PENDAHULUAN
Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering
ditemukan dalam masyarakat walaupun perkembangan teknologi dan pengobatan di
bidang kesehatan seperti penggunaan antiboitk sudah cukup maju dan beredar luas di
masyarakat. Secara epidemiologis, hampir 25-35% perempuan dewasa pernah mengalami
ISK selama hidupnya1. Di Amerika Serikat, terdapat >7 juta kunjungan pasien dengan
ISK di tempat praktik umum2.
Sebagian besar kejadian infeksi saluran kemih disebabkan oleh bakteri
Escherichia coli yang melakukan invasi secara asending ke saluran kemih dan
menimbulkan reaksi peradangan. Kejadian infeksi saluran kemih dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti usia, jenis kelamin, kelainan pada saluran kemih, kateterisasi,
1,2,3,4.
penyakit diabetes, kehamilan, dan lain-lain. Ilmu kesehatan modern saat ini telah
memudahkan diagnosis dan terapi infeksi saluran kemih sehingga dengan deteksi dini
faktor predisposisi dan pengobatan yang adekuat dengan antibiotik yang sesuai maka
pasien dapat sembuh sempurna tanpa komplikasi4.
Pada bab selanjutnya akan dibahas secara lebih mendalam mengenai infeksi
saluran kemih, dalam hal ini termasuk epidemiologi, penyebab, patogenesis, diagnosis,
terapi, komplikasi, serta prognosis dari infeksi saluran kemih pada orang dewasa.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Ginjal memiliki tiga bagian penting yaitu korteks, medulla dan pelvis renal.
Bagian paling superfisial adalah korteks renal, yang tampak bergranula. Di sebelah
dalamnya terdapat bagian lebih gelap, yaitu medulla renal. Ujung ureter yang
berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar disebut pelvis renal. Pelvis renal bercabang
dua atau tiga, disebut kaliks mayor yang masing-masing bercabang membentuk beberapa
kaliks minor. Dari kaliks minor, urin masuk ke kaliks mayor, ke pelvis renal kemudian ke
ureter, sampai akhirnya ditampung di dalam kandung kemih.
Ureter terdiri dari dua saluran pipa yang masing-masing menyambung dari
ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria). Panjangnya kira-kira 25-30 cm, dengan
penampang ± 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian
terletak dalam rongga pelvis.
Kandung kemih adalah kantong yang terbentuk dari otot tempat urin mengalir
dari ureter. Dinding kandung kemih terdiri dari lapisan sebelah luar (peritonium).
3
tuba dengan panjang kira-kira 17-20 cm dan memanjang dari kandung kemih ke ujung
penis.
Uretra pada laki-laki mempunyai tiga bagian yaitu : uretra prostatika, uretra
membranosa dan uretra spongiosa. Uretra wanita jauh lebih pendek daripada pria, karena
hanya 2,5-4 cm panjangnya dan memanjang dari kandung kemih ke arah ostium diantara
labia minora kira-kira 2,5 cm di sebelah belakang klitoris.
.
2.2 Definisi
Beberapa istilah yang perlu dipahami:
Bakteriuria bermakna (significant backteriuri) adalah keberadaan mikroorganisme
murni (tidak terkontaminasi flora normal dari uretra) lebih dari 10 5 colony forming
units per mL (cfu/ml) biakan urin dan tanpa lekosituria1,4.
Bakteriuria simtomatik adalah bakteriuria bermakna dengan manifestasi klinik1,4
4
Bakteriuria asimtomatik (covert bacteriuria) adalah bakteriuria bermakna tanpa
manifestasi klinik1,4.
ISK adalah istilah umum untuk menggambarkan adanya kolonisasi mikroba dalam
sruktur traktus urinarius mulai dari ginjal sampai uretra13.
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan
bakteriuria patogen dengan colony forming units per mL CFU/ ml urin > 105, dan
lekositouria >10 per lapangan pandang besar, disertai manifestasi klinik4.
2.3 Epidemilogi
Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit yang paling sering ditemukan di
praktik umum. Kejadian ISK dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti usia, gender,
prevalensi bakteriuria, dan faktor predisposisi yang mengakibatkan perubahan struktur
saluran kemih termasuk ginjal. ISK cenderung terjadi pada perempuan dibandingkan
laki-laki. ISK berulang pada laki-laki jarang dilaporkan, kecuali disertai factor
predisposisi1.
