LA Plankton Eko
LA Plankton Eko
PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
b. Zooplankton
Zooplankton, disebut juga plankton hewani, yaitu hewan yang
hidupnya mengapung atau melayang dalam laut. Kemampuan renang zooplankton
sangat terbatas hingga keberadaannya sangat ditentukan kemana arus
membawanya. Zooplankton bersifat heterotrofik, artinya zooplankton tidak
dapat memproduksi sendiri bahan organik dari bahan anorganik. Oleh
karena itu, untuk kelangsungan hidupnya zooplankton sangat bergantung
pada bahan organik dari fitoplankton yang menjadi makanannya. Jadi
zooplankton lebih berfungsi sebagai konsumen (consumer) bahan
organik.
Ukuran zooplankton yang paling umum berkisar 0,2–2 mm, tetapi
ada juga yang berukuran besar misalnya ubur-ubur yang bisa berukuran
sampai lebih satu meter. Kelompok yang paling umum ditemui antara
lain kopepod (copepod), eufausid (euphausid), misid (mysid), amfipod
(amphipod), kaetognat (chaetognath). Zooplankton dapat dijumpai
mulai dari perairan pantai, perairan estuaria di depan muara sampai ke
perairan di tengah samudra, dari perairan tropis hingga ke perairan
kutub.
Zooplankton ada yang hidup di permukaan dan ada pula yang
hidup di perairan dalam. Ada pula yang dapat melakukan migrasi
vertikal harian dari lapisan dalam ke permukaan. Hampir semua hewan
yang mampu berenang bebas (nekton) atau yang hidup di dasar laut
(bentos) menjalani awal kehidupannya sebagai zooplankton, yakni
ketika masih berupa terlur dan larva. Baru dikemudian hari menjelang
dewasa, sifat hidupnya yang semula sebagai plankton berubah menjadi
nekton atau bentos.
c. Bakterioplankton
Bakterioplankton adalah bakteri yang hidup sebagai plankton
yang berukuran halus (umumnya < 1 µm), tidak mempunyai inti sel, dan
tidak memiliki klorofil.
4
d. Virioplankton
Virioplankton adalah virus yang hidup sebagai plannkton
berukuran sangat kecil (< 0,2 µm) dan menjadikan biota lainnya sebagai
inang (Anonimus1, 2007).
Berdasarkan habitatnya plankton dibagi menjadi dua habitat di
antaranya adalah:
1. Plankton Laut (Haliplankton)
a) Plankton oseanik adalah plankton yang hidup di luar paparan benua
b) Plankton neritik adalah plankton yang hidup di dalam wilayah paparan
benua
2. Plankton air tawar (Limnoplankton) (Purnomo, 2008).
Habitat pada air tawar serta air laut (air asin) memiliki ciri yang berbeda.
Perbedaan antara kedua jenis perairan tersebut meliputi suhu, salinitas,
penetrasian, iklim, dan lain sebagainya. Beberapa ciri habitat air tawar, di
antaranya adalah:
1. Variasi temperatur atau suhu rendah
2. Kadar garam atau salinitas rendah
3. Penetrasi dari cahaya matahari kurang
4. Terpegaruh iklim dan cuaca alam sekitar
5. Aliran air terjadi setiap waktu terus-menerus pada sungai
6. Secara fisik dan biologi merupakan perantara habitat laut dan darat
7. Tumbuhan mikroskopis seperti alga dan fitoplankton sebagai produsen
utama (Anonimus2, 2006).
Kekeruhan air yang disebabkan oleh plankton, dapat mendorong
pertumbuhan ikan dan mencegah pertumbuhan tanaman–tanaman air yang tidak
dikehendaki karena menimbulkan bayangan yang memberikan keteduhan pada
kolam (Ismail, 1992).
Kemampuan air untuk memproduksi plankton akan tergantung dari banyak
faktor, tetapi faktor yang utama adalah tersedianya hara anorganik untuk
pertumbuhan fitoplankton. Elemen–elemen yang berguna untuk pertumbuhan
fitoplankton termasuk oksigen adalah karbon, hidrogen, phosphat, nitrogen,
5
sulfur, kalium, natrium, kalsium, magnesium, besi, mangan, tembaga, seng,
boron, kobal, khlorida, dan lain–lain. Fosfor merupakan elemen yang mendorong
pertumbuhan fitoplankton secara teratur di kolam. Penambahan pupuk fosfat
secara optimum menyebabkan produksi plankton dan ikan meningkat sebaliknya
bila suplay nitrogen, kalium dan karbon tidak cukup maka jumlah fitoplankton
menjadi sangat terbatas (Nontji, 2008).
