Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Kejang demam merupakan bentuk kejang yang sering dijumpai dan terjadi pada 2 - 5%
anak. Dalam 25 tahun terakhir ini diketahui bahwa kejang demam sebenarnya tidaklah
menakutkan. Kejang demam tidak berhubungan dengan adanya kerusakan otak dan hanya
sebagian kecil saja yang akan berkembang menjadi epilepsi.
Kejang demam berdasarkan definisi dari The International League Againts Epilepsy
(Commision on Epidemiology and Prognosis, 1993) adalah kejang yang disebabkan kenaikan
suhu tubuh lebih dari 38,4oC tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit
akut pada anak berusia di atas1 bulan tanpa riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.
Kejang demam diklasifikasikan sebagai kejang demam kompleks bila bersifat fokal,
berlangsung lama (>10 - 15 menit), atau multiple (> 1 kali serangan selama 24 jam demam).
Sebaliknya, kejang demam sederhana adalah kejang yang berlangsung satu kali, singkat, dan
bersifat umum. Anak dapat saja normal atau mempunyai kelainan neuorologis. Anak bisanya
berusia antara 6 bulan sampai 3 tahun, dan tersering pada usia 18 bulan. Bila kejang demam
berlangsung terus sampai usia anak diatas 6 tahun atau pernah mengalami kejang tanpa demam
baik tonik-klonik, absens, mioklonik ataupun atonik maka diklasifikasikan sebagai Generalized
epilepsy with seizures plus (GEFS+).
Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah (1) riwayat kejang demam dalam
keluarga; (2) usiakurang dari 18 bulan; (3) temperatur tubuh saat kejang. Makin rendah
temperatur tubuh saat kejang. Makin rendah temperatur saat kejang makin sering berulang; dan
(4) lamanya demam. Adapun faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah (1) adanya
gangguan perkembangan neurologis; (2)kejang demam kompleks; (3) riwayat epilepsi dalam
keluarga; dan (4) lamanya demam.
Pada umumnya kejang demam akan berlangsung singkat, kurang dari 10 menit dan
berhenti sendiri. Pengobatan saat kejang adalah suntikan diazepam intravena atau diazepam per
rektal. Oleh karena demam merupakan faktor pencetus terjadinya kejang, maka pencegahan
kenaikan suhu tubuh adalah pendekatan yang utama. Pengobatan yang dianjurkan saat ini adalah
pemberian antipiretika dan diazepam oral (0,33mg / kg / dosis tiap 8 jam) atau diazepam rektal
pada saat demam. Pengobatan jangka panjang telah ditinggalkan. Akan tetapi pengobatan jangka
1
panjang dapat dipertimbangkan pada keadaan pasien dengan kelainan neurologis, kejang fokal,
kejang demam yang sering berulang atau tinggal jauh dari fasilitas kesehatan. Obat yang
digunakan adalah fenobarbital atau asam valproat, selama 1 tahun. Serangan kejang sangat
menakutkan orangtua pasien, oleh karenanya edukasi yang cukup dan dukungan emosi pada
orangtua sangatlah diperlukan. Orangtua sebaiknya mengenali pada suhu berpa anak biasanya
kejang, menyediakan termometer, obat penurun panas dan obat penghenti kejang (rektal) di
rumah. Tindakan pada saat anak kejang perlu dipahami oleh orangtua dan kerluarga. Anak harus
dibawa ke rumah sakit bila: kejang berlangsung lama, kejang fokal, kejang berulang, panas
tinggi lebih dari 39,5oC, jenis kejangnya lain dari biasanya, dan setelah kejang anak menjadi
tidak sadar.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Asuransi BPJS
No. RM 00.11.49.85
II. ANAMNESIS
Data anamnesis diperoleh secara alloanamnesis kepada ibu pasien (Ny. E, 40 tahun) pada
tanggal 29 April 2018 di IGD RSUD Balaraja pukul 22.00 WIB.
