Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lingkungan perairan tawar adalah lingkungan perairan yang terdapat di
daratan. Secara umum perairan darat dengan berbagai cara akan dipengaruhi
oleh sifat daratan yang ada di sekelilingnya sehingga pada perairan darat
tertentu dapat memiliki ciri-ciri khusus yang spesifik. Karena keberadaannya
di daratan, lingkungan ini masih terpengaruh oleh iklim daratan, seperti halnya
musim hujan, kemarau, angin dan lain-lain. Keadaan-keadaan inilah yang
merupakan salah satu penyebab terjadinya perbedaan kehidupan lingkungan
perairan tawar (Hariyanto, 2008).
Plankton merupakan suatu indikator untuk mengevaluasi kualitas dan
tingkat kesuburan suatu perairan tawar. Keberadaan plankton dapat dijadikan
indikator kualitas suatu perairan tawar tentang gambaran banyak atau
sedikitnya jenis plankton yang hidup di suatu perairan serta jenis yang
mendominasi sehingga merupakan gambaran dari perairan yang sesungguhnya.
Mikroorganisme ini baik dari segi jumlah dan jenisnya sangat banyak.
Plankton merupakan salah satu komponen utama dalam sistem mata rantai
makanan (food chain) dan jaring makanan (food web). Plankton didefinisikan
sebagai organisme hanyut yang hidup dalam zona pelagik (bagian atas)
samudera, laut, dan badan air tawar. Secara luas plankton dianggap sebagai
salah satu organisme terpenting di dunia karena menjadi bekal makanan untuk
kehidupan akuatik. Dimana plankton merupakan jasad renik yang melayang
dan selalu bergerak mengikuti air, baik di sungai, danau, waduk, maupun di
perairan payau dan laut.
Dalam praktikum ini, kami melakukan sampling di suatu perairan lotic
(perairan mengalir) untuk menganalisis kualitas air dengan menggunakan
indikator organisme plankton. Praktikum ini dilakukan pada dua titik sampling
guna mengetahui kualitas perairan pada dua titik sampling yang berbeda dan
kemampuan perairan tersebut dalam purifikasi alamiah.
1.2 Tujuan Penelitian
1. Melakukan sampling dan identifikasi plankton pada suatu perairan.
2. Melakukan analisis kualitas air pada tempat pengambilan sampel
dengan menggunakan indikator plankton.

1.3 Rumusan Masalah


1. Bagaimana cara melakukan sampling dan identifikasi plankton pada
perairan yang sedang diamati?
2. Bagaimana kualitas air pada tempat pengambilan sampel dengan
menggunakan indikator plankton?

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Plankton adalah mikroorganisme yang ditemui hidup melayang di perairan,


mempunyai gerak sedikit sehingga terbawa arus, artinya biota ini tidak dapat
melawan arus. Mikroorganisme ini baik dari segi jumlah dan jenisnya sangat
banyak dan beraneka ragam. Selanjutnya diketahui bahwa plankton merupakan
salah satu komponen utama dalam sistem mata rantai makanan (food chain) dan
jaring makanan (food web) serta sebagai pakan bagi sejumlah konsumen dalam
sistem mata rantai makanan dan jaring makanan tersebut.
Secara fungsional, plankton digolongkan menjadi empat golongan utama
yaitu fitoplankton, zooplankton, bakterioplankton, dan virioplankton. Berdasarkan
fungsionalnya, antara lain:
a. Fitoplankton
Fitoplankton disebut juga plankton nabati, yaitu tumbuhan yang
hidupnya mengapung atau melayang di laut. Ukuran fitoplankton sangat
kecil sehingga tidak dapat dilihat oleh mata telanjang karena umumnya
berukuran 2–200 µm (1 µm = 0,001 mm). Fitoplankton pada umumnya
berupa individu bersel tunggal, tetapi juga ada yang berbentuk rantai.
Meskipun ukurannya sangat kecil, namun fitoplankton dapat tumbuh
dengan sangat lebat dan padat sehingga dapat menyebabkan perubahan
warna pada air laut. Fitoplankton mempunyai fungsi penting di laut, karena
bersifat autotrofik, yakni dapat menghasilkan sendiri bahan organik
makanannya. Selain itu, fitoplankton juga mampu melakukan proses
fotosintesis untuk menghasilkan bahan organik karena mengandung klorofil
dan karena kemampuannya ini fitoplankton disebut sebagai primer
producer. Bahan organik yang diproduksi fitoplankton menjadi sumber
energi untuk menjalankan segala fungsi faalnya, di samping itu energi yang
terkandung di dalam fitoplankton dialirkan melalui rantai makanan. Seluruh
hewan laut seperti udang, ikan, cumi–cumi, sampai ikan paus yang
berukuran raksasa bergantung pada fitoplankton baik secara langsung atau
tidak langsung melalui rantai makanan.

