1102014139
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Arjawinangun
KRISIS HIPERTENSI
(HIPERTENSI URGENSI DAN EMERGENSI)
Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang
sangat tinggi dan umumnya terjadi pada pasien hipertensi yang tidak atau lalai
memakan obat antihipertensi.
Krisis hipertensi dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Hipertensi urgensi (mendesak) : Tekanan darah yang sangat tinggi (>180/120)
tetapi tidak disertai kelainan/kerusakan organ target yang progresif, sehingga
penurunan tekanan darah dapat dilaksanakan lebih lambat (dalam hitungan jam
sampai hari)
2. Hipertensi emergensi (darurat) : Tekanan darah yang sangat tinggi (>220/140)
dan terdapat kelainan/kerusakan organ target yang progresif, sehingga penurunan
tekanan darah harus diturunkan dengan segera (dalam menit sampai jam) agar
dapat mencegah/membatasi kerusakan target organ yang terjadi. Kerusakan organ
target termasuk ensefalopati hipertensi, perdarahan intraserebral, Infark miokard
akut, kegagalan ventrikel kiri dengan edema paru, angina pektoris tidak stabil,
diseksi aorta, atau eklamsia.
Gejala
Diagnosis ditegakkan berdasarkan tingginya tekanan darah, gejala dan tanda
keterlibatan organ target
Tabel 1. Gambaran Klinik Hipertensi Emergensi
Pemeriksaan penunjang:
Elektrolit : Gangguan elektrolit dapat bisa terjadi pada hipertensi sekunder dan berpotensi
menimbulkan aritmia
EKG : Untuk melihat adanya hipertrofi ventrikel kiri ataupun gangguan koroner
Target Penurunan MAP (Pada Pasien dengan Hipertensi Emergensi dan CVD)
Pasien dengan keadaan hipertensi emergensi harus dirawat di unit perawatan intensif
(ICU) untuk pemantauan terus menerus tekanan darahnya dan pemberian obat parenteral.
Tujuan awal terapi dalam keadaan hipertensi emergensi adalah untuk mengurangi rata-rata
tekanan darah arteri (MAP) tidak lebih dari 25% (dalam hitungan menit hingga 1 jam),
kemudian jika stabil, tekanan darah diturunkan menjadi 160 / 100-110 mmHg dalam 2-6 jam
berikutnya. Penurunan tekanan darah secara cepat dan berlebihan akan mengakibatkan
jantung dan pembuluh darah otak mengalami hipoperfusi. Penurunan tekanan yang
berlebihan dapat memicu iskemia ginjal, serebral, atau koroner sehingga harus dihindari.
Untuk alasan ini, nifedipine short-acting tidak lagi dianggap dapat diterima dalam pengobatan
awal hipertensi emergensi atau urgensi. Jika tingkat tekanan darah ini ditolerir dengan baik
dan pasien secara klinis stabil, penurunan bertahap lebih lanjut menuju BP normal dapat
diimplementasikan dalam 24-48 jam berikutnya. Orang yang normotensi maupun hipertensi,
diperkirakan bahwa batas terendah dari autoregulasi otak adalah kira-kira 25% di bawah
resting MAP. Oleh karena itu dalam pengobatan hipertensi krisis, penurunan MAP sebanyak
20%-25% dalam beberapa menit atau jam,tergantung dari apakah emergensi atau urgensi.
Tabel 1-2 Target dan Tatalaksana untuk Hipertensi Emergensi
Bagan 1. Diagnosis dan Tatalaksana Hipertensi Krisis menurut AHA (American College of
Cardiology), 2017
Berikut adalah tatalaksana hipertensi emergensi yang menyerang berbagai organ target, yaitu:
DAFTAR PUSATAKA
Network
Roesma, J. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Krisis Hipertensi Jilid II Edisi
VI. Editor: Setiati, Siti, dkk. Jakarta: Interna Publishing