Anda di halaman 1dari 28

Laboratorium Obgyn Tutorial Klinik

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

INTRA UTERINE FETAL DEATH

Oleh
Balya Ibnu Maula
Dyah Anugrah Pratama
Fanytha Libra Karmila
Winda Ayu Purnama Sari
Nurhasanah
Muhammad Mirza
Malliya Agustin

Pembimbing
dr. Marihot Pasaribu, Sp. OG

LAB / SMF OBGYN


Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
RSUD Abdul Wahab Sjahranie
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmatNya


penyusun dapat menyelesaikan Makalah Tutorial Klinik tentang “Intra Uterine
Fetal Death (IUFD)”. Makalah ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan
klinik di Laboratorium Obstertri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Marihot Pasaribu, Sp.
OG. selaku dosen pembimbing Tutorial Klinik yang telah memberikan bimbingan
kepada penyusun dalam penyelesaian makalah ini. Penyusun menyadari terdapat
ketidaksempurnaan dalam makalah ini, sehingga penyusun mengharapkan kritik
dan saran demi penyempurnaan. Akhir kata, semoga makalah ini berguna bagi
penyusun sendiri dan para pembaca.

Samarinda,14 September 2016

Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Intra Uterine Fetal Death (IUFD) merupakan kematian janin yang terjadi
setelah 20 minggu (MacDorman & Kirmeyer, 2009; The American College of
Obstetricians and Gynecologysts [ACOG], 2009), atau bila usia gestasional tidak
diketahui, berat sama dengan atau lebih dari 350 gram (MacDorman & Kirmeyer,
2009). Angka IUFD di Amerika Serikat berkisar tiga sampai lima per 1000
kelahiran. Sementara di bagian Asia selatan memiliki angka IUFD tertinggi di
dunia yaitu 25 – 40 per 1000 kelahiran (Safarzadeh et al., 2014). Berbagai
penelitian menemukan bahwa IUFD merupakan penyumbang angka terbanyak
pada kematian perinatal. IUFD merupakan penyumbang angka terbanyak pada
kematian perinatal di Indonesia yaitu sebesar 29,5%, dan penyumbang kedua oleh
Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) sebanyak 11,2% (Kementrian Kesehatan,
2015). Survei di Indonesia menunjukan angka kematian perinatal di Indonesia
sebanyak 26 per 1000 kelahiran. Angka ini hampir sama dengan yang dilaporkan
SDKI 2007 dan SDKI 2002 – 2003, masing-masing 25 dan 24 per 1.000 kelahiran
(SDKI, 2013). Dinas kesehatan Provinsi Kalimantan Timur mencatat 649
kelahiran mati dari 71.307 kelahiran hidup di tahun 2012 (Dinas Kesehatan
Provinsi Kalimantan Timur, 2013). Dari studi pra penelitian yang dilakukan di
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda didapatkan angka kasus IUFD, yaitu
sebanyak 60 – 130 kasus tiap tahunnya.
Penyebab kematian janin 25 – 40% disebabkan oleh abnormalitas fetal, 15
– 25% oleh abnormalitas plasenta, 5 – 10% oleh kondisi maternal dan sisanya
tidak dapat dijelaskan sebanyak 15 – 35% persen (Cunningham et al., 2013).
Faktor fetal yang dapat menyebabkan kematian janin meliputi abnormalitas
kromosom, infeksi virus, bakteri, protozoa, dan jamur (Silver, 2007). Hasil
penelitian penyebab IUFD di Irak bagian tenggara dari April 2012 – April 2013
mencatat malformasi kongenital sebagai penyebab terbesar kedua IUFD setelah
unexplained IUFD dengan presentase 38% (Safarzadeh et al., 2014). Penelitian
lain juga menunjukkan malformasi kongenital sebagai faktor fetal terbesar
10,48% (Anjali & Vineeta, 2014). IUFD lebih banyak ditemukan pada gestasional
<37 minggu yaitu 7,8 – 10,5 per 1000 kelahiran dan IUFD hanya ditemukan 1,8
per 1000 kelahiran pada usia gestasional >37 minggu (ACOG, 2009).
Kondisi maternal yang meningkatkan risiko IUFD adalah usia maternal
yang semakin meningkat (>35tahun), primigravida, dan meningkatnya Body Mass
Index (BMI) ibu (ACOG, 2009; Tamrakar & Chawla, 2012; Anjali & Vineeta,
2014). Risiko IUFD pada wanita dengan BMI 30 – 39,9 adalah delapan per 1000
kelahiran dan meningkat menjadi sebelas per 1000 kelahiran pada wanita dengan
BMI >40 (ACOG, 2009). Wanita dengan obesitas (BMI ≥30) meningkatkan risiko
diabetes gestasional dan hipertensi yang akan meningkatkan risiko IUFD (ACOG,
2009; Tamrakar & Chawla, 2012). Kondisi maternal lainnya yang dapat
menyebabkan IUFD yaitu, infeksi pada ibu selama kehamilan yang secara
asenden dapat menyebabkan korioamnionitis, dan kemungkinan besar menjadi
penyebab kelahiran mati kurang bulan yang ditandai dengan leukosit
mononuklear dan polinuklear yang menginfiltrasi korion (Goldenberg et al., 2008;
Onderdonk, Delaney, & DuBois, 2008).
Kurangnya frekuensi antenatal care (ANC) atau asuhan antenatal yang
dilakukan oleh ibu, status sosioekonomi yang rendah serta kurangnya edukasi,
juga dapat meningkatkan angka kematian janin (Silver, 2007). Sebuah penelitian
menunjukkan, 89,5% wanita dengan IUFD tidak teratur mengikuti asuhan
antenatal (Anjali & Vineeta, 2014). Sebuah penelitian lain membuktikan bahwa
terdapat hubungan antara asuhan antenatal dengan kematian perinatal, penelitian
ini menunjukkan bahwa sampel dengan asuhan antenatal yang tidak memenuhi
standar mempunyai risiko janin atau bayinya mengalami kematian perinatal
sebesar 4,857 kali dibanding sampel yang asuhan antenatalnya memenuhi standar
(Ramadian, 2010). Asuhan antenatal sangat berguna untuk mendeteksi komplikasi
kehamilan yang mungkin terjadi, sehingga dapat dilakukan edukasi pada ibu
untuk mengatasi komplikasi secara dini dan mencegah kemungkinan terjadinya
IUFD (SDKI, 2013).
1.2 Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Mengetahui tentang mioma uteri dan perbandingan antara teori dengan
kasus nyata intra uterine fetal death (IUFD).
1.2.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui teori tentang IUFD yang mencakup:
a. Definisi
b. Epidemiologi
c. Etiologi
d. Klasifikasi
e. Tanda dan Gejala
f. Diagnosis
g. Penatalaksanaan
h. Komplikasi
i. Prognosis
2. Mengetahui perbandingan antara teori dengan kasus nyata IUFD yang
terjadi di Ruang Mawar Nifas RSUD Abdul Wahab Syahranie.

