Definisi Meningitis Meningokokus adalah penyakit akut radang selaput otak yang disebabkan
oleh bakteri Neisseria meningitidis. Meningitis merupakan penyebab utama kematian dan
kesakitan di seluruh dunia. Pencegahan dapat dilakukan dengan imunisasi dan
kemoprofilaksis untuk orang-orang yang kontak dengan penderita meningitis dan karier.
Tujuan Imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan tubuh terhadap penyakit meningitis
meningokokus tertentu, sesuai dengan vaksin yang diberikan kepada calon jemaah haji.
Sasaran Imunisasi diberikan kepada seluruh calon/jemaah haji, petugas PPIH (Panitia
Penyelenggaraan Ibadah Haji) di Arab Saudi, Tim Kesehatan Haji Indonesia yang bertugas
menyertai jemaah (kloter) dan petugas kesehatan di embarkasi/debarkasi.
1. Imunisasi Meningitis meningokokus pada calon jemaah haji diberikan minimal 10 hari
sebelum keberangkatan ke Arab Saudi.
2. Bila imunisasi diberikan kurang dari 10 hari sejak keberangkatan ke Arab Saudi harus
diberikan profilaksis dengan antimikroba yang sensitif terhadap Neisseria meningitidis.
3. Pelaksanaan imunisasi bersamaan dengan pemeriksaan kesehatan kedua di Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
4. Komposisi Vaksin dan Kemasan Vaksin ACW135Y adalah preparat posacharida murni
yang diambil dari bahan Neisseria meningitidis group ACW135Y. Terdapat 2 kemasan yaitu
: dosis tunggal dan multi dosis (10 dosis)
. 5. Cara Penyimpanan Vaksin a. Penyimpanan vaksin dalam lemari es pada suhu 2 – 8°C b.
Pelarut dapat disimpan dalam suhu kamar
6. Cara Pelarutan dan Cara Imunisasi a. Ambil cairan pelarut, seluruh cairan pelarut disedot
ke dalam semprit kemudian dimasukkan ke dalam botol vaksin, kocok perlahan-lahan sampai
vaksin larut semua. b. Vaksin yang telah dilarutkan disimpan dalam termos es atau lemari es
dengan suhu 2 – 8°C c. Vaksin diberikan dengan dosis 0,5 cc untuk umur 2 tahun ke atas dan
0,3 cc untuk umur di bawah 2 tahun d. Kulit di lengan kiri atas didesinfeksi dengan kapas
alcohol kemudian dengan menggunakan semprit 1 cc vaksin disuntikkan secara subkutan
dalam. e. Vaksin yang telah dilarutkan dan atau sisa vaksin yang telah dipakai tidak dapat
digunakan lagi setelah 8 jam.
7. Efikasi vaksin, Daya lindung dan Imunisasi Ulang (Revaksinasi) a. Efikasi vaksin : 95% b.
Daya lindung/proteksi kekebalan 2 tahun, antibody terbentuk 10 hari setelah imunisasi c.
Imunisasi ulang dilakukan setelah 2 tahun
8. Kontraindikasi Wanita hamil, panas tinggi serta bagi meraka yang peka atau alergi
terhadap phenol.
9. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) a. Hampir tidak ada, kadang-kadang timbul bercak
kemerahan (skin rash) yang sangat ringan dan dapat terjadi syok anafilaksis (renjatan). b. Bila
terjadi syok dapat diatasi dengan suntikan Adrenalin 1 : 1000 dengan dosis 0,2 – 0,3 cc secara
intramuscular (IM) c. Sebagai tindakan pengamanan setelah diimunisasi, dianjurkan
menunggu selama 30 menit.
