Laporan Pendahuluan Nina
Laporan Pendahuluan Nina
BAB I
KONSEP MEDIS
A. Defenisi
Gastritis atau lebih dikenal sebagai maag berasal dari bahasa yunani yaitu gastro, yang berarti
perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan. Gastritis adalah inflamasi dari mukosa
lambung.
Gastritis adalah segala radang mukosa lambung. Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau
perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus atau local.
Berdasarkan berbagai pendapat tokoh diatas, gastritis dapat juga diartikan sebagai suatu proses
inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung dan secara hispatologi dapat dibuktikan dengan
adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut. Gastritis bukan merupakan penyakit tunggal,
tetapi terbentuk dari beberapa kondisi yang kesemuanya itu mengakibatkan peradangan pada lambung.
Biasanya, peradangan tersebut merupakan akibat dari infeksi oleh bakteri yang sama dengan bakteri
yang dapat mengakibatkan borok di lambung yaitu Helicobacter pylori. Peradangan ini mengakibatkan
sel darah putih menuju ke dinding lambung sebagai respon terjadinya kelainan pada bagian tersebut.
B. Klasifikasi
1. Gastritis akut
Disebabkan oleh mencerna asam atau alkali kuat yang dapat menyebabkan mukosa menjadi gangren
atau perforasi. Gastritis akut dibagi menjadi dua garis besar yaitu :
a. Gastritis eksogen akut, biasanya disebabkan oleh faktor-faktor dari luar, seperti bahan kimia.
Misalnya lisol, alkohol, merokok, kafein lada, steroid, mekanis iritasi bakterial, obat analgetik, anti
inflamasi terutama aspirin (aspirin yang dosis rendah sudah dapat menyebabkan erosi mukosa
lambung).
b. Gastritis endogen akut, adalah gastritis yang disebabkan oleh kelainan badan.
2. Gastritis Kronik
Inflamasi lambung yang lama, dapat disebabkan oleh ulkus benigna atau maligna dari lambung, atau
oleh bakteri Helicobacter pylory. Gastritis kronik dikelompokkan lagi dalam 2 tipe yaitu tipe A dan tipe B.
Dikatakan gastritis kronik tipe A jika mampu menghasilkan imun sendiri. Tipe ini dikaitkan dengan atropi
dari kelenjar lambung dan penurunan mukosa. Penurunan pada sekresi gastrik mempengaruhi produksi
antibodi. Anemia pernisiosa berkembang pada proses ini. Gastritis kronik tipe B lebih lazim. Tipe ini
dikaitkan dengan infeksi Helicobacter pylori yang menimbulkan ulkus pada dinding lambung.
C. Etiologi
Penyebab dari Gastritis dapat dibedakan sesuai dengan klasifikasinya sebagai berikut :
a. Gastritis Akut Penyebabnya adalah stres psikologi, obat analgetik, anti inflamasi terutama aspirin
(aspirin yang dosis rendah sudah dapat menyebabkan erosi mukosa lambung), makanan, bahan kimia
misalnya lisol, alkohol, merokok, kafein lada, steroid dan digitalis.
b. Gastritis Kronik Penyebab dan patogenesis pada umumnya belum diketahui, biasanya disebabkan
oleh ulkus benigna atau maligna dari lambung Helicobacter pylori. Gastritis ini merupakan kejadian biasa
pada orang tua, tapi di duga pada peminum alkohol, dan merokok.
D. Patofisiologi
1. Gastritis akut
Pengaruh efek samping obat-obat NSAIDs atau Non-Steroidal Anti Inflamatory Drug seperti aspirin juga
dapat menimbulkan gastritis. Obat analgesik anti inflamasi nonsteroid (AINS) seperti aspirin, ibuproven
dan naproxen dapat menyebabkan peradangan pada lambung dengan cara mengurangi prostaglandin
yang bertugas melindungi dinding lambung.
Jika pemakaian obat-obat tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya masalah lambung akan
kecil. Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau pemakaian yang berlebihan dapat
mengakibatkan gastritis dan peptic ulcer. Pemberian aspirin juga dapat menurunkan sekresi bikarbonat
dan mukus oleh lambung, sehingga kemampuan faktor defensif terganggu.
Alkohol berlebih, terlalu sering memakan makanan yang mengandung nitrat (bahan pengawet) atau
terlalu asam (cuka), kafein seperti pada teh dan kopi serta kebiasaan merokok dapat memicu terjadinya
gastritis. Karena bahan-bahan tersebut bila terlalu sering kontak dengan dinding lambung akan memicu
sekresi asam lambung berlebih sehingga dapat mengikis lapisan mukosa lambung. Kemudian stress
psikologis maupun fisiologis yang lama dapat menyebabkan gastritis. Stress seperti syok, sepsis, dan
trauma menyebabkan iskemia mukosa lambung. Iskemia mukosa lambung mengakibatkan peningkatan
permeabilitas mukosa akibatnya terjadi difusi balik H+ ke dalam mukosa. Mukosa tidak mampu lagi
menahan asam berlebih menyebabkan edema lalu rusak
2. Gastritis Kronik
Gastritis kronis dapat diklasifikasikan tipe A atau tipe B. Tipe A (sering disebut sebagai gastritis
autoimun) diakibatkan dari perubahan sel parietal, yang menimbulkan atropi dan infiltrasi sel. Hal ini
dihubungkan dengan penyakit otoimun, seperti anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau korpus
dari lambung. Tipe B (kadang disebut sebagai gastritis H. pylory) Ini dihubungkan dengan bakteri H.
pylory, faktor diet seperti minum panas atau pedas, penggunaan obat-obatan dan alkohol, merokok
atau refluks isi usus kedalam lambung. H. Pylori termasuk bakteri yang tidak tahan asam, namun bakteri
jenis ini dapat mengamankan dirinya pada lapisan mukosa lambung. Keberadaan bakteri ini dalam
mukosa lambung menyebabkan lapisan lambung melemah dan rapuh sehingga asam lambung dapat
menembus lapisan tersebut. Dengan demikian baik asam lambung maupun bakteri menyebabkan luka
atau tukak.
Sistem kekebalan tubuh akan merespon infeksi bakteri H. Pylori tersebut dengan mengirimkan butir-
butir leukosit, selT-killer, dan pelawan infeksi lainnya. Namun demikian semuanya tidak mampu
melawan infeksi H. Pylori tersebut sebab tidak bisa menembus lapisan lambung. Akan tetapi juga tidak
bisa dibuang sehingga respons kekebalan terus meningkat dan tumbuh. Polymorph mati dan
mengeluarkan senyawa perusak radikal superoksida pada sel lapisan lambung. Nutrisi ekstra dikirim
untuk menguatkan sel leukosit, namun nutrisi itu juga merupakan sumber nutrisi bagi H. Pylori.
Akhirnya, keadaan epitel lambung semakin rusak sehingga terbentuk ulserasi superfisial dan bisa
menyebabkan hemoragi (perdarahan). Dalam beberapa hari gastritis dan bahkan tukak lambung akan
terbentuk.
E. Manifestasi Klinis
1. Gastritis Akut
a. Anoreksia
b. Mual
c. Muntah
d. Nyeri epigastrum
e. Perdarahan saluran cerna pada hematemasis melena, tanda lebih lanjut yaitu anemia.
2. Gastritis Kronik
Pada tipe A, biasanya asimtomatik, klien tidak mempunyai keluhan. Namun pada gastritis tipe B, pasien
biasanya mengeluh :
a. Nyeri ulu hati
b. Anorexia
c. Nausea
d. Anemia
F. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang gastritis menurut Hudak dan Gallo, 1996, seperti di bawah ini :
1. Nilai haemoglobin dan hematokrit untuk menentukan adanya anemia akibat perdarahan.
2. Kadar serum gastrin rendah atau normal, atau meninggi pada gastritis kronik yang berat.
3. Pemeriksaan rontgen dengan sinar X barium untuk melihat kelainan mukosa lambung.
5. Pemeriksaan asam lambung untuk mengetahui ada atau tidak peningkatan asam lambung
6. Pemeriksaan darah untuk memeriksa apakah terdapat H. Pylori dalam darah. Hasil tes yang positif
menunujukkan bahwa pasien pernah kontak dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya tapi itu
tidak menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga dilakukan untuk
memeriksa anemia yang terjadi akibat perdarahan lambung karena gastritis.
7. Pemeriksaan feses tes ini untuk memeriksa apakah terdapat bakteri H. Pylori dalam feses atau tidak.
Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap
adanya darah dalam feses. Hal ini menunjukkan adanya pendarahan dalam lambung.
8. Analisa lambung tes ini untuk mengetahui sekresi asam dan merupakan tekhnik penting untuk
menegakkan diagnosis penyakit lambung. Suatu tabung nasogastrik dimasukkan ke dalam lambung dan
dilakukan aspirasi isi lambung puasa untuk dianalisis. Analisis basal mengukur BAO( basal acid output)
tanpa perangsangan. Uji ini bermanfaat untuk menegakkan diagnosis sindrom Zolinger- Elison (suatu
tumor pankreas yang menyekresi gastrin dalam jumlah besar yang selanjutnya akan menyebabkan
asiditas nyata).
G. Komplikasi
1. Perdarahan saluran cerna bagian atas berupa hematimesis dan melena yang dapat berakhir sebagai
syok hemoragie.
2. Ulkus peptikum, perforasi dan anemia karena gangguan absorbsi vitamin B12
H. Penatalaksanaan
3. Pemberian obat-obat antasid atau obat-obat ulkus lambung yang lain (Soeparman,1999)
Pada gastritis, penatalaksanaanya dapat dilakukan dengan (medis dan non medis), yaitu sebagai berikut:
1. Gastritis Akut
b. Bila pasien mampu makan melalui mulut, anjurkan diet mengandung gizi.
f. Untuk menetralisir alkhali gunakan jus lemon encer atau cuka encer.
h. Jika gastritis terjadi akibat menelan basa kuat, gunakan sari buah jeruk yang encer atau cuka yang di
encerkan.
2. Gastritis Kronik
a. Dapat diatasi dengan memodifikasi diet pasien, diet makan lunak diberikan sedikit tapi lebih sering.
b. Mengurangi stress
c. H.pylori diatasi dengan antibiotik (seperti tetraciklin ¼, amoxillin) dan gram bismuth (pepto-bismol).
I. Prognosis
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas
Anamnesa meliputi nama, usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, alamat, suku/bangsa, agama, tingkat
pendidikan (bagi orang yang tingkat pendidikan rendah/minim mendapatkan pengetahuan tentang
gastritis, maka akan menganggap remeh penyakit ini, bahkan hanya menganggap gastritis sebagai sakit
perut biasa dan akan memakan makanan yang dapat menimbulkan serta memperparah penyakit ini)
1) Keluhan utama : Nyeri di ulu hati dan perut sebelah kanan bawah.
2) Riwayat penyakit saat ini : Meliputi perjalan penyakitnya, awal dari gejala yang dirasakan klien,
keluhan timbul dirasakan secara mendadak atau bertahap, faktor pencetus, upaya untuk mengatasi
masalah tersebut.
3) Riwayat penyakit dahulu : Meliputi penyakit yang berhubungan dengan penyakit sekarang, riwayat
dirumah sakit, dan riwayat pemakaian obat.
Keadaan umum: tampak kesakitan pada pemeriksaan fisik terdapat nyeri tekan di kwadran epigastrik.
1) B1 (breath) : takhipnea
2) B2 (blood) : takikardi, hipotensi, disritmia, nadi perifer lemah, pengisian perifer lambat, warna
kulit pucat.
3) B3 (brain) : sakit kepala, kelemahan, tingkat kesadaran dapat terganggu, disorientasi, nyeri
epigastrum.
5) B5 (bowel) : anemia, anorexia, mual, muntah, nyeri ulu hati, tidak toleran terhadap makanan
pedas.
2. Fokus Pengkajian
a. Aktivitas / Istirahat
b. Sirkulasi
c. Integritas ego
Gejala : faktor stress akut atau kronis (keuangan, hubungan kerja), perasaan tak berdaya.
Tanda : tanda ansietas, misalnya gelisah, pucat, berkeringat, perhatian menyempit, gemetar, suara
gemetar.
d. Eliminasi
Gejala : riwayat perawatan di rumah sakit sebelumnya karena perdarahan gastroenteritis (GE) atau
masalah yang berhubungan dengan GE, misalnya luka peptik atau gaster, gastritis, bedah gaster, iradiasi
area gaster. Perubahan pola defekasi / karakteristik feses.
Tanda : nyeri tekan abdomen, distensil, bunyi usus : sering hiperaktif selama perdarahan, hipoaktif
setelah perdarahan, karakteristik feses : diare, darah warna gelap, kecoklatan atau kadang-kadang
merah cerah, berbusa, bau busuk (steatorea), konstipasi dapat terjadi (perubahan diet, penggunaan
antasida), haluaran urine : menurun, pekat.
e. Makanan / Cairan
Gejala : anoreksia, mual, muntah (muntah yang memanjang diduga obstruksi pilorik bagian luar
sehubungan dengan luka duodenal), masalah menelan : cegukan, nyeri ulu hati, sendawa bau asam,
mual atau muntah
Tanda : muntah dengan warna kopi gelap atau merah cerah, dengan atau tanpa bekuan darah,
membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa, turgor kulit buruk (perdarahan kronis).
f. Neurosensi
Tanda : tingkat kesadaran dapat terganggu, rentang dari agak cenderung tidur, disorientasi /
bingung, sampai pingsan dan koma (tergantung pada volume sirkulasi / oksigenasi).
g. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : nyeri, digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar, perih, nyeri hebat tiba-tiba dapat
disertai perforasi. Rasa ketidaknyamanan / distres samar-samar setelah makan banyak dan hilang
dengan makan (gastritis akut). Nyeri epigastrum kiri sampai tengah / atau menyebar ke punggung terjadi
1-2 jam setelah makan dan hilang dengan antasida (ulkus gaster). Nyeri epigastrum kiri sampai / atau
menyebar ke punggung terjadi kurang lebih 4 jam setelah makan bila lambung kosong dan hilang
dengan makanan atau antasida (ulkus duodenal). Tak ada nyeri (varises esofegeal atau gastritis). Faktor
pencetus : makanan, rokok, alkohol, penggunaan obat-obatan tertentu (salisilat, reserpin, antibiotik,
ibuprofen), stresor psikologis.
Tanda : wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit, pucat, berkeringat, perhatian
menyempit.
h. Keamanan
Tanda : peningkatan suhu, spider angioma, eritema palmar (menunjukkan sirosis / hipertensi
portal)
i. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : adanya penggunaan obat resep / dijual bebas yang mengandung ASA, alkohol, steroid.
NSAID menyebabkan perdarahan GI. Keluhan saat ini dapat diterima karena (misal : anemia) atau
diagnosa yang tak berhubungan (misal : trauma kepala), flu usus, atau episode muntah berat. Masalah
kesehatan yang lama misal : sirosis, alkoholisme, hepatitis, gangguan makan (Doengoes, 1999, hal: 455).
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat dan output cair yang
berlebih (mual dan muntah).
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake asupan gizi (mual,
muntah).
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat dan output cair yang
berlebih (mual dan muntah).
Tujuan
Kriteria Hasil :
Tanda vital dalam batas normal, turgor kulit baik, membran mukosa lembab, produksi urine output
seimbang, muntah darah dan berak darah berhenti.
Rencana Tindakan :
Rasional : Membantu dalam membedakan distress gaster. Darah merah cerah menandakan adanya atau
perdarahan arterial akut, mungkin karena ulkus gaster; darah merah gelap mungkin darah lama
(tertahan dalam usus) atau perdarahan vena dari varises.
b. Awasi tanda vital; bandingkan dengan hasil normal klien/sebelumnya. Ukur TD dengan posisi duduk,
berbaring, berdiri bila mungkin .
c. Catat respons fisiologis individual pasien terhadap perdarahan, misalnya perubahan mental,
kelemahan, gelisah, ansietas, pucat, berkeringat, takipnea, peningkatan suhu.
Rasional : Memburuknya gejala dapat menunjukkan berlanjutnya perdarahan atau tidak adekuatnya
penggantian cairan.
d. Awasi masukan dan haluaran dan hubungkan dengan perubahan berat badan. Ukur kehilangan
darah/ cairan melalui muntah dan defekasi.
e. Pertahankan tirah baring; mencegah muntah dan tegangan pada saat defekasi. Jadwalkan aktivitas
untuk memberikan periode istirahat tanpa gangguan. Hilangkan rangsangan berbahaya.
Rasional : Penggantian cairan tergantung pada derajat hipovolemia dan lamanya perdarahan
(akut/kronis).
Rasional: Alat untuk menentukan kebutuhan penggantian darah dan mengawasi keefektifan terapi.
Tujuan:
Nyeri terkontrol.
Kriteria Hasil:
Klien menyatakan nyerinya hilang dan tampak rileks, TTV stabil,TD=140/90 mmHg, N=80x/i, RR=
20x/i, T= 36-37oC, skala nyeri 0-1.
Rencana Tindakan:
Rasional: Nyeri tidak selalu ada tetapi bila ada harus dibandingkan dengan gejala nyeri klien sebelumnya
dimana dapat membantu mendiagnosa etiologi perdarahan dan terjadinya komplikasi.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan anoreksia.
Tujuan :
Kriteria hasil :
Klien tidak mual lagi, klien menghabiskan porsi makanan, peningkatan HB, peningkatan BB mencapai
berat badan ideal, conjungtiva tidak eremis.
Rencana tindakan :
Rasional : untuk mengetahui sejauh mana perkembangan dari keadaan pasien. Dan perubahan yang
terjadi.
c. Hindari makanan yang keras dan merangsang peningkatan asam lambung seperti pedas, asam, kopi,
alcohol dan lain-lain.
Rasional : untuk menghindari kerja lambung yang berat dan meminimalkan Iritasi pada lambung.
Tujuan :
Kriteria Hasil :
Menunjukkan rasa rileks serta melaporkan rasa ansietas hilang atau berkurang.
Rencana Tindakan :
a. Awasi respon fisiologis, misalnya takipnea, palpitasi, pusing, sakit kepala dan sensasi kesemutan.
Rasional : Dapat menjadi indikatif derajat takut yang dialami pasien tetapi dapat juga berhubungan
dengan kondisi fisik/ status syok.
b. Catat petunjuk perilaku seperti gelisah, kurang kontak mata dan perilaku melawan.
Rasional : Membantu klien menerima perasaan dan memberikan kesempatan untuk memperjelas
konsep.
e. Dorong orang terdekat tinggal dengan klien. Berespons terhadap tanda panggilan dengan cepat.
Gunakan sentuhan dan kontak mata dengan tepat.
Rasional : Membantu menurunkan takut melalui pengalaman menakutkan menjadi seorang diri.
5. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), tentang proses penyakit, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya.
Tujuan :
Pengetahuan klien tentang perawatan di rumah bertambah setelah diberikan pendidikan kesehatan
tentang hematemesis melena.
Kriteria Hasil :
Klien menyatakan pemahaman penyebab perdarahannya sendiri (bila tahu) dan penggunaan tindakan
pengobatan.
Rencana Tindakan :
a. Kaji sejauh mana ketidakmengertian klien dan keluarga tentang penyakit yang diderita.
Rasional : Partisipasi dalam perencanaan meningkatkan antusias dan kerja sama dengan klien.
c. Berikan penjelasan tentang penyakit yang klien derita, cara pengobatan dan perawatan di rumah
serta pencegahan kekambuhan penyakit.
Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana klien dapat membuat pilihan informasi/ keputusan
tentang masa depan dan kontrol masalah kesehatan.
d. Berikan kesempatan klien dan keluarga untuk berpartisipasi aktif dalam pendidikan kesehatan.
Rasional : Memberikan kesempatan klien dan keluarga untuk lebih memahami tentang penyakitnya.
Rasional : Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien setelah diberi pendidikan kesehatan.
Tujuan :
Kriteria hasil :
Berpartisipasi pada aktivitas yang di inginkan, memenuhi perawatan diri sendiri, mencapai peningkatan
toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.
Intervensi :
a. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan
vasodilator, diuretik dan penyekat beta.
Rasional : hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi), perpindahan
cairan (diuretik) atau pengaruh fungsi jantung.
b. Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dispnea berkeringat dan
pucat.
Rasional : peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan.
Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik
kembali.
Tujuan :
Kriteria hasil :
Klien dapat tidur sesuai kebutuhannya, klien tidak terlihat lesu dan lemah, tidak terlihat lingkaran hitam
pada palpebra inferior dan superior.
Rencana tindakan :
Rasional : dengan menggunakan kebiasaan yang sama walaupun dengan lingkungan yang berbeda
diharapkan klien dapat tidur seperti biasa.
Rasional : agar klien merasa nyaman dan tidak gerah pada saat tidur.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius
Wilkinson, Nancy R. 2012, Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria
Hasil NOC (Edisi 9). Jakarta: ECG
Price A. Sylvia & Lorraine M. Wilson.2006. Patofisologi edisi 6,vol.2. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta :
EGC.
http://seputarsehat.com/keperawatan/asuhan-keperawatan-gastritis.html
http://made-m-p-fkp11.web.unair.ac.id/artikel_detail-63376-Keperawatan%20Pencernaan-
Asuhan%20Keperawatan%20Gastritis.html