ID Pola Asuh Orang Tua Dalam Mendidik Anak
ID Pola Asuh Orang Tua Dalam Mendidik Anak
99-115
Abstract
Culture values have big effort toward individual mind set. In family life, there is a culture
in educate their children that need their parents’ thoughtfulness and control in childhood
development stages. Individual character building started from parenting that
implemented on their children by their parents. The objective of this research explained
about parenting profile of lampungnese in educate pre-school children. Method of this
research was qualitative descriptive. The data were taken by interview included
observation and document data (triangulation). The result shown that Lampungnese
parents had authoritative parenting character. This fact is relevant to Lampungnese
character such as firm and dominant.
99
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus
Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115
yang terbentuk dalam pandangan orang Misalnya kanjang untuk anak pertama,
tua. Dalam hal pengasuhan anak kiyai untuk anak kedua, daying untuk
(parenting), budaya merupakan bagian anak ketiga, batin untuk anak keempat
integral karena memiliki nilai-nilai yang dan seterusnya.
digunakan sebagai tolok ukur yang Identitas kasta ini juga berlaku
menentukan baik-buruk, boleh-jangan, untuk tanggungjawab yang ditanamkan.
ya-tidak, atau benar-salah dalam ekspresi Sebagai kanjang (anak sulung) umumnya
perilaku anak. Pengasuhan dapat akan diberikan tanggungjawab sebagai
dipengaruhi oleh budaya, etnisitas, dan pemimpin, pengatur, tumpuan kesalahan,
status sosial ekonomi (Santrock, 2012). pemegang keputusan. Lain halnya dengan
Di seluruh dunia, orang melewati kiyai atau daying, umumnya sebagai
masa anak-anak dengan harapan bisa pengikut, penyeimbang, pelaksana
menjadi orang dewasa yang bahagia dan perintah. Sejak kecil, anak-anak dalam
produktif (Matsumoto, 2008). Makna sistem kebudayaan Lampung ditanamkan
bahagia dan produktif akan berbeda-beda tanggungjawab sesuai dengan identitas
dari satu budaya ke budaya lainnya. Ogbu kastanya. Sementara di budaya yang lain,
(dalam David Matsumoto) menyetujui hal tanggungjawab setiap anak bisa saja tidak
ini bahwa kompetensi orang dewasa yang menyesuaikan dengan identitas kastanya.
dibutuhkan agar bisa berfungsi secara Sajian contoh di atas menerangkan
memadai berbeda-beda antarbudaya dan bahwa nuansa budaya memiliki porsi
lingkungan, dan anak-anak tersosialisasi dalam pola asuh orang tua dalam
dalam ekologi-ekologi yang mendorong mendidik anak-anaknya. Seperti yang
berkembangnya kompetensi tertentu. diungkapkan oleh Darling dalam bukunya
Misalnya konsep tentang bejuluk beadok Pareting Style and Corelates latar
dalam budaya Lampung Pepadun. belakang budaya menciptakan perbedaan
Bejuluk beadok adalah identitas kasta dalam pola asuh anak (Darling, N, 1999).
(gelar kebangsawanan) yang diperoleh Hal ini juga berkaitan dengan perbedaan
secara keturunan atau begawi peran dan tuntutan pada laki-laki dan
(mengadakan acara naik tahta). perempuan dalam suatu budaya. Berakar
Julukan/adok (gelar) diberikan kepada dari nilai-nilai budaya yang diserap dan
anak dilihat dari urutan lahirnya. dijadikan standar perilaku bagi individu
101
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus
Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115
(dalam hal ini orang tua) kemudian anak dan memberitahu anak apa yang
dijadikan tolok ukur perilaku anak. Child harus mereka lakukan, di mana, kapan,
dalam (Dayakisni & Yuniardi, 2010) dan bagaimana melakukan suatu tugas.
menamakan proses tersebut sebagai Supportive Behavior melibatkan
sosialisasi, dimana orang tua sebagai agen komunikasi dua arah di mana orang tua
sosialisasi. Manusia lahir dengan potensi mendengarkan anak, memberikan
perilaku yang sangat luas, yang dorongan, membesarkan hati,
mengarahkan pada pembatasan perilaku memberikan teguran positif dan
nyata dalam sebuah cakupan yang lebih membantu mengarahkan perilaku anak
sempit yaitu suatu cakupan dari apa yang (Shochib, 2003).
menjadi kebiasaan dan dapat diterima Sedangkan menurut Balson ada dua
dengan merujuk pada standar dan nilai- dimensi secara garis besar dalam
nilai dari kelompoknya. Kelompok pengasuhan anak yang membentuk empat
tersebut bisa berasal dari latar belakang bentuk dasar pengasuhan yaitu saling
kebudayaannya, agama yang dianutnya, memberi dan saling menerima. Memberi
lingkungan, organisasi atau paham-paham dalam artian mendukung anak dan
yang menjadi karakteristik identitasnya. responsif terhadap pemenuhan
Pola asuh secara umum kebutuhan,keinginan dan harapan anak.
didefinisikan sebagai tingkah laku orang Sementara menerima dalam artian
tua dalam membesarkan anak (Thomas G. menuntut adanya kedisiplinan dari anak
Power, etc., 2013). Pola asuh orang tua untuk mengikuti segala bentuk aturan dan
adalah pola perilaku yang diterapkan pada batasan yang diberikan/ditentukan orang
anak dan bersifat relatif konsisten dari tua. Balson membagikan empat bentuk
waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat pola asuh dari dimensi arahan atau
dirasakan oleh anak dari segi negatif disiplin di dalam keluarga, yaitu pola asuh
maupun positif (Rusdijana, 2006). authoritarian (otoritatif), pola asuh
Tipe pola asuh terdiri dari dua authoritative (demokratis), pola asuh
dimensi perilaku yaitu Directive Behavior permisif (serba membolehkan), dan pola
dan Supportive Behavior. Directive asuh penelantar (Balson, 1999). Berikut
Behavior melibatkan komunikasi searah penjelasannya:
di mana orangtua menguraikan peran
102
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus
Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115
yang ada diberikan oleh orang tua. Orang demokrasi, dan permessive, serta
tua juga berusaha melalui komunikasi dua neglectful oleh Maccoby dan Martin
arah yang membolehkan anak untuk (dalam Garliah dan Nasution).
mengajukan pertanyaan dan memberikan Dibutuhkan pola asuh yang tepat untuk
dukungan serta dorongan. mendidik anak agar harapan dan tujuan
c. Participating dari orang tua terhadap anak tercapai.
Perilaku orangtua yang directive- Dalam pandangan Hurlock (2009)
nya rendah dan supportive tinggi disebut anak usia prasekolah masuk dalam fase
participating, karena orangtua dan anak kanak-kanak awal yaitu dimulai setelah
saling berbagi dalam membuat keputusan melewati masa bayi yang penuh
melalui komunikasi dua arah. Anak ketergantungan (kira-kira usia dua tahun)
memiliki kemampuan dan pengetahuan dan berakhir setelah anak masuk sekolah
untuk berbagi ide tentang bagaimana dasar usia enam tahun). Namun ketika
suatu masalah itu dipecahkan dan bicara prasekolah akan merujuk pada usia
membuat kesepakatan dengan orangtua persiapan masuk ke sekolah dasar yaitu
apa yang harus dilakukan. pendidikan usia dini (PAUD). Sebagai
d. Delegating persiapan masuk sekolah maka fase ini
Perilaku orangtua yang directive adalah masa ideal untuk mempelajari
dan supportive rendah disebut dengan keterampilan tertentu. Karena pada masa
delegating, karena meskipun orang tua ini, anak senang mengulang-ulang
tetap menetapkan apa yang harus sehingga suatu keterampilan akan
dilakukan dalam menghadapi suatu dilakukan dengan aktivitas mengulang
masalah, namun anak diperbolehkan sampai terampil.
untuk menjalankan apa yang Selain itu, pada masa ini anak-anak
diinginkannya dan memutuskan kapan, di bersifat pemberani sehingga tidak takut
mana dan bagaimana mereka melakukan terhambat oleh perasaan-perasaan takut
satu hal. mengalami sakit. Sehingga fase kanak-
Konsep dari keempat pola ini kanak awal dapat dianggap sebagai „masa
mempunyai arti yang sama dengan ketiga belajar‟ keterampilan. Apabila anak-anak
pola asuh yang dikemukakan oleh tidak diberi kesempatan mempelajari
Baumrind yaitu pola asuh otoriter, keterampilan tertentu, padahal pada
106
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus
Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115
televisi. Orang tua dapat mempengaruhi normatif untuk berperilaku, dalam hal ini
relasi anak-anak dengan kawan sebayanya fokus kajian pada budaya Lampung.
melalui berbagai cara. Keputusan daya Pada prinsipnya, Lampung memiliki
hidup mendasar yang dibuat orang tua falsafah hidup yang dikenal dengan lima
seperti pilihan lingkungan tempat tinggal, aspek yaitu pi‟il pesenggiri, bejuluk
tempat ibadah, sekolah dan teman-teman beadok, nemui nyimah, nengah nyampur
sangat menentukan kumpulan orang yang dan sakai sembayan. Pi‟il pesenggiri
akan dipilih oleh anak-anak sebagai adalah rasa punya harga diri. Kemudian
temannya (Santrock, 2012). bejuluk-beadok (gelar adat) merupakan
Budaya menghasilkan sebuah identitas utama yang melekat pada
tatanan nilai dalam kehidupan pribadi. Bejuluk-beadok merupakan asas
masyarakat, yang dapat berpengaruh pada identitas dan sebagai sumber motivasi
perilaku individu. Menurut Porter dan bagi anggota masyarakat Lampung untuk
Samovar (Mulyana & Rakhmat, 2006) dapat menempatkan hak dan
nilai-nilai budaya akan menegaskan kewajibannya, kata dan perbuatannya
perilaku mana yang penting dan perilaku dalam setiap perilaku dan karyanya.
mana yang harus dihindari. Falsafah yang ketiga yaitu nemui-nyimah
Taylor (Pidarta, 2009) menjelaskan merupakan ungkapan asas kekeluargaan
kebudayaan sebagai totalitas kompleks untuk menciptakan suatu sikap keakraban
yang mencakup pengetahuan, dan kerukunan serta silaturahmi. Bentuk
kepercayaan, seni, hukum, moral, adat, konkrit nemui nyimah dalam konteks
dan kemampuan-kemampuan serta kehidupan masyarakat dewasa ini lebih
kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh orang tepat diterjemahkan sebagai sikap
sebagai anggota masyarakat. Sedangkan kepedulian sosial dan rasa setiakawan.
(Koentjaraningrat, 2009) menyebutkan Suatu keluarga yang memiliki
bahwa kebudayaan adalah keseluruhan kepedulian terhadap nilai-nilai
sistem gagasan, tindakan dan hasil karya kemanusiaan, tentunya berpandangan luas
manusia dalam kehidupan masyarakat ke depan dengan motivasi kerja keras,
yang dijadikan milik diri manusia dengan jujur dan tidak merugikan orang lain.
belajar. Nilai-nilai budaya yang dimiliki Falsafah yang keempat yaitu nengah
suatu suku bangsa akan menjadi standar nyampur merupakan sikap suka bergaul,
108
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus
Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115
suka bersahabat dan toleran antar sesama. hidup dasar bagi seluruh anggota
Nengah-nyampur menggambarkan bahwa masyarakat setempat agar survive secara
anggota masyarakat Lampung wajar dalam membina kehidupan dan
mengutamakan rasa kekeluargaan dan penghidupannya yang tercermin dalam
didukung dengan sikap suka bergaul dan tata kelakuan sehari-hari, baik secara
bersahabat dengan siapa saja, tidak pribadi ataupun bersama dengan anggota
membedakan suku, agama, tingkatan, asal kelompok masyarakat maupun
usul dan golongan. Falsafah yang terakhir bermasyarakat secara luas.
yaitu sakai sembayan bermakna tolong Dalam membina kehidupan dan
menolong dan gotong royong, artinya penghidupan yang wajar diperlukan
memahami makna kebersamaan atau rambu-rambu normatif sebagai pedoman
guyub. untuk berperilaku. Rambu-rambu dan
Sakai-sambayan pada hakekatnya pedoman itu berwujud ketentuan-
adalah menunjukkan rasa partisipasi serta ketentuan, yang berisi larangan (cepalo)
solidaritas yang tinggi terhadap berbagai dan keharusan (adat) untuk diamalkan
kegiatan pribadi dan sosial oleh setiap anggota masyarakat
kemasyarakatan pada umumnya. Sebagai pendukungnya. Sudah menjadi kenyataan
masyarakat Lampung akan merasa kurang bahwa pedoman hidup tersebut
terpandang bila ia tidak mampu merupakan sarana untuk pembentukkan
berpartisipasi dalam suatu kegiatan sikap dan perilaku. Masyarakat Lampung
kemasyarakatan. Perilaku ini juga mempunyai strata (tingkatan)
menggambarkan sikap toleransi kehidupan, baik berdasarkan status
kebersamaan, sehingga seseorang akan genealogis (keturunan, Umur), maupun
memberikan apa saja secara suka rela status sosial dalam adat (penyimbang
apabila pemberian itu memiliki nilai buwai, tiyuh, dan suku). Dalam sistem
manfaat bagi orang atau anggota strata kehidupan masyarakat adat sehari-
masyarakat lain yang membutuhkan hari terjadi interaksi antara anggota
(Sarbini & Khalik, 2010) kelompok intern satu keturunan adat dan
Tata nilai budaya masyarakat antar kelompok masyarakat yang berbeda
Lampung sebagaimana diuraikan di atas, keturunan adatnya.
pada dasarnya merupakan kebutuhan
109
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus
Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115
111
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus
Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115
Ketika pola asuh para orang tua ini menuruti permintaan si anak. Maka dalam
dikaitkan dengan aspek budaya, ada suatu hal ini, orang tua mengaku sering kalah
kebiasan dari orang Lampung yang ketika dengan si anak ketika menangis di
berbicara dengan nada yang tinggi, tegas khalayak ramai.
dan dominan (cenderung berkuasa) Dari hasil pengamatan penulis, pola
terbawa saat menerapkan pola asuh komunikasi antara orang tua dengan anak
kepada anak. dibangun dengan bahasa yang lebih luwes
Untuk memutuskan sesuatu perkara (tidak kaku) dimana anak tetap dianggap
yang berkenaan dengan kepentingan anak, sopan ketika menyapa orangtuanya
misalnya membelikan baju, orang tua dengan sebutan “niku” (kamu) baik secara
tidak menawarkan pilihan model atau langsung ataupun tidak. Walaupun ada
warna kepada anak terlebih dahulu. Dari istila yang lebih dianggap tinggi
sebelas orang tua yang sering membelikan kedudukannya ketika menyebutkan kata
baju untuk anaknya adalah ibu, sembilan ganti orang kedua yaitu “pusekam”.
ibu mengakui bahwa ketika membelikan Namun ketika berhadapan dengan orang
baju untuk anaknya, ibu yang menentukan yang berbeda suku misalnya suku Jawa,
warna, model dan ukurannya. anak yang lazim menggunakan kata ganti
Terkadang ukuran baju memang “niku” dan menerjemahkan ke dalam
sengaja dinaikkan satu agar bisa dipakai Bahasa Indonesia sebagai kamu sering
lebih lama karena pertumbuhan anak-anak terbawa dalam berkomunikasi. Dimana
berlangsung cepat di usia prasekolah. kata ganti kamu untuk menyapa orang
Berkenaan dengan hal tersebut, orang tua yang lebih tua (contohnya guru) dianggap
tidak memberikan ruang kepada anak kurang etis.
untuk bermusyawarah mufakat, berbagi Dalam hal pemisahan tempat tidur,
ide, ataupun mengekspresikan keinginan lima orang tua mengaku anak mulai
sang anak. Namun, ketika anak diberikan tempat tidur sendiri sejak usia
menginginkan sesuatu di depan khalayak tiga tahun. Dua orang tua lagi akan
ramai misalnya ketika dibawa ke tempat memisahkan tempat tidur anak ketika
hajatan tiba-tiba si anak menginginkan memasuki usia sekolah. Empat orang tua
balon yang dijual oleh penjaja mainan lagi akan memisahkan anak tidak tidur
keliling, orang tua akan langsung bersama orang tua lagi ketika anak
112
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus
Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115
berhenti “mengompol”. Hal ini akan generasi atau lebih masih dianggap
berpengaruh pada kemandirian anak keluarga membuat anak-anak sering
dalam mengelola kamar tidurnya dan mengikuti acara-acara yang membuat
melatih tanggungjawab sejak dini. mereka bergaul dan bersosialisasi. Hal ini
Dalam hal bersosialisasi, sejak dini sesuai dengan falsafah nengah nyampur
anak-anak dikenalkan dengan para yaitu berbaur dan bergaul di khalayak.
saudara agar hubungan pertalian tetap Dari sebelas keluarga, ada dua
terjalin meskipun hubungan darah sudah keluarga yang anaknya tidak hanya di usia
jauh karena yang bersaudara langsung prasekolah tetapi memiliki kakak yang
adalah para buyut atau di atasnya lagi. sudah bersekolah. Dua orang tua
anak-anak sering diajak orang tuanya mengaku, memperlakukan anaknya yang
ketika pergi ke suatu acara keluarga sudah bersekolah berbeda dengan yang
(buhajat/hajatan). Suku Lampung terkenal masih dalam usia prasekolah. Orangtua
dengan berbagai macam perayaan yang menjadi agak lebih longgar dalam
dilakukan secara adat mulai dari cukuran memberikan pilihan misalnya ketika akan
bayi, khitanan anak, pernikahan, dan lain memasuki SMP anak diberikan kebebasan
sebagainya. Umumnya para keluarga akan memilih mendaftar di sekolah mana.
berkumpul untuk membantu menyiapkan Selain alasan usia, perbedaan pola asuh
segala keperluan hajat (dalam bahasa juga didasarkan pada gender.
Jawa dikenal dengan rewang). Hal ini Di dalam masyarakat Lampung
dilakukan bergantian suatu saat yang perlakuan kepada anak laki-laki lebih
datang membantu mempunyai hajat, juga bebas dibandingkan anak perempuan.
akan dibantu oleh yang pernah berhajat. Sehingga anak laki-laki cenderung
Namun jika seseorang suka ditolong egosentrisme merasa lebih disayang dan
tetapi enggan menolong, hal ini akan diistimewakan karena mendapat
dapat menurunkan nilai/harga dirinya keleluasaan yang lebih dibanding anak
dalam masyarakat. Pada akhirnya dia perempuan. Anak perempuan dibatasi
akan terisolir baik secara sengaja ataupun tidak boleh bermain jauh dan terlalu lama
tidak sengaja. Sistem kekerabatan yang di luar rumah. Perilaku anak laki-laki
masih kental dimana suatu kelompok yang salah lebih sering dibiarkan daripada
orang-orang satu keturunan sampai lima anak perempuan di usia yang sama. jika
113
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus
Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115
114
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus
Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115
115
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus
Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung