Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas paper ini yang
berjudul Fungsi Partai Politik Sebagai Wadah Partisipasi Masyarakat Mengikuti Pemilu.
Paper ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah sosiologi politik.
Penulis banyak mendapatkan dukungan, arahan, bimbingan, dan doa dari berbagai
pihak dalam penyusunan paper ini.
Penulis menyadari keterbatasan dan kekurangan dalam penyusunan paper ini, untuk itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan selanjutnya.
Akhirnya, semoga paper ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Denpasar, 30 Juni 2017

Penulis

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................................... 1

Daftar Isi .................................................................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 3

1.1 Latar Belakang ................................................................................... 3

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 4

1.3 Tujuan dan Manfaat ........................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................... 6

2.1 Politik ................................................................................................. 6

2.2 Partai Politik ...................................................................................... 7

2.3 Fungsi Partai Politik ........................................................................... 7

2.4 Partisipasi Politik ............................................................................... 8

2.5 Dimensi Partisipasi Politik ................................................................. 9

2.5.1 Gaya Partisipasi ................................................................ 10

2.5.2 Motif Partisipasi ................................................................ 11

2.5.3 Konsekuensi Partisipasi Seorang Dalam Politik ............... 12

2.6 Memaksimalkan Fungsi Partai Politik ............................................. 12

2.7 Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilu ..................... 15

BAB III PENUTUP .............................................................................. 16

3.1 Kesimpulan ...................................................................................... 16

3.2 Saran ................................................................................................ 16

Daftar Pustaka ....................................................................................... 17

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kekuasaan yang ada saat ini tidak terlepas dari perjalanan politik di masa lalu.
Hadirnya penguasa ataupun para oposan tidak serta merta muncul tanpa proses politik.
Mereka muncul setelah melalui proses panjang sejarah yang dilaluinya lewat political
struggle (pertarungan politik), ideology diffuses (pembauran ideologi), international
conspiracy (konspirasi internasional), serta aksi-aksi politik lainnya. Hingga akhirnya seperti
layaknya hukum barbar, siapa yang kuat maka merekalah yang bertahan. Gambaran
perpolitikan di Indonesia saat ini tidak lepas dari peran dan fungsi partai politik dan
masyarakat sendiri sebagai pelaku politik.
Partai politik dalam hubungannya dengan sistem sosial politik memainkan berbagai
fungsi, salah satunya pada fungsi input, dimana partai politik menjadi sarana sosialisasi
politik, komunikasi politik, rekruitmen politik, agregasi kepentingan, dan artikulasi
kepentingan. Lalu apa sajakah sebenarnya fungsi partai politik dalam hubungannya dalam
kemauan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum atau pemilu, apabila
melihat keadaan sekarang dimana partai politik telah dipandang sebelah mata oleh
masyarakat yang merasa bahwa partai politik tidak lagi membawa aspirasi masyarakat
melainkan keberadaannya hanya dianggap sebagai kendaraan politik yang dipakai oknum-
oknum tertentu. Terlebih jumlah partai selama ini sangat fluktuatif dan tidak jarang
membingungkan masyarakat awam.
Pada periode awal kemerdekaan, partai politik dibentuk dengan derajat kebebasan
yang luas bagi setiap warga negara untuk membentuk dan mendirikan partai politik. Bahkan,
banyak juga calon-calon independen yang tampil sendiri sebagai peserta pemilu 1955. Sistem
multi partai terus dipraktikkan sampai awal periode Orde Baru sejak tahun 1966. Pada pemilu
1971, jumlah partai politik masih cukup banyak. Tetapi pada pemilu 1977, jumlah partai
politik mulai dibatasi hanya tiga saja. Bahkan secara resmi yang disebut sebagai partai politik
hanya dua saja, yaitu PPP dan PDI. Sedangkan Golkar tidak disebut sebagai partai politik,
melainkan golongan karya saja.
Tidak jarang banyaknya partai politik yang membingungkan masyarakat dan adanya
partai tidak lagi memiliki fungsi seperti yang mereka harapkan membuat masyarakat menjadi
kurang motivasi untuk berperan sebagai pemilih dalam pemilu dan cenderung menjadi golput
(golongan putih) yang menolak memilih.

3
Dalam setiap Pemilu, masalah Golongan Putih (Golput) sering menjadi wacana yang
hangat dan krusial. Meski tidak terlalu signifikan, tetapi ada kecenderungan atau trend
peningkatan jumlah Golput dalam setiap pemilihan. Bahkan Golput adalah jumlah terbesar di
hampir setiap pemilihan di gelar.
Hasil survei dari LSI (Lembaga Survei Indonesia) merata-ratakan total partisipasi
politik rakyat dalam Pilkada sekitar 60 persen atau dengan kata lain rata-rata jumlah Golput
mencapai 40 persen.
Sejatinya Golput adalah fenomena yang alamiah. Fenomena ini ada di setiap
pemilihan umum di manapun itu, tidak terkecuali di Amerika Serikat. Hanya saja, tentunya
hal ini di batasi oleh jumlahnya. Di hampir setiap pemilihan, jumlah Golput akan di anggap
sehat jika jumlah Golput dalam kitaran 30 persen, meski banyak pemilihan jumlah Golputnya
melampaui titik itu, mencapai kitaran 40 persen.
Bagi sebagian kalangan, jumlah ini dinilai normal dalam penerapan sistem demokrasi
di sebuah Negara. Karena adalah mustahil untuk meningkatkan partisipasi politik rakyat
dalam Pemilu mencapai 100 persen. Begitupun, besar kecilnya jumlah Golput akan sangat
tergantung dan maksimal tidaknya upaya yang dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah


Dalam penyusunan makalah ini penulis mengajukan beberapa perumusan masalah, yaitu:
1. Apa itu politik, partai politik dan fungsi partai politik?
2. Bagaimana partisipasi politik masyarakat saat ini?
3. Bagaimana fungsi partai politik dapat menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk
mengikuti Pemilu khususnya sebagai pemilih?

1.3 Tujuan dan Manfaat


Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Menyampaikan gambaran partisipasi masyarakat dalam Pemilu.
2. Menyampaikan gagasan fungsi politik yang masih menjadi daya tarik bagi
masyarakat.
3. Memberikan saran agar masyarakat mau berpartisipasi dalam pemilu.

4
Karya tulis ini diharapkan bermanfaat:
1. Bagi pemerintah, sebagai masukan dalam merumuskan kebijakan mengenai pemilu
dan partai politik;
2. Bagi partai politik, sebagai referensi dan masukan mengenai bagaimana
memaksimalkan fungsi-fungsi partai dan memotivasi masyarakat untuk berpartisipasi
dalam Pemilu;
3. Bagi masyarakat, sebagai wacana dan motivasi dalam mempersiapkan diri menjadi
pemilih dalam Pemilu;
4. Bagi mahasiswa, sebagai referensi dalam proses pembelajaran.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Politik
Menurut Miriam Budiarjo politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu
sistem politik atau Negara yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan system itu dan
melaksanakan tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan mengenai apakah yang menjadi
tujuan dari system politik itu menyangkut seleksi antara beberapa alternative dan penyusunan
skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih itu. Untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu
tentu diperlukan kebijakan-kebijakan umum yang menyangkut pengaturan dan atau alokasi
dari sumber-sumber resources yang ada. Untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan itu, perlu
dimiliki kekuasaan dan kewenangan, yang akan dipakai baik untuk membina kerja sama
maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses ini. Cara-cara yang
dipakainya dapat bersifat paksaan. Tanpa unsure paksaan kebijakan ini hanya merupakan
perumusan keinginan belaka. Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh
masyarakat, bukan tujuan pribadi seorang. Selain itu politik menyangkut kegiatan berbagai
kelompok termasuk partai politik dan kegiatan individu.
Menurut Inu Kencana Syafiie, politik dalam bahasa Arabnya disebut “siyasyah” atau
dalam bahasa Inggris “politics”. Politik itu sendiri berarti cerdik dan bijaksana. Pada dasarnya
politik mempunyai ruang lingkup Negara, membicarakan politik galibnya adalah
membicarakan Negara, karena teori politik menyelidiki Negara sebagai lembaga politik yang
mempengaruhi hidup masyarakat, jadi Negara dalam keadaan bergerak. Selain itu politik juga
menyelidiki ide-ide, asas-asas, sejarah pembentukan Negara, hakekat Negara, serta bentuk
dan tujuan Negara, disamping menyelidiki hal-hal seperti kelompok penekan, kelompok
kepentingan, elit politik, pendapat umum, peranan partai, dan pemilihan umum.
Menurut Arifin Rahman kata politik berasal dari bahasa Yunani “polis” adalah kota
yang berstatus Negara/Negara kota. Segala aktivitas yang dijalankan oleh polis untuk
kelestarian dan perkembangannya disebut “politike techne”. Kemudian ia juga berpendapat
politik ialah pengertian dan kemahiran untuk mencukupi dan menyelenggarakan keperluan
maupun kepentingan bangsa dan Negara.

6
2.2 Partai Politik
Sebelum menelusuri tentang partai politik, terlebih dahulu akan dijelaskan beberapa
pengertian dasar yang terkait dengan konsep tersebut antara lain partai dan politik. Menurut
Miriam Budiardjo dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Politik mengemukakan definisi politik
sebagai berikut: “Politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau
negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistim itu dan melaksanakan
tujuan-tujuan itu” (Budiardjo, 2002). Berdasarkan definisi di tersebut, dapat dikemukakan
politik merupakan kegiatan-kegiatan yang terjadi dalam suatu negara dalam mencapai dan
melaksanakan tujuan yang telah dibuat. Kegiatan tersebut menyangkut proses menentukan
tujuan-tujuan dari suatu negara dan melaksanakan tujuan-tujuan tersebut.
Menurut Karl W. Deutsch definisi politik sebagai berikut: “Politik adalah
pengambilan keputusan melalui sarana umum” (Deutsch dalam Budiardjo, 2002). Maksud
dari definisi di atas politik merupakan pengambilan keputusan yang dilakukan suatu negara
melalui sarana umum, sarana umum yaitu menyangkut tindakan umum atau nilai nilai.
Menurut Miriam Budiardjo, definisi partai politik sebagai berikut:
“Partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisasi yang anggota-anggotanya
mempunyai orientasi nilai-nilai dan cita-cita sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk
memperoleh kekuasaan politik (biasanya) dengan cara konstitusional untuk melaksanakan
kebijaksanaan mereka” (Budiardjo dalam Sumarno, 2006).
Berdasarkan definisi di atas partai politik pada umumnya terwujud berdasarkan
persamaan kehendak atau cita-cita yang akan dicapai bersama. Kehadiran partai politik dalam
kegiatan partisipasi politik memberi warna tersendiri, hal ini berdasar pada fungsi yang
melekat pada partai politik tersebut.

2.3. Fungsi Partai Politik


Partai politik merupakan organisasi politik yang dibentuk dengan suatu tujuan dan
melaksanakan fungsi-fungsi tertentu guna pencapaian tujuannya. Menjalankan fungsi-fungsi
tersebut merupakan ciri negara yang berdemokrasi. Fungsi utama partai politik adalah
mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program-program berdasarkan
ideologi tertentu. Selain fungsi utama tersebut terdapat beberapa fungsi lain yang
dilaksanakan parpol, seperti yang dikemukakan oleh Ramlan Surbakti, 2002 yaitu:
1. Fungsi rekrutmen politik.
2. Fungsi partisipasi politik.
3. Fungsi pemadu kepentingan.

7
4. Fungsi komunikasi politik.
5. Fungsi pengendali konflik.
6. Fungsi kontrol politik.
Sementara itu menurut Budiardjo, 2002 fungsi partai politik mencakup :

1. Sarana komunikasi politik


2. Sosialisasi politik (political socialization)
3. Sarana rekruitmen politik (political recruitment)
4. Pengatur konflik (conflict management).

Partai politik memiliki sejumlah fungsi dalam mencari dan mempertahankan


kekuasaan politik dalam suatu negara. Fungsi partai politik satu sama lainnya memiliki kaitan
dalam kelangsungan hidup politik partai. Penjelasan hasil studi tentang fungsi partai politik
selama ini masih belum final, walaupun beberapa ahli politik telah mengasumsikan fungsi
partai politik ke dalam tujuh fungsi utama, selain daripada untuk mencari dan
mempertahankan kekuasaan politik secara konstitusional. Dalam fungsi partai menurut
Surbakti, 2002 ini penulis mengambil fungsi ke-2 yaitu partisipasi politik dan dalam fungsi
partai menurut Budihardjo penulis mengambil fungsi sosialisasi politik di mana hal tersebut
berkaitan dengan judul yang diambil.

2.4 Partisipasi Politik


Partisipasi politik merupakan faktor terpenting dalam suatu pengambilan keputusan,
karena tanpa partisipasi politik keputusan yang dibuat oleh pemerintah tidak akan berjalan
dengan baik. Sebelum menguraikan pengertian partisipasi politik, maka penulis menguraikan
terlebih dahulu definisi partisipasi, bahwa:
“Partisipasi merupakan salah salah satu aspek penting demokrasi. Asumsi yang mendasari
demokrasi (dan partisipasi) orang yang paling tahu tentang apa yang baik bagi dirinya
adalah orang itu. Karena keputusan politik yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah
menyangkut dan mempengaruhi kehidupan warga masyarakat maka warga masyarakat
berhak ikut serta menentukan isi keputusan politik” (Surbakti, 1992).
Bertolak dari pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa partisipasi itu sikap individu
atau kelompok atau organisasi warga masyarakat yang terlibat atau ikut serta dalam
pencapaian tujuan dan dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat.

8
Partisipasi yang dikutip dari buku “Pengantar Ilmu Pemerintahan” mengatakan
bahwa:
“Partisipasi adalah penentuan sikap dan keterlibatan hasrat setiap individu dalam situasi
dan kondisi organisasinya, sehingga pada akhirnya mendorong individu tersebut untuk
berperan serta dalam pencapaian tujuan organisasi, serta ambil bagian dalam setiap
pertanggungjawaban bersama” (Syafiie, 2001).
Berdasarkan definisi di atas, partisipasi merupakan keterlibatan individu dalam situasi
dan kondisi organisasinya. Keterlibatan tersebut dapat mendorong individu untuk berperan
serta dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh organisasinya yaitu partai politik.
Sedangkan pengertian partisipasi politik didefinisikan sebagai berikut:
“Kegiatan warganegara (private citizen) yang bertujuan mempengaruhi pengambilan
keputusan oleh pemerintah” (Huntington dan Joan Nelson, 1994).
Maksud dari definisi di atas, kegiatan yang dilakukan oleh warganegara yang tidak
terikat, tujuannya untuk mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah.
Partisipasi politik dalam buku “Partisipasi dan Partai Politik” didefinisikan sebagai
berikut:
“Partisipasi politik adalah kegiatan seorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara
aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan Negara dan, secara
langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy)”
(Budiardjo, 1981).
Berdasarkan pengertian di atas, kegiatan tersebut mencakup tindakan seperti
memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu
partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan (contacting) dengan pejabat
pemerintah atau anggota parlemen.

2.5 Dimensi Partisipasi Politik


Adapun dimensi partisipasi yang dapat mempengaruhi partisipasi politik masyarakat
dalam pemilihan umum seperti yang dikemukakan oleh James Rosenau yang dikutif dalam
bukunya Jalaluddin Rakhmat yang berjudul Komunikasi Politik Khalayak dan Efek antara
lain:
1) Gaya partisipasi
2) Motif partisipasi
3) Konsekuensi partisipasi seorang dalam politik
( Rakhmat: 2000)

9
2.5.1 Gaya partisipasi
Gaya mengacu kepada baik apa yang dilakukan maupun bagaimana ia melakukan
sesuatu kegiatan. Seperti gaya pembicaraan politik (antara singkat dan bertele-tele), gaya
umum partisipasi pun bervariasi. Adapun yang termasuk dalam gaya partisipasi sebagai
berikut:
a. Langsung/wakilan,
Orang yang melibatkan diri sendiri (actual) dengan hubungan yang dilakukan terus-
menerus dengan figur politik dengan cara menelepon, mengirim surat, dan mengunjungi
kantor pemerintah. Yang lain bertindak terhadap politikus, tetapi tidak bersama mereka,
misalnya mereka memberikan suara untuk memilih pejabat pemerintah yang belum pernah
dilihat atau ditemuinya.
b. Kentara/tak kentara,
Seseorang mengutarakan opini politik, hal itu bisa meningkatkan kemungkinan
diperolehnya keuntungan material (seperti jika mendukung seorang kandidat politik dengan
imbalan diangkat untuk menduduki jabatan dalam pemerintahan).
c. Individual/kolektif
Bahwa tekanan dalam sosialisasi masa kanak-kanak, terutama dalam kelas-kelas
pertama sekolah dasar, adalah pada gaya partisipasi individual (memberikan suara, mengirim
surat kepada pejabat, dsb). Bukan pada memasuki kelompok terorganisasi atau pada
demontrasi untuk memberikan tekanan kolektif kepada pembuatan kebijakan.
d. Sistematik/acak
Beberapa individu berpartisipasi dalam politik untuk mencapai tujuan tertentu,
mereka bertindak bukan karena dorongan hati, melainkan berdasarkan perhitungan, pikiran,
perasaan, dan usul mereka utnuk melakukan sesuatu bersifat konsisten, tidak berkontradisi,
dan tindakan mereka kesinambungan dan teguh, bukan sewaktu-waktu atau dengan intensitas
yang berubah-ubah.
e. Terbuka/tersembunyi
Orang yang mengungkapkan opini politik dengan terang-terangan dan tanpa ragu-
ragu, dan yang menggunakan berbagai alat yang dapat diamati untuk melakukannya, bergaya
partisipasi terbuka.
f. Berkomitmen/ tak berkomitmen
Warga negara berbeda-beda dalam intensitas partisipasi politiknya. Orang yang sangat
mendukung tujuan, kandidat, kebijakan, atau program bertindak dengan semangat dan

10
antusias; ciri yang tidak terdapat pada orang yang memandang pemilihan umum hanya
sebagai memilih satu orang dengan orang lain yang tidak ada bedanya.
g. Derita/kesenangan
Seseorang bisa menaruh perhatian politik dan melibatkan deritanya karena kegiatan
politik itu sendiri merupakan kegiatan yang menyenangkan. Yang lain ingin mencapai
sesuatu yang lebih jauh dari politik melalui partisipasi.

2.5.2 Motif partisipasi


Berbagai faktor meningkatkan atau menekan partisipasi politik. Salah satu perangkat
faktor itu menyangkut motif orang yang membuatnya ambil bagian. Motif-motif ini, seperti
gaya partisipasi yang diberikannya berbeda-beda dalam beberapa hal sebagai berikut:
a. Sengaja/tak sengaja
Beberapa warga negara mencari informasi dan berhasrat menjadi berpengetahuan,
mempengaruhi suara legislator, atau mengarahkan kebijaksanaan pejabat
pemerintahan
b. Rasional/emosional
Orang yang berhasrat mencapai tujuan tertentu, yang dengan teliti
mempertimbangkan alat alternatif untuk mencapai tujuan itu, dan kemudian memilih
yang paling menguntungkan di pandang dari segi pengorbanan dan hasilnya disebut
bermotivasi rasional.
c. Kebutuhan psikologis/sosial
Bahwa kadang-kadang orang memproyeksikan kebutuhan psikologis mereka pada
objek-objek politik misalnya, dalam mendukung pemimpin politik karena kebutuhan
yang mendalam untuk tunduk kepada autoritas, atau ketika memproyeksikan
ketidakcukupannya pada berbagai kelas “musuh” politik yang dipersepsi-minoritas,
negara asing, atau politikus dari partai oposisi.
d. Diarahkan dari dalam/dari luar
Perbedaan partisipasi politik yang dengan motivasi batiniah dan motivasi sosial untuk
berpartisipasi politik.
e. Berpikir/tanpa berpikir
Setiap orang berbeda dalam tingkat kesadarannya ketika menyusun tindakan politik.
Perilaku yang dipikirkan meliputi interpretasi aktif dari tindakan seseorang dan
perkiraaan konsekuensi tindakan itu terhadap dirinya dan orang lain.

11
2.5.3 Konsekuensi partisipasi seorang dalam politik
Partisipasi politik yang dipikirkan dan interpretatif dibandingkan dengan jenis yang
kurang dipikirkan dan lebih tanpa disadari menimbulkan pertanyaan tentang apa konsekuensi
partisipasi bagi peran seseorang dalam politik pada umumnya. Konsekuensi partisipasi
seorang dalam politik tersebut memiliki beberapa hal antara lain:
a. Fungsional/disfungsional
Tidak setiap bentuk partisipasi mengajukan tujuan seseorang. Jika misalnya tujuan
seorang warga negara adalah melaksanakan kewajiban Kewarganegaraan yang
dipersepsi, maka pemberian suara merupakan cara fungsional untuk melakukannya.
b. Sinambung/terputus
Jika partisipasi politik seseorang membantu meneruskan situasi, program, pemerintah
atau keadaan yang berlaku, maka konsekuensinya sinambung. Jika partisipasi itu
mengganggu kesinambungan kekuatan yang ada, merusak rutin dan ritual, dan
mengancam stabilitas, partisipasi itu terputus.
c. Mendukung/menuntut
Melalui beberapa tipe tindakan, orang menunjukan dukungan mereka terhadap rezim
politik yang ada dengan memberikan suara, membayar pajak, mematuhi hukum,
menyanyikan lagu kebangsaan, berikrar setia kepada bendera, dan sebagainya.
Melalui tindakan yang lain mereka mengajukan tuntutan kepada pejabat pemeintahan,
mengajukan petisi kepada anggota kongres dengan surat, kunjungan, dan tetepon;
lobbying atau menarik kembali dukungan financial dari kampaye kendidat.

Berdasarkan dimensi partisipasi politik di atas, bahwa dalam partisipasi politik orang
mengambil bagian dalam politik dengan berbagai cara. Cara-cara itu berbeda-beda dalam tiga
hal atau dimensi yakni: gaya umum partisipasi, motif partisipasi yang mendasari kegiatan
mereka, dan konsekuensi berpartisipasi pada peran seseorang dalam politik

2.6 Memaksimalkan Fungsi Partai Politik


Empat fungsi partai politik itu menurut Miriam Budiardjo, meliputi sarana : 1. sarana
komunikasi politik, 2. sosialisasi politik (political socialization), 3. sarana rekruitmen politik
(political recruitment), dan 4. pengatur konflik (conflict management). Sebagai sarana
komunikasi politik, partai berperan sangat penting dalam upaya mengartikulasikan
kepentingan (interests articulation) atau “political interests” yang terdapat atau kadang-
kadang yang tersembunyi dalam masyarakat. Berbagai kepentingan itu diserap sebaik-

12
baiknya oleh partai politik menjadi ide-ide, visi dan kebijakan-kebijakan partai politik yang
bersangkutan. Setelah itu, ide-ide dan kebijakan atau aspirasi kebijakan itu diadvokasikan
sehingga dapat diharapkan mempengaruhi atau bahkan menjadi materi kebijakan kenegaraan
yang resmi.
Terkait dengan komunikasi politik itu, partai politik juga berperan penting dalam
melakukan sosialisasi politik (political socialization). Ide, visi dan kebijakan strategis yang
menjadi pilihan partai politik dimasyarakatkan kepada konstituen untuk mendapatkan
‘feedback’ berupa dukungan dari masyarakat luas. Terkait dengan sosialisasi politik ini,
partai juga berperan sangat penting dalam rangka pendidikan politik. Partai lah yang menjadi
struktur-antara atau ‘intermediate structure’ yang harus memainkan peran dalam
membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara.
Misalnya, dalam rangka keperluan memasyarakatkan kesadaran negara berkonstitusi,
partai dapat memainkan peran yang penting. Tentu, pentingnya peran partai politik dalam hal
ini, tidak boleh diartikan bahwa hanya partai politik saja yang mempunyai tanggung jawab
eksklusif untuk memasyarakatkan UUD. Semua kalangan, dan bahkan para pemimpin politik
yang duduk di dalam jabatan-jabatan publik, khususnya pimpinan pemerintahan eksekutif
mempunyai tanggung jawab yang sama untuk itu. Yang hendak ditekankan disini adalah
bahwa peranan partai politik dalam rangka pendidikan politik dan sosialisasi politik itu sangat
lah besar.
Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen politik (political recruitment).
Partai dibentuk memang dimaksudkan untuk menjadi kendaraan yang sah untuk menyeleksi
kader-kader pemimpin negara pada jenjang-jenjang dan posisi-posisi tertentu. Kader-kader
itu ada yang dipilih secara langsung oleh rakyat, ada pula yang dipilih melalui cara yang tidak
langsung, seperti oleh Dewan Perwakilan Rakyat, ataupun melalui cara-cara yang tidak
langsung lainnya. Tentu tidak semua jabatan yang dapat diisi oleh peranan partai politik
sebagai sarana rekruitmen politik. Jabatan-jabatan profesional di bidang-bidang kepegawai-
negerian, dan lain-lain yang tidak bersifat politik (poticial appointment), tidak boleh
melibatkan peran partai politik. Partai hanya boleh terlibat dalam pengisian jabatan-jabatan
yang bersifat politik dan karena itu memerlukan pengangkatan pejabatnya melalui prosedur
politik pula (political appointment).
Untuk menghindarkan terjadinya percampuradukan, perlu dimengerti benar perbedaan
antara jabatan-jabatan yang bersifat politik itu dengan jabatan-jabatan yang bersifat teknis-
administratif dan profesional. Di lingkungan kementerian, hanya ada 1 jabatan saja yang
bersifat politik, yaitu Menteri. Sedangkan para pembantu Menteri di lingkungan instansi yang

13
dipimpinnya adalah pegawai negeri sipil yang tunduk kepada peraturan perundang-undangan
yang berlaku di bidang kepegawaian.
Jabatan dibedakan antara jabatan negara dan jabatan pegawai negeri. Yang
menduduki jabatan negara disebut sebagai pejabat negara. Seharusnya, supaya sederhana,
yang menduduki jabatan pegawai negeri disebut pejabat negeri. Dalam jabatan negeri atau
jabatan pegawai negeri, khususnya pegawai negeri sipil, dikenal adanya dua jenis jabatan,
yaitu jabatan struktural dan jabatan fungsional.
Jenjang jabatan itu masing-masing telah ditentukan dengan sangat jelas hirarkinya
dalam rangka penjenjangan karir. Misalnya, jenjang jabatan struktural tersusun dalam mulai
dari eselon 5, 4, 3, 2, sampai ke eselon 1. Untuk jabatan fungsional, jenjang jabatannya
ditentukan berdasarkan sifat pekerjaan di masing-masing unit kerja. Misalnya, untuk dosen di
perguruan tinggi yang paling tinggi adalah guru besar. Jenjang di bawahnya adalah guru
besar madya, lektor kepala, lektor kepala madya, lektor, lektor madya, lektor muda, dan
asisten ahli, asisten ahli madya, asisten. Di bidang-bidang lain, baik jenjang maupun
nomenklatur yang dipakai berbeda-beda tergantung bidang pekerjaannya.
Untuk pengisian jabatan atau rekruitmen pejabat negara/kenegaraan, baik langsung
ataupun tidak langsung, partai politik dapat berperan. Dalam hal ini lah, fungsi partai politik
dalam rangka rekruitmen politik (political recruitment) dianggap penting. Sedangkan untuk
pengisian jabatan negeri seperti tersebut di atas, partai sudah seharusnya dilarang untuk
terlibat dan melibatkan diri.
Fungsi keempat adalah pengatur dan pengelola konflik yang terjadi dalam masyarakat
(conflict management). Seperti sudah disebut di atas, nilai-nilai (values) dan kepentingan-
kepentingan (interests) yang tumbuh dalam kehidupan masyarakat sangat beraneka ragam,
rumit, dan cenderung saling bersaing dan bertabrakan satu sama lain. Jika partai politiknya
banyak, berbagai kepentingan yang beraneka ragam itu dapat disalurkan melalui polarisasi
partai-partai politik yang menawarkan ideologi, program, dan altrernatif kebijakan yang
berbeda-beda satu sama lain.
Dengan perkataan lain, sebagai pengatur atau pengelola konflik (conflict
management) partai berperan sebagai sarana agregasi kepentingan (aggregation of interests)
yang menyalurkan ragam kepentingan yang berbeda-beda itu melalui saluran kelembagaan
politik partai. Karena itu, dalam kategori Yves Meny dan Andrew Knapp, fungsi pengeloa
konflik dapat dikaitkan dengan fungsi integrasi partai politik. Partai mengagregasikan dan
mengintegrasikan beragam kepentingan itu dengan cara menyalurkannya dengan sebaik-
baiknya untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan politik kenegaraan.

14
2.7 Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu
Salah satu hal mendasar menyebabkan besarnya jumlah Golput adalah adanya
motivasi yang beragam dari para peserta pemilu. Motivasi tersebut lebih cenderung pada
kepentingan politik semata dengan mengabaikan hal-hal ini seperti pendidikan politik rakyat.
Dalam kampanyenya para Caleg akan lebih cenderung mengajak rakyat untuk
memilih dirinya atau tidak memilih. Ini yang saya maksud kampanye yang hanya di motivasi
oleh kepentingan politik. Kondisi akan berbeda jika ada muatan untuk
memberikan pendidikan politik bagi rakyat. Bahwa rakyat adalah pemegang kedaulatan yang
memiliki tanggung jawab, hak dan kewajiban untuk secara demokratis paling kurang dalam
dua hal yaitu memilih pemimpin yang akan membentuk pemerintahan guna mengurus dan
melayani seluruh komponen masyarakat, ke dua untuk memilih wakil rakyat yang akan di
tugasi mengawal dan mengawasi jalannya pemerintah.
Secara lebih tegas lagi mengenai pendidikan politik dapat dilihat dalam Pasal 31 UU
Nomor 2 tahun 2008, yang menyatakan bahwa Partai politik melakukan pendidikan politik
bagi masyarakat sesuai ruang lingkup tanggung jawabnya dengan memperhatikan keadilan
dan kesetaraan gender dan tujuannya antara lain: Meningkatkan kesadaran hak dan kewajiban
masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif
masyarakat, meningkatkan kemandirian, kedewasaan, dan membangun karakter bangsa
dalam rangka memelihara persatuan dan kesatuan bangsa.
Atas dasar ini pendidikan rakyat adalah hal yang strategis untuk menimbulkan efek
Pemilu yang lebih berkualitas. Melihat penyebab munculnya Golput di Indonesia karena
kurangnya sosialisasi dan pemahaman politik yang benar, makapendidikan politik ini juga
berpotensi untuk meningkatkan tingkat partisipasi politik rakyat.
Partai politik merupakan organisasi politik yang dibentuk dengan suatu tujuan dan
melaksanakan fungsi-fungsi tertentu guna pencapaian tujuannya. Menjalankan fungsi-fungsi
tersebut merupakan ciri negara yang berdemokrasi. Fungsi utama partai politik adalah
mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program-program berdasarkan
ideologi tertentu. Selain fungsi utama tersebut terdapat beberapa fungsi lain yang
dilaksanakan parpol, seperti yang dikemukakan (Surbakti, 2002). Salah satunya pada fungsi
input, dimana partai politik menjadi sarana sosialisasi politik, komunikasi politik, rekruitmen
politik, agregasi kepentingan, dan artikulasi kepentingan. Fungsi partai politik yang perlu di
maksimalkan adalah fungsi sosialisasi. Masyarakat tidak akan mengetahui bagaimana fungsi
tersebut apabila tidak ada sosialisasi kepada mereka dan sarana sosialisasi yang utama dapat
dilakukan melalui pendidikan politik.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Masyarakat memerlukan pandangan mengenai manfaat dan fungsi partai untuk
kehidupan berbangsa. Pandangan mengenai fungsi partai dapat disampaikan oleh partai
sendiri dengan sarana pendidikan politik ke basis masyarakat. Sasaran pendidikan pemilihan
adalah tumbuhnya partisipasi politik dan inisiatif masyarakat dalam pemilihan umum.
Dengan adanya kesadaran berpolitik dari pemilihan dapat menstimulus pemilih dan
lingkungannya untuk secara aktif mendaftarkan diri sebagai pemilih. Bahwa pendidikan
pemilih tidak semata-mata menjadi tanggung jawab penyelenggara, tapi pemerintah dan
partai politik juga mempunyai tanggung jawab yang besar dalam melakukan pendidikan
pemilih ini.
Pendidikan pemilih pada 2014 harus di kemas sedemikian rupa, lebih komplit karena
perubahan undang-undang politik yang akan menjadi dasar penyelenggaraan pemilu 2014
diperkirakan menimbulkan kesulitan baru bagi pemilih, terutama cara pemberian suara.
Akhirnya, peluang untuk meminimalisir atau meletakkan jumlah Golput pada posisi normal
dan ideal masih terbuka luas, dengan melakukan pendidikan politik ke basis rakyat.

3.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan oleh penulis
 Bagi pemerintah, hendaknya merumuskan kebijakan mengenai Pemilu dengan sebaik-
baiknya, menyeleksi jumlah partai dengan ketat, dan melakukan sosialisasi politik
secara maksimal kepada masyarakat.
 Bagi partai politik, hendaknnya memaksimalkan fungsi-fungsi partai yang berkaitan
dengan komunikasi, partisipasi, dan sosialisasi untuk melakukan pendidikan politik
kepada masyarakat.
 Bagi masyarakat, hendaknya mau dan mampu berpikir terbuka mengenai manfaat dan
fungsi partai bagi kemajuan perpolitikan bangsa.
 Bagi mahasiswa, hendaknya selalu memperbaharui informasi terkait dengan
perkembangan perpolitikan di Indonesia untuk meningkatkan pandangan dan
pemikiran aktual mengenai kondisi bangsa sehingga dapat membantu penyelesaian
masalah yang ada melalui keilmuan yang dimiliki.

16
DAFTAR PUSTAKA

Budiardjo, Miriam, Prof. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Budiardjo, Miriam. 1981. Partisiipasi dan Partai Politik (Sebuah Bunga Rampai). Jakarta:
PT.Gramedia.
Huntington, Samuel P, Joan Nelson. 1994. Partisipasi Politik di Negara Berkembang. Jakarta: Rineka
Cipta.
Rahman Arifin. 2002. Sistem Politik Indonesia, Dalam Perspektif Struktural Fungsional. Surabaya:
SIC.
Rahmat, Jalaludin. 2000. Komunikasi Politik. Bandung: Rosda.
Soemarno. 2002. Komunikasi Politik Sebagai Suatu Pengantar. Bandung: Mandar Maju.
Surbakti Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Syafiie, Inu Kencana. 2001. Pengantar Ilmu Pemerintahan. Bandung: Refika Aditama.
Syafiie, Inu Kencana. 2003. Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia. Bandung: Refika Aditama.

Ramli, MM, 2009. “Meningkatkan Partisipasi Politik Rakyat Dalam Pemilu”.


http://beritasore.com/2009/01/27/meningkatkan-partisipasi-politik-rakyat-dalam-pemilu/ diakses pada
tanggal 30 Juni 2017, pkl 13.00 WITA.

_________“Sasaran Kelas Pemilu Capai 4.000 Orang”.


http://kpu.bantulkab.go.id/index.php?pages=beritalkp&news_id=83 diakses pada tanggal 30 Juni
2017, pkl 13.00 WITA.
Yves Meny and Andrew Knapp, 1998. Government and Politics in Western Europe: Britain, France,
Italy, Germany, third edition, Oxford University Press.

17

Anda mungkin juga menyukai