3
b. Zooplankton
Zooplankton, disebut juga plankton hewani, yaitu hewan yang
hidupnya mengapung atau melayang dalam laut. Kemampuan renang zooplankton
sangat terbatas hingga keberadaannya sangat ditentukan kemana arus
membawanya. Zooplankton bersifat heterotrofik, artinya zooplankton tidak
dapat memproduksi sendiri bahan organik dari bahan anorganik. Oleh
karena itu, untuk kelangsungan hidupnya zooplankton sangat bergantung
pada bahan organik dari fitoplankton yang menjadi makanannya. Jadi
zooplankton lebih berfungsi sebagai konsumen (consumer) bahan
organik.
Ukuran zooplankton yang paling umum berkisar 0,2–2 mm, tetapi
ada juga yang berukuran besar misalnya ubur-ubur yang bisa berukuran
sampai lebih satu meter. Kelompok yang paling umum ditemui antara
lain kopepod (copepod), eufausid (euphausid), misid (mysid), amfipod
(amphipod), kaetognat (chaetognath). Zooplankton dapat dijumpai
mulai dari perairan pantai, perairan estuaria di depan muara sampai ke
perairan di tengah samudra, dari perairan tropis hingga ke perairan
kutub.
Zooplankton ada yang hidup di permukaan dan ada pula yang
hidup di perairan dalam. Ada pula yang dapat melakukan migrasi
vertikal harian dari lapisan dalam ke permukaan. Hampir semua hewan
yang mampu berenang bebas (nekton) atau yang hidup di dasar laut
(bentos) menjalani awal kehidupannya sebagai zooplankton, yakni
ketika masih berupa terlur dan larva. Baru dikemudian hari menjelang
dewasa, sifat hidupnya yang semula sebagai plankton berubah menjadi
nekton atau bentos.
c. Bakterioplankton
Bakterioplankton adalah bakteri yang hidup sebagai plankton
yang berukuran halus (umumnya < 1 µm), tidak mempunyai inti sel, dan
tidak memiliki klorofil.

4
d. Virioplankton
Virioplankton adalah virus yang hidup sebagai plannkton
berukuran sangat kecil (< 0,2 µm) dan menjadikan biota lainnya sebagai
inang (Anonimus1, 2007).
Berdasarkan habitatnya plankton dibagi menjadi dua habitat di
antaranya adalah:
1. Plankton Laut (Haliplankton)
a) Plankton oseanik adalah plankton yang hidup di luar paparan benua
b) Plankton neritik adalah plankton yang hidup di dalam wilayah paparan
benua
2. Plankton air tawar (Limnoplankton) (Purnomo, 2008).
Habitat pada air tawar serta air laut (air asin) memiliki ciri yang berbeda.
Perbedaan antara kedua jenis perairan tersebut meliputi suhu, salinitas,
penetrasian, iklim, dan lain sebagainya. Beberapa ciri habitat air tawar, di
antaranya adalah:
1. Variasi temperatur atau suhu rendah
2. Kadar garam atau salinitas rendah
3. Penetrasi dari cahaya matahari kurang
4. Terpegaruh iklim dan cuaca alam sekitar
5. Aliran air terjadi setiap waktu terus-menerus pada sungai
6. Secara fisik dan biologi merupakan perantara habitat laut dan darat
7. Tumbuhan mikroskopis seperti alga dan fitoplankton sebagai produsen
utama (Anonimus2, 2006).
Kekeruhan air yang disebabkan oleh plankton, dapat mendorong
pertumbuhan ikan dan mencegah pertumbuhan tanaman–tanaman air yang tidak
dikehendaki karena menimbulkan bayangan yang memberikan keteduhan pada
kolam (Ismail, 1992).
Kemampuan air untuk memproduksi plankton akan tergantung dari banyak
faktor, tetapi faktor yang utama adalah tersedianya hara anorganik untuk
pertumbuhan fitoplankton. Elemen–elemen yang berguna untuk pertumbuhan
fitoplankton termasuk oksigen adalah karbon, hidrogen, phosphat, nitrogen,

