Anda di halaman 1dari 14

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/321300818

Peran Citra Satelit Resolusi Tinggi Dalam Penyusunan Rencana Detil Tata
Ruang

Presentation · May 2016


DOI: 10.13140/RG.2.2.35682.43203

CITATIONS READS

0 1,641

5 authors, including:

Bambang Sulistyo
Faculty of Agriculture, University of Bengkulu
31 PUBLICATIONS   12 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Perubahan luas kawasan pantai di provinsi bengkulu bagian selatan dengan menggunakan data citra satelit landsat periode tahun 2006-2015 View project

Mapping Erosivity Rain And Spatial Distribution Of Rainfall In Catchment Area Bengkulu River Watershed View project

All content following this page was uploaded by Bambang Sulistyo on 26 November 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Sosialisasi Integrasi Penyelenggaraan Penataan Ruang Dengan Pertanahan
Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bengkulu
Hotel Grage, Bengkulu 3 Mei 2016

PERAN CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI


DALAM PENYUSUNAN RENCANA DETIL TATA RUANG

Oleh :
Bambang Sulistyo

Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu


Jalan WR. Supratman, Kandang Limun, Bengkulu
Email : bambangsulistyounib@gmail.com

PENDAHULUAN
Kota selalu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, dalam perkembangan
kota menyangkut aspek-aspek politik, sosial, budaya, teknologi, ekonomi dan fisik.
Pertumbuhan dan perkembangan kota yang ada seharusnya didasarkan pada tata ruang.
Kota menjadi salah satu pusat utama perkembangan kawasan perkotaan. Adanya
peluang kegiatan investasi pada suatu kota menjadi salah satu faktor penarik terbesar
terjadinya migrasi. Perpindahan penduduk menuju kawasan perkotaan (urbanisasi perkotaan)
hingga saat ini menjadi salah satu isu strategis perencanaan dan pembangunan perkotaan.
Laju urbanisasi perkotaan yang semakin tinggi mendorong semakin cepatnya pertumbuhan
penduduk.
Disamping itu lahan perkotaan yang relatif statis semakin lama tidak akan mampu
menampung penduduk dengan jumlah yang semakin tinggi pula. Daya dukung dan daya
tampung kota yang terbatas menyebabkan berkembangnya kawasan pinggiran kota yang
disebut sebagai pemekaran kota (Putra dkk, 2015). Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan
penyusunan rencana tata ruang.
Sesuai dengan hirarkhinya, maka penyusunan rencana tata ruang diawali dengan
penyusunan RTRW Nasional, Provinsi dan Kabupaten / Kota. Rencana Detail Tata Ruang
Kabupaten/ Kota yang selanjutnya disingkat RDTR adalah rencana secara terperinci tentang
tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten/kota.
RDTR disusun untuk bagian dari wilayah kabupaten/kota yang merupakan kawasan
perkotaan dan/atau kawasan strategis kabupaten atau kawasan strategis kota. (Permen PU,
17/PRT/M/2009).

1
Sosialisasi Integrasi Penyelenggaraan Penataan Ruang Dengan Pertanahan
Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bengkulu
Hotel Grage, Bengkulu 3 Mei 2016