Menurut penelitian, hampir 25-35% perempuan dewasa pernah mengalami ISK
selama hidupnya. Prevalensi bakteriuria asimtomatik lebih sering ditemukan pada
perempuan. Prevalensi selama periode sekolah (School girls) 1% meningkat menjadi 5 %
selama periode aktif secara seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat mencapai
30% pada laki-laki dan perempuan jika disertai faktor predisposisi1.
Di Amerika Serikat, terdapat >7 juta kunjungan pasien dengan ISK di tempat
praktik umum. Sebagian besar kasus ISK terjadi pada perempuan muda yang masih aktif
secara seksual dan jarang pada laki-laki <50 tahun5. Insiden ISK pada laki-laki yang
belum disirkumsisi lebih tinggi (1,12%) dibandingkan pada laki-laki yang sudah
disirkumsisi (0,11%)3.
5
2.4 Etiologi
Pada umumnya ISK disebabkan oleh mikroorganisme (MO) tunggal seperti:1
Eschericia coli merupakan MO yang paling sering diisolasi dari pasien dengan
ISK simtomatik maupun asimtomatik
Mikroorganisme lainnya yang sering ditemukan seperti Proteus spp (33% ISK
anak laki-laki berusia 5 tahun), Klebsiella spp dan Stafilokokus dengan koagulase
negatif
Pseudomonas spp dan MO lainnya seperti Stafilokokus jarang dijumpai, kecuali
pasca kateterisasi
6
2.5 Patogenesis
Patogenesis bakteriuri asimtomatik menjadi bakteriuri simtomatik tergantung dari
patogenitas bakteri sebagai agent, status pasien sebagai host dan cara bakteri masuk ke
saluran kemih (bacterial entry) 1,3.
2.5.1 Peranan Patogenisitas Bakteri (agent)
Tidak semua bakteri dapat menginfeksi dan melekat pada jaringan saluran kemih. Bakteri
tersering yang menginfeksi saluran kemih adalah E.coli yang bersifat uropathogen.1,3,7,8.
Strain bakteri E. coli hidup atau berkoloni di usus besar atau kolon manusia.
Beberapa strain bakteri E. coli dapat berkoloni di daerah periuretra dan masuk ke vesika
urinaria. Strain E. coli yang masuk ke saluran kemih dan tidak memberikan gejala klinis
memiliki strain yang sama dengan strain E. coli pada usus (fecal E.coli), sedangkan strain
E. coli yang masuk ke saluran kemih manusia dan mengakibatkan timbulnya manifestasi
klinis adalah beberapa strain bakteri E. coli yang bersifat uropatogenik dan berbeda dari
sebagian besar E.coli di usus manusia (fecal E.coli). Strain bakteri E.coli ini merupakan
uropatogenik E.coli (UPEC) yang memiliki faktor virulensi8.
Penelitian intensif berhasil menentukan faktor virulensi E.coli dikenal sebagai
virulence determinalis1.
7
Tabel 2.3 Faktor Virulensi E.coli
Penentu virulensi Alur
Fimbriae Adhesi
Pembentuk jaringan ikat (scarring)
Kelasi besi
Membran protein lainnya
Antibiotika resisten
Kemungkinan perlengketan
Sumber: Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V, 2009, hal.1010
Bakteri patogen dari urin dapat menyebabkan manifestasi klinis bergantung pada
perlengketan mukosa oleh bakteri, faktor virulensi, dan variasi faktor virulensi1.
8
Berdasarkan penelitian P fimbriae terdapat pada 90% bakteri E.coli yang
menyebabkan pyelonefritis dan hanya < 20% strain E.coli yang menyebabkan ISK
bawah. Sedangkan fimbriae tipe 1 lebih berperan dalam membantu bakteri untuk melekat
pada mukosa vesika urinaria3.
9
bakteri pada saluran kemih. Kolonisasi bakteri sering mengalami kambuh (eksaserbasi)
bila sudah terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi saluran kemih
termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan gangguan
proses klirens normal dan sangat peka terhadap infeksi1.
Selain itu urin juga memiliki karakter spesifik (osmolalitas urin, konsentrasi urin,
konsentrasi asam organik dan pH) yang dapat menghambat pertumbuhan dan kolonisasi
bakteri pada mukosa saluran kemih. Menurut penelitian urin juga mengandung faktor
penghambat perlekatan bakteri yakni Tamm-Horsfall glycoprotein, dikatakan bahwa
bakteriuria dan tingkat inflamasi di saluran kemih meningkat pada defisit THG. THG
membantu mengeliminasi infeksi bakteri pada saluran kemih dan berperan sebagai salah
satu mekanisme pertahanan tubuh3.
Retensi urin, stasis, dan refluks urin ke saluran cerna bagian atas juga dapat
meningkatkan pertumbuhan bakteri dan infeksi. Selain itu, abnormalitas anatomi dan
fungsional saluran kemih yang dapat menganggu aliran urin dapat meningkatkan
kerentanan host terhadap ISK1,3. Keberadaan benda asing seperti adanya batu, kateter,
stent dapat membantu bakteri untuk bersembunyi dari mekanisme pertahanan host3,9
Tabel 2.4 Faktor predisposisi (pencetus) ISK
Faktor predisposisi (pencetus) ISK
Litiasis
Obstruksi saluran kemih
Penyakit ginjal polikistik
Nekrosis papilar
DM pasca transplantasi ginjal
Nefropati analgesik
Penyakit Sickle-cell
Senggama
Kehamilan dan peserta KB dengan tablet progesteron
Kateterisasi
Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V, 2009, halaman 1009
10
Status Imunologi Pasien
Lapisan epitel pada dinding saluran kemih mengandung membran yang melindungi
jaringan dari infeksi dan berkapasitas untuk mengenali bakteri dan mengaktivasi
mekanisme pertahanan tubuh. Sel uroepithelial mengekspresikan toll-like receptors
(TLRs) yang dapat mengikat komponen spesifik dari bakteri sehingga menghasilkan
mediator inflamasi. Respon tubuh dengan mengsekresikan kemotraktan seperti
interleukin-8 untuk merekrut neutrofil ke area jaringan yang terinvasi. Selain itu, ginjal
juga memproduksi antibodi untuk opsonisasi dan fagositosis bakteri serta untuk
mencegah perlekatan bakteri. Mekanisme imunitas seluler dan humoral ini berperan
dalam pencegahan ISK, oleh karena itu imunitas host berperan penting dalam kejadian
ISK3,4
Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa golongan darah dan status
secretor mempunyai kontribusi untuk kepekaan terhadap ISK. Prevalensi ISK juga
meningkat terkait dengan golongan darah AB, B dan PI (antigen terhadap tipe fimbriae
bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah lewis1.
11
Penyebaran limfatogenous melalui dubur, limfatik usus, dan periuterine juga
dapat menyebabkan invasi MO ke saluran kemih dan mengakibatkan ISK. Selain itu,
invasi langsung bakteri dari organ yang berdekatan ke dalam saluran kemih seperti pada
abses intraperitoneal, atau fistula vesicointestinal atau vesikovaginal dapat menyebabkan
ISK3.
2.6 Klasifikasi
Berdasarkan letak anatomi, ISK digolongkan menjadi:
Infeksi Saluran Kemih Atas
Infeksi saluran kemih atas terdiri dari pielonefritis dan pielitis. Pielonefritis terbagi
menjadi pielonefritis akut (PNA) dan pielonefritis kronik (PNK). Istilah pielonefritis
lebih sering dipakai dari pada pielitis, karena infeksi pielum (pielitis) yang berdiri sendiri
tidak pernah ditemukan di klinik4.
Pielonefritis akut (PNA) adalah radang akut dari ginjal, ditandai primer oleh radang
jaringan interstitial sekunder mengenai tubulus dan akhirnya dapat mengenai kapiler
glomerulus, disertai manifestasi klinik dan bakteriuria tanpa ditemukan kelainan
radiologik3,4. PNA ditemukan pada semua umur dan jenis kelamin walaupun lebih sering
ditemukan pada wanita dan anak-anak. Pada laki-laki usia lanjut, PNA biasanya disertai
hipertrofi prostat4.
Pielonefritis Kronik (PNK) adalah kelainan jaringan interstitial (primer) dan sekunder
mengenai tubulus dan glomerulus, mempunyai hubungan dengan infeksi bakteri
(immediate atau late effect) dengan atau tanpa bakteriuria dan selalu disertai kelainan-
kelainan radiologi. PNK yang tidak disertai bakteriuria disebut PNK fase inaktif.
Bakteriuria yang ditemukan pada seorang penderita mungkin berasal dari pielonefritis
kronik fase aktif atau bakteriuria tersebut bukan penyebab dari pielonefritis tetapi berasal
dari saluran kemih bagian bawah yang sebenarnya tidak memberikan keluhan atau
bakteriuria asimtomatik. Jadi diagnosis PNK harus mempunyai dua kriteria yakni telah
terbukti mempunyai kelainan-kelainan faal dan anatomi serta kelainan-kelainan tersebut
mempunyai hubungan dengan infeksi bakteri. Dari semua faktor predisposisi ISK,
nefrolithiasis dan refluks vesiko ureter lebih memegang peranan penting dalam
patogenesis PNK4. Pielonefritis kronik mungkin akibat lanjut dari infeksi bakteri
12
berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Pada PNK juga sering ditemukan
pembentukan jaringan ikat parenkim1.
13
Tabel 2.5 Simtomatologi ISK
Lokal Sistemik
Disuria Panas badan sampai
Polakisuria menggigil
Stranguria Septicemia dan syok
Tenesmus
Nokturia Perubahan urinalisis
Enuresis nocturnal Hematuria
Prostatismus Piuria
Inkontinesia Chylusuria
Nyeri uretra Pneumaturia
Nyeri kandung kemih
Nyeri kolik
Nyeri ginjal
Sumber: Nefrologi Klinik Edisi III, 2006, hal. 37
Manifestasi klinik pada infeksi saluran kemih atas dan infeksi saluran kemih
bawah pada pasien dewasa dapat dilihat pada gambar berikut:
14
Pada pielonefritis akut (PNA), sering ditemukan panas tinggi (39.5°C-40,5°C),
disertai menggigil dan sakit pinggang1. Pada pemeriksaan fisik diagnostik tampak sakit
berat, panas intermiten disertai menggigil dan takikardia. Frekuensi nadi pada infeksi
E.coli biasanya 90 kali per menit, sedangkan infeksi oleh kuman staphylococcus dan
streptococcus dapat menyebabkan takikardia lebih dari 140 kali per menit. Ginjal sulit
teraba karena spasme otot-otot. Distensi abdomen sangat nyata dan rebound tenderness
mungkin juga ditemukan, hal ini menunjukkan adanya proses dalam perut, intra
peritoneal. Pada PNA tipe sederhana (uncomplicated) lebih sering pada wanita usia subur
dengan riwayat ISKB kronik disertai nyeri pinggang (flank pain), panas menggigil, mual,
dan muntah. Pada ISKA akut (PNA akut) tipe complicated seperti obastruksi, refluks
vesiko ureter, sisa urin banyak sering disertai komplikasi bakteriemia dan syok,
kesadaran menurun, gelisah, hipotensi hiperventilasi oleh karena alkalosis respiratorik
kadang-kadang asidosis metabolik4.
Pada pielonefritis kronik (PNK), manifestasi kliniknya bervariasi dari keluhan-
keluhan ringan atau tanpa keluhan dan ditemukan kebetulan pada pemeriksaan urin rutin.
Presentasi klinik PNK dapat berupa proteinuria asimtomatik, infeksi eksaserbasi akut,
hipertensi, dan gagal ginjal kronik (GGK)4.
Manifestasi klinik pada sistitis akut dapat berupa keluhan-keluhan klasik seperti
polakisuria, nokturia, disuria, nyeri suprapubik, stranguria dan tidak jarang dengan
hematuria. Keluhan sistemik seperti panas menggigil jarang ditemukan, kecuali bila
disertai penyulit PNA. Pada wanita, keluhan biasanya terjadi 36-48 jam setelah
melakukan senggama, dinamakan honeymoon cystitis. Pada laki-laki, prostatitis yang
terselubung setelah senggama atau minum alkohol dapat menyebabkan sistitis
sekunder1,4.
Pada sistitis kronik, biasanya tanpa keluhan atau keluhan ringan karena
rangsangan yang berulang-ulang dan menetap. Pada pemeriksaan fisik mungkin
ditemukan nyeri tekan di daerah pinggang, atau teraba suatu massa tumor dari
hidronefrosis dan distensi vesika urinaria4.