N = n x (Vr/Vo) x (1/Vs)
dimana :
N : Jumlah sel per liter
n : Jumlah sel yang diamati
Vr : Volume air yang tersaring (L)
Vs : Volume air yang disaring (L)
Vo : Volume air yang diamati (L)
Berdasarkan data jumlah sel per satuan volume, kemudian di lakukan
analisis kualitatif, meliputi indeks keanekaragaman (diversitas), dengan
menggunakan formula Shannon-Wiener berikut:
H’= -∑[(ni/N) x ln (ni/N)]
dimana :
H’: indeks diversitas Shannon-Wiener
ni : jumlah individu spesies 1
N : Jumlah total individu semua spesies
Data yang di peroleh akan dibandingkan dengan kriteria penilaian
keanekaragaman jenis ditinjau dari struktur komunitas. Untuk keperluan
tersebut digunakan kriteria penilaian pembobotan kualitas lingkungan seperti
berikut:
6
Tabel 2.1 Kriteria penilaian pembobotan kualitas lingkungan berdasarkan
indeks keanekaragaman
Indeks keanekaragaman (H’) Struktur Komunitas
>2,41 Sangat stabil
1,81-2,4 Lebih stabil
1,21-1,8 Stabil
0,61-1,2 Cukup stabil
<0,6 Tidak stabil
N1 x V1 = N2 x V2
7
dimana:
N1 : Konsentrasi formalin
N2 : Konsentrasi formalin yang diinginkan dalam botol film
V1 : Volume larutan dalam botol film
V2 : Volume yang di cari
Lalu dominansi plankton dalam daerah perairan dapat diketahui dengan
menggunakan rumus :
D = ni²/N² x 100%
dimana :
D : Indeks dominansi
ni : Jumlah individu jenis ke-i (i = 1,2,3,...)
N : Jumlah total individu (Citrasari, 2010)
8
BAB III
METODELOGI
3.2.2 Bahan
- Formalin 4%
9
5. Meneteskan formalin kedalam botol koleksi yang berisi air hingga
mendapatkan larutan fiksasi dengan konsentrasi sebesar 4% lalu menutup
botol dengan rapat.
10
BAB IV
DATA HASIL PENGAMATAN
Jumlah (ni/N) x
No Nama Spesies (ni/N) ln (ni/N)
individu ln(ni/N)
1. Tubifex tubufex 11 0,458333 -0,78016 -0,35757
2. Lamphrocystis rosea –
1 0,041667
persiana
-3,17805 -0,13242
3. Anabaena augustumalis 3 0,125 -2,07944 -0,25993
4. Oikomonas mutabilis 2 0,083333 -2,48491 -0,20708
5. Navicula
7 0,291667
rhynchocephala -1,23214 -0,35938
Jumlah 24 -1,31637
11
Tabel 4.2 Keanekaragaman jenis plankton di sungai jalan Srikana Surabaya
(stasiun 2).
Jumlah (ni/N) x
No Nama Spesies (ni/N) ln (ni/N)
individu ln(ni/N)
1. Amphileptus clapardei 1 0,2 -1,60944 -0,32189
2. Tubifex tubifex
1
0,2 -1,60944 -0,32189
3. Phormidium foveolarum 3 0,2 -1,60944 -0,32189
4. Spesies X 2 0,4 -0,91629 -0,36652
Jumlah 5 -1,33218
12
BAB V
PEMBAHASAN
13
augustumalis, Oikomonas mutabilis, dan Navicula rhynchocephala. Sedangkan
pada stasiun 2 ditemukan spesies plankton Amphileptus clapardei, Tubifex
tubifex, Phormidium foveolarum, dan Spesies X.
Dari beberapa spesies yang ditemukan yang termasuk dalam fitoplankton
hanya 3 spesies yaitu, Oikomonas mutabilis, Navicula rhynchocephala, dan
Phormidium foveolarum. Sedangkan spesies lain yang ditemukan masuk dalam
kategori zooplankton. Terdapat satu spesies yang belum berhasil diidentifikasi
dengan ciri-ciri berbentuk memanjang dengan ujung bulat (sketsa pada lampiran).
Plankton yang ditemukan baik zooplankton maupun fitoplankton yang
didapatkan pada saat sampling hanya berjumlah sedikit. Hal ini dapat dipengaruhi
oleh sifat fisik maupun kimia dari air sungai. Dapat dilihat bahwa air sungai
berwarna keruh kehitaman dan terkontaminasi banyak sampah. Selain itu sungai
tersebut memiliki bau menyengat yang diduga bau tersebut adalah bau gas H2S
dan metana yang dihasilkan dari perombakan anaerob.
Jumlah fitoplankton yang didapatkan relatif sedikit meskipun pada saat
pengambilan sampel dilakukan pada siang hari dimana seharusnya terdapat
banyak fitoplankton yang berada di daerah permukaan untuk melakukan
fotosintesis. Hal tersebut terjadi karena faktor arus yang cukup deras, sedangkan
fitoplankton membutuhkan arus air yang cukup tenang ketika melakukan
fotosintesis. Dengan kondisi jumlah fitoplankton yang sedikit maka pasokan
oksigen dari hasil fotosintesis fitoplankton sedikit pula sehingga kandungan
oksigen terlarut di dalam air sungai jalan Srikana cukup rendah.
Dari pengamatan secara kasar dapat diduga bahwa terjadi perubahan maupun
perbedaan kondisi sungai di jalan Srikana dengan kondisi sungai pada umumnya
yang mempunyai kualitas bagus. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari segi
kejernihan, bau, dan pencemar yang ada pada sungai.
Untuk menentukan kualitas air lebih mendalam menggunakan bioindikator
plankton maka harus menentukan indeks diversitas dari plankton hasil sampling.
Dari data yang didapatkan maka diperoleh indeks keanekaragaman (H’) pada
stasiun 1 sebesar 1,31647. Indeks keanekaragaman dengan nilai 1,31647
menunjukkan bahwa perairan tersebut setengah tercemar (Wilha, 1975 dalam
Citrasari, 2010). Pencemaran yang terjadi di stasiun 1 diduga karena banyaknya
14
rumah warga pada daerah tepi sungai yang membuang limbah domestik ke badan
sungai. Selain itu banyaknya warung-warung di tepi sungai jalan Srikana yang
juga membuang sampah maupun kotoran bekas pencucian perabot secara
langsung.
Hasil penghitungan indeks keanekaragaman di stasiun 2 yaitu sebesar
1,33218. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa sungai tersebut setengah
tercemar (Wilha, 1975 dalam Citrasari, 2010). Hal ini dapat disebabkan karena
pada badan sungai di stasiun 2, secara fisik juga dapat teramati adanya biji–bijian
yang banyak terapung pada badan sungai serta limbah domestik dari warga
sekitar.
Selain faktor penyebab yang terjadi pada stasiun 1 maupun stasiun 2, terdapat
faktor lain yaitu faktor daya dukung lingkungan. Pada kondisi yang baik
seharusnya sungai dapat membersihkan ataupun mengembalikan kondisi sungai
seperti kondisi awal (purifikasi), sedangkan sungai di jalan Srikana tidak dapat
melakukan purifikasi. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya buangan limbah
domestik secara rutin dari penduduk yang bertempat tinggal di daerah sungai
dengan jarak antar rumah warga yang hanya beberapa meter (kondisi pemukiman
di daerah sungai dapat dilihat pada lampiran).
Berdasarkan hasil sampling dan analisis data yang dilakukan maka dapat
disimpulkan bahwa air yang mengalir pada sungai jalan Srikana mempunyai
kualitas setengah tercemar. Baik sungai yang mengalir ke arah selatan maupun ke
arah utara. Sehingga diperlukan suatu usaha untuk mengendalikan dan
mengurangi pencemaran di sungai jalan Srikana untuk menjaga keberlangsungan
kestabilan lingkungan.
15
[Halaman ini sengaja dikosongkan]
16
BAB VI
KESIMPULAN
Dari praktikum teknik sampling dan analisis plankton sebagai parameter biologi
air di sungai jalan Srikana dapat disimpulkan bahwa:
1. Untuk melakukan sampling plankton, pertama-tama kita harus
menyediakan serta mengecek alat dan bahan yang akan digunakan dalam
sampling kemudian menyiapkan ember dan jaring plankton serta mengecek
penjepit saluran apakah sudah terpasang atau belum. Setelah itu mengambil 100
liter air dengan menggunakan ember 10 liter untuk dituang ke dalam net plankton
dengan cara membuka penjepit saluran dan menuangkan volume air yang terjebak
di dalamnya ke dalam botol koleksi.selanjutnya meneteskan formalin ke dalam
botol koleksi yang berisi air hingga mendapatkan larutan fiksasi dengan
konsentrasi sebesar 4% lalu menutup botol dengan rapat dan emberikan label
keterangan nama pengambil, lokasi, dan tanggal pengambilan, kemudian dibawa
ke laboratorium untuk melakukan analisa.
Sedangkan untuk melakukan identifikasi plankton dilakukan
dengan cara meneteskan 1ml sample yang telah dikocok sebelumnya ke
dalam Sedgwich Rafter cell lalu ditutup dengan cover glass untuk diamati
di bawah mikroskop. Kemudian menghitung jumlah dan jenis plankton
untuk menghitung indeks diversitas plankton dan menentukan kualitas
periran tempat sampling.
17
[Halaman ini sengaja dikosongkan]
18
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus2. 2006. Ciri-ciri Habitat dan Ekosistem di Air Tawar dan Air Laut.
http://organisasi.org/ciri_ciri_habitat_dan_ekosistem_di_air_tawar_dan_ai
r_laut_ilmu_sains_biologi
Diakses tanggal 17 Oktober 2010.
Hariyanto, S., dkk. 2008. Teori dan Praktik Ekologi. Surabaya : Airlangga
University Press.
Ismail A, Mohamad A.B. 1992. Ekologi Air Tawar. Malaysia: Dewan Bahasa dan
Pustaka, Kementerian Pendidikan Malaysia.
http://dedepurnama.blogspot.com/2009/08/klasifikasi-ekologi-
zooplankton.html
19
[Halaman ini sengaja dikosongkan]
20
LAMPIRAN
21
Gambar 3. Penampang Sungai Stasiun 1
22
Gambar 5. Pengambilan Sampel Air
23