Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMASI ANALISA 2

MODUL 7

TITRASI POTENSIOMETRI

ASISTEN : Drs. Sukanta., Apt.

OLEH

KELOMPOK 6 (KELAS D)

Sarah Nurhaniefa (3311141129)

Dewi Nurhikmahwati (3311141130)

Eva Siti Shohipah (3311141157)

Lirik Santika (3311141158)

Saeful Rohman (3311141164)

LABOLATORIUM FARMASI FISIKA

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI – CIMAHI

2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Prinsip Percobaan


Berdasarkan hubungan antara potensial sel kimia dengan aktivitas (atau
konsentrasi) spesies elektroaktif yang terlibat dalam reaksi sel yang dinyatakan
dengan persamaan Nernst.

1.2 Tujuan Percobaan


1. Untuk menentukan titik ekivalen yang ditunjukan dengan perubahan kuat
potensial listrik yang terjadi antara elektroda pembanding dan elektroda
pengukur.
2. Mampu memahami serta dapat menggunakan titrasi potensiometri untuk
tujuan analisis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Potensial sel galvanik tergantung pada aktivitas zat-zat ionik tertentu di


dalam larutan sel, maka pengukuran potensial sel merupakan hal yang sangat
penting dalam kimia analitik. Dalam banyak hal suatu sel dapat disusun yang
potensialnya tergantung pada aktivitas suatu macam zat ionik tunggal dalam
larutan. Salah satu elektroda sel harus sedemikian rupa hingga potensialnya
tergantung pada aktivitas ion yang akan ditentukan; ini disebut elektroda
indikator. Elektroda yang lainnya merupakan sebuah pembanding, seperti
kalomel, yang potensialnya diketahui dan tetap selama pengukuran. (Underwood,
1986).

Suatu eksperimen dapat diukur dengan menggunakan dua metode yaitu,


pertama (potensiometri langsung) yaitu pengukuran tunggal terhadap potensial
dari suatu aktivitas ion yang diamati, hal ini terutama diterapkan dalam
pengukuran pH larutan air. Kedua (titrasi langsung), ion dapat dititrasi dan
potensialnya diukur sebagai fungsi volume titran. Potensial sel, diukur sehingga
dapat digunakan untuk menentukan titik ekuivalen. Suatu petensial sel galvani
bergantung pada aktifitas spesies ion tertentu dalam larutan sel, pengukuran
potensial sel menjadi penting dalam banyak analisis kimia. (Basset, J. dkk., 1994).

Proses titrasi potensiometri dapat dilakukan dengan bantuan elektroda


indikator dan elektroda pembanding yang sesuai. Dengan demikian, kurva titrasi
yang diperoleh dengan menggambarkan grafik potensial terhadap volume pentiter
yang ditambahkan, mempunyai kenaikan yang tajam di sekitar titik kesetaraan.
Dari grafik itu dapat diperkirakan titik akhir titrasi. Elektroda indikator adalah
elektroda yang potensialnya bergantung pada konsentrasi ion yang akan
ditetapkan dan dipilih berdasarkan jenis senyawa yang hendak ditentukan.
Sedangkan elektroda pembanding adalah elektroda yang potensialnya diketahui
dan selama pengukuran tetap konstan. Elektroda pembanding yang banyak
digunakan adalah elektroda kalomel karena konstannya potensial yang dihasilkan.
Antara elekroda pengukur (elektroda indikator) dan elektroda pembanding
terdapat jembatan arus atau garam dengan larutan elektrolit yang di dalamnya
terdapat transport ion arus. (Widjaja dkk., 2008).

Cara potensiometri ini bermanfaat bila tidak ada indikator yang cocok
untuk menentukan titik akhir titrasi, misalnya dalam hal larutan keruh atau bila
daerah kesetaran sangat pendek dan tidak cocok untuk penetapan titik akhir titrasi
dengan indikator. (Rivai, 1995).

Keuntungan dari metode potensiometri adalah biayanya yang relatif murah


dan sederhana. Voltameter dan elektroda jauh lebih murah daripada instrumen
saintifik yang paling modern. Selain itu kelebihan dari metode potensiometri yaitu
pada saat potensial sel dibaca tidak ada arus yang mengalir dalam larutan (arus
residual tatanan sel dan efek polarisasi dapat diabaikan). Manfaat potensiometri
juga untuk menetapkan tetapan kesetimbangan. Potensial-potensial yang stabil
sering diperoleh dengan cukup cepat dan tegangan yang mudah dicatat sebagai
fungsi waktu, sehingga potensiometri kadang juga bermanfaat untuk pemantauan
yang kontinyu dan tidak diawasi (Skoog dkk., 1998).

Potensiometri pada dasarnya bersifat nondestruktif terhadap sampel, dalam


pengertian bahwa penyisipan elektroda tidak megubah komposisi larutan uji
(kecuali untuk sedikit kebocoran elektrolit dari elektroda acuan) (Khopkar, 2003).

Titik akhir dalam titrasi potensiometri dapat dideteksi dengan menetapkan


volume pada mana terjadi perubahan potensial yang relatif besar ketika
ditambahkan titran. Dalam titrasi secara manual, potensial diukur setelah
penambahan titran secara berurutan, dan hasil pengamatan digambarkan pada
suatu kertas grafik terhadap volum titran untuk diperoleh suatu kurva titrasi.
Dalam banyak hal, suatu potensiometer sederhana dapat digunakan, namun jika
tersangkut elektroda gelas, maka akan digunakan pH meter khusus. Karena pH
meter ini telah menjadi demikian biasa, maka pH meter ini dipergunakan untuk
semua jenis titrasi, bahkan apabila penggunaannya tidak diwajibkan. (Basset, J.
dkk., 1994).
Bermacam reaksi titrasi dapat diikuti dengan pengukuran potensiometri.
Reaksinya harus meliputi penambahan atau pengurangan beberapa ion yang
sesuai dengan jenis elektrodanya. Potensial diukur sesudah penambahan sejumlah
kecil volume titran secara berturut-turut atau secara kontinyu dengan perangkat
automatik. Presisi dapat dipertinggi dengan sel konsentrasi. (Khopkar, 2003).

Persamaan Nernst memberikan hubungan antara potensial relatif suatu


elektroda dan konsentrasi spesies ioniknya yang sesuai dalam larutan.
Potensiometri merupakan aplikasi langsung dari persaman Nernst dengan cara
pengukuran potensial dua elektroda tidak terpolarisasi pada kondisi arus nol.
Dengan pengukuran pengukuran potensial reversibel suatu elektroda, maka
perhitungan aktivitas atau konsentrasi suatu komponen dapat dilakukan. (Rivai,
1995).
Potensial dalam titrasi potensiometri dapat diukur sesudah penambahan
sejumlah kecil volume titran secara berturut-turut atau secara kontinu dengan
perangkat automatik. Presisi dapat dipertinggi dengan sel konsentrasi. Elektroda
indikator yang digunakan dalam titrasi potensiometri tentu saja akan bergantung
pada macam reaksi yang sedang diselidiki. Jadi untuk suatu titrasi asam basa,
elektroda indikator dapat berupa elektroda hidrogen atau sesuatu elektroda lain
yang peka akan ion hidrogen, untuk titrasi pengendapan halida dengan perak
nitrat, atau perak dengan klorida akan digunakan elektroda perak, dan untuk titrasi
redoks (misalnya, besi(II)) dengan dikromat digunakan kawat platinum semata-
mata sebagai elektroda redoks (Khopkar, 2003).
Pada praktikum kali ini metode yang akan kita gunakan adalah titrasi
potensiometri tepatnya titrasi asam basa, ketetapan untuk dapat menemukan titik
akhir pada titrasi asam basa secara potensiometri tergantung dari konsentrasi dan
kekuatan asam serta basa. Agar metode ini berhasil baik, kedua asam atau basa
hendaknya kekuatannya berbanding sekurangnya 10-5: 1. Metode ini dapat
digunakan untuk titrasi asam atau basa bervalensi banyak, tetapi hanya dapat
dilakukan untuk masing-masing senyawa jika harga pKa atau pKb berbeda
minimal 2 satuan (Widjaja dkk., 2008).
Penentuan titik ekivalen titrasi potensiometri dapat dilakukan dengan cara
diferensial yaitu dengan merajah kurva titrasi turunan pertama dan atau turunan
kedua yang disebut kurva diferensial. Kurva diferensial pertama dibuat dengan
cara menghitung kenaikan pH persatuan kenaikan volume titran ( ΔpH/ΔV ) atau (
ΔpE/ΔV ), kemudian perbandingan ( ΔpH/ΔV ) atau ( ΔpE/ΔV ) disajikan dalam
bentuk grafik sebagai fungsi dari volume titran yang ditambahkan. Sementara itu
kurva diferensial kedua dibuat dengan cara merajah ( Δ2pH/ΔV2 ) atau (
Δ2pE/ΔV2 ), kemudian perbandingan ( Δ2pH/ΔV2 ) atau ( Δ2pE/ΔV2 ), disajikan
dalam bentuk grafik sebagai fungsi dari volume titran yang ditambahkan.
Penambahan volume ( ΔV ) yang optimum bergantung pada besarnya arah lereng
kurva titrasi pada titik ekivalen dan ini dapat dengan mudah diperkirakan pada
titrasi pendahuluan. Pada umumnya semakin besar arah lereng pada titik ekivalen,
semakin kecil perbedaan volume titran ( ΔV ) yang diberikan. Bila kurva titrasi
simetris di sekitar titik ekivalen, titik akhir yang didefinisikan oleh nilai
maksimum dari ( ΔpE/ΔV ) adalah identik dengan titik ekivalen stoikiometrik
yang sebenarnya. Kurva titrasi simetris diperoleh apabila electrode indikator
bersifat reversible dan bila dalam reaksi titrasi satu mol reagen titran bereaksi
dengan satu mol zat yang dititrasi. Kurva titrasi tidak simetris terjadi bila
banyaknya molekul atau ion reagensia dan zat yang dititrasi tidak sama dalam
reaksi titrasi ( Rohman, 2007 ).
BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan


A. Alat
1. Alat Potensiometri
2. Elektroda Pengukur atau Indikator Platina
3. Elektroda pembanding kolomel
4. pH Meter
5. Magnetik Stirrer
6. Pengaduk
7. Buret
8. Alat-alat Gelas
B. Bahan
1. Asam Sitrat
2. Aquadest
3. NaOH 0,1 N

3.1 Prosedur Percobaan


A. Pembakuan NaOH 0,1 N

10,0 mL laruran baku oksalat dihidrat 0,1 N

- Dimasukan ke dalam labu Erlenmeyer


+ 2-3 tetes indikator phenopthalein
- Dititrasi dengan NaOH 0,1 N hingga warnanya
berubah dari tidak berwarna menjadi merah
muda.
- Dihitung normalitas NaOH sebenarnya
Nas.oksalat x Vas.oksalat
NNaOH =
VNaOH

Hasil Pembakuan
B. Penetapan Kadar Asam Sitrat

100,0 mg sampel asam sitrat


- Dilarutkan dalam 10 mL aquadest bebas CO2
- Dititrasi dengan NaOH 0,1 N dan dicek pH larutan
setiap volume pentiter 3 mL, 6 mL, 9 mL, 12 mL,
12,5 mL, 13 mL, 13,5 mL, 14 mL, 14,5 mL, 15 mL
hingga berubah warna dari bening menjadi merah
muda.
- Dihitung Titik Ekivalen sampel
- Dihitung % kemurnian sampel
- Dibuat grafik hubungan pH terhadap volume
pentiter

Hasil Penentuan Kadar


Sampel
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan

No Volume titran (mL) pH ΔpH/ΔV ∆𝟐 pH/ΔV

1 0
2,27 0,263
2 3 0,02
3,06 0,323
3 6 -0,0086
4,03 0,297
4 9 0,0053
4,92 0,313
5 12 -0,02
5,86 0,26
6 12,5 0
5,99 0,26
7 13 0,04
6,12 0,28
8 13,5 -0,08
6,26 0,24
9 14 0,72 → Va
6,38 0,6
→ Vb
10 14,5 -0,2
6,68 0,5
11 15
6,93
4.2. Pembahasan

Praktikum potensiometri ini dilakukan dengan tujuan untuk membuat


kurva hubungan antara pH dan volume pentiter, menentukan titik akhir titrasi, dan
menentukan kadar asam sitrat yang dianalisis. Potensiometri adalah salah satu
metode penentuan konsentrasi zat melalui pengukuran nilai potensial. Nilai
potensial yang diukur setiap penambahan volume titran tertentu akan diplotkan
menjadi kurva titrasi dan akan didapatkan titik ekuivalen titrasinya. Volume pada
titik ekuivalen titrasi tersebut adalah volume titran yang akan digunakan dalam
perhitungan. Dalam potensiometri ini tidak digunakan indikaor karena dengan
pengukuran potensial larutan sudah bisa didapatkan titik ekuivalennya dari kurva.
Titik akhir titrasi diharapkan mendekati titik ekuivalen sehingga data yang
dihasilkan dianggap memiliki kesalahan yang kecil.

Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah metode titrasi


potensiometri tepatnya adalah titrasi asam basa (alkalimetri). Sampel yang akan
dianalisis adalah asam sitrat yang bersifat asam sehingga titrasi yang digunakan
adalah titrasi alkalimetri. Ketetapan untuk mendapatkan titik akhir titrasi pada
titrasi asam basa secara potensiometri tergantung dari konsentrasi dan kekuatan
asam serta basa. Elektroda indikatoryang digunakan pada titrasi asam basa adlah
elektroda membran gelas yang sensitif terhadap perubahan jumlah ion hidrogen
(H+). Dalam titrasi asam basa, diamati setiap perubahan ion hidrogen atau
perubahan pH yang ditunjukkan pada alat pengukur pH. Kelebihan dari elektroda
membran gelas adalah tidak terjadinya kontaminasi sehingga tidak ada permukaan
katalis yang kehilangan aktivitasnya selain itu juga nilai nilai pH dari suatu
larutan yang kurang tersangga bisa diukur secara akurat.melalui kurva hubungan
antara volume titran dengan pH dapat ditentukan titik akhir titrasi dari asam sitrat.
Selanjutnya titik akhir titrasi dideteksi dengan menetapkan volume dimana terjadi
perubahan potensial yang relatif besar ketika ditambahkan volume pentiter yang
sedikit.
Pad titrasi potensiometri ini digunakan NaOH 0,1 N sebagai titran dan
Asam sitrat sebagai sampelnya. Sebanyak 100,0 mg asam sitrat dimasukkan
kedalam beaker glass ditambahkan 10 ml air bebas CO2. Magnetik stire
dimasukkan kedalam beaker glass yang berfungsi untuk mengaduk larutan yang
akan dititrasi. Sebelum dititrasi, larutan diukur pH terlebih dahulu dengan alat
potensiometer. Titrasi kemudian dimulai dengan menambahkan sejumlah NaOH
0,1N dengan alat stire yang terus berputar saat titrasi dilakukan. Setiap
penambahan sejumlah pentiter, pH larutan kemudian diukur menggunakan
potensiometer yang didalamnya terdapat elektroda membran gelas yang sangat
sensitif terhadap perubahan jumlah ion hidrogen.

Saat elektroda membran gelas dicelupkan kedalam larutan,erjadi


kesetimbangan antara ion-ion hidrogen yang terdapat dibagian tipis bola gelas dan
ion hidrogen yang terletak dalam larutan yang diuji. Elektroda gelas akan
membiarkan ion H+ untuk menembusnya, tetapi menahan ion yang lain. Semakin
besar konsentrasi ion hidrogen dalam asam sitrat, semakin banyak ion hidrogen
yang masuk dalam laisan gelas. Hal ini menyebabkan pada saat awal-awal titrasi,
nilai pH akan kecil. Semakin banyak pentiter yang ditambahkan, semakin sedikit
ion hidrogen yabg terdapat dalam larutan asam sitrat, karena ion hidrogen akan
bereaksi dengan ion hidronium (OH-) dan membentuk air. Hal ini akan
menyebabkan ion hidrogen yang memasuki lapisan gelas juga semakin sedikit
sehingga muatan elektroda gelas berkurang, maka nilai pH pun akan meningkat.
Hal ini dapat dilihat dari kurva hubungan antara volume pentiter dengan pH.

Pada kurva dapat dilihat bahwa semakin banyak volume pentiter maka pH
larutan semakin meningkat (basa). Pada kurva hubungan antara volume pentiter
dengan ∆2 pH/ΔV dapat dilihat lonjakan pH dan garis perpotongan yang
menunjukan titik ekuivalen dari titrasi. Setelah dilakukan perhitungan, didapatkan
titik ekuivalen adalah pada volume pentiter 14,39 mL.

Sebelum titrasi dilakukan, larutan sampel bersifat asam yang mengandung


banyak ion hidrogen. Namun setelah dilakukan titrasi, jumlah ion hidrogen
perlahan lahan berkurang karena telah bereaksi dengan ion hidronium membentuk
air, dan saat terjadi lonjakan pH secara drastis tersebut ion hidrogen dari asam
sitrat telah habis bereaksi dengan ion hidronium dari NaOH. Dengan demikian
tidak terdapat lagi ion hidrogen dalam bentuk bebas dalam larutan sampel.
Penmbahan pentiter setelah titik akhir titrasi terjadi menyebabkan jumlah ion
hidronium akan semakin meningkat dan menyebabkan naiknya pH larutan (basa).
Tidak adanya ion hidrogen didalam elektroda gelas secara tiba-tiba akan membuat
arus yang dihasilkan oleh elektroda gelas menjadi meningkat secara tiba-tiba dan
kemudian turun secara tiba-tuiba pula. Hal inilah yang menyebabkan peningkatan
pH secara tiba-tiba dari larutan asam sitrat yang dititrasi oleh pentiter.