Dalam penyusunan RDTR disyaratkan menggunakan data atau peta yang disajikan
pada skala besar, yaitu 1:5.000, sedangkan kegiatan yang memerlukan pendetailan yang lebih
rinci, kegiatan analisis dibuat dalam peta kerja 1:1.000. Obyek-obyek yang tergambar pada
peta skala besar tersebut sangat rinci dan jelas. Dalam RDTR dibutuhkan data dasar yang
sesuai untuk menunjang penyusunannya. Data dasar itu sendiri adalah data awal yang
digunakan sebagai acuan dalam melakukan penyusunan RDTR. Data dasar yang dimaksud
meliputi prasarana dan utilitas umum, kependudukan, perekonomian, penggunaan lahan, tata
bangunan dan lingkungan, daerah rawan bencana serta fisik dasar kawasan.
Idealnya untuk meperoleh data / peta dengan skala 1:5.000 atau bahkan skala 1:1.000
diperlukan survei lapangan yang sangat rinci / detil. Namun demikian, survei yang demikian
memerlukan sumberdaya yang banyak, waktu yang lama dan biaya yang sangat mahal.
Sebagai alternatifnya penggunaan teknologi penginderaan jauh tidak dapat ditawar lagi.
Lillesand et al., (2004) mendefinisikan penginderaan jauh sebagai ilmu dan seni untuk
memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau fenomena dengan cara menganalisis data
yang diperoleh menggunakan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau
fenomena yang dikaji. Penginderaan jauh meliputi dua proses utama yaitu pengumpulan data
dan analisis data. Proses pengumpulan data terdiri dari adanya sumber energi, perjalanan
energi melalui atmosfer, interaksi antara energi dengan kenampakan di muka bumi, sensor
wahana pesawat terbang atau satelit, dan hasil pembentukan datanya berupa hardcopy atau
data digital.
Salah satu produk teknologi penginderaan jauh adalah citra satelit yang
menggambarkan / menyajikan obyek yang mirip / sesuai dengan obyek yang sesungguhnya di
lapangan. Seberapa rinci obyek yang tergambar pada citra sakan tergantung pada wahana
yang merekam obyek di bumi.

HUBUNGAN RESOLUSI SPASIAL DAN SKALA PETA


Dalam penginderaan jauh dikenal istilah resolusi spasial, yaitu ukuran terkecil dari
suatu obyek yang masih dapat dideteksi oleh sistem pencitraan (Lillesand et al., 2004).
Resolusi spasial akan lebih mudah dipahami dengan cara menayangkan citra satelit pada
komputer atau laptop yang telah dipasang program SIG yang memungkinkan untuk
penayangan data citra. Dengan melakukan beberapa kali pembesaran (zoom in) maka akan
terlihat bahwa obyek di bumi diwakili oleh kotak-kotak atau piksel. Kotak-kotak tersebut
pada umumnya berbentuk bujursangkar sehingga ukuran sisinya sama. Satu kotak pada data
citra tersebut mewakili berapa meter kali berapa meter di bumi. Hal itulah yang disebut

2
Sosialisasi Integrasi Penyelenggaraan Penataan Ruang Dengan Pertanahan
Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bengkulu
Hotel Grage, Bengkulu 3 Mei 2016

dengan resolusi spasial. Sebagai contoh seperti disajikan pada Gambar 1, QuickBird
mempunyai resolusi spasial 0,6 meter, artinya setiap kotak / piksel data mewakili obyek di
bumi dengan ukuran 0,36 m2 (0,6 meter X 0,6 meter). Resolusi spasial dari beberapa wahana
satelit penginderaan jauh yang lain disajikan pada Tabel 1.

Gambar 1. Resolusi Spasial dari Citra Satelit QuickBird (Sumber: Baihaqi, 2016)

Citra satelit dikatakan mempunyai resolusi spasial yang Tinggi (selanjutnya disingkat
CSRT) jika resolusi spasialnya ≤ 4 meter dan dikatakan mempunyai resolusi spasial Rendah
jika sesolusi spasialnya ≥ 30 meter. Diantara kedua klasifikasi resolusi spasial tersebut
dikatakan mempunyai resolusi spasial yang Sedang. Secara umum dapat dikatakan bahwa
semakin tinggi resolusi spasialnya maka wahana tersebut akan merekam obyek di bumi
secara lebih rinci atau lebih detil, dan sebaliknya. Kerincian obyek tersebut akan
tergambarkan pada peta sebagai hasil akhir dari analisis / interpretasi citra satelit.
Untuk mengetahui citra satelit yang mana yang harus dipilih dalam penyusunan
rencana tata ruang maka tergantung skala peta akhir yang diinginkan. Tobler (1987)
memberikan rumusan atau aturan kesepadanan skala peta dan resolusi spasial citra sebagai
berikut :
“Bagi bilangan penyebut skala peta dengan 1000 (penggunaan angka 1000
dimaksudkan agar terdeteksi dalam satuan meter) maka resolusi citra yang
sepadan adalah setengah dari hasil pembagian tersebut”.
Sebagai contoh, jika kita tidak yakin berapa besar resolusi citra yang efektif
diperlukan utuk mendeteksi objek pada skala peta 1:5.000, maka sesuai aturan Tobler,
resolusi citra yang diperlukan adalah 2,5 meter, angka ini diperoleh dari 5.000 / (1000 * 2).

