Anda di halaman 1dari 3

dakwatuna.

com – Sejak dari zaman sebelum kemerdekaan, hingga zaman ini, mahasiswa
adalah masyarakat intelektual yang menjadi harapan suatu bangsa untuk berubah menjadi
lebih baik. Karena perubahan harus diusahakan. Mahasiswa sebagai agent of change
memiliki tanggung jawab yang besar kepada perubahan pada bangsa ini.

Bung Karno meski disebut sebagai orang yang dekat dengan partai kiri pada zaman itu, tetapi
justru mengutip kalam ilahi, yang merupakan zat yang Maha Besar. Sumber kekuatan
masyarakat adalah firman Allah. (jadi kalau ada yang bilang, jangan bawa-bawa agama, aduh
kamu lupa sama sejarah yaaah. Dan, hei bagaimana kabar keimananmu hari ini?)

“Firman Tuhan inilah gitaku, Firman Tuhan inilah harus menjadi Gitamu: “Innallaha la
yughayyiru ma biqaumin hatta yughayyiru ma bi anfusihim”. ”Tuhan tidak mengubah
nasibnya sesuatu bangsa sebelum bangsa itu mengubah nasibnya.” (Pidato HUT Proklamasi,
1964 Bung Karno)

Mahasiswa itu masyarakat intelek yang menjadi iron stock (generasi penerus bangsa), ia juga
harus mampu menjadi kontrol sosial. Ia pasti sosok yang pintar dalam bidang akademis.
Meski demikian ia pun harus mampu memiliki kepintaran dalam sosialisasi, berinteraksi dan
memiliki kepekaan yang tinggi kepada lingkungannya. Ia harus memiliki integritas tinggi,
memiliki ketauladan karena mahasiswa adalah maha-nya siswa, ia akan diikuti oleh generasi
di bawahnya. Ia harus memiliki sense of belonging, sehingga peka pada sebuah
penyimpangan.

Mahasiswa itu adalah gerakan moral. Moral force, gerakan moral adalah inti dari gerakannya.
Ia penuh tanggung jawab, penuh dedikasi kepada bangsa, tanggap dan kritis pada sebuah
permasalahan yang menyimpang dan segera mencari solusinya dengan bersungguh-sungguh.

Mahasiswa adalah sosok yang idealis. Gerakan mahasiswa zaman pra kemerdekaan dan pasca
kemerdekaan tentunya tidak sama. Gerakan mahasiswa telah terjadi banyak pergeseran. Beda
kan, zaman dijajah sama bangsa lain dengan dijajah bangsa sendiri.

Bung Karno lagi-lagi memberikan wasiat kepada para pemuda/mahasiswa.

“Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit
karena melawan bangsamu sendiri.” (bung Karno).

Ya, perjuangan kita amat sulit. Apalagi dengan kondisi yang semakin terjepit. Idealisme bisa
dipatahkan hanya dengan sebuah kata, “selfie.”

Beda Bung Karno, beda pula Bung Jokowi. Keduanya presiden RI, tapi beda menanggapi
aksi mahasiswa dalam menuntut perubahan bangsa.

“Paling sebulan setelah itu minta foto lagi. Pak Selfie Pak,” Kata-kata ajaib itu bagaikan
hipnotis yang dianggap mampu membungkam gerakan mahasiswa.

Ya Allah, begitu rendahnyakah perjuangan para mahasiswa, sehingga ditanggapi demikian?


Apakah karena dianggap mahasiswa sekarang memang doyan “selfie” sehingga dianggap
mereka itu adalah kalangan intelektual yang sekarang ini lebih “selfish”? Hanya memikirkan
dirinya sendiri dan golongannya? Oh No!
Teringat kisah seorang pemuda dan Raja yang zhalim. Saat itu ia akan dijadikan ahli sihir
oleh seorang penyihir tua abdi dalemnya sang Raja. Tapi qadarullah, ia juga berguru kepada
seorang ahli ibadah. Ia menjadi seorang yang hanya menyembah Allah. Karena ternyata ilmu
dari sang ahli ibadah berhasil membunuh seekor Singa yang ganas. Mendengar pemuda itu
beriman kepada Allah, maka penduduk di sekitarnya berbondong-bondong pun beriman
kepada Allah.

Hal ini membuat sang Raja gusar. Ia marah dan mengancam akan membunuh si pemuda.
Tapi ternyata usahanya gagal. Si pemuda pun memberikan sebuah mantra kepada sang Raja.
Mantra yang dengan mengucapkan itu, sang Raja akan berhasil membunuhnya.

“Katakan, Aku beriman kepada Allah SWT.”

Sang Raja pun mengucapkan kalimat itu dan akhirnya berhasil membunuh si pemuda. Tapi
apa yang terjadi, sang Raja bukannya beriman malah makin durhaka kepada Allah dan
kepada rakyatnya.

Itulah kisah Ghulam. Seorang pemuda yang berani mengatakan yang hak kepada pemimpin
yang zhalim. Meski balasannya adalah kematian baginya. Tapi ia yakin, satu Ghulam mati,
akan lahir ghulam-ghulam lain yang lebih gagah, berani dan lebih lantang memerangi
kebathilan.

Wahai Mahasiswa,

Wahai Pemuda,

Harapan itu masih ada.

Dulu,

Ada Yusuf yang mampu masuk ke dalam istana dan menjadi penasihat Raja.

Ada Mush’ab bin Umair, seorang pemuda Quraisy yang paling cerdas paling menonjol,
paling tampan dan paling bersemangat. Ia membaca Al-Quran di depan orang tuanya yang
saat itu berseberangan aqidah dengan dirinya. Mendapatkan tamparan yang keras dari ibunya.
Tapi ia tetap teguh dalam pendiriannya. Ia menjadi duta Islam pertama.

Ada Mu’adz bin Jabal, seorang pemuda yang wajahnya berseri, ia adalah seorang pemuda
yang memiliki otak yang cemerlang dan mampu memutuskan persoalan dengan baik.

Ada Usamah bin Zaid, seorang panglima satu pasukan besar, di mana Abu Bakar RA dan
Umar bin Khattab RA sebagai prajuritnya. Padahal, saat itu ia berusia 20 tahun.

Ada al Fatih, pada usia 24 tahun, beliau mampu membebaskan konstatinopel. Mewujudkan
mimpi segenap umat Islam saat itu.

Ada Abdurahman Ad-Dakhil, di usia 25 tahun beliau mampu mendirikan kembali reruntuhan
daulah Umawiyyah di Andalusia.
Dan masih banyak lagi sejarah mencatat kejayaan yang telah dilakukan oleh seorang pemuda.
Dan mungkin, dirimu kelak akan menjadi salah satu pemuda yang akan dicatat dengan tinta
emas dalam sejarah peradaban manusia. Sebagaimana pendahulu-pendahulu kalian.

Karena setiap generasi seperti disampaikan oleh As Syahid Hasan Al Banna, ‘‘Dalam setiap
kebangkitan, pemuda adalah rahasia kekuatannya; dan dalam setiap ideologi, pemuda adalah
para pengibar panji-panjinya”.

Dan perjuangan tidak akan pernah sia-sia. Ketika idealisme tidak sesuai dengan realita,
tetaplah berjuang. Karena meski perjuangan itu tidak bisa dipetik hasilnya sekarang, tetapi
insya Allah perjuangan itu akan berguna untuk generasi yang akan datang.

Hasbunallah wa ni’mal wakil, ni’mal mawla wa ni’mannashir.

#SupportUntukParaMahasiswa

#BangkitlahParaPemuda

#CatatanKebangkitanUntukUmmat

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2015/05/21/68945/mahasiswa-antara-idealisme-dan-
realita/#ixzz3oVQfMfwE
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Anda mungkin juga menyukai