Manifestasi klinis sindrom uretra akut (SUA) sulit dibedakan dengan sistitis.
Gejalanya sangat miskin, biasanya hanya disuri dan sering kencing1.
15
2.8 Pemeriksaan Penunjang Diagnosis
2.8.1 Analisis urin rutin4
Pemeriksaan analisa urin rutin terdiri dari pH urin, proteinuria (albuminuria), dan
pemeriksaan mikroskopik urin.
Urin normal mempunyai pH bervariasi antara 4,3-8,0. Bila bahan urin masih segar
dan pH >8 (alkalis) selalu menunjukkan adanya infeksi saluran kemih yang berhubungan
dengan mikroorganisme pemecah urea (ureasplitting organism). Albuminuria ditemukan
pada ISK. Sifatnya ringan dan kurang dari 1 gram per 24 jam.
Pemeriksaan mikroskopik urin terdiri dari sedimen urin tanpa putar (100 x) dan
sedimen urin dengan putar 2500 x/menit selama 5 menit. Pemeriksaan mikroskopik
dengan pembesaran 400x ditemukan bakteriuria >105 CFU per ml. Lekosituria (piuria)
10/LPB hanya ditemukan pada 60-85% dari pasien-pasien dengan bakteriuria bermakna
(CFU per ml >105). Kadang-kadang masih ditemukan 25% pasien tanpa bakteriuria.
Hanya 40% pasien-pasien dengan piuria mempunyai bakteriuria dengan CFU per ml
>105. Analisa ini menunjukkan bahwa piuria mempunyai nilai lemah untuk prediksi ISK.
Tes dipstick pada piuria untuk deteksi sel darah putih. Sensitivitas 100% untuk
>50 leukosit per HPF, 90% untuk 21-50 leukosit, 60% untuk 12-20 leukosit, 44 % untuk
6-12 leukosit. Selain itu pada pemeriksaan urin yang tidak disentrifuge dapat dilakukan
pemeriksaan mikroskopik secara langsung untuk melihat bakteri gram negatif dan gram
positif. Sensitivitas sebesar 85 % dan spesifisitas sebesar 60 % untuk 1 PMN atau
mikroorganisme per HPF. Namun pemeriksaan ini juga dapat mendapatkan hasil positif
palsu sebesar 10%10.
2.8.2 Uji Biokimia4
Uji biokimia didasari oleh pemakaian glukosa dan reduksi nitrat menjadi nitrit dari
bakteriuria terutama golongan Enterobacteriaceae. Uji biokimia ini hanya sebagai uji
saring (skrinning) karena tidak sensitif, tidak spesifik dan tidak dapat menentukan tipe
bakteriuria.
2.8.3 Mikrobiologi4
Pemeriksaan mikrobiologi yaitu dengan Colony Forming Unit (CFU) ml urin. Indikasi
CFU per ml antara lain pasien-pasien dengan gejala ISK, tindak lanjut selama pemberian
16
antimikroba untuk ISK, pasca kateterisasi, uji saring bakteriuria asimtomatik selama
kehamilan, dan instrumentasi. Bahan contoh urin harus dibiakan lurang dari 2 jam pada
suhu kamar atau disimpan pada lemari pendingin. Bahan contoh urin dapat berupa urin
tengah kencing (UTK), aspirasi suprapubik selektif.
Interpretasi sesuai dengan kriteria bakteriura patogen yakni CFU per ml >10 5
(2x) berturut-turut dari UTK, CFU per ml >105 (1x) dari UTK disertai lekositouria > 10
per ml tanpa putar, CFU per ml >105 (1x) dari UTK disertai gejala klinis ISK, atau CFU
per ml >105 dari aspirasi supra pubik. Menurut kriteria Kunin yakni CFU per ml >10 5
(3x) berturut-turut dari UTK..
2.8.4 Renal Imaging Procedures1
Renal imaging procedures digunakan untuk mengidentifikasi faktor predisposisi ISK,
yang biasa digunakan adalah USG, foto polos abdomen, pielografi intravena, micturating
cystogram dan isotop scanning. Investigasi lanjutan tidak boleh rutin tetapi harus sesuai
indikasi antara lain ISK kambuh, pasien laki-laki, gejala urologik (kolik ginjal, piuria,
hematuria), hematuria persisten, mikroorganisme jarang (Pseudomonas spp dan Proteus
spp), serta ISK berulang dengan interval ≤6 minggu.
2.9 Terapi
2.9.1 Infeksi saluran kemih atas (ISKA) 1
Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut (PNA) memerlukan rawat inap untuk
memelihara status hidrasi dan terapi antibiotik parenteral minimal 48 jam. Indikasi rawat
inap pada PNA antara lain kegagalan dalam mempertahankan hidrasi normal atau
toleransi terhadap antibiotik oral, pasien sakit berat, kegagalan terapi antibiotik saat rawat
jalan, diperlukan investigasi lanjutan, faktor predisposisi ISK berkomplikasi, serta
komorbiditas seperti kehamilan, diabetes mellitus dan usia lanjut.
The Infectious Disease Society of America menganjurkan satu dari tiga alternative
terapi antibiotic IV sebagai terapi awal selama 48-72 jam, sebelum adanya hasil kepekaan
biakan yakni fluorokuinolon, amiglikosida dengan atau tanpa ampisilin dan sefalosporin
spektrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida.
2.9.2 Infeksi saluran kemih bawah (ISKB)
17
Prinsip manajemen ISKB adalah dengan meningkatkan intake cairan, pemberian
antibiotik yang adekuat, dan kalau perlu terapi simtomatik untuk alkanisasi urin dengan
natrium bikarbonat 16-20 gram per hari1,4
Pada sistitis akut, antibiotika pilihan pertama antara lain nitrofurantoin, ampisilin,
penisilin G, asam nalidiksik dan tetrasiklin. Golongan sulfonamid cukup efektif tetapi
tidak ekspansif. Pada sistitis kronik dapat diberikan nitrofurantoin dan sulfonamid
sebagai pengobatan permulaan sebelum diketahui hasil bakteriogram4.
Jika pasien mengalami urosepsis maka harus kita lakukan prinsip-prinsip
manajemen berupa pengenalan dini , resusitasi , lokalisasi sumber sepsis , dini dan
administrasi antibiotik yang tepat , dan penghapusan sumber utama sepsis.4
2.10 Komplikasi1
ISK bergantung dari tipe yaitu ISK tipe sederhana (uncomplicated) dan ISK tipe
berkomplikasi (complicated).
2.10.1 ISK sederhana (uncomplicated)
ISK akut tipe sederhana yaitu non-obstruksi dan bukan pada perempuan hamil pada
umumnya merupakan penyakit ringan (self limited disease) dan tidak menyebablan akibat
lanjut jangka lama.
2.10.2 ISK tipe berkomplikasi (complicated)
ISK tipe berkomplikasi biasanya terjadi pada perempuan hamil dan pasien dengan
diabetes mellitus. Selain itu basiluria asimtomatik (BAS) merupakan risiko untuk
pielonefritis diikuti penurun laju filtrasi glomerulus (LFG).
Komplikasi emphysematous pyelonephritis, pielonefritis yang terkait spesies
kandida dan infeksi gram negatif lainnya dapat dijumpai pada pasien DM. Pielonefritis
emfisematosa disebabkan oleh MO pembentuk gas seperti E.coli, Candida spp, dan
klostridium tidak jarang dijumpai pada pasien DM. Pembentukan gas sangant intensif
pada parenkim ginjal dan jaringan nekrosis disertai hematom yang luas. Pielonefritis
emfisematosa sering disertai syok septik dan nefropati akut vasomotor.
18
Abses perinefritik merupakan komplikasi ISK pada pasien DM (47%), nefrolitiasis
(41%), dan obstruksi ureter (20%).
Tabel 2.6 Morbiditas ISK selama kehamilan
Kondisi Risiko Potensial
BAS tidak diobati Pielonefritis
Bayi prematur
Anemia
Pregnancy-induced hypertension
2.10.3. Urosepsis
Urosepsis adalah reaksi sistemik dari tubuh (SIRS) untuk infeksi bakteri pada organ
urogenital dengan risiko gejala yang mengancam kehidupan. Sepsis terjadi ketika proses
infeksi lokal menjadi respon inflamasi sistemik yang tidak terkontrol yang
mengakibatkan kerusakan jaringan atau organ dari lokasi awal infeksi atau cedera.
