Anda di halaman 1dari 21

A.

DEFINISI
Kanker adalah istilah umum yang mencakup setiap pertumbuhan maligna dalam

setiap bagian tubuh, pertumbuhan ini tidak bertujuan, bersifat parasit, dan berkembang

dengan mengorbankan manusia sebagai hospesnya (Hinchliff, 1999).

Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah batas antara

epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviksalis yang disebut

squamo-columnar junction (SCJ) (Wiknjosastro, Hanifa. 2005)

Kanker serviks merupakan sel-sel kanker yang menyerang bagian squamosa

columnar junction (SCJ) serviks (Price, Sylvia. 2002)

Kanker serviks merupakan karsinoma ginekologi yang terbanyak diderita (Kapita

Selekta Kedokteran Jilid I)

Carsinoma atau kanker adalah pertumbuhan ganas berasal dari jaringan epitel

sedangkan serviks itu merupakan bagian dari rahim sebagai jalan lahir yang berbentuk

silinder. Serviks uteri : leher rahim. Carsinoma serviks adalah suatu proses keganasan

yang terjadi pada serviks, dimana pada keadaan ini terdapat kelompok sel yang abnormal

yang terbentuk oleh jaringan yang tumbuh secara terus menerus dan tidak terbatas, tidak

terkoordinasi, tidak berguna bagi tubuh sehingga jaringan di sekitarnya tidak dapat

melaksanakan fungsi sebagaimana mestinya dan penyakit ini dapat terjadi berulang.

B. ETIOLOGI

Penyebab langsung kanker serviks belum diketahui. Faktor ekstrinsik yang diduga

berhubungan dengan insiden karsinoma serviks, antara lain infeksi Human Papilloma

Virus (HPV) dan spermatozoa. Karsinoma serviks timbul di sambungan skuamokolumner

serviks. Faktor resiko yang berhubungan dengan karsinoma serviks ialah perilaku seksual
berupa mitra seks multipel, multi paritas, nutrisi, rokok, dan lain-lain. Karsinoma serviks

dapat tumbuh eksofitik maupun endofitik.

Menurut Wiknjosastro Hanifa ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan

resiko terjadinya kanker serviks, antara lain adalah :

1. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda

Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan

melakukan hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker serviks.

Berdasarkan penelitian para ahli, perempuan yang melakukan hubungan seks pada

usia kurang dari 17 tahun mempunyai resiko 3 kali lebih besar daripada yang

menikah pada usia lebih dari 20 tahun.

2. Berganti-ganti pasangan seksual

Perilaku seksual berupa gonta - ganti pasangan seks akan meningkatkan penularan

penyakit kelamin. Penyakit yang ditularkan, salah satunya adalah infeksi Human

Papilloma Virus (HPV) telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker

serviks, penis dan vulva. Resiko terkena kanker serviks menjadi 10 kali lipat pada

wanita yang mempunyai partner seksual 6 orang atau lebih. Di samping itu, virus

herpes simpleks tipe 2 dapat menjadi faktor pendamping.

3. Faktor genetik

Terjadinya mutasi sel pada sel epitel skuamosa serviks yang menyebabkan

terjadinya kanker serviks pada wanita dapat diturunkan melalui kombinasi genetik

dari orang tua ke anaknya.

4. Kebiasaan merokok
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks

dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir

serviks pada wanita perokok mengandung nikotin yang dapat menurunkan daya

tahan serviks di samping merupakan ko-karsinogen infeksi virus. Selain itu, rokok

mengandung zat benza @ piren yang dapat memicu terbentuknya radikal bebas

dalam tubuh yang dapat menjadi mediator terbentuknya displasia sel epitel pada

serviks.

5. Defisiensi zat gizi (vitamin A dan C)

Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi vitamin C dapat

meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga

meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya

rendah beta karoten dan retinol (vitamin A).

6. Multiparitas

Trauma mekanis yang terjadi pada waktu paritas dapat mempengaruhi timbulnya

infeksi, perubahan struktur sel, dan iritasi menahun

7. Gangguan sistem kekebalan

Bisa disebabkan oleh nikotin yang dikandung dalam rokok, dan penyakit yang

sifatnya immunosupresan, contohnya : HIV / AIDS

8. Status sosial ekonomi lemah

Umumnya, golongan wanita dengan latar belakang ekonomi lemah tidak

mempunyai biaya untuk melakukan pemeriksaan sitologi Pap Smear secara rutin,

sehingga upaya deteksi dini tidak dapat dilakukan.


C. KLASIFIKASI

STADIUM KRITERIA

0 Karsinoma in situ atau karsinoma intra epitel


I Proses terbatas pada serviks dan uterus
IA Karsinoma serviks preklinis, hanya dapat didiagnosis secara
mikroskopik, lesi tidak lebih dari 3 mm, atau secara mikroskopik
kedalamannya > 3 – 5 mm dari epitel basal dan memanjang
tidak lebih dari 7 mm.

IB Lesi invasif > 5 mm, dibagi atas lesi ≤ 4 cm dan > 4 cm.

II Proses keganasan telah keluar dari serviks dan menjalar ke 2/3


bagian atas vagina dan atau ke parametrium, tetapi tidak sampai
ke dinding panggul.
II A Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari
infiltrat tumor.
II B Penyebaran ke parametrium, uni atau bilateral, tetapi belum
sampai ke dinding panggul.
III Penyebaran sampai 1/3 distal vagina atau parametrium sampai
dinding panggul.
III A Penyebaran sampai 1/3 distal vagina, namun tidak sampai ke
dinding panggul.
III B Penyebaran sampai ke dinding panggul, tidak ditemukan daerah
bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul, atau proses
pada tingkat I atau II, tetapi sudah ada gangguan faal ginjal atau
hidronefrosis.
IV Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan
mukosa rektum dan atau vesika urinaria (dibuktikan secara
histologi) atau telah bermetastasis keluar panggul atau ke tempat
yang jauh.
IV A Telah bermetastasis ke organ sekitar
IV B Telah bermetastasis jauh

D. PATOFISIOLOGI

Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio)

dan endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar junction (SCJ).

Histologi antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari portio dengan epitel

kuboid/silindris pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Pada wanita SCJ
ini berada di luar ostius uteri eksternum, sedangkan pada wanita umur > 35 tahun, SCJ

berada di dalam kanalis serviks. Tumor dapat tumbuh :

1. Eksofilik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa yang mengalami

infeksi sekunder dan nekrosis.

2. Endofilik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stomaserviks dan cenderung untuk

mengadakan infiltrasi menjadi ulkus.

3. Ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan

melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.

Serviks normal secara alami mengalami proses metaplasi/erosio akibat saling

desak-mendesak kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio

yang erosif (metaplasia skuamosa) yang semula fisiologik dapat berubah menjadi

patologik melalui tingkatan NIS I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma

invasif. Sekali menjadi mikroinvasif atau invasif, proses keganasan akan berjalan terus.

Periode laten dari NIS – I s/d KIS 0 tergantung dari daya tahan tubuh penderita.

Umumnya fase pra invasif berkisar antara 3 – 20 tahun (rata-rata 5 – 10 tahun).

Perubahan epitel displastik serviks secara kontinyu yang masih memungkinkan terjadinya

regresi spontan dengan pengobatan / tanpa diobati itu dikenal dengan Unitarian Concept

dari Richard. Hispatologik sebagian besar 95-97% berupa epidermoid atau squamos cell

carsinoma sisanya adenokarsinoma, clearcell carcinoma/mesonephroid carcinoma dan

yang paling jarang adalah sarcoma.


E. TANDA GEJALA

Pada fase prakanker (tahap displasia), sering tidak ada gejala atau tanda-tanda

yang khas. Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :

1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini

makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan

2. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut

menjadi perdarahan yang abnormal

3. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan dan berbau

busuk.

4. Bisa terjadi hematuria karena infiltrasi kanker pada traktus urinarius

5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.

6. Kelemahan pada ekstremitas bawah

7. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang

panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi

infiltrasi kanker pada serabut saraf lumbosakral.

8. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki,

timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rektum),

terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala

akibat metastasis jauh.


F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Sitologi Pap Smear

Salah satu pemeriksaan sitologi yang bisa dilakukan adalah pap smear. Pap smear

merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim. Test ini mendeteksi

adanya perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu suatu

pemeriksaan dengan mengambil cairan pada laher rahim dengan spatula

kemudian dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop. Saat ini telah ada teknik

thin prep (liquid base cytology) adalah metoda pap smear yang dimodifikasi yaitu

sel usapan serviks dikumpulkan dalam cairan dengan tujuan untuk menghilangkan

kotoran, darah, lendir serta memperbanyak sel serviks yang dikumpulkan

sehingga akan meningkatkan sensitivitas. Pengambilan sampel dilakukan dengan

mengunakan semacam sikat (brush) kemudian sikat dimasukkan ke dalam cairan

dan disentrifuge, sel yang terkumpul diperiksa dengan mikroskop. Pap smear

hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker serviks. Jika ditemukan

hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan pemeriksaan standar berupa

kolposkopi. Penanganan kanker serviks dilakukan sesuai stadium penyakit dan

gambaran histopatologimnya. Sensitifitas pap smear yang dilakukan setiap tahun

mencapai 90%.

2. Kolposkopi

Pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop) yang digunakan untuk

mengamati secara langsung permukaan serviks dan bagian serviks yang abnormal.

Dengan kolposkopi akan tampak jelas lesi-lesi pada permukaaan serviks,

kemudian dilakukan biopsi pada lesi-lesi tersebut.


3. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)

IVA merupakan tes alternatif skrining untuk kanker serviks. Tes sangat mudah

dan praktis dilaksanakan, sehingga tenaga kesehatan non dokter ginekologi, bidan

praktek dan lain-lain. Prosedur pemeriksaannya sangat sederhana, permukaan

serviks/leher rahim diolesi dengan asam asetat, akan tampak bercak-bercak putih

pada permukaan serviks yang tidak normal.

4. Serviksografi

Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa ekstensi

50 mm. Fotografi diambil oleh tenaga kesehatan dan slide (servikogram) dibaca

oleh yang mahir dengan kolposkop. Disebut negatif atau curiga jika tampak

kelainan abnormal, tidak memuaskan jika SSK tidak tampak seluruhnya dan

disebut defek secara teknik jika servikogram tidak dapat dibaca (faktor kamera

atau flash). Kerusakan (defect) secara teknik pada servikogram kurang dari 3%.

Servikografi dapat dikembangkan sebagai skrining kolposkopi. Kombinasi

servikografi dan kolposkopi dengan sitologi mempunyai sensitivitas masing-

masing 83% dan 98% sedang spesifisitas masing-masing 73% dan 99%.

Perbedaan ini tidak bermakna. Dengan demikian servikografi dapat di-gunakan

sebagai metoda yang baik untuk skrining massal, lebih-lebih di daerah di mana

tidak ada seorang spesialis sitologi, maka kombinasi servikogram dan kolposkopi

sangat membantu dalam deteksi kanker serviks.

5. Gineskopi

Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran 2,5 x

dapat digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi. Biopsi atau


pemeriksaan kolposkopi dapat segera disarankan bila tampak daerah berwarna

putih dengan pulasan asam asetat. Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing

84% dan 87% dan negatif palsu sebanyak 12,6% dan positif palsu 16%.

Samsuddin dkk pada tahun 1994 membandingkan pemeriksaan gineskopi dengan

pemeriksaan sitologi pada sejumlah 920 pasien dengan hasil sebagai berikut:

Sensitivitas 95,8%; spesifisitas 99,7%; predictive positive value 88,5%; negative

value 99,9%; positif palsu 11,5%; negatif palsu 4,7% dan akurasi 96,5%. Hasil

tersebut memberi peluang digunakannya gineskopi oleh tenaga paramedis / bidan

untuk mendeteksi lesi prakanker bila fasilitas pemeriksaan sitologi tidak ada.

6. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT)

Penanda tumor adalah suatu suatu substansi yang dapat diukur secara kuantitatif

dalam kondisi prakanker maupun kanker. Salah satu PT yang dapat digunakan

untuk mendeteksi adanya perkembangan kanker serviks adalah CEA (Carcino

Embryonic Antigen) dan HCG (Human Chorionic Gonadotropin). Kadar CEA

abnormal adalah > 5 µL/ml, sedangkan kadar HCG abnormal adalah > 5ηg/ml.

HCG dalam keadaan normal disekresikan oleh jaringan plasenta dan mencapai

kadar tertinggi pada usia kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat dideteksi melalui

pemeriksaan darah dan urine.

7. Pemeriksaan darah lengkap

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi pendarahan yang

terjadi pada penderita kanker serviks dengan mengukur kadar hemoglobin,

hematokrit, trombosit dan kecepatan pembekuan darah yang berlangsung dalam

sel-sel tubuh.
G. PENATALAKSANAAN

Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan

secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim

yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim

onkologi) (Wiknjosastro, 1997). Penatalaksanaan yang dilakukan pada klien kanker

serviks, tergantung pada stadiumnya. penatalaksanaan medis terbagi menjadi tiga cara

yaitu: histerektomi, radiasi dan kemoterapi. Di bawah ini adalah klasifikasi

penatalaksanaan medis secara umum berdasarkan stadium kanker serviks

STADIUM PELAKSANAAN

0 Biopsi kerucut
Histerektomi transvaginal

IA Biopsi kerucut
Histerektomi transvaginal

I B II A Histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul dan


evaluasi kelenjar limfe paraaorta (bila terdapat metastasis
dilakukan radioterapi pasca pembedahan
II B III IV Histerektomi transvaginal

IV A IV B Radioterapi
Radiasi paliatif
Kemoterapi

1. Manajemen Nyeri Kanker

Berdasarkan kekuatan obat anti nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat, yaitu :

 Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain Asetaminofen,

OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid)

 Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok

opioid ringan seperti kodein dan tramadol


 Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid

kuat seperti morfin dan fentanil (sumber : Sjaifoellah Noer. 1996)

2. Operasi

Operasi bertujuan untuk mengambil atau merusak kanker. Bisa menggunakan

bedah mikrografik atau laser. Tujuan utamanya untuk mengangkat keseluruhan

tumor / kanker. Pembedahan mikrografik dilaksanakan dengan bedah kimia

dimana prosedur pembedahannya mengharuskan pengangkatan tumor lapis demi

lapis. Kanker serviks dapat diobati dengan pembedahan.

 Konisasi (cone biopsy): pembuatan sayatan berbentuk kerucut pada

serviks dan kanal serviks untuk diteliti oleh ahli patologi. Digunakan

untuk diagnosa ataupun pengobatan pra-kanker serviks

 Cryosurgery: yaitu pengobatan dengan cara membekukan dan

menghancurkan jaringan abnormal (biasanya untuk stadium pra-kanker

serviks)

 Bedah laser: untuk memotong jaringan atau permukaan lesi pada kanker

serviks

 Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): menggunakan arus

listrik yang dilewati pada kawat tipis untuk memotong jaringan

abnormal kanker serviks

 Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk

mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal).

Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO).

Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum


baik,dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien

jugaharus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti: penyakit

jantung,ginjal dan hepar. Ada 2 histerektomi : Total Histerektomi:

pengangkatan seluruh rahim dan serviks Radikal Histerektomi:

pengangkatan seluruh rahim dan serviks, indung telur, tuba falopi maupun

kelenjar getah bening di dekatnya. Stadium pra kanker ataupun kanker

serviks yang kurang invasif (stadium IA) biasanya diobati dengan

histerektomi. Bila pasien masih ingin memiliki anak, metode LEEP atau

cone biopsy dapat menjadi pilihan.

3. Untuk stadium kanker serviks awal IB dan IIA:

 Ukuran tumor lebih kecil dari 4cm: radikal histerektomi ataupun

radioterapi dengan/tanpa kemoterapi.

 Ukuran tumor lebih besar dari 4cm: radioterapi dan kemoterapi berbasis

cisplatin, histerektomi, ataupun kemo berbasis cisplatin yang dilanjutkan

dengan histerektomi Biasanya, histerektomi dilakukan dengan suatu insisi

(memotong melalui dinding abdomen) abdominal histerektomi atau lewat

vagina (vaginalis histerektomi).

4. Kemoterapi

Memberikan obat antikanker untuk membunuh sel-sel kanker. Bisa berupa obat

yang diminum, dimasukkan bersama cairan intravena, atau injeksi. Contoh obat

yang diberikan dalam kemoterapi, misalnya sitostatika.Kemoterapi adalah

penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui infus, tablet, atau

intramuskuler. (Prayetni, 1997). Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk


membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan

kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat didiagnosis. Beberapa

kanker mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh

dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya

diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant.

Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit dalam

periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar

luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk

memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi kombinasi telah

digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen dosis

tunggal belum memberikan keuntungan yang memuaskan. (Gale & Charette,

2000). Contoh obat yang digunakan pada kasus kanker serviks antara lain CAP

(Cyclophopamide Adremycin Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan

lain - lain (Prayetni, 1997). Cara pemberian kemoterapi: Ditelan Disuntikkan

Diinfus. Obat kemoterapi yang paling sering digunakan sebagai terapi awal /

bersama terapi radiasi pada stage IIA, IIB, IIIA, IIIB, and IVA adalah : Cisplatin.,

Fluorouracil (5-FU). Sedangkan Obat kemoterapi yang paling sering digunakan

untuk kanker serviks stage IVB / recurrent adalah : Mitomycin. Paclitaxel,

Ifosfamide. Topotecan telah disetujui untuk digunakan bersama dengan cisplastin

untuk kanker serviks stage lanjut, dapat digunakan ketika operasi / radiasi tidak

dapat dilakukan atau tidak menampakkan hasil; kanker serviks yang timbul

kembali / menyebar ke organ lain. Kemoterapi dapat digunakan sebagai :

 Terapi utama pada kanker stadium lanjut


 Terapi adjuvant/tambahan – setelah pembedahan untuk meningkatkan

hasil pembedahan dengan menghancurkan sel kanker yang mungkin

tertinggal dan mengurangi resiko kekambuhan kanker.

 Terapi neoadjuvan – sebelum pembedahan untuk mengurangi ukuran

tumor

 Untuk mengurangi gejala terkait kanker yang menyebabkan

ketidaknyamanan dan memperbaiki kehidupan pasien (stadium lanjut /

kanker yang kambuh)

 Memperpanjang masa hidup pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh)

Efek samping dari kemoterapi adalah :

 Lemas. Timbulnya mendadak atau perlahan dan tidak langsung

menghilang saat beristirahat, kadang berlangsung terus sampai

akhir pengobatan.

 Mual dan muntah. Mual dan muntah berlangsung singkat atau

lama. Dapat diberikan obat anti mual sebelum, selama, dan

sesudah pengobatan.

 Gangguan pencernaan. Beberapa obat kemoterapi dapat

menyebabkan diare, bahkan ada yang diare sampai dehidrasi berat

dan harus dirawat. Kadang sampai terjadi sembelit. Bila terjadi

diare : kurangi makan-makanan yang mengandung serat, buah dan

sayur. Harus minum air yang hilang untuk mengatasi kehilangan

cairan. Bila susah BAB : makan-makanan yang berserat, dan jika

memungkinkan olahraga.
 Sariawan

 Rambut rontok. Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya

terjadi dua atau tiga minggu setelah kemoterapi dimulai. Dapat

juga menyebabkan rambut patah didekat kulit kepala. Dapat terjadi

seminggu setelah kemoterapi.

 Otot dan saraf. Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan

dan mati rasa pada jari tangan dan kaki. Serta kelemahan pada otot

kaki.

 Efek pada darah. Beberapa jenis obat kemoterapi ada yang

berpengaruh pada kerja sumsum tulang yang merupakan pabrik

pembuat sel darah merah, sehingga jumlah sel darah merah

menurun. Yang paling sering adalah penurunan sel darah putih

(leukosit). Penurunan sel darah terjadi setiap kemoterapi, dan test

darah biasanya dilakukan sebelum kemoterapi berikutnya untuk

memastikan jumlah sel darah telah kembali normal. Penurunan

jumlah sel darah dapat menyebabkan :

 Mudah terkena infeksi. Hal ini disebabkan oleh penurunan

leukosit, karena leukosit adalah sel darah yang memberikan

perlindungan infeksi. Ada juga beberapa obat kemoterapi yang

menyebabkan peningkatkan leukosit.

 Perdarahan Keping darah (trombosit) berperan pada proses

pembekuan darah, apabila jumlah trombosit rendah dapat

menyebabkan pendarahan, ruam, dan bercak merah pada kulit.


 Anemia Anemia adalah penurunan sel darah merah yang ditandai

dengan penurunan Hb (Hemoglobin). Karena Hb letaknya didalam

sel darah merah. Penurunan sel darah merah dapat menyebabkan

lemah, mudah lelah, tampak pucat.

 Kulit menjadi kering dan berubah warna Lebih sensitive terhadap

sinar matahari. Kuku tumbuh lebih lambat dan terdapat garis putih

melintang.

5. Elektrokoagulasi

Membakar sel-sel kanker dengan aliran listrik yang telah diatur voltasenya

6. Radiasi

Terapi ini menggunakan sinar ionisasi (sinar X) untuk merusak sel-sel kanker.

Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta mematikan

parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II B, III, IV

diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu

tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif ialah mematikan sel

kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya dan atau bermetastasis ke

kelenjar getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin

kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus,

ureter. Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium I

sampai III B. Bila sel kanker sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi

hanya bersifat paliatif yang diberikan secara selektif pada stadium IV A. Selama

menjalani radioterap, penderita mudah mengalami kelelahan yang luar biasa,

terutama seminggu sesudahnya.


H. KOMPLIKASI

1. Pendarahan

2. Kematian janin

3. Infertil

4. Obstruksi ureter

5. Hidronefrosis

6. Gagal ginjal

7. Pembentukan fistula

8. Anemia

9. Infeksi sistemik

10. Trombositopenia

I. PENCEGAHAN

Ada beberapa protokol skrining yang bisa ditetapkan bersama - sama sebagai

salah satu upaya deteksi dini terhadap perkembangan kanker serviks, beberapa di

antaranya :

1. Skrining awal. Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan

hubungan seksual (vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan

umurnya tidak kurang dari 21 tahun saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada

karsinoma serviks berasal lebih banyak dari lesi prekursornya yang berhubungan

dengan infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang akan berkembang

lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan biasanya sangat jarang pada

wanita di bawah usia 19 tahun.


2. Pemeriksaan DNA HPV. Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap’s

smear negatif disertai DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada

CIN 3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk

wanita dengan umur diatas 30 tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun

sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS

hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun

atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang aktif

secara seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga,

deteksi DNA HPV yang positif yang ditenukan kemudian lebih dianggap sebagai

HPV yang persisten. Apabila ini dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua

maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks.

3. Skrining dengan Thinrep / liquid-base method . Disarankan untuk wanita di

bawah 30 tahun yang berisiko dan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan

setiap 1 - 3 tahun. Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah

dilakukan 3 kali pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif.


J. PATHWAY
DAFTAR PUSTAKA

Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Hamilton, Persis. 1995. Dasar - Dasar Keperawatan Maternitas, Edisi 6. Jakarta : EGC

Brunner and Suddarth. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3. Jakarta
: EGC

Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medika

Doengoes, Marylynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC

Price, Sylvia. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit, Edisi 6,
Volume 2. Jakarta : EGC

Guyton and Hall. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta : EGC

Corwin, Elizabeth. 1996. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1. Jakarta : Media
Ausculapius

Robbins. 1999. Dasar Patologi Penyakit Edisi 5. Jakarta : EGC

Sjaifoellah Noer. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta : FKUI
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MATERNITAS DENGAN
DIAGNOSA CANCER CERVIX PADA NY. A DI RUANG 9 RSSA
MALANG

Disusun Oleh:

Firdha Aprillia
201810461011048

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDY PENDIDIKAN PROFESI NERS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018

Anda mungkin juga menyukai