1.3 Manfaat
1.3.1. Manfaat Ilmiah
Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran
terutama bidang Obstetri dan Ginekologi, khususnya tentang IUFD.
1.3.2. Manfaat bagi Pembaca
Makalah ini diharapkan menjadi sumber pengetahuan bagi pembaca
mengenai IUFD.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Intra Uterine Fetal Death (IUFD) adalah kehilangan kehamilan yang
terjadi setelah usia gestasi genap 20 minggu (Silver, 2007). IUFD merupakan
kematian janin yang terjadi setelah 20 minggu (MacDorman & Kirmeyer, 2009;
ACOG, 2009), atau bila usia gestasional tidak diketahui, berat sama dengan atau
lebih dari 350 gram (MacDorman & Kirmeyer, 2009). Menurut WHO, yang
disebut kematian janin dalam kandungan adalah janin yang mati dalam Rahim
dengan berat badan 500 gram atau lebih, atau kematian janin dalam Rahim ada
kehamilan 20 minggu atau lebih (Soewarto, 2010).

2.2. Etiologi
Kematian janin dapat disebabkan oleh faktor maternal, fetal, atau kelainan
patologik plasenta. Kematian janin dapat pula merupakan hasil akhir dari
gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, atau infeksi (Soewarto, 2010).
Penyebab kematian janin dapat diketahui melalui autopsi yang dilakukan oleh ahli
patologi dibidang gangguan plasenta dan fetal, serta dibantu oleh tim kedoteran
maternal-janin, genetik, dan juga kedokteran anak (Cunningham et al, 2013).
Tabel 2.1 Kategori dan Penyebab Kematian Janin (Cunningham et al., 2013;
Silver, 2007).
Kategori dan Penyebab Kematian
Janin
Fetal – 24 sampai 40 %
Anomali kromosom
Defek lahir non-kromosomal
Hidrops nonimun
Infeksi-virus, bakteri, protozoa
Plasenta – 25 sampai 35 persen
Ketuban Pecah Dini
Solusio
Perdarahan fetomateral
Gangguan tali pusat
Insufisiensi plasenta
Asfiksia intrapartum
Previa
Twin-twin transfusion
Korioamnionitis
Maternal – 5 sampai 10 persen
Diabetes
Penyakit hipertensif
Obesitas
Usia > 35 tahun
Penyakit tiroid
Penyakit ginjal
Antibodi antifosfolipid
Thrombofilia
Merokok
Obat terlarang dan alkohol
Infeksi dan sepsis
Persalinan kurang bulan
Persalinan abnormal
Ruptur uterine
Kelahiran post-term

2.2.1Penyebab Fetal
Sepertiga kematian janin disebabkan oleh anomali struktural, dengan
penyebab tersering defek tabung-saraf, hidrops, hidrosefalus, dan penyakit
jantung kongenital (Cunningham et al., 2013). Faktor fetal lainnya yang juga
menjadi penyebab kematian janin antara lain kehamilan kembar, hamil tumbuh
terhambat, kelainan kongenital, kelainan genetik, dan infeksi (Soewarto, 2010).

2.2.1.1Kondisi genetik
Dari pemeriksaan genetik, penyebab kematian janin terbanyak adalah
anomali kromosom. Abnormalitas yang banyak ditemukan meliputi monosomi X
(23%), trisomi 21 (21%), dan trisomi 13 (8%) (Silver, 2007). Abnormalitas
angiogenesis, plasenta, jantung atau neurologik, dapat menyebabkan kematian
janin pada pertengahan kehamilan. Kondisi genetik tertentu juga dapat
mengganggu fungsi plasenta yang berhubungan dengan kejadian kematian janin
dan abnormalitas obstetri lainya seperti Intra Uterine Growth Retardation (IUGR)
(Silver, 2007). Fetal Growth Restriction (FGR), keadaan dimana janin tidak
bertumbuh ke ukuran yang semestinya yang dapat mejadi penyabab kematian
janin yang berhubungan dengan adanya defek genetik, infeksi janin, ibu yang
merokok, hipertensi, penyakit autoimun, obesitas, dan diabetes (ACOG, 2009).

