Anda di halaman 1dari 8

RUMAH SAKIT UMUM THALIA IRHAM

JL. Poros Sungguminasa – Limbung Km. 15, Panciro Kab. Gowa


Telp : (0411) 821 6893, E-mail : thalia.irham@gmail.com

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM THALIA IRHAM


Nomor :
TENTANG
PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKRO

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM THALIA IRHAM

Menimbang : a. bahwa peningkatan kejadian dan penyebaran mikroba yang

resisten terhadap antimikroba di rumah sakit disebabkan

oleh penggunaan anntibiotik yang tidak bijak dan

rendahnya ketaatan terhadap kewaspadaan standar!

b. bahwa dalam rangka mengendalikan mikroba resisten di

rumah sakit perlu dikembangkan program pengendalian

resistensi antimikroba dirumah sakit!

c. bahwa berdasarkan perkembangan sebagaimana dimaksud

dalam huruf a dan b perlu ditetepkan surat keputusan

6irektur Rumah $akit!

Mengingat : 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004

tentang Praktek kedokteran!

2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36tahun 2009

tentang kesehatan!

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009

tentang Rumah Sakit!

4. Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor


269/menkes/Per III/ 2008 tentang Rekam Medis

5. Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 8

tahun 2015 tentang program pengendalian resistensi

antimikroba

6. Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor

2052/Menkes/Per/x/2010 tentang Izin Praktek kedokteran.

MEMUTUSKAN
Menetapkan :

KESATU : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM THALIA

IRHAM TENTANG PENGENDALIAN RESISTENSI

ANTIMIKROBA

KEDUA : Kebijakan program pengendalian resistensi antimikroba Rumah

Sakit Umum Thalia Irham sebagaimana dimaksud dalam diktum

kesatu sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan ini.

KETIGA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila

dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan

diadakan perbaikan.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Latar belakang Resistensi mikroba terhadap antimikroba (disingkat* resistensi

antimikroba, antimikrobial resistan A&R) telah menjadi masalah kesehatan $ang

mendunia, dengan berbagaidampak merugikan dapat menurunkan mutu pela$anan

kesehatan. &un'ul dan berkembangan resistensi antimikroba terjadi karena tekanan

seleksi (sele'tion pressure) $ang sangatberhubungandengan penggunaan

antimikroba+ dan pen$ebaran mikroba resisten (spread). Tekanan seleksi

resistensidapat dihambat dengan cara menggunakan secara bijak, sedangkan proses

penyebaran dapat dihambatdengan 'ara mengendalikan injeksi secara optimal.

Resistensi antimikroba yang dimaksud adalahresistensi terhadap antimikroba yang

efektif untuk terapi injeksi yang disebabkan oleh bakteri, jamur, virus dan parasit.

bakteri adalah penyebab infeksi terbanyak maka penggunaan antibakteri

yangdimaksud adalah penggunaan antibiotik.

Hasil penelitian Antimi'robial Resistant in indonesia (AMRIN-Study) tahun

200-2005 pada 2494 individudi masyarakat, memperlihatkan bahwa 43%Eschericha

coli resistensi terhadap berbagai jenis antibiotik anatara lain : ampisiline (34%),

cotrimoksazol (29%) dan kloramfenikol (43%), ciprofloksasine (22%) dan

gentamicine (18%). Hasil penelitian ini membuktikan bahwa masalah resistensi

antimikroba juga terjadi di indonesia. Penelitian AMRIN ini menghasilkan

rekomendasi berupa metode yang telah divalidasi (validatedmethode) untuk

mengendalikan resistensi antimikroba secara efisien. Hasil penelitian tersebut telah

desebarluaskan kerumah sakit lain di indonesia melalui lokakarya nasional pertama

dibandung tanggal 29-31 Mei 2005, dengan harapan agar rumah sakit lain dapat
melaksanakan “self assesmentprogram” menggunakan “validated method” seprti

yang dimaksud diatas, pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi

masing-masing rumah sakit, sehingga akan diperoleh data resistensi antimikroba dan

penggunaan antibiotik dan pengendalian infeksi di indonesia, namun sampai

sekarang gerakan pengendalian resistensi antimikroba dirumah sakit secara nasional

belum berlangsung baik terpadu dan meneyeluruh.sebagaimana yang terjadi

beberapa negara.

Berbagai cara perlu dilakukan untuk menanggulangi masalah resistensi anti

mikroba ini baik ditingkat perorangan maupun ditingkat institusi atau lembaga

pemerintahan,. Dalam kerja sama antar isntitusi maupun antar negara, WHO telah

berhasil merumuskan 67 rekomendasi bagi negara anggota untuk melaksanakan

pengendalian resistensi antimikroba. Di indonesia rekomendasi ini tampaknya belum

terlaksana secara institusional. Padahal, sudah diketahui bahwa penanggulangan

masalah resistensi antimikroba ditingkat in ternasional hanyaa dapat dituntaskan

melalui gerakan global yang dilaksanakan secara serentak, terpadu, bersinambung

dari semua negara. Diperlukan pemahaman dan keyakinan tentang adanya masalah

resitensi antimikroba, yang kemudian dilanjutkan dengan gerakan nasional melalui

program anata rumah sakit, profesi, masyarakat, perusahaan farmasi, dan

pemerintah. Koordinasi pemerintah pusat melalui kementrian, kesehatan. gerakan

penanggulangan dan pengendalian resistensi antimikroba secara paripurna ini

disebut dengan progaram pengendalian resistensi antimikroba (PPRA) dalam rangka

pelaksanaan PPRA rumah sakit, maka perlu disusun pedoman pelalksanaan agar

pengendalian resistensi amtimikroba rumah sakit diseluruh indonesia berlangsung

secra baku dan data yang diperoleh dapat mewakili data nasional di indonesia.
B. Tujuan

Pedoman ini dimaksudkan untuk menjadi acuan dalam pelaksanaan program

pengendalian resistensi antimikroba dirumah sakit, agar berlangsung secara baku,

terpadu, berkesinambungan, terukur, dan dapat dievaluasi.

C. Strategi Pengendalian Antimikroba

Muncul dan berkembangnya mikroba resistensi dapat dikendalikan melalui

dua kegiatan utama, yaitu penerapan [penggunaan antibiotik secara bijak (Prudent

use of antibiotik), dan penerapan prinsip pencegahan penyebaran mikroba dan

resistensi melalui kewaspadaan standar penggunaan antibiotik secara bijak adalah

penggunaan antibiotik yang sesuai dengan penyebab infeksi dengan regimen dosis

optimal, lama pemberian optimal, efek samping minimal, dan dampak minimal

terhadap munculnya mikroba resistensi. Oleh sebab itu pemberian antibiotik harus

disertai dengan upaya menemukan penyebab infeksi dan pola kepekaannya.

Penggunaan antibiotik secara bijak memerlukan kebijakan pembatasan dalam

penerapannya.

Antibiotik dibedakan dalam kelompok antibiotik yang bebas digunakan oleh

semua klinis (nonresisten) dan antibiotik yang dihemat dan penggunaannya

memerlukan persetujuan tim ahli (restited dan reserved).

Peresa[pan antibiotik bertujuan mengatasi penyakit infeksi (terapi) dan

mencegah infeksi pada pasien yang beresiko tinggi untuk mengalami infeksi bakteri

pada tindakan pembedahan atau profilaksis.

Antibiotik dibedakan dalam kelompok antibiotik yang bebas digunakan oleh

semua klinisi atau non restricted dan antibiotik yang dihemat dan penggunannya

memerlukan persetujuan tim ahli restricted dan reserpd.


Peresapan antibiotik bertujuan mengatasi penyakit infeksi (terapi) dan

mencegah infeksi [ada pasien yang beresiko tinggi untuk mengalami infeksi bakteri

pada tindakan pembedahan (profilaksis bedah) dan beberapa kondisi medis tertentu

(profilaksis medik). Antibiotik tidak diberikan pada penyakit non infeksi dan

penyakit infeksi yang dapat sembuh sendiri (self-limited) seperti virus.

Pemilihan jenis antibiotik harus berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi

atau berdasarkan pola mikroba dan pola kepekaan, dan diarahkan pada antibiotik

berspektrum sempit untuk mengurangi tekanan seleksi (selection presure).

Penggunaan antibiotik empiiris berpektrum luas masih dibenarkan dalam keadaan

tertentu, selanjutnya dilakukan penyesuaian dan evaluasi setelah ada hasil

pemeriksaaan mikrobiologi (stime lining atau d-eskalasi).

Beberapa masalah dalam pengendalian antimikroba di rumah sakit perlu

diatasi. Misalnya, tersedianya laboratorium yang memadai, komunikasi antar

berbagai pihak yang terlibat dalam kegiatan perlu ditingkatkan. Selain itu,

diperlukan dukungan kebijakan pembiayaan dan pengadaan antibiotik yang

mendukung pelaksanaan penggunaan antibiotik secara bijak di rumah sakit. Untuk

menjamin berlangsungnya program ini perlu dibentuk tim pelaksanaan program

pengendalian resistensi mikroba tim PPRA dirumah sakit.

D. Pengendalian Penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit

Pengendalian pengggunaan antibiotik dalam upaya mengatasi resistensi

antimikroba dilakukan dengan menetapkan “kebijakan penggunaan antibiotik di

rumah sakit”, serta menyusun dan menerapkan “panduan penggunaan antibiotik

profilaksisdan terapi”.

Dasar penyusunan kebijakan dan panduan penggunaan antibiotik dirumah sakit

mengacu pada
1. Pedoman umum penggunaan antibiotik

2. Pedoman nasional pelayanan kedokteran

3. Pola mikroba dan kepekaan antibiotik setempat

a. Kebijakan penggunaan antibiotik dirumah sakit, berisi hal berikut ini :

1) Kebijaksanaan umum

a) Kebijakan penanganan kasus infeksi secara multidisiplin

b) Kebijakan pemberian antibiotik terapi meliputi antibiotik enfirik

dan definitif terapi antibiotik empiris adalah penggunaan

antibiotik pada kasus infeksi atau diduga infeksi yang belum

diketahui jenis bakteri penyebab dan pola kepekaaannya. Terapi

antibiotik definitif adalah penggunaan antibiotik pada kasus

infeksi yang sudah diketahui jenis bakteri penyebab dan pola

kepekaannnya.

c) Kebijakan pemberian antibiotik profilaksis bedah meliputi

antibiotik profilaksis atas indikasi operasi bersih dan bersih

terkontaminasi sebagaimana tercantum dalam ketentuan yang

berlaku. Antibiotik profilaksis bedah adalah penggunan

antibiotik sebelu, selama, dan paling lama 24 jam pasca operasi

pada kasus yang secara klinis tidak memperlihatkan tanda infeksi

dengan tujuan mencegah terjadunya infeksi pada luka daerah

operasi.

d) Pemberian antibiotik pada prosedur operasi terkontaminasi dan

kotor tergolong dalam antibioti terapi sehingga tidak diperlukan

ditambahkan antibiotik profilaksis.

Anda mungkin juga menyukai