5
sulfur, kalium, natrium, kalsium, magnesium, besi, mangan, tembaga, seng,
boron, kobal, khlorida, dan lain–lain. Fosfor merupakan elemen yang mendorong
pertumbuhan fitoplankton secara teratur di kolam. Penambahan pupuk fosfat
secara optimum menyebabkan produksi plankton dan ikan meningkat sebaliknya
bila suplay nitrogen, kalium dan karbon tidak cukup maka jumlah fitoplankton
menjadi sangat terbatas (Nontji, 2008).

2.1 Tinjauan Umum mengenai Analisis Plankton


Dalam melakukan penganalisisan keadaan suatu perairan, diperlukan
adanya penentuan indeks diversitas plankton di perairan tersebut terlebih
dahulu. Untuk menentukan nilai tersebut, kita melakukan perhitungan nilai N
yang dirumuskan sebagai berikut:

N = n x (Vr/Vo) x (1/Vs)

dimana :
N : Jumlah sel per liter
n : Jumlah sel yang diamati
Vr : Volume air yang tersaring (L)
Vs : Volume air yang disaring (L)
Vo : Volume air yang diamati (L)
Berdasarkan data jumlah sel per satuan volume, kemudian di lakukan
analisis kualitatif, meliputi indeks keanekaragaman (diversitas), dengan
menggunakan formula Shannon-Wiener berikut:
H’= -∑[(ni/N) x ln (ni/N)]
dimana :
H’: indeks diversitas Shannon-Wiener
ni : jumlah individu spesies 1
N : Jumlah total individu semua spesies
Data yang di peroleh akan dibandingkan dengan kriteria penilaian
keanekaragaman jenis ditinjau dari struktur komunitas. Untuk keperluan
tersebut digunakan kriteria penilaian pembobotan kualitas lingkungan seperti
berikut:

6
Tabel 2.1 Kriteria penilaian pembobotan kualitas lingkungan berdasarkan
indeks keanekaragaman
Indeks keanekaragaman (H’) Struktur Komunitas
>2,41 Sangat stabil
1,81-2,4 Lebih stabil
1,21-1,8 Stabil
0,61-1,2 Cukup stabil
<0,6 Tidak stabil

Dari indeks keanekaragaman juga dapat diketahui kriteria kualitas air


seperti pada tabel berikut:

Tabel 2.2 Kriteria kualitas air berdasarkan Indeks Diversitas Shannon-


Wiener

No. Indeks Kualitas Perairan Pustaka

>3,0 Air bersih

I 1,0 – 3,0 Setengah tercemar Wilha (1975)

1,0 Tercemar berat

3,0 – 4,0 Tercemar sangat ringan

II 2,0 – 3,0 Tercemar ringan Wilha (1975)

1,0 – 2,0 Setengah tercemar

2,0 Tidak tercemar

1,0 – 2,0 Tercemar ringan


III Lee, dkk. (1975)
1,0 – 1,5 Tercemar sedang

< 1,0 Tercemar berat

Untuk membuat agar konsentrasi formalin di dalam botol film menjadi 4%


dapat dilakukan dengan rumus:

N1 x V1 = N2 x V2

7
dimana:
N1 : Konsentrasi formalin
N2 : Konsentrasi formalin yang diinginkan dalam botol film
V1 : Volume larutan dalam botol film
V2 : Volume yang di cari
Lalu dominansi plankton dalam daerah perairan dapat diketahui dengan
menggunakan rumus :

D = ni²/N² x 100%

dimana :
D : Indeks dominansi
ni : Jumlah individu jenis ke-i (i = 1,2,3,...)
N : Jumlah total individu (Citrasari, 2010)

8
BAB III
METODELOGI

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum ini kami laksanakan pada tanggal 5 Oktober 2010 jam 13.00 di
sungai jalan Srikana, Surabaya.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
- Jaring plankton
- Botol koleksi plankton
- Ember plastik
- Sedgwick Rafter
- Mikroskop

3.2.2 Bahan
- Formalin 4%

3.3 Cara Kerja


3.3.1 Cara kerja pengambilan sampel
1. Menyediakan serta mengecek alat dan bahan yang akan digunakan dalam
sampling.

2. Menyiapkan ember dan jaring plankton serta mengecek penjepit saluran


apakah sudah terpasang atau belum.

3. Mengambil 100 liter air dengan menggunakan ember 10 liter untuk


menuang ke dalam net plankton.

4. Membuka penjepit saluran dan menuangkan volume air yang terjebak di


dalamnya kedalam botol koleksi.

9
5. Meneteskan formalin kedalam botol koleksi yang berisi air hingga
mendapatkan larutan fiksasi dengan konsentrasi sebesar 4% lalu menutup
botol dengan rapat.

6. Memberikan label keterangan nama pengambil, lokasi, dan tanggal


pengambilan, kemudian membawanya ke laboratorium untuk melakukan
analisa.

3.3.2 Cara Kerja Analisa Plankton

1. Meneteskan 1 ml sample yang telah dikocok sebelumnya, ke dalam


Sedgwich Rafter cell dan menutupnya.

2. Mengamatinya di bawah mikroskop.

3. Menghitung jumlah dan jenis plankton.

4. Menghitung indeks diversitas plankton.

5. Menentukan kualitas perairan tempat sampling.

10
BAB IV
DATA HASIL PENGAMATAN

Tabel 4.1 Keanekaragaman jenis plankton di sungai jalan Srikana Surabaya


(stasiun 1).

Jumlah (ni/N) x
No Nama Spesies (ni/N) ln (ni/N)
individu ln(ni/N)
1. Tubifex tubufex 11 0,458333 -0,78016 -0,35757
2. Lamphrocystis rosea –
1 0,041667
persiana
-3,17805 -0,13242
3. Anabaena augustumalis 3 0,125 -2,07944 -0,25993
4. Oikomonas mutabilis 2 0,083333 -2,48491 -0,20708
5. Navicula
7 0,291667
rhynchocephala -1,23214 -0,35938
Jumlah 24 -1,31637

Dari data di atas maka indeks keanekaragaman plankton di stasiun 1 yaitu :


H’ = -∑[(ni/N) x ln (ni/N)]
H’ = - (-1,31637)
H’ = 1,31647

11
Tabel 4.2 Keanekaragaman jenis plankton di sungai jalan Srikana Surabaya
(stasiun 2).

Jumlah (ni/N) x
No Nama Spesies (ni/N) ln (ni/N)
individu ln(ni/N)
1. Amphileptus clapardei 1 0,2 -1,60944 -0,32189
2. Tubifex tubifex
1
0,2 -1,60944 -0,32189
3. Phormidium foveolarum 3 0,2 -1,60944 -0,32189
4. Spesies X 2 0,4 -0,91629 -0,36652
Jumlah 5 -1,33218

Dari data di atas maka indeks keanekaragaman plankton di stasiun 2 yaitu :


H’ = -∑[(ni/N) x ln (ni/N)]
H’ = - (-1,33218)
H’ = 1,33218

12
BAB V
PEMBAHASAN

Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peran


penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air
(catchment area) bagi daerah di sekitarnya. Selain itu, sungai juga sebagai tempat
penyimpan cadangan air bahkan tempat untuk mengambil bahan baku air bersih.
Beberapa saluran air (selokan) mengalir menuju sungai untuk kemudian
disalurkan ke laut. Sungai di jalan Srikana Surabaya merupakan salah satu sungai
yang menyalurkan air selokan untuk diteruskan ke laut yang bermuara di selat
Madura. Tampak secara fisik air sungai tersebut berwarna keruh kehitaman dan
terdapat sampah.
Karena peran sungai yang sangat besar, maka harus dilakukan penjagaan
kualitas air sungai. Untuk mengetahui bagaimana kualitas air sungai terdapat
berbagai cara analisis, salah satunya yaitu dengan menggunakan analisis biologis.
Dalam hal ini analisis menggunakan organisme perairan plankton, plankton dapat
dijadikan sebagai bioindikator perubahan kualitas biologi perairan sungai.
Plankton sebagai organisme air mempunyai banyak kelebihan sebagai tolak ukur
biologis yaitu mampu menunjukkan tingkat ketidak-stabilan ekologi dan
mengevaluasi berbagai bentuk pencemaran.
Pengujian kualitas air dengan analisis plankton dilakukan pada sungai di jalan
Srikana dengan mengambil dua titik sampling. Stasiun 1 yaitu pada badan sungai
yang mengalir ke arah selatan, sedangkan stasiun 2 yaitu pada badan sungai yang
mengalir ke arah utara (lokasi stasiun pada lampiran). Pada stasiun 1 ditemukan
spesies plankton Tubifex tubifex, Lamphrocystis rosea – persiana, Anabaena

13
augustumalis, Oikomonas mutabilis, dan Navicula rhynchocephala. Sedangkan
pada stasiun 2 ditemukan spesies plankton Amphileptus clapardei, Tubifex
tubifex, Phormidium foveolarum, dan Spesies X.
Dari beberapa spesies yang ditemukan yang termasuk dalam fitoplankton
hanya 3 spesies yaitu, Oikomonas mutabilis, Navicula rhynchocephala, dan
Phormidium foveolarum. Sedangkan spesies lain yang ditemukan masuk dalam
kategori zooplankton. Terdapat satu spesies yang belum berhasil diidentifikasi
dengan ciri-ciri berbentuk memanjang dengan ujung bulat (sketsa pada lampiran).
Plankton yang ditemukan baik zooplankton maupun fitoplankton yang
didapatkan pada saat sampling hanya berjumlah sedikit. Hal ini dapat dipengaruhi
oleh sifat fisik maupun kimia dari air sungai. Dapat dilihat bahwa air sungai
berwarna keruh kehitaman dan terkontaminasi banyak sampah. Selain itu sungai
tersebut memiliki bau menyengat yang diduga bau tersebut adalah bau gas H2S
dan metana yang dihasilkan dari perombakan anaerob.
Jumlah fitoplankton yang didapatkan relatif sedikit meskipun pada saat
pengambilan sampel dilakukan pada siang hari dimana seharusnya terdapat
banyak fitoplankton yang berada di daerah permukaan untuk melakukan
fotosintesis. Hal tersebut terjadi karena faktor arus yang cukup deras, sedangkan
fitoplankton membutuhkan arus air yang cukup tenang ketika melakukan
fotosintesis. Dengan kondisi jumlah fitoplankton yang sedikit maka pasokan
oksigen dari hasil fotosintesis fitoplankton sedikit pula sehingga kandungan
oksigen terlarut di dalam air sungai jalan Srikana cukup rendah.
Dari pengamatan secara kasar dapat diduga bahwa terjadi perubahan maupun
perbedaan kondisi sungai di jalan Srikana dengan kondisi sungai pada umumnya
yang mempunyai kualitas bagus. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari segi
kejernihan, bau, dan pencemar yang ada pada sungai.
Untuk menentukan kualitas air lebih mendalam menggunakan bioindikator
plankton maka harus menentukan indeks diversitas dari plankton hasil sampling.
Dari data yang didapatkan maka diperoleh indeks keanekaragaman (H’) pada
stasiun 1 sebesar 1,31647. Indeks keanekaragaman dengan nilai 1,31647
menunjukkan bahwa perairan tersebut setengah tercemar (Wilha, 1975 dalam
Citrasari, 2010). Pencemaran yang terjadi di stasiun 1 diduga karena banyaknya

14
rumah warga pada daerah tepi sungai yang membuang limbah domestik ke badan
sungai. Selain itu banyaknya warung-warung di tepi sungai jalan Srikana yang
juga membuang sampah maupun kotoran bekas pencucian perabot secara
langsung.
Hasil penghitungan indeks keanekaragaman di stasiun 2 yaitu sebesar
1,33218. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa sungai tersebut setengah
tercemar (Wilha, 1975 dalam Citrasari, 2010). Hal ini dapat disebabkan karena
pada badan sungai di stasiun 2, secara fisik juga dapat teramati adanya biji–bijian
yang banyak terapung pada badan sungai serta limbah domestik dari warga
sekitar.
Selain faktor penyebab yang terjadi pada stasiun 1 maupun stasiun 2, terdapat
faktor lain yaitu faktor daya dukung lingkungan. Pada kondisi yang baik
seharusnya sungai dapat membersihkan ataupun mengembalikan kondisi sungai
seperti kondisi awal (purifikasi), sedangkan sungai di jalan Srikana tidak dapat
melakukan purifikasi. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya buangan limbah
domestik secara rutin dari penduduk yang bertempat tinggal di daerah sungai
dengan jarak antar rumah warga yang hanya beberapa meter (kondisi pemukiman
di daerah sungai dapat dilihat pada lampiran).
Berdasarkan hasil sampling dan analisis data yang dilakukan maka dapat
disimpulkan bahwa air yang mengalir pada sungai jalan Srikana mempunyai
kualitas setengah tercemar. Baik sungai yang mengalir ke arah selatan maupun ke
arah utara. Sehingga diperlukan suatu usaha untuk mengendalikan dan
mengurangi pencemaran di sungai jalan Srikana untuk menjaga keberlangsungan
kestabilan lingkungan.

15
[Halaman ini sengaja dikosongkan]

16
BAB VI
KESIMPULAN

Dari praktikum teknik sampling dan analisis plankton sebagai parameter biologi
air di sungai jalan Srikana dapat disimpulkan bahwa:
1. Untuk melakukan sampling plankton, pertama-tama kita harus
menyediakan serta mengecek alat dan bahan yang akan digunakan dalam
sampling kemudian menyiapkan ember dan jaring plankton serta mengecek
penjepit saluran apakah sudah terpasang atau belum. Setelah itu mengambil 100
liter air dengan menggunakan ember 10 liter untuk dituang ke dalam net plankton
dengan cara membuka penjepit saluran dan menuangkan volume air yang terjebak
di dalamnya ke dalam botol koleksi.selanjutnya meneteskan formalin ke dalam
botol koleksi yang berisi air hingga mendapatkan larutan fiksasi dengan
konsentrasi sebesar 4% lalu menutup botol dengan rapat dan emberikan label
keterangan nama pengambil, lokasi, dan tanggal pengambilan, kemudian dibawa
ke laboratorium untuk melakukan analisa.
Sedangkan untuk melakukan identifikasi plankton dilakukan
dengan cara meneteskan 1ml sample yang telah dikocok sebelumnya ke
dalam Sedgwich Rafter cell lalu ditutup dengan cover glass untuk diamati
di bawah mikroskop. Kemudian menghitung jumlah dan jenis plankton
untuk menghitung indeks diversitas plankton dan menentukan kualitas
periran tempat sampling.

2. Kualitas perairan di sungai jalan Srikana tergolong pada kondisi setengah


tercemar (Wilha, 1975 dalam Citrasari, 2010) berdasarkan indeks
diversitas (H’) pada stasiun 1 sebesar 1,31647 dan pada stasiun 2 sebesar
1,3321.

17
[Halaman ini sengaja dikosongkan]

18
DAFTAR PUSTAKA

Anonimus1. 2007. Penggolongan dan Klasifikasi Plankton.


http://google.com/ pengertian-dan-penggolongan-plankton
Diakses tanggal 4 Mei 2010.

Anonimus2. 2006. Ciri-ciri Habitat dan Ekosistem di Air Tawar dan Air Laut.
http://organisasi.org/ciri_ciri_habitat_dan_ekosistem_di_air_tawar_dan_ai
r_laut_ilmu_sains_biologi
Diakses tanggal 17 Oktober 2010.

Citrasari, N. 2010. Metode Analisis Plankton. Surabaya.

Hariyanto, S., dkk. 2008. Teori dan Praktik Ekologi. Surabaya : Airlangga
University Press.

Ismail A, Mohamad A.B. 1992. Ekologi Air Tawar. Malaysia: Dewan Bahasa dan
Pustaka, Kementerian Pendidikan Malaysia.

Nontji, A. 2008. Plankton Laut. Jakarta: LIPI Press.

http://dedepurnama.blogspot.com/2009/08/klasifikasi-ekologi-
zooplankton.html

19
[Halaman ini sengaja dikosongkan]

20
LAMPIRAN

Gambar 1. Lokasi Sampling Plankton

Gambar 2. Lokasi Sampling Plankton

21
Gambar 3. Penampang Sungai Stasiun 1

Gambar 4. Penampang Sungai Stasiun 2

22
Gambar 5. Pengambilan Sampel Air

Gambar 6. Formalin dan Air Sampel

23

Anda mungkin juga menyukai