Anda di halaman 1dari 168

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI PT. MOLEX AYUS
JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA
TANGERANG
PERIODE 6 FEBRUARI – 30 MARET 2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

AGATHA DWI SETIASTUTI, S.Farm.


1106046635

ANGKATAN LXXIV

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM PROFESI APOTEKER - DEPARTEMEN FARMASI
DEPOK
JUNI 2012

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI PT. MOLEX AYUS
JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA
TANGERANG
PERIODE 6 FEBRUARI – 30 MARET 2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Apoteker

AGATHA DWI SETIASTUTI, S.Farm.


1106046635

ANGKATAN LXXIV

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM PROFESI APOTEKER - DEPARTEMEN FARMASI
DEPOK
JUNI 2012
ii

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


iii

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus untuk segala berkat dan
penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Molex Ayus Jl. Raya Serang Km 11,5 Cikupa
Tangerang.
Pada kesempatan ini penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Drs. Jaka Supriyanta, Apt. selaku Plant Manajer PT Molex Ayus
Pharmaceutical sekaligus pembimbing yang telah membantu dalam
pelaksanaan dan penyusunan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT
Molex Ayus.
2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt. selaku Ketua Departemen Farmasi
FMIPA UI.
3. Bapak Dr. Harmita, Apt. selaku ketua Program Profesi Apoteker Departemen
Farmasi FMIPA Universitas Indonesia atas segala ilmu, nasihat dan
dukungan yang telah diberikan.
4. Ibu Dra. Maryati K., M.Si, Apt. selaku pembimbing dari Departemen Farmasi
FMIPA UI, yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan laporan ini.
5. Ibu Lindy Ridyawati, S.Farm, Apt. dan Ibu Ermas Diana Sari, S.Farm, Apt.
selaku pembimbing program Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT.
Molex Ayus, serta Ibu Nisa Asma Maulida, S.Farm., Apt. dan Ibu Novri,
S.Farm., Apt. selaku Pembimbing Tugas Khusus yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan.
6. Bapak Dimas Ardiansyah, S.Farm., Apt., selaku Manajer PPIC yang telah
memberikan kesempatan, membantu serta memberikan pengarahan kepada
penulis.
7. Seluruh pimpinan dan staf PT. Molex Ayus yang memberikan ilmu,
pengalaman serta bimbingan dan meluangkan waktunya untuk mengarahkan
kami selama PKPA ini berlangsung.
8. Keluarga tercinta yang telah memberikan bantuan, dukungan dan doa selama
masa Praktek Kerja Profesi Apoteker berlangsung.
iv

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


9. Teman-teman Apoteker angkatan 74 yang telah berjuang bersama, teristimewa
Maya, Loedfia, dan Mutiara
10. Sahabat tercinta, Veto, untuk dukungan dan doa yang diberikan kepada
penulis, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang
telah memberi bantuan dan dukungannya kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak


terdapat kekurangan dan kesalahan. Penulis berharap semoga pengetahuan dan
pengalaman yang diperoleh selama menjalani praktek kerja profesi apoteker ini
dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang
membutuhkan.

Depok, Juni 2012

Penulis

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ......................................................................................... i


HALAMAN JUDUL ........................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... vii

BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................. 1


1.1 Latar belakang ................................................................................ 1
1.2 Tujuan ............................................................................................ 2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 3


2.1 Industri Farmasi .............................................................................. 3
2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) ....................................... 9

BAB 3. TINJAUAN KHUSUS PT MOLEX AYUS ........................................ 26


3.1 Sejarah Perkembangan PT. Molex Ayus ....................................... 26
3.2 Visi dan Misi ................................................................................ 26
3.3 Lokasi dan Tata Letak Bangunan.................................................. 27
3.4 Struktur Organisasi ....................................................................... 27
3.5 Sumber Daya Manusia ................................................................. 29
3.6 Bidang Usaha ............................................................................... 29
3.7 Jenis Produk ................................................................................. 31
3.8 Departemen di PT. Molex Ayus ................................................... 32
3.9 Sistem Pengolahan Limbah .......................................................... 56
3.10 Pengolahan Air untuk Proses Produksi ......................................... 60
3.11 Sistem Tata Udara ........................................................................ 61

BAB 4. PEMBAHASAN .................................................................................. 64

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 84


5.1 Kesimpulan ................................................................................. 84
5.2 Saran ........................................................................................... 84

DAFTAR ACUAN ........................................................................................... 86

vi Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. Molex Ayus……………………….. 87


Lampiran 2. Produk PT. Molex Ayus……………………………………. 88
Lampiran 3. Skema Proses Pembuatan Sediaan Solid (Granulasi
Basah)….................................................................................. 91
Lampiran 4. Skema Proses Pembuatan Sediaan Solid (Granulasi Kering). 92
Lampiran 5. Skema Proses Pembuatan Sediaan Solid (Cetak
Langsung)................................................................................ 93
Lampiran 6. Skema Proses Pembuatan Sediaan Solid (Penyalutan)........... 94
Lampiran 7. Skema Proses Pembuatan Sediaan Liquid............................... 95
Lampiran 8. Skema Proses Pembuatan Sediaan Semisolid......................... 96
Lampiran 9. Laporan Barang Datang……………………………………... 97
Lampiran 10. Daftar Periksa Penerimaan Barang………………………….. 98
Lampiran 11. Form Pengambilan Contoh………………………………….. 99
Lampiran 12. Sampel telah diambil oleh bagian Pengawasan Mutu……. 99
Lampiran 13. Label Karantina Bahan Baku dan Bahan Kemas…………. 100
Lampiran 14. Label Karantina oleh bagian Pengawasan Mutu………….. 100
Lampiran 15. Label Release oleh bagian Pengawasan Mutu……………. 101
Lampiran 16. Label Ditolak oleh bagian Pengawasan Mutu……………. 101
Lampiran 17. Serah Terima Produk……………………………………… 102
Lampiran 18. Catatan Pengolahan Bets…………………………………… 103
Lampiran 19. Catatan Pengemasan Bets…………………………………… 104
Lampiran 20. Label Bersih Alat…………………………………………… 105
Lampiran 21. Label Ruangan Telah Dibersihkan………………………… 105
Lampiran 22. Label Produk Antara/Ruahan……………………………….. 106
Lampiran 23. Label Bahan Baku…………………………………………... 106
Lampiran 24. Surat Penyerahan Barang………………………………….. 107
Lampiran 25. Skema Pengolahan Air di PT. Molex Ayus……………….. 108
Lampiran 26. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di PT. Molex Ayus 109

vii Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan salah satu tolak ukur kualitas sumber daya manusia.
Oleh karena itu, pelayanan kesehatan yang memadai dapat menunjang
pembangunan sumber daya manusia Indonesia yang lebih berkualitas. Salah satu
indikator dari tercapainya pelayanan kesehatan yang bermutu adalah ketersediaan
obat. Obat merupakan bahan yang digunakan untuk menyembuhkan, mengurangi
gejala, memperlambat keparahan, atau mencegah suatu penyakit. Dengan
demikian, obat memiliki peranan dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Obat dirancang untuk dapat dikonsumsi oleh manusia sehingga harus
dibuat dengan cara yang baik agar dihasilkan produk yang bermutu dan tidak
membahayakan kesehatan.
Industri farmasi, sebagai penghasil obat, memiliki peran dan tanggung
jawab yang penting dalam mewujudkan tersedianya obat dalam jumlah, jenis, dan
kualitas yang memadai. Seiring dengan meningkatnya pendidikan dan kesadaran
masyarakat akan pentingnya kesehatan, persyaratan mutu obat semakin diperketat.
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh obat yaitu berkhasiat (efficacy), aman
(safety), dan bermutu (quality) dalam dosis yang digunakan untuk tujuan
pengobatan. Industri farmasi, sebagai produsen obat, berkewajiban menghasilkan
obat yang memenuhi persyaratan tersebut. Industri farmasi dan produk industri
farmasi diatur secara ketat karena menyangkut nyawa manusia.
Pemerintah mengatur dan mengawasi pembuatan maupun peredaran obat
di Indonesia. Salah satu bentuk pengaturan tersebut tertuang dalam Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang menjadi pedoman bagi industri farmasi
dalam memproduksi suatu obat. Setiap industri farmasi wajib memenuhi
persyaratan dalam CPOB untuk menjamin khasiat, mutu, dan keamanan dari obat
yang dihasilkan. Produk industri farmasi nasional dapat pula diperdagangkan
secara internasional, sesuai dengan panduan dan ketentuan internasional, misalnya
ISO 9000 series, c-GMP, PIC/S, dan lain-lain.

1 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


2

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan


Kefarmasian, tiga posisi kunci dalam industri farmasi, yaitu Penanggung jawab
pengawasan mutu, pemastian mutu, dan produksi harus ditangani oleh seorang
apoteker. Dengan demikian, apoteker dalam industri farmasi memegang peranan
yang penting. Peranan tersebut dimulai dari segi perencanaan produksi, proses
produksi, pengawasan mutu, dan pengelolaan manajemen industri farmasi. Oleh
karena itu, seorang apoteker dituntut untuk memiliki wawasan dan keterampilan
yang cukup dalam melaksanakan tugasnya. Wawasan dan keterampilan tersebut
tidak hanya diperoleh melalui kegiatan perkuliahan, namun juga dapat diperoleh
melalui kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di industri farmasi.
Salah satu industri farmasi adalah PT. Molex Ayus.
Universitas Indonesia sebagai salah satu perguruan tinggi yang
menghasilkan tenaga apoteker, mengadakan kerja sama dalam bentuk Praktek
Kerja Profesi Apoteker dengan PT. Molex Ayus. Praktek Kerja Profesi Apoteker
ini dilaksanakan pada tanggal 6 Februari 2012 sampai dengan 30 Maret 2012.

1.2 Tujuan
Praktek Kerja Profesi Apoteker yang dilakukan di PT. Molex Ayus
bertujuan untuk :
1. Mengetahui gambaran umum kegiatan di industri farmasi khususnya di PT.
Molex Ayus dalam rangka penerapan prinsip-prinsip Cara Pembuatan Obat
yang Baik (CPOB).
2. Mengetahui peran dan tanggung jawab seorang apoteker dalam menjalankan
pekerjaan kefarmasian di industri farmasi, khususnya di PT. Molex Ayus.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri Farmasi


2.1.1 Pengertian Industri Farmasi
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.1799/MENKES/PER/XII/
2010 tentang Industri Farmasi, yang dimaksud dengan Industri Farmasi adalah
badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan
kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Definisi obat adalah bahan atau paduan
bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi, untuk manusia. Bahan obat adalah bahan baik yang berkhasiat
maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar
dan mutu sebagai bahan baku farmasi. Sedangkan pembuatan obat adalah seluruh
tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat, yang meliputi pengadaan bahan awal
dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian
mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan.

2.1.2 Perizinan Industri Farmasi


Setiap pendirian industri farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi
dari Direktur Jenderal pada Kementrian Kesehatan yang bertugas dan bertanggung
jawab dalam pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan (Direktur Jenderal).
Namun, untuk memperoleh izin industri farmasi diperlukan persetujuan prinsip.
Persetujuan prinsip dapat diberikan oleh Direktur Jenderal setelah mendapat
rekomendasi dari Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yaitu
Kepala Badan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pengawasan obat dan
makanan. Berikut ini adalah uraian tata cara memperoleh izin industri farmasi.

2.1.2.1 Persetujuan Prinsip Industri Farmasi


Persetujuan prinsip industri farmasi diperlukan sebagai perizinan untuk
melakukan persiapan, pembangunan, pengadaan, pemasangan, dan instalasi

3 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


4

peralatan, termasuk produksi percobaan. Permohonan persetujuan prinsip


dilakukan oleh semua industri farmasi termasuk industri Penanaman Modal Asing
(PMA) atau Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Terlebih dahulu,
pemohon harus memperoleh Surat Persetujuan Penanaman Modal dari instansi
yang menyelenggarakan urusan penanaman modal sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. Dalam pengajuan permohonan persetujuan prinsip, terdapat
2 tahap yang harus dilalui. Pertama, pemohon wajib mengajukan permohonan
persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) kepada Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan (BPOM). Setelah persetujuan RIP diberikan oleh Kepala
BPOM, tahap selanjutnya adalah mengajukan permohonan persetujuan prinsip
kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala BPOM dan Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam mengajukan
persetujuan prinsip adalah sebagai berikut:
a. Fotokopi akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan
b. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk/identitas direksi dan komisaris perusahaan
c. Susunan direksi dan komisaris
d. Pernyataan direksi dan komisaris tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan
Perundang-undangan di bidang farmasi
e. Fotokopi sertifikat tanah atau bukti kepemilikan tanah
f. Fotokopi Surat Izin Tempat Usaha berdasarkan Undang-Undang Gangguan
(HO)
g. Fotokopi Surat Tanda Daftar Perusahaan
h. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan
i. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
j. Persetujuan lokasi dari pemerintah daerah provinsi
k. Persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari Kepala Badan
l. Rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat
m. Asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing–masing apoteker
penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu,
dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu; dan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


5

n. Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker penanggung


jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker
penanggung jawab pemastian mutu dari pimpinan perusahaan.
Persetujuan prinsip berlaku selama tiga tahun. Persetujuan prinsip dapat
diubah berdasarkan permohonan dari pemohon izin industri farmasi yang
bersangkutan. Dalam hal tertentu yang berkaitan dengan pelaksanaan
penyelesaian pembangunan fisik, atas permohonan pemohon, persetujuan prinsip
dapat diperpanjang paling lama satu tahun. Selama melaksanakan pembangunan
fisik, yang bersangkutan wajib menyampaikan laporan informasi kemajuan
pembangunan fisik setiap enam bulan sekali kepada Direktur Jenderal dengan
tembusan kepada Kepala BPOM dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
Persetujuan prinsip batal demi hukum apabila setelah jangka waktu tiga tahun
dan/atau setelah jangka waktu satu tahun perpanjangan, pemohon belum
menyelesaikan pembangunan fisik.

2.1.2.2Izin Industri Farmasi


Permohonan izin industri farmasi dapat diajukan setelah tahap persetujuan
prinsip dilaksanakan. Dalam mengajukan permohonan izin industri farmasi,
terdapat beberapa hal yang harus dipenuhi diantaranya surat permohonan izin
industri farmasi harus ditandatangani oleh direktur utama dan apoteker
penanggung jawab pemastian mutu dengan kelengkapan
sebagai berikut:
a. Fotokopi persetujuan prinsip Industri Farmasi
b. Surat Persetujuan Penanaman Modal untuk Industri Farmasi dalam rangka
Penanaman Modal Asing atau Penanaman Modal Dalam Negeri
c. Daftar peralatan dan mesin-mesin yang digunakan
d. Jumlah tenaga kerja dan kualifikasinya
e. Fotokopi sertifikat Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan
Lingkungan /Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
f. Rekomendasi kelengkapan administratif izin industri farmasi dari Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi
g. Rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB dari Kepala BPOM

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


6

h. Daftar pustaka wajib seperti Farmakope Indonesia edisi terakhir


i. Asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing-masing apoteker
penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu,
dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu
j. Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker penanggung
jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker
penanggung jawab pemastian mutu dari pimpinan perusahaan;
k. Fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) dari masing-
masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab
pengawasan mutu dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu
l. Surat pernyataan komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung
atau tidak langsung dalam pelanggaran perundang-undangan di bidang
kefarmasian.
Izin industri farmasi berlaku untuk seterusnya selama Industri Farmasi
yang bersangkutan masih berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan. Setiap perubahan alamat di lokasi yang sama atau
perubahan alamat dan pindah lokasi, perubahan penanggung jawab, atau nama
industri, perubahan terhadap akte pendirian perseroan terbatas harus dilakukan
perubahan izin. Permohonan perubahan izin diajukan kepada Direktur Jenderal
dengan tembusan kepada Kepala BPOM dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
setempat.

2.1.3 Fungsi dan Kewajiban Industri Farmasi


Industri farmasi mempunyai beberapa fungsi yaitu pembuatan obat dan
bahan obat, pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan. Selain
memiliki fungsi, industri farmasi mempunyai kewajiban yang harus dipenuhi
diantaranya:
a. Pendirian Industri farmasi wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang tata ruang dan lingkungan hidup.
b. Industri Farmasi wajib memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang
Baik (CPOB) yang dibuktikan dengan sertifikat.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


7

c. Industri Farmasi wajib melakukan farmakovigilans atau seluruh kegiatan


tentang pendeteksian, penilaian (assessment), pemahaman, dan pencegahan
efek samping atau masalah lainnya terkait dengan penggunaan obat. Apabila
dalam melakukan farmakovigilans Industri Farmasi menemukan obat, bahan
obat hasil produksinya yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan
keamanan, khasiat / kemanfaatan dan mutu, Industri Farmasi wajib
melaporkan hal tersebut kepada Kepala BPOM.

2.1.4 Penyelenggaraan Industri Farmasi


Kegiatan proses pembuatan obat dan bahan obat yang dilakukan industri
farmasi dapat berupa sebagian tahapan dan/atau semua tahapan. Pada kegiatan
proses pembuatan obat dan bahan obat untuk sebagian tahapan harus berdasarkan
penelitian dan penggembangan yang menyangkut produk sebagai hasil kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Produk hasil penelitian dan pengembangan
tersebut dapat dilakukan proses pembuatan sebagian tahapan oleh industri farmasi
di Indonesia.
Industri farmasi yang menghasilkan obat dapat mendistribusikan atau
menyalurkan hasil produksinya langsung kepada pedagang besar farmasi, apotek,
instalasi farmasi rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, klinik, dan toko obat.
Sedangkan industri farmasi yang menghasilkan bahan obat dapat
mendistribusikan atau menyalurkan hasil produksinya langsung kepada pedagang
besar bahan baku farmasi, dan instalasi farmasi rumah sakit. Pendistribusian
tersebut harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Industri Farmasi dapat membuat obat secara kontrak kepada Industri
Farmasi lain yang telah menerapkan Cara Pembuatan obat yang Baik (CPOB).
Pemberi kontrak wajib memiliki izin industri farmasi dan paling sedikit memiliki
satu fasilitas produksi sediaan yang telah memenuhi persyaratan CPOB. Pemberi
kontrak dan penerima kontrak bertanggung jawab terhadap keamanan, khasiat /
kemanfaatan, dan mutu obat.
Pembuatan sediaan radiofarmaka hanya dapat dilakukan oleh Industri
Farmasi dan/atau lembaga setelah mendapat pertimbangan dari lembaga yang
berwenang di bidang atom. Pembuatan sediaan radiofarmaka tersebut harus

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


8

memenuhi persyaratan CPOB. Industri Farmasi dapat melakukan perjanjian


dengan perorangan atau badan usaha yang memiliki hak kekayaan intelektual di
bidang obat dan bahan obat untuk membuat obat dan bahan obat.

2.1.5 Pelaporan
Dalam melaksanakan kegiatan usahanya, industri farmasi diwajibkan
menyampaikan laporan industri secara berkala. Laporan tersebut terdiri dari dua
jenis yaitu laporan industri farmasi enam bulan sekali dan laporan industri farmasi
satu tahun sekali. Pada laporan enam bulan sekali, hal-hal yang dilaporkan
meliputi jumlah dan nilai produksi setiap obat atau bahan obat yang dihasilkan.
Jangka waktu penyampaian laporan enam bulan sekali adalah tanggal 15 Januari
dan tanggal 15 Juli. Sedangkan pada laporan industri farmasi satu tahun sekali,
jangka waktu pelaporan industri farmasi tahunan ini paling lambat 15 Januari.
Kedua laporan ini dapat dilaporkan secara elektronik.

2.1.6 Pengawasan terhadap Industri Farmasi


Pengawasan terhadap industri farmasi dilakukan oleh Kepala BPOM.
Dalam melaksanakan pengawasan, tenaga pengawas dapat melakukan
pemeriksaan berupa:
a. Memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan pembuatan,
penyimpanan, pengangkutan, dan perdagangan obat dan bahan obat untuk
memeriksa, meneliti, dan mengambil contoh segala sesuatu yang digunakan
dalam kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, dan perdagangan
obat dan bahan obat
b. Membuka dan meneliti kemasan obat dan bahan obat
c. Memeriksa dokumen atau catatan lain yang diduga memuat keterangan
mengenai kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, dan
perdagangan obat dan bahan obat, termasuk menggandakan atau mengutip
keterangan tersebut
d. Mengambil gambar (foto) seluruh atau sebagian fasilitas dan peralatan yang
digunakan dalam pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, dan/atau
perdagangan obat dan bahan obat.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


9

Namun, apabila tenaga pengawas yang bersangkutan tidak dilengkapi dengan


tanda pengenal dan surat perintah pemeriksaan, penanggung jawab atas tempat
dilakukannya pemeriksaan oleh tenaga pengawas mempunyai hak untuk menolak
pemeriksaan.
Apabila hasil pemeriksaan menunjukkan adanya dugaan atau patut diduga
adanya pelanggaran pidana di bidang obat dan bahan obat, segera dilakukan
penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang berwenang. Pelanggaran
terhadap ketentuan yang telah ditetapkan dapat dikenakan sanksi administratif
berupa:
a. Peringatan secara tertulis
b. Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan perintah untuk penarikan
kembali obat atau bahan obat dari peredaran bagi obat atau bahan obat yang
tidak memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat / kemanfaatan,
atau mutu
c. Perintah pemusnahan obat atau bahan obat, jika terbukti tidak memenuhi
persyaratan keamanan, khasiat / kemanfaatan, atau mutu
d. Penghentian sementara kegiatan untuk seluruh kegiatan atau sebagian
kegiatan.
e. Pembekuan izin industri farmasi
f. Pencabutan izin industri farmasi.
Sanksi administratif berupa pembekuan izin industri farmasi dan pencabutan izin
farmasi diberikan oleh Direktur Jenderal atas rekomendasi Kepala BPOM.
Sedangkan untuk sanksi administrasi lainnya diberikan langsung oleh Kepala
BPOM.

2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)


CPOB merupakan suatu konsep dalam industri farmasi mengenai prosedur
atau langkah-langkah yang dilakukan dalam suatu industri farmasi untuk
menjamin mutu obat jadi, yang diproduksi dengan menerapkan “Good
Manufacturing Practices (GMP)” dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan
produksi sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu
yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


10

CPOB adalah pedoman yang bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara
konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. CPOB menjadi hal yang penting sebab pada pembuatan obat,
pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial untuk menjamin bahwa
konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan secara sembaarangan
tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, atau
memulihkan atau memelihara kesehatan. CPOB mencakup seluruh aspek produksi
dan pengendalian mutu. Aspek dalam CPOB 2006 meliputi (BPOM, 2006):

2.2.1 Manajemen Mutu


Manajemen mutu merupakan suatu aspek fungsi manajemen yang
menentukan dan mengimplementasikan Kebijakan Mutu, yang merupakan
pernyataan formal dari manajemen puncak suatu industri farmasi, yang
menyatakan arahan dan komitmen dalam hal mutu produknya (BPOM, 2009).
Prinsip dari manajemen mutu yaitu industri farmasi harus membuat obat
sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi
persyaratan yang tercantum dalam izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan
resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau
tidak efektif. Manajemen mutu bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini
melalui suatu “Kebijakan Mutu”, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari
semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para
distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan
diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan
secara benar (BPOM, 2006).

Unsur melaksanakan Kebijakan Mutu dibutuhkan 2 unsur dasar yaitu


(BPOM, 2006):
a. Suatu Infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi,
prosedur, proses dan sumber daya
b. Tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat
kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang
dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


11

Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu atau Quality


Assurance (QA).

2.2.2 Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan
sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh
sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang
sehat, terkualifikasi, berpengalaman praktis, dan dalam jumlah yang memadai
agar tugas dapat dilaksanakan dengan baik. Selain itu, semua personil harus
memahami prinsip CPOB agar produk yang dihasilkan bermutu.

2.2.2.1 Kesehatan Personil


Kesehatan personil dilakukan pada saat perekrutan, sehingga dapat
dipastikan bahwa semua calon karyawan (mulai dari petugas kebersihan,
pemasangan dan perawatan peralatan, personil produksi dan pengawasan hingga
personil tingkat manajerial) memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik
sehingga tidak akan berdampak pada mutu produk yang dibuat. Disamping itu
dibuat dan dilaksanakan program pemeriksaan kesehatan berkala yang mencakup
pemeriksaan jenis-jenis penyakit yang dapat berdampak pada mutu dan
kemurnian produk akhir. Untuk masing-masing karyawan harus ada catatan
tentang kesehatan mental dan fisiknya (BPOM, 2009).

2.2.2.2 Kualifikasi dan Pengalaman Personil


Dalam kualifikasi dan pengalaman personil yang diperlukan untuk tiap
posisi tidak hanya ditetapkan secara tertulis yang disimpan oleh bagian SDM, tapi
juga dapat ditampilkan pada uraian tugas masing-masing (BPOM, 2009). Tugas
penanggung jawab boleh didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk serta
mempunyai tingkat kualifikasi yang memadai (BPOM, 2006).

2.2.2.3 Jumlah Personil


Jumlah personil yang memadai sangat penting dalam proses produksi.
Kekurangan jumlah personil cenderung mempengaruhi kualitas obat, karena tugas

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


12

akan dilakukan secara tergesa-gesa dengan segala akibatnya. Di samping itu


kekurangan jumlah karyawan biasanya mengakibatkan kerja lembur sering
dilakukan yang dapat menimbulkan kelelahan fisik dan mental baik bagi operator
maupun supervisor atau malahan bagi personil pada tingkat lebih atas atau yang
melakukan evaluasi dan/atau mengambil keputusan (BPOM, 2009).

2.2.2.4 Struktur Organisasi


Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Struktur organisasi
industri farmasi dibuat sedemikian rupa sehingga bagian produksi, pemastian
mutu, dan pengawasan mutu dipimpin oleh orang yang berlainan, yang tidak
saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain. Masing-masing diberi
wewenang penuh dan sarana pendukung yang diperlukan untuk dapat
melaksanakan tugasnya secara efektif. Personil tersebut tidak mempunyai
kepentingan lain di luar organisasi yang dapat menghambat atau membatasi
kewajibannya dalam melaksanakan tanggung jawab atau yang dapat menimbulkan
konflik kepentingan pribadi atau finansial.

2.2.2.5 Personil Kunci


Kepala bagian produksi dan kepala bagian pengawasan mutu harus
seorang apoteker yang cakap, terlatih, dan memiliki pengalaman praktis yang
memadai di bidang industri farmasi dan keterampilan dalam kepemimpinan
sehingga memungkinkan melaksanakan tugas secara profesional. Kepala bagian
produksi memiliki wewenang serta tanggung jawab penuh untuk mengelola
produksi obat. Kepala bagian pengawasan mutu adalah satu-satunya yang
memiliki wewenang untuk meluluskan bahan awal, produk antara, produk ruahan,
dan obat jadi bila produk tersebut sesuai dengan spesifikasinya, atau menolaknya
bila tidak cocok dengan spesifikasinya, atau bila tidak dibuat sesuai dengan
prosedur yang disetujui dan kondisi yang ditentukan.
Kategori personil kunci bergantung pada kebijakan perusahaan/industri
apakah terbatas hanya pada Kepala Bagian Produksi, Kepala Bagian Pengawasan
Mutu dan Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Industri dapat
menentukan posisi lain yang lebih tinggi, sama atau lebih rendah dicakup dalam

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


13

kategori personil kunci. Yang harus dipertahankan adalah semua Kepala Bagian
Produksi dan Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) atau Kepala
Bagian pengawasan Mutu harus independen satu terhadap yang lain (BPOM,
2009).

2.2.2.6 Pelatihan
Industri farmasi memberikan pelatihan bagi seluruh personil yang karena
tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan atau
laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan), dan
bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk.
Disamping pelatihan dasar mengenai CPOB, personil baru mendapat pelatihan
sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan juga diberikan
dan efektivitas penerapannya dinilai secara berkala. Program pelatihan yang
disetujui kepala bagian masing-masing harus tersedia (BPOM, 2006).

2.2.3 Bangunan dan Fasilitas (BPOM, 2006)


Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat memiliki desain, konstruksi
dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik
untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain
ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya
kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, dan memudahkan pembersihan,
sanitasi, dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang,
penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu
obat.
Letak bangunan harus sedemikian rupa untuk menghindari pencemaran
dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah, dan air serta
dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Bangunan dan fasilitas dikonstruksi,
dilengkapi, dan dirawat dengan tepat agar memperoleh perlindungan maksimal
dari pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarangnya
serangga, burung, binatang pengerat, kutu, atau hewan lain. Bangunan dan
fasilitas dibersihkan dan didesinfeksi sesuai prosedur tertulis yang rinci.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


14

Desain dan tata letak dibuat sedemikian rupa agar kegiatan yang dilakukan
sesuai dengan area yang telah ditentukan. Area yang terdapat pada bangunan
meliputi area penerimaan bahan, karantina barang masuk, penyimpanan bahan
awal dan bahan pengemas, penimbangan dan penyerahan bahan atau produk,
pengolahan, pencucian peralatan, penyimpanan peralatan, penyimpanan produk
ruahan, pengemasan, karantina produk jadi sebelum memperoleh pelulusan akhir,
pengiriman produk, dan laboratorium pengawasan mutu.

2.2.4 Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat harus memiliki desain dan konstruksi
yang tepat, ukuran yang memadai, serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan
tepat agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan
untuk memudahkan pembersihan serta perawatan.
Pada prinsipnya pengadaan peralatan harus mempertimbangkan apakah
sesuai dengan penggunaan dengan produksi / pengujian obat, apakah terbuat dari
material yang memenuhi syarat dan aman dalam penggunaannya. Permukaan
peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara, atau produk jadi
tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi, atau absorbsi yang dapat mempengaruhi
identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan.

2.2.5 Sanitasi dan Higiene


Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi diterapkan pada setiap aspek
pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi meliputi bangunan, peralatan dan
perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan setiap hal yang merupakan
sumber pencemaran produk (lingkungan), sedangkan ruang lingkup higiene
meliputi personalia. Sumber pencemaran dihilangkan melalui suatu program
sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Selain itu, prosedur sanitasi
dan higiene hendaknya divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan
bahwa prosedur yang diterapkan cukup efektif dan memenuhi persyaratan.
Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran dan untuk
keamanan, personil mengenakan pakaian pelindung yang bersih dan sesuai
dengan tugasnya termasuk penutup rambut. Harus dihindarkan kontak langsung

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


15

antara tangan operator dengan bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang
terbuka dan juga dengan bagian peralatan yang bersentuhan dengan produk.
Untuk sanitasi dan higiene bangunan dan fasilitas menggunakan rodentisida,
insektisida, agen fumigasi dan bahan sanitasi. Namun tidak boleh mencemari
peralatan, bahan wal, bahan pengemas, bahan yang sedang diproses atau produk
jadi. Peralatan yang telah digunakan dibersihkan baik bagian luar maupun bagian
dalam sesuai prosedur yang telah ditetapkan, serta dijaga dan disimpan dalam
kondisi yang bersih.

2.2.6 Produksi
Produksi dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan
dan memenuhi ketentuan CPOB yang senantiasa dapat menjamin produk obat jadi
dan memenuhi ketentuan izin pembuatan serta izin edar (registrasi) sesuai dengan
spesifikasinya (BPOM, 2006).
Selain itu, produksi sebaiknya dilakukan dan diawasi oleh personil yang
kompeten. Mutu suatu obat tidak hanya ditentukan oleh hasil analisa terhadap
produk akhir, melainkan juga oleh mutu yang dibangun selama tahapan proses
produksi sejak pemilihan bahan awal, penimbangan, proses produksi, personalia,
bangunan, peralatan, sanitasi dan hygiene sampai dengan pengemasan.
Prinsip utama produksi adalah :
a. Adanya keseragaman atau homogenitas dari bets ke bets.
b. Proses produksi dan pengemasan senantiasa menghasilkan produk yang
seidentik mungkin (dalam batas syarat mutu) baik bagi bets yang sudah
diproduksi maupun yang akan diproduksi.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam produksi antara lain (BPOM, 2006):
a. Bahan Awal
Pengadaan bahan awal hanya dari pemasok yang telah disetujui dan
memenuhi spesifikasi yang relevan. Semua penerimaan, pengeluaran dan
jumlah bahan tersisa harus dicatat. Catatan personil berisi keterangan
mengenai pasokan, nomor bets / lot, tanggal penerimaan, tanggal pelulusan,

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


16

dan tanggal kadaluarsa. Bahan awal yang diterima personil diuji dan
dikarantina sampai disetujui dan diluluskan.
b. Pencegahan Pencemaran Silang
Tiap tahap proses, produk dan bahan personil dilindungi terhadap
pencemaran mikroba dan pencemaran lain. Resiko pencemaran silang ini
dapat timbul akibat tidak terkendalinya debu, uap, percikan atau organisme
dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada
alat dan pakaian kerja operator. Tingkat resiko pencemaran ini tergantung
dari jenis pencemar dan produk yang tercemar.
c. Sistem Penomoran Bets / Lot
Sistem yang menjelaskan secara rinci penomoran bets / lot harus tersedia
dengan tujuan untuk memastikan bahwa tiap bets / lot produk antara, produk
ruahan atau produk jadi dapat diidentifikasi. Sistem penomoran bets/lot
personil menjamin bahwa nomor bets / lot yang sama tidak dipakai berulang.
d. Penimbangan dan Penyerahan
Penimbangan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara
dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan
memerlukan dokumentasi yang lengkap. Hanya bahan awal, bahan pengemas,
produk antara dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh pengawasan
mutu dan masih belum kadaluarsa yang boleh diserahkan.
e. Pengembalian
Semua bahan awal dan bahan pengemas yang dikembalikan ke gudang
penyimpanan personil didokumentasikan dengan benar dan direkonsiliasi.
f. Pengolahan
Semua bahan yang dipakai di dalam pengolahan personil diperiksa sebelum
dipakai. Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan personil diperiksa
sebelum digunakan. Peralatan personil dinyatakan bersih secara tertulis
sebelum digunakan. Semua kegiatan pengolahan personil dilaksanakan
mengikuti prosedur yang tertulis. Tiap penyimpangan personil dilaporkan.
Semua produk antara personil diberi label yang benar dan dikarantina sampai
diluluskan oleh bagian pengawasan mutu.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


17

g. Kegiatan Pengemasan
Kegiatan pengemasan berfungsi mengemas produk ruahan menjadi produk
jadi. Pengemasan personil dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat
untuk menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang dikemas.
Semua kegiatan pengemasan personil dilaksanakan sesuai dengan instruksi
yang diberikan dan menggunakan bahan pengemas yang tercantum dalam
prosedur pengemasan induk. Rincian pelaksanaan pengemasan personil
dicatat dalam catatan pengemasan bets.
h. Pengawasan Selama Proses
Pengawasan selama proses dilakukan untuk memastikan keseragaman bets
dan keutuhan obat, prosedur tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel,
pengujian atau pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses yang dari
tiap bets produk personil dilaksanakan dengan metode yang telah disetujui
oleh kepala pengawasan mutu. Selama proses pengolahan dan pengemasan
bets personil diambil sampel pada awal, tengah, dan akhir proses oleh
personil yang ditunjuk. Pengawasan selama proses personil mencakup :
a) Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk diperiksa pada
saat awal dan selama proses pengolahan atau pengemasan.
b) Kemasan akhir diperiksa selama proses pengemasan dengan selang
waktu yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan spesifikasi
dan memastikan semua komponen sesuai dengan yang ditetapkan dalam
prosedur pengemasan induk.
i. Karantina Produk Jadi
Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum
penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan
untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat personil dilaksanakan
untuk memastikan produk dan catatan pengolahan bets memenuhi semua
spesifikasi yang ditentukan.

2.2.7 Pengawasan Mutu


Pengawasan mutu adalah bagian yang penting dari Cara Pembuatan Obat
yang Baik (CPOB) untuk memastikan tiap obat yang dibuat senantiasa memenuhi

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


18

persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Sistem pengawasan


mutu personil dirancang dengan tepat untuk menjamin bahwa tiap obat
mengandung bahan yang benar dengan mutu dan jumlah yang telah ditetapkan
dan dibuat pada kondisi yang tepat dan mengikuti prosedur standar sehingga obat
tesebut senantiasa memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan untuk identitas,
kadar, kemurnian, mutu, dan keamanannya. Pengawasan mutu tidak terbatas pada
kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang
terkait dengan mutu produk (BPOM, 2006).
Pengawasan mutu personil mencakup semua kegiatan analisis yang
dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan
pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini
mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang
dilakukan dalam rangka validasi, menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan
dan produk serta metode pengujiannya (BPOM, 2006).
Area laboratorium pengawasan mutu personil terpisah dari area produksi.
Selain itu bagi suatu laboratorium untuk pengawasan selama proses mungkin
lebih memudahkan apabila letaknya di daerah tempat pembuatan atau pengemasan
dimana dilakukan pengujian fisik seperti penimbangan dan uji monitoring lainnya
secara periodik.
Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian pengawasan
mutu menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan sebelum bahan
digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum didistribusikan. Personil
pengawasan mutu memiliki akses ke area produksi untuk pengambilan sampel
dan penyelidikan yang diperlukan.

2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu


Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek
produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB.
Program inspeksi diri dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan
CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan (BPOM, 2006).
Inspeksi diri dilakukan secara independen oleh orang yang kompeten
yaitu terkualifikasi dan mempunyai pengalaman yang memadai dalam melakukan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


19

inspeksi diri. Inspeksi diri dapat dilakukan sendiri oleh pihak perusahaan dengan
membentuk suatu tim atau oleh konsultan yang independen dari luar perusahaan.
Inspeksi diri mencakup semua bagian yaitu pemastian mutu, produksi,
pengawasan mutu, teknik dan gudang (termasuk gudang obat jadi, Bahan baku,
dan bahan pengemas) (BPOM, 2009).
Inspeksi diri dilakukan secara rutin dan disamping itu pada situasi khusus,
misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan
berulang. Inspeksi diri dapat dilakukan oleh tiap bagian sesuai dengan kebutuhan
pabrik namun inspeksi diri yang dilakukan secara menyeluruh dilaksanakan
minimal satu kali dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri tertulis dalam prosedur
tetap inspeksi diri (BPOM, 2009).
Laporan inspeksi diri dibuat setelah inspeksi diri selesai dilaksanakan.
Laporan inspeksi mencakup hasil inspeksi diri, evaluasi serta kesimpulan, dan
saran tindakan perbaikan. Selanjutnya dapat dilakukan evaluasi terhadap laporan
inspeksi dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.
Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri.
Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari system
manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu
umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang
dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan.

2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan


Produk Kembalian

Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan


terjadi kerusakan obat dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis.
Laporan dan keluhan mengenai produk dapat disebabkan oleh keluhan mengenai
mutu yang berupa kerusakan fisik, kimiawi, atau biologis dari produk atau
kemasannya. Keluhan lainnya adalah karena reaksi yang merugikan seperti alergi,
toksisitas, reaksi fatal, dan reaksi medis lainnya, serta keluhan mengenai efek
terapetik seperti produk tidak berkhasiat atau respon klinis yang rendah (BPOM,
2009). Keluhan yang berupa keluhan mutu menjadi tanggung jawab Quality
Assurance, sedangkan keluhan medis menjadi tanggung jawab Medical Advisor.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


20

Efek samping dan cacat kualitas yang kritis dapat mengakibatkan penarikan obat
atau penghentian peredaran obat.
Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu
atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari peredaran. Penarikan
kembali produk dilakukan jika ditemukan produk yang cacat mutu atau jika ada
laporan mengenai reaksi merugikan yang serius serta berisiko terhadap kesehatan.
Penarikan kembali produk dapat berakibat penundaan atau penghentian
pembuatan obat tersebut. Produk yang ditarik kembali diberi identifikasi dan
disimpan terpisah di area yang aman sementara menunggu keputusan terhadap
produk tersebut (BPOM, 2009).
Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, kemudian
dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, daluwarsa,
atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang menimbulkan
keraguan akan identitas, mutu, jumlah, dan keamanan obat yang bersangkutan.
Penanganan produk kembalian dan tindak lanjutnya didokumentasikan dan
dilaporkan. Bila produk harus dimusnahkan, dokumentasi mencakup berita acara
pemusnahan yang diberi tanggal dan ditandatangani oleh personil yang
melaksanakan dan saksi (BPOM, 2009).

2.2.10 Dokumentasi
Dokumentasi pembuatan obat adalah bagian dari sistem informasi
manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari
pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan
bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci
sehingga memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya
timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Keterbacaan dokumen
sangat penting (BPOM, 2006).
Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi
produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen
ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. Prosedur berisi cara untuk
melaksanakan operasi tertentu, misalnya pembersihan, berpakaian, pengendalian

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


21

lingkungan, pengambilan sampel, pengujian, dan pengoperasian peralatan


(BPOM, 2006).
Semua perubahan yang dilakukan terhadap pencatatan pada dokumen
ditandatangani dan diberi tanggal serta perubahan tetap memungkinkan
pembacaan informasi semula. Dokumen didesain, disiapkan, dikaji, dan
didistribusikan dengan cermat. Dokumen dikaji ulang secara berkala dan dijaga
agar selalu sesuai dengan zaman. Bila suatu dokumen direvisi, sebaiknya
dijalankan suatu sistem untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah
tidak berlaku secara tidak sengaja (BPOM, 2006).

2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak


Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,
disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat
menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.
Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat
secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak.
Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk
diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu
(BPOM, 2006).
Semua pengaturan untuk pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak
termasuk usul perubahan dalam pengaturan teknis atau pengaturan lain harus
sesuai dengan izin edar untuk produk bersangkutan. Kontrak yang dibuat
hendaknya mengizinkan pemberi kontrak untuk mengaudit sarana dari penerima
kontrak. Dalam hal analisis berdasarkan kontrak, pelulusan akhir harus diberikan
oleh kepala bagian Manajemen Mutu pemberi kontrak.

2.2.12 Kualifikasi dan Validasi


Validasi adalah tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap
bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang
digunakan dalam produksi maupun pengawasan mutu akan senantiasa mencapai
hasil yang diinginkan (CPOB, 2006).

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


22

Kualifikasi adalah kegiatan pembuktian bahwa perlengkapan, fasilitas atau


sistem yang digunakan dalam suatu proses / sistem akan selalu bekerja sesuai
dengan kriteria yang diinginkan dan konsisten.
CPOB menguraikan prinsip kualifikasi dan validasi yang dilakukan di
industri farmasi. CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi
validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis
dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan
dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk harus divalidasi. Pendekatan
dengan kajian risiko digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan
validasi.
Seluruh kegiatan validasi harus direncanakan terlebih dahulu. Unsur utama
program validasi dirinci dengan jelas dan didokumentasikan dalam Rencana
Induk Validasi (Validation Master Plan). Protokol validasi mencakup sekurang-
kurangnya data sebagai berikut: kebijakan validasi; struktur organisasi kegiatan
validasi; ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi;
format dokumen: format protokol dan laporan validasi, perencanaan dan jadwal
pelaksanaan; pengendalian perubahan; dan acuan dokumen yang digunakan.
Protokol validasi merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan. Setelah
kualifikasi selesai dilakukan, maka diberikan persetujuan tertulis untuk dapat
melakukan tahap kualifikasi dan validasi selanjutnya.
Laporan harus dibuat mengacu pada protokol kualifikasi dan / atau
protokol validasi dan memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap
penyimpangan yang terjadi, kesimpulan dan rekomendasi perbaikan. Tiap
perubahan terhadap rencana yang ditetapkan dalam protokol didokumentasikan
dengan pertimbangan yang sesuai.
Kualifikasi terdiri dari:
a. Kualifikasi Desain
Kualifikasi desain adalah unsur pertama dalam melakukan validasi terhadap
fasilitas sistem atau peralatan baru. Desain harus memenuhi ketentuan CPOB dan
didokumentasikan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


23

b. Kualifikasi Instalasi
Kualifikasi instalasi dilakukan terhadap fasilitas sistem dan peralatan baru
atau yang dimodifikasi. Cakupan kualifikasi instalasi meliputi beberapa hal.
Pertama instalasi peralatan, pipa, sarana penunjang, instrumentasi disesuaikan
dengan spesifikasi dan gambar teknik yang didesain. ke da namun tidak terbatas.
Kedua pengumpulan dan penyusunan dokumen pengoprasian dan perawatan
peralatan dari pemasok. Ketiga ketentuan dan persyaratan kalibrasi. Keempat,
verifikasi bahan konstruksi. Namun, cakupan kualifikasi instalasi tidak hanya
terbatas pada hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya.

c. Kualifikasi Operasional
Kualifikasi operasional dilakukan setelah kualifikasi instalasi selesai
dilaksanakan, dikaji dan disetujui. Cakupan kualifikasi operasional meliputi
beberapa hal. Pertama pengujian yang perlu dilakukan berdasarkan pengetahuan
tentang proses, sisitem dan peralatan. Kedua pengujian yang meliputi satu atau
beberapa kondisi yang mencakup batas operasional atas dan bawah sering dikenal
sebagai kondisi terburuk (worst case). Namun, cakupan kualifikasi operasional
tidak hanya terbatas pada hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya.

d. Kualifikasi Kinerja
Kualifikasi kinerja dilakukan setelah kualifikasi operasional selesai
dilaksanakan, dikaji dan disetujui. Cakupan kualifikasi kinerja meliputi beberapa
hal. Pertama, pengujian dengan menggunakan bahan baku, bahan pengganti, yang
memenuhi spesifikasi atau produk simulasi yang dilakukan berdasarkan
pengetahuan tentang proses, fasilitas, sistem, dan peralatan. Kedua, uji yang
meliputi satu atau beberapa kondisi yang mencakup batas operasional atas dan
bawah (worst case). Namun, cakupan kualifikasi operasional tidak hanya terbatas
pada hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya.

e. Kualifikasi Fasilitas, Peralatan dan Sistem Terpasang yang telah Operasional


Bukti untuk mendukung dan memverifikasi parameter operasional dan batas
variabel kritis pengoperasian alat harus tersedia. Selain itu, kalibrasi, prosedur

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


24

pengoperasian, pembersihan, perawatan preventif serta prosedur dan catatan


pelatihan didokumentasikan.
Validasi terdiri dari:
a. Validasi Proses
Validasi proses dilakukan sebelum produk dipasarkan (validasi prospektif).
Dalam keadaan tertentu, jika hal diatas tidak memungkinkan, validasi dapat juga
dilakukan selama proses produksi rutin dilakukan (validasi konkuren). Proses
yang sudah berjalan juga divalidasi (validasi retrospektif).
Pada validasi prospektif, dengan menggunakan prosedur (termasuk
komponen) yang telah ditetapkan, bets- bets dapat diproduksi dalam kondisi rutin.
Secara umum, tiga bets berurutan yang memenuhi parameter yang disetujui dapat
diterima memenuhi persyaratan validasi proses. Sedangkan validasi konkuren
dilaksanakan sambil melakukan produksi rutin untuk dijual dan sesuai dengan
protokol yang telah disiapkan dan disetujui. Bets dapat diluluskan berdasarkan
hasil serangkaian uji pengawasan mutu yang intensif, pengkajian, kondisi,
pembuatan, dan persetujuan dari pemastian mutu. Dalam hal tertentu validasi
konkuren dilakukan terhadap produk yang sudah diproduksi secara rutin apabila
terjadi perubahan pabrik pembuat eksipien dengan spesifikasi yang sama dan
perubahan mesin dengan spesifikasi yang sama. Sementara itu, validasi
retospektif merupakan validasi proses pembuatan produk yang telah dipasarkan
yang dilaksanakan berdasarkan data pembuatan, pengujian, dan pengawasan bets
yang dikumpulkan sesuai dengan protokol yang telah disiapkan dan disetujui.
Validasi ini mencakup analisis kecenderungan (trend analysis) dengan
menggunakan control chart dari data riwayat pembuatan dan pengendalian mutu
(uji kadar, disolusi, pH, dan bobot jenis). Pada umumnya validasi retrospektif
memerlukan data 10-30 bets.

b. Validasi Pembersihan
Validasi pembersihan dilakukan untuk konfirmasi efektifitas prosedur
pembersihan. Penentuan batas kandungan residu suatu produk, bahan pembersih
dan pencemaran mikroba, secara rasional, didasarkan pada bahan yang terkait
dengan proses pembersihan. Batas tersebut dapat dicapai dan diverifikasi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


25

c. Validasi Ulang
Secara berkala fasilitas, sistem, peralatan, dan proses (termasuk proses
pembersihan) dievaluasi untuk konfirmasi bahwa validasi masih absah. Jika tidak
ada perubahan yang signifikan dalam status validasinya, kajian ulang data yang
menunjukkan bahwa fasilitas, sistem, peralatan, dan proses memenuhi persyaratan
untuk validasi ulang.

d. Validasi Metode Analisis


Validasi metode analisis bertujuan untuk mengetahui bahwa metode analisis
sesuai dengan tujuan penggunaannya. Validasi metode analisis umumnya
dilakukan terhadap uji identifikasi, uji kuantitatif kandungan impuritas, uji batas
impuritas, uji kuantitas zat aktif daam sampel bahan atau obat atau komponen
tertentu dalam obat. metode analisis lain seperti uji disolusi dan untuk obat atau
penetuan partikel untuk bahan baku aktif juga divalidasi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


BAB 3
TINJAUAN KHUSUS PT MOLEX AYUS

3.1 Sejarah Perkembangan PT Molex Ayus


PT. Molex Ayus adalah perusahaan farmasi swasta yang berdiri pada tanggal
23 Agustus 1985 dan memperoleh izin pendirian pabrik pada tanggal 25 September
1987 dengan akta pendirian usaha No.2314/3285/01/PB/921. Pada tahun yang sama
perusahaan memperoleh izin produksi obat dalam bantuk sediaan liquid dan semi
solid melalui SK Menkes No. 02768/A/SK/PAB/IX/87. Proses produksi dimulai
secara efektif pada tahun 1989. Pada tahun 1994, PT. Molex Ayus melanjutkan
proses sertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) melalui upaya perbaikan
sarana dan prasarana produksi sesuai dengan rencana induk perbaikan yang disetujui
oleh Badan POM. Sebelum berproduksi sendiri perusahaan ini bergabung dengan PT
Pharmac Apex dalam mengawali usahanya. Pada tahun 1992 dibeli oleh manajemen
pemegang saham dan dewan komisaris PT. Molex Ayus yaitu Bapak Ismet Tahir dan
Bapak Drs. Tryana Syam‟un. PT. Molex Ayus merupakan perusahaan obat yang
memiliki tujuan yaitu membangun perusahaan yang baik, bermanfaat bagi pengusaha,
pekerja dan pelanggan PT. Molex Ayus; menciptakan lapangan pekerjaan yang
diharapkan mampu berperan serta dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
dan memproduksi obat-obatan yang berkualitas dengan harga terjangkau, yang
merupakan upaya nyata untuk berpartisipasi meningkatkan taraf kesehatan
masyarakat.

3.2 Visi dan Misi


Visi yang dimiliki oleh PT. Molex Ayus adalah menjadi perusahaan industri
farmasi yang menyediakan produk kesehatan yang berkualitas dengan mutu terjamin
dan harga yang kompetitif. Untuk mencapai visi tersebut, misi yang dilakukan oleh
PT. Molex Ayus adalah sebagai berikut:
a. Memproduksi produk kesehatan yang dibutuhkan masyarakat serta menjamin
efektivitas dan keamanan produk.
26 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


27

b. Menyediakan produk kesehatan dengan harga terjangkau serta kualitasterjamin.


c. Menjadi yang terbaik dalam bidang Produksi, Sumber Daya Manusia,
Organisasi, Pemasaran, serta Manajemen.

3.3 Lokasi dan Tata Letak Bangunan


PT. Molex Ayus memiliki pabrik yang didirikan di Jalan Raya Serang
kilometer 11,5 Desa Bunder, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang, Provinsi
Banten dan berkantor pusat di Jalan Ir. H. Juanda No. 5 C, Jakarta Pusat. Sejak
pertama kali berdiri, PT. Molex Ayus sudah melakukan beberapa kali perubahan,
baik perluasan gedung pabrik maupun perubahan terhadap penggunaan peralatan
yang lebih modern. Hal ini dilakukan sesuai dengan perkembangan produksi yang
terus berlangsung di PT. Molex Ayus .

3.4 Struktur Organisasi


PT. Molex Ayus dipimpin oleh seorang Direktur Utama dan dibantu oleh
jajaran direksi lainnya seperti Direktur Keuangan dan Direktur Pemasaran. PT. Molex
Ayus dalam melakukan kegiatannya terbagi atas tiga divisi yaitu divisi kantor pusat,
pabrik dan divisi pemasaran. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilakukan
sepenuhnya di dalam divisi pabrik, maka penulisan bab ini difokuskan untuk
menjelaskan divisi pabrik. Pada divisi pabrik, Direktur Utama membawahi Plant
Manager. Plant Manager bertugas memastikan bahwa operasional di pabrik berjalan
lancar, sejalan dengan target dan strategi perusahaan sesuai dengan peraturan
perusahaan dan pemerintah dengan memperhatikan perencanaan, Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB), sistem pencatatan dan administrasi yang baik, sistem
keselamatan, kesehatan dan lingkungan yang baik.
Plant Manager membawahi beberapa departemen yaitu Produksi, Teknik,
Quality Management Representative (QMR), dan Research and Development (R&D).
Departemen QMR membawahi Pemastian Mutu (QA) dan Pengawasan Mutu (QC).
Bagian Pemastian Mutu bertanggung jawab dan memastikan bahwa kegiatan di
departemen produksi, Pengawasan Mutu, dan teknik berjalan sesuai dengan prosedur
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


28

yang telah ditetapkan dalam memproduksi obat serta menjamin bahwa obat-obat yang
diproduksi oleh PT. Molex Ayus sesuai dengan CPOB dan mempunyai standar mutu
yang dapat di pertanggung jawab kan. Pada struktur organisasi PT. Molex Ayus
menurut divisi pabrik, masing-masing manajer membawahi beberapa supervisor.

a. Manajer Produksi membawahi:


1. Supervisor penimbangan
2. Supervisor produksi I
3. Supervisor produksi II
4. Supervisor produksi III
5. Supervisor beta laktam
6. Supervisor kemas
7. Supervisor PKRT
8. Supervisor toll manufacturing

b. Manajer Teknik membawahi:


1. Supervisor teknik
2. Teknisi

c. Manajer Quality Management Representative (QMR) membawahi:


1. Manager QA
2. Supervisor QA
3. Koordinator validasi
4. Koordinator kualifikasi
5. Inspektor CPOB

d. Manager Pengawasan Mutu (QC) membawahi:


1. Ass. Manajer QC
2. Supervisor QC
3. Inspektor QC
4. Analis

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


29

Manager Quality Management Representative (QMR) berfungsi


mengkoordinasi bagian Pemastian Mutu (QA) dan Pengawasan Mutu (QC).

e. Ass. Manajer Research and Development (R&D) membawahi:


1. Staff R&D

3.5 Sumber Daya Manusia


Sumber Daya Manusia (SDM) adalah komponen terpenting bagi perusahaan,
baik dalam melakukan kegiatan produksi, distribusi, maupun pemasaran. Hingga saat
ini jumlah karyawan Molex Ayus sebanyak 550 orang. Pentingnya SDM dalam
memotori perusahaan mendorong Molex Ayus untuk selalu melakukan berbagai
usaha pengembangan serta pelatihan dan pendidikan karyawan juga menciptakan
lingkungan kerja yang kondusif. Semua itu bertujuan untuk menciptakan SDM yang
profesional, kompeten, serta memiliki komitmen untuk mengembangan Molex Ayus
menuju ke arah yang lebih baik.

3.6 Bidang Usaha


Molex Ayus adalah sebuah perusahaan industri farmasi yang memilikikegiatan
usaha berupa industri, riset dan pengembangan, promosi, serta pemasaran obat-
obatan.
a. Industri
Dalam memproduksi obat jadi, perusahaan memiliki fasilitas produksi yang
terdapat di Tangerang. Fasilitas produksi ini memiliki luas area seluas 17.298 m.
Fasilitas ini menyerap tenaga kerja produksi sebanyak 158 karyawan tetap dan
menggunakan lebih kurang 185 mesin produksi. Fasilitas ini memproduksi sediaan
tablet, tablet salut, kapsul, sirup, krim, salep, serta cairan obat luar. Fasilitas ini telah
memperoleh sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dari Badan POM.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


30

b. Riset dan Pengembangan


Pengembangan, pembuatan, dan penyempurnaan produk adalah beberapa
kegiatan yang penting agar perusahaan tetap kompetitif dalam pasar. Untuk
menjalankan kegiatan usaha ini, PT. Molex Ayus memiliki Departemen
Pengembangan Produk yang terus berinovasi dalam pembuatan produk-produk baru
yang berkualitas.

c. Distribusi
Distribusi produk PT. Molex Ayus ditangani oleh PT. Kebayoran Pharma, PT.
Mensa Bina Sukses, PT. Merapi Utama Pharma, PT. Multi Husada, dan PT. Charisma
Metco.

d. Pemasaran
PT. Molex Ayus saat ini adalah perusahaan farmasi yang sedang berkembang.
Pertumbuhan ekonomi perusahaan dinilai cukup memuaskan. Hal ini tercapai berkat
dukungan tim pemasaran serta pihak-pihak yang terkait. Tim pemasaran adalah
komponen sumber daya manusia yang vital bagi perusahaan. Oleh karena itu, PT.
Molex Ayus selalu melakukan upaya peningkatan kualitas SDM melalui berbagai
kegiatan pelatihan. Pemasaran dan promosi produk dilakukan oleh Tim Pemasaran
melalui pendekatan (detailing) langsung oleh Medical Sales Representative kepada
customer. Tim Pemasaran PT. Molex Ayus berjumlah kurang lebih 288 Medical
Representative dan 54 Supervisor tersebar di 28 Kota di Indonesia, yaitu di Aceh,
Medan, Pekanbaru, Jambi, Padang, Palembang, Lampung, Batam, Jakarta, Bogor,
Tangerang, Bekasi, Cirebon, Semarang, Solo, Yogyakarta, Jambi, Padang,
Palembang, Bandung, Jember, Malang, Denpasar, Pontianak, Banjarmasin,
Balikpapan, Samarinda, Manado, Makasar, dan Irian Jaya. Peningkatan efektivitas
dan efisiensi pemasaran dilakukan melalui proses analisa pasar dan penjualan oleh
tim pemasaran bersama distributor. Pengembangan marketing information system
dilakukan sebagai upaya untuk mencapai hasil penjualan yang optimal. Sistem ini

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


31

membantu integrasi informasi penjualan antara tim pemasaran pusat dengan cabang
serta distributor.

3.7. Jenis Produk


PT. Molex Ayus telah melaksanakan program Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB) sesuai dengan yang dianjurkan oleh pemerintah dan telah memperoleh
sertifikat CPOB pada 23 Desember 1994 untuk 9 bentuk sediaan nonbetalaktam,
sebagai berikut :
a. Tablet salut non antibiotika, dengan sertifikat CPOB No. 1137/CPOB/A/XII/94.
b. Tablet biasa non antibiotika, dengan sertifikat CPOB No.1138/CPOB/A/XII/94.
c. Suspensi kering oral antibiotika non betalaktam, dengan sertifikat CPOB No.
1139/CPOB/A/XII/94.
d. Cairan oral non antibiotika, dengan sertifikat CPOB No. 1140/CPOB/A/XII/94.
e. Cairan obat luar non antibiotika, dengan sertifikat CPOB
No.1141/CPOB/A/XII/94.
f. Salep/krim antibiotika non betalaktam, dengan sertifikat CPOB
No.1142/CPOB/A/XII/94.
g. Salep/krim non antibiotika non betalaktam, dengan sertifikat CPOB No.
1143/CPOB/A/XII/94.
h. Kapsul keras antibiotika non betalaktam, dengan sertifikat CPOB No.
1144/CPOB/A/XII/94.
i. Kapsul keras non antibiotika, dengan sertifikat CPOB No.1145/CPOB/A/XII/94.
Adapun sertifikat CPOB untuk 3 bentuk sediaan betalaktam yang diperoleh
PT. Molex Ayus pada 31 Desember 2010, yaitu :
a. Tablet biasa antibiotika penisilin dan turunannya, dengan sertifikat CPOB No.
3304/CPOB/A/XII/10.
b. Kapsul keras antibiotika penisilin dan turunannya, dengan sertifikat CPOB No.
3305/CPOB/A/XII/10.
c. Suspensi kering oral antibiotika penisilin dan turunannya, dengan sertifikat
CPOB No. 3306/CPOB/A/XII/10.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


32

Selain kedua jenis sertifikat CPOB tersebut, pada tanggal 14 Oktober 2005
PT. Molex Ayus juga telah memperoleh sertifikat untuk produksi alat kesehatan, yaitu
dengan No. YF.05.02.V.B.SK.1091 yang mencakup :
a. Peralatan rumah sakit dan perorangan (kasa steril, perban, dan plester)
b. Peralatan obstetrik dan ginekologi (jeli lubrikan cairan USG dan EKG)
Obat-obatan yang diproduksi oleh PT. Molex Ayus meliputi antibiotik,
analgesik, antipiretik, antihistamin, antitusif, antidiare, obat batuk, anti rematik, obat
luka, obat kumur, alkohol, serta vitamin baik untuk anak-anak maupun dewasa.
Hingga tahun 2011, produk yang dihasilkan oleh PT. Molex Ayus berjumlah 127
produk obat jadi dan 5 produk alat kesehatan. Produk obat jadi tersebut meliputi obat
ethical, obat bebas, suplemen, dan obat tradisional dengan berbagai bentuk sediaan,
seperti sirup, suspensi, krim, tablet, kaplet, kapsul, dan cairan obat luar. PT Molex
Ayus juga memiliki beberapa Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), seperti
alkohol dan etanol.

3.8. Departemen di PT. Molex Ayus


3.8.1. Departemen Production Planning Inventory Control (PPIC)
Departemen Production Planning Inventory Control (PPIC) dipimpin oleh
seorang Ass. Manajer PPIC. Secara umum PPIC bertanggung jawab
menyeimbangkan antara permintaan dari bidang pemasaran dengan kemampuan
bidang produksi untuk memenuhi permintaan tersebut. PPIC membuat rencana kerja
bulanan yang kemudian disetujui oleh Plant Manager.
Tugas pokok departemen PPIC antara lain :
a. Merencanakan dan mengendalikan produksi
Rencana produksi dibuat setiap bulan oleh PPIC dan disetujui oleh Plant
Manager.Rencana produksi bulanan disususn menjadi rencana produksi harian
oleh manager produksi.
b. Merencanakan dan mengendalikan inventory
Membuat permintaan atau rencana pemakaian bahan baku dan bahan pengemas
yang akan digunakan untuk produksi selama 1 bulan. Memeriksa ketersediaan
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


33

atau stok barang melalui sistem komputerisasi sebelum melakukan produksi.


Gudang di PT. Molex Ayus menggunakan sistem FIFO (First In First Out) atau
FEFO (First Expired First Out). Gudang terdiri dari gudang bahan baku, gudang
bahan kemas, gudang obat jadi, serta gudang untuk produk reject, recall, dan
retur.

3.8.1.1. Gudang Bahan Baku


Pengaturan gudang bahan baku diklasifikasikan berdasarkan sifat bahan yang
disimpan. Gudang bahan baku terdiri dari gudang mudah terbakar, tempat
menyimpan bahan-bahan yang bersifat explosif atau mudah terbakar, seperti alkohol;
dan gudang tidak mudah terbakar. Pengaturan gudang tidak mudah terbakar
diklasifikasikan berdasarkan bentuk fisik dari bahan yang disimpan di dalamnya,
yaitu terdiri dari gudang padat dan gudang cair. Gudang padat terdiri dari gudang
karantina, gudang reject, gudang release, dan gudang untuk bahan prekursor. Adapun
gudang prekursor digunakan untuk menyimpan Fenilpropanolamin HCl. Penyediaan
dan penyimpanan bahan tersebut langsung berkoordinasi dengan Plant Manager dan
dilaporkan kepada Badan POM atau Kementerian Kesehatan tiap bulan. Gudang
bahan baku juga dapat diklasifikasikan berdasarkan rentang suhunya, yaitu sebagai
berikut :
a. Gudang suhu kamar (25-30°C), digunakan untuk bahan baku yang tidak
membutuhkan persyaratan khusus untuk penyimpannya, contoh: Parasetamol,
Setil Alkohol, Talkum, Mg. Stearat, Amilum, dan lain-lain.
b. Gudang sejuk, digunakan untuk menyimpan bahan baku (zat aktif ataupun zat
tambahan) berupa padat maupun cair yang stabil pada suhu 15-25°C. Contoh
bahan baku yang dapat disimpan di gudang sejuk yaitu vitamin B12, cangkang
kapsul, metil prednisolon, betametason, deksametason, berbagai essens,
omeprazol, dan lain-lain. Di dalam gudang sejuk terdapat ruang dingin dengan
menggunakan freezer untuk menyimpan bahan baku yang stabil pada suhu 2-
8°C. Contoh bahan baku tersebut adalah sodium fusidat.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


34

Gudang untuk produksi betalaktam terbagi menjadi dua bagian. Gudang


bahan baku zat aktif betalaktam terletak pada gedung yang terpisah dari gudang
bahan baku obat non-betalaktam, namun terdapat dalam gedung yang sama dengan
ruang produksi betalaktam. Eksipien untuk produk betalaktam disimpan dalam
gudang bahan baku obat non-betalaktam.

Sistem penerimaan barang di gudang bahan baku dilakukan sebagai berikut:


a. Bahan baku yang diterima dari supplier dimasukkan ke daerah penerimaan lalu
diperiksa kesesuaian bahan tersebut dengan surat pemesanan oleh bagian gudang.
Bagian gudang akan membuat Laporan Barang Datang (LBD) yang diserahkan
kepada bagian pembukuan atau keuangan, bagian gudang, dan bagian produksi.
b. Bahan baku tersebut lalu disimpan di gudang karantina dan pada wadahnya
ditempelkan label karantina.
c. Bagian pengawasan mutu akan mengambil contoh dari bahan tersebutuntuk
diperiksa spesifikasinya, lalu pada wadah diberi label „wadah ini telah dibuka
untuk pengambilan contoh‟.
d. Bila bagian pengawasan mutu (QC) menyatakan bahwa bahan memenuhi syarat,
wadah diberi label diluluskan, sedangkan jika tidak memenuhi persyaratan akan
diberi label ditolak.
e. Bahan baku yang telah diluluskan oleh bagian pengawasan mutu dipindahkan ke
gudang bahan baku untuk disimpan dan dicatat dalam stok komputer. Bahan
baku yang tidak memenuhi syarat akan dikirim ke gudang reject.

Sistem pengeluaran barang dari gudang bahan baku dilakukan sebagaiberikut:


a. Dari gudang bahan baku ke bagian pengawasan mutu (QC)
1. Bagian penerimaan barang menyerahkan Laporan Barang Datang (LBD),
Daftar Periksa Penerimaan Barang, dan Sertifikat Analisa kepada bagian
pengawasan mutu
2. Bagian pengawasan mutu memberikan Form Pengambilan Contoh dari bahan
yang akan diperiksa kepada gudang
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


35

3. Bagian gudang mengantarkan bahan yang diminta oleh bagian pengawasan


mutu untuk dilakukan pengambilan contoh di ruang sampling

b. Dari gudang bahan baku ke bagian produksi


1. Bagian produksi mengeluarkan Catatan Pengolahan Bets (CPB) yang berisi
bahan-bahan yang digunakan dalam suatu produk
2. Bagian gudang menyiapkan bahan baku yang tertera dalam Form Permintaan
Bahan Baku, kemudian dibawa ke ruang timbang
3. Bahan baku yang telah dikeluarkan dicatat pada komputer. Laporan
pengeluaran bahan baku dibuat dalam 3 rangkap, yaitu untuk dicantumkan
dalam master bets, diserahkan ke bagian produksi (PPIC), dan disimpan oleh
bagian gudang

Sistem pemesanan barang di gudang bahan baku dilakukan sebagai berikut:


a. Bahan-bahan yang telah mendekati minimum stok dapat dipesan bagian gudang
dengan mengisi Formulir Permintaan Bahan (FPB)
b. FPB diserahkan kepada bagian PPIC yang selanjutnya akan diserahkan ke bagian
pembelian

3.8.1.2. Gudang Bahan Kemas


Pengaturan gudang bahan kemas diklasifikasikan berdasarkan fungsi bahan
kemas yang disimpan, yaitu meliputi gudang kemas primer, gudang kemas sekunder,
dan gudang karton. Gudang kemas primer terdiri dari gudang tube,gudang kemasan
gelas (digunakan sebagai tempat penyimpanan botol-botol gelas), gudang plastik
(digunakan untuk menyimpan bahan kemas plastik seperti botol plastik dan tutup
botol obat kumur), serta gudang alufoil (aluminium foil). Gudang kemas sekunder
digunakan untuk menyimpan kardus, catch cover (semacam brosur), polycello, serta
sendok untuk sirup dan suspensi oral. Di dalam gudang kemas sekunder terdapat
lemari penyimpanan etiket dan brosur. Gudang kemasan karton digunakan sebagai
tempat penyimpanan karton dan kertas.
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


36

Sistem alur bahan kemas di gudang bahan kemas dilakukan sebagai berikut:
a. Penerimaan bahan kemas dari supplier
Penerimaan bahan kemas yang dibawa supplier dengan dokumen pengiriman
barang atau Delivery Order (DO), kemudian diperiksa kesesuaian antara barang
yang dipesan dengan barang yang diterima. Apabila semuanya sesuai dengan
permintaan, barang disimpan dalam gudang karantina.
b. Membuat Laporan Barang Datang (LBD)
LBD ditujukan ke Departemen Pengawasan Mutu, kemudian bagian pengawasan
mutu mengambil contoh bahan kemas untuk diperiksa kelayakannya. Apabila
hasilnya memenuhi persyaratan, wadah tempat bahan kemas diberi label
diluluskan. Apabila ditolak (bahan kemas tidak memenuhi syarat), bahan kemas
tersebut dikembalikan ke supplier (sesuai perjanjian) atau dimusnahkan.
c. Bahan kemas yang telah diluluskanoleh bagian pengawasan mutu dipindahkan
dari gudang karantina untuk disimpan ke gudang bahan kemas dan dicatat dalam
kartu stok gudang.
d. Pemakaian bahan kemas disesuaikan dengan waktu kedatangan bahan kemas.
Bahan kemas yang masuk ke gudang lebih awal akan dipakai terlebih dahulu
(sistem FIFO).
e. Staf gudang bahan kemas mengeluarkan bahan kemas sesuai dengan yang
tercantum dalam Form Permintaan Bahan Kemas (dibuat oleh bagian
pengemasan berkoordinasi dengan bagian PPIC), kemudian dicatat dalam kartu
stok.
f. Mengadakan stock opname bahan kemas untuk menjamin kesesuaian antara kartu
stok dengan stok aktual.
g. Membuat laporan bulanan stok bahan kemas yang ditujukan ke bagian
purchasing, keuangan (rangkap dua), manajer produksi, dan PPIC.
h. Menjaga ketertiban, kerapihan, dan kebersihan area gudang bahan kemas, serta
merawat alat-alat kerja.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


37

3.8.1.3. Gudang Obat Jadi


Gudang obat jadi terbagi menjadi dua, yaitu: gudang obat jadi per karton,
digunakansebagai tempat penyimpanan obat jadi dalam kemasan karton; dan gudang
obat kembalian, digunakan sebagai tempat penyimpanan obat kembalian, obat jadi
yang ditarik kembali, dan product complain.

Sistem penerimaan obat jadi di gudang obat jadi dilakukan sebagai berikut:
a. Bagian gudang obat jadi menerima obat jadi dari bagian pengemasan disertai
Bon Penyerahan Hasil Produksi (rangkap dua) yang diparaf oleh Supervisor
Pengemasan dan Supervisor Gudang. Jumlah obat jadi yang diterima disesuaikan
dengan bon.
b. Obatjadi tersebut dimasukkan ke gudang obat jadi untuk disimpan dalam area
karantina obat jadi.
c. Bagian gudang obat jadi membuat Bon Retensi Sampel ke bagian pengawasan
mutu (rangkap dua) yang ditandatangani oleh Supervisor Gudang dan Supervisor
Pengawasan Mutu, disertai sampel produk.
d. Setelah obat jadi dinyatakan diluluskan oleh bagian pengawasan mutu, barang
tersebut baru dapat dikirimkan kepada konsumen melalui distributor. Adapun
distributor PT. Molex Ayus antara lain PT. Mensa Bina Sukses, PT. Merapi
Utama Pharma, PT. Multi Husada Farma, PT. Arinda, PT. Kebayoran Pharma,
dan PT. Charisma Metco.
e. Pengiriman barang masuk tersebut dicatat ke kartu stok.
f. Mengadakan stock opname obat jadi untuk menjamin kesesuaian di kartu stok
dengan stok aktual.
g. Membuat laporan bulanan stok obat jadi yang ditujukan ke bagian purchasing,
keuangan (rangkap dua), manajer produksi, dan PPIC.
h. Menjaga ketertiban, kerapihan, dan kebersihan area gudang obat jadi, serta
merawat alat-alat kerja.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


38

3.8.2. Departemen Research and Development (R&D)


Bagian Research and Developmet atau penelitian dan pengembangan di PT
Molex Ayus harus mendukung kegiatan operasional dan pengembangan perusahaan.
Bagian ini melakukan efisiensi formulasi produk baru yang meliputi proses
pembuatan, penampilan fisik, dan efisiensi komposisi bahan baku tanpa mengurangi
mutu produk yang dihasilkan. Untuk dapat meningkatkan daya saing terhadap produk
kompetitor, diperlukan pertimbangan bentuk kemasan, desain obat, cara pemakaian,
dan meningkatkan efisiensi kerja karyawan sehingga dapat menekan biaya produksi.
Bagian penelitian dan pengembangan (Litbang) dipimpin oleh seorang manajer yang
bertanggung jawab langsung kepada Plant Manager. Tugas dan tanggung jawab
bagian R&D adalah sebagai berikut :

1. Formulasi produk baru


Bagian ini bertugas mengembangkan formula untuk produk baru, mencari dan
mengembangkan cara produksi untuk mempersingkat dan memperkecil biaya
produksi, menguji stabilitas produk baru serta membuat prosedur kerja tetap untuk
bagian produksi. Kegiatan pengembangan formula baru di departemen ini meliputi
studi pustaka dan formulasi. Studi pustaka yaitu mencari spesifikasi bahan aktif,
bahan pembantu, dan obat tidak tercampurkan dari berbagai macampustaka, mencari
metode dan teknik pembuatan yang baik sesuai dengan bentuk sediaan dan kapasitas
produksi yang tersedia, serta menentukan peralatan yang akan digunakan. Formulasi
yaitu membuat formula yang aman, berkhasiat, bermutu, efektif dan efisien dari segi
proses dan biaya, serta mempunyai nilai kompetitif.

Alur proses pengembangan produk baru (me too product atau obat copy)
adalah sebagai berikut :
a. Bagian marketing melakukan analisa pasar yaitu produk apa saja yang sedang
digemari atau menjadi tren di pasaran
b. Bagian marketing mengadakan meeting dengan bagian Business Development
kemudian bagian Business Development menentukan harga, merencanakan target
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


39

pasar, memperkirakan apakah produk tersebut akan bertahan lama atau tidak, dan
lain-lain
c. Bagian R&D melakukan trial. Mula-mula, bagian R&D bekerja sama dengan
bagian PPIC melakukan pencarian dan pemilihan bahan baku dari berbagai
supplier. Contoh bahan baku yang dikirimkan oleh supplier dapat digunakan
untuk melakukan trial pada skala kecil sehingga diperoleh pemerian dan sifat-
sifat produk. Selanjutnya, dilakukan trial skala menengah dengan
membandingkan beberapa formula. Setelah diperoleh formula yang sesuai,
dilakukan trial skala besar (skala pilot) menggunakan mesin produksi dengan
komposisi ± 10% dari bets sebenarnya.
d. Produk melalui proses registrasi hingga memperoleh nomor registrasi atau nomor
izin edar. Waktu yang diperlukan mulai dari penemuan produk baru sampai
dengan registrasi adalah ± 1-2 tahun (termasuk di dalamnya proses trial selama 6
bulan).
e. Produksi
Pada produksi skala komersial, 3 bets pertama dari produk baru yang diproduksi
tersebut berada di bawah pengawasan R&D. Tiga bets awal masih dalam
pengawasan R&D dengan tujuan untuk memastikan bahwa produk dapat
diproduksi sesuai dengan Master batchnya. Jika selama 3 bets tersebut tidak
ditemukan masalah, tanggung jawab pengolahan produk diserahkan kepada
bagian produksi.
f. Produk dipasarkan oleh bagian marketing

2. Formulasi produk lama (reformulasi)


Formulasi ulang produk yang sudah berjalan (reformulasi) bertujuan untuk
cost reduction dan optimasi formula (perbaikan formula jika terjadi masalah di bets-
bets selanjutnya). Cost reduction hanya dilakukan terhadap pergantian principal yang
memasok bahan baku dan ruahan, misalnya bahan baku yang mulanya berasal dari
Eropa diganti menjadi bahan baku dari China/India, serta jika terdapat pergantian
eksipien dalam formulasi, misalnya penggantian laktosa menjadi amilum. Usulan
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


40

reformulasi biasanya berasal dari pemasaran, pengawasan mutu, produksi, serta


bagian penelitian dan pengembangan itu sendiri.

3. Uji stabilitas
Terdapat 2 macam uji stabilitas, yaitu :
a. Uji stabilitas dipercepat
Uji ini dilakukan pada suhu 40°± 2°C dengan kelembaban relatif 75% ± 5%
selama 6 bulan
b. Uji stabilitas jangka panjang
Uji ini dilakukan pada suhu 30°± 2°C dengan kelembaban relatif 75% ± 5%

4. Packaging development
Bagian R&D bertanggung jawab dalam menentukan jenis pengemas dan
desain kemasan produk. Desain kemasan produk harus mendapat persetujuan dari
bagian pemasaran agar sesuai dengan selera pasar.

5. Dokumentasi
Bagian R&D juga membuat dokumen produksi induk (sebagai acuan untuk
membuat Master batch) dan catatan pengolahan bets atau Master batch yang berisi
prosedur lengkap mulai dari penimbangan sampai dengan pengemasan (dibuat setelah
membuat dokumen produksi induk), kemudian bagian QA mendistribusikan Master
batch tersebut ke bagian PPIC yang mengatur seluruh proses produksinya. Besarnya
jumlah bets harus ditetapkan di awal karena jika ada perubahan maka harus
diregistrasi ulang.

3.8.3. Departemen Produksi


Departemen Produksi dipimpin oleh Manager Produksi I yang menangani
produksi mulai dari penimbangan sampai pengemasan primer dan membawahi :
a. Supervisor Penimbangan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


41

b. Supervisor Produksi I, yang menangani produksi sediaan solid mulai dari proses
granulasi sampai pencampuran akhiryang menghasilkan produk siap cetak
(produk antara)
c. Supervisor Produksi II, yang menangani pencetakan, pengemasan primer
(stripping), pengisian kapsul, dan coating (penyalutan)
d. Supervisor Produksi III, yang menangani sediaan semisolid dan likuid
Manager Produksi II menangani mulai dari pengemasan sekunder sampai
produk keluar dari gudang obat jadi, dan membawahi :
a. Supervisor pengemasan
b. Supervisor PKRT, yang menangani pengemasan sekunder produkrivanol dan
alkohol 70%
Secara garis besar, PT. Molex Ayus memiliki unit-unit produksi, yaitu
soliddan likuid. Proses produksi sediaan solid berupa tablet dan kaplet secara umum
dibuat dengan menggunakan tiga metode, yaitu granulasi basah, granulasi kering, dan
cetak langsung. Di PT. Molex Ayus, pembuatan tablet dan kaplet secara umum
menggunakan metode granulasi basah dan cetak langsung.

Produksi I
1). Granulasi basah
Tahap-tahap pembuatan sediaan solid dengan metode granulasi basah adalah
sebagai berikut :
a. Penimbangan bahan aktif dan bahan pembantu
b. Zat aktif + pengisi dicampur dengan alat super mixer 1.500 rpm, dan waktu
pelaksanaan disesuaikan dengan prosedur pembuatan tiap-tiap produk
c. Granulasi basah
Pada proses granulasi basah, massa hasil pencampuran ditambah dengan larutan
pengikat (misalnya mucilago), kemudian dimasukkan ke dalam granulator hingga
terbentuk massa granul yang dapat dikepal. Selanjutnya, dilakukan pengayakan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


42

d. Pengeringan bahan granulat


Pengeringan dilakukan menggunakan Fluid Bed Dryer (FBD) pada suhu 50-
75°C, tekanan 80-85 Kpa. Pada saat proses ini berlangsung, dilakukan
pemeriksaan LOD (Lost On Drying).
e. Pengayakan granul kering
Pengayakan menggunakan mesin pengayak Fitzmill. Ukuran mesh disesuaikan
dengan besar tablet yang akan dicetak.
f. Pencampuran akhir dengan alat Polydirection Moveable Machine. Kecepatan
putaran dan waktu pencampuran disesuaikan dengan Catatan Pengolahan Bets
masing-masing produk.
g. Penambahan pelincir dan fase luar, kemudian granul dimasukkan ke dalam
wadah dan disimpan di ruang antara.

2). Granulasi kering


Proses pembuatannya :
a. Semua bahan ditimbang kemudian dicampur, kecuali pelincir hanya dimasukkan
setengah bagian
b. Massa hasil pencampuran dicetak menjadi tablet yang berukuran besar
c. Tablet diayak kering (proses slugging), kemudian dicampur
d. Ditambahkan sisa pelincir, terbentuk granul siap cetak

3). Cetak langsung


Zat aktif + bahan pembantu ditimbang, kemudian diayak. Selanjutnya, massa
yang terbentuk dicampur menggunakan mixer hingga homogen menghasilkan massa
siap cetak.
Adapun proses produksi kapsul dengan cara:
a. Penimbangan bahan-bahan
b. Pengayakan dengan mesin pengayak
c. Pencampuran menggunakanmixer sampai homogen
d. Filling atau pengisian ke dalam cangkang kapsul
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


43

Produksi II
1). Pencetakan tablet/kaplet, menggunakan alat Fette, Rimex, Manesty Express,
Cadmach yang seluruhnya berjumlah 9 alat.

a. Rimex, mesin pencetak tablet dengan 2 corong. Kapasitas masing-masing corong


adalah 20 kg. Satu mesin digunakan untuk cetak kaplet, sedangkan mesin lainnya
untuk cetak tablet berukuran kecil. Selama proses pencetakan berlangsung,
operator melakukan penimbangan bobot sejumlah tablet atau kaplet setiap periode
tertentu sesuai dengan prosedur IPC (in process control) tiap-tiap produk. IPC
oleh inspektur pengawasan mutu dilakukan pada saat awal, tengah, dan akhir
proses pencetakan yang meliputi bobot, ketebalan, kekerasan, kerenyahan, dan
waktu hancur. Jika tidak memenuhi syarat, mesin Rimex bisa diatur tanpa harus
mematikan alat terlebih dahulu.
b. Manesty Express, mesin pencetak tablet dengan satu corong. Kapasitasnya 13
punch. Pengaturan thickness (ketebalan tablet) terdapat di alat tersebut.

2). Penyalutan
Tersedia 2 mesin penyalutan dengan kapasitas besar dan kapasitas kecil. Alat
Dong Fang dengan kapasitas besar 100 kg, memiliki 2 corong. Corong yang satu
digunakan untuk menyedot debu, sedangkan yang lainnya untuk mengalirkan udara
panas.Alat diatur dengan udara panas yang masuk bersuhu 100 °C dan udara panas
yang keluar 800C, suhu tablet 45-46°C. Dibawah 45°C, hasil penyalutan tidak bagus.
Proses penyalutan berlangsung sesuai dengan jenis produk yang disalut. Pada alat
Dong Fang, terdapat 3 selang, yaitu selang angin panas, selang angin dingin, dan
selang larutan penyalut. Selang tersebut dihubungkan dengan alat spray gun yang
terdapat didalam alat dan spray pump untuk memompa larutan. Untuk alat kapasitas
kecil (50 kg), setiap 15 menit operator melakukan pengecekan terhadap suhu tablet
dan bobot tablet.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


44

3). Filling kapsul


Proses pengisian kapsul menggunakan alat Scorpio 105. Kapasitas alat 360
kapsul, untuk cangkang dengan ukuran 2 dan juga tersedia ukuran cangkang nol.
Pada alat terdapat vakum yang berfungsi untuk memisahkan antara cangkang atas dan
cangkang bawah. Kemudian, dilakukan pengisian serbuk ke dalam cangkang bawah.
Cangkang bawah akan ditutup dengan cangkang atas. Setelah itu, kapsul dikeluarkan
dan dipolishing untuk membersihkan kapsul dari debu-debu sisa serbuk.

4). Stripping (pengemasan primer)


Mesin stripping terdiri dari 2 macam yaitu mesin otomatis yang berjumlah 6 buah
(Hi Pack) dan mesin manual yang berjumlah 4 buah (Kung Long-2 Wu Fu).
Kecepatan mesin Hi Pack minimal 25 rpm, dengan suhu 80 °C dan 90°C. Mesin
stripping mempunyai 2 sisi, untuk sisi bawah mencetak langsung nomor batch,
tanggal daluarsa (ED), dan harga eceran tertinggi (HET).Bagian IPC melakukan uji
kebocoran dengan menggunakan mesin Portable Absorb Phlegm Unit. Diambil 4
strip untuk dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air dan methylen blue, kemudian
mesin dihidupkan. Setelah 5-10 menit mesin dimatikan, kemudian dicek kondisi
tablet. Batas maksimal yang masih diperbolehkan rusak yaitu 2 tablet.

Produksi III
Produksi III terdiri dari sediaan likuid dan semisolid.Produksi likuid terdiri dari :
a. Obat luar
Obat luar terdiri dari dua produk, yaitu alkohol dan non alkohol. Contoh produk
alkohol, yaitu alkohol 70% sedangkan contoh produk non alkohol adalah rivanol
dan obat kumur.
b. Obat dalam
Contoh produk obat dalam adalah sirup, suspensi oral, dan elixir. Proses
produksi likuid dilakukan dengan cara penimbangan bahan aktif dan bahan
pembantu; pembuatan larutan; pencampuran akhir; filling (pengemasan primer);
dan pengemasan sekunder.
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


45

Proses produksi semisolid dilakukan dengan cara :


a. Penimbangan bahan aktif dan bahan pembantu
b. Pembuatan fase minyak
c. Pembuatan fase air
d. Pencampuran akhir
e. Pengisian dalam tube dan pengemasan

Area produksi di PT. Molex Ayus terdiri dari:


a. Gedung produksi betalaktam
Ruangan pada area produksi betalaktam dilengkapi dengan peralatan pengendali
dan saringan udara, dikonstruksi serta dioperasikan sedemikian rupa untuk
menghindari cemaran bahan biologi yang berasal dari dalam ruangan ke
lingkungan luar.
b. Gedung produksi non betalaktam, yang terdiri dari 3 