Anda di halaman 1dari 9

KERENTANAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PESISIR

PADA KAWASAN SEMPADAN PANTAI DI KECAMATAN MIRIT,


KECAMATAN KLIRONG DAN KECAMATAN AYAH
KABUPATEN KEBUMEN

1
Yoyok Tri Setyobudi, 1Loso Riyanto, dan 2Nur Cahyo Teguh Santoso
1
Penyuluh Kehutanan Wilker Kec. Ayah, Kab. Kebumen dan 2Penyuluh Kehutanan Wilker
Kec. Bagelen, Kab. Purworejo

I. PENDAHULUAN

Implementasi sistem pemerintahan desentralisasi, atau lebih populer dengan sebutan


otonomi daerah, membuka ruang selebar-lebarnya bagi pemerintah daerah dalam
mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk meningkatkan pendapatan daerah
guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Segala sumber daya yang dimiliki, baik
sumber daya alam maupun sumber daya manusia, menjadi modal berharga untuk
mencapai tujuan tersebut. Namun demikian dalam prakteknya acapkali sumber daya
alam mendapat tekanan yang luar biasa berat karena dipandang sebagai cara instan
untuk meningkatkan pendapatan daerah sebesar-besarnya. Sumber daya alam
dieksplorasi dan dieksploitasi secara besar-besaran tanpa mempertimbangkan
dampak negatif yang akan muncul. Salah satu sumber daya alam yang tidak luput
dari kegiatan eksploitasi adalah ekosistem pesisir.

Ekosistem pesisir memiliki ruang peruntukan yang disebut sebagai sempadan pantai.
Ruang ini berfungsi untuk menjaga dan melindungi ekosistem dan sumber daya alam
pesisir. Manfaat dari keberlangsungan fungsi sempadan pantai tidak hanya
menguntungkan lingkungan hidup di kawasan tersebut melainkan juga memberikan
keuntungan bagi manusia, seperti mengurangi resiko intrusi air laut. Sempadan
pantai juga menyediakan sumber daya lahan bagi masyarakat pesisir bahkan tidak
jarang menyediakan bahan sandang, pangan, papan, obat-obatan serta sumber daya
mineral. Pasir besi merupakan salah satu sumber daya mineral yang banyak tersedia
di bawah permukaan pasir di kawasan pesisir. Sebagai sumber daya lahan sempadan
pantai biasa dimanfaatkan untuk lahan pertanian dan pertambakan, bahkan tidak
jarang dijadikan sebagai kawasan industri.

Sebagai bagian dari sebuah ekosistem secara keseluruhan maka perencanaan


pengelolaan sempadan pantai harus memperhatikan berbagai aspek diantaranya
aspek sosial ekonomi masyarakat. Dengan kata lain kajian terhadap aspek tersebut
menjadi penting seperti halnya aspek lainnya, yaitu: aspek biologi, kimia, dan fisik
lingkungan. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik sosial ekonomi
masyarakat pesisir dan pengaruhnya terhadap kerentanan ekosistem kawasan
sempadan pantai di Kecamatan Mirit, Klirong, dan Ayah Kabupaten Kebumen yang
hasilnya diharapkan dapat menjadi masukan bagi para pemangku kepentingan dalam
hal penentuan strategi penanganan permasalahan dan pengelolaan kawasan
sempadan pantai.

II. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Kajian ini di lakukan pada kawasan pesisir selatan Kabupaten Kebumen,


tepatnya di Kecamatan Mirit, Klirong, dan Ayah. Pelaksanaan kegiatan kajian
berlangsung selama 1 bulan, yaitu pada bulan Juni 2017. Dalam rentang waktu
sebulan tersebut dilakukan kegiatan pengambilan data sekunder serta
pengolahan data dan penyusunan makalah.

B. Metode Pengambilan Data

Data penelitian terdiri atas sekunder. Data sekunder diperoleh dari dokumen hasil
studi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kebumen dan data statistik dari
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kebumen.

C. Analisis Data

Data yang digunakan adalah data tahun 2016 dengan parameter yang diukur
terdiri dari kepadatan penduduk, pendapatan masyarakat, pertumbuhan ekonomi,
dan struktur ekonomi. Data yang dikumpulkan kemudian ditampilkan dalam
tabulasi dan dianalisis secara deskriptif.

Di setiap wilayah kecamatan diperlukan analisis struktur ekonomi untuk


mengetahui potensi kerawanannya terhadap pemanfaatan dan pengelolaan
kawasan sempadan pantai. Untuk itu perlu diketahui keunggulan komparatif
wilayah kecamatan dengan menggunakan analisis LQ (Location Quotient)
dengan rumus:

𝑋𝑖𝑗 /𝑋𝑗
𝐿𝑄𝑖𝑗 =
𝑋𝑖. /𝑋..
dimana:

Xij = derajat aktifitas ke-j di wilayah ke-i


Xi. = total aktifitas di wilayah ke-i
Xj = total aktifitas ke-j di semua wilayah
X.. = derajat aktifitas total wilayah

LQ adalah indeks untuk membandingkan pangsa subwilayah dalam aktivitas


tertentu dengan pangsa total aktivitas tersebut dalam total aktivitas wilayah. Data
yang digunakan adalah data PDRB. Penggunaan data PDRB dalam analisis ini
dapat menunjukkan lapangan usaha (pertanian, pertambangan, industri, jasa)
yang menjadi basis/pemusatan suatu wilayah. Analisis LQ ini digunakan untuk
menganalisis keunggulan komparatif atau lokasi pemusatan/basis (aktivitas) tiap
kecamatan. Jika nilai LQ > 1, maka terjadi pemusatan aktivitas di suatu wilayah.
Jika nilai LQ =1, maka wilayah tersebut mempunyai pangsa aktivitas setara
dengan pangsa total atau konsentrasi aktivitas tersebut sama dengan rata-rata total
wilayah. Jika nilai LQ < 1, maka wilayah tersebut mempunyai pangsa relatif lebih
kecil dibandingkan dengan aktivitas yang secara umum ditemukan di seluruh
wilayah.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kawasan sempadan pantai di Kecamatan Mirit, Klirong dan Ayah memiliki arti yang
cukup penting bagi sektor kehutanan khususnya dan lingkungan hidup pada
umumnya. Beberapa titik lokasi di kawasan ini memiliki kondisi penutupan vegetasi
berupa hutan cemara yang cukup bagus hasil dari kegiatan rehabilitasi hutan dan
lahan yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan dan Pengendalian Dampak Lingkungan
Kabupaten Kebumen (sekarang Balai Pengelolaan Hutan Wilayah VII Dinas
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Jawa Tengah). Ketiga lokasi ini juga
merupakan muara sungai besar dari DAS Wawar Medono (Mirit), DAS Luk Ulo
(Klirong), dan Ijo (Ayah) dengan penutupan vegetasi berupa hutan mangrove. Di
Kecamatan Mirit (Desa Wiromartan dan Lembupurwo) luas hutan mangrove
mencapai 18,85 ha, di Kecamatan Klirong (Desa Tanggulangin) seluas 1,4 ha, dan di
Kecamatan Ayah (Desa Ayah) seluas 10,32 ha (DKP, 2016).

Karakteristik sosial ekonomi masyarakat dan potensi kerentanannya terhadap


kelestarian fungsi kawasan sempadan pantai di masing-masing kecamatan disajikan
di bawah ini.
A. Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk adalah perbandingan jumlah penduduk dengan luas


wilayahnya. Kepadatan penduduk menunjukkan jumlah rata-rata penduduk pada
setiap km2. Pada tiga wilayah kecamatan dalam studi ini angka kepadatan
penduduk berturut-turut sebesar 852 jiwa/km2 (Mirit), 1.265 jiwa/km2 (Klirong),
dan 730 jiwa/km2. Menurut kriteria FAO (1985) dalam Sanudin (2007) angka
kepadatan penduduk dikategorikan padat apabila > 250 orang/km2. Dengan
demikian angka kepadatan pada ketiga kecamatan termasuk dalam kategori
padat. Kecamatan Klirong menjadi kecamatan dengan kategori kepadatan
penduduk paling tinggi/padat di antara kecamatan lainnya.

Kepadatan penduduk yang melebihi daya dukung lahan akan menimbulkan


ketidakseimbangan ekologi. Pengertian daya dukung menurut UU No. 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah
kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia,
makhluk lain, dan keseimbangan antar keduanya. Di pedesaan kelebihan
penduduk (over populated) akan menyebabkan penguasaan lahan (land tenure)
menjadi sempit akibatnya pengelolaan lahan dilakukan menjadi sangat intensif
sehingga sering menimbulkan disekonomi eksternal seperti terjadinya erosi
melebihi tingkat yang diperkenankan dan akhirnya menimbulkan sedimentasi
yang akan mengganggu saluran sungai dan bangunan air lainnya (Henrick dan
Kindelberger, 1977 dalam Paimin dkk, 2010).