Berdasarkan hasil praktikum titik akhir titrasi pada percobaan ini adalah
saat volume pentiter 14,39 mL. Hal ini berarti bahwa volume NaOH yang
diperlukan untuk menetralkan larutan sampel (asam sitrat) tersebut adalah 14,39
mL. Setelah diperoleh titik akhir titrasi kemudian dilakukan perhitungan kadar
sampel dan diperoleh % kemurnian asam sitrat kadarnya sebesar 100,87 % b/b.
Hasil ini menunjukan asam sitrat yang dianalisis tidak memenuhi persyaratan
dalam Farmakope Indonesia edisi V karena persyaratan asam sitrat mengandung
tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 100,5 %.
DAFTAR PUSTAKA

1. Khopkar, S. M.2003.Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas


Indonesia Press.
2. Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
3. Rivai Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: Penerbit UI Press.
4. Skoog, D. A., F. J. Holler and T. A. Nieman.1998. Principles of
Instrumental Analysis,5th edition.USA: Saunders College Publishing.
5. Underwood, A. L dan R. A. Day.1980. Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi
Keempat. Jakarta: Erlangga.
6. Widjaja, I N.K., K.W. Astuti, N.M.P. Susanti, dan I M.A.G. Wirasuta.
2008.Buku Ajar Analisis Farmasi Fisiko Kimia. Jimbaran: Jurusan
Farmasi FMIPA UNUD.
7. Widjaja, I N.K. Dan N.P.L. Laksmiani. 2010. Petunjuk Praktikum Kimia
Analisis. Jimbaran: Jurusan Farmasi FMIPA UNUD.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan

(∆𝟐 𝐩𝐇 / ∆𝐕)𝐚
𝐕 (𝐓𝐄) = 𝐕𝐚 + ∆𝐕 { }
(∆𝟐 𝐩𝐇 / ∆𝐕)𝐚 − (∆𝟐 𝐩𝐇 / ∆𝐕)𝐛
0,72
= 14 + 0,5 {(0,72) – (−0,2)}

= 14 + 0,39

= 14,39 mL

Berat sampel yang ditimbang : 100 mg

Volume NaOH yang terpakai : 14,39 mL

Hasil pembakuan NaOH : 0,1 N

Kesetaraan asam sitrat terhadap NaOH 0,1 N

1 mL NaOH 0,1 N ~ 7,01 mg C6H8O7.H2O

 Kesetaraan asam sitrat terhadap NaOH 0,1 N (hasil pembakuan)


1 mL NaOH 0,1 N ~ 7,01 mg C6H8O7.H2O
1 mL NaOH 0,1 N ~ 7,01 mg C6H8O7.H2O

 Berat (mg) asam sitrat dalam 14,39 mL NaOH 0,1 N


1 mL NaOH 0,1 N ~ 7,01 mg C6H8O7.H2O
14,39 mL x 7,01 mg
14,39 mL NaOH 0,1 N ~ mg asam sitrat =
1 mL
14,39 mL NaOH 0,1 N ~ 100,8739 mg asam sitrat

 Persen kemurnian asam sitrat


berat hasil titrasi (mg)
% Kemurnian = x
berat rata−rata sampel yang ditimbang (mg)

100%
100,8739
= x 100%
100

= 100,8739 % b⁄b
Lampiran 2. Grafik

GRAFIK HUBUNGAN VOLUME NaOH


DENGAN pH
8

6
pH

0
0 5 10 15 20

Volume NaOH (mL)

GRAFIK HUBUNGAN VOLUME NaOH


DENGAN ∆pH/∆V
0.7

0.6

0.5
∆pH/∆V

0.4

0.3

0.2

0.1

0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Volume NaOH (mL)
GRAFIK HUBUNGAN VOLUME NAOH
DENGAN Δ2pH/ΔV
0.8

0.6

0.4
Δ2pH/ΔV

0.2

0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
-0.2

-0.4
Volume NaOH (mL)

TITIK EKIVALENSI = 14,39 mL


0.8

0.6

0.4
Δ2pH/ΔV

0.2

0
13.9 14 14.1 14.2 14.3 14.4 14.5 14.6
-0.2

-0.4
Volume NaOH (mL)
Lampiran 3. Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai