Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH SUPERVISI

Dosen Pengajar:

H. Iswantoro, S.Kp, MM

Kelompok 4:

Ahmad Ikhwan Noor Azhar


Ahmad Syamsul Huda
Alfianor Rasyid
Amanda Erviani
Anis Sunarti
Arif Rahman
Aris Nugroho Amd.Kep

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S I KEPERAWATAN NERS B
BANJARMASIN 2017/2018
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat-nya dan karunia-
nya lah kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Makalah
Supervisi”.

Penusunan makalah ini merupakan salah satu tugas dan petrsyaratan untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Manajemen Keperawatan di Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Banjarmasin.

Dalam penyusunan makalah ini kami merasa masih banayak kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
kami harapkan, demi penyempurnaan pembuatan makalah ini kami
menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam
menyelesaikan makalah ini khususnya kepada:

1. Bapak H. Iswantoro, S.Kp, MM selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah


Manajemen Keperawatan Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi penyusun khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya dan
memajukan pendidikan. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan
karunia-nya kepada kita, amin.

Banjarmasin, 28 September 2018

Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakng


Pengelolaan pelayanan keperawatan membutuhkan sistem manajerial
keperawatan yang tepat untuk mengarahkan seluruh sumber daya
keperawatan dalam menghasilkan pelayanan keperawatan yang prima dan
berkualitas. Manajemen keperawatan merupakan koordinasi dan integrasi dari
sumbersumber keperawatan dengan menerapkan proses manajemen untuk
mencapai tujuan pelayanan keperawatan. Hal ini tentu perlu didukung oleh
seorang manajer yang mempunyai kemampuan manajerial yang handal untuk
melaksanakan fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengendalian aktivitas-aktivitas keperawatan.

Supervisi merupakan bagian dari fungsi pengarahan yang berperan untuk


mempertahankan segala kegiatan yang telah terprogram agar dapat
dilaksanakan dengan baik dan lancar. Supervisi secara langsung
memungkinkan kepala ruang menemukan berbagai hambatan dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan di ruangan dan bersama dengan staf
keperawatan mencari jalan pemecahannya. Supervisi dalam keperawatan
bukan hanya sekedar kontrol, kegiatan supervisi juga mencakup penentuan
kondisi-kondisi atau syarat-syarat personal maupun material yang diperlukan
untuk tercapainya tujuan asuhan keperawatan secara efektif dan efisien.

Kepala ruang sebagai ujung tombak tercapainya tujuan pelayanan


keperawatan di rumah sakit harus mempunyai kemampuan melakukan
supervisi untuk mengelola asuhan keperawatan. Supervisi yang dilakukan
kepala ruang berperan untuk mempertahankan segala kegiatan yang telah
direncanakan dapat dilaksanakan sesuai standar. Supervisi memerlukan peran
aktif semua perawat yang terlibat dalam kegiatan pelayanan keperawatan
sebagai mitra kerja yang memiliki ide, pendapat dan pengalaman yang perlu
didengar, dihargai, dan diikutsertakan dalam proses perbaikan pemberian
asuhan keperawatan dan pendokumentasian asuhan keperawatan.

Supervisi merupakan bagian fungsi pengarahan yang mempunyai peran untuk


mempertahankan agar segala kegiatan yang telah terprogram dapat
dilaksanakan dengan baik dan lancar. Supervisi dalam keperawatan bukan
hanya sekedar kontrol, tetapi mencakup penentuan kondisi-kondisi atau
syaratsyarat personal maupun material yang diperlukan untuk tercapainya
suatu tujuan asuhan keperawatan secara efektif dan efisien. Kepala ruang
sebagai seorang supervisor bertanggung jawab dalam supervisi keperawatan
kepada pasien. Kepala ruang merupakan ujung tombak tercapai tidaknya
tujuan pelayanan keperawatan di rumah sakit. Kepala ruang
bertanggungjawab mengawasi perawat pelaksana dalam melakukan praktik
keperawatan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan supervisi?
1.2.2 Bagaimana Pelaksanaan Supervisi?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Untuk mengetahui pengertian supervisi?
1.3.2 Untuk mengetahui manfaat supervisisi?
1.3.3 Untuk mnegetahui pelaksanaan supervisi?
1.3.4 Untuk mengetahui teknik supervisi?

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagai Penulis
Setelah menyelesaikan makalah ini diharapkan kami sebagai
mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai
manajemen keperawatan tentang supervisi serta dapat memberikan
tambahan pengetahuan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Supervisi


Supervisi berasal dari kata super (bahasaLatin yang berarti di atas) dan videra
(bahasa Latin yang berarti melihat). Bila dilihat dari asal kata aslinya,
supervise berarti “melihat dari atas”. Pengertian supervise secara umum
adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh “atasan”
terhadap pekerjaan yang dilakukan “bawahan” untuk kemudian bila
ditemukan masalah, segera diberikan bantuan yang bersifat langsung guna
mengatasinya (Suarli & Bahtiar, 2009)

Banyak ahli mengemukakan tentang pengertian supervise, mulai dari


pengertian yang sangat luas sampai pada definisi supervise lebih khusus.
Supervise dalam arti yng luas memiliki dimensi dan beragam. Admosudiro
(1982) dalam cahyati (2000) mendefinisikan supervise sebagai suatu
pengamatan atau pengawasan secara langsung terhadap pelaksanaan
pekerjaan yang bersifat rutin. Swanburg (1990) melihat dimensi supervise
sebagai suatu proses kemudahan sumber-sumber yang diperlukan untuk
penyelesaian suatu tugas. Dalam arti khusus supervise dikaitkan dengan suatu
disiplin ilmu terntentu dalam hal ini adalah keperawatan. McFarland,
Leonard, dan Morris (1984) mengaitkan supervise dalam konteks
keperawatan sebagai suatu proses kegiatan pemberian dukungan sumber-
sumber yang dibutuhkan perawat dalam rangka menyelesaikan tugas untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Dari beberapa pengertian tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa


supervise merupakan suatu kegiatan yang mengandung 2 dimensi pelaku,
yaitu pimpinan dan anggota atau orang yang disupervisi. Kedua dimensi
pelaku tersebut walaupun secara administrative berbeda level dan perannya,
namun dalam pelaksanaan kegiatan supervise keduanya memiliki andil yang
sama-sama penting. Pemimpin mampu melakukan pengawasan sekaligus
meilai seluruh kegiatan yang telah direncanakan bersama, dan anggota mapu
menjalankan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawab nya dengan sebaik-
baiknya. Jadi dalam kegiata supervise semua orang yang terlibat bukan
sebagai pelaksana pasif, namun secara bersama sebagai mitra kerja yang
memiliki ide-ide, pendapat, dan pengalaman yang perlu didengar.

2.2 Manfaat Supervisi


Apabila supervise dapat dilakukan dengan baik, akan diperoleh banyak
manfaat, Manfaat tersebut di antaranya adalah sebagai berikut.
2.2.1 Supervisi dapat lebih meningkatkan efektifitas kerja. Peningkatan
efektifitas kerja ini erat hubungannya dengan peningkatan
pengetahuan dan keterampilan bawahan, serta makin terbinanya
hubungan dan suasana kerja yang lebih harmonis antara atasan dan
bawahan.
2.2.2 Supervisi dapat lebih meningkatkan efisiensi kerja. Peningkatan
efisiensi kerja ini erat kaitannya dengan makin berkurangnya
kesalahan yang dilakukan bawahan, sehingga pemakaina sumber daya
(tenaga, harta, dan sarana) yang sia-sia akan dapat dicegah.

Apabila kedua peningkatan ini dapat diwujudkan, sama artinya dengan telah
tercapainya tujuan suatu organisasi. Sesungguhnya tujuan pokok dari
supervisi ialah menjamin pelaksanaan berbagai kegiatan yang telah
direncanakan secara benar dan tepat, dalam arti lebih efektif dan efisien,
sehingga tujuan yang telah ditetapkan organisasi dapat dicapai dengan
memuaskan (Suarli & Bahtiar, 2009).
2.3 Unsur Pokok Dalam Supervisi
Menurut Suarli & Bahtiar (2009) Unsur-unsur pokok dalam supervise adalah
sebagai berikut.
2.3.1 Pelaksana
Yang bertanggung jawab melaksanakan supervisi adalah atasan
(supervisor) yang memiliki “kelebihan” dalam organisasi, karena
fungsi supervisi memang banyak terdapat pada tugas atasan. Namun,
untuk keberhasilan supervisi, yang lebih diutamakan adalah kelebihan
dalam hal pengetahuan dan keterampilan. Bertitik tolak dari cirri
tersebut, sering dikatakan bahwa keberhasilan supervisi lebih
ditentukan oleh tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki
atasan untuk pekerjaan yang tidak disupervisi, bukan oleh
wewenangnya.
2.3.2 Sasaran
Sasaran atau objek dari supervisi adalah pekerjaan yang dilakukan
oleh bawahan, serta bawahan yang melakukan pekerjaan. Jika
supervisi mempunyai sasaran berupa pekerjaan yang dilakukan, maka
disebut supervisi langsung, sedangkan jika sasaran berupa bawahan
yang melakukan pekerjaan disebut supervisi tidak langsung. Di sini
terlihat lebih jelas bahwa bawahan yang melaksanakan pekerjaan akan
disupervisi, tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kinerja
pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan.
2.3.3 Frekuensi
Supervisi harus dilakukan dengan frekuensi yang berkala. Supervisi
yang dilakukan hanya sekali, bisa dikatakan bukan supervisi yang
baik, karena organisasi/lingkungan selalu berkembang. Oleh sebab itu,
agar organisasi selalu dapat mengikuti berbagai perkembangan dan
perubahan, perlu dilakukan berbagai penyesuaian. Supervisi dapat
membantu penyesuaian tersebut, yang melalui peningkatan
pengetahuan dan keterampilan bawahan. Tidak ada pedoman yang
pasti mengenai berapa kali supervisi harus dilakukan. Yang digunakan
sebagai pegangan umum, supervisi biasanya bergantung dari derajat
kesulitan pekerjaan yang dilakukan, serta sifat penyesuaian mendasar,
maka supervisi harus lebih sering dilakukan.
2.3.4 Tujuan
Tujuan dari supervisi adalah memberikan bantuan kepada bawahan
secara langsung sehingga dengan bantuan tersebut bawahan akan
memiliki bekal yang cukup untuk dapat melaksanakan tugas atau
pekerjaan dengan hasil yang baik. Pemahaman seperti ini sangant
penting, karena tujuannya dari supervisi bukan semata-mata untuk
mencapaihasil yang baik. Oleh karena itu, atasan jangan sampai
mengambil alih tugas bawahan. Supervisi seharusnya memberikan
“bekal” kepada bawahan, sehingga dengan bekal tersebut bawahan
seterusnya dapat melaksanakan tugas dan pekerjaanya yang baik.
2.3.5 Teknik
Teknik pokok supervisi pada dasarnya mencakup empat hal, yaitu:
a. Menetapkan masalah dan prioritasnya
b. Menetapkan penyebab masalah, proritas, dan jalan keluarnya
c. Melaksanakan jalan keluar.
d. Menilai hasil yang dicapai untuk tindak lanjut

2.4 Prinsip Pokok Dalam Supervisi


Menurut Suarli & Bahtiar (2009) prinsip pokok supervisi secara sederhana
dapat diuraikan sebagai berikut.
2.4.1 Tujuan utama supervisi ialah untuk lebih meningkatkan kinerja
bawahan, bukan untuk mencari kesalahan. Peningkatan kinerja ini
dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung terhadap
pekerjaan bawahan, untuk kemudian apabila ditemukan masalah,
segera diberikan petunjuk atau bantuan untuk mengatasinya.
2.4.2 Sejalan dengan tujuan utama yang ingin dicapai, sifat supervisi harus
edukatif dan suportif, bukan otoriter.
2.4.3 Supervisi harus dilakukan secara teratur dan berkala. Supervisi yang
hanya dilakukan sekali, nukan supervisi yang baik.
2.4.4 Supervisi harus dapat dilaksanakan semedikian rupa sehingga terjalin
kerja sama yang baik antara atasan dan bawahan, terutama pada saat
proses penyelesaian masalah, dan untuk lebih mengutamakan
kepentingan bawahan.
2.4.5 Strategi dan tata cara supervisi yang akan dilakukan harus sesuai
dengan kebutuhan masing-masing bawahan secara individu.
Penerapan strategi dan tata cara yang sama untuk semua kategori
bawahan, bukan merupakan supervisi yang baik.
2.4.6 Supervisi harus dilaksanakan secara fleksibel dan selalu disesuaikan
dengan perkembangan.

2.5 Pelaksana Supervisi


Menurut Suarli & Bahtiar (2009) yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan supervisi adalah atasan yang memiliki “kelebihan” dalam
organisasi. Idealnya, kelebihan tersebut tidak hanya dari aspek status dan
kedudukan, tetapi juga pengetahuan dan keterampilan. Berdasarkan hal
tersebut serta prinsip-prinsip pokok supervisi, maka untuk dapat
melaksanakan supervisi dengan baik, ada beberapa syarat atau karakteristik
yang harus dimiliki okeh pelaksana supervisi (supervisor). Karakteristik yang
dimaksud adalah sebagai berikut
2.5.1 Sebaiknya pelaksana supevisi adalah atasan langsung dari yang
disupervisi. Atau, apabila hal ini tidak mungkin, dapat ditunjuk staf
khusus dengan batas-batas wewenang dan tanggung jawab yang jelas.
2.5.2 Pelaksana supervisi harus memiliki pengetahuan dan keterampilan
yang cukup untuk jenis pekerjaan yang akan disupervisi.
2.5.3 Pelaksana supervisi harus memiliki keterampilan melakukan
supervisi, artinya memahami prinsip-prinsip pokok serta teknik
supervisi.
2.5.4 Pelaksana supervisi harus memiliki sifat edukatif dan suportif, bukan
otoiter.
2.5.5 Pelaksana supervisi harus mempunyai waktu yang cukup, sabar, dan
selalu berupanya meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku bawahan yang disupervisi.

Karena karakteristik-karakteristik tesebut, terutama karakteristik yang ketiga


yaitu memahami prinsip-prinsip serta teknik supervisi, maka untuk dapat
menjadi pelaksana supervisi yang baik manajer perlu mengikuti pendidikan
dan pelatihan yang bersifat khusus. Pelaksana supervisi yang baik
membutuhkan bekal yang banyak, termasuk bekal dalam melakukan
komunikasi, motivasi, pengarahan, bimbingan, dan juga kepemimpinan.

2.6 Teknik Supervisi


Menurut Suarli & Bahtiar (2009) teknik pokok supervisi pada dasarnya
identik dengan teknik penyelesaian masalah (problem solving). Bedanya,
pada supervisi, teknik pengumpulan data untuk menetapkan masalah dan
penyebab masalah menggunakan teknik pengamatan langsung (direct
observation) oleh pelaksana supervisi terhadap sasaran supervisi, serta
pelaksana jalan keluar. Dalam mengatasi masalah, tindakan dapat dilakukan
oleh pelaksana supervisi, bersama-sama dengan sasaran supervisi secara
langsung ditempat (on the spot). Dengan perbedaan seperti ini, jelaslah bahwa
untuk dapat jelaslah bahwa untuk dapat melaksanakan supervisi yang baik.
Ada dua hal yang perlu diperhatikan.
2.6.1 Pengamatan Langsung
Pengamatan langsung harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Untuk itu, ada beberapa hal lain yang harus diperhatikan.
a. Sasaran pengamatan. Pengamatan langsung yang tidak jelas
sasarannya dapat menimbulkan kebingungan, karena pelaksana
supervisi dapat terperangkap pada sesuatu yang bersifat detail.
Untuk mencegah keadaan yang seperti ini. maka pada
pengamatan langsung perlu ditetapkan sasaran pengamatan. yakni
hanya ditujukan pada sesuatu yang bersifat pokok dan strategis
saja (selective supervision).
b. Objektivitas pengamatan. Pengamatan langsung yang tidak
terstandardisasi dapat mengganggu objektivitas. Untuk mencegah
keadaan yang seperti ini, maka pengamatan langsung perlu
dibantu dengan suatu daftar isi (check list) yang telah
dipersiapkan. Daftar isi tersebut ditujukan untuk setiap sasaran
pengamatan secara lengkap dan apa adanya.
c. Pendekatan pengamatan. Pengamatan langsung sering
menimbulkan berbagai dampak dan kesan negatif, misalnya rasa
takut, tidak senang. atau kesan mengganggu kelancaran
pekerjaan. Untuk mencegah keadaan ini, pengamatan langsung
tersebut harus dilakukan sedemikian rupa sehingga berbagai
dampak atau kesan negatif tersebut tidak sampai muncul. Sangat
dianjurkan pengamatan tersebut dapat dilakukan secara edukatif
dan suportif, bukan menunjukkan kekuasaan atau otoritas.

2.6.2 Kerja Sama


Tujuan pokok supervisi adalah meningkatkan kinerja bawahan dengan
memberikan bantuan secara langsung di tempat. sesuai dengan
kebutuhannya. Untuk mengatasi masalah yang ditemukan, diperlukan
kerja sama antara pelaksana supervisi dan yang disupervisi. Kerja
sama ini akan berhasil bila ada komunikasi yang baik antara pelaksana
Supervisi dan yang disupervisi. serta mereka yang disupervisi
merasakan masalah yang dihadapi juga merupakan masalah mereka
Sendiri (sense of belonging).

Agar komunikasi yang baik dan rasa memiliki ini dapat muncul, pelak
sana supervisi dan yang disupervisi perlu bekerja sama dalam
penyelesaian masalah, sehingga prinsip-prinsip kerja sama kelompok
(team work) dapat diterapkan. Masalah, penyebab masalah, serta
upaya alternative penyelesaian masalah harus dibahas secara bersama-
sama. Kemudian, upaya penyelesaian masalah tersebut dilaksanakan
secara bersama-sama pula.

2.7 Prinsip Supervise Keperawatan


Agar seorang manajer keperawatan mampu melakukan kegiatan supervise secara
benar, ia harus mengetahui dasar dan prinsip-prinsip supervise. Prinsip tersebut
harus memenuhi syarat antara lain didasarkan atas hubungan professional dan bukan
pribadi, kegiatan yang harus mampu membentuk suasana kerja yang demokratis.
Prinsip lain yang harus dipenuhi dalam kegiata supervise adalah harus secara
obyektif dan mampu memacu terjadinya penilaian diri. Bersifat progresi, inovatif,
fleksibel, dapat mengembangkan potensi atau kelebihan masing-masing orang yang
terlibat. Bersifat konstruktif dan kreatif dalam mengembangkan diri disesuaikan
dengan kebutuhan, dan supervise harus dapat meningkatkan kinerja bawahan dalam
uoaya meningkatkan kualitas asuhan keperawatan.

Supervise akan senantiasa bersinggungan dengan hubungan interpersonal antara


orang-orang yang terlibat. Dalam konteks ini, pimpinan atau manajer keperawatan
harus mampu menempatkan dirinya secara professional. Hubungan yang lebih
kearah pribadi biasanya akan memberikan dampak yang kurang baik seperti hanya
akan berhubungan dengan orang-orang tertentu, pengambilan keputusan yang tidak
tepat dan kadang dapat muncul perasaan ewuh pakewuh pimpinan terhadap
anggotanya. Pimpinan kadang sulit untukmengataka tidak pada kondisi yang
memang seharusnya berkata tidak. Pada kondisi yang sangat kritis sering terjadi
kegagalan pencapaian tujuan sebagaimana yang telah disepakati bersama orang-
orang yang terlibat.

Pada kondisi demikian, keterampilan komunikasi menjadi factor yang sangat


menentukan. Dengan keterampilan komunikasi yang baik, akan tercipta
kesepahaman bukan kesalahpahaman sehingga proses demokratisasi supervise pun
juga akan dengan mudah tercapai (Kuntoro, 2010)
2.8 Kompetensi Yang Dimiliki Supervisi
Tidak mudah menjadi seorang supervisor yang baik. Oleh karena itu, supervisor
harus memiliki sejumlah kompetensi yang sesuai. Kompetensi pertama yang harus
dikuasai supervisor keperawatan adalah kemampuan memeberikan pengarah dan
petunjuk yang jelas sehingga dapat dimengerti oleh staf dan pelaksana keperawatan.
Tidak setiap pimpinan mampu memberikan pengarahan dan petunjuk yang baik.
Pada satu kesempatan mungkin mampu memberikan petunjuk secara jelas atau
sebaliknya, disuatu kesempatan mampu mengidentifikasi petunjuk secara baik,
namun kesulitan dalam memberikan pengarahan yang dibutuhkan oleh staf dan
pelaksana keperawatan.

Kompetensi kedua adalah bahwa supervisor harus mampu meberikan saran, nasihat,
dan bantuan yang benar-benar dibutuhkan oleh staf dan pelaksana keperawatan.
Pemberian saran kadang terkesan menggurui bagi sebgaian orang, pimpinan yang
relative baru berada dilingkungannnya. Oleh karena itu, supervisor harus betul-betul
mampu melakukan pendekatan yang asertif terhadap seluruh anggotanya. Pada
kondisi ini, supervisor dapat memanfaatkan kesenioran anggotanya untuk ikut
berpartisipasi dalam pemberian saran atau balakan kritik tidak hanya bagi seluruh
anggota, namun juga bagi supervisor itu sendiri. Pemilihan waktu yang tepatdalam
pemberian saran, nasehat dan bantuan juga perlu dipertimbangkan supervisor.

Kompetensi ketiga adalah kemampuan dalam memberikan motivasi untuk


meningkatkan motivasi untuk meningkatkan semangat kerja staf dan pelaksana
keperawatan. Beberapa pertanyaan perlu dijawab oleh seorang supervisor, anatara
lain kapan waktu yang tepat untuk memotivasi bawahan dan dengan cara apa
motivasi dilakukan. Pemberian motivasi pada saat bawahan mengalami stagnasi
pekerjaan atau stress mungkin akan lebih sulit dibandingkn saat bawahan sedang giat
melakukan tugas. Demikian juga pemberian motivasi melalui pemberian sesuatu
yang terlihat dan terasakan langsung mungkin lebih mudah dibandingkan dengan
motivasi akan dirasakan dalam waktu yang relatif lama.

Kompetensi keempat adalah kemampuan memberikan latihan dan bimbingan yang


diperlukan oleh staf dan pelaksana keperawatan. Pada banyak keadaan, seorang
supervisor tidak mampu mengambil hati staf pelaksana keperawatan hanya karena
pada saat berlangsungnyakegiatan supervise, dia tidak mampu memperagakan
kemampuan untuk memberikan latihan dan bimbingan secara benar. Pimpinan yang
berkonotasi ke arah kemampuan manajerial tidak seharusnya melupakan
kemampuan praktis yang suatu saat ditanyakan oleh bawahannya. Bagaimana
mungkin seorang supervisor mampu mengidentifikasi bahwa tidakan yang dilakukan
bawahannya kurang tepat, jika ia sendiri tidak tahu tetntang prinsip atau dasar dan
tidakan tersebut dilakukan.

Kompetensi kelima bersinggungan dengan kemampuan dalam melakuakan penilaian


secara objektif dan benar terhadap kinerja keperawatan. Beberapa faktor kadang
dapat mempengaruhi dalam pemberian penilaian secara objektif. Misalnya hubungan
yang terlalu “dekat” dengan bawahan yang tidak lagi hubungan profesional, namun
lebih kearah hubungan pribadi. Kondisi ini akan dapat memunulkan efek “halo”
(hallo effect) karena supervisor tidak “tegas” memberi nilai kurang pada seseorang
bawahan hanya karena ia teman dekatnya. Untuk itu, di samping supervisor harus
mampu mengeliminasi perasaan pakewuh tersebut, ia juga harus mampu membuat
standar penilaian yang digunakan untuk penilaian kinerja perawat (Kuntoro, 2010).
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Supervisi merupakan bagian dari fungsi pengarahan yang berperan untuk
mempertahankan segala kegiatan yang telah terprogram agar dapat
dilaksanakan dengan baik dan lancar. Supervisi secara langsung
memungkinkan kepala ruang menemukan berbagai hambatan dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan di ruangan dan bersama dengan staf
keperawatan mencari jalan pemecahannya. Supervisi dalam keperawatan
bukan hanya sekedar kontrol, kegiatan supervisi juga mencakup penentuan
kondisi-kondisi atau syarat-syarat personal maupun material yang diperlukan
untuk tercapainya tujuan asuhan keperawatan secara efektif dan efisien.

Supervisi memerlukan peran aktif semua perawat yang terlibat dalam


kegiatan pelayanan keperawatan sebagai mitra kerja yang memiliki ide,
pendapat dan pengalaman yang perlu didengar, dihargai, dan diikutsertakan
dalam proses perbaikan pemberian asuhan keperawatan dan
pendokumentasian asuhan keperawatan.

3.2 Saran
Diharapkan dengan adanya supervise dapat meningkatkan efektifitas dan
efisiensi kerja untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan bawahan, serta
makin terbinanya hubungan dan suasana kerja yang lebih harmonis antara
atasan dengan bawahan dan mengurangi kesalahan yang dilakukan bawahan,
sehingga pemakaina sumber daya (tenaga, harta, dan sarana) yang sia-sia
akan dapat dicegah.
DAFTAR PUSTAKA

Suarli, S., & Yanyan Bahtiar. 2009. Manajemen Keperawatan Dengan Pendekatan
Praktis. Jakarta: Erlangga

Kuntoro, Agus. 2010. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Yogyakarta: Nuha


Medika

Anda mungkin juga menyukai