Pertumbuhan penduduk yang cepat di pedesaan, yang mana penduduknya


sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai petani, akan menimbulkan
permasalahan lapar lahan. Apabila kondisi tersebut disertai dengan rendahnya
kesadaran hukum maka akan terjadi penyerobotan lahan, illegal logging dan
gangguan lingkungan lainnya yang akan mengakibatkan terjadinya bencana
alam. Dari ketiga kecamatan dalam wilayah studi fenomena alih fungsi kawasan
lindung sempadan pantai menjadi kawasan budidaya sangat rentan terjadi di
Kecamatan Mirit dan Klirong. Hal ini dikarenakan tidak adanya kejelasan status
penguasaan dan aktivitas pengelolaan kawasan dari institusi yang memiliki
otoritas. Kondisi berbeda terjadi pada kawasan sempadan lindung pantai di
Kecamatan Ayah yang dikelola oleh Perum Perhutani sebagai kawasan hutan.
B. Struktur Ekonomi

Struktur ekonomi merupakan kontribusi sektor terhadap PDRB. Data yang


digunakan dalam perhitungan ini adalah data PDRB berdasarkan harga konstan
tahun 2013 (sesuai ketersediaan data). Struktur ekonomi kecamatan dalam
wilayah studi seperti ditunjukkan dalam Tabel berikut.
Kec. Mirit Kec. Klirong Kec. Ayah
No Sektor PDRB PDRB PDRB
% % %
(juta) (juta) (juta)
1. Pertanian 54.549,39 45,03 54.405,57 35,51 64.474,39 41,04
2. Pertambangan dan
- 7.636,67 4,98 12.187,08 7,76
Penggalian
3. Industri
4.745,75 3,92 30.548,01 19,94 13.966,00 8,89
Pengolahan
4. Listrik, Gas dan
1.078,92 0,89 1.498,76 0,98 262,80 0,17
Air Bersih
5. Bangunan 2.312,81 1,91 6.590,80 4,30 1.069,50 0,68
6. Perdagangan,
20.507,71 16,93 14.109,23 9,21 17.046,48 10,85
Hotel dan Restoran
7. Pengangkutan dan
2.633,37 2,17 2.433,16 1,59 9.229,75 5,88
Komunikasi
8. Keuangan,
Persewaan dan 5.493,64 4,54 6.406,47 4,18 6.252,50 3,98
Jasa Perusahaan
9. Jasa-Jasa 29.809,48 24,61 29.599,66 19,32 32.606,11 20,76
Jumlah 121.131,06 100,00 153.228,33 100,00 157.094,60 100,00

Dari ketiga kecamatan dalam wilayah studi mata pencaharian penduduknya


sebagian besar berada di sektor pertanian, baik sebagai petani lahan basah
maupun petani lahan kering. Sektor pertanian di Kecamatan Mirit memberikan
kontribusi hingga 45,03% terhadap PDRB (Pendapatan Daerah Regional Bruto)
dibandingkan sektor-sektor lainnya, di Klirong berkontribusi sebesar 35,51%,
dan di Ayah sebesar 41,04%. Biasanya suatu daerah yang memiliki struktur
ekonomi pertanian akan memberikan kontribusi terhadap penurunan kualitas
lahan, baik melalui proses erosi maupun pencemaran dan penurunan bahan
organik tanah.

Analisis lanjutan terhadap hal di atas dilakukan dengan menggunakan analisis


LQ. Berdasarkan data PDRB kecamatan dan kabupaten selanjutnya dilakukan
analisis LQ dengan hasil seperti disajikan dalam Tabel berikut.
Kec. Mirit Kec. Klirong Kec. Ayah
PDRB
No Sektor PDRB PDRB PDRB
Kebumen LQ LQ LQ
(juta) (juta) (juta)
1. Pertanian 1.195.787,49 54.549,39 1.27 54.405,57 1.00 64.474,39 1,16
2. Pertambangan
255.307,70 7.636,67 12.187,08 1,03
dan Penggalian 0.00 0.66
3. Industri Olahan 345.189,98 4.745,75 0.38 30.548,01 1.95 13.966,00 0,87
4. Listrik, Gas dan
26.298,79 1.078,92 1.498,76 262,80 0,21
Air Bersih 1.14 1.26
5. Bangunan 135.118,14 2.312,81 0.48 6.590,80 1.08 1.069,50 0,17
6. Perdagangan,
399.465,06 20.507,71 1.43 14.109,23 17.046,48 0,92
Hotel & Resto. 0.78
Kec. Mirit Kec. Klirong Kec. Ayah
PDRB
No Sektor PDRB PDRB PDRB
Kebumen LQ LQ LQ
(juta) (juta) (juta)
7. Pengangkutan
162.009,18 2.633,37 0.45 2.433,16 9.229,75 1,23
dan Komunikasi 0.33
8. Keuangan,
149.829,59 5.493,64 1.02 6.406,47 6.252,50 0,90
Sewa & Js Prsh. 0.94
9. Jasa-Jasa 709.154,37 29.809,48 1.17 29.599,66 0.92 32.606,11 0,99
Jumlah 3.378.160,30 121.131,06 153.228,33 157.094,60

