A DENGAN SUSPECT
CEREBRO VASCULAR DISEASE HAEMORRAGIC (CVDH) DI RUANG
IGD MITRA KELUARGA DEPOK
DISUSUN OLEH :
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny. A dengan Suspect Cerebro Vacular Disease
Haemorragic (CVDH) di Ruang IGD Mitra Keluarga Depok”.
Dalam menyusun makalah ini, kami banyak menemukan kesulitan tapi dengan adanya
bimbingan dan pengarahan yang baik dari berbagai pihak akhirnya kami dapat menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Ns. Devi Susanti, S.Kep., M.Kep., MB selaku
dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam membimbing kami selama
penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan baik dari segi bentuk maupun penyajiannya. Oleh sebab itu, kami mengharapkan kritik
dan saran yang sifatnya membangun dan lebih peningkatan kualitas untuk perbaikan di masa yang
akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kelompok dan tingkat dua
keperawatan.
Kelompok
i
DAFTAR ISI
ii
PELAKSANAAN (CATATAN KEPERAWATAN) ............................................................... 56
EVALUASI (CATATAN KEPERAWATAN) ......................................................................... 58
BAB IV ......................................................................................................................................... 59
PEMBAHASAN ........................................................................................................................... 59
BAB V .......................................................................................................................................... 64
PENUTUP..................................................................................................................................... 64
1. Kesimpulan ........................................................................................................................ 64
2. Saran .................................................................................................................................. 64
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 65
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke menurut WHO adalah gangguan fungsi otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda
dan gejala klinis fokal maupun global yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapa
menyebabkan kematian akibat gangguan peredaran darah (lesi vaskular).
Stroke masih merupakan suatu perhatian mayoritas dalam kesehatan masyarakat. Stroke
memiliki tingkat mortalitas yang tinggi sebagai penyakit terbanyak ketiga yang menyebabkan
kematian di dunia setelah penyakit jantung dan kanker.2 Persentase yang meninggal akibat
kejadian stroke pertama kali adalah 18% hingga 37% dan 62% untuk kejadian stroke
berulang.3 Data International Classification of Disease yang diambil dari National Vital
Statistics Reports Amerika Serikat untuk tahun 2011 menunjukkan rata-rata kematian akibat
stroke adalah 41,4% dari 100.000 penderita
Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2012, kematian akibat stroke sebesar 51%
di seluruh dunia disebabkan oleh tekanan darah tinggi. Selain itu, diperkirakan sebesar 16%
kematian stroke disebabkan tingginya kadar glukosa darah dalam tubuh. Tingginya kadar gula
darah dalam tubuh secara patologis berperan dalam peningkatan konsentrasi glikoprotein, yang
merupakan pencetus beberapa penyakit vaskuler. Kadar glukosa darah yang tinggi pada saat
stroke akan memperbesar kemungkinan meluasnya area infark karena terbentuknya asam
laktat akibat metabolisme glukosa secara anaerobik yang merusak jaringan otak
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi penyakit stroke di Indonesia meningkat
seiring bertambahnya umur. Kasus stroke tertinggi yang terdiagnosis tenaga kesehatan adalah
usia 75 tahun keatas (43,1%) dan terendah pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebesar
0,2%. Prevalensi stroke berdasarkan jenis kelamin lebih banyak laki-laki (7,1%) dibandingkan
dengan perempuan (6,8%). Berdasarkan tempat tinggal, prevalensi stroke di perkotaan lebih
tinggi (8,2%) dibandingkan dengan daerah pedesaan (5,7%).
1
Berdasarkan data 10 besar penyakit terbanyak di Indonesia tahun 2013, prevalensi kasus stroke
di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7,0 per mill dan 12,1 per mill
untuk yang terdiagnosis memiliki gejala stroke. Prevalensi kasus stroke tertinggi terdapat di
Provinsi Sulawesi Utara (10,8%) dan terendah di Provinsi Papua (2,3%), sedangkan Provinsi
Jawa Tengah sebesar 7,7%. Prevalensi stroke antara laki-laki dengan perempuan hampir sama
(Kemenkes, 2013).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2013, prevalensi stroke di
Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar tujuh per mil dan yang terdiagnosis
oleh tenaga kesehatan (nakes) atau gejala sebesar 12,1 per mil. Jadi, sebanyak 57,9 persen
penyakit stroke telah terdiagnosis oleh nakes. Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis nakes
tertinggi di Sulawesi Utara (10,8%), diikuti DI Yogyakarta (10,3%), Bangka Belitung dan DKI
Jakarta masing-masing 9,7 per mil sedangkan Sumatera Barat 7,4 per mil. Prevalensi stroke
berdasarkan diagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9%), DI
Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil
sedangkan Sumatera Barat sebesar 12,2 per mil
Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa prevalensi kejadian Cerebro Vascular Disease
Haemorragic (CVDH) di dunia, khususnya diIndonesia, dan masih menjadi penyumbang
terbanyak kematian, sehingga perlu diberikan perhatian khusus supaya dampak yang
ditimbulkan serta faktor-faktor yang dapat mengakibatkan Cerebro Vascular Disease
Haemorragic (CVDH) dapat ditangggulangi, untuk itu kelompok tertarik untuk membahas
kasus Cerebro Vascular Disease Haemorragic (CVDH)
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami tentang Konsep medis dan asuhan keperawatan Suspect
Cerebro Vascular Disease Haemorragic (CVDH)
2
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat memahami definisi, anatomi fisiologi, klasifikasi, Patofisiologi,
manifestasi klinis, komplikasi, Pemeriksaan Diagnostik, Pemeriksaan
laboratorium, Penatalaksanaan medis Suspect Cerebro Vascular Disease
Haemorragic (CVDH)
b. Mahasiswa dapat mengaplikasikan asuhan keperawatan pada klien dengan Suspect
Cerebro Vascular Disease Haemorragic (CVDH)
C. Metode Penulisan
Metode dalam penulisan makalah ini menggunakan metode deskriptif naratif yang
menggunakan pendekatan studi kepustakaan dan studi kasus yaitu dengan cara mengumpulkan
dan membaca bahan-bahan yang berkaitan dengan Suspect Cerebro Vascular Disease
Haemorragic (CVDH) dan dari buku-buku referensi.
D. Sistematika penulisan
Supaya dalam penulisan makalah ini lebih mudah, penulis membuat sistematika dalam 5 BAB
yaitu:
1. BAB I : Pendahuluan
Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan.
2. BAB II : Tinjauan Teori
Bab ini berisi tentang definisi, anatomi fisiologi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi,
manifestasi klinis, komplikasi, Pemeriksaan Diagnostik, Pemeriksaan laboratorium,
Penatalaksanaan medis Suspect Cerebro Vascular Disease Haemorragic (CVDH), serta
konsep asuhan keperawatan (Pengkajian, Diagnosa, dan Intervensi).
3. BAB III : Tinjauan Kasus
Bab ini berisi tentang kasus Suspect Cerebro Vascular Disease Haemorragic (CVDH),
yang mencakup pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, pelaksanaan,
serta evaluasi
4. BAB IV : Pembahasan
Bab ini berisi tentang pembahasan teori dan kasus yang ditemukan di lapangan
3
5. BAB V : Penutup
Pada bab ini berisi tentang kesimpulan serta saran-saran yang diharapkan penulis untuk
lebih memaksimalkan makalah selanjutnya.
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
Otak secara umum diperdarahi oleh dua pasang arteri utama yaitu arteri veterbrata dan
arteri karotis interna. Kedua arteri ini membentuk jaringan pembuluh darah kolateral yang
disebut Circle Willis. Arteri vertebra memenuhi kebutuhan darah otak bagian posterior,
diensefalon, batang otak, serebelum dan oksipital. Arteri karotis bagian interna untuk
memenuhi sebagian besar hemisfer kecuali oksipital, absal ganglia dan 2/3 di atas
encephalon.
5
Suplay darah arteri otak
3. Etiologi
1) Faktor tidak dapat dirubah (non reversible).
a. Jenis kelamin: pria lebih sering ditemukan menderita stroke dibanding wanita.
b. Usia: makin tinggi usia semakin tinggi pula resiko terkena stroke.
c. Keturunan: adanya riwayat keluarga yang terkena stroke.
2) Faktor yang dapat dirubah (reversible);
a. Hipertensi, Penyakit Jantung, Kolesterol Tinggi, Obesitas, Diabetes Melitus,
Polisetemia, Stres Emosional.
b. Kebiasaan hidup.
Merokok.
Peminum Alkohol.
Obat-obatan terlarang.
Aktifitas yang tidak sehat: kurang olahraga, makanan berkolesterol.
4. Klasifikasi
Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu: stroke iskemik dan stroke hemoragik.
1) Stroke Iskemik (non hemorragic) yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Penyumbatan
arteri yang menyebabkan stroke iskemik dapat terjadi akibat trombus (bekuan darah di
6
arteri serebri) atau embolus (bekuan darah yang berjalan ke otak dari tempat lain di
tubuh). 80 % stroke adalah stroke iskemik. Stroke iskemik dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Stroke Trombotik: proses terbentuknya trombus yang membuat penggumpalan.
Stroke trombotik terjadi akibat oklusi aliran darah, biasanya karena
aterosklerosis berat. Sering kali, individu mengalami satu atau lebih serangan
iskemik sementara (transient ischemik attack, TIA) sebelum stroke trombotik
sebenarnya terjadi. TIA adalah gangguan fungsi otak singkat yang terjadi
reversibel akibat hipoksia serebral. TIA mungkin terjadi ketika pembuluh darah
aterosklerotik mengalami spasme, atau saat kebutuhan oksigen otak meningkat
dan kebutuhan ini tidak dapat dipenuhi karena aterosklerosis yang berat.
Berdasarkan definisi, TIA berlangsung kurang dari 24 jam. TIA yang sering
terjadi menunjukkan kemungkinan terjadinya stroke trombotik yang
sebenarnya. Stroke Trombotik biasanya berkembang dalam periode 24 jam.
Selama periode perkembangan stroke, individu dikatakan mengalami stroke in
evolution. Pada akhir periode tersebut, individu dikatakan mengalami stroke
lengkap (completed stroke).
b. Stroke Embolik: tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
c. Hipoperfusion Sistemik: berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh
karena adanya gangguan denyut jantung.
2) Stroke Hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila pembuluh darah di otak pecah
sehingga menyebabkan iskemia (penurunan aliran) dan hipoksia di sebelah hilir.
Penyebab stroke hemoragik adalah hipertensi, pecahnya1aneurisma atau malformasi
arteriovenosa (hubungan yang abnormal). Hemoragi dalam otak secara signifikan
meningkatkan tekanan intrakranial, yang memperburuk cedera otak yang
dihasilkannya.
Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu:
a. Hemoragik Intraserebral: pendarahan yang terjadi di dalam jaringan otak.
7
b. Hemoragik Subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid
(ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).
5. Patofisiologi
Perdarahan intraserebral biasanya disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisme akibat
hipertensi maligna. Kejadian ini paling sering pada daerah subkortikal, serebelum dan
batang otak. Sedangkan hipertensi kronis dapat menyebabkan pembuluh arteriola
beridiameter 100-400 mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh
darah. Kondisi patologis ini berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid, serta timbulnya
aneurisme. Peningkatan tekanan darah secara tiba-tiba bisa menyebabkan rupturnya
penetrating arteri kecil. Perdarahan paa pembuluh darah kecil ini menimbulkan efek
penekanan pada arteriola dan pembuluh kapiler sehingga akhirnya membuat pembuluh
darah ini pecah juga.
Elemen-elemen vasoaktif yang keluar akibat kondisi iskemik dan penurunan tekanan
perfusi menyebabkan daerah yang terkena darah dan sekitarnya mengalami kenaikan
tekanan. Gejala neurologis timbul merupakan dampak dari ekstravasi darah ke jaringan
otak yang memicu terjdinya nekrosis. Perdarahan subaraknoid terjadi akibat pembuluh
darah di sekitar permukaan otak yang pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke
subaraknoid. Perdarahan subaraknoid ini umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisme
sakular atau perdarahan dari arteriovenous malformation.
6. Manifestasi klinik
Tanda dan gejala stroke tergantung pada luas dan lokasi yang dipengaruhinya. Arteri
serebral yang tersumbat oleh thrombus atau embolus dapat memperlihatkan tanda dan
gejala sebagai berikut :
1) Sindrom arteri serebral media:
a. Hemiplegia (flaccid pada muka, lengan dan tungkai pada sisi kontralateral)
b. Gangguan sensorik (pada daerah yang sama sebagai hemiplegia)
c. Aphasia (aphasia global jika hemisfer dominan yang dipengaruhi)
d. Homonymous hemianopsia
e. Bingung sampai dengan koma (makin buruk tingkat kesadaran)
8
f. Ketidakmampuan menggerakkan mata terhadap sisi yang paralisis
g. Denial paralisis
h. Kemungkinan pernapasan cheynestokes
i. Sakit kepala
j. Paresi vasomotor
2) Sindroma arteri serebral anterior
a. Paralisis dari telapak kaki dan tungkai
b. Gangguan dalam berjalan
c. Paresi kontralateral dari lengan
d. Kontralateral grasp reflek dan sucking reflek
e. Hilang fungsi sensorik secara berlebihan pada ibu jari kaki, telapak kaki dan
tungkai
f. Abulia (ketidakmampuan melakukan kegiatan, pergerakan yang terkontrol
atau membuat keputusan)
g. Gangguan mental
h. Serebral paraplegia (bila keduanya dipengaruhi) sering dikombinasi dengan
ataksia dan akinetik mutism
i. Inkontinen urin (biasanya berlangsung beberapa minggu)
3) Sindrom arteri serebral posterior
Daerah perifer :
a. Homonymous hemianopsia
b. Beberapa kelainan penglihatan seperti: buta warna, kurang dalam persepsi,
kegagalan melihat objek pada lokasi yang tidak sentral, halusinasi
penglihatan
c. Berkurangnya daya ingat
d. Berkeringat
Daerah pusat :
a. Jika thalamus yang dipengaruhi, akan ada sensorik yang hilang dari seluruh
modalitas, nyeri spontan, intensional tremor dan hemiparesis ringan
b. Jika serebral penduncle yang dipengaruhi aka nada sindroma weber’s
(kumpulan saraf okulomotorik dengan kontralateral hemiplegia)
9
c. Jika batang otak dipengaruhi akan mempengaruhi conjungate gaze, nistagmus
dan ketidaknormalan pupil dengan gejala-gejala yang lain berupa tremor
postural, ataksia.
4) Sindroma arteri karotis internal
a. Berulangnya serangan kebutaan atau penglihatan kabur pada ipsilateral mata
b. Parastesia dan kelemahan lengan kotralateral, wajah dan tungkai
c. Hemiplegia dnegan hilangnya sensorik secara komplit dan hemianopsia
d. Kemungkinan atropi saraf optic pada mata ipsilateral
e. Disfasia intermittent
5) Sindroma arteri serebral inferior posterior
a. Disfagia dan dysarthria
b. Hilangnya rasa nyeri dan temperature pada bagian sisi ipsilateral dari wajah
c. Hilangnya rasa nyeri dan temperature pada sisi tubuh dan tungkai
d. Nistagmus horizontal’sindroma horner’s ipsilateral
e. Tanda-tanda serebellar (ataksia dan vertigo)
6) Sindroma arteri serebral inferior anterior
Sisi ipsilateral
a. Tuli dan tinnitus
b. Paralitis wajah
c. Hilangnya sensasi pada wajah
d. Syndrome horner’s
e. Tanda-tanda serebelalr (ataksia dan nistagmus)
Sisi kontralateral
7. Komplikasi
Stroke yang tidak ditangani akan menyebabkan:
1) Pada Fase Akut
a. hipoksia serebral dan menurunnya aliran darah otak
10
b. edema serebri
c. peningkatan tekanan intracranial
d. aspirasi
2) Komplikasi pada masa pemulihan atau lanjut
a. akibat imobilisasi seperti pneumonia, decubitus, kontraktur, thrombosis vena
dalam, atrofi, inkontinensia urin dan bowel
b. kejang
c. nyeri kepala kronis seperti migraine, nyeri kepala tension, nyeri kepala cluster
d. malnutrisi
8. Pemeriksaan Diagnostik
1) CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak
yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke
permukaan otak.
2) MRI
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi sertaa besar/luas
terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark dari hemoragik.
3) Angiografi Serebri
Membantu menemukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurimsa
atau malformasi vaskuler.
4) USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis)
5) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
11
6) Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan dari
massa yang luas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral; kalsifikasi
parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarakhnoid.
7) Pungsi Lumbal
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan
adanya hemoragik pada subarakhnoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan
jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang
merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang
kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
8) Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah rutin
b. Gula darah
c. Urine rutin
d. Cairan serebrospinal
e. Analisa gas darah (AGD)
f. Biokimia darah
g. Elektrolit
9. Penatalaksanaan Medis
1) Penatalaksanaan umum
a. Pada fase akut
Terapi cairan, pada fase akut stroke neresiko terjadinya dehidrasi karena
penurunan kesadaran atau mengalami disfagia. Terapi cairan ini penting
untuk mempertahankan sirkulasi darah dan tekanan darah. The American
Heart Assosiation sudah menganjurkan normal saline 50 ml/jam selama
jam-jam pertama dari stroke iskemia akut. Segera setelah hemodinamik
stabil, terapi cairan rumatan bisa diberikan sebagai KAEN 3B/KAEN 3A.
Kedua larutan ini lebih baik pada dehidrasi hipertronik serta memenuhi
kebutuhan homeostatis kalium dan natrium. Setelah fase akut stroke,
12
larutan rumatan bisa diberikan untuk memelihara homeostatis elektrolit,
khusunya kalium dan natrium.
Terapi oksigen, pasien stroke iskemik dan hemoragik mengalami
gangguan aliran darah ke otak. Sehingga kebutuhan oksigen sangat
penting untuk mengurangi hipoksia dan juga untuk mempertahankan
metabolism otak. Pertahankan jalan nafas, pemberian oksigen,
penggunaan ventilator merupakan tindakan yang dapat dilakukan sesuai
hasil pemeriksaan analisa gas darah atau oksimetri.
Penatalaksanaan peningkatan tekanan intracranial, ini biasanya
disebabkan karena edema serebri, oleh karena itu pengurangan edema
penting dilakukan misalnya dengan pemberian manitol, control atau
pengendalian tekanan darah.
Monitor fungsi pernapasan : Analisa Gas Darah
Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG
Evaluasi status cairan dan elektrolit
Control kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan, dan cegah
resiko injuri
Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi lambung dan
pemberian makanan
Cegah emboli dan tromboplebitis dengan antikoagulan
Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan pupil,
fungsi sensori dan motoric, nervus kranial dan reflex
b. Fase rehabilitasi
Pertahankan nutrisi yang adekuat
Program managemen baldder dan bowel
Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi (ROM)
Pertahankan integritas kulit
Pertahankan komunikasi yang efektif
Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
Persiapan pasien pulang
13
2) Pembedahan
Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau volume lebih dari
50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikulo-peritoneal bila ada
hidrosefalus obstruktif aktif.
3) Terapi obat-obatan
Terapi pengobatan tergantung dari jenis stroke
a. Stroke iskemik
Pemberian trombolisis dengan rt-PA (recombinant tissue plasminogen)
Pemberian obat-obatan jantung seperti di goksin pada aritmia jantung
atau alfa beta, kaptropil, antagonis kalsium pada pasien dengan
hipertensi.
b. Stroke hemoragik
Antihispertensi : Katropil, antagonis kalsium
Diuretic : Manitol 20%, furosemide
Antikonvulsan : Fenition
14
b. Sirkulasi
Gejala:
1) Adanya penyakit jantung (MI, reumatik/ penyakit jantung vaskuler,GJK,
endocarditis bacterial), polisitemia, riwayat hipotensi postural.
2) Hipertensi arterial (dapat ditemukan/ terjadi pada CSV) sehubungan dengan
adanya embolisme/malformasi vaskuler.
3) Nadi: frekuensi dapat bervariasi (karena ketidakstabilan fungsi jantung/ kondisi
jantung, obat-obatan, efek stroke pada pusat vasomotor).
4) Disritmia, perubahan EKG
5) Desiran pada karotis, femoralis, dan arteri iliaka/ aorta yang abnormal.
c. Integritas ego
Gejala:
1) Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa.
2) Emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih,dan gembira.
3) Kesilatan untuk mengekspresikan diri.
d. Eliminasi
Gejala:
1) Perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urin, anuria.
2) Distensi abdomen (distensi kandung kemih berlebihan), bising usus negative
(ileus paralitik).
e. Makanan/cairan
Gejala:
1) Nafsu makan hilang
2) Mual muntah selama fase akut (peningkatan TIK).
3) Kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, dan tenggorokan, disfagia
4) Adanya riwayat diabetes, peningakatan lemak dalam darah
5) Kesulitan menelan (gangguan pada refleks palatum dan faringeal), obesitas
(faktor resiko)
f. Neurosensory
Gejala:
1) Sinkope/pusing (sebelum serangan stroke/selama TIA)
15
2) Sakit kepala: akan sangat berat dengan adanya perdarahan intraserebral atau
subarachnoid.
3) Kelemahan/kesemutan/kebas (biasanya terjadi selama serangan TIA, yang
ditemukan dalam berbagai derajat pada stroke jenis yang lain); sisi yang terkena
terlihat seperti “mati/lumpuh”.
4) Penglihatan menurun, seperti buta total, kehilangan daya penglihatan sebagian
(kebutaan monokuler), penglihatan ganda (diplopia) atau gangguan yang lain
5) Sentuhan: hilangnya rangsang sensorik kontralateral (pada sisi tubuh yang
berlawanan pada ekstremitas dan kadang kadang pada ipsilateral (yang satu
sisi) pada wajah.
6) Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
Tanda:
7) Status mental/ tingkat kesadaran: biasanya terjadi koma pada tahap awal
hemoragis; ketidaksadaran biasanya akan tetap sadar jika penyebabnya adalah
thrombosis yang bersifat alami; gangguan tingkat ( seperti letargi, apatis,
menyerang); gangguan fungsi kognitif (seperti penuruna memori, pemecahan
masalah). Ekstremitas: kelemahan/ paralisis (kontralateral pada semua jenis
stroke), genggaman tidak sama, refleks tendon melemah secara kontralateral
pada semua jenis stroke), genggaman tidak sama, refleks tendon melemah
secara kontralateral.
8) Pada wajah terjadi paralisis atau parese (ipsilateral).
9) Afasia: gangguan atau kehilangan fungsi bahasa mungkin afasia motoric
(kesulitan untuk mengungkapkan kata), reseptif (afasia sensorik) yaitu
kesulitan untuk memahami kata-kata secara bermakna, atau afasia global yaitu
gabungan dari kedua hal diatas.
10) Kehilangan kemampuan menggunakan motoric saat psien ingin
menggerakannya (apraksia).
11) Ukuran/reaksi pupil tidak sama, dilatasi atau miosis pupil ipsiliteral
(perdarahan/herniasi).
12) Kekakuan nukal (biasanya karena perdarahan). Kejang (biasanya karena
adanya pencetus perdarahan).
16
i. Nyeri/kenyamanan
Gejala:
1) Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda- beda (karena arteri karotis
terkena)
2) Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot/ fasia.
g. Pernafasan
Gejala:
1) Merokok (faktor resiko)
2) Ketidakmampuan menelan/batuk/hambatan jalan nafas.
3) Timbulnya pernafasan sulit dan atau tidak teratur
h. Keamanan
Tanda:
1) Motoric/sensorik: masalah dengan penglihatan.
Perubahan persepsi terhadap orientasi tempat tubuh (stroke kanan). Kesulitan
untuk melihat objek dari sisi kiri (pada stroke kanan). Hilang kewaspadaan
terhadap bagian tubuh yang sakit.
2) Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenalnya
dengan baik
3) Gangguan berespons terhadap panas dan dingin/ gangguan regulasi tubuh.
4) Kesulitan dalam menelan, tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
sendiri (mandiri)
5) Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, tidak
sabar/ kurang kesadaran diri.
k. Interaksi sosial
Tanda:
1) Masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
l. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala:
1) Adanya riwayat hipertansi pada keluarga, stroke (faktor risiko), pemakaian
kontrasepsi oral kecanduan alcohol (faktor resiko).
17
2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan : serebral
1) Dapat dihubungkan dengan: interupsi aliran darah, gangguan oklusif,
hemoragi, vasospasme serebral,edema serebral
2) Kemungkinan di buktikan oleh : perubahan tingkat kesadaran, kehilangan
memori, perubahan dalam respon motoric/ sensori; gelisah, deficit sensori,
bahasa, intelektual dan emosi, perubahan tanda tanda vital.
3) Hasil yang diharapkan : mempertahankan tingkat kesadaran
biasanya/membaik, fungsi kognitif, dan motoric/sensori, mendemonstrasikan
tanda tanda vital satbil dan tidak adanya tanda tanda peningkatan TIK,
menunjukkan tidak ada kelanjutan deteriorasi/ kekambuhan deficit
Tindakan/ intervensi Rasional
Mandiri
Tentukan faktor faktor yang Mempenagruhi penetapan intervensi.
berhubungan dengn Kerusakan/kemunduran tanda/gejala
keadaaan/penyebab khusu selama neurologis atau kegagalan
koma/ penurunan perfusi serebral dan memperbaikinya setelah fase awal
potensial terjadinya peningkatan memerlukan tindakan pembedahan
serebral dan/ atau pasien harus dipindahkan
keruang perawatan krisis (ICU) untuk
melakukan pemantauan terhadap
peningkatan TIK
Pantau atau catat status neurologis Mengetahui kecenderungan tingkat
sesering mungkin dan bandingkan kesadaran dan potensial peningkatan
dengan keadaan normalnya/standar TIK dan mengetahui lokasi, luas, dan
kemajuan/ resolusi kerusakan SSP.
Dapat menunjukkan TIA yang
merupakan tanda terjadi CVS baru
Pantau tanda tanda vital seperti catat: 9) Variasi mungkin terjadi oleh
karena tekanan/trauma serebral
pada daerah vasomotor otak.
18
6) Adanya hipertensi/hipotensi, Hipertensi atau hipotensi postural
bandingkan tekana darah yang dapat menjadi faktor pencetus.
terbaca pada kedua lengan Hipotensi dapat terjadi karena syok
(kolaps sirkulasi vaskuler)
peningkatan TIK dapat terjadi
(karena edema, adanya formasi
bekuan darah) tersumbatnya arteri
subklavia dapat dinyatakan dengan
adanya perbedaan tekanan pada
kedua lengan.
10) Perubahan terutama adanya
bradikardia dapat terjadi sebagai
7) Frekuensi dan irama jantung; akibat adanya kerusakan otak.
auskultasi adanya murmur Disrtimia dan murmur mungkin
mencerminkan adanya penyakit
jantung yang mungkin telah
menjadi pencetus stroke ( seperti
stroke setelah infark miokard atau
penyakit katup)
11) Ketidak aturan pernafasan dapat
memberikan gambaran lokasi
8) Catat pola dan irama dari kerusakan serebral/ peningkatan
pernafasan, seperti adanya periode TIK dan kebutuhan untuk
apnea setelah pernafasan intervensi selanjutnya termasuk
hiperventilasi, pernafasan Cheyne- kemungkinan perlunya dukungan
stokes terhadap pernafasan
Evaluasi pupil, catat ukuran bentuk, Reaksi pupil diatur pleh saraf kranial
kesamaan dan reaksi terhadap cahaya okulomotor (III) dan berguna untuk
menentukan apakah batang
otaktersebut masih baik. Ukuran
19
lesamaan pupil menandakan
keseimbangan saraf simpatis dan
parasimaptis . respon terhadap cahaya
mengkombinasikan fungsi dari saraf
kranial optikus dan okulomotor
Catat perubahan dalam penglihatan, Gangguan penglihatan yang spesifik
sperti adanya kebutaan, gangguan mencerminkan otak yang terkena,
lapang pandang/kedalaman persepsi mengindentifikasikan kemanan yang
harus mendapat dan perhatian yang
mempengaruhi intervensi yang akan
dilakukan
Kaji fungsi fungsi yang lebih tinggi, Perubahan dalam isi kognitif dan bicara
sperti fungsi bicara jika pasien sadar merupakan indicator dari lokasi/derajat
gangguan serebral dan mungkin
mengidentifikasikan
penuruna/peningkatan TIK
Letakkan kepala dengan posisi agak Menurunkan tekanan arteri dengan
ditinggikan dan dalam posisi antomis meningkatkan drainase dan
(netral) meningkatkan sirkulasi/ perfusi
serebral
Pertahankan keadaan tirah baring: Aktivitas/simulasi yang kontinudapat
ciptakan lingkungan yang tenang batasi meningkatkan TIK istirahat total dan
pengunjung/ aktivitas pasien sesuai ketenangan mungkin diperlukan untuk
indikasi. Berikan istirahat secara pencegahan terhadap perdarahandalam
periodic antara aktivitas perawatan, kasus stroke hemoragic/perdarahan
batasi lamanya setiap prosedur lainnya
Cegah terjadinya mengejan saat Manever valsava dapat meningkatkan
defekasi, dan pernafasan yang TIK dan memperbesar resiko
memaksa (batuk terus menerus) perdarahan
20
Kaji rigiditas nukal (kaku leher), Merupakan indikasi adanya iritrasi
kedutan, kegelisahan yang meningkat, minegial. Kejang dapat
peka rangsang dan serangan kejang mengidentifikasikan adanya
peningkatan TIK/ trauma serebral yang
memerlukan perhatian dan intervensi
selanjutnya
Kolaborasi
Berikan oksigen seusai indikasi Menurunkan hipoksia yang dapat
menyebabkan vasodilatasi serebral dan
tekanan meningkat/ terbentuknya
edema.
Berikan obat sesuai indikasi:
12) Antikoagulasi : seperti natrium 19) Dapat digunakan
warfarin (Coumadin); heparin meningkatkan/memperbaiki aliran
antitrombosit; dipirimadol darah serebral dan selanjutnya
(persantine) dapat mencegah pembekuan saat
embolus/thrombus merupakan
faktor masalahnya. Merupakan
kontraindikasi pada pasien dengan
hipertensi sebagai akibat dri
peningkatan resiko perdarahan
21
terjadinya perluasan kerusakan
jaringan. Hipertensi sementara
sering terjadi selama fase stroke
akut dan penanggulangannya
sering kali tanpa intervensi
terapeutik.
15) Vasodilatasi perifer seperti
siklandelat, papaverin, isoksupresin 22) Digunakan untuk memperbaiki
sirkulasi kolateral atau vasospasme
16) steroid, dexametason
23) Pengguananya kontroversial dalam
mengendalikan edema serebral
22
Kemungkinan dibuktikan oleh: ketidakmampuan bergerak dengan tujuan dalam
lingkungan fisik ;kerusakan koordinasi;keterbatasan rentang gerak;penurunan
kekuatan/kontrol otot
1) Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang dibutuhkan oleh tidak ada
kontraktur,footdrop
2) Mempertahankan/ meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang
terkena kompensasi
3) Mendemonstrasikan teknik/ perilaku yang memungkinkan melakukan
aktivitas
4) Mempertahankan integritas kulit
Tindakan/ intervensi Rasional
Mandiri
Kaji kemampuan secara fungsional/ Mengidentifikasikan kekuatan/kelemahan
lausnya kerusakan awal dan dengan dan dapat memberikan informasi
cara yang teratur. Klasifikasikan mengenai pemulihan. Bantu dalam
melalui skala 0-4 pemilihan terhadap intervensi sebab
teknik yang berbeda digunakan untuk
paralisis sapstik dengan flaksid
Ubah posisi minimal 2 jam Menurunkan risiko terjadinya trauma/
(terlentang, miring), dan sebagian iskemia jaringa. Daerah yang terkena
nya dan jika memungkinkan bisa mengalami perburukkan/ siskulasi yang
lebih sering jika diletakkan dalam lebih jelek dan menurunkan sensasi dan
posisi bagian yang tergantung lenih besar menimbulkan kerusakan pada
kulit/decubitus
Letakkan pada posisi terlungkup Membantu mempertahankan ekstensi
satu kali atau dua klai jika pasien pinggul fungsional tetapi kemungkinan
dapat mentoleransinya akan meningkatkan ansietas terutama
mengenai kemampuan pasien untuk
bernafas
23
Mulailah melakukan latihan rentang Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan
gerak aktif dan pasif pada semua sirkulasi , membantu mencegah kontraktur
ekstremitas saat masuk. Anjutkan
,melakukan latihan meremas bola
karet ,melebarkan jari jari dan
kaki/telapak
Gunakan penyangga lengan ketika Selama paralis flaksid, penggunaan
pasien berada dalam posisi tegak penyangga dapt menurunkan risiko
terjadinya subluksasio lengan “ sindrom-
bahu-lengan”
Menggunakan alat bantu berjalan Jaringan yang mengalami edema lebih
atau sokongan mudah mengalami trauma dan
Observasi daerah yang terkena penyembuhna nya lama
termasuk warna, edema, atau tanda
lain dari gangguan sirkulasi
Inspeksi kulit terutama pada daerah Titil titik tekanan pada daerah yang
daerah yang menonjol secara teratur. menonjol paling beresiko untuk terjadinya
Lakukan masase secara hati hati penurunan perfusi/iskemia. Stimulasi
pada daerah kemerahan dan berikan sirkulasi dan memberikan bantalan
alat bantu seperti bantalan luank membantu mencegah kerusakan kulit dan
sesuai kebutuhan berkembangnya dekibitus
Bangunkan dari kursi sesegera Membantu menstabilkan tekana darah
mungkin setelah tanda tanda vital (tonus vasomotor terjaga), meningkatkan
stabil kecuali pada hemoragik keseimbangan ekstremitas dalam posisi
serebral normal dan pengosongan kantung
kemih/ginjal, menurunkan resiko
terjadinya batu kandung kemih dan infeksi
karena urin yang statis
Alasi kursi duduk dengan busa atau Mencegah menurunkan tekanan
balon air dan bantu pasien untuk koksigeal/ keruskaan kuli
24
memindahkan berat badan dengan
interval yang teratur
Susun tujuan dengan pasien/ orang Meningkatkan harapan terhadap
terdekat untuk berpartisipasi dalam perkembangan/peningkatan dan
aktivitas/latihan dan mengubah memberikan perasaan kontrol atau
posisi kemandirian
Anjurkan pasien untuk mebantu Dapat berespon dengan baik jika daerah
pergerakkan dan latihan dengan yang sakit menjadi lebih terganggu dan
menggunakan ekstremitas yang memerlukan dorongan serta latihan aktif
tidak sakit untuk menyongkong/ untuk menyatukan kemabli sebagai bagian
menggerakan daerah tubuh yang dari tubuhnya sendiri
mengalami kelemahan
KOLABORASI
Berikan temapat tidur dengan matras Meningkatkan distribusi merata berat
bulat (seperti egg crate mattress), badan yang menurunksn tekanan pada
tempat tidur air, alat flotasi, atau tulang tulang tertentu dan membantu
temapt tidur khusus (seperti tempat untuk mencegah kerusakan kulit/
tidur kinetic) sesuai indikasi terbentuknya decubitus, meningkatkan
sirkulasi, menurunkan risiko terhadap
cedera pada jaringan dan komplikasi
seperti pneumonia ortostatik
Konsultasikan dengan ahli Program yang khusus dapt
fisioterapi secara aktif, latihan dimkembangkan untuk menemukan
resistif, dan ambulasi pasien kebutuhan yang berarti menjaga
kekurangan tersebut dalam keseimbangan,
koordinasi, dan kekuatan
Bantulah dengan stimulasi elektrik Dapat membantu memulihkan kekuatan
seperti TENS sesuai indikasi otot dan meningkatkan kontrol otot
volunteer
25
Berikan obat reklaksan otot, Mungkin diperlukan untuk
antipasmodik sesuai indikasi, seperti menghilangkan spastisitas pada
baclofen, dantrolen ekstremitas yang terganggu
Tindakan/intervensi Rasional
MANDIRI
Kaji tipe derajat disfungsi, seperti Membantu menentukan daerah dan
pasien tidak tampak memahami kata derajat kerusakan serebral yang terjadi
tau mengalami kesulitan bicara atau dan kesulitan pasien dalam beberapa atau
membuat pengertian sendiri: seluruh tahap proses komunikasi
Bedakan antara afasia dengan
disartia
26
Perhatikan kesalahan dalam
komunikasi dan berikan umpan balik
27
Anjurkan keluarga/ orang terdekat Mengurangi isolasi sosial pasien dan
mempertahankan usahanya untuk meningkatkan penciptaan komunikasi
berkomunikasi dengan pasien yang efektif
Diskusi mengenai hal hal yang Meningkatkan percakapan yang
dikenal pasien seperti keluarga,hobi, bermakna dan memberikan kesempatan
pekerjaan untuk ketermpilan praktis
Hargai kemampuan pasien sebelum Kemampuan pasien untuk merasakan
terjadi peyakit: hindari percakapan harga diri, sebab kemapuan intelektual
yang merendahkan pasien sering kali tetap baik
Kolaborasi
Konsultasikan dengan/rujuk kepada Pengkajian secara individual kemampuan
ahli terapi wicara bicara dan sensori,motoric, dan kognitif
berfungsi mengidentifikasi kekurangan/
kebutuhan terapi
d. Perubahan persepsi-sensori
1) Dapat dihubungkan dengan : Perubahan resepsi sensori, transmisi,
integritasa ( trauma neurologis atau deficit. Stress psikologis (penyempitan
lapang perseptual yang disebabkan oleh ansietas).
2) Kemungkinan dibuktikan oleh :Disorientasi terhadap waktu, tempat, orang,
Perubahan dalam pola perilaku/respons biasanya terhadap rangsang, respon
emosional berlebihan, Konsentrasi buruk, perubahan proses piker/berpikir
kacau, Perubahan dalam ketajaman sensori dilaporkan/diukur,
hipoparestesia, perubahan rasa kecap/penghidu, Ketidakmampuan untuk
menyebutkan posisi bagian tubuh (propriosepsi), Ketidakmampuan
mengenal/mendekati makna terhadap objek (agnoia visual), Perubahan pola
komunikasi, Inkoordinasi motor.
3) Hasil yang diharapkan/kriteriaevasuali pasien akan
:Memulai/mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi persepsual,
Mengakui perubahan dalam keammpuan dan adanya keterlibatan residual,
Mendemontrasikan perilaku untuk mengkompensasi tergadap/deficit hasil.
28
Tindakan/Intervensi Rasional
Mandiri
29
tajam/tumpul, posisi bagian kesesuaian dari gerakan yang mengganggu
tubuh/otot, rasa persendian. ambulasi, meningkatakan risiko terjadinya
trauma.
30
sadar akan semua bagian tubuh dan memungkinkan pasien untuk mengalami
yang terabaikan, seperti kelalaian sensasi dari pola
stimulus sensorik pada aderah
yang sakit, latihan yang
membawa area yang sakit
melewati garis tengah, ingatkan
individu untuk
berpakaian/merawat sisi yang
sakit.
Observasi respon perilaku Respon individu dapat bervariasi terapi
pasien seperti rasa bermusuhan, umumnya yang terlihat seperti emosi labil,
menangis menangis, afek tidak ambang frustasi rendah, apatis dan mungkin
sesuai, agitasi, halusinasi. juga muncul perilaku impulsif, mempengaruhi
perawatan.
Hilangkan kebisingan/stimulus Menurunkan ansietas dan respon emosi yang
eksternal yang berlebihan berlebihan/kebingungan yang berhubungan
sesuai kebutuhan. dengan sensori berlebihan.
31
Dapat dihubungkan dengan:
Tindakan/intervensi Rasional
32
sendiri untuk mempertahankan harga diri
dan meningkatkan pemulihan
33
gunakan alat bantu pribadi, seperti pasien dapat menangani diri sendiri,
kombinasi pisau bercabang, sikat meningkatkan kemandirian dan harga diri
tangkai panjang, tangkai panjang
untuk mengambil sesuatu dari lantai,
kursi mandi pancuran, kloset duduk
yang agak tinggi
berikan obat supositoria dan pelunak mungkin dibutuhkan pada awal untuk
feses membantu menciptakan/merangsang
fungsi defekasi teratur
konsultasikan dengan ahli memberikan bantuan yang mantap untuk
fisioterapi/ahli terapi okupasi mengembangkan rencana terapi dan
mengidentifikasi kebutuhan alat
penyokong khusus
34
Dapat dihubungkan dengan :
1) Perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif
Kemungkinan dibuktikan oleh :
1) Perubahan actual dalam struktur dan atau fungsi.
2) Perubahan dalam pola biasanya dari tanggung jawab/kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran.
3) Respons verbal/nonverbal terhadap perubahan actual atau dirasakan.
4) Perasaan negatif tentang tubuh, perasaan putus asa/takberdaya.
5) Berfokus pada kekuatan, fungus, atau penampialn masa lalu.
6) Preokupasi dengan perubahan atau kehilangan.
7) Tidak menyentuh/ melihat pada bagian tubuh yang sakit.
Hasil yang diharapkan/ kriteria evaluasi pasien akan :
1) Bicara/berokunikasi dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan
yang telah terjadi.
2) Mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri dalam situasi.
3) Mengenali dan menggabungkan perubahan dalam konsep yang akurat tanpa
menimbulkan harga diri negatif
Tindakan/Iintervensi Rasional
Mandiri
35
Anjurkan pasien untuk Mendemonstrasikan
mengekpresikan perasaannya penerimaan/membantu pasien untuk
termasuk rasa bermusushan dan mengenal dan mulai memahami perasaan
perasaan marah ini.
36
Bantu dan dorong kebiasaan Membantu peningkatan rasa harga diri
berpakaian dan berdandan yang baik. dan control atau salah satu bagian
kehidupan.
37
Rujuk pada evaluasi neuropsikologis Dapat memudahkan adaptasi terhadap
dan atau konseling sesuai kebutuhan. perubahan peran yang perlu untuk
perasaan/merasa menajdi orang yang
produktif.
Tindakan/Intervensi Rasional
38
letakkan pasien pada posisi menggunakan gravitasi untuk
duduk/tegak selama dan setelah memudahkan proses menelan dan
makan menurunkan risiko terjadinya aspirasi
stimulasi bibir untuk menutup dan membantu dalam melatih kembali sensori
membuka mulut secara manual dan meningkatkan control muskuler
dengan menekan ringan di atas
bibir/di bawah dagu jika dibutuhkan
letakkan makanan di daerah mulut memberikan stimulasi sensori (termasuk
yang tidak terganggu rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha
untuk menelan dan meningkatkan
masukan
sentuh bagian pipi bagian dalam dapat meningkatkan gerakan dan control
dengan spatel lidah/tempatkan es lidah (penting untuk menelan) dan
untuk mengetahui adanya menghambat jatuhnya lidah
kelemahan lidah
berikan makanan dengan perlahan pasien dapat berkonsentasi pada
pada lingkungan yang tenang mekanisme makan tanpa adanya
distraksi/gangguan dari luar
mulai untuk memberikan makanan makanan lunak/cairan kental lebih mudah
per oral setengah cair, makanan untuk mengendalikannya di dalam mulut,
lunak ketika pasien dapat menelan menurunkan risiko terjadinya aspirasi
air. Pilih/bantu pasien untuk
memilih makanan yang kecil atau
tidak perlu mengunyah dan mudah
ditelan, contoh: telur, agar-agar,
makanan kecil yang lunak lainnya
Anjurkan pasien menggunakan menguatkan otot fasial dan otot menelan
sedotan untuk meminum cairan dan menurunkan risiko terjadinya tersedak
Anjurkan orang terdekat untuk menstimulasi upaya makan dan
membawa makanan kesukaan klien meningkatkan menelan/masukkan
39
Pertahankan masukan dan haluaran jika usaha menelan tidak memadai untuk
dengan akurat, catat jumlah kalori memenuhi kebutuhan cairan dan makanan
yang masuk harus dicarikan metode alternatif untuk
makan
Anjurkan untuk berpartisipasi dalam dapat meningkatkan pelepasan endorphin
program latihan/kegiatan dalam otak yang meningkatkan perasaan
senang dan meningkatkan nafsu makan
Berikan cairan melalui IV dan/atau mungkin diperlukan untuk memberikan
makanan melalui selang cairan pengganti dan juga makanan jika
pasien tidak mampu untuk memasukkan
segala seuatu melalui mulut
h. Kurang pengetahuan
Dapat dihubungkan dengan:
1) Kurang pemajanan, keterbatasan kognitif, kesalahan interpretasi informasi,
kurang mengingat, tidak mengenal sumber-sumber informasi
Tindakan/Intervensi Rasional
40
Diskusikan keadaan patologis yang membantu dalam membangun harapan
khusus dan kekuatan pada individu yang realistis dan meningkatkan
pemahaman terhadap keadaan dan
kebutuhan saat ini
Tinjau ulang keterbatasan saat ini meningkatkan pemahaman, memberikan
dan diskusikan harapan pada masa datang dan
rencana/kemungkinan melakukan menimbulkan harapan dari keterbatasan
kembali aktivitas (termasuk hidup secara “normal”
hubungan seksual)
Tinjau ulang/pertegas kembali aktivitas yang dianjurkan, pembatasan,
pengobatan yang diberikan. dan kebutuhan obat/terapi dibuat pada
Identifikasi cara meneruskan dasar pendekatan interdisiplin
program setelah pulang terkoordinasi. Mengikuti cara tersebut
merupakan suatu hal yang penting pada
kemajuan pemulihan/pencegahan
komplikasi
Berikan intruksi dan jadwal tertulis memberikan penguatan visual dan sumber
mengenai aktivitas, pengobatan dan rujukan setelah sembuh
factor-faktor penting lainnya
Anjurkan pasien untuk merujuk pada memberikan bantuan untuk menyokong
daftar/komunikasi tertulis atau ingatan dan meningkatkan perbaikan
catatan yang ada daripada hanya dalam keterampilan daya pikir
bergantung pada apa yang diingat
41
Sarankan pasien stimulasi yang beragam dapat
menurunkan/membatasi stimulasi memperbesar gangguan proses berpikir
lingkungan terutama selama kegiatan
berpikir
42
Identifikasi sumber-sumber yang ada meningkatkan kemampuan koping dan
di masyarakat, seperti: perkumpulan meningkatkan penanganan di rumah dan
stroke, atau program pendukung penyesuaian terhadap kerusakan
lainnya
43
BAB III
TINJAUAN KASUS
PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien :
a. Nama Inisial : Ny. A
b. Usia : 53 Tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Diagnosa Medik :Suspect Cerebro Vaskular Disease Haemorragic (CVDH)
e. Hari/Tgl Masuk :19-12-2018
2. Triase :
ATS 1 dan segera dilakukan tindakan
Alasannya : Karena klien mengalami penurunan kesadaran (Delirium : V= 3, E= 3, M= 5),
dan TD klien : 262/163 mmHg.
3. Pengkajian :
a. Primer
A (Airway)
Tidak ada sumbatan jalan nafas, lidah tidak jatuh kebelakang
B (Breathing )
RR : 20x/menit, nafas teratur, tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan.
C (Circulation)
TD : 262/163, N: 92x/menit, tidak ada sianosis, tidak ada perdarahan, CRT <3 detik.
CT Scan (Belum ada hasil), Thorax (Belum ada hasil)
b. Sekunder
D (Drug/Disability)
- Citicolin 1gr (IV) -Vomceran 8mg (IV) - Farbivent 2,5 ml (IV)
- Pranza 40 mg (IV) - Blistra 0,5 (Drip)
Reflek pupil terhdap cahaya : +2 kanan +2 kiri
Pupil : Isokor
Kekuatan Otot :
44
(Exposure)
Tidak ada jejas dan hematom, klien terpasang O2 nasal 5 lpm, klien terpasang IV
cateter di vena metacarpal sebelah kanan, dan klien terpasang kateter urine
F (Food)
Klien makan nasi dan lauk pauk
G (Going To)
Dokter menganjurkan agar klien di pindahkan ke ruang Intensive Care Unit (ICU)
H (History) :
Klien tiba-tiba bicara pelo, lemas sisi kanan, mual, muntah, kejang
4. Diagnosa Keperawatan :
1) Ketidakefektifak perfusi jaringan Cerebral b.d Gangguan serebro Vaskuler
(Penurunan aliran darah ke otak)
2) Risiko penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi/irama jantung
5. Intervensi Keperawatan :
Dx 1 :
1) Observasi dan catat TD dan Nadi /jam
2) Berikan Head up 30-40̊
3) Monitor tingkat kesadaran
4) Kaji tanda-tanda peningkatan tekanan intra kramial (TIK)
5) Berikan obat Citicolin 1gr (IV), Blistra 0,5 ml , Farbivent 2,5 mL (IV) sesuai program
medis
Dx 2 :
1) Monitor TTV
2) Monitor Intake dan Output
3) Kaji akral dan adanya edema
4) Monitor hasil EKG
6. Implementasi Keperawatan :
Dx 1
1) Mengobservasi dan mencatat TD dan Nadi /jam
45
H : TD : 262/165 mmHg, N : 97x/menit
2) Memberikan Head up 30-40̊
H : Telah diberikan dengan posisi 30̊
3) Memonitor Tingkat kesadaran
H : kesadaran Delirium, E:3, V:3, M:5
4) Mengkaji Tanda-tanda peningkatan TIK
H : Tidak ada peningkatan TIK
5) Memberikan obat Citicolin 1gr, Blistra 0,5 mL, Farbivent 2,5 mL
H : obat telah diberikan sesuai dengan program medis
Dx 2
1) Memonitor TTV
H : TD : 262/165 mmHg, N : 97x/menit
2) Memonitor Intake dan Output
H : Intake : 500 cc
Output : 250 cc
3) Mengkaji akral dan adanya edema
H : Akral hangat dan tidak ada edema
4) Memonitor hasil EKG
H : hasil EKG :
7. Evaluasi Keperawatan :
46
DATA FOKUS
Airway Airway
- Klien mengalami penurunan kesadaran - Pasien tidak tampak batuk
(Tidak terkaji) - Tidak ada sumbatan jalan nafas
- Lidah klien tidak jatuh kebelakang
Breathing Breathing
- Klien mengalami penurunan kesadaran - RR=20x/ menit (dengan terpasang nasal kanul
(Tidak terkaji) 5lpm)
- Klien tampak tidak sesak
- Klien tampak tidak menggunakan otot bantu
pernafasan
- Hasil Thorax tgl 19.12.2018 (13:59)
Kesan: cardiomegali
Corakan bronchitis DD/ bendungan paru
- CT-Scan kepala polos 119.12.2018 (13:59):
Kesan: perdarahan di thalamus dan basal
ganglia serta lobus temporal krit dengan
struktur midline deviasi ke kanan. Perdarahan
intraventrikel cornu posterior kiri
47
Circulation Circulation
- Klien mengalami penurunan kesadaran (Tidak - TD=262/163mmHg, N=92x/menit, RR=20x,
terkaji) S=36◦ C menit, Sat O2: 80%, MAP:196
- Pulsasi nadi kuat
- CRT= <3 detik
- Tidak ada edema
- Hasil EKG tgl 19.12.2018
- Intake: infus= Asering 500cc/8 jam
Intake selama 4 ½ jam= 281 cc
Output : urine= 250 cc
- Hasil laboratorium 19.12.2018
Ureum : 30 mg/dl
Creatinin 6.7 mg/dl
Natrium 143 mmol/L
Kalium 3.55 mmol/L
Chlorida 106 mmol/L
CT-Scan kepala polos 119.12.2018
(13:59):
- Kesan: perdarahan di thalamus dan basal
ganglia serta lobus temporal krit dengan
struktur midline deviasi ke kanan. Perdarahan
intraventrikel cornu posterior kiri
Disability Disability
- Klien mengalami penurunan kesadaran (Tidak - Kesadaran: Delirium
terkaji) - GCS:11 (E=3, M=4, V=2)
- Reaksi pupil +2 kanan, +2 kiri = isokor
- Kekuatan otot:
3 4
5 5
48
Exposure Exposure
- Klien mengalami penurunan kesadaran (Tidak - Klien tidak ada jejas dan hematom
terkaji) - Klien terpasang IV ccatheter di sebelah kiri
vena metacarpal sinistra
- Klien terpasang kateter urine
49
ANALISA DATA
50
2. DS:
- Klien mengalami penurunan kesadaran (Tidak Resiko Perubahan
terkaji) penurunan curah frekuensi irama
DO: jantung jantung
- TD: 262/163mmHg,
- N: 92x/menit
- Hasil EKG tgl 19.12.2018
- MAP: 196
- Saturasi oksigen: 80 %
- CRT: <3 detik
- Pulsasi nadi kuat
51
DIAGNOSA KEPERAWATAN
52
RENCANA KEPERAWATAN
53
deviasi ke kanan. Perdarahan seperti: kejang,
intraventrikel cornu posterior nyeri kepala,
kiri muntah
Infark lacuner di basal proyektil,
ganglia kanan papilla edema,,
hipertermi)
3. Kesadaran
klien
meningkat
menjadi apatis-
compos mentis
(GCS
meningkat dari
12 menjadi 13-
15)
19/12/ 2. Resiko penurunan curah Setelah dilakukan Kelompok
18 jantung b.d Perubahan tindakan 1. Monitor dan catat
frekuensi irama jantung keperawatan TTV (TD, N &
ditandai dengan: selama 1x 3 jam MAP), irama, dan
DS: diharapkan resiko pulsasi nadi/ jam
- Klien mengalami penurunan curah 2. Kaji akral dan
penurunan kesadaran jantung tidak adanya edema/ 4
(Tidak terkaji) terjadi dengan jam
DO: Kriteria hasil: 3. Kaji adanya
- TD: 262/163mmHg, penurunan curah
- N: 92x/menit 1. TD dalam jantung (perubahan
- Hasil EKG tgl rentang warna kulit, distensi
19.12.2018 normal: vena jugularis, CRT
- MAP: 196 sistole/diast lambat)/4 jam
- Saturasi oksigen: 80 ole= 150-
%
54
- CRT: <3 detik 160/80-90
- Pulsasi nadi kuat mmHg
2. Nadi tetap
dalam batas
normal (60-
100x/
menit)
3. CRT tetap
dalam batas
normal:
<3detik
4. MAP
dalam batas
normal:
>70
55
PELAKSANAAN (CATATAN KEPERAWATAN)
56
13.00 WIB 1 Berikan obat Farbiven 2,5 ml via IV Kelompok
H: Telah diberikan
14.00 WIB 1 Berikan obat Blistra 0.5 ml via IV drip Kelompok
H: Telah diberikan
19 desember 2018 2. Monitor dan catat TTV (TD& N), irama, dan pulsasi nadi Kelompok
11.00 H: TD : 262/163mmhg, N : 92x/menit, MAP: 196
Irama : Teratur
Pulsasi Nadi : Kuat
12.00 WIB 2 Monitor dan catat TTV (TD& N), irama, dan pulsasi nadi Kelompok
H: TD: 256/160mmhg, N : 90x/menit, MAP: 192
Irama : Teratur
Pulsasi Nadi : Kuat
13.00 WIB 2 Monitor dan catat TTV (TD& N), irama, dan pulsasi nadi Kelompok
H: TD : 253/155mmhg, N : 95x/menit & ,MAP: 188
Irama : Teratur
Pulsasi Nadi : Kuat
14.00 WIB 2 Monitor dan catat TTV (TD& N), irama, dan pulsasi nadi Kelompok
H: TD: 248/153mmhg, N : 95x/menit, MAP:185Irama :
Teratur
Pulsasi Nadi : Kuat
12.30 WIB 2 Kaji akral dan adanya edema Kelompok
H: Akral hangat , dan tidak ada udema
13.30 WIB 2 Kaji adanya penurunan curah jantung (perubahan warna Kelompok
kulit, distensi vena jugularis, CRT lambat)
H: - Tidak ada perubahan warna kulit ( Warna kulit pink )
Tidak ada Distensi vena jugularis
CRT <3 detik
57
EVALUASI (CATATAN KEPERAWATAN)
58
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil kasus asuhan keperawatan yang di lakukan pada Ny. A dengan diagnosa medis
Suspect Cerebro Vaskular Disease Haemorragic (CVDH) di ruang IGC Mitra Keluarga Depok,
maka dalam bab ini kelompok akan membahas tentang keterkaitan atau kesenjangan antara teori
dan kenyataan yang diperoleh dari hasil pelaksanaan studi kasus
1. Pengkajian
Pengkajian pada teori menjelaskan bahwa pengkajian pada penyakit Cerebro Vaskular Disease
Haemorragic (CVDH) akan menyebabkan terganggunya beberapa kebutuhan dasar dan sistem
yaitu:
a. kebutuhan aktivitas/ istirahat dengan gejala hemiplegi, mudah lelah, susah untuk
beraktivitas, gangguan tonus otot, gangguan penglihatan, terjadi kelemahan umum, dan
gangguan tingkat kesadaran hal tersebut beberapa, ada yang sesuai dengan yang ada pada
pasien yaitu pasien mengalami hemiplegi, gangguan tonus otot, dan penurunan kesadaran.
Namun untuk gangguan penglihatan tidak terkaji karena pasien mengalami penurunan
kesadaran namun, pupil klien isokor dengan dilatasi 2/2.
b. Sistem sirkulasi dengan gejala adanya penyakit jantung, hipertensi, frekuensi nadi yang
bervariasi,
c. Hal tersebut ada yang sesuai dengan yang ada di pasien yaitu pasien memiliki hipertensi
yang sudah ada sejak 3 tahun lalu namun tidak dilakukan pengobatan akan hipertensinya,
namun terdapat kesenjangan dari pasien dengan teori yang ada yaitu pasien frekuensi nadi
pasien masih normal
d. sistem integritas ego dengan gejala perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa dan emosi
yang labil.hal tersebut sesuai dengan gejala yang ada pada pasien yaitu pasien tidak
berdaya, namun untuk emosi tidak terkaji karena pasien mengalami penurunan kesadaran
e. kebutuhan eliminasi dengan gejala perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urin,
anuria dan distensi abdomen. Hal tersebut belum ditemukan pada klien.
f. kebutuhan makanan/cairan dengan gejala nafsu makan hilang mual muntah selama fase
akut (peningkatan TIK), kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, dan tenggorokan,
59
disfagia, adanya riwayat diabetes, peningakatan lemak dalam darah dan kesulitan menelan.
Hal tersebut tidak terkaji karena klien mengalami penurunan kesadaran.
g. sistem neurosensory dengan tanda dan gejala pusing, sakit kepala,
Kelemahan/kesemutan/kebas, penglihatan menurun, gangguan pengecapan dan
penciuman, paralisis, dan afasia. Hal tersebut tidak terkaji karena klien mengalami
penurunan kesadaran.
h. kebutuhan rasa nyeri kenyamanan, dengan gejala sakit kepala, gelisah, dan tegang pada
otot). tidak terkaji karena klien mengalami penurunan kesadaran.
i. sistem pernafasan dengan gejala ketidakmampuan batuk, pernafasan tidak teratur, dan
sulit, Hal tersebut tidak terkaji karena klien mengalami penurunan kesadaran.
j. kebutuhan rasa aman dengan gejala masalah dalam penglihatan, kesulitan dalam menelan.
Hal tersebut tidak terkaji karena klien mengalami penurunan kesadaran.
k. Interaksi social dengan masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi. Hal
tersebut sesuai dengan keadaan pasien karena klien mengalami kesulitan untuk
berkomunikasi yaitu pelo.
l. Penyuluhan/pembelajaran dengan danya riwayat hipertansi pada keluarga, stroke (faktor
risiko), pemakaian kontrasepsi oral kecanduan alcohol (faktor resiko). Hal tersebut yang
sesuai dengan keadaan pasien yaitu adanya riwayat hipertensi 3 tahun yang lalu namun
tidak ada pengobatan.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan diagnosa pada tinjauan teori asuhan keperawatan pada kasus Cerebro Vaskular
Disease Haemorragic (CVDH) mendapatkan hasil diagnosa keperawatan sebagai berikut:
1) Perubahan perfusi jaringan : serebral
2) Kerusakan mobilitas fisik
3) Kerusakan Komunikasi Verbal atau Non Verbal
4) Perubahan persepsi sensori
5) Kurang perawatan diri
6) Gangguan harga diri
7) Risiko Tinggi Terhadap Gangguan Menelan
8) Kurang pengetahuan
60
Pada saat penentuan diagnosa saat setelah pengkajian penulis menemukan hanya satu
diagnosa yang sama yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan serebral yang ditandai dengan
TD : 262/163mmHg, MAP : 196, N : 92x/menit, kesadaran delirium, GCS : 11 (E=3, M=4,
V=2), dan hasil CT Scan kepala polos dengan kesan perdarahan di thalamus dan basal
ganglia serta lobus temporal krit dengan struktur midline deviasi ke kanan. Perdarahan
intraventrikel cornuposterior kiri. Dan penulis mengakat 1 diagnosa berbeda dari yang teori
jelaskan diatas yaitu resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
frekuensi irama jantung yang ditandai dengan klien mengalami penurunan kesadaran, TD
: 262/163mmHg, MAP : 196, N : 92x/menit, CRT <3 detik, pulsasi nadi kuat.
3. Rencana keperawatan
Menurut teori tindakan yang dilakukan untuk diagnose ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral yaitu :
1) Pantau atau catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan
keadaan normalnya/standar
Rasional : Mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan
TIK dan mengetahui lokasi, luas, dan kemajuan/ resolusi kerusakan SSP. Dapat
menunjukkan TIA yang merupakan tanda terjadi CVS baru
2) Pantau tanda tanda vital seperti catat: Adanya hipertensi/hipotensi, bandingkan
tekanan darah yang terbaca pada kedua lengan
Rasional : Variasi mungkin terjadi oleh karena tekanan/trauma serebral pada daerah
vasomotor otak. Hipertensi atau hipotensi postural dapat menjadi faktor pencetus.
Hipotensi dapat terjadi karena syok (kolaps sirkulasi vaskuler) peningkatan TIK
dapat terjadi (karena edema, adanya formasi bekuan darah) tersumbatnya arteri
subklavia dapat dinyatakan dengan adanya perbedaan tekanan pada kedua lengan.
3) Kaji frekuensi dan irama jantung; auskultasi adanya murmur
Rasional : Perubahan terutama adanya bradikardia dapat terjadi sebagai akibat
adanya kerusakan otak. Disrtimia dan murmur mungkin mencerminkan adanya
penyakit jantung yang mungkin telah menjadi pencetus stroke ( seperti stroke
setelah infark miokard atau penyakit katup)
4) Frekuensi dan irama jantung; auskultasi adanya murmur
61
Rasional : Perubahan terutama adanya bradikardia dapat terjadi sebagai akibat
adanya kerusakan otak. Disrtimia dan murmur mungkin mencerminkan adanya
penyakit jantung yang mungkin telah menjadi pencetus stroke ( seperti stroke
setelah infark miokard atau penyakit katup)
5) Catat pola dan irama dari pernafasan, seperti adanya periode apnea setelah
pernafasan hiperventilasi, pernafasan Cheyne- stokes
Rasional : Ketidakaturan pernafasan dapat memberikan gambaran lokasi kerusakan
serebral/ peningkatan TIK dan kebutuhan untuk intervensi selanjutnya termasuk
kemungkinan perlunya dukungan terhadap pernafasan
6) Evaluasi pupil, catat ukuran bentuk, kesamaan dan reaksi terhadap cahaya
Rasional : Reaksi pupil diatur pleh saraf kranial okulomotor (III) dan berguna untuk
menentukan apakah batang otaktersebut masih baik. Ukuran lesamaan pupil
menandakan keseimbangan saraf simpatis dan parasimaptis . respon terhadap
cahaya mengkombinasikan fungsi dari saraf kranial optikus dan oculomotor
7) Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi antomis (netral)
Rasional : Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan
meningkatkan sirkulasi/ perfusi serebral
8) Berikan obat sesuai indikasi :
Antikoagulasi : seperti natrium warfarin (Coumadin); heparin antitrombosit;
dipirimadol (persantine)
Rasional : Dapat digunakan meningkatkan/memperbaiki aliran darah serebral dan
selanjutnya dapat mencegah pembekuan saat embolus/thrombus merupakan faktor
masalahnya. Merupakan kontraindikasi pada pasien dengan hipertensi sebagai
akibat dri peningkatan resiko perdarahan
Pada saat perencanaan penulis hanya menemukan 4 perencanaan yang sesuai untuk
diagnose perfusi jaringan serebral yaitu, Pantau atau catat status neurologis sesering
mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya/standar, Pantau tanda tanda vital
seperti catat: Adanya hipertensi/hipotensi, bandingkan tekanan darah yang terbaca pada
kedua lengan, Evaluasi pupil, catat ukuran bentuk, kesamaan dan reaksi terhadap
cahaya, Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi antomis
62
(netral), Kaji frekuensi dan irama jantung; auskultasi adanya murmur, Berikan obat
sesuai indikasi : Antikoagulasi : seperti natrium warfarin (Coumadin); heparin
antitrombosit; dipirimadol (persantine)
Pada diagnose kedua yaitu penurunan curah jantung penulis merencanakan tindakan
sebagai berikut :
1) Monitor dan catat TTV (TD& N), irama, dan pulsasi nadi/ jam
2) Kaji akral dan adanya edema/ jam
3) Kaji adanya penurunan curah jantung (perubahan warna kulit, distensi vena
jugularis, CRT lambat)/ jam
Saran perawat dapat melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan perencanaan yang
dibuat agar proses keperawatan terlaksana dan kesehatan klien meningkat.
4. Implementasi keperawatan
Menurut teori Implementasi harus dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah direncanakan.
Saran perawat dapat melakukan dan mengobservasi setiap tindakan keperawatan yang
diberikan sesuai dengan perencanaan yang dibuat agar proses keperawatan terlaksana dan
kesehatan klien meningkat.
5. Evaluasi keperawatan
Selama pemberian asuhan keperawatan yang dilakukan selama 1x3 jam pada klien Ny.A
dengan ditemukannya diagnose medis suspect CVDH dengan diagnose keperewatan perfusi
jaringan serebral dan penurunan curah jantung. Dan masalah hanya teratasi sebagian tujuan
belum tercapai dan Intervensi dilanjutkan oleh perawat ICU.
63
BAB V
PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran
64
DAFTAR PUSTAKA
Andry, Hartono. 2006. Patofisiologi : Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC
Audrey, Berman. 2010. Clinical Handbook For Fundamental of Nursing : Concepts, Process, and
Practice 7. Pearson education.
Feigin, Valery.2009. Stroke: panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke.
Jakarta:PT Bhuana Ilmu Komputer
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Nike, Budhi Subekti. 2007. Buku Saku Patofisiologi Ed.3. Jakarta : EGC.
Nurarif, Amin Huda.2015. aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan nanda
nic-noc. Jogjakarta: Mediaction Publishing
Tarwoto. 2013. Keperawatan Medikal Bedah : Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Sagung
Seto
Triwibowo,Cecep.2013. Trend disease: trend penyakit saat ini. Jakarta: CV Trans Info Medi
Utama, Hendra.2007. Unit stroke:manajemen stroke secara komprehensif. Jakarta:FKUI
Widagdo, dkk. 2008 . Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta : Trans Info Media
65