2.2.1.2 Infeksi Janin


Infeksi janin digolongkan menjadi infeksi in utero (transplasenta), sewaktu
melalui jalan lahir (transmisi vertikal), atau sewaktu masa neonatal (28 hari
pertama kelahiran). Infeksi in utero disebabkan oleh virus (sitomegalovirus,
varisela, HIV, parovirus), protozoa (Toksoplasma gondii), dan bakteri (sifilis
kongenital) (Saifuddin, 2010).
2.2.2 Penyebab Plasenta
Banyak kematian janin akibat abnormalitas plasenta juga dikategorikan
sebagai penyebab maternal atau fetal, sebagai contoh, solusio plasenta yang
berkaitan dengan penyakit hipertensif pada sekitar separuh kasus dan dengan
demikian dapat dikategorikan sebagai penyebab maternal. Insufisiensi plasenta
akibat aneuploidi dapat dianggap sebagai penyebab fetal. Solusio plasenta
merupakan penyebab kematian janin tunggal yang paling sering teridentifikasi
(Cunningham et al., 2013). Solusio plasenta dapat berhubungan dengan trauma
yang terjadi pada ibu selama masa kehamilan. Sebuah penelitian meunjukkan
trauma yang dialami oleh ibu selama masa kehamilan seperti, kecelakaan motor,
jatuh dan terpeleset, dapat meningkatkan insiden kematian janin. Dimana sebagian
besar kasus kecelakaan motor pada ibu hamil berujung pada terjadinya solusio
plasenta dan menyebabkan kematian janin (Hector et al., 2013).
Kelainan pada plasenta dapat berupa bentuk dan implantasi abnormal,
gangguan sirkulasi, kalsifikasi plasenta, lesi villosa hipertrofi, serta tumor pada
plasenta. Gangguan lain yang dapat terjadi pada plasenta yaitu kelainan pada
membran plasenta berupa pewarnaan mekonium dan korioamnionitis. Kelainan
pada tali pusat juga dapat menyebabkan kematian janin akibat gangguan perfusi
nutrisi dan oksigen ke janin yang dapat dipengaruhi oleh ukuran tali pusat,
gulungan tali pusat (cord coiling), dan jumlah pembuluh darah dalam tali pusat
(Cunningham et al., 2013).
Penyebab kematian dapat dijelaskan melalui anormalitas patologi plasenta
yang didukung dengan temuan klinis sebagai berikut (Korteweg, 2008):
a) Placental bed pathology. Remodeling arteri spiral yang tidak adekuat dan
atau gangguan arteri spiral yang menyebabkan insufisiensi vaskular
uteroplasenta sehingga terjadi infark plasenta dan solusio plasenta.
b) Placental pathology. Gangguan plasenta yang terjadi semasa
perkembangan dari plasenta itu sendiri, abnormalitas dapat terjadi di
parenkim atau lokasi dari plasenta.
 Perkembangan: abnormalitas morfologi yang menyebabkan proses
perkembangan yang abnormal, misalnya: plasenta sirkumvalata, vasa
previa, villus imatur, dan plasenta hipoplasia.
 Parenkim: termasuk gangguan vili dan jarak antar vili pada parenkim
plasenta, misalnya, fetal trombotik vaskulopati, infark bagian dasar
pada ibu, villitis of unknown origin, endapan fibrinoid perivillus, dan
perdarahan fetomaternal dengan penyebab yang tidak diketahui.
c) Komplikasi tali pusat
d) Tidak dapat di spesifikkan (temuan klinis tidak dapat dispesifikkan ke
dalam tiga kelompok yang disebutkan diatas).

2.2.3 Penyebab Maternal


Soewarto (2010), menyebutkan beberapa faktor maternal yang menjadi
penyebab kematian janin yaitu, post term (> 42 minggu), diabetes melitus tidak
terkontrol, sistemik lupus eritematous, infeksi, hipertensi, pereeklamsia, eklamsia,
hemoglobinopati, usia ibu yang tua, penyakit rhesus, ruputur uteri, antifosfolipid
sindrom, hipotensi akut ibu, kamatian ibu. Silver (2007) menyebutkan faktor
risiko IUFD meliputi, usia meternal yang meningkat (>35 tahun), obesitas (BMI
>30), infeksi pada ibu selama kehamilan dan penyakit yang diderita ibu seperti
hipertensi dan diabetes.
Pada usia kurang dari 20 tahun, organ-organ reproduksi belum berfungsi
dengan sempurna, sehingga bila terjadi kehamilan dan persalinan akan mudah
mengalami komplikasi. Selain itu, kekuatan otot-otot perineum dan otot-otot perut
belum bekerja secara optimal.
Angka kematian janin juga menigkat pada wanita dengan obesitas.
Sebagian besar penelitian telah memperlihatkan faktor risiko penyebab kematian
janin akibat obesitas maternal (BMI ≥30). Meningkatnya BMI meningkatkan
faktor risiko terjadinya IUFD, seperti diabetes, hipertensi yang meliputi
preeklamsi-eklamsi, penyakit kandung empedu, disfungsi paru, peyakit paru, dan
penyakit jantung koroner (Silver, 2007; ACOG, 2009; Cunningham et al., 2013).
Beberapa penyakit yang baru diderita oleh ibu sewaktu hamil dan juga
penyakit yang sudah diderita oleh ibu sebelum kehamilan dapat mempengaruhi
proses kehamilan dan meningkatkan kemungkinan terjadinya IUFD (ACOG,
2009; Sukarya, 2010).
a) Gangguan Ginjal
Kehamilan merupakan suatu kondisi hiperdinamik, hipovolemik, dengan
adaptasi yang tampak pada semua sistem organ utama. Perubaan fisiologik
penting yang timbul pada ginjal selama kehamilan, antara lain:
 Peningkatan aliran plasma renal (Renal Plasma Flow/RPF)
 Peningkatan tingkat filtrasi glumerulus (Glumerular Filtration Rate/GFR)
 Perubahan reabsorbsi glukosa, sodium, asam amino, dan asam urat tubular.
Peningkatan GFR terjadi selama fase luteal dari siklus menstruasi dan
terus meningkat setelah konsepsi, kemudian mencapai puncak sampai sekitar 50%
di atas kadar pada perempuan yang tidak hamil sampai akhir trimester kedua.
Sejak kehamilan trimester kedua, GFR akan meningkat sampai 30 – 50% di atas
nilai normal perempuan tidak hamil. Peningkatan GFR dapat menjelaskan
mengapa ekskresi glukosa, asam amino, dan vitamin larut air akan meningkat
selama kehamilan. Peningkatan ini menetap sampai usia gestasional 36 minggu,
lalu terjadi penurunan. Semakin tua usia gestasional efek kompresi dari
pembesaran uterus pada aorta – vena kava dapat menurunkan aliran darah ke
ginjal yang mengakibatnya penurunan kadar kreatinin serum dan urea nitrogen
darah (Syamsuri & Bernolian, 2010).
b) Hipertensi
Penyakit hipertensi pada kehamilan dapat menyebabkan gangguan
perkembangan dan pertumbuhan janin. Klasifikasi hipertensi yang di pakai di
Indonesia adalah berdasarkan Report of the National High Blood Pressure
Educational Program Working Group in High Blood Pressure in Pregnancy
tahun 2001 ialah:
 Hipertensi kronik: tekanan darah ≥ 140/90 mmHg sebelum kehamilan atau
terdiagnosis sebelum kehamilan 20 minggu.
 Preeklamsia: tekanan darah ≥ 140/90 mmHg yang terjadi setelah kehamilan
20 minggu, disertai proteinuria ≥ 300 mg/24 jam.
 Eklamsia: preeklamsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau koma.
 Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia: hipertensi kronik
disertai dengan tanda-tanda preeklamsia atau hipertensi kronik disertai
proteinuria.
 Hipertensi gestasional: tekanan darah sistolik ≥ 140 atau diastolik ≥ 90
mmHg ditemukan pertama kali sewaktu hamil, tanpa disertai proteinuria
(Angsar, 2010; Cunningham et al., 2013).
Preeklamsia dan eklamsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin
yang disebabkan oleh menurunnya perfusi utero plasenta, hipovolemia,
vasospasme, dan kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta. Dampak
preeklamsia dan eklamsia pada janin adalah:
 IUGR dan oligohidramnion
 Kenaikan morbiditas dan mortalitas janin, secara tidak langsung akibat
IUGR, prematuritas, oligohidramnion, dan solusio plasenta (Angsar, 2010).
c) Diabetes
Diabetes merupakan komplikasi medik yang sering terjadi pada
kehamilan. Ada dua macam perempuan hamil dengan diabetes, yaitu:
 Perempuan hamil dengan diabetes yang sudah diketahui sejak sebelum
perempuan tersebut hamil.
 Perempuan hamil dengan diabetes yang baru diketahui setelah perempuan
tersebut hamil (diabetes gestasional).
Diabetes gestasional adalah intoleransi glukosa yang dimulai atau baru ditemukan
waktu hamil. Setelah ibu melahirkan, keadaan diabetes gestasional sering akan
kembali ke regulasi normal. Kadar glukosa yang tinggi pada ibu hamil
menimbulkan dampak kurang baik terhadap janin yang dikandung. Bayi yang
lahir dari ibu dengan diabetes gestasional biasanya lebih besar, dan bisa terjadi
juga pembesaran dari organ-organnya (hepar, kelenjar adrenal, jantung). Ibu
penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol dengan baik akan meningkatkan
risiko terjadinya keguguran atau bayi lahir mati. Bila diagnosis diabetes mellitus
sudah dapat ditegakkan sebelum kehamilan, tetapi tidak terkontrol dengan baik,
maka janin berisiko mempunyai kelainan kongenital (Sukarya, 2010).

2.3. Diagnosis
Kematian janin mungkin berhubugan dengan berhentinya gerakan janin
yang pernah dirasakan sebelumnya atau berkuranganya gejala kehamilan seperti
mual. Pada beberapa kasus dapat terjadi perdarahan, kram perut, dan proses
pelahiran. Diagnosis pasti kematian janin adalah dengan menggunakan USG
untuk memastikan keadaan janin dan memastikan pulsasi jantung janin yang
menghilang. Jika belum padat dipastikan dengan menggunakan USG, maka
pemeriksaan dengan menggunakan USG harus diulang lagi dan harus dipastikan
hasil pemeriksaanya oleh orang yang lebih berkompeten (Silver, 2007).
Wanita dengan IUFD akan mencari pertolongan atau mengunjungi pusat
perawatan atau rumah sakit ketika menyadari tidak adanya pergerakan janin, dan
juga adanya kontraksi, hilangnya cairan dan adanya perdarahan vaginal. Tetapi
beberapa kasus dapat asimtomatis, dapat dikatakan sebagai suspect IUFD bila
pemeriksa tidak terdengar suara detak jantung janin (DJJ). Diagnosis ditegakkan
dengan hilangnya DJJ dengan USG, jika pada pemeriksaan pertama DJJ sudah
tidak terlihat tetap dapat dilakukan pemeriksaan kedua untuk lebih memastikan
lagi diagnosis IUFD ini (Temple & Smith, 2014).

2.4. Pemeriksaan Klinis


Pemeriksaan janin, plasenta, dan membran secara cermat harus dilakukan
saat kelahiran dan dicatat pada status. Rincian kejadian pranatal yang relevan juga
disertakan. Pencitraan MRI dan sonografi juga dapat dipertimbangkan (ACOG,
2009). Evaluasi laboratorium juga seharusnya dilakukan, ACOG (2009)
merekomendasikan karyotyping secara ideal pada semua kelahiran mati.
Persetujuan yang sesuai harus didapatkan untuk mengambil sampel jaringan fetus,
termasuk cairan yang didapatkan pasca-mnoterm oleh aspirasi jarum. Darah janin
sebanyal 3 mL, yang diambil dari arteri umbilikalis (pilihan utama) atau pungsi
kardiak, diletakkan di dalam tabung steril yang di heparinisasi untuk pemeriksaan
sitogenik. Jika sampel darah tidak didapatakan direkomendasikan setidaknya satu
dari beberapa sampel dibawah ini : (1) blok plasenta 1 x 1 cm yang diambil
dibawah insersi tali pusat pada spesimen yang terpisah; (2) Segmen korda
umbilikalis sepanjang sekitar 1,5 cm; atau (3) spesimen jaringan internal janin
seperti taut kostokondral atau patela. Jaringan dicuci bersih dengan salin steril
sebelum diberikan Ringer Laktat atau medium sitogenik yang steril (ACOG,
2009).
Pasien juga harus ditawarkan atau dimotivasi untuk mengizinkan autopsi
lengkap, tetapi informasi yang berharga sudah dapat diperoleh dari pemeriksaan
sederhana. Pemeriksaan eksternal lengkap, pencitraan MRI, kultur bakterial,
pemeriksaan kromosomal, dan histopatologis selektif umumnya dapat membantu
menentukan penyebab kematian (Silver, 2007). Tanpa anomali morfologis, hingga
lima persen kelahiran mati memiliki abnormalitas kromosomal (Korteweg et al.,
2008).

Tabel 2.2 Protokol untuk Pemeriksaan Kelahiran Mati (Cunningham et al., 2013)
Protokol untuk Pemeriksaan Kelahiran Mati
Deskripsi bayi
Malformasi
Pewarnaan pada kulit
Derajat Maserasi
Warna – pucat, pletorik
Korda Umbilikalis
Prolapsus
Lilitan – leher, lengan, kaki
Hematoma atau striktur
Jumlah pembuluh darah
Panjang
Wharton jelly – normal, tidak ada
Cairan amnionik
Warna – mekonium, darah
Konsistensi
Volume
Plasenta
Berat
Pewarnaan – mekonium
Bekuan yang melekat
Abnormalitas struktural- lobus circumvallata atau lobus accessorius, insersi
velementosa
Edema – perubahan hidropik
Membran
Terwarnai – mekonium, berkabut
Menebal

2.5. Penanganan
Bila diagnosis kematian janin telah di tegakkan, penderita segera diberi
informasi. Diskusikan kemungkinan penyebab dan rencana penetalaksanaannya
serta rekomendasikan untuk segera diintervensi. Bila kematian janin lebih dari 3 –
4 minggu kadar fibrinogen menurun dengan kecendrungan terjadinya koagulopati,
dan masalah menjadi semakin rumit jika kematian janin terjadi pada salah satu
dari bayi kembar. Bila diagnosis sudah ditegakkan lakukan pemeriksaan tanda
vital ibu; dilakukan pemeriksaan darah perifer, fungsi pembekuan, dan gula darah
(Soewarto, 2010).
Pada 84 – 90% wanita, persalinan pervaginam dapat ditunggu lahir
spontan setelah 2 minggu, umumnya tanpa komplikasi. Persalinan dapat terjadi
secara aktif dengan induksi persalinan dengan oksitosin atau misoprostol dan
tindakan perabdominal bila janin letak lintang serta beberapa indikasi lain untuk
dilakukan pengeluaran janin dengan segera seperti pada kasus koagulopati, infeksi
intauterin, dan preeklamsia. Hati-hati pada induksi dengan uterus pascaseksio
sesarea ataupun miomektomi, bahaya terjadinya ruptur uteri. Pada Kematian janin
24 – 28 minggu dapat digunakan misoprostol untuk unduksi kelahiran (Soewarto,
2010; Temple & Smith, 2014).
Tabel 2.3 Protokol Misoprostol untuk Induksi Persalinan (Dodd & Crowther,
2010)
Dosis Rute Frekuensi
< 28 minggu
200 mg Vaginal Tiap 4 jam
200 – 400 mg Oral Tiap 2 – 4 jam
>28 minggu
25 mg Vaginal Tiap 4 jam
25 mg Oral Tiap 4 jam

IUFD berhubungan dengan postraumatic stress disorder (PTSD) dan


ansietas pada kehamilan berikutnya. Pada 21% wanita menunjukkan kriteria
PTSD pada trimester tiga kehamilan berikutnya setelah IUFD. Gejala PTSD dan
ansietas lebih terlihat berat pada wanita yang kurang memiliki teman atau
keluarga yang dapat memberikan support. Sehingga pada edukasi keluarga pasien
sangat perlu dijelaskan untuk terus memberi support pada pasien pasca IUFD
untuk tidak merasa takut pada kehamilan berikutnya (Temple & Smith, 2014).

2.6. Pencegahan

Upaya mencegah kematian janin khususnya yang sudah mendekati aterm


adalah dengan memeriksakan diri dan janin melalui ultrasonografi. Hal ini bila ibu
merasakan gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau gerakan janin menjadi
terlalu keras. Perhatikan adanya solusio plasenta. Pada gemelli dengan T+T (Twin
to twin transfusion), pencegahan dilakukan dengan koagulasi pembuluh
anastomosis (Soewarto, 2010).

BAB III

LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien :
Nama : Ny. A
Usia : 24 tahun
Alamat : Jalan Pemuda 4
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam

- Identitas Suami :
Nama : Tn. D
Usia : 25 tahun
Alamat : Jalan Pemuda 4
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam

2. Keluhan Utama:
- Keluar air - air (-), lendir darah (+)
- Perut kencang - kencang (+)
- Bayi dirasa tidak bergerak sejak pagi
- Riwayat urut (-), trauma (-),

3. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien dirujuk dari bidan, datang dengan keluhan perut terasa kencang-kencang,
bayi dirasa tidak bergerak sejak pagi. Riwayat urut (-), keluar air-air (-), lendir
darah (-)

4. Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat hipertensi (-), DM (-), asma (-), trauma (-), perdarahan (-)

5. Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat hipertensi (-), DM (-), asma (-)
6. Riwayat haid :
Menarche sejak usia 13 tahun, lama 7 hari, banyaknya pendarahan 2-3x ganti
pembalut wanita/hari.
- HPHT : 20 – 11 – 2015
- TP : 27 – 08 – 2016

7. Status Pernikahan
Menikah 2 kali sejak usia 18 tahun. Lama pernikahan dengan suami sekarang 1
tahun.

8. Riwayat Kontrasepsi :
Implan selama 3 tahun

9. Pemeriksaan Fisik
- Tinggi / Berat Badan : 155 cm/ 63 kg
- Kesadaran : komposmentis
- Tanda-tanda vital:
Tekanan darah : 110 / 70 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Suhu : 36,5 °C
Pernapasan : 24 x/menit

10. Riwayat Kehamilan, Persalinan & Nifas

No Tahun Tempat Umur Jenis Penolong Jenis Keadaan


Partus Partus kehamilan Persalinan Persalinan Kelamin Anak
Anak/ Sekarang
BB
1 2010 BPM Aterm Spontan Bidan P/2500 gr Sehat
2 2016 Hamil ini

11. Pemeriksaan Fisik


Kepala :Normosefalik
Mata :Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
THT : Tidak ditemukan kelainan
Leher :Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
Thorax
Jantung :S1 S2 tunggal reguler
Paru :vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen :cembung, linea nigra (+), striae albicans (-), sikatrik (-)
Ekstremitas
Atas :akral hangat, edema (-/-)
Bawah :akral hangat, edema (-/-)

12. Status Obstetik


- Inspeksi
Perut membesar arah memanjang, linea nigra (+), striae (-)
- Palpasi
TFU 28 cm
Leopold I : bokong
Leopold II : punggung kanan
Leopold III : kepala
Leopold IV : sudah masuk PAP
- Pemerikasaan dalam:
Vulva & vagina kesan normal, portio lunak, Pembukaan 5 cm, ketuban (+),
bloodslym (+)
- DJJ (tidak ditemukan)
- HIS (2 x 10' lamanya 25-30" )
- Gerakan pertama : usia kehamilan 4 bulan
- Gerakan terakhir : sejak pagi hari

13. Laboratorium
Hb : 11,4 g/dl
WBC : 9.400/mm3
HCT : 36,0 %
PLT : 205.000/mm3
BT : 3’
CT : 9’
GDS : 81 mg/dl
Ur : 20,6
Cr : 0,5
HBsAg : Non Reaktif
112 : Non Reaktif

14. Diagnosis
G2P1A0 gravid 37-38 minggu + presentasi letkep + IUFD + inpartu kala 1 fase
aktif

15. Observasi

17.15 WITA
Menerima pasien baru dari IGD, dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik :
Tanda-tanda vital:
Tekanan darah: 110 / 70mmHg
Nadi: 110 x/menit
Suhu: 36,5 °C
Pernapasan: 22 x/menit
Leopold I : TFU : 28 cm, bokong
Leopold II : punggung kanan
Leopold III : kepala
Leopold IV : sudah masuk PAP
Vulva & vagina kesan normal, portio lunak, Pembukaan 5 cm, ketuban (+),
bloodslym (+)
DJJ (tidak ditemukan ) , HIS (2 x 10' ) lamanya 25-30“.
A: G2P1A0 gravid 37-38 minggu + presentasi letkep + IUFD + inpartu kala 1 fase
aktif
Lapor dr. Sp.OG:
IVFD RL 20 tpm
Inj cefotaxime 3x1 gr
Drip oxytocin 10 Iu 20 tpm (maintanance)
Evaluasi KU, kesadaran, TTV, HIS, tanda persalinan
Lapor ulang pukul 21.00 WITA

18.05 WITA
- Skintest cefotaxime (-)
Ibu merasa ingin mengejan
VT pembukaan lengkap, ketuban (+), kepala Hodge II

18.39 WITA
- Bayi lahir spontan
- IUFD / Perempuan/ BB: 2700 gram/PB: 46 cm/ A/S: 0/0/A/C:+/-
- Plasenta belum lahir > 15 menit, injeksi oxytocin yang kedua (+)

19.00 WITA
Plasenta lahir spontan lengkap
Perineum ruptur
Observasi 2 jam post partum

19.10 WITA
Injeksi cefotaxime 1 gr IV
Lapor dr. SP.OG:
- Injeksi cefotaxime lanjut

21.40 WITA
Pindah ke R. Nifas

Observasi 2 jam post partum

BAB IV
PEMBAHASAN

Berikut adalah perbandingan antara teori dan fakta pada kasus ini.
Perbandingan dibuat dalam bentuk tabel agar lebih mudah dipahami.
Teori Fakta
Anamnesis Dalam anamnesis dicari keluhan Pasien datang dengan
utama serta gejala klinis IUFD keluhan keluarnya lendir
yang mungkin muncul, faktor darah disertai perut terasa
risiko, serta komplikasi yang kencang-kencang, dan
mungkin terjadi. Keluhan yang gerakan bayi sudah tidak
sering muncul berupa berhentinya dirasakan sejak pagi.
gerak janin dan berkurangnya
tanda-tanda kehamilan yang
sebelumnya muncul. Keluhan lain
berupa kram perut, perdarahan per
vaginam, dan tanda-tanda
persalinan seperti perut terasa
kencang-kencang dan keluar air-air.
Tanda dan Tanda dan gejala yang muncul pada Tanda dan gejala yang
Gejala IUFD dapat berupa : dirasakan ibu meliputi :
- Berhentinya gerak janin yang - Keluarnya lendir darah
pernah dirasakan. per vaginam.
- Berkurangnya tanda fisiologis - Adanya kontraksi
kehamilan. uterus yang dirasakan
- Kram perut. ibu.
- Perdarahan per vaginam. - Gerakan bayi tidak
- Munculnya tanda persalinan, dirasakan ibu sejak
seperti kontraksi uterus dan pagi hari.
keluarnya air ketuban.
Pemeriksaan Pemeriksaan IUFD sudah dapat 1) Inspeksi
fisik ditegakkan dengan anamnesis Perut membesar
berupa menghilangnya gerakan dengan arah
janin, berkurangnya tanda-tanda memanjang, linea nigra
kehamilan seperti mual, adanya (+), dan striae (-)
perdarahan, dan tanda-tanda 2) Palpasi
persalinan seperti kontraksi uterus TFU = 28 cm
yang mulai muncul. Pemeriksaan Leopold I : bokong
fisik yang dapat dilakukan adalah Leopold II : punggung
dengan auskultasi Denyut Jantung kanan
Janin (DJJ) yang dapat terukur Leopold III : kepala
menggunakan Stetoskop Laenec. Leopold IV : sudah
masuk PAP
HIS = 2 x 10’ durasi
25-30”
3) Auskultasi
DJJ tidak dapat
terdengar
4) Inspekulo
Tidak dilakukan
5) Vaginal Tocher
Vulva dan vagina
kesan normal, porsio
lunak dengan
pembukaan 5 cm,
ketuban (+), dan
bloody slim (+)
Pemeriksaan Beberapa pemeriksaan penunjang 1. Laboratorium :
Penunjang yang dapat dilakukan meliputi : Hb : 11,4 mg/dl
1) Evaluasi laboratorium, meliputi Leu : 9.400/mm3
Darah Lengkap dan Kimia PLT : 205.000/ mm3
Darah HT : 36,0 %
2) Pemeriksaan DJJ menggunakan BT : 3’
Fetoskop Doppler. CT : 9’
3) Pemeriksaan USG, salah GDS : 81 mg/dl
satunya untuk menentukan DJJ. Ureum : 20,6
4) Pemeriksaan penunjang untuk Kreatinin : 0,5
menentukan penyebab kematian HbsAg : non-reaktif
janin, yaitu : 112 : non-reaktif
- Pemeriksaan autopsi
lengkap 2. Pemeriksaan dengan
- Pemeriksaan kromosom fetoskop Doppler tidak
- Pencitraan MRI ditemukan adanya DJJ.
- Kultur bakteri
- Pemeriksaan histopatologis
Penatalaksa Penatalaksanaan IUFD meliputi : Terapi Medikamentosa :
naan 1. Memberitahukan ke pasien - IVFD RL 20 tpm
tentang kondisi janin yang - Injeksi Cefotaxime 3x1
dikandungnya dan gram
mendiskusikan rencana - Drip Oxytocin 10 IU
penatalaksanaan selanjutnya. dalam RL dengan
kecepatan 20 tpm
2. Merencanakan persalinan
Pasien dengan IUFD harus
Persalinan :
segera dilakukan terminasi
Persalinan dilakukan per
kehamilan karena berisiko untuk
vaginam 1 jam setelah
terjadinya koagulopati. Metode
masuk RS. Injeksi
persalinan dapat berupa :
oksitosin dalam
- Persalinan per vaginam
manajemen kala III
Sebagian besar pasien
dilakukan sebanyak 2 kali
menunggu persalinan spontan
karena plasenta tidak
sampai 2 minggu. Induksi
dapat dilakukan
keluar dalam 15 menit.

menggunakan oksitosin atau


misoprostol. Jika usia janin Setelah perlahiran :
24-28 minggu, induksi dapat Injeksi Cefotaxime tetap
langsung dimulai dilanjutkan dengan dosis 1
menggunakan misoprostol. gram per IV.
Pada janin < 28 minggu,
misoprostol diberikan dengan
dosis 200 mg per vaginam
tiap 4 jam dan 200-400 mg
PO tiap 2-4 jam. Pada janin >
28 minggu, misoprostol
diberikan dengan dosis 25
mg per vaginam tiap 4 jam
dan 25 mg PO tiap 4 jam.

- Sectio Caesarea
Persalinan dengan SC dilakukan
jika ada indikasi obstetri, seperti
letak lintang, atau tindakan gawat
darurat seperti adanya infeksi
intrauterine, koagulopati, dan
preeklampsia.
3. Memberikan edukasi kepada
keluarga agar selalu meberikan
dukungan kepada pasien,
terutama untuk merencanakan
kehamilan berikutnya. Hal ini
dilakukan sebagai terapi
pencegahan untuk terjadinya
PTSD yang sering muncul pada
wanita post-IUFD.
DAFTAR PUSTAKA

ACOG. (2009). Management of Stillbirth. The American College of Obstetricians


and Gynecologysts. no. 102.

ACOG. (2002). Prevention of early-onset group streptococcus disease in


newborns. Committee opinions no. 129.
Adeniran, A. J., & Stanek J. (2007). Amnion nodusum revisited:
Clinicopathologic and placental corelations. Arch Pathol Lab Med, 131:
1829.

Angsar, M. D. (2010). Hipertensi Dalam Kehamilan. In S. Prawirohardjo, Ilmu


Kebidanan (pp. 530-561). Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Cunningham, G. F., Leveno, K. J., Bloom, S. L., Hauth, J. C., Rouse, D. J., &
Spong, C. Y. (2013). Obstetri Williams (23 ed., Vol. 1). Jakarta: EGC.
Cunningham, G. F., Leveno, K. J., Bloom, S. L., Hauth, J. C., Rouse, D. J., &
Spong, C. Y. (2013). Obstetri Williams (23 ed., Vol. 2). Jakarta: EGC.

Korteweg, F. J., Gordijn, S. J., Timmer, A., Holm, J. P., Ravise, J., & Erwich, J.
(2008). A Placental Cause of Intra-uterine Fetal Death Depends on the
Perinatal Mortality Classification System Used. Placenta, 29: 71-80.

MacDorman, M. F., & Kirmeyer, S. (2009). Fetal and perinatal mortality, United
States, 2005. Natl Vital Stat Re 57: 1-19.

Manuaba, I. B., Manuaba, C., & Manuaba, F. (2012). Pengantar Kuliah Obstetri.
Jakarta: EGC.

Saifuddin, A. B. (2010). Pencegahan Infeksi Maternal dan Neonatal. In S.


Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan (pp. 414-418). Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

Silver, R. M. (2007). Fetal death. Obstet Gynecol, 109:153-167.

Soewarto, S. (2010). Kematian Janin. In S. Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan (pp.


732-735). Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sukarya, W. S. (2010). Kehamilan dan gangguan Endokrin. In S. Prawirohardjo,
Ilmu Kebidanan (pp. 846-847). Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Surya, I. G. P. (2010). Penyakit Infeksi. In S. Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan (pp.


903-920). Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Syamsuri, A. K., & Bernolian, N. (2010). Kehamilan dengan Penyakit Ginjal. In


S. Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan (pp. 829-845). Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

Tamrakar, S. R., & Chawla, C. D. (2012). Intrauterine Foetal Death and its
Probable Causes: Two year Experience in Dhulikhel Hospital –
Kathmandu University Hospital. Kathmandu Univ med J, 10(4):44-48.

Temple, R., & Smith, S. (2014). Intrauterine fetal demise: Care in the aftermath,
and beyond. The Journal of Family Practice, 63(6): E9-13.

Wijayanegara, H. (2010). Prolaps Tali Pusat. In S. Prawirohardjo, Ilmu


Kebidanan (pp. 625-628). Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai