan kebutuhan
nutrisi dari pasien dan juga akibat keterlambatan memulai pemberian nutrisi.
Pemberian nutrisi hanya efektif untuk pengobatan bukan untuk penyebab
penyakitnya. Status nutrisi basal dan berat ringannya penyakit menunjang peranan
penting dalam dimulainya pemberian nutrisi. 1,2
Terapi nutrisi yang sesuai bisa menurunkan pemakaian cadangan nutrien
endogen dan mempertahankan masa jaringan, memperbaiki fungsi organ,
mempercepat penyembuhan luka, menurunkan kejadian infeksi, mempertahankan
barier usus, mengurangi masa rawat dan biaya perawatan di rumah sakit.
Sehingga disini nutrisi sangat penting dalam menjaga pasien agar tidak
mengalami malnutrisi selama mengalami perawatan. Jika pemberian nutrisi lewat
oral dan enteral tidak memungkinkan dilakukan, maka terapi nutrisi parenteral
mutlak diberikan sebagai pilihan utama.1, 2

1
Hampir semua pasien kritis mengalami anoreksia atau ketidakmampuan
makan karena penurunan kesadaran, pemberian sedasi, dan terintubasi. Pasien
yang tidak dapat makan atau tidak boleh makan harus tetap mendapat masukan
nutrisi melalui cara enteral dengan selang nasogastric (NGT) maupun selang
oralgastrik (OGT) atau cara parenteral (intravena) baik itu menggunakan vena
central maupun perifer. Kurang gizi secara konsisten umum di antara pasien ICU
di seluruh dunia bahkan saat ini. Dukungan nutrisi dari sakit kritis adalah strategi
terapi utama. Meningkatnya kelangsungan hidup pasien yang sakit parah telah
dimungkinkan oleh peningkatan pemahaman kebutuhan nutrisi dan teknik untuk
memberikan nutrisi. Seperti pemahaman kita tentang nutrisi dalam kemajuan
penyakit kritis, dokter, ahli gizi, dan staf perawat perlu diperbaharui secara
berkala pada rekomendasi saat ini oleh kelompok ahli untuk memungkinkan
praktik yang lebih baik dan dengan demikian meningkatkan hasil. 1,3
Referat ini bertujuan untuk memaparkan terapi nutrisi pada pasien terutama
pasien sakit kritis.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Nutrisi adalah ikatan kimia yang yang diperlukan tubuh untuk


melakukan fungsinya yaitu energi, membangun dan memelihara jaringan,
serta mengatur proses-proses kehidupan (Soenarjo, 2000). Nutrisi adalah
suatu proses organism menggunakan makanan yang dikonsumsi secara
normal melalui proses degesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan,
metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan (Supariasa, 2001).
Dengan kata lain dapat diartikan terapi nutrisi adalah sebuah program
terapi yang dirancang dengan menggunakan makanan berkualitas tinggi yang
memiliki kandungan lengkap semua nutrisi yang diperlukan tubuh, bebas zat
toksin, yang mampu diserap tubuh sampai ke tingkat sel, sehingga tubuh
memiliki sel-sel yang sehat dan kuat ,4

2.2 Jenis Terapi

Jenis Terapi nutrisi terbagi dalam 3 jalur pemberian yaitu: oral feeding,
enteral nutrition, dan parenteral nutrition.

Oral feeding 2
Oral feeding atau pemberian makan melalui oral adalah memasukan
sejumlah nutrisi melalui mulut. Diet oral selalu lebih dianjurkan sebagai rute
untuk memberikan terapi nutrisi. Banyak jenis diet oral yang tersedia.
Sebagai tambahan, nutrisi suplemen komersial dalam bentuk cair dapat
digunakan bersama dengan suatu diet oral untuk meningkatkan asupan nutrisi
yang adekuat. Jika diperlukan ahli gizi dapat memberikan suatu analisa
(calorie/protein count) untuk mengevaluasi kecukupan asupan nutrisi oral
sehari-hari.

3
A. Tujuan
Tujuan dari pemberian nutrisi melalui oral/ mulut antara lain: memperoleh
nutrisi yang optimal, memberikan kepuasan fisik dan psikologis yang
dihubungkan dengan makan, meningkatkan berat badan, meningkatkan
kontrol diri dengan mampu melakukan aktivitas harian secara mandiri.

B. Indikasi
Adapun indikasi pemberian nutrisi melalui oral feeding, antara lain:
1. Mampu untuk makan melalui mulut
2. Fungsi GIT baik
3. Nafsu makan baik
4. Bentuk makanan: makanan cair, makanan lunak, makanan biasa.
C. Kontraindikasi
Sedangkan kontraindikasi pemberian nutrisi melalui oral feeding antara
lain:
1. Pasien dalam keadaan tidak sadar
2. Kerusakan alat pencernaan atas
3. Reflek menelan tidak ada , tidak mampu mampu menelan

Enteral Feeding 2,5

Nutrisi enteral adalah semua makanan cair yang dimasukkan kedalam


tubuh lewat saluran cerna, baik melalui mulut ataupun oral, selang
nasogastrik, maupun selang melalui lubang stomagaster atau lubang stoma
jejunum.
Pemberian makan melalui pipa ditujukan untuk pasien yang tidak
mampu mencerna nutrisi yang cukup secara normal dan aman secara oral,
tetapi memiliki saluran pencernaan yang sebagian masih berfungsi dengan
baik. Nutrisi enteral lebih disukai daripada nutrisi parenteral karena sekaligus
dapat menjadi sarana pemeliharaan dari struktur dan fungsi usus,
meningkatkan imunitas, dan menghindari komplikasi berkaitan dengan pipa

4
yang dimasukkan ke dalam tubuh sehubungan dengan nutrisi parenteral.
Nutrisi enteral juga jelas lebih murah dibanding nutrisi parenteral.
Beberapa cara yang dipakai untuk memberikan nutrisi enteral sebagai
alternanatif pemberian makan secara oral antara lain melalui: pipa nasogastrik
dan nasoduodenal, pipa faringostomi gastrik atau pipa faringo-duodenal, pipa
gastrostomi dan pipa gastrostomi duodenal dan pipa atau kateter
yeyunostomi. Dapat dilakukan pada keadaan fungsi gaster harus baik,
motilitas dan pengosongan gaster normal
A. Tujuan
Tujuan pemberian nutrisi enteral adalah untuk suplementasi, untuk
pasien yang masih dapat makan dan minum tetapi tidak dapat mencukupi
kebutuhan energy dan protein, untuk pengobatan, dan digunakan untuk
mencukupi seluruh kebutuhan zat gizi bila pasien tidak dapat makan
sama sekali.

B. Indikasi
Indikasi pemberian nutrisi melalui enteral adalah pada pasien
yang tidak bisa makan, makanan yang tidak adekuat, pasien sulit
menelan, pasien luka bakar luas.

C. Kontraindikasi
Kontraindikasi pemberian terapi nutrisi melalui jalur enteral adalah pada
penderita yang mengalami kelainan anatomi saluran cerna, resiko
aspirasi, edema saluran cerna, dan saluran cerna fungsinya terganggu,
misalnya diare berat, seperti:
1) Pasien dengan kanker hidung, mulut, faring, esophagus (jika
menggunakan NGT)
2) Gangguan cairan tubuh yang kompleks
3) Obstruksi intestinal
4) Ileus paralitik
5) Muntah-muntah
6) Perdarahan GIT akut

5
7) Peritonitis
8) Klien koma dengan potensial fomiting dan aspirasi

Parenteral Feeding 2,5

Pemberian nutrisi parenteral direkomendasikan apabila terdapat


gangguan dari traktus digestif atau terjadi insufisiensi dari enteral feeding.
Nutisi parenteral berhubungan dengan peningkatan komplikasi infeksi dan
tingginya biaya. Dibutuhkan perhatian khusus terhadap tindakan aseptik
untuk bisa menurunkan angka kejadian komplikasi.5
Nutrisi parenteral/ Parenteral Nutrition (PN) adalah suatu bentuk
pemberian nutrisi yang diberikan langsung melalui pembuluh darah tanpa
melalui saluran pencernaan. Metode pemberian nutrisi parenteral bisa melalui
vena perifer dan vena central, namun risikoterjadinya phlebitis lebih tinggi
pada pemberian melalui vena perifer sehingga metode ini tidak banyak
digunakan. Nutrisi parenteral diberikan bila asupan nutrisi enteral tidak dapat
memenuhi kebutuhan pasien dan tidak dapat diberikan dengan baik.2
Nutrisi parenteral diberikan pada pasien dengan kondisi reseksi usus
massif, reseksi kolon, fistula dan pasien sudah dirawat selama 3-7 hari.
Pemberian nutrisi melalui PN harus berdasarkan standar yang ada agar tidak
terjadi komplikasi diantaranya menentukan tempat insersi yang tepat (tidak
boleh digunakan untuk plebotomi dan memasukkan obat), persiapan formula
PN secara steril 24 jam sebelum diberikan ke pasien dan disimpan di kulkas
serta aman dari pencahayaan agar menurunkan degradasi biokimia dan
kontaminasi bakteri. Terapi nutrisi parenteral dibagi menjadi 2 kategori:
a. Terapi nutrisi parenteral parsial (suportif atau suplemen) diberikan
bila:
1) Dalam waktu 5 sampai 7 hari, pasien diharapkan mampu menerima
nutrisi enteral kembali.
2) Masih ada nutrisi enteral yang dapat diterima pasien. PN parsial ini
diberikan dengan indikasi relatif

6
b. Terapi nutrisi parenteral total, diberikan jika batasan jumlah kalori
ataupun batasan waktu tidak terpenuhi. PN total ini diberikan atas
indikasi absolut.5
2.3 Makronutrien
2.3.1 Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber energi yang penting. Setiap gram


karbohidrat menghasilkan kurang lebih 4 kalori. Asupan karbohidrat di dalam
diet sebaiknya berkisar 50%-60% dari kebutuhan kalori. Dalam diet,
karbohidrat tersedia dalam 2 bentuk: pertama karbohidrat yang dapat dicerna,
diabsorbsi dan digunakan oleh tubuh (monosakarida seperti glukosa dan
fruktosa; disakarida seperti sukrosa, laktosa dan maltosa; polisakarida seperti
tepung, dekstrin, glikogen) dan yang kedua karbohidrat yang tidak dapat
dicerna seperti serat. Glukosa digunakan oleh sebagian besar sel tubuh
termasuk susunan saraf pusat, saraf tepi dan sel-sel darah.

Glukosa disimpan di hati dan otot skeletal sebagai glikogen. Cadangan


hati terbatas dan habis dalam 24 jam melakukan puasa. Saat cadangan
glikogen hati habis, glukosa diproduksi lewat glukoneogenesis dari asam
amino (terutama alanin), gliserol dan laktat. Oksidasi glukosa berhubungan
dengan produksi CO2 yang lebih tinggi, yang ditunjukkan oleh RQ
(Respiratory Quotient) glukosa lebih besar dari pada asam lemak rantai
panjang. Sebagian besar glukosa didaur ulang setelah mengalami glikolisis
anaerob menjadi laktat kemudian digunakan untuk glukoneogenesis hati.
Kelebihan glukosa pada pasien keadaan hipermetabolik menyebabkan
akumulasi glukosa dihati berupa glikogen dan lemak. Meskipun turnover
glukosa meningkat pada kondisi stres, metabolisme oksidatif tidak meningkat
dalam proporsi yang sama. Oleh karena itu kecepatan pemberian glukosa
pada pasien dewasa maksimal 5 mg/kgbb/menit. 6

7
Fungsi karbohidrat: 7
 Persediaan bahan bakar dasar
Fungsi utama karbohidrat adalah untuk menyediakan bahan bakar bagi
tubuh. Karbohidrat yang dibakar dalam tubuh menghasilkan 4 Kkal/g; oleh
karena itu, faktor bahan bakar kabohidrat adalah 4. Karbohidrat
menyediakan energi siap yang dibutuhkan untuk aktivitas fisik dan kerja
sel-sel tubuh.
 Menyimpan persediaan bahan bakar
Jumlah karbohidrat total dalam tubuh, mencakup simpanan glikogen dan
gula darah, relatif kecil. Orang dewasa yang sehat dan nutrisinya baik
menyimpan sekitar 100 g glikogen dalam hati, yaitu sekitar 8% berat
massa hati. Glikogen dalam hati utamanya berperan untuk
mempertahankan kadar gula darah dan memastikan fungsi otak optimal.
 Fungsi jaringan khusus
Karbohidrat juga memerankan berbagai fungsi khusus dalam banyak
jaringan dan organ tubuh, seperti hati, sistem saraf pusat, serta regulasi
metabolisme protein dan lemak.
2.3.2 Lemak

Komponen lemak dapat diberikan dalam bentuk nutrisi enteral ataupun


parenteral sebagai emulsi lemak. Pemberian lemak dapat mencapai 30%-50%
dari total kebutuhan. Satu gram lemak menghasilkan 9 kalori. Lemak
memiliki fungsi antara lain sebagai sumber energi, membantu absorbsi
vitamin yang larut dalam lemak, menyediakan asam lemak esensial,
membantu dan melindungi organ-organ internal, membantu regulasi suhu
tubuh dan melumasi jaringan-jaringan tubuh.
Pemberian kalori dalam bentuk lemak akan memberikan keseimbangan
energi dan menurunkan insiden dan beratnya efek samping akibat pemberian
glukosa dalam jumlah besar. Penting juga bagi kita untuk memperkirakan
komposisi pemberian lemak yang berhubungan dengan proporsi dari asam
lemak jenuh (SFA), asam lemak tidak jenuh tunggal (MUFA), asam lemak
tidak jenuh ganda (PUFA) dan rasio antara asam lemak esensial omega 6 dan

8
omega 3 dan komponen antioksidan. Selama hari-hari pertama pemberian
emulsi lemak khususnya pada pasien yang mengalami stres, dianjurkan
pemberian infus selambat mungkin, yaitu untuk pemberian emulsi Long
Chain Triglyseride (LCT) kurang dari 0,1 gram/kgbb/jam dan emulsi
campuran Medium Chain Triglyseride (MCT)/Long Chain Triglyseride
(LCT) kecepatan pemberiannya kurang dari 0,15 gram/kgbb/jam. Kadar
trigliserid plasma sebaiknya dimonitor dan kecepatan infus selalu disesuaikan
dengan hasil pengukuran.6

Fungsi Lemak 7
Fungsi lemak dalam makanan:
 Energi
Di samping karbohidrat, lemak berperan sebagai bahan bakar untuk
produksi energi. Kelebihan intake kalori dari sumber makronutrien
manapun diubah menjadi simpanan lemak di seluruh tubuh. Lemak
merupakan bentuk bahan bakar yang lebih terkonsentrasi,
menghasilkan 9 Kkal/g ketika dibakar tubuh.
 Nutrien esensial
Sejauh jumlah asam lemak esensial yang dikonsumsi cukup, tubuh
dapat memproduksi lemak lain dan kolesterol yang diperlukan secara
endogen. Juga, makanan tinggi lemak secara umum merupakan
sumber yang baik untuk vitamin larut lemak.
 Rasa dan kepuasan
Lemak dalam diet menambah rasa terhadap makanan dan
berkontribusi terhadap rasa kenyang setelah makan. Rasa kenyang ini
disebabkan oleh kecepatan cerna lemak yang lebih lama dibanding
karbohidrat, dan tekstur serta bentuk lemak yang lebih penuh dari,
serta pengosongannya di lambung yang lebih lama.
 Pengganti lemak
Beberapa pengganti lemak, yang merupakan komponen tidak
diabsorpsi dan oleh karenanya tidak menghasilkan kilokalori, tersedia

9
untuk meningkatkan rasa dan tekstur fisik makanan rendah/bebas
lemak, dan untuk membantu mengurangi total intake lemak.
Fungsi lemak dalam tubuh:
 Jaringan adiposa
Lemak disimpan dalam beragam bagian tubuh yang disebut jaringan
adiposa, dari kata Latin adiposus, berarti berlemak. Bantalan jaringan
lemak mendukung dan melindungi organ vital, dan selapis lemak di
bawah kulit langsung penting untuk regulasi suhu tubuh.
 Struktur membran sel
Lemak membentuk pusat lemak dari semua membran sel, yaitu
membentuk lapisan lipid bilayer selektif.

2.3.3 Protein ( Asam amino )


Recommended Dietary Allowance (RDA) untuk protein adalah 0,8
g/kgbb/hari atau kurang lebih 10% dari total kebutuhan kalori. Para ahli
merekomendasikan pemberian 150 kkal untuk setiap gram nitrogen (6,25
gram protein setara dengan 1 gram nitrogen). Kebutuhan ini didasarkan pada
kebutuhan minimal yang dibutuhkan untuk mempertahankan keseimbangan
nitrogen. Dalam sehari kebutuhan nitrogen untuk kebanyakan populasi pasien
di ICU direkomendasikan sebesar 0,15-0,2 gram/ kgbb/hari. Ini sebanding
dengan 1-1,25 gram protein/ kgbb/hari. Beratnya gradasi hiperkatabolik yang
dialami pasien seperti luka bakar luas, dapat diberikan nitrogen sampai
dengan 0,3 gram/kgbb/hari. Kepustakaan lain menyebutkan rata-rata
kebutuhan protein pada dewasa muda sebesar 0,75 gram protein/kgbb/hari.
Namun selama sakit kritis kebutuhan protein meningkat menjadi 1,2 -1,5
gram/kgbb/hari. Pada beberapa penyakit tertentu, asupan protein harus
dikontrol, misalnya kegagalan hati akut dan pasien uremia, asupan protein
dibatasi sebesar 0,5 gram/kgbb/hari.7
Kebutuhan protein pada pasien sakit kritis bisa mencapai 1,5-2 gram
protein/kgbb/hari, seperti pada keadaan kehilangan pro-tein dari fistula
pencernaan, luka bakar, dan inflamasi yang tidak terkontrol. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian Elwyn21 yang hanya menggunakan dekstrosa 5%

10
nutrisi, menunjukkan bahwa perbedaan kecepatan kehilangan nitrogen
berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit. Disamping itu,
keseimbangan ni-trogen negatif lebih tinggi 8 kali pada pasien dengan luka
bakar, dan 3 kali lipat pada sepsis berat apabila dibandingkan dengan individu
normal. Data ini dengan jelas mengindikasikan pertimbangan kondisi
penyakit ketika mencoba untuk mengembalikan keseimbangan nitrogen. 6

Keseimbangan Nitrogen
Keseimbangan nitrogen tubuh menggambarkan seberapa baik jaringan
tubuh terpelihara. Intake dan penggunaan protein makanan diukur dari jumlah
nitrogen yang disediakan makanan dan jumlah nitrogen yang diekskresikan
lewat urin. Sebagai contoh, 1 g nitrogen urin berasal dari pencernaan dan
metabolisme 6,25 g protein. Demikian, jika 1 g nitrogen diekskresikan lewat
urin untuk setiap 6,25 g protein yang dikonsumsi, maka tubuh dikatakan
berada dalam keseimbangan nitrogen. Akan tetapi, pada waktu yang berbeda
atau dalam keadaan malnutrisi atau sakit, keseimbangan tersebut dapat
bergeser ke positif atau negatif.7
Keseimbangan nitrogen positif. Keseimbangan nitrogen positif terjadi
jika tubuh mempertahankan atau membutuhkan lebih banyak nitrogen
daripada yang diekskresikan, dengan demikian menyimpan lebih banyak
nitrogen dalam bentuk protein daripada membuangnya. Keadaan ini terjadi
normal selama periode pertumbuhan cepat, seperti masa bayi, kanak-kanak,
remaja, hamil, dan menyusui. Keseimbangan nitrogen positif juga terjadi
pada individu yang sudah sakit atau malnutrisi. Pada keadaan demikian,
protein dipakai untuk mencukupi peningkatan kebutuhan pembangunan
jaringan dan aktivitas metabolik yang terkait.7
Keseimbangan nitrogen negatif. Keseimbangan nitrogen negatif
terjadi ketika tubuh mengekskresikan lebih banyak nitrogen daripada
menyimpannya. Hal ini terjadi jika tubuh memiliki persediaan protein
makanan dan/atau energi total yang inadekuat. Dalam keadaan ini, penting
bagi tubuh untuk mengkatabolisasi jaringan tubuh yang mengandung protein
untuk memenuhi fungsi kritikal lain. Malnutrisi, sedang sakit, dan starvasi

11
lama merupakan contoh periode ketika keseimbangan nitrogen negatif terjadi.
Keseimbangan nitrogen negatif juga terlihat pada individu dengan defisiensi
protein.7
Fungsi Protein
 Pembangun jaringan utama
Protein merupakan material struktural fundamental dari setiap sel
dalam tubuh. Protein membentuk sekelompok otot, organ dalam, otak,
saraf, kulit, rambut, dan kuku; dan juga merupakan bagian penting zat
regulatorik seperti enzim, hormon, dan plasma darah. Semua jaringan
harus terus diperbaiki dan diganti. Fungsi utama protein adalah untuk
memperbaiki jaringan tua dan rusak, dan membentuk jaringan baru.
 Fungsi tubuh tambahan
- Keseimbangan air melalui tekanan osmotik
- Agen penyangga untuk membantu mempertahankan keseimbangan pH
- Pencernaan dan metabolisme melalui reaksi enzimatik
- Signaling dan transpor sel (hemoglobin dan transerin)
- Imunitas (antibodi)
- Sumber energi (4 Kkal/g) 7

2.4 Mikronutrien
Mikronutrien terdiri dari vitamin dan mineral. Pasien sakit kritis
membutuhkan vitamin-vitamin A, E, K, B1 (tiamin), B3 (niasin), B6
(piridoksin), vita-min C, asam pantotenat dan asam folat yang lebih banyak
dibandingkan kebutuhan normal sehari-harinya. Vitamin terbagi berdasarkan
kelarutannya menjadi vitamin larut lemak dan vitamin larut air. Adapun
vitamin yang larut dalam lemak yaitu vitamin A (Retinol), D (Calciterol), E (
Tocopherol), K dan vitamin yang larut dalam air yaitu vitamin B1 (
Thiamine), B2 (Riboflavin), Niacin (Nicotinic Acid), B6 (piridoxine), B12
(Cobalamin), Folat (Asam Folat), Biotin, Vitamin C (Asam Askorbat) .
Sedangkan mineral-mineral yang dibutuhkan oleh tubuh seperti
Calcium, phosporus, Kalium, Sodium, Chlorida, Magnesium, Sulfur, Zat

12
Besi, Zinc, Selenium dan masih banyak lainnya yang kebutuhannya harus
terpenuhi dalam pemenuhan terapi nutrisi. 1,7

2.5 Penilaian Kebutuhan Energi


Kebutuhan kalori harian tergantung pada total energy expenditure
(TEE), yang merupakan hasil penjumlahan basal energy expenditure (BEE),
diet-induced thermogenesis (DIT), dan activity energy expenditure (AEE).
BEE adalah pengeluaran kalori dari seseorang pada posisi berbaring yang
telah berpuasa selama setidaknya 10 jam. DIT adalah energi yang
dikeluarkan untuk melakukan semua aspek konsumsi makanan, termasuk
hidrolisis dan absorpsi nutrien, dan dapat menyusun 15% hingga 40% TEE.
Pengeluaran energi istirahat (REE) adalah pengeluaran energi seseorang
pada posisi berbaring yang tidak berpuasa dan merupakan penjumlahan dari
BEE dan DIT. Hubungan ini dapat ditampilkan dengan rumus berikut:
REE = BEE + DIT
TEE = REE + AEE
Kebutuhan kalori dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus
atau diukur dengan kalorimetri indirek. Lazimnya, BEE diperkirakan
dengan rumus Harris-Benedict, yang didasarkan pada jenis kelamin, usia,
tinggi badan, dan berat badan dan kemudian dikalikan faktor aktivitas dan
faktor stress untuk memperkirakan kebutuhan kalori. Rumus Harris-
Benedict adalah sebagai berikut:
BEE = 66,42 + (13,75 W + 5,0 H – 6,77 A) UNTUK PRIA
BEE = 655,10 + (9,56 W + 1,85 H – 4,68 A) UNTUK WANITA

Keterangan:
REE = resting energy metabolism (BMR = Basal Metabolic Rate)
W = weight (kg)
H = height (cm)
A = age (years)

13
Rumus tersebut dapat memperkirakan BMR untuk orang normal pada
saat istirahat, akan tetapi untuk pasien-pasien sakit kritis pembakaran
energinya tidaklah sama dengan orang-orang normal. Oleh karena itu hasil
dari perhitungan tersebut perlu disesuaikan dengan penderita yang dihadapi,
atau dalam arti lain pada pasien hipermetabolik harus ditambahkan faktor
stress.5
Peningkatan BMR untuk penderita operasi elektif berkisar antara 10 –
20%, trauma berat 20 – 50%, sepsis 20 – 60% dan 2untuk luka bakar berat
100%. Pada penderita sakit kritis di ICU hasil perkiraan kebutuhan
energinya dapat bervariasi dari hari ke hari sehingga perlu penyesuaian
dengan kondisi penderita. Perkiraan REE yang akurat dapat membantu
mengurangi komplikasi akibat kelebihan pemberian pemberian nutrisi
(overfeeding) seperti infiltrasi lemak hati dan pulmonary compromise.8
Koreksi terhadap perhitungan kebutuhan energi derajat
hipermetabolisme:
 Postoperasi (tanpa komplikasi) 1,00 - 1,30
 Kanker 1,10 - 1,30
 Peritonitis/sepsis 1,20 - 1,40
 Sindroma kegagalan organ multipel 1,20 - 1,40
 Luka bakar 1,20 - 2,00 (perkiraan BEE + % luas permukaan tubuh
yang terbakar)
Kebanyakan pasien sakit kritis harus memperoleh kalori untuk
menyuplai 100% hingga 120% dari BEE yang dihitung. Jika kalorimetri
indirek tidak tersedia, penentuan kalori harus didasarkan pada indeks massa
tubuh (IMT) dan berat badan ideal. Kalorimetri indirek dapat digunakan
untuk mengukur REE dan tidak membutuhkan tambahan faktor stress yang
diperkirakan. REE didasarkan pada konsumsi oksigen dan produksi karbon
dioksida yang diukur dan dihitung menggunakan rumus Weir:
REE = (3,94 × VO2) + (1,1 × VCO2)
di mana VO2 = konsumsi oksigen dan VCO2 = produksi karbon dioksida.

14
Pada intinya, pasien sakit kritis harus menerima 25 sampai 30
Kkal/kg/hari, dengan pasien terpasang ventilator mekanik dan disedasi
menerima <25 Kkal/kg/hari. Pasien yang paralisis secara kimiawi umumnya
memerlukan 20 Kkal/kg/hari. Pada pasien obes, pemberian makan
hipokalorik dapat mencetuskan penurunan berat badan dan memperbaiki
sensitivitas insulin dan dapat menurunkan masa penggunaan ventilator dan
masa perawatan ICU. Pada pasien dengan IMT >30, kalori tidak boleh
melebihi 60% hingga 70% target kebutuhan energi atau 11 sampai 14
Kkal/kg berat badan asli perhari atau 22 sampai 25 Kkal/kg berat badan
ideal perhari.8
2.6 Tujuan Terapi Nutrisi Pasien di ICU

Tujuan bantuan nutrisi pada pasien sakit kritis di ICU adalah untuk
meminimalkan efek starvasi untuk menyediakan dosis makronutrien dan
mikronutrien yang tepat, untuk memodulasi proses metabolik penyakit,
untuk meminimalkan komplikasi bantuan nutrisi, dan untuk memperbaiki
outcome. Secara lebih spesifik, tujuan dukungan nutrisi pada pasien sakit
kritis atau cedera adalah untuk menyediakan kalori yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan energi pada keadaan hipermetabolik sementara
menghindari komplikasi yang berhubungan dengan overfeeding,
menyediakan protein yang cukup untuk memperoleh keseimbangan nitrogen
atau meminimalkan defisit nitrogen, menyediakan elektrolit untuk
mempertahankan kadar normal sementara juga memperhatikan kehilangan
yang berlebihan atau gangguan ekskresi, dan menyediakan vitamin dan
trace elements dengan pertimbangan kebutuhan yang terkait spesifik dengan
penyakit.9

Indikasi Pemberian Terapi Nutrisi


Dukungan nutrisi harus dipertimbangkan ketika perdarahan sudah
terkontrol, jaringan yang mengalami devitalisasi telah di-debridement,
fraktur sudah distabilisasi, dan pasien syok telah diresusitasi. Terdapat
beberapa rekomendasi di kepustakaan mengenai waktu yang tepat untuk

15
memberikan dukungan nutrisi, bahwa enteral feeding awal dalam 24-72 jam
setelah masuk ICU, dapat menurunkan hipermetabolisme setelah luka bakar
dan cedera dan juga mengurangi komplikasi infeksi. Umumnya, dukungan
nutrisi harus dimulai pada setiap pasien yang mengalami malnutrisi selama
perawatan yang lama dan kompleks di ICU, dan setiap pasien yang tidak
makan selama 5-7 hari. Yang dimaksud dengan malnutrisi di sini, adalah
gangguan komposisi tubuh di mana intake makronutrien (protein,
karbohidrat, dan lemak) atau mikronutrien (vitamin, mineral, dan trace
elements) yang tidak adekuat menyebabkan penurunan massa tubuh, massa
organ, dan yang paling penting, penurunan fungsi organ.9

2.7 Kebutuhan Energi pada Penderita Sakit Kritis


Keseimbangan nitrogen dapat digunakan untuk menegakkan keefektifan
terapi nutrisi. Nitrogen secara kontinyu terakumulasi dan hilang melalui
pertukaran yang bersifat homeostatik pada jaringan protein tubuh.
Keseimbangan nitrogen dapat dihitung dengan menggunakan formula yang
mempertimbangkan nitrogen urin 24 jam, dalam bentuk nitrogen urea urin
(urine urea nitrogen/UUN), dan nitrogen dari protein dalam makanan. 6

Keseimbangan Nitrogen = ((dietary protein/6,25)-(UUN/0,8) + 4)

Karena umumnya protein mengandung 16% nitrogen, maka jumlah


nitrogen dalam makanan bisa dihitung dengan membagi jumlah protein
terukur dengan 6,25. Faktor koreksi 4 ditambahkan untuk mengkompensasi
kehilangan nitrogen pada feses, air liur dan kulit. Keseimbangan nitrogen
positif adalah kondisi dimana asupan nitrogen melebihi ekskresi nitrogen,
dan menggambarkan bahwa asupan nutrisi cukup untuk terjadinya
anabolisme dan dapat mempertahankan lean body mass. Sebaliknya
keseimbangan nitrogen negative ditandai dengan ekskresi nitrogen yang
melebihi asupan.6
Kebutuhan energi dapat juga diperkirakan dengan formula persamaan
Harris-Bennedict atau kalorimetri indirek. Persamaan Harris-Bennedict pada
pasien hipermetabolik harus ditambahkan faktor stres. Penelitian

16
menunjukkan bahwa rumus perkiraan kebutuhan energi dengan
menggunakan prosedur ini cenderung berlebih dalam perhitungan energy
expenditure pada pasien dengan sakit kritis hingga 15%. Sejumlah ahli
menggunakan perumusan yang sederhana “Rule of Thumb” dalam
menghitung kebutuhan kalori, yaitu 25-30 kkal/kgbb/hari. Selain itu
penetapan Resting Energy Expenditue (REE) harus dilakukan sebelum
memberikan nutrisi. REE adalah pengukuran jumlah energi yang
dikeluarkan untuk mempertahankan kehidupan pada kondisi istirahat dan 12
- 18 jam setelah makan. REE sering juga disebut BMR (Basal Metabolic
Rate), BER (Basal Energy Requirement), atau BEE (Basal Energy
Expenditure).
Perkiraan REE yang akurat dapat membantu mengurangi komplikasi
akibat kelebihan pemberian nutrisi (overfeeding) seperti infiltrasi lemak ke
hati dan pulmonary compromise. Banyak metode yang tersedia untuk
memperkirakan REE, salah satunya adalah kalorimetri yang dapat
dipertimbangkan sebagai gold standard dan direkomendasi sebagai metode
pengukuran REE pada pasien-pasien sakit kritis.6

2.8 Nutrisi untuk Pasien Surgical dan Medikal (Bedah dan Non-Bedah)
Penggunaan EN lebih banyak digunakan pada medical pasien di ICU
sekitar 53%, sedangkan penggunaan PN lebih banyak digunakan pada
surgical pasien sekitar 76 % serta penggunaan keduanya yaitu EN dan PN
sebanyak 5 pada pasien medikal dan 3 pada pasien surgical. Penggunaan
metode yang tepat pada pasien trauma dengan traumatic brain injury tidak
toleran dengan pemberian nutrisi enteral.10
Oleh karena itu dianjurkan pemberian nutrisi secara enteral untuk kasus
pasien kritis non bedah dan pemberian nutrisi secara parenteral untuk kasus
pasien kritis bedah. Namun, lama rawat pasien di ICU dan lamanya
penggunaan ventilator cenderung lebih pendek pada pasien surgical
dibandingkan medikal. Pada pasien surgical nutritional biochemical
parameter (albumin, pre albumin dan colesterol) cenderung lebih stabil jika
dibandingkan medikal pasien. Pada pasien dengan trauma yang masuk

17
dalam kategori surgical pasien perlu mendapatkan nutrisi dengan
penambahan protein yaitu glutamine, arginine dan branched-chain amino
acid (BCAA) oxidation selama 14 hari perawatan yang terbukti efektif
menurunkan kematian, bakterimia, penggunaan antibiotic dan meningkatkan
imunitas.11
2.9 Cara Pemberian Nutrisi pada Penderita Sakit Kritis
Cara terpilih untuk memberikan tunjangan nutrisi artifisial pada
penderita sakit kritis meliputi 2 cara utama. Pertama: secara enteral, di mana
nutrisi yang diberikan melalui saluran cerna apakah lewat mulut atau
langsung ke daerah lambung, duodenum atau jejunum, dengan caranya
masing-masing. Cara yang kedua adalah melalui parenteral yang
didefinisikan sebagai cara pemberian tunjangan nutrisi artifisial melalui
intravena, baik secara perifer maupun sentral. Apabila telah diambil
keputusan untuk memberikan tunjangan nutrisi kepada seorang penderita,
maka langkah berikutnya adalah menetapkan cara terpilih melalui mana
nutrisi tersebut akan diberikan.2,5
Gambar 1. Algoritma rute dukungan nutrisi pada perawatan ICU 12

18
2.10 Waktu Pemberian Terapi Nutrisi
Ada empat waktu pemberian nutris yaitu Early Enteral Nutrition, Late
Enteral Nutrition, Early Parenteral Nutrition dan Late Parenteral Nutrition.
Early Enteral Nutrition (EEN) adalah pemberian nutrisi enteral yang
dimulai sejak pasien masuk ICU hingga 24 jam pertama. Late Enteral
Nutrition (LEN) merupakan pemberian EN pada pasien yang dimulai setelah
3 hari pasien dirawat di ICU. Pengertian Early Parenteral Nutrition (EPN)
yaitu nutrisi yang diberikan secara parenteral sejak pasien masuk ICU
hingga 24 jam pertama, sedangkan Late Parenteral Nutrition (LPN)
diartikan sebagai proses pemberian nutrisi parenteral yang dimulai setelah
pasien dirawat 8 hari di ICU.9
Pemberian nutrisi secara awal atau Early EN lebih baik dibandingkan
Late EN. Pemberian EEN tinggi protein dapat mengurangi komplikasi
sepsis dan memperpendek penggunaan antibiotic. Kondisi tersebut berbeda
dengan waktu pemberian parenteral nutrisi, bahwa Late PN memiliki
keuntungan lebih cepat sembuh dan komplikasi yang terjadi lebih sedikit
disbanding Early PN. Oleh karena itu sebaiknya pasien kritis segera
mendapatkan Early Enteral Nutrisi untuk meminimalkan resiko komplikasi.
Meskipun rute pemberian nutrisi secara enteral selalu lebih dipilih
dibandingkan parenteral, namun nutrisi enteral tidak selalu tersedia, dan
untuk kasus tertentu kurang dapat diandalkan atau kurang aman. Nutrisi
parenteral mungkin lebih efektif pada kasus-kasus tertentu, asalkan
diberikan dengan cara yang benar.9

2.11 Penilaian dan Monitoring Nutrisi


Anamnesis dan pemeriksaan fisik tetap menjadi acuan dalam
penilaian nutrisi, walaupun mungkin lebih berguna pada situasi rawat jalan
atau pasien dengan malnutrisi kronis. Data riwayat yang bersangkutan
meliputi tinggi dan berat badan, riwayat perubahan berat terakhir, latar
belakang genetik, intake nutrisi terakhir, dan riwayat penyakit yang
mungkin mempengaruhi intake, absorpsi, atau toleransi nutrisi. Pemeriksaan

19
fisik, terkadang menampilkan fungsi organ akhir yang abnormal yang
menggambarkan malnutrisi, namun lebih umumnya berguna untuk menilai
massa tubuh dan mendeteksi defisiensi nutrien tertentu.9
Pemeriksaan antropometri seperti ketebalan lipatan kulit triseps
(triceps skinfold thickness, SFT), lingkar lengan atas (midarm
circumference, MAC), dan area otot lengan, yang berasal; dari SFT dan
MAC, dapat digunakan untuk memperkirakan massa lemak dan lean body
mass. Walaupun pemeriksaan berkala berguna pada beberapa pasien untuk
jangka waktu panjang, pengukuran SFT kurang dapat dipercaya pada pasien
lansia karena perubahan distribusi lemak dan kompresibilitas kulit yang
berhubungan dengan usia dan tidak akurat pada pasien dengan edema
perifer. Umumnya, pemeriksaan ini tidak praktis untuk monitoring pasien
sakit kritis yang berbaring.9
Kadar protein viseral (albumin, transferin, retinol-binding protein,
transtiretin) telah lama dipakai untuk penilaian dan monitoring nutrisi dan
bermanfaat pada situasi klinis yang sesuai. Kadar ini dipengaruhi oleh
sejumlah variabel selain status nutrisi, seperti status hidrasi dan kehilangan
lewat saluran cerna dan saluran kemih, dan oleh karena itu harus
diperhatikan secara khusus pada penderita sakit kritis. Karena dipengaruhi
oleh berbagai faktor non-nutrisi, pemeriksaan ini tidak disarankan untuk
monitoring status nutrisi pada penderita sakit kritis.9
Keseimbangan nitrogen adalah parameter nutrisional yang paling
konsisten berhubungan dengan peningkatan outcome, dan penelitian
keseimbangan nitrogen paling banyak digunakan secara rutin di banyak ICU
untuk memonitor bantuan nutrisi. Idealnya, keseimbangan nitrogen positif
adalah tujuan yang ingin dicapai, tetapi meminimalkan defisit nitrogen pada
pasien sakit kritis lebih realistis ketika mempertimbangkan fakta bahwa
proteolisis pada kompartemen otot skelet, yang menyusun 70% simpanan
protein tubuh, cenderung melampaui sintesis protein akibat respon inflamasi
dan kesembuhan luka. Keseimbangan nitrogen dihitung sebagai berikut:

20
Kesembangan nitrogen (g) = intake nitrogen (g) – output nitrogen (g)
Intake nitrogen (g) = intake protein atau asam amino (g)/6,25
Output nitrogen (g) = kehilangan nitrogen urin (g) + 2 g (kehilangan lewat
feses dan kulit)
Nitrogen urin terdiri dari beberapa komponen, meliputi urea, kreatinin,
asam urat, amonia, asam amino. Pada keadaan sehat, urea menyusun 90%
nitrogen urin, sementara pada keadaan katabolik, urea hanya menyusun
70%. Pengukuran nitrogen urin total (total urinary nitrogen, TUN) bersifat
kompleks dan tidak dilakukan di kebanyakan RS, sedangkan nitrogen urea
urin (urinary urea nitrogen, UUN) diukur secara rutin. Ketika UUN dipakai
dalam perhitungan ekskresi nitrogen urin, tambahan 20% pada UUN
ditambahkan untuk kehilangan nitrogen nonurea. Dengan ketiadaan
kehilangan lewat feses atau kulit yang abnormal, output nitrogen dihitung
sebagai berikut:
Output nitrogen (g) = TUN (g/24 jam) + 2 g (kehilangan lewat
feses dan kulit)

Output nitrogen (g) = UUN (g/24 jam) + 20% UUN + 2 g


(kehilangan lewat feses dan kulit)

Dulunya, pengukuran ekskresi nitrogen menggunakan urin 24 jam,


namun bukti terbaru menunjukkan bahwa urin yang dikumpulkan secara
hati-hati selama 12 bahkan 6 jampun dapat dipakai. Keseimbangan nitrogen
biasanya dihitung perminggu.9
Kalorimetri indirek dipakai untuk menentukan panas yang
dihasilkan oleh proses oksidatif dengan mengukur konsumsi oksigen dan
produksi karbon dioksida, yang kemudian dipakai untuk mengukur REE
melalui perhitungan ringkas Weir. Kalorimetri indirek digunakan secara
luas pada pasien rawat inap, karena mudah, relatif murah, dan
memperkirakan REE secara akurat ketika dibandingkan dengan rumus

21
prediktif standar. Kalorimetri indirek dilakukan pada pasien saat istirahat
dan oleh karena itu tidak mengukur pembuangan energi selama periode
aktivitas. Banyak klinisi akan meningkatkan input kalori 20-25% di atas
REE yang diukur untuk mengukur aktivitas fisik, terutama pada pasien yang
gelisah, rawat jalan, atau menjalani terapi fisik yang ketat.9
Di samping teknik monitoring spesifik nutrisi yang disebutkan,
nilai laboratorium biasa harus dimonitor untuk komposisi cairan dan
elektrolit, fungsi hati, infeksi, dan koagulopati yang menggambarkan
defisiensi vitamin K. Pada pasien sakit kritis, elektrolit serum (Na+, K+, Cl-,
dan HCO3-) harus diperiksa perhari dan sesering yang dibutuhkan. Perhatian
khusus diberikan pada elektrolit intraseluler yang dibutuhkan untuk
memperoleh keseimbangan nitrogen dan dapat turun drastis ketika bantuan
nutrisi, terutama glukosa, dimulai. Uptake cepat ke dalam sel dapat
mengakibatkan kadar serum turun secara akut. Kadar elektrolit intrasel
harus diukur sebelum memulai bantuan nutrisi, hari pertama dan kedua
setelah memulai bantuan nutrisi, dan minimal seminggu setelahnya. Fungsi
hati dan parameter koagulasi harus dievaluasi perminggu dan sesering yang
diperlukan. Glukosa harus diukur tiap 6 jam di awal dan kemudian sesering
yang diperlukan; dapat diukur sesering tiap 2 jam ketika infus insulin
kontinu sedang digunakan.9

22
2.12 Komplikasi Terapi Nutrisi
Komplikasi Bantuan Enteral
Komplikasi spesifik dari bantuan nutrisi enteral meliputi komplikasi
mekanis atau teknis, komplikasi saluran cerna, dan pneumonia aspirasi.
Komplikasi mekanis dan teknis dari nutrisi enteral meliputi salah
penempatan selang makan, perforasi saluran cerna, sinusitis, otitis media,
ulkus septum nasal, dan obstruksi selang makan. Penempatan selang makan
yang tepat dalam saluran cerna harus dikonfirmasi secara radiografi atau
dengan tes pH sebelum memulai pemberian makan. Selang makan yang
ditempatkan di hidung berpotensi menjadi penyebab sinusitis atau otitis
media (atau keduanya), khususnya jika selang berukuran besar dan kaku
yang dipakai. Perforasi esofagus atau bagian lain dari saluran cerna
merupakan komplikasi yang berbahaya dan tampaknya sering terjadi pada
keadaan striktur, tumor yang mengobstruksi, atau anatomi yang abnormal
akibat pembedahan. Pada keadaan ini, penempatan selang dengan bantuan
fluoroskopi atau selang endoskopi harus dipertimbangkan.9
Komplikasi saluran cerna seperti distensi abdomen, mual, muntah,
diare, dan konstipasi terjadi pada sekitar 60% penderita sakit kritis yang
menerima bantuan nutrisi. Motilitas saluran cerna sering menurun pada
pasien-pasien ini, meski stasis lambung dan volume residu lambung tinggi
lebih sering terjadi dibanding penurunan motilitas usus halus. Penyebab
yang mungkin dari gastroparesis ini adalah peningkatan tonus simpatis,
peningkatan tekanan intrakranial, opiat, benzodiazepin, dopamin,
hiperglikemia, pembedahan abdomen baru, dan pankreatitis.9
Pneumonia aspirasi merupakan komplikasi infeksi utama dari nutrisi
enteral. Pemberian makan bolus berisiko lebih tinggi terjadi aspirasi
daripada pemberian makan kontinu. Pemberian makan melalui lambung
secara rutin dikerjakan di banyak ICU, namun karena selang nasogastrik
adalah salah satu dari yang paling banyak menyebabkan aspirasi, pemberian
makan melalui lambung mungkin harus dikerjakan menggunakan selang

23
berdiameter kecil yang lembut. Risiko aspirasi berkaitan dengan pemberian
makan melalui lambung mungkin kecil ketika dikerjakan lewat selang
gastrostomi perkutan.9

Komplikasi Bantuan Nutrisi Parenteral


Komplikasi utama dari nutrisi parenteral meliputi komplikasi mekanis
atau teknis dan infeksi. Komplikasi mekanis dan teknis berhubungan dengan
penempatan kateter vena sentral dan meliputi pneumotoraks, cedera arteri,
hemotoraks, hidrotoraks, aritmia jantung, dan perforasi jantung dengan
tamponade.9
Infeksi kateter dan infeksi aliran darah terkait kateter merupakan
komplikasi infeksi utama dari nutrisi parenteral dan dapat terjadi pada 2-8%
pasien dengan kateter vena sentral. Organisme yang paling banyak
menginfeksi di antaranya stafilokokus koagulase-negatif, Staphylococcus
aureus, dan spesies Candida. Infeksi cenderung lebih sering terjadi ketika
nutrisi parenteral diberikan melalui kateter multilumen dibanding kateter
lumen-tunggal, walaupun insiden infeksi mungkin menrurun ketika nutrisi
parenteral diinfus melalui jalur tersendiri.9

Komplikasi Metabolik akibat Bantuan Nutrisi


Komplikasi metabolik yang umum terjadi dari bantuan nutrisi
mencakup hiperglikemia, komplikasi hepatobilier, gangguan keseimbangan
air dan elektrolit, dan kelainan asam basa.9
Hiperglikemia terjadi pada pasien sakit kritis yang menerima bantuan
nutrisi dan paling sering pada pasien diabetes dan penyakit katabolik
lainnya. Komplikasi terkait hiperglikemia di antaranya infeksi,
hiperosmolaritas, dan diuresis osmotik.
Komplikasi hepatobilier dari bantuan nutrisi di antaranya steatosis
hepatik (infiltrasi lemak pada hati) dan kolestasis intrahepatik dan
ekstrahepatik. Steatosis hepatik dapat terjadi setelah 7 – 21 hari pemberian
nutrisi parenteral dan ditandai awalnya dengan peningkatan transaminase.

24
Biasanya asimtomatik, infiltrasi lemak dapat, dalam kasus berat, disertai
hepatomegali dan nyeri abdomen kuadran kanan atas.9
Kadar elektrolit serum harus dimonitor dan elektrolit ditambahkan atau
dieliminasi dari TPN jika diindikasikan, dengan pertimbangan kelebihan
pembuangan atau akumulasi yang abnormal. Elektrolit intraseluler kalium,
magnesium, dan fosfor perlu diperhatikun khusus. Pada pasien malnutrisi,
elektrolit-elektrolit ini secara cepat berpindah ke intrasel saat pemberian
makan dimulai.Asidosis metabolik terkait bantuan nutrisi paling sering
terjadi akibat pemberian klorida, namun dapat juga terjadi akibat defisiensi
tiamin dengan akibatnya yaitu asidosis laktat.9

2.13 Nutrisi Pada Beberapa Kondisi Penyakit


A. Nutrisi pada pasien Luka Bakar
Pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan nutrisi yang baik untuk
menghindari kehilanagan masa tubuh yang berlebihan dan mencegah
kelemahan yang akan terjadi. Dukungan nutrisi yang segera diindikasikan
untuk mengatur "stress respon" berat karena akan terjadinya katabolisme.
Dukungan nutrisi juga diindikasikan untuk pasien yang sudah mengalami
kekurangan gizi. Tingkat dukungan nutrisi harus disesuaikan dengan ukuran
luka bakar. Pemberian protein, kalori dan mikronutrisi harus ditingkatkan
sesuai kebutuhan sebelum terjadinnya komplikasi yang akan menyebabkan
terjadinnya kehilangan berat badan, dan perkembangan ke arah protein
energy malnutrition
Untuk menghitung kebutuhan total energi = (BEE) X stress faktors.
Adapun Stress faktor untuk luka bakar berat (Severe burn) adalah 2,0.4 Pada
pasien luka bakar rata tata memerlukan protein 1,2 sampai 2 gr / kg / hari,
sementara untuk luka bakar mayor (major burn) membutuhkan protein
sebanyak 1,5– 2 gr/kg/hari. Pemberian kandungan protein lebih dari 2
gr/kg/hari tidak akan meningkatkan sintesis protein lebih jauh lagi dan
protein tersebut hanya digunakan untuk kalori. 1,2

25
B. Nutrisi pada pasien Pankreatitis Akut
Nutrisi enteral dapat diberikan, namun ada beberapa bukti bahwa
pemberian nutrisi enteral dapat meningkatkan keparahan penyakit. Nutrisi
parenteral pada pankreatitis akut berguna sebagai tambahan pada
pemeliharaan nutrisi. Mortalitas dilaporkan menurun seiring dengan
peningkatan status nutrisi, terutama pada pasien-pasien pankreatitis akut
derajat sedang dan berat. Pada pasien dengan penyakit berat pemberian
nutrisi isokalorik maupun hiperkalorik dapat mencegah katabolisme protein.
Oleh karena itu, pemberian energy hipokalorik sebesar 15 - 20 kkal/kg/hari
lebih sesuai pada keadaan katabolik awal pada pasien-pasien non bedah
dengan MOF. Pemberian protein sebesar 1,2 - 1,5 g/kg/hari optimal untuk
sebagian besar pasien pankreatitis akut. Pemberian nutrisi peroral dapat
mulai diberikan apabila nyeri sudah teratasi dan enzim pancreas telah
kembali normal. Pasien awalnya diberikan diet karbohidrat dan protein
dalam jumlah kecil, kemudian kalorinya ditingkatkan perlahan dan
diberikan lemak dengan hati-hati setelah 3 - 6 hari. 2

C. Nutrisi pada pasien dengan Penyakit Ginjal Akut


Nutrisi pada Penyakit Ginjal Akut (Acute Renal Failure) ARF secara
umum tidak berhubungan dengan peningkatan kebutuhan energi. Meski
demikian kondisi traumatik akut yang menetap dapat meningkatkan REE
(misalnya pada sepsis meningkat hingga 30%). Adanya penurunan
toleransi terhadap glukosa dan resistensi insulin menyebabkan uremia akut,
asidosis atau peningkatan glukoneogenesis. Pada pasien ARF
membutuhkan perhatian yang hati-hati terhadap kadar glukosa darah dan
penggunaan insulin dimungkinkan dalam larutan glukosa untuk mencapai
kadar euglikemik. Pemberian lipid harus dibatasi hingga 20 - 25% dari
energi total. Meski demikian lipid sangatlah penting karena osmolaritasnya

26
yang rendah, sebagai sumber energi, produksi CO2 yang rendah dan asam
lemak essensial. Protein atau asamamino diberikan 1,0 - 1,5 g/kg/hari
tergantung dari beratnya penyakit, dan dapat diberikan lebih tinggi (1,5 -
2,5 g/kg/hari) pada pasien ARF yang lebih berat dan mendapat terapi
menggunakan CVVH, CVVHD, CVVHDF, yang memiliki klirens urea
mingguan yang lebih besar. 2,6

D. Nutrisi pada pasien dengan Penyakit Hepar


Pada penyakit hati terjadi peningkatan lipolisis, sehingga lipid harus
diberikan dengan hati-hati untuk mencegah hipertrigliseridemia, yaitu tidak
lebih dari 1 g/kg perhari. Pembatasan protein diperlukan pada ensefalopati
hepatik kronis, mulai dari 0,5 g/kg perhari, dosis ini dapat ditingkatkan
dengan hati-hati menuju ke arah pemberian normal. Ensefalopati hepatic
menyebabkan hilangnya Branched Chain Amino Acids (BCAAs)
mengakibatkan peningkatan pengambilan asam amino aromatik serebral,
yang dapat menghambat neurotransmiter. Pada pasien dengan intoleransi
protein, pemberian nutrisi yang diperkaya dengan BCAAs dapat
meningkatkan pemberian protein tanpa memperburuk ensefalopati yang
sudah ada. Kegagalan fungsi hati fulminan dapat menurunkan
glukoneogenesis sehingga terjadi hipoglikemia yang memerlukan
pemberian infus glukosa. Lipid dapat diberikan, karena masih dapat
ditoleransi dengan baik. 2,6

27
BAB III
KESIMPULAN

Kebutuhan nutrisi pada pasien sakit kritis tergantung dari tingkat


keparahan cedera atau penyakitnya, dan status nutrisi sebelumnya. Pasien sakit
kritis memperlihatkan respon metabolik yang khas terhadap kondisi sakitnya.
Pada sakit kritis terjadi pelepasan mediator inflamasi (misalnya IL-1, IL-6, dan
TNF) dan peningkatan produksi counter regulatory hormone (misalnya
katekolamin, kortisol, glukagon, GH), yang dapat menyebabkan serangkaian
proses yang mempengaruhi seluruh sistem tubuh dan menimbulkan efek yang
jelas pada status metabolik dan nutrisi pasien. Pada pasien sakit kritis tujuan
pemberian nutrisi adalah menunjang metabolik, bukan untuk pemenuhan
kebutuhannya saat itu. Melengkapi kebutuhan nutrisi penderita sakit kritis perlu
mempertimbangkan faktor-faktor stress yang diderita, sehingga jumlah dan
komposisi nutrisinya dapat diberikan dengan tepat. Komposisi nutrisi artifisial
harus mencakup makronutrien dan mikronutrien untuk mengoptimalkan tunjangan
nutrisi artifisial yang diberikan. Bila memungkinkan maka sebisanya diusahakan
untuk memilih cara enteral karena lebih menguntungkan, dibandingkan secara
parenteral sehubungan dengan beberapa komplikasinya.
Secara umum dapat diuraikan tujuan pemberian dukungan nutrisi pada
kondisi kritis adalah meminimalkan keseimbangan negatif kalori dan protein dan
kehilangan protein dengan cara menghindari kondisi starvasi, mempertahankan
fungsi jaringan khususnya hati, sistem imun, sistem otot dan otot-otot pernapasan,
dan memodifikasi perubahan metabolik dan fungsi metabolik dengan
menggunakan substrat khusus. Komplikasi yang menyertai masing-masing cara
pemberian tunjangan nutrisi, sedapatnya ditekan dengan memahami risiko yang
mungkin timbul dari masing-masing cara yang dipilih. Nutrisi enteral cenderung
menyebabkan aspirasi dan diare, sedangkan parenteral nutrisi sering menyebabkan
komplikasi infeksi dan komplikasi yang berhubungan dengan teknik
pemasangannya.

28

Anda mungkin juga menyukai