SIRS didefinisikan oleh setidaknya dua hal berikut (Hie, 2008):
Demam ( > 38° C ) atau hipotermia ( < 36 ° C )
Takikardia ( > 90 denyut / menit )
Takipnea ( pernapasan > 20/min atau PaCO2 < 4.3 kPa )
Jumlah sel darah putih > 12.000 sel/mm3, < 4000 sel/mm3 atau 10% leukosit muda (
Band )
19
Tabel 2.7 Definisi Sindrom Sepsis
20
Oliguria akut (output urine 0,5 mL / kg dalam 1 jam selama minimal 2 jam)
Peningkatan kreatinin 0,5 mg / dL
Kelainan koagulasi ( INR 1,5 atau aPTT > 60 detik )
Ileus ( bising usus negatif )
Trombositopenia ( jumlah trombosit < 100.000 / uL )
Hiperbilirubinemia ( plasma bilirubin total > 4 mg / dL atau 70 mmol / L )
4. Perfusi Jaringan
Hiperlaktatemia ( > 1 mmol / L )
Penurunan pengisian kapiler
21
Trombosit < 80 000 uL - atau penurunan ≥ 50 % dalam 3 hari .
5. Metabolik Asidosis
Darah - pH ≤ 7,30 atau base excess≥ 5 mmol L
Plasma laktat ≥ 1,5 kali lipat dari normal.
6. Ensefalopati
Somnolen , agitasi , kebingungan, koma .
Terapi Urosepsis13
1. Penggantian Volume
Infus 1-2 liter larutan elektrolit lebih dari 1-2 jam; Tujuan: tekanan vena sentral
( CVP ) 8-12 mmHg , MAP ≥ 65 mmHg tetapi ≤ 90 mmHg
Transfusi darah dalam kasus oksigenasi vena sentral < 70 % dan hematokrit < 30;
Optimal: Fresh Erythrocyte consentrates ; Tujuan : nilai hemoglobin 7- 10 g/100 ml
whole blood,hematokrit > 30
Dalam kasus hypoalbuminemia ( < 2 g/100ml ), infus tambahan albumin solution
telah disarankan tetapi masih kontroersial.
2. Ventilasi :
Volume tidal, 6 ml / kg berat badan, Tujuan : saturasi oksigen arteri ≥ 93%, saturasi
oksigen vena sentral ≥ 70 %. Jika < 70 %, pemberian dobutamin ( awalnya 2,5 mg /
kg / menit, setelah 30 menit masing-masing, meningkat 2,5 mg / kg / menit;
maksimum, 20mg/kg/min )
Intubasi dan ventilasi mekanis mungkin diperlukan pada pasien yang tidak dapat
melindungi jalan napas mereka
3. Administrasi vasopressor :
Jika substitusi volume, oksigen dan hemoglobin tidak cukup efektif untuk mencapai
keseimbangan antara konsumsi oksigen dan transportasi oksigen, pemberian agen
22
inotropik vasoaktif dan positif seperti noradrenalin dan adrenalin diperlukan (OM &
Alpana, 2009).
Jika tekanan arteri rata-rata ( MAP) < 65 mmHg, berikan dopamin, 1-3 mg/kg/min,
atau noradrenalin ( norepinefrin ), 0,1-1,0 mg/kg/min, secara kontinyu i.v. infuse
5. Terapi antimikroba :
Jika mungkin, secara spesifik ( patogen diidentifikasi, sensitivitas ditentukan ), atau
tidak spesifik (wide-spectrum): cadangan antibiotik beta-laktam iv, misalnya,
cefotaxime, 3 × 2-4 g / hari, atau ceftazidime, 3 × 1-2 g / hari, atau ceftriaxone, 2 × 2
g pada hari ke 1, kemudian 1 × 2 g / hari, ditambah aminoglikosida iv, misalnya,
gentamisin, 1 × 240-320 mg / hari, dengan infus.
Pantau kadar aminoglikosida, konsentrasi minimal < 1-2 mg / ml, dan kadar
kreatinin, tiga sampai tujuh kali / minggu
6. Setelah stabilisasi fungsi kardiovaskular dan pemberiaan terapi antimikroba, maka
penghapusan sumber infeksi wajib dilakukan (Hohenfellner & Santucci , 2007).
Abses ginjal : perkutan atau bedah drainase .
Terinfeksi hidronefrosis : drainase internal atau nefrostomi perkutan.
Fournier gangren : wide eksisi jaringan nekrotik.
Epididimitis dengan abses : orchiectomy (OM & Alpana, 2009)
2.11 Prognosis4
Prognosis pasien dengan pielonefritis akut, pada umumnya baik dengan penyembuhan
100% secara klinik maupun bakteriologi bila terapi antibiotika yang diberikan sesuai.
Bila terdapat faktor predisposisi yang tidak diketahui atau sulit dikoreksi maka 40%
23
pasien PNA dapat menjadi kronik atau PNK. Pada pasien Pielonefritis kronik (PNK)
yang didiagnosis terlambat dan kedua ginjal telah mengisut, pengobatan konservatif
hanya semata-mata untuk mempertahankan faal jaringan ginjal yang masih utuh. Dialisis
dan transplantasi dapat merupakan pilihan utama.
Prognosis sistitis akut pada umumnya baik dan dapat sembuh sempurna, kecuali
bila terdapat faktor-faktor predisposisi yang lolos dari pengamatan. Bila terdapat infeksi
yang sering kambuh, harus dicari faktor-faktor predisposisi. Prognosis sistitis kronik baik
bila diberikan antibiotik yang intensif dan tepat serta faktor predisposisi mudah dikenal
dan diberantas.
24
BAB III
SIMPULAN
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Sukandar, E. Infeksi Saluran Kemih. In Sudoyo A.W, et all.ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Internal Publishing. 2009:1008-1014.
2. Anonim. Urinary Tract Infections (Acute Urinary Tract Infection: Urethritis, Cystitis, and
Pyelonephritis). In Kasper, et all ed. Harrison’s Manual of Medicine16th Edition.
Newyork: Mc Graw Hill Medical Publishing Division. 2005:724
3. Nguyen, H.T. Bacterial Infections of The Genitourinary Tract. In Tanagho E. & McAninch
J.W. ed. Smith’s General urology 17th edition. Newyork: Mc Graw Hill Medical
Publishing Division. 2008: 193-195
4. Sukandar, E. Infeksi (non spesifik dan spesifik) Saluran Kemih dan Ginjal. In Sukandar E.
Nefrologi Klinik Edisi III. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FK UNPAD. 2006: 29-72
5. Scanlon, V.C & Sanders, T. Essential of Anatomy and Physiology 5th edition. Philadelpia: FA
Davis Company. 2007: 420-432
6. Macfarlane, M.T. Urinary Tract Infections. In, Brown B, et all ed. 4th Urology. California:
Lippincott Williams & Wilkins. 2006: 83-16
7. Ronald A.R & Nicollé L.E. Infections of the Upper Urinary Tract. In Schrier R.W, ed.
Diseases of the Kidney and Urinary Tract 7th edition Vol.1. Newyork: Lippincott
Williams & Wilkins Publishers. 2001: 1687
8. Weissman, S.J, et all. Host-Pathogen Interactions and Host Defense Mechanisms. In In
Schrier R.W, ed. Diseases of the Kidney and Urinary Tract 8th edition Vol.1. Newyork:
Lippincott Williams & Wilkins Publishers. 2007: 817-826
9. Abdelmalak, J.B, et all. Urinary Tract Infections in Adults. In Potts J.M, ed. Essential
Urology, A Guide to Clinical Practice. New Jersey: Humana Press. 2004:183-189
10. Anonim. Pyelonephritis Acute. In Williamson, M.A & Snyder L.M. Wallach’s Interpretation
of Diagnostic Test 9th. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins a Wolters Kluwer
Publishers. 2011: 730-731
11. Meyrier, A. Urinary Tract Infection. Available from:
http://www.kidneyatlas.org/book2/adk2_07.pdf (diakses 22 Mei 2012)
12. Tjokroprawiro Askandar. Buku ajar ilmu penyakit dalam 2015:501
13. OM, P. & Alpana, R., 2009. Approach To A Patient With Urosepsis in J Glob Infect Dis.
1(1), pp.57-63.
26
27