10. Pencatatan
a. Setelah imunisasi meningitis meningokokus tetravalent kemudian dicatat pada kartu
International Certificate of Vaccination (ICV) yang berlaku maksimal 2 tahun: nama calon
jemaah haji, nomor paspor, tanggal imunisasi, nama vaksin, nomor vaksin/batch number dan
dosis.
b. ICV ditandatangani oleh dokter yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota atau dokter yang ditunjuk oleh Kepala KKP Embarkasi dan distempel “Port
Health Authority” (bukan stempel dinas kesehatan kabupaten/kota atau Puskesmas)
c. Bagi calon jemaah Haji yang tidak mempunyai bukti imunisasi meningitis meningokokus
tetravalent harus imunisasi di pelabuhan embarkasi dan diberi kartu ICV serta minum
antimikroba yang sensitif terhadap Neisseria meningitidis sebagai profilaksis.
Home
Kesehatan Lingkungan
Kesehatan Masyarakat
Kesehatan Keluarga
Kesehatan Wanita
Comments RSS
Feeds
Beranda
Peta Situs
Artikel tentang :
Tentang Meningitis Meningokokus
Meningitis meningokokus adalah radang selaput otak / sumsum tulang belakang yang
terjadi secara akut. Penyakit ini cepat menular, dapat menyebabkan kematian dan bila
sembuh dapat meninggalkan gejala sisa akibat kerusakan di otak.
Penyakit ini dikenal juga dengan nama Meningococcal infection, Carebrospinal fever,
Meningococcemia
AGEN PENYEBAB
Penyebab penyakit adalah bakteri Neisseriae meningitidis (N.meningitidis) disebut juga
Meningokokus Neisseriae adalah sekelompok kokus gram negatif.
Ciri khas organisma ini adalah diplokokus gram negatif, tidak bergerak dan tidak membentuk
spora.
Meningokokus ini dapat dikiasifikasikan dalam beberapa group yaitu A, B, C, D, I, H, K, L,
X, Y, Z, W-135 dan 29 E. Group Asering sebagai penyebab wabah, sedangkan dalam
keadaan endemis umumnya group B dan C. Kuman ini dapat dimatikan cepat dengan
pengeringan, sinar matahari, pemanasan basah dan desinfektan, tetapi tahan pada pembekuan
(udara dingin).
RESERVOIR
Manusia adalah satu-satunya tuan rumah (reservoir) alami bagi Neisseriae meningitidis
patogen (Benenson 1987, Anjaparidze 1996).
PENYEBARAN INFEKSI
Meningokokus umumnya ditularkan melalui sekret respirasi, hidung dan tenggorokan
(droplet infection). Hampir semua infeksi didapat dari “carrier” yang jumlahnya jauh lebih
banyak dibandingkan dengan kasusnya. “Carrier” N.meningitidis adalah orang yang
mengidap kuman tersebut tanpa adanya gejala klinis. Kuman tersebut bersarang dalam
nasofaring beberapa bulan lamanya.
Ratio kasus dengan “carrier” didaerah endemis adalah 1 : 10.000, sedangkan didaerah
epidemi 1 :100. Diperkirakan dengan “carrier rate” 20% dari suatu populasi dapat merupakan
ancaman untuk terjadinya “out break”, tetapi perkiraan ini tidak banyak dianut lagi karena
“out break” dapat terjadi pada “carrier rate” rendah sedangkan “out break” lebih ditentukan
oleh sifat virulensikumannya (WHO 1995).
Penularan pada umumnya melatui kontak Iangsung (erat) dengan kasus atau “Carrier” nya.
Pada jarak lebih dan 100 cm diduga dapat menghindari penularan meningokokus
(Goldsneider et al, 1969).
Penularan penyakit masih dapat berlangsung terus hingga 24 jam setelah
pengobatan (Benenson 1987).
PATOGENESIS
Kuman N. meningitidis masuk kedalam tubuh manusia melalui saluran nafas bagian atas.