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
3
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dibawa ke IGD RSUD Balaraja dengan keluhan kejang. Kejang terjadi dua kali.
Kejang pertama terjadi kurang lebih pukul 17.30 WIB. Durasi kurang lebih 5 menit, kejang kaku
seluruh tubuh, mata pasien mendelik keatas, mulut pasien tidak mengeluarkan busa. Setelah
kejang pasien menangis. Kejang kedua terjadi kurang lebih pukul 18.40 WIB. Kejang terjadi
dalam durasi yang lebih sebentar ± 2 menit. Kejang kaku seluruh tubuh, mata mendelik dan
mulut tidak mengeluarkan busa. Kejang tidak diawali adanya kaku atau kedut pada satu bagian
tubuh. Pasien langsung menangis setelah kejang.
Ibu pasien mengatakan pasien demam sejak siang tadi. Sebelum kejang ibu pasien belum
memberikan obat penurun panas. Ibu pasien juga mengatakan bahwa pasien mengalami diare
sejak 1 minggu yang lalu, diare terjadi 3 kali setiap harinya. Diare cair + warna kuning
kehijauan, ampas + lendir – darah -. Ibu pasien mengatakan pasien jadi lebih haus, lebih sering
minum susu menjadi lebih aktif. Tetapi napsu makan menurun. Mual - muntah -.Ibu pasien juga
mengatakan pasien menderita batuk sejak kemarin. Batuk berdahak tetapi dahak tidak keluar.
Sesak -, nyeri dada -, tubuh terlihat biru -, pilek +, lendir berwarna bening.
4
Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah bekerja sebagai karyawan swasta. Ayah pasien menanggung biaya 2 orang anak.
Ibu pasien adalah ibu rumah tangga.
Riwayat Kelahiran
Tempat kelahiran : Bidan Swasta di daerah Balaraja
Keadaan bayi
5
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Pertumbuhan:
Perkembangan:
Psikomotor
Senyum : 3 bulan
Tengkurap : 6 bulan
Duduk : 9 bulan
Merangkak : 9 bulan
Berdiri : 12 bulan
Berjalan : 20 bulan
Bicara : 20 bulan
Kesan: Riwayat pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai usia
Ibu memberikan ASI sampai sekarang tetapi sudah dicampur dengan susu formula ASI
Eksklusif (+). Usia 6 bulan mulai diberikan makanan pendamping seperti bubur susu 3x
sehari. Ibu os mengatakan semenjak sakit pasien sulit makan, makan tidak banyak. Namun
nafsu minum susu meningkat.
Riwayat Imunisasi
6
Kesan : Imunisasi dasar pasien lengkap sesuai umur.
Pemeriksaan dilakukan di bangsal anak RSUD Balaraja pada tanggal 11 Maret 2018
pukul 11.30 WIB.
7
Perkusi : Sonor pada kedua hemitoraks.
Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), ronki(-/-), wheezing (-/-).
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS IV midklavikula sinistra.
Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, reguler, murmur (-), gallop
(-).
Abdomen
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : Bising usus (+) 5x
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), distensi (+), turgor kulit menurun
Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen.
Genitalia : jenis kelamin perempuan, tidak ada kelainan.
Anorektal : tidak dilakukan pemeriksaan,
Ekstremitas :
Superior Inferior
PEMERIKSAAN PENUNJANG
8
Laboratorium ( 23 Maret 2018)
JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN
Hemoglobin 12,2 g/dL 9.6 – 15.6
Hematokrit 35 % 31 - 41
Eritrosit 5.11 10^6 /μL 3.40 – 5.20
Leukosit 27.52 ^
10 3 /μL 5.50 – 17.50
Trombosit 303 10^3 /μL 150 – 450
Hitung Jenis
Basofil 0 % 70 - 180
Eosinofil 0 % 15 – 44
Batang 2 % 0.5 – 1.0
Segmen 84 % 0 – 45
Limfosit 9 % 0 – 45
Monosit 5 % 3,5 – 5,2
Rata-rata Eritrosit
MCV 69 fL 78 - 94
MCH 24 pg 23 - 31
MCHC 35 g/dL 32 - 36
DAFTAR MASALAH
1. Riwayat konvulsi
2. Febris
3. Diare cair akut
4. Dehidrasi ringan-sedang
5. Batuk berdahak
6. Leukositosis
DIAGNOSIS MASUK :
ISPA
DIAGNOSIS BANDING:
Epilepsi
9
SARAN PEMERIKSAAN:
TATALAKSANA FARMAKOLOGIS
PROGNOSIS
1. Quo ad vitam : ad bonam
2. Quo ad functionam : ad bonam
3. Qua ad sanationam : dubia ad bonam
BAB II
10
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI (1)(5)
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada
anak yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan ekstrakranial.
