Anda di halaman 1dari 17

Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm.

99-115

POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK


USIA PRASEKOLAH DITINJAU DARI
ASPEK BUDAYA LAMPUNG
Nita Fitria
Prodi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
email: nitafitriaatauhid@gmail.com

Abstract

Culture values have big effort toward individual mind set. In family life, there is a culture
in educate their children that need their parents’ thoughtfulness and control in childhood
development stages. Individual character building started from parenting that
implemented on their children by their parents. The objective of this research explained
about parenting profile of lampungnese in educate pre-school children. Method of this
research was qualitative descriptive. The data were taken by interview included
observation and document data (triangulation). The result shown that Lampungnese
parents had authoritative parenting character. This fact is relevant to Lampungnese
character such as firm and dominant.

Keywords: Pola Asuh, Anak Prasekolah, Budaya.

1. PENDAHULUAN yang lahir seperti kertas putih


Setiap anak yang dilahirkan ke (tabularasa), lingkunganlah yang akan
dunia adalah anugrah dari Tuhan yang tak memberi coretan-coretan di atasnya
ternilai harganya. Anak merupakan (Sardiman, A.M, 2003).
sumber kebahagiaan dan dambaan bagi Kaum behavioris juga sependapat
dua orang yang sudah menikah. Setiap dengan teori tabularasa. Menurut
anak lahir membawa karakteristik dan pandangan behaviorisme sifat-sifat
potensi masing-masing. Rasulullah SAW manusia tidak ada yang turun-temurun.
bersabda “tidaklah seorang yang Semua aspek individu bisa dibentuk dan
dilahirkan dalam keadaan fitrah, dikondisikan, yaitu menurut kebiasaan-
kemudian kedua orang tuanyalah yang kebiasaan yang berlaku di dalam
menjadikannya Yahudi, Nasrani atau lingkungan seorang anak (Salahudin,
Majusi” (Muttafaq „Alaih, n.d.). Hal 2011). Ketiga pernyataan tersebut
senada juga diamini oleh Jhon Locke menekankan pentingnya lingkungan bagi
yang menganut aliran empirisme pembentukan karakter anak. Lingkungan
menyatakan bahwa setiap anak manusia mencakup di dalamnya peran orangtua,

99
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus
Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115

pendidikan dan pengalaman yang Keluarga merupakan sistem tatanan


berfungsi sebagai kekuatan yang sosial pertama bagi anak dalam
membawa anak menjadi manusia membangun hubungan dengan orang lain.
seutuhnya. Sistem dalam sebuah keluarga dimotori
Bagi anak-anak yang belum oleh orangtua sebagai pusat penggerak
bersekolah (usia prasekolah) keluarga kemana arah yang akan dituju. Melalui
adalah lingkungan pertama yang orang tua anak beradaptasi dengan
memberikan fondasi awal menuju lingkungan dan mengenal dunia
kehidupan yang sesungguhnya. Usia sekitarnya serta pola pergaulan hidup
prasekolah dalam tahapan perkembangan yang berlaku di lingkungannya. Ini
dikenal dengan fase perkembangan disebabkan karena orang tua merupakan
kanak-kanak awal yaitu dimulai ketika dasar pertama bagi pembentukan pribadi
anak sudah melewati masa anak. Bentuk-bentuk pola asuh orang tua
ketergantungan dengan orangtua (mulai sangat erat hubungannya dengan
mandiri) sampai anak memasuki usia kepribadian anak setelah menjadi dewasa.
sekolah dasar (Hurlock, 2009). Pada masa Pengasuhan anak tidak akan sama
ini anak-anak belajar menguasai bentuknya di setiap keluarga dan setiap
keterampilan tertentu melalui kontak suku.
sosial dengan lingkungannya sehingga Pola pengasuhan ini sangat
pola hubungan anak dengan orang-orang dipengaruhi oleh faktor kebudayaan yang
di sekitarnya sangat berpengaruh pada didukung pula oleh faktor pendidikan,
perkembangan anak pada fase faktor stratifikasi sosial, faktor ekonomi,
selanjutnya. Hurlock menambahkan dan faktor kebiasaan hidup orangtua
Hubungan yang hangat dan harmonis dalam keluarga tersebut. Selain itu faktor
antara anak dan keluarga sangat lingkungan misalnya tempat tinggal
diperlukan. Melalui keluarga anak belajar ataupun sistem kekerabatan pada suatu
memainkan perannya sebagai mahluk masayarakat sekitarnya juga turut
individu sekaligus mahluk sosial dan mempengaruhi pola pengasuhan yang
belajar mengenai nilai, peran sosial diterapkan dalam suatu keluarga.
norma, serta adat istiadat yang Penerapan pola asuh dipengaruhi
ditanamkan oleh orang tuanya. oleh standar etis dan persepsi-persepsi
100
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus
Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115

yang terbentuk dalam pandangan orang Misalnya kanjang untuk anak pertama,
tua. Dalam hal pengasuhan anak kiyai untuk anak kedua, daying untuk
(parenting), budaya merupakan bagian anak ketiga, batin untuk anak keempat
integral karena memiliki nilai-nilai yang dan seterusnya.
digunakan sebagai tolok ukur yang Identitas kasta ini juga berlaku
menentukan baik-buruk, boleh-jangan, untuk tanggungjawab yang ditanamkan.
ya-tidak, atau benar-salah dalam ekspresi Sebagai kanjang (anak sulung) umumnya
perilaku anak. Pengasuhan dapat akan diberikan tanggungjawab sebagai
dipengaruhi oleh budaya, etnisitas, dan pemimpin, pengatur, tumpuan kesalahan,
status sosial ekonomi (Santrock, 2012). pemegang keputusan. Lain halnya dengan
Di seluruh dunia, orang melewati kiyai atau daying, umumnya sebagai
masa anak-anak dengan harapan bisa pengikut, penyeimbang, pelaksana
menjadi orang dewasa yang bahagia dan perintah. Sejak kecil, anak-anak dalam
produktif (Matsumoto, 2008). Makna sistem kebudayaan Lampung ditanamkan
bahagia dan produktif akan berbeda-beda tanggungjawab sesuai dengan identitas
dari satu budaya ke budaya lainnya. Ogbu kastanya. Sementara di budaya yang lain,
(dalam David Matsumoto) menyetujui hal tanggungjawab setiap anak bisa saja tidak
ini bahwa kompetensi orang dewasa yang menyesuaikan dengan identitas kastanya.
dibutuhkan agar bisa berfungsi secara Sajian contoh di atas menerangkan
memadai berbeda-beda antarbudaya dan bahwa nuansa budaya memiliki porsi
lingkungan, dan anak-anak tersosialisasi dalam pola asuh orang tua dalam
dalam ekologi-ekologi yang mendorong mendidik anak-anaknya. Seperti yang
berkembangnya kompetensi tertentu. diungkapkan oleh Darling dalam bukunya
Misalnya konsep tentang bejuluk beadok Pareting Style and Corelates latar
dalam budaya Lampung Pepadun. belakang budaya menciptakan perbedaan
Bejuluk beadok adalah identitas kasta dalam pola asuh anak (Darling, N, 1999).
(gelar kebangsawanan) yang diperoleh Hal ini juga berkaitan dengan perbedaan
secara keturunan atau begawi peran dan tuntutan pada laki-laki dan
(mengadakan acara naik tahta). perempuan dalam suatu budaya. Berakar
Julukan/adok (gelar) diberikan kepada dari nilai-nilai budaya yang diserap dan
anak dilihat dari urutan lahirnya. dijadikan standar perilaku bagi individu
101
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus
Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115

(dalam hal ini orang tua) kemudian anak dan memberitahu anak apa yang
dijadikan tolok ukur perilaku anak. Child harus mereka lakukan, di mana, kapan,
dalam (Dayakisni & Yuniardi, 2010) dan bagaimana melakukan suatu tugas.
menamakan proses tersebut sebagai Supportive Behavior melibatkan
sosialisasi, dimana orang tua sebagai agen komunikasi dua arah di mana orang tua
sosialisasi. Manusia lahir dengan potensi mendengarkan anak, memberikan
perilaku yang sangat luas, yang dorongan, membesarkan hati,
mengarahkan pada pembatasan perilaku memberikan teguran positif dan
nyata dalam sebuah cakupan yang lebih membantu mengarahkan perilaku anak
sempit yaitu suatu cakupan dari apa yang (Shochib, 2003).
menjadi kebiasaan dan dapat diterima Sedangkan menurut Balson ada dua
dengan merujuk pada standar dan nilai- dimensi secara garis besar dalam
nilai dari kelompoknya. Kelompok pengasuhan anak yang membentuk empat
tersebut bisa berasal dari latar belakang bentuk dasar pengasuhan yaitu saling
kebudayaannya, agama yang dianutnya, memberi dan saling menerima. Memberi
lingkungan, organisasi atau paham-paham dalam artian mendukung anak dan
yang menjadi karakteristik identitasnya. responsif terhadap pemenuhan
Pola asuh secara umum kebutuhan,keinginan dan harapan anak.
didefinisikan sebagai tingkah laku orang Sementara menerima dalam artian
tua dalam membesarkan anak (Thomas G. menuntut adanya kedisiplinan dari anak
Power, etc., 2013). Pola asuh orang tua untuk mengikuti segala bentuk aturan dan
adalah pola perilaku yang diterapkan pada batasan yang diberikan/ditentukan orang
anak dan bersifat relatif konsisten dari tua. Balson membagikan empat bentuk
waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat pola asuh dari dimensi arahan atau
dirasakan oleh anak dari segi negatif disiplin di dalam keluarga, yaitu pola asuh
maupun positif (Rusdijana, 2006). authoritarian (otoritatif), pola asuh
Tipe pola asuh terdiri dari dua authoritative (demokratis), pola asuh
dimensi perilaku yaitu Directive Behavior permisif (serba membolehkan), dan pola
dan Supportive Behavior. Directive asuh penelantar (Balson, 1999). Berikut
Behavior melibatkan komunikasi searah penjelasannya:
di mana orangtua menguraikan peran
102
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus
Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115

a.Pola asuh otoritatif menghukum, anak dipaksa untuk patuh


Pola asuh ini cenderung terhadap aturan-aturan yang diberikan
menetapkan standar yang mutlak yang oleh orangtua tanpa merasa perlu
harus dituruti biasanya disertai dengan menjelaskan kepada anak apa guna dan
ancaman-ancaman dan ditandai dengan alasan dibalik aturan tersebut, serta
adanya aturan-aturan yang kaku dari cenderung mengekang keinginan
orang tua. Kebebasan anak sangat dibatasi anaknya.
dan orang tua memaksa anak untuk Pola asuh otoriter dapat berdampak
berperilaku seperti yang diinginkan. Hal buruk pada anak, yaitu anak merasa tidak
ini dapat menyebabkan si anak akan bahagia, ketakutan, tidak terlatih untuk
kehilangan kepercayaan diri dan tidak berinisiatif (kurang berinisiatif), selalu
mampu untuk mengambil keputusan serta tegang, cenderung ragu, tidak mampu
cenderung sulit untuk mempercayai menyelesaikan masalah (kemampuan
orang-orang disekitarnya. problem solvingnya buruk), kemampuan
Adapun ciri-ciri dari pengasuhan komunikasinya buruk serta mudah gugup,
otoritatif ini seperti cenderung akan akibat seringnya mendapat hukuman dari
menetapkan peraturan dan tata tertib yang orangtua. Anak menjadi tidak disiplin dan
kaku dan dibuat hanya sepihak orang tua, nakal, pola asuh seperti ini anak
memperlakukan anak dengan kasar, diharuskan untuk berdisiplin karena
komunikasi dengan anak serta anggota keputusan dan peraturan ada ditangan
keluarga yang bersifat searah, menjaga orangtua.
jarak dengan anak dan tidak adanya b. Pola asuh demokrasi
keramahan dalam keluarga. Sehingga Pola asuh demokratis adalah pola
anak-anak tidak mampu dalam proses asuh yang bercirikan adanya hak dan
pemupukan/pembentukan pengekspresian kewajiban orangtua dan anak adalah sama
dan kepercayaan diri si anak dalam dalam arti saling melengkapi, anak dilatih
lingkungan keluarga. anak tidak untuk bertanggung jawab dan menentukan
memperoleh kesempatan untuk perilakunya sendiri agar dapat berdiplin.
mengendalikan perbutan-perbuatannya. Orangtua yang menerapkan pola asuh
Perilaku orangtua dalam berinteraksi demokratis banyak memberikan
dengan anak bercirikan tegas, suka kesempatan kepada anak untuk berbuat
103
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus
Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115

keputusan secara bebas, berkomunikasi seperti pendidikan, mendapatkan kasih


dengan lebih baik, mendukung anak sayang dan kebutuhan dasarnya. Orang
untuk memiliki kebebasan sehingga anak tua yang mendidik anak dengan pola
mempunyai kepuasan sedikit pengasuhan ini juga memberikan
menggunakan hukuman badan untuk kebebasan kepada anak untuk memilih
mengembangkan disiplin. Orangtua dan melakukan suatu tindakan, dan
menggunakan diskusi, penjelasan, dan pendekatannya kepada anak bersifat
alasan-alasan yang membantu anak agar hangat.
mengerti mengapa ia diminta untuk c. Pola asuh permisif
mematuhi semua aturan. Pola ini ditandai oleh sikap
Orangtua lebih menekankan aspek orangtua yang membiarkan anak mencari
penididikan ketimbang aspek hukuman. dan menemukan sendiri tata cara yang
Hukuman hanya diberikan ketika anak- memberikan batasan-batasan dari tingkah
anak menolak perbuatan yang harus lakunya. Pada saat terjadi hal yang
dilakukan secara sengaja namun tidak berlebihan barulah orangtua bertindak.
menggunakan kekerasan dan ketika anak Orangtua bersikap membiarkan atau
melakukan perbuatan sesuai dengan apa mengizinkan setiap tingkah laku anak,
yang patut ia laksanakan maka anak dan tidak memberikan hukuman kepada
tersebut akan memperoleh pujian dari anak. Pada pola asuh ini pengawasan
orangtua. Orangtua demokratis adalah menjadi sangat longgar.Pola pengasuhan
orangtua yang berusaha untuk permisif ini sangat bertolakbelakang
menumbuhkan kontrol dari dalam diri sekali dengan pola pengasuhan otoritatif
sendiri. Pola asuh demokratis (authoritarian).
dihubungkan dengan tingkah laku anak- Dalam pola pengasuhan permisif,
anak yang memperlihatkan emosional anak diberikan kebebasan sepenuhnya
positif, sosial, dan pengembangan untuk melakukan apapun yang dia
kognitif. Orang tua dengan tipe ini akan inginkan dimana orang tua cenderung
lebih bersikap realistis terhadap untuk mendukung tindakan si anak serta
kemampuan anak, tidak berharap yang memanjakannya secara berlebihan. Orang
berlebihan yang melampaui kemampuan tua dengan pola pengasuhan ini
anak, dan akan menghargai hak-hak anak cenderung takut menasehati anak jika
104
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus
Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115

melakukan kesalahan sehingga lingkungan pergaulan anak akan sangat


membentuk anak menjadi pribadi yang mempengaruhi diri si anak secara
manja, tidak disiplin, malas dan egois. signifikan. Pada saat itulah pengawasan
d. Pola asuh penelantar terhadap lingkungan pergaulan anak dan
Pola pengasuhan ini mempunyai pendekatan pada anak secara intensif serta
indikator bahwasanya orang tua bersahabat sangatlah diperluka agar anak
cenderung kurang memberikan perhatian tetap bisa terbuka pada orang tua dan
kepada anaknya, sibuk dengan pekerjaan tidak terbawa arus pergaulan terutama
masing-masing dan menganggap anak dalam hal penyalahgunaan narkoba.
sebagai beban dalam hidupnya. Pola Adanya keterbukaan dan hubungan yang
pengasuhan ini lebih mengarahkan kepada lebih bersifat bersahabat antara anak dan
tidak mempedulikan anak sama sekali, orangtua akan memudahkan bagi orangtua
dimana orangtua sudah pada taraf apatis untuk dapat berkomunikasi dengan anak
terhadap tanggungjawabnya sebagai terutama pada anak usia remaja muda
orangtua. Pola pengasuhan orangtua pada secara terbuka.
anak akan sangat menentukan bentuk Berbicara pola asuh, tipe pola asuh
kepribadian si anak. Namun, ada masa menurut Hersey dan Blanchard (Garliah
dimana lingkungan pergaulan anak akan & Nasution, 2005), ada empat tipe yaitu:
sangat mempengaruhi diri si anak secara a. Telling
signifikan. Pada saat itulah pengawasan Perilaku orang tua yang directive-
terhadap lingkungan masing-masing dan nya tinggi dan supportive rendah disebut
menganggap anak sebagai beban dalam dengan telling, karena dikarakteristikkan
hidupnya. dengan komunikasi satu arah antara
Pola pengasuhan ini lebih orangtua dengan anak. Di mana orang tua
mengarahkan kepada tidak mempedulikan menentukan peran anak dan mengatakan
anak sama sekali, dimana orangtua sudah apa, bagaimana, kapan dan di mana anak
pada taraf apatis terhadap harus melakukan berbagai tugas.
tanggungjawabnya sebagai orangtua. Pola b. Selling
pengasuhan orangtua pada anak akan Perilaku orang tua yang directive
sangat menentukan bentuk kepribadian si dan supportive tinggi disebut dengan
anak. Namun, ada masa dimana selling, karena sebahagian besar arahan
105
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus
Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115

yang ada diberikan oleh orang tua. Orang demokrasi, dan permessive, serta
tua juga berusaha melalui komunikasi dua neglectful oleh Maccoby dan Martin
arah yang membolehkan anak untuk (dalam Garliah dan Nasution).
mengajukan pertanyaan dan memberikan Dibutuhkan pola asuh yang tepat untuk
dukungan serta dorongan. mendidik anak agar harapan dan tujuan
c. Participating dari orang tua terhadap anak tercapai.
Perilaku orangtua yang directive- Dalam pandangan Hurlock (2009)
nya rendah dan supportive tinggi disebut anak usia prasekolah masuk dalam fase
participating, karena orangtua dan anak kanak-kanak awal yaitu dimulai setelah
saling berbagi dalam membuat keputusan melewati masa bayi yang penuh
melalui komunikasi dua arah. Anak ketergantungan (kira-kira usia dua tahun)
memiliki kemampuan dan pengetahuan dan berakhir setelah anak masuk sekolah
untuk berbagi ide tentang bagaimana dasar usia enam tahun). Namun ketika
suatu masalah itu dipecahkan dan bicara prasekolah akan merujuk pada usia
membuat kesepakatan dengan orangtua persiapan masuk ke sekolah dasar yaitu
apa yang harus dilakukan. pendidikan usia dini (PAUD). Sebagai
d. Delegating persiapan masuk sekolah maka fase ini
Perilaku orangtua yang directive adalah masa ideal untuk mempelajari
dan supportive rendah disebut dengan keterampilan tertentu. Karena pada masa
delegating, karena meskipun orang tua ini, anak senang mengulang-ulang
tetap menetapkan apa yang harus sehingga suatu keterampilan akan
dilakukan dalam menghadapi suatu dilakukan dengan aktivitas mengulang
masalah, namun anak diperbolehkan sampai terampil.
untuk menjalankan apa yang Selain itu, pada masa ini anak-anak
diinginkannya dan memutuskan kapan, di bersifat pemberani sehingga tidak takut
mana dan bagaimana mereka melakukan terhambat oleh perasaan-perasaan takut
satu hal. mengalami sakit. Sehingga fase kanak-
Konsep dari keempat pola ini kanak awal dapat dianggap sebagai „masa
mempunyai arti yang sama dengan ketiga belajar‟ keterampilan. Apabila anak-anak
pola asuh yang dikemukakan oleh tidak diberi kesempatan mempelajari
Baumrind yaitu pola asuh otoriter, keterampilan tertentu, padahal pada
106
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus
Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115

perkembangannya anak sudah Karena lingkungan anak prasekolah


memungkinkan dan ingin melakukan masih terbatas pada rumah dan anggota
karena berkembangnya keinginan untuk keluarga, tidaklah mengherankan bahwa
mandiri, maka anak akan kurang memiliki banyak kondisi dalam keluarga yang turut
dasar keterampilan yang telah dipelajari membentuk konsep diri anak. Hubungan
oleh teman-teman sebayanya dan kurang anak dengan keluarga terutama sikap
memiliki motivasi untuk mempelajari orang tua menjadi aspek penting.
berbagai keterampilan pada saat diberi Bagaimana pandangan orang tua
kesempatan. mengenai penampilan, kemampuan dan
Menurut Erikson (Santrock, 2012), prestasinya sangat mempengaruhi cara
masa kanak-kanak awal merupakan suatu anak memandang dirinya sendiri
periode di mana perkembangan (Hurlock, 2009). Oleh sebab itu, penting
berlangsung melibatkan penyelesaian bagi orang tua dalam memberikan
konflik inisiatif versus rasa bersalah. pandangan yang tepat bagi anak sebagai
Pemahaman diri yang sederhana dari bayi awal pembentukan konsep diri. Hurlock
yang baru belajar berjalan berkembang menambahkan bahwa perkembangan
menjadi representasi diri anak usia konsep diri yang kurang baik merupakan
prasekolah dalam hal gambaran tubuh, bahaya kepribadian yang paling serius.
kepemilikan material dan aktivitas fisik. Aspek pola kepribadian bisa berubah pada
Anak usia prasekolah sering disebut masa kanak-kanak awal sebagai akibat
tahap bermain karena hampir semua dari pematangan, pengalaman, lingkungan
permainan menggunakan mainan. Pada sosial dan lingkungan budaya dalam
masa ini anak-anak mulai bermain di luar kehidupan anak.
rumah, tetapi keluarga masih merupakan Keluarga merupakan sebuah
pengaruh sosialisasi terpenting (Hurlock: konteks sosial yang penting bagi
2009). Bukan hanya mengenai lebih perkembangan anak-anak. Meskipun
banyak interaksi dengan anggota keluarga demikian, perkembangan anak-anak juga
daripada orang lain tetapi juga mengenai dipengaruhi oleh hal-hal yang
hubungan yang lebih erat, lebih hangat berlangsung di konteks sosial lain, seperti
dan keterikatan emosional yang tinggi. di dalam kelompok kawan sebaya dan
ketika anak-anak bermain dan menonton
107
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus
Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115

televisi. Orang tua dapat mempengaruhi normatif untuk berperilaku, dalam hal ini
relasi anak-anak dengan kawan sebayanya fokus kajian pada budaya Lampung.
melalui berbagai cara. Keputusan daya Pada prinsipnya, Lampung memiliki
hidup mendasar yang dibuat orang tua falsafah hidup yang dikenal dengan lima
seperti pilihan lingkungan tempat tinggal, aspek yaitu pi‟il pesenggiri, bejuluk
tempat ibadah, sekolah dan teman-teman beadok, nemui nyimah, nengah nyampur
sangat menentukan kumpulan orang yang dan sakai sembayan. Pi‟il pesenggiri
akan dipilih oleh anak-anak sebagai adalah rasa punya harga diri. Kemudian
temannya (Santrock, 2012). bejuluk-beadok (gelar adat) merupakan
Budaya menghasilkan sebuah identitas utama yang melekat pada
tatanan nilai dalam kehidupan pribadi. Bejuluk-beadok merupakan asas
masyarakat, yang dapat berpengaruh pada identitas dan sebagai sumber motivasi
perilaku individu. Menurut Porter dan bagi anggota masyarakat Lampung untuk
Samovar (Mulyana & Rakhmat, 2006) dapat menempatkan hak dan
nilai-nilai budaya akan menegaskan kewajibannya, kata dan perbuatannya
perilaku mana yang penting dan perilaku dalam setiap perilaku dan karyanya.
mana yang harus dihindari. Falsafah yang ketiga yaitu nemui-nyimah
Taylor (Pidarta, 2009) menjelaskan merupakan ungkapan asas kekeluargaan
kebudayaan sebagai totalitas kompleks untuk menciptakan suatu sikap keakraban
yang mencakup pengetahuan, dan kerukunan serta silaturahmi. Bentuk
kepercayaan, seni, hukum, moral, adat, konkrit nemui nyimah dalam konteks
dan kemampuan-kemampuan serta kehidupan masyarakat dewasa ini lebih
kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh orang tepat diterjemahkan sebagai sikap
sebagai anggota masyarakat. Sedangkan kepedulian sosial dan rasa setiakawan.
(Koentjaraningrat, 2009) menyebutkan Suatu keluarga yang memiliki
bahwa kebudayaan adalah keseluruhan kepedulian terhadap nilai-nilai
sistem gagasan, tindakan dan hasil karya kemanusiaan, tentunya berpandangan luas
manusia dalam kehidupan masyarakat ke depan dengan motivasi kerja keras,
yang dijadikan milik diri manusia dengan jujur dan tidak merugikan orang lain.
belajar. Nilai-nilai budaya yang dimiliki Falsafah yang keempat yaitu nengah
suatu suku bangsa akan menjadi standar nyampur merupakan sikap suka bergaul,
108
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus
Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115

suka bersahabat dan toleran antar sesama. hidup dasar bagi seluruh anggota
Nengah-nyampur menggambarkan bahwa masyarakat setempat agar survive secara
anggota masyarakat Lampung wajar dalam membina kehidupan dan
mengutamakan rasa kekeluargaan dan penghidupannya yang tercermin dalam
didukung dengan sikap suka bergaul dan tata kelakuan sehari-hari, baik secara
bersahabat dengan siapa saja, tidak pribadi ataupun bersama dengan anggota
membedakan suku, agama, tingkatan, asal kelompok masyarakat maupun
usul dan golongan. Falsafah yang terakhir bermasyarakat secara luas.
yaitu sakai sembayan bermakna tolong Dalam membina kehidupan dan
menolong dan gotong royong, artinya penghidupan yang wajar diperlukan
memahami makna kebersamaan atau rambu-rambu normatif sebagai pedoman
guyub. untuk berperilaku. Rambu-rambu dan
Sakai-sambayan pada hakekatnya pedoman itu berwujud ketentuan-
adalah menunjukkan rasa partisipasi serta ketentuan, yang berisi larangan (cepalo)
solidaritas yang tinggi terhadap berbagai dan keharusan (adat) untuk diamalkan
kegiatan pribadi dan sosial oleh setiap anggota masyarakat
kemasyarakatan pada umumnya. Sebagai pendukungnya. Sudah menjadi kenyataan
masyarakat Lampung akan merasa kurang bahwa pedoman hidup tersebut
terpandang bila ia tidak mampu merupakan sarana untuk pembentukkan
berpartisipasi dalam suatu kegiatan sikap dan perilaku. Masyarakat Lampung
kemasyarakatan. Perilaku ini juga mempunyai strata (tingkatan)
menggambarkan sikap toleransi kehidupan, baik berdasarkan status
kebersamaan, sehingga seseorang akan genealogis (keturunan, Umur), maupun
memberikan apa saja secara suka rela status sosial dalam adat (penyimbang
apabila pemberian itu memiliki nilai buwai, tiyuh, dan suku). Dalam sistem
manfaat bagi orang atau anggota strata kehidupan masyarakat adat sehari-
masyarakat lain yang membutuhkan hari terjadi interaksi antara anggota
(Sarbini & Khalik, 2010) kelompok intern satu keturunan adat dan
Tata nilai budaya masyarakat antar kelompok masyarakat yang berbeda
Lampung sebagaimana diuraikan di atas, keturunan adatnya.
pada dasarnya merupakan kebutuhan
109
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus
Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115

Dalam realitasnya konsepsi kultural dialami oleh subjek peneliti secara


senantiasa terjadi perampasan makna holistic dengan cara deskriptif dalam
sesuai persepsi masyarakat sekitarnya. kata-kata dan bahasa dalam kata-kata dan
Pada akhirnya konsep budaya lebih bahasa pada konteks khusus yang alamiah
merupakan sebagai pedoman penilaian dan dengan menggunakan metode ilmiah
terhadap gejala-gejala yang dipahami oleh (Moleong, 2010). Penelitian deskiptif
si pelaku kebudayaan tersebut. Makna memberikan gambaran atau uraian atas
berisi penilaian-penilaian pelaku yang ada suatu masalah secara rinci, tanpa ada
dalam kebudayaan tersebut. Dalam perlakuan terhadap obyek yang ditelit
kebudayaan, makna tidak bersifat (Syaodih, 2010).
individual tetapi publik, ketika sistem Lokasi penelitian di Desa Rantau
makna kemudian menjadi milik kolektif Tijang Kecamatan Pugung Kabupaten
dari suatu kelompok (Ridwan, 2010). Tanggamus dengan unit analisis keluarga
Pola kemasyarakatan di kalangan yang kedua orangtuanya bersuku
masyaarakat asli Lampung yang sangat Lampung dan mempunyai anak usia
menonjol ialah kekerabatan. pada prasekolah. Teknik pengumpulan data
umumnya orang Lampung sangat fanatik dilakukan dengan wawancara mendalam
dengan solidaritas anggota keluarga atau dan observasi untuk data primer.
yang dinggap keluarga atau dalam teori Sedangkan untuk data sekunder melalui
sosiologi disebutnya “klik”. Sarbini dan studi kepustakaan dan pencatatan
Khalik (2010) menegaskan bahwa sikap dokumen, yaitu dengan mengumpulkan
gotong royong di kalangan internal data dan mengambil informasi dari buku-
maupun eksternal “klik” sangat kental buku referensi, dokumen, majalah, jurnal,
baik dalam kehidupan sehari-hari, tradisi dan bahan dari situs-situs internet yang
atau adat istiadat. dianggap relevan dengan masalah dalam
2. METODE PENELITIAN penelitian ini yaitu pola asuh orangtua.
Jenis penelitian yang digunakan Interpretasi data adalah analisis
dalam penelitian ini adalah pendekatan keseluruhan data yang telah diperoleh
kualitatif dengan metode studi deskriptif. melalui observasi dan wawancara
Penelitian kualitatif adalah metode yang mendalam lalu menyaring data-data
bermaksud untuk memahami apa yang penting lalu disajikan kembali
110
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus
Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115

membentuk data yang sederhana. Data- mengaku menjadikannya sebagai standar


data yang terkumpul dan telah perilaku disamping tolok ukur agama.
disederhanakan lalu dikembangkan lagi Dalam hal pengasuhan anak,
dengan dukungan-dukungan konsep- penulis menemukan fakta bahwa budaya
konsep dalam kajian pustaka dan yang diterapkan dalam pola asuh adalah
kemudian akan disajikan sebagai laporan budaya yang dipandang sebagai
dari penelitian. kebiasaan, sikap atau perilaku. Sesuai
dengan pengertian yang dikemukakan
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
oleh Matsumoto (2008) budaya adalah
Mayoritas penduduk di Desa Rantau
sekumpulan sikap, nilai, keyakinan, dan
Tijang merupakan masyarakat bersuku
perilaku yg dimiliki bersama oleh
Lampung. Meskipun begitu, desa ini
sekelompok orang, yang dikomunikasikan
bertetangga langsung dengan desa yang
dari suatu generasi ke generasi berikutnya
bersuku Sunda dan Jawa. Penulis
melalui bahasa atau sarana komunikasi
mengambil sebelas keluarga sebagai
lain. Hal ini tampak pada pola
subjek penelitian sesuai dengan syarat
komunikasi. Dari sebelas pasang orang
unit analisis yaitu kedua orangtuanya
tua, ada tujuh ayah yang mengaku tegas
bersuku Lampung dan mempunyai anak
dalam bersikap, kalau salah anak
usia prasekolah. Dari sebelas pasang
langsung diberikan punishment
orang tua, hanya tigas orang yang paham
(hukuman) baik verbal berupa aramah,
secara pasti mengenai nilai-nilai budaya
atau nonverbal dengan mengunci di
Lampung secara konsep. Sedangkan
kamar misalnya. Jika dikaitkan dengan
sisanya mengetahui secara konten dan
tipe pola asuh maka sikap orang tua ini
masih menginternalisasi ke dalam
masuk dalam pola asuh otoriter.
kehidupan sehari-hari baik budaya dalam
Sedangkan empat ayah yang lain
bertutur kata maupun ke dalam bentuk
mengaku tidak tega akan memberikan
perilaku namun tidak mengenal istilah-
hukuman karena masih terlalu kecil. Dari
istilah dalam falsafah budaya Lampung
hasil wawancara dengan para ibu, tipe
secara konsep. Dalam menerapkan nilai-
hukuman yang diberikan semua sepakat
nilai budaya tersebut, para orang tua
dengan hukuman verbal (mengomel).

111
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus
Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115

Ketika pola asuh para orang tua ini menuruti permintaan si anak. Maka dalam
dikaitkan dengan aspek budaya, ada suatu hal ini, orang tua mengaku sering kalah
kebiasan dari orang Lampung yang ketika dengan si anak ketika menangis di
berbicara dengan nada yang tinggi, tegas khalayak ramai.
dan dominan (cenderung berkuasa) Dari hasil pengamatan penulis, pola
terbawa saat menerapkan pola asuh komunikasi antara orang tua dengan anak
kepada anak. dibangun dengan bahasa yang lebih luwes
Untuk memutuskan sesuatu perkara (tidak kaku) dimana anak tetap dianggap
yang berkenaan dengan kepentingan anak, sopan ketika menyapa orangtuanya
misalnya membelikan baju, orang tua dengan sebutan “niku” (kamu) baik secara
tidak menawarkan pilihan model atau langsung ataupun tidak. Walaupun ada
warna kepada anak terlebih dahulu. Dari istila yang lebih dianggap tinggi
sebelas orang tua yang sering membelikan kedudukannya ketika menyebutkan kata
baju untuk anaknya adalah ibu, sembilan ganti orang kedua yaitu “pusekam”.
ibu mengakui bahwa ketika membelikan Namun ketika berhadapan dengan orang
baju untuk anaknya, ibu yang menentukan yang berbeda suku misalnya suku Jawa,
warna, model dan ukurannya. anak yang lazim menggunakan kata ganti
Terkadang ukuran baju memang “niku” dan menerjemahkan ke dalam
sengaja dinaikkan satu agar bisa dipakai Bahasa Indonesia sebagai kamu sering
lebih lama karena pertumbuhan anak-anak terbawa dalam berkomunikasi. Dimana
berlangsung cepat di usia prasekolah. kata ganti kamu untuk menyapa orang
Berkenaan dengan hal tersebut, orang tua yang lebih tua (contohnya guru) dianggap
tidak memberikan ruang kepada anak kurang etis.
untuk bermusyawarah mufakat, berbagi Dalam hal pemisahan tempat tidur,
ide, ataupun mengekspresikan keinginan lima orang tua mengaku anak mulai
sang anak. Namun, ketika anak diberikan tempat tidur sendiri sejak usia
menginginkan sesuatu di depan khalayak tiga tahun. Dua orang tua lagi akan
ramai misalnya ketika dibawa ke tempat memisahkan tempat tidur anak ketika
hajatan tiba-tiba si anak menginginkan memasuki usia sekolah. Empat orang tua
balon yang dijual oleh penjaja mainan lagi akan memisahkan anak tidak tidur
keliling, orang tua akan langsung bersama orang tua lagi ketika anak
112
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus
Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115

berhenti “mengompol”. Hal ini akan generasi atau lebih masih dianggap
berpengaruh pada kemandirian anak keluarga membuat anak-anak sering
dalam mengelola kamar tidurnya dan mengikuti acara-acara yang membuat
melatih tanggungjawab sejak dini. mereka bergaul dan bersosialisasi. Hal ini
Dalam hal bersosialisasi, sejak dini sesuai dengan falsafah nengah nyampur
anak-anak dikenalkan dengan para yaitu berbaur dan bergaul di khalayak.
saudara agar hubungan pertalian tetap Dari sebelas keluarga, ada dua
terjalin meskipun hubungan darah sudah keluarga yang anaknya tidak hanya di usia
jauh karena yang bersaudara langsung prasekolah tetapi memiliki kakak yang
adalah para buyut atau di atasnya lagi. sudah bersekolah. Dua orang tua
anak-anak sering diajak orang tuanya mengaku, memperlakukan anaknya yang
ketika pergi ke suatu acara keluarga sudah bersekolah berbeda dengan yang
(buhajat/hajatan). Suku Lampung terkenal masih dalam usia prasekolah. Orangtua
dengan berbagai macam perayaan yang menjadi agak lebih longgar dalam
dilakukan secara adat mulai dari cukuran memberikan pilihan misalnya ketika akan
bayi, khitanan anak, pernikahan, dan lain memasuki SMP anak diberikan kebebasan
sebagainya. Umumnya para keluarga akan memilih mendaftar di sekolah mana.
berkumpul untuk membantu menyiapkan Selain alasan usia, perbedaan pola asuh
segala keperluan hajat (dalam bahasa juga didasarkan pada gender.
Jawa dikenal dengan rewang). Hal ini Di dalam masyarakat Lampung
dilakukan bergantian suatu saat yang perlakuan kepada anak laki-laki lebih
datang membantu mempunyai hajat, juga bebas dibandingkan anak perempuan.
akan dibantu oleh yang pernah berhajat. Sehingga anak laki-laki cenderung
Namun jika seseorang suka ditolong egosentrisme merasa lebih disayang dan
tetapi enggan menolong, hal ini akan diistimewakan karena mendapat
dapat menurunkan nilai/harga dirinya keleluasaan yang lebih dibanding anak
dalam masyarakat. Pada akhirnya dia perempuan. Anak perempuan dibatasi
akan terisolir baik secara sengaja ataupun tidak boleh bermain jauh dan terlalu lama
tidak sengaja. Sistem kekerabatan yang di luar rumah. Perilaku anak laki-laki
masih kental dimana suatu kelompok yang salah lebih sering dibiarkan daripada
orang-orang satu keturunan sampai lima anak perempuan di usia yang sama. jika
113
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus
Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115

dirunut dalam konteks budaya, yang bersangkutan dengan kepentingan


masyarakat suku Lampung menganut anak. namun memasuki usia sekolah
prinsip garis keturunan Bapak (patri anak-anak mulai diberikan kebebasan.
lineal), dimana anak laki-laki tertua begitu Adanya pengaruh budaya Lampung yang

dihormati dan istimewa karena menganut prinsip patri lineal terhadap


perbedaan perlakuan kepada anak laki-
merupakan pusat pemerintahan
laki dan perempuan menyebabkan
kekerabatan. Ini mendorong anak untuk
egosentris anak laki-laki lebih tinggi
lebih memikirkan dirinya sendiri daripada
dibanding anak perempuan.
orang lain. Di dalam kelompok keluarga,
Setelah menyelesaikan penelitian
anak sulung, anak tunggal, atau anak
ini, penulis menyarankan kepada para
bungsu di dalam keluarga besar lebih orang tua untuk memberikan ruang
didorong untuk bersikap egosentrisme kepada anak agar bisa menikmati masa
melalui perlakuan-perlakuan yang kanak-kanak dengan caranya sendiri.
diterima. Namun, dalam hal Selain itu, anak-anak diajak untuk tetap
perkakas/mainan biasanya anak terlibat dalam menentukan pilihannya,
perempuan lebih banyak pernak- supaya anak terbiasa menuangkan ide-ide
perniknya daripada anak laki-laki. kreatifnya tanpa didoktrin oleh orang lain
terutama orang tua. Bentuk intervensi
4. KESIMPULAN orang tua terhadap pilihan anak jangan
Berdasarkan bebarapa keterangan di sampai membuat anak bingung
atas, dapat disimpulkan tipe pola asuh menentukan keputusan yang akan diambil
yang diterapkan oleh para orang tua sehingga dapat berpengaruh pada
cenderung terkategori otoriter atau disebut rendahnya inisiatif anak. selain itu,
telling oleh Hersey dan Blanchard. masukan kepada orang tua yang memiliki
Dimana orang tua lebih banyak anak dengan jenis kelamin laki-laki dan
mengarahkan si anak. orang tua perempuan sebaiknya jangan tendensius
menganggap anak-anak pada usia terhadap gender tertentu. Karena
prasekolah belum mengerti untuk diminta dampaknya anak akan mengembangkan
pendapat sendiri. Segala wewenang sikap egosentris yang menyebabkan anak
sepenuhnya masih berada ditangan orang menjadi individualis, sedangkan anak lain
tua. Anak-anak kurang dilibatkan dalam merasa rendah diri.
pemilihan atau pengambilan keputusan

114
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus
Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Jurnal Fokus Konseling Volume 2 No. 2, Agustus 2016 Hlm. 99-115

5. DAFTAR PUSTAKA Ridwan, M. (2010). Struktur Sosial


Masyarakat Jawa. UIN Malang,
Balson, M. (1999). Bagaimana Menjadi Malang. Diambil dari uin-
Orang Tua yang Baik. Jakarta: PT malang.ac.id/muhtadiridwan/2010/
Bumi Aksara. 06/16/struktur-sosial-masyarakat-
jawa/
Darling, N. (1999). Parenting Style and its
Correlates. Diambil dari Rusdijana. (2006). Rasa Percaya Diri
http://www.athealth.com/Practitio Anak adalah Pantulan Pola Asuh
ner/ceduc/parentingstyles.html Orang Tuanya. Diambil dari
http://www.e-psikologi.com
Dayakisni, T., & Yuniardi, S. (2010).
Psikologi Lintas Budaya. Malang: Salahudin, A. (2011). Filsafat Pendidikan.
UMM Press. Bandung: CV Pustaka Setia.

Garliah, L., & Nasution, F. K. S. (2005). Santrock, J. W. (2012). Life-Sfan


Pola Asuh Orang Tua dalam Development; Perkembangan
Motivasi Berprestasi. Jurnal Masa Hidup (edisi Ketigabelas).
Psikologi, 1(1), 38–47. Jakarta: Erlangga.

Hurlock, E. (2009). Perkembangan Anak. Sarbini, A., & Khalik, A. . (2010).


Jakarta: PT Erlangga. Budaya Lampung Versi Adat
Megou Pa‟ Tulangbawang.
Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Yogyakarta: Badan Penerbitan
Antropologi edisi revisi. Jakarta: Filsafat UGM.
Rineka Cipta.
Sardiman, A.M. (2003). Interaksi Belajar
Matsumoto, D. (2008). Pengantar Mengajar. Jakarta: RajaGrafindo
Psikologi Lintas Budaya (2 ed.). Persada.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Shochib, M. (2003). Pola Asuh Orang
Moleong, L. J. (2010). Metode Penelitian Tua Untuk Membantu Anak
Kualitatif. Bandung: Rosdakarya. Mengembangkan Disiplin Diri.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Mulyana, D., & Rakhmat, J. (Ed.).
(2006). Komunikasi Antarbudaya. Syaodih, N. (2010). Metode Penelitian
Bandung: Remaja Rosdakarya. Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Muttafaq „Alaih. (n.d.). Diambil dari
alsofwah.or.id Thomas G. Power, etc. (2013).
Contemporary Research on
Pidarta, M. (2009). Landasan Parenting: Conceptual,
Kependidikan Stimulus Ilmu Methodological, and Translational
Pendidikan Bercorak Indonesia. Issues, 9(Childhood Obesity), 87–
Jakarta: Rineka Cipta. 94.

115
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus
Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung

Anda mungkin juga menyukai