Umumnya wabah Meningitis meningokokusterjadi pada musim panas yang panjang dan
kering. Perbedaan suhu tubuh dan udara dilingkungannya serta pengaruh udara yang kering
dapat menyebabkan kerusakan sel (lesi epithel mukosa) karena terjadinya denaturalisasi
pencairan
selaput lemak sel sehingga terjadi kerusakan mitochandria yang akan mengakibatkan
terjadinya metabolik asidosis dan hypoxia cellulair. Kondisi ini akan mempermudah
masuknya bakteri kedaiam tubuh yang kemudian akan berkembang biak di selaput
nasofaring.
Orang yang terpajan N. meningitis dapat berkembang menjadi dua
kemungkinan yaitu:
Orang yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala sakit, walaupun kumannya bersarang
didalam nasofaring, orang tersebut sebagai ‘carrier’.
MASA INKUBASI
Masa inkubasi bervariasi antara 2 - 10 hari, umumnya 3 - 4 hari
DIAGNOSA KERJA
Diagnosa ditegakkan berdasarkan
1. Anamnesa
-Demam mendadak
-Sakit kepala
-Mual dan muntah
-Anorexia
-Kejang
-Sakit pada sendi.
DIAGNOSA BANDING
1. Perdarahan sub arachnoid
2. Abses retrofaring
3. Demam typhoid
4. Encephalitis
5. Tatanus
6. Sengatan panas
7. Pneumonia
8. Psikosis
Pembentukan antibody dalam tubuh 10 s.d 14 hari setelah vaksinasi. Efekasi vaksin 95%
dengan kekebalan ditubuh selama 2 s.d 3 tahun. Vaksin ini tidak boleh diberikan (kontra
indikasi) pada wanita hami
http://indonesiabisasehat.blogspot.com/2009/06/tentang-meningitis-meningokokus.html
3. Meningitis Meningokokus
a) Identifikasi.
Penyakit bakterial akut dengan katarektistik muncul demam mendadak, nyeri kepala hebat,
mual dan sering disertai muntah, kaku kuduk dan seringkali timbul ruam petekie dengan
makula merah muda atau sangat jarang berupa vesikel. Sering terjadi delirium dan koma;
pada kasus fulminan berat timbul gejala prostrasi mendadak, ecchymoses dan syok. Dulu
angka kematian mencapai >50% namun dengan diagnosa dini, terapi modern dan tindakan
suportif, angka kematian 5-15%. Lebih dari 5-15% penduduk di negara endemis merupakan
carrier tanpa gejala, ditemukan koloni Neisseria meningitidis di daerah nasofaring. Sebagian
kecil dari orang ini akan berkembang menjadi penyakit yang invasif dengan ditandai satu
atau lebih gejala klinis seperti bakteremia, sepsis, meningitis atau pneumonia.
Banyak pada penderita sepsis timbul ruam petekie, kadang-kadang disertai dengan nyeri dan
radang sendi. Meningococcemia dapat timbul tanpa mengenai selaput otak dan harus
dicurigai pada kasus-kasus demam akut yang tidak diketahui penyebabnya dengan ruam
petekie dan lekositosis. Pada meningococcemia fulminan angka kematian tetap tinggi
walaupun telah diobati dengan antibiotika yang tepat. Diagnosis pasti dibuat dengan
ditemukannya meningococci pada LCS atau darah. Pada kasus dengan kultur negatif,
diagnosis dibuat didukung dengan ditemukannya polisakarida terhadap grup sepesifik
meningococcal pada LCS dengan teknik IA, CIE dan teknik koaglutinasi; atau ditemukannya
DNA meningococcal pada LCS atau pada plasma dengan PCR. Pemeriksaan mikroskopis
dengan pewarnaan gram, sediaan yang diambil dari petekie organismenya dapat diketahui.
b) Penyebab Infeksi
c) Distribusi penyakit
Infeksi oleh meningokokus terjadi dimana-mana, namun puncaknya terjadi pada akhir musim
dingin dan awal musim semi. Pada awalnya infeksi meningokokus terjadi pada anak-anak
dan dewasa muda, di banyak negara laki-laki lebih banyak terserang daripada wanita, dan
sering terjadi pada pendatang baru yang berkumpul/berjejalan pada suatu tempat seperti di
dalam barak dan asrama penampungan. Wilayah yang selama ini diketahui sebagai daerah
yang insidensinya tinggi adalah AfrikaTengah dimana infeksi disebabkan oleh grup A.
d) Cara penularan
Penularan terjadi dengan kontak langsung seperti melalui droplet dari hidung dan
tenggorokan orang yang terinfeksi. Infeksi biasanya menyebabkan infeksi subklinis pada
mukosa. Invasi dengan jumlah bakteri yang cukup untuk menyebabkan terjadinya penyakit
sistemik sangat jarang. Prevalensi carrier yang mencapai 25% atau lebih dapat terjadi tanpa
ada kasus meningitis. Selama KLB lebih dari setengah laki-laki personil militer mungkin
sebagai carrier sehat kuman meningokokus. Penyebaran melalui barang dan alat-alat tidak
terbukti. Masa inkubasi bervariasi dari 2-10 hari, biasanya 3-4 hari.
e) Masa penularan
Penularan dapat terus terjadi sampai kuman meningokokus tidak ditemukan lagi di hidung
dan mulut. Meningokokus biasanya hilang dari nasofaring dalam waktu 24 jam setelah
pengobatan dengan antibiotika trerhadap mikroba yang masih sensitif terhadap antibiotika
tersebut apabila kadar obat mencapai konsentrasi yang cukup di dalam sekret orofaring.
Penisilin dapat menekan jumlah organisme untuk sementara namun biasanya tidak dapat
menghilangkan organisme ini dari oronasofaring.
Kerentanan terhadap penyakit klinis rendah dan menurun sesuai dengan umur; rasio antara
carrier dengan kasus sangat tinggi. Dan mereka yang di dalam darahnya kekurangan beberapa
komponen komplemen sangat mudah kambuh dan terserang penyakit ini lagi. Orang yang
telah diambil limpanya sangat mudah mengalami bakteriemia walaupun hanya mengalami
infeksi subklinis. Dapat muncul kekebalan spesifik terhadap grup bakteri yang menginfeksi.
Lamanya antibodi spesifik ini bertahan belum diketahui.
g) Cara-cara pemberantasan
Cara-cara pencegahan
1) Laporan ke instansi kesehatan setempat: Wajib dilaporkan di banyak negara bagian (di
Amerika) dan di beberapa negara di dunia, Kelas 2 A.
2) Isolasi: Lakukan isolasi saluran nafas selama 24 jam setelah dimulai pemberian
chemotherapy. 3) Disinfeksi serentak: lakukan desinfeksi terhadap discharge yang berasal
dari sekret hidung dan tenggorokan, dan barang-barang yang terkontaminasi. Pembersihan
menyeluruh.
6) Investigasi kontak dan sumber infeksi: Kultur dari tenggorokan dan nasofaring tidak
bermanfaat untuk menentukan siapa saja yang harus menerima pengobatan profilaksis karena
pembawa kuman sangat bervariasi dan tidak ada hubungan yang konsisten antara koloni yang
ditemukan secara normal pada populasi umum dengan koloni yang ditemukan pada saat
terjadi KLB.
7) Pengobatan spesifik: Penisilin yang diberikan parenteral dalam dosis yang adekuat
merupakan obat pilihan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh infeksi
meningokokus; ampisilin dan kloramfenikol juga efektif. Pengobatan harus segera dimulai
bila diagnosa terhadap tersangka telah ditegakkan, bahkan sebelum kuman meningokokus
dapat diidentifikasi. Pada penderita anak-anak sambil menunggu agen penyebab spesifik
dapat diidentifikasi, pengobatan harus segera diberikan dengan obat yang efektif terhadap
Haemophilus influenzae tipe B (Hib) dan terhadap Streptococcus pneumonia. Ampisilin
merupakan obat pilihan untuk kedua bakteri tersebut selama mereka masih sensitif terhadap
ampisilin. Ampisilin harus dikombinasikan dengan generasi ketiga cephaloposporin, atau
dengan kloramfenikol, atau dengan vancomycin sebagai subsitusi di wilayah dimana
ditemukan H. influenzae dan S. pneumoniae yang resisten terhadap ampisilin. Pasien dengan
infeksi meningokokus atau Hib harus diberi rifampisin sebelum dipulangkan dari rumah sakit
apabila sebelumnya tidak diberikan obat generasi ketiga cephalosporin atau ciprofloxacin.
Hal ini dilakukan agar ada kepastian bahwa organisme telah terbasmi.
Penanggulangan KLB
1) Bila terjadi KLB, upaya paling penting yang harus dilakukan adalah meningkatkan
kegiatan surveilans, diagnosa dan pengobatan dini dari kasus-kasus yang dicurigai.
Kepanikan dan kecurigaan yang terlalu tinggi tidak bermanfaat.
2) Pisahkan orang-orang yang pernah terpajan dengan penderita dan berikan ventilasi yang
cukup terhadap tempat tinggal dan ruang tidur bagi orang-orang yang terpajan dengan kuman
yang disebabkan karena kepadatan (misalnya: barak dan asrama tentara, pekerja tambang dan
tahanan). 3) Pengobatan pencegahan masal biasanya tidak efektif untuk mengatasi KLB.
Pada KLB yang terjadi pada sekelompok kecil penduduk (misalnya di suatu sekolah),
pemberian pengobatan pencegahan pada semua orang dikelompok itu dapat dipertimbangkan
terutama apabila KLB tersebut disebabkan oleh serogrup yang tidak termasuk dalam vaksin
yang ada. Bila dilakukan pengobatan masal harus diberikan pada seluruh anggota masyarakat
pada saat yang sama. Semua kontak dekat harus dipertimbangkan untuk mendapat
pengobatan profilaksis, tanpa melihat apakah seluruh anggota masyarakat sudah diobati (lihat
9B5 di atas).
4) Pemberian vaksin pada semua kelompok umur yang terkena seharusnya dipertimbangkan
dengan sungguh-sungguh apabila terjadi KLB di suatu institusi yang besar atau di masyarakat
dimana kasus disebabkan oleh infeksi grup A, C, W-135 dan Y. Vaksin meningokokus sangat
efektif untuk menghentikan wabah yang disebabkan oleh serogrup A dan C. Hal-hal yang
diuraikan berikut ini dapat membantu apakah kita perlu memberikan imunisasi kepada orang-
orang yang berisiko pada saat terjadi KLB yang diduga disebabkan oleh grup C:
a) Pastikan terlebih dahulu bahwa telah terjadi KLB dan deskripsikan secara epidemiologis
untuk menemukan kelompok umur yang terkena dan denominator sosial lainnya (misalnya:
sekolah, tempat penitipan anak, organisasi kemasyarakatan, kelab malam, kota) dari orang-
orang yang terkena;
b) hitung attack rate strain bakteri yang menyebabkan KLB pada populasi yang berisiko; c)
bila mungkin, lakukan isolasi subtipe N. meningotidis penyebab KLB menggunakan metoda
molekuler. Bila paling tidak ditemukan tiga kasus yang disebabkan oleh grup C dengan
subtipe yang sama selama 3 bulan dan kasus baru 360 tetap muncul dan attack rate
meningkat menjadi 10 kasus grup C per 100.000 penduduk, maka pemberian imunisasi
kepada kelompok masyarakat yang berisiko tersebut harus dipertimbangkan.
http://evynurhidayah.wordpress.com/2012/01/06/makalah-penyakit-meningitis/