Perbandingan perekonomian wilayah Kecamatan Mirit, Klirong, dan Ayah


sebagai skala mikro dengan perekonomian Kabupaten Kebumen sebagai skala
makro ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi wilayah
kecamatan tersebut terhadap Kabupaten Kebumen. Selain itu juga untuk
mengetahui sektor-sektor unggulan pada wilayah kecamatan tersebut yang dapat
dikembangkan di luar wilayah kecamatan bahkan luar wilayah Kabupaten
Kebumen. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa sektor basis/unggulan antar
kecamatan pada wilayah studi cukup beragam. Namun demikian terdapat satu
sektor basis yang sama yang dimiliki oleh setiap kecamatan dalam wilayah studi,
yaitu sektor pertanian.

Pengembangan sektor ini sebagai sektor unggulan untuk menghasilkan


komoditas-komoditas yang diperdagangkan ke luar wilayah apabila tidak
dilakukan dengan perencanaan yang matang akan menimbulkan kerentanan
terhadap kondisi kawasan sempadan pantai. Besarnya potensi lahan berpasir
sebagai lahan pertanian dan perikanan seiring ditemukannya teknologi budidaya
pada lahan berpasir akan menjadi pemicu bagi petani atau pemodal untuk
merambah kawasan sempadan pantai berpasir, terutama di Kecamatan Mirit dan
Klirong. Perambahan kawasan ini akan berdampak pada kerusakan komponen
biologi, fisik dan kimia lingkungan sehingga mengganggu fungsi atau peran
kawasan lindung sempadan pantai.

C. Pendapatan Masyarakat

lndikator tingkat pendapatan digunakan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan


masyarakat. Tingkat pendapatan masyarakat adalah pendapatan keluarga per
tahun. Rendahnya pendapatan masyarakat sementara kegiatan ekonomi
bertumpu pada sektor pertanian (termasuk perikanan, peternakan, kehutanan,
dan perkebuanan) akan berdampak pada peningkatan eksploitasi terhadap
sumber daya lahan. Salah satu parameter yang dapat digunakan untuk
menghitung pendapatan masyarakat adalah PDRB. PDRB didefinisikan sebagai
produksi kotor dari suatu wilayah, yakni total dari semua barang dan jasa total
yang diproduksi oleh seluruh rakyat di wilayah tersebut dalam periode satu
tahun. Bila PDRB ini dibagi dengan jumlah penduduk yang ada di wilayah
tersebut mencerminkan pendapatan per kapita wilayah. Nilai PDRB dihitung
berdasarkan harga pasar yang berlaku.

Berdasarkan data statistika tahun 2013 diketahui bahwa PDRB Provinsi Jawa
Tengah menurut harga berlaku adalah Rp. 830.016.016,43 (juta) dengan jumlah
penduduk sebanyak 33.264.339 orang, maka pendapatan perkapita provinsi
sebesar Rp 24.952.127,15. PDRB Kabupaten Kebumen sebesar Rp.
8.835.316,23 (juta) dengan jumlah penduduk sebanyak 1.176.662 orang, maka
pendapatan perkapita kabupaten sebesar Rp 7.508.797,11. Pendapatan per kapita
masing-masing kecamatan dalam wilayah studi seperti tertera pada Tabel
berikut.
Rata-rata
Jumlah Penduduk
No. Kecamatan PDRB (juta) Pendapatan
(orang)
(Rp./th)
1. Mirit 121.131.06 43.833 2.763.467,25
2. Klirong 153.228.33 54.188 2.827.717,02
3. Ayah 157.094,60 55.233 2.844.216,32

Rata-rata 143.818,00 51.085 2.811.800,20

Dari data tersebut diketahui bahwa pendapatan rata-rata masyarakat di


kecamatan dalam wilayah studi berada jauh di bawah pendapatan rata-rata
provinsi jawa tengah dan kabupaten kebumen. Mengacu pada kategori tingkat
pendapatan yang dirilis oleh BPS (2005) dalam Sugiharto (2007), pendapatan
rata-rata masyarakat di tiga kecamatan termasuk dalam kategori rendah (< Rp.
5.000.000,00). Dengan struktur ekonomi didominasi oleh sektor pertanian dan
tingkat pendapatan yang rendah akan berdampak pada tingginya eksploitasi
sumber daya lain. Eksploitasi dapat terjadi melalui kegiatan intensifikasi dan
ekstensifikasi dalam usaha budidaya. Pola ekstensifikasi menimbulkan
kerentanan terhadap eksistensi ekosistem sempadan pantai, terutama di
Kecamatan Mirit dan Klirong. Kawasan sempadan pantai menjadi satu-satunya
sumber daya lahan yang potensial dan tersedia di kedua kecamatan tersebut.
Sementara itu di Kecamatan Ayah sumber daya lahan yang potensial dan tersedia
berada di kawasan hutan negara yang dikelola oleh Perum Perhutani.
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kondisi kawasan lindung


sempadan pantai di Kecamatan Mirit dan Klirong memiliki tingkat kerentanan lebih
tinggi dibandingkan di Kecamatan Ayah dilihat dari karakteristik sosial ekonomi.
Hal tersebut dapat dilihat dari:

1. Tingkat kepadatan penduduk di semua kecamatan dalam wilayah studi termasuk


kategori padat (> 250 orang/km2), yaitu: 852 jiwa/km2 (Mirit), 1.265 jiwa/km2
(Klirong), dan 730 jiwa/km2. Hal ini berpotensi menimbulkan permasalahan
terkait pemenuhan kebutuhan lahan budidaya. Ketidakjelasan status penguasaan
dan aktivitas pengelolaan oleh otoritas yang diberi kewenangan oleh pemerintah
pada kawasan lindung sempadan pantai di Kecamatan Mirit dan Klirong sangat
rentan terhadap kasus-kasus seperti alih fungsi dan perambahan kawasan.

2. Struktur ekonomi di ketiga kecamatan dalam wilayah studi didominasi antara


lain oleh sektor pertanian. Khusus di Kecamatan Mirit dan Klirong
pengembangan sektor pertanian oleh masyarakat akan cenderung memilih pola
ekstensifikasi karena mempertimbangkan potensi ketersediaan lahan dan
teknologi budidaya pada lahan berpasir. Kondisi ini tentu saja berdampak negatif
terhadap eksistensi kawasan sempadan pantai sebagai kawasan lindung
setempat.

3. Rata-rata pendapatan per kapita masyarakat di ketiga kecamatan dalam wilayah


termasuk dalam kategori rendah (< Rp. 5.000.000,00), yaitu hanya sebesar Rp.
2.811.800,20. Kondisi ini dikhawatirkan akan berpengaruh buruk terhadap
eksistensi kawasan lindung sempadan pantai akibat aktivitas pemanfaatan
kawasan tersebut oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan pendapatan per
kapitanya.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2017. Kebumen Dalam Angka 2017. Badan Pusat Statistik
Kabupaten Kebumen.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kebumen. 2016. Laporan Akhir Kajian
Akademis Wilayah Pesisir Kabupaten Kebumen.

Paimin, Sukresno dan Purwanto. 2010. Sidik Cepat Degradasi Sub DAS. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi.
Salminah, M. Dkk. 2014. Karakteristik Ekologi dan Sosial Ekonomi Lanskap Hutan pada
DAS Kritis dan Tidak Kritis: Studi Kasus di DAS Baturusa dan DAS Cidanau.
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 2 Juni 2014, Hal.
119 – 136.

Sanudin dan Antoko, B.S. 2007. Kajian Sosial Ekonomi Masyarakat di DAS Asahan,
Sumatera Utara. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 4 No. 4
Desember 2007, Hal. 355 – 367.

Sugiharto, E. 2007. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Desa Benua Baru Ilir
Berdasarkan Indikator Badan Pusat Statistik. EPP Vo. 4 N0. 2 Tahun 2007. Hal
32-36.

Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan


Hidup.

Anda mungkin juga menyukai