B. Abad 3 H
Pada abad 3, di bawah Abbasiyah Wilayah Islam semakin meluas ke bagian
Timur. Pada masa ini terjadi suatu kebangkitan ilmiah di kalangan Islam,
dimulai sejak masa pemerintahan harun Ar-Rasyid. Pemikiran pada masa ini
ditandai dengan timbulnya semangat penerjemahan di kalangan ilmuan Muslim.
Salah satu hasil dari kebangkitan berpikir dan semangat keilmuan Islam ketika
itu adalah berkembangnya bidang fiqh, yang pada gilirannya mendorong untuk
disusunnya metode berfikir Fiqh yang disebut Ushul Fiqh.[11]
Pada abad 3 ini telah tersusun pula sejumlah kitab Ushul Fiqh Ar-Risalah dan
kitab Ushul Fiqh lainnya.[12]
Abad 4 H
Pada tahap ini ada beberapa ciri khas dalam perkembangan ilmu Ushul Fiqh.
Yaitu munculnya kitab-kitab ushul fiqh yang membahas ushul fiqh secara utuh
dan tidak sebagian-sebagian seperti yang terjadi pada masa sebelumnya.
Selain itu, materi berfikir dan materi penulisan dalam kitab-kitab itu berbeda
dengan kitab-kitab yang ada sebelumnya dan menunjukkan bentuk yang lebih
sempurna.[13]
Pada abad ini pula mulai tampak adanya pengaruh pemikiran yang bercorak
filsafat, khususnya metode berfikir menurut ilmu Manthiq dalam Ilmu Ushul
Fiqh.
2. Hukum Taklifi.
Hukum Taklifi adalah: Ketentuan-ketentuan Allah yang berhubungan dengan
perbuatan mukalaf baik perintah, larangan ataupun kebebasan untuk
melakukan atau meninggalkan.[4]
Hukum Wadh’i.
Hukum wadh’i adalah: Ketentuan-ketentuan ataupun kondisi yang membuat
sesuatu menjadi sebab bagi hukum yang lain, syarat ataupun penghalang.
Hukum taklifi adalah hukum yang mengandung perintah, larangan atau pilihan
antara keduanya bagi seorang mukallaf.
Sedangkan Hukum wadhi’ tidak mengandung ketiga unsur yang ada dalam
hukum taklifi. Hukum wadh’i hanya penjelasan hubungan suatu peristiwa
dengan hukum taklifi baik berupa sebab, syarat ataupun mani’ sehingga
mukallaf mengetahui kapan ditetapkannya hukum syara’ dan kapan pula
berakhirnya.[5]
Misalnya, hukum taklifi menjelaskan bahwa shalat wajib dilaksanakan umat
Islam, dan hukum wadh’i menjelaskan bahwa waktu matahari tergelincir di
tengah hari menjadi sebab bagi wajibnya seorang mukallaf menunaikan shalat
zuhur.
1. Hukum wadh’i baik sebab, syarat, dan mani’ yang berada dalam
kemampuan manusia. Misalnya, mencuri sebab dipotongnya tangan. Saksi
syarat sahnya nikah. Membunuh penghalang mendapatkan warisan.
2. Hukum wadh’i yang di luar kemampuan manusia dan bukan merupakan
aktivitas manusia. Misalnya, tergelincir matahari sebab wajibnya shalat,
baligh syarat untuk bisa mengelola harta, gila pengahalang atas pembebanan
syariat
Syarat adalah suatu yang harus ditepati sebelum mengerjakan sesuatu. Kalau
syarat sesuatu tidak sempurna, maka pekerjaan itu tidak sah.
Orang mukallaf adalah orang muslim yang dikenai kewajiban atau perintah dan
menjauhi larangan agama, karena telah dewasa dan berakal (akil baligh) serta
telah mendengar seruan agama.
Maf’ul bih adalah isim Manshub (isim yang berharkat fathah) yang datang
bersama dengan fiil (kata kerja)
seperti Contoh :
melakukan sesuatu perbuatan dengan tuntutan yang tidak pasti, tetapi hanya
berupa anjuran untuk tidak berbuat. Misalnya, firman Allah dalam surat Al-
perbuatan dengan perbuatan yang tidak pasti, tetapi hanya untuk berbuat.