Derajat tinggi suhu yang dianggap cukup untuk diagnosa kejang demam adalah 38 derajat
celcius di atas suhu rektal atau lebih. Kejang terjadi akibat loncatan listrik abnormal dari
sekelompok neuron otak yang mendadak dan lebih dari biasanya, yang meluas ke
neuronsekitarnya atau dari substansia grasia ke substansia alba yang disebabkan oleh demam dari
luar otak. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat seringdijumpai
pada anak-anak usia di bawah 5 tahun.
INSIDEN
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4
tahun. Hampir 3% dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam.
Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut
disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-
laki.
Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr.
Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden kejang demam. Pada tahun 1999
ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0%).
Pada tahun 2000 ditemukan pasien kejang demam 132 orang dan tidak didapatkan angka
kematian (0 %). Dari data di atas menunjukkan adanya peningkatan insiden kejadian sebesar
37% .Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2 – 4% dari jumlah penduduk di
AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat.
Namun di Asia dilaporkan penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% di antara jumlah
penderita mengalami kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti. Bila
dilihat jenis kelamin penderita, kejang demam sedikit lebih banyak menyerang anak laki-laki. (1)
11
ETIOLOGI
Etiologi dan pathogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi
umur anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang. Faktor
hereditas juga mempunyai peran yaitu 8-22% anak yang mengalami kejang demammempunyai
orang tua dengan riwayat kejang demam pada masa kecilnya. (1)(9)
Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam
dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam
adalah infeksi saluran pernafasan atas terutama tonsillitis dan faringitis, otitis mediaakut (cairan
telinga yang tidak segera dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak akan
menyebabkan kejang demam), gastroenteritis akut, exantema subitum dan infeksi saluran kemih.
Selain itu, imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) juga dapat menyebabkan kejang
demam.
PATOFISIOLOGI (2)(4)
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2
dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan
permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapatdilalui dengan
mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit
lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya.Karena perbedaan
jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran
yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjagakeseimbangan potensial membran
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
12
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak
mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh
karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya
lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke
seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan“neurotransmitter” dan terjadi
kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15menit) biasanya disertai apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksiotot skelet yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal
disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin
meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI 2004), membagi kejang demam menjadi
dua (8) :
13
1. Kejang demam sederhana
Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit
Kejang bersifat umum, frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak > 4 kali
Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan
2. Epilepsi yang diprovokasi demam
Kejang lama dan bersifat lokal
Umur lebih dari 6 tahun
Frekuensi serangan lebih dari 4 kali /tahun
EEG setelah tidak demam abnormal
Menurut sub bagian syaraf anak FK-UI membagi tiga jenis kejang demam, yaitu :
14
3. Kejang demam berulang
Kejang demam timbul pada lebih dari satu episode demam
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kejang demam berulang antara lain:
Perbedaan kejang demam dengan epilepsi yaitu pada epilepsi, tidak disertai demam.
Epilepsi terjadi karena adanya gangguan keseimbangan kimiawi sel-sel otak yang mencetuskan
muatan listrik berlebihan di otak secara tiba-tiba. Penderita epilepsi adalah seseorang yang
mempunyai bawaan ambang rangsang rendah terhadap cetusan tersebut.Cetusan bisa di beberapa
bagian otak dan gejalanya beraneka ragam. Serangan epilepsi sering terjadi pada saat ia
mengalami stres, jiwanya tertekan, sangat capai, atau adakalanya karena terkena sinar lampu
yang tajam.
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan
suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat, otitis
media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24
jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-
klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Namun anak akan
terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit tanpa adanya kelainan
neurologik.
Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain: anak mengalami
demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba), kejang
tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30detik - 5menit (hampir selalu
terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam). Kejang dapat dimulai dengan kontraksi
15
yang tiba-tiba pada otot kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah,
badan, tangan dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontaksi otot. Anak
akan jatuh apabila dalam keadaan berdiri.
Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsungselama
10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya
berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat,
inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya),gangguan pernafasan,
apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam
gejala seperti :
DIAGNOSIS (4)(9)(10)
• Anamnesis
– waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang
– sifat kejang (fokal atau umum)
– Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)
– Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosismeningoensefalitis)
– Riwayat demam ( sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau naik turun)
– Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE)
16
– Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai demamatau
epilepsi)
– Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)
– Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
– Trauma kepala
• Pemeriksaan fisik
– Tanda vital terutama suhu
– Manifestasi kejang yang terjadi, misal: pada kejang multifokal yang berpindah- pindah
atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak.
– Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti
nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan
terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.
– Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan
yangdisebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang dan membenjol
menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh
pendarahan subarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun,
perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan
karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.
– Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial
yangmungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.
– Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi sitomegalovirusdan
rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena yang berkelok–kelok di retina
terlihat pada sindom hiperviskositas.
– Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural
atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.
– Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan bising
jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.
– Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam
(ISPA,OMA, GE)
– Pemeriksaan refleks patologis
17
– Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis)
• Pemeriksaan laboratorium
– Darah tepi lengkappenyebab demam
– Elektrolit, glukosa darahdiare, muntah, hal lain yang dapat mengganggu keseimbangan
elektrolit atau gula darah.
– Pemeriksaan fungsi hati dan ginjalgangguan metabolism
– Kadar TNF alfa, IL-1 alfa & IL-6 pada CSSmeningkat Ensefalitis akut /Ensefalopati.
• Pemeriksaan penunjang
– Lumbal Pungsi curiga meningitis, umur kurang dari 12 bulan diharuskan dan umur di
antara 12-18 bulan dianjurkan.
– EEG tidak dapat mengidentifikasi kelainan yang spesifik maupun memprediksi
terjadinya kejang yang berulang, tapi dapat dipertimbangkan pada KDK
– CT-scan atau MRI tidak dilakukan pada KDS yang terjadi pertama kali, akan tetapi dapat
dipertimbangkan untuk pasien yang mengalami KDK untuk menentukan kelainan
struktural berupa kompleks tunggal atau multipel
DIAGNOSA BANDING
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan
apakah penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat. Kelainan di dalam otak
biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak, dan lain-lain. Oleh sebabitu
perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak.
Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi dan anak yang
masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas dan gangguan neurologisnya
kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi kekhilafan yang berakibat fatal harus dilakukan
pemeriksaan cairan serebrospinal yang umumnya diambil melalui pungsi lumbal.
Baru setelah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam
kompleks atau epilepsi yang dprovokasi oleh demam.
18
No Kriteria Banding Kejang Demam Epilepsi Meningitis
Ensefalitis
1 Demam Pencetusnya Tidak berkaitan Salah satu
demam dengan demam gejalanya demam
2 Kelainan otak - + +
3 Kejang berulang + + +
4 Penurunan + - +
kesadaran
PENATALAKSANAAN (3)(4)(10)
Dalam penanggulangan kejang demam ada 6 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu datang, kejang sudah
berhenti.Apabila pasien datang dalam keadaan kejang, obat paling cepat untuk menghentikan
kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena dengan dosis 0,3-0,5 mm/kgBB
perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit. Obat yang praktis
dan dapat diberikan oleh orang tua di rumah atau yang sering digunakan di rumah sakit adalah
diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5mg
untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg, dan 10 mg untuk berat badan lebih dari10 kg.
atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak di bawah usia 3 tahun atau 7,5 mg untuk
anak diatas usia 3 tahun. Berikut adalah tabel dosis diazepam yang diberikan :
19
Usia Dosis IV (infus) Dosis per rektal
0.2mg/kg 0.5mg/kg
<1 tahun 1-2 mg 2.5-5 mg
1-5 tahun 3 mg 7.5 mg
5-10 tahun 5 mg 10 mg
>10 tahun 5-10 mg 10-15 mg
1. Pemberian diazepam 0,2 mg/kgBB per infus diulangi. Jika belum terpasang selang infus,
0,5 mg/kg per rectal
2. Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan
Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan intensif
dengan Thiopentone dan alat bantu pernapasan.Bila kejang telah berhenti, pemberian obat
selanjutnya tergantung dari jenis kejang demamsederhana atau kompleks dan faktor risikonya.
20
Pada demam, pembuluh darah besar akan mengalami vasodilatasi, manakala pembuluh
darah perifer akan mengalami vasokontrisksi. Kompres es dan alkohol tidak lagi digunakan
karena pembuluh darah perifer bisa mengalami vasokontriksi yang berlebihan
sehinggamenyebabkan proses penguapan panas dari tubuh pasien menjadi lebih terganggu.
Kompres hangat juga tidak digunakan karena walaupun bisa menyebabkan vasodilatasi pada
pembuluh darah perifer, tetapi sepanjang waktu anak dikompres, anak menjadi tidak selesa
karena dirasakan tubuh menjadi semakin panas, anak menjadi semakin rewel dan gelisah.
Menurut penelitian, apabila suhu penderita tinggi (hiperpireksi), diberikan kompres air biasa.
Dengan ini, proses penguapan bisa terjadi dan suhu tubuh akan menurun perlahan-lahan.
Bila penderita dalam keadaan kejang obat pilihan utama adalah diazepam yang
diberikansecara per rektal, disamping cara pemberian yang mudah, sederhana dan efektif telah
dibuktikan keampuhannya. Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua atau tenaga lain yang
mengetahui dosisnya. Dosis tergantung dari berat badan, yaitu berat badan kurang dari 10 kg
diberikan 5 mg dan berat badan lebih dari 10 kg rata-rata pemakaiannya 0,4-0,6 mg/kgBB.
Kemasan terdiri atas 5 mg dan 10 mg dalam rectiol. Bila kejang tidak berhenti dengan dosis
pertama, dapat diberikan lagi setelah 15 menit dengan dosis yang sama.
Untuk mencegah terjadinya udem otak diberikan kortikosteroid yaitu dengan dosis 20-
30mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Golongan glukokortikoid seperti deksametasondiberikan
0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.
Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara mengirim
penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut. Pengobatan ini dibagiatas
dua bagian, yaitu:
•Profilaksis intermitten
21
Antikonvulsan yang ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang
demam ialah diazepam, baik diberikan secara rectal dengan dosis 5 mg pada anak dengan berat
di bawah 10kg dan 10 mg pada anak dengan berat di atas 10kg, maupun oral dengan dosis 0,3
mg/kg setiap 8 jam. Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak
untuk menderita kejang demam sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun.
Fenobarbital, karbamazepin dan fenition pada saat demam tidak berguna untuk mencegah
kejang demam.
Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis teurapetik yang
stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari.
Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah:
1. Fenobarbital
Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka panjang ialah
perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan kadang-kadang gangguan
kognitif atau fungsi luhur.
Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Namun, obat ini harganya jauh
lebih mahal dibandingkan dengan fenobarbital dan gejala toksik berupa rasa mual, kerusakan
hepar, pankreatitis.
3. Fenitoin
Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat berupa
hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau kurang memuaskan. Pemberian
antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 tahun
seperti mengobati epilepsi. Menghentikan pemberian antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan
dengan jalan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan.
22
Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya infeksi traktus
respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang tepat dan kuat perlu
untuk mengobati infeksi tersebut. Secara akademis pada anak dengan kejang demam yangdatang
untuk pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal ini perlu untuk
menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis. Apabila menghadapi penderita
dengan kejang lama, pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi
lumbal, darah lengkap, misalnya gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan
faal hati.
PROGNOSIS (8)(9)
1. Kematian
Dengan penanganan kejang yang cepat dan tepat, prognosa biasanya baik, tidak sampai
terjadi kematian. Dalam penelitian ditemukan angka kematian KDS 0,46 %s/d 0,74 %.
2. Terulangnya Kejang
Kemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang lebih 25 s/d 50 % pada 6 bulan pertama
dari serangan pertama.
3. Epilepsi
Angka kejadian epilepsi ditemukan 2,9% dari KDS dan 97% dari kejang demam
kompleks. Resiko menjadi epilepsi yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita
KDS tergantung kepada faktor :
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor di atas, maka kemungkinan mengalami
serangan kejang tanpa demam adalah 13 %, dibanding bila hanya didapat satu atau tidak sama
sekali faktor di atas.
4. Hemiparesis
23
Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari
setengah jam) baik kejang yang bersifat umum maupun kejang fokal. Kejang fokal yang terjadi
sesuai dengan kelumpuhannya. Mula-mula kelumpuhan bersifat flaccid, sesudah 2 minggu
timbul keadaan spastisitas. Diperkirakan + 0,2 % KDS mengalami hemiparese sesudah kejang
lama.
5. Retardasi Mental
Ditemuan dari 431 penderita dengan KDS tidak mengalami kelainan IQ, sedang kejang
demam pada anak yang sebelumnya mengalami gangguan perkembangan atau kelainan
neurologik ditemukan IQ yang lebih rendah. Apabila kejang demam diikuti dengan terulangnya
kejang tanpa demam, kemungkinan menjadi retardasi mental adalah 5x lebih besar.
BAB III
PENUTUP
24
Kejang demam adalah kejang yang terjadi saat demam (suhu rektal diatas 380c) tanpa
adanya infeksi SSP atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak diatas umur 1 bulan, dan
tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.
Untuk prognosis kejang demam, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan kematian jika
ditanggulangi dengan tepat dan cepat. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap
normal pada pasien yang sebelumnya normal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman dkk, (e.d Bahasa Indonesia), Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, EGC,2000. Hal
2059-2067.
25
2. Rudolph AM. Febrile Seizures. Rudoplh Pediatrics. Edisi ke-20. Appleton danLange,
2002.
3. Pusponegoro. D. Hardiono dkk. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam.Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jakarta, 2006.
4. Mary Rudolf, Malcolm Levene. Pediatric and Child Health. Edisi ke-2.Blackwell
pulblishing, 2006. Hal 72-90.
5. Price, Sylvia, Anderson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.EGC,
Jakarta 2006.
6. Mardjono Mahar, dkk. Neurologi Klinis Dasar, PT. Dian Rakyat. Jakarta, 2006.
7. Pediatrica, Buku Saku Anak, edisi 1, Tosca Enterprise. UGM Jogjakarta, 2005.
8. Febrile Seizures Fact Sheets: National Institutes of Neurology and Stroke.
www.ninds.nih.gov/disorders/febrile_seizures/detail_febrile_seizures.htm. Diakses pada
tanggal 8 Mei 2018.
9. Febrile Seizures: Causes, Symptoms, Diagnosis and Treatment.
www.medicinet.com/febrileseizures/article.htm. Diakses pada tanggal 20 October 2018.
10. Seizures types. www.2betrhealth.com/SeizureTypes.html. Diakses pada tanggal 8 Mei
2018
26