3
Sosialisasi Integrasi Penyelenggaraan Penataan Ruang Dengan Pertanahan
Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bengkulu
Hotel Grage, Bengkulu 3 Mei 2016

Jika kita sudah mengetahui resolusi citra yang diperlukan, maka selanjutnya kita bisa
mencari citra satelit apa yang diperlukan, apakah QuickBird atau Ikonos atau Landsat.
Tabel 1. Resolusi Spasial Dari Beberapa Wahana Satelit Penginderaan Jauh
SATELIT/ SENSOR SALURAN RESOLUSI LEBAR PEREKAMAN
SPEKTRAL (m) SPASIAL CAKUPAN ULANG
SPOT
HRV/XS Saluran 1 0,50 – 0,59 20 m
(Multispektral) Saluran 2 0,61 – 0,68
HRV/P Saluran 3 0,79 – 0,89 60 km 26 hari
(Pankromatik) 0,51 – 0,73 10 m
Landsat 1-2 Saluran 1 0,48-0,57
RBV Saluran 2 0,58-0,68 80 m 185 km 18 hari
Saluran 3 0,70-0,83
Landsat 1-2 Saluran 4 0,50 – 0,60
MSS Saluran 5 0,60 – 0,70
Saluran 6 0,70 – 0,80 79 m 185 km 18 hari
Saluran 7 0,80 – 1,10
Landsat 3 Saluran 1 0,505-0,75 40 m 18 hari
RBV
Landsat 3 Saluran 4 0,5-0,6
MSS Saluran 5 0,6-07 79 m 18 hari
Saluran 6 0,7-0,8
Saluran 7 0,8-1,1
Saluran 8 10,4-12,6 240 m
Landsat 4-5
MSS Saluran 4 0,5-0,6
Saluran 5 0,6-0,7
Saluran 6 0,7-0,8 82 m 16 hari
Saluran 7 0,8-1,1
Landsat 4-5
TM Saluran 1 0,45 – 0,52
Saluran 2 0,52 – 0,60
Saluran 3 0,63 – 0,69 30 m 16 hari
Saluran 4 0,76 – 0,90
Saluran 5 1,55 – 1,75
Saluran 7 2,08 – 2,35
Saluran 6 10,40 – 12,50 120 m
Landsat 7 Saluran 1 0,45 – 0,52
ETM Saluran 2 0,52 – 0,60
Saluran 3 0,63 – 0,69 30 m 16 hari
Saluran 4 0,76 – 0,90
Saluran 5 1,55 – 1,75
Saluran 7 2,08 – 2,35
Saluran 6 10,40 – 12,50 120 m
PAN 0,50-0,90 15 m
HCMM
V/NIR Saluran 1 0,50 – 1,10 600 m 700 km
TIR Saluran 2 10,50 – 12,50
JERS-1
VNIR Saluran 1 0,52 – 0,60
Saluran 2 0,63 – 0,69
Saluran 3 0,70 – 0,76
Saluran 4 0,76 – 0,86
18,3 x 24,2 75 km 44 hari
SWIR Saluran 1 1,60 – 1,71 meter
Saluran 2 2,01 – 2,12
Saluran 3 2,13 – 2,15
Saluran 4 2,27 – 2,40
GMS
VIS Saluran 1 0,50 – 0,75 3 km 3 jam
TIR Saluran 2 10,50 – 12,50 (8 kali sehari)
NOAA / AVHRR
VIS Saluran 1 0,55 – 0,68
VIS / NIR Saluran 2 0,725 – 1,10
Saluran 3 3,55 – 3,93 1,1 km 2.400 km 2 kali sehari
TIR Saluran 4 10,50 – 11,5

4
Sosialisasi Integrasi Penyelenggaraan Penataan Ruang Dengan Pertanahan
Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bengkulu
Hotel Grage, Bengkulu 3 Mei 2016

IRS-IC
Pancromatik 0,50 – 0,75 < 10 m 70 km 5 hari
LISS-3
VNIR Saluran 1 0,52 – 0,59
Saluran 2 0,62 – 0,68 23,6 m 142 km 24 hari
Saluran 3 0,77 – 0,86
SWIR Saluran 1 1,55 – 1,70 70,8 m 148 km 5 hari
WiFS Saluran 2 0,62 – 0,68 189 m 774 km
Saluran 3 0,77 – 0,86
Sumber: Modul Penginderaan Jauh, PT. Risadata Utama, 2000

Dari penjelasan tersebut di atas maka hubungan antara skala peta dan resolusi spasial
untuk berbagai citra satelit disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hubungan Skala Peta dan Resolusi Spasial Untuk Berbagai Citra Satelit
Skala Peta Terdeteksi Resolusi Citra Citra Satelit*)
(meter) (meter)
1 : 1000 1 0.5 QuickBird (p),WorlView2 (p), GeoEye1 (p)
1 : 2000 2 1 Ikonos (p), WorlView2 (m), GeoEye1 (m)
1 : 5000 5 2.5 QuickBird (m), Formosat-2 (p), ALOS (p),
SPOT-5 (p)
1 : 10.000 10 5 Ikonos (m), SPOT-5 (p)
1 : 15.000 15 7,5 Formosat-2 (m)
1 : 25.000 25 12,5 SPOT (m), Landsat TM (p), ALOS (m),
ASTER VNIR
1 : 50.000 50 25 Landsat TM (m), ASTER SWIR
1 : 1.00.000 100 50 Landsat TM (m)
*)
Keterangan: (p) = pankromatrik, (m)= multispektral (Sumber: Gandharum, 2016)

Beberapa contoh gambar yang menyajikan obyek pada lokasi yang sama akan tetapi
direkam dan disajikan oleh wahana dengan resolusi spasial yang berbeda disajikan pada
Gambar 2 dan Gambar 3.

Gambar 2. Obyek Pada Lokasi Yang Sama Akan Tetapi Direkam dan Disajikan Oleh
Wahana Dengan Resolusi Spasial Yang Berbeda (Landsat 7, RapidEye dan SPOT 5)

5
Sosialisasi Integrasi Penyelenggaraan Penataan Ruang Dengan Pertanahan
Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bengkulu
Hotel Grage, Bengkulu 3 Mei 2016

Gambar 3. Obyek Lapangan terbang di Sabang, Aceh dari dua sumber citra satelit yang
berbeda resolusi spasial: (a) Landsat TM beresolusi 30 meter dan (b) IKONOS beresolusi 4
meter (Sumber: Gandarum, 2016)

Beberapa wahana yang menghasilkan CSRT disajikan pada Tabel 3, sedangkan


beberapa bentuk wahana CSRT disajikan pada Gambar 4. Contoh CSRT di sekitar Tugu
Monumen Nasional disajikan pada Gambar 5.
Tabel 3. Beberapa Wahana yang Menghasilkan CSRT
No Wahana Resolusi Spasial
1 GeoEye-1 0,46 meter
2 GeoEye-2 (WorldView-4) 0,34 meter
3 WorldView-1 / WorldView-2 0,46 meter
4 WorldView-3 0,31 meter
5 FORMOSAT-2 2,0 meter
6 Plaiades-1A / Plaiades-1B 0,5 meter
7 ALOS 2,5 meter
8 KOMPSAT-3 0,7 meter
9 QuickBird 0,65 meter
10 IKONOS 0,82 meter
11 SkySat-2 0,9 meter
12 SPOT-6 / SPOT -7 1,5 meter
13 CARTOSAT-1 0,5 meter
14 SPOT-5 2,5 – 5 meter
15 RapidEye 5,0 meter
Sumber: http://www.satimagingcorp.com/satellite-sensors/

ANALISIS CSRT DALAM PENYUSUNAN RDTR


Di dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, RDTR
Kabupaten merupakan penjabaran dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten ke
dalam rencana distribusi pemanfaatan ruang dan bangunan serta bukan bangunan pada
kawasan perkotaan maupun kawasan fungsional kabupaten. Dengan kata lain RDTR

6
Sosialisasi Integrasi Penyelenggaraan Penataan Ruang Dengan Pertanahan
Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bengkulu
Hotel Grage, Bengkulu 3 Mei 2016

Kabupaten mempunyai fungsi untuk mengatur dan menata kegiatan fungsional yang
direncanakan oleh perencanaan ruang diatasnya, dalam mewujudkan ruang yang serasi,
seimbang, aman, nyaman dan produktif. Muatan yang direncanakan dalam RDTR kegiatan
berskala kawasan atau lokal dan lingkungan, dan atau kegiatan khusus yang mendesak dalam
pemenuhan kebutuhannya.

(a) QuickBird (b) GeoEye-2 (WorldView-4) (c) Pleiades-1B

Gambar 4. Beberapa Bentuk Wahana Penghasil CSRT


Sumber: http://www.satimagingcorp.com/satellite-sensors/

Gambar 5. CSRT di sekitar Tugu Monumen Nasional (Sumber: Baihaqi, 2016)

RDTR Kabupaten dilakukan berdasarkan tingkat urgensi/prioritas/keterdesakan


penanganan kawasan tersebut di dalam konstelasi wilayah kabupaten. RDTR Kabupaten juga
merupakan rencana yang menetapkan blok-blok peruntukan pada kawasan fungsional,
sebagai penjabaran “kegiatan” ke dalam wujud ruang, dengan memperhatikan keterkaitan
antar kegiatan fungsional dalam kawasan, agar tercipta lingkungan yang serasi, selaras,

7
Sosialisasi Integrasi Penyelenggaraan Penataan Ruang Dengan Pertanahan
Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bengkulu
Hotel Grage, Bengkulu 3 Mei 2016

seimbang dan terpadu. RDTR Kabupaten adalah rencana pemanfaatan ruang bagian wilayah
kabupaten secara terperinci yang disusun untuk penyiapan perwujudan ruang dalam rangka
pengaturan zonasi, perijinan dan pembangunan kawasan.
Maksud dari penyusunan RDTR adalah mewujudkan rencana detail tata ruang yang
mendukung terciptanya kawasan strategis maupun kawasan fungsional secara aman,
produktif dan berkelanjutan. Adapun tujuannya adalah : 1. Sebagai arahan bagi masyarakat
dalam pengisian pembangunan fisik kawasan, 2. Sebagai pedoman bagi instansi dalam
menyusun zonasi, dan pemberian periijinan kesesuaian pemanfaatan bangunan dengan
peruntukan lahan. Sedangkan sasarannya adalah untuk : 1. Menciptakan keselarasan,
keserasian, keseimbangan antar lingkungan permukiman dalam kawasan; 2. Mewujudkan
keterpaduan program pembangunan antar kawasan maupun dalam kawasan; 3. Terkendalinya
pembangunan kawasan strategis dan fungsional kabupaten, baik yang dilakukan pemerintah
maupun masyarakat/swasta; 4. Mendorongnya investasi masyarakat di dalam kawasan; dan 5.
Terkoordinasinya pembangunan kawasan antara pemerintah dan masyarakat/swasta.
Untuk mengetahui berbagai data atau informasi yang diperlukan dalam penyusunan
RDTR maka dapat diacu Undang-Undang, Peraturan, Pedoman maupun Petunjuk terkait
penyusunan RDTR. Data yang diperlukan dalam penyusunan RDTR tidak semuanya secara
langsung merujuk pada data spasial. Hanya data spasial yang dapat dihasilkan dari CSRT.
Itupun terbatas pada kawasan yang dikaji karena dengan penggunaan CSRT membatasi analis
melakukan pengamatan secara menyeluruh (synoptic/holistic view).
Secara garis besar, tahapan pengolahan CSRT meliputi :
a. Koreksi Radiometrik, Penghilangan Awan dan Penajaman.
Tahap ini berupaya untuk memperbaiki kualitas citra sedemikian rupa sehingga citra
lebih tajam dan lebih mudah untuk dilakukan interpretasi.
b. Penyusunan Mosaik.
Proses ini bertujuan untuk menggabungkan beberapa kawasan citra agar dapat
mencangkup semua area yang akan digunakan dalam penyusunan rencana tata ruang.
Penyusunan mosaik hanya dilakukan apabila kawasan yang akan dikaji dicakup oleh lebih
dari satu citra.
Jika kualitas citra antara satu lokasi dengan lokasi yang lainnya kurang seimbang,
maka perlu dilakukan lagi koreksi radiometrik, khususnya color balancing.
c. Koreksi Geometrik dan Pengecekan Hasilnya.
Proses Koreksi geometrik pada citra dilakukan dengan merelasikan koordinat pada
obyek yang terekam pada citra dengan koordinat obyek yang sama yang sesungguhnya di

8
Sosialisasi Integrasi Penyelenggaraan Penataan Ruang Dengan Pertanahan
Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bengkulu
Hotel Grage, Bengkulu 3 Mei 2016

bumi / lapangan (GCP / Ground Control Point). Termasuk dalam koreksi geometrik yaitu
rektifikasi untuk memperbaiki kondisi piksel citra akibat dilakukan registrasi (piksel citra
tertarik karena memposisikan citra sesuai acuan yang digunakan berdasarkan GCP).
Sebagai nilai ambang dalam melakukan koreksi geometrik yaitu jika memenuhi syarat
nilai ketelitiannya (RMS Error) ≤ 1 piksel.
CSRT yang sudah dilakukan koreksi geometris kemudian ditumpansusunkan
(overlay) dengan Peta Garis skala 1:5000 pada lokasi yang sama. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui pergeseran linearnya. Apabila pergeserannya lebih besar daripada nilai
ambang yang ditentukan, maka koreksi geometris perlu diulang lagi.
d. Analisis / Interpretasi / Klasifikasi.
Pada tahap ini dilakukan analisis / interpretasi / pengklasifikasian merupakan kegiatan
mengkaji citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek yang tergambar dalam citra
dan menilai arti penting obyek tersebut. Pada umumnya, dan yang lebih mudah, tahap ini
dilakukan dengan menggunakan teknik on-screen digitizing, yaitu melakukan digitasi
(pengubahan data raster digital menjadi data vektor digital) menggunakan citra satelit yang
ditayangkan pada layar monitor. Dalam digitasi tersebut analis memanfaatkan kunci-kunci
interpretasi dalam menentukan obyek.
Data spasial yang dapat diperoleh dari analisis CSRT meliputi:
 Batas Administrasi Rukun Tetangga (RT).
 Batas Administrasi Rukun Warga (RW).
 Batas Administrasi Kelurahan.
 Batas Administrasi Kecamatan.
 Garis Pantai.
 Jaringan Jalan dengan berbagai kelas dan fungsinya, termasuk Jalan Kereta Api.
 Jaringan drainase.
 Jembatan.
 Sungai dan anak sungainya.
 Persil Bangunan Rumah dan atau Permukiman.
 Persil Bangunan Perkantoran (baik Pemerintah maupun Swasta).
 Persil Bangunan / Fasilitas Ibadah, Pendidikan, Sosial, Ekonomi dan Budaya.
 Bangunan Pariwisata.
 Penggunaan Lahan.
 Pelabuhan.

9
Sosialisasi Integrasi Penyelenggaraan Penataan Ruang Dengan Pertanahan
Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bengkulu
Hotel Grage, Bengkulu 3 Mei 2016

 Samudera / Lautan.
 Ruang Terbuka Hijau (Eksisting).
 Lapangan Olah Raga.
 Tempat Pemakaman Umum.
 Garis Kontur (apabila digunakan CSRT yang bisa diamati secara Stereo)
e. Pengecekan Lapangan (Ground Check) dan Penambahan Informasi Lapangan
Pada tahap ini dilakukan pengecekan terhadap hasil analisis / interpretasi / klasifikasi
yang diperoleh sehingga diperoleh informasi ketelitian atas analisis yang sudah dilakukan.
Pada tahap ini juga dikumpulkan kelengkapan informasi tambahan, seperti nama jalan,
nama bangunan, nama sungai, nama fasilitas ibadah / pendidikan / sosial / ekonomi /
budaya, serta informasi lain yang diperlukan.

Setelah penyusunan peta dasar dan pengumpulan data pendukung lainnya sudah
selesai maka tahap analisis untuk RDTR dapat dilanjutkan, meliputi : Analisis Struktur
Kawasan Perencanaan; Analisis Peruntukan Blok; Analisis Prasarana Transportasi; Analisis
Utilitas Umum; Analisis Amplop Ruang; serta Analisis Kelembagaan dan Peran Masyarakat.

PERAN BIG DAN LAPAN DALAM PENYEDIAAN PETA DASAR SKALA BESAR
Sesuai Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2012 tentang Penyediaan, Penggunaan,
Pengendalian Kualitas, Pengolahan dan Distribusi Data Satelit Penginderaan Jauh Resolusi
Tinggi, LAPAN dan BIG bertugas untuk menyediakan dan membuat citra tegak satelit
penginderaan jauh resolusi tinggi untuk keperluan survei dan pemetaan, melaksanakan
penyimpanan dan pengamanan citra tegak satelit penginderaan jauh resolusi tinggi dan
melaksanakan penyebarluasan citra tegak satelit penginderaan jauh resolusi tinggi melalui
Infrastruktur Data Spasial Nasional.
Penyelenggaraan CSRT di BIG melalui beberapa tahapan, yaitu:
1. pengadaan citra satelit resolusi tinggi sebagai data dasar pemetaan desa dan
alternatif sementara untuk penyusunan RDTR
2. pengadaan data Digital Elevation Model (DEM),
3. pengukuran Ground Control Point (GCP),
4. pelaksanaan koreksi geometrik (orthorektifikasi),
5. peningkatan kapasitas pusat data di penghubung simpul jaringan, penyelenggaraan
penyimpanan dan pengamanan,

10
Sosialisasi Integrasi Penyelenggaraan Penataan Ruang Dengan Pertanahan
Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bengkulu
Hotel Grage, Bengkulu 3 Mei 2016

6. penyelenggaraan penyebarluasan CSRT.


Namun demikian, karena keterbatasan anggaran dan karena luasnya wilayah
Indonesia, maka belum semua wilayah telah disajikan dalam Peta Dasar Skala Besar skala
1:5.000 sebagai dasar penyusunan RDTR. Subagio (2015) menyebutkan bahwa ketersediaan
Peta Dasar Skala Besar di Indonesia baru ada 0,14% (539 Nomor Lembar Peta dari jumlah
keseluruhan yang diperkirakan sebanyak 379.012 lembar). Dilain pihak, sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010, Pemerintah Kota / Kabupaten diharapkan
sudah menyusun RDTR paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan setelah ditetapkannya Perda
RTRW. Dengan demikian akan terjadi permasalahan tersendatnya penyusunan RDTR jika
Pemerintah Kota / Kabupaten harus menunggu BIG menyelesaikan tugasnya. Contoh Peta
Dasar Skala Besar skala 1:5.000 untuk kawasan sekitar Tugu Monumen Nasional disajikan
pada Gambar 6.

Gambar 6. Peta Dasar Skala Besar skala 1:5.000 di sekitar Tugu Monumen Nasional
(Sumber: Baihaqi, 2016)

Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka, sesuai dengan hasil kesepakatan


Rakornas tahun 2013 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2014 pasal 87, Pemerintah
Kota / Kabupaten diijinkan untuk menyiapkan Peta Dasar untuk penyusunan RDTR melalui
supervisi BIG. Hal ini juga sesuai dengan Undang-Ungan Nomor 4 Tahun 2011 Tentang
Informasi Geospasial dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Ketelitian
Peta Rencana Tata Ruang yang mengamanatkan agar penyusunan peta rencana tata ruang
wajib dikonsultasikan kepada BIG. Demikian juga BIG diberi amanat untuk melakukan

11
Sosialisasi Integrasi Penyelenggaraan Penataan Ruang Dengan Pertanahan
Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bengkulu
Hotel Grage, Bengkulu 3 Mei 2016

pembinaan teknis perpetaan dalam penyusunan rencana tata ruang yang dilakukan oleh
instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Namun demikian, karena banyaknya Pemerintah Kota / Kabupaten yang akan
menyusun RDTR, maka dapat disarankan kepada BIG untuk mendelegasikan sebagian
wewenangnya dalam hal supervisi untuk menyiapkan Peta Dasar kepada organisasi profesi
atau himpunan pakar yang memang kompeten untuk dapat melakukan supervisi pada tingkat
daerah. Masyarakat Ahli Penginderaan Jauh Indonesia (MAPIN) merupakan salah satu
organisasi yang kemungkinan dapat dipertimbangkan bisa diberi wewenang untuk melakukan
supervisi tersebut. MAPIN telah banyak mempunyai cabang-cabang di beberapa provinsi
yang disebut Komisariat Wilayah, termasuk MAPIN Komisariat Wilayah Bengkulu.
Organisasi lain yang kemungkinan juga dapat dipertimbangkan adalah ISI (Ikatan Surveyor
Indonesia), IGI (Ikatan Geograf Indonesia), dan IAP (Ikatan Ahli Perencanaan). Jika
diperlukan, uji kompetensi juga perlu dilakukan untuk mengetahui secara pasti kompetensi
dari calon supervisor.

PENUTUP
Citra Satelit Resolusi Tinggi sangat berperan dalam penyiapan data dasar untuk
keperluan penyusunan Rencana Detil Tata Ruang. Data dasar yang dimaksud meliputi
prasarana dan utilitas umum, perekonomian, penggunaan lahan, tata bangunan dan
lingkungan, daerah rawan bencana serta fisik dasar kawasan. Sebelum diinterpretasi, CSRT
harus dilakukan analisis, mulai dari koreksi radiometrik, penyusunan mosaik, dan koreksi
geometrik serta pengecekan lapangan untuk mengetahui tingkat ketelitiannya.

DAFTAR PUSTAKA

Baihaqi, IM., 2016., Aspek Perpetaan Untuk Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang
(RDTR), Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas, Deputi Bidang Informasi Geospasial
Tematik, Badan Informasi Geospasial (BIG), Bogor
http://ciptakarya.pu.go.id/bangkim/sppip/files/04%20ASPEK%20PERPETAAN%20
DRTR%20-%20BIG.pdf diakses 23 April 2016
Citra Satelit Resolusi Tinggi, http://www.satimagingcorp.com/satellite-sensors/ diakses 23
April 2016
Gandharum, L., Kesepadanan Skala Peta dan Resolusi Spasial Citra,
https://lajugandharum.wordpress.com/2011/01/07/kesepadanan-skala-peta-dan-
resolusi-spasial-citra/ diakses 23 April 2016
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Penyediaan,
Penggunaan, Pengendalian Kualitas, Pengolahan Dan Distribusi Data Satelit
Penginderaan Jauh Resolusi Tinggi

12
Sosialisasi Integrasi Penyelenggaraan Penataan Ruang Dengan Pertanahan
Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bengkulu
Hotel Grage, Bengkulu 3 Mei 2016

Lillesand, T.M., Kiefer, R.W., and Chipman, J., 2004, Remote Sensing ang Image
Interpretation (5 ed.), John and Wiley Sons, New York
Kementrian Pekerjaan Umum. 2009. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 17 Tahun
2009 tentang Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota. Jakarta.
Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2013 Tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang,
https://musnanda.com/2013/01/29/ppno-8-tahun-2013-tentang-ketelitian-peta-
rencana-tata-ruang/ diakses 23 April 2016
Putra, MAA., Kahar, S., dan Sasmito, B., 2015. Peta Sebaran Gedung-Gedung Tinggi Untuk
Menentukan Zona Kawasan Kota Semarang (Studi Kasus : Semarang Tengah,
Semarang Selatan Dan Candisari), Jurnal Geodesi Undip, Volume 4, Nomor 2,
Tahun 2015, pp. 232-240
Subagio, H., 2015., Kebijakan Penyelenggaraan Satu Peta, Rapat Pemetaan Kawasan
Transmigrasi untuk Mendukung Penetapan Kawasan Sesuai Konsep Kebijakan Satu
Peta, 23 September 2015
Tobler, Waldo. 1987. “Measuring Spatial Resolution”, Proceedings, Land Resources
Information Systems Conference, Beijing, pp. 12-16.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial,
http://www.bakosurtanal.go.id/assets/download/UU_IG/UU%20NO%204%20THN
%202011%20TENTANG%20INFORMASI%20GEOSPASIAL.pdf diakses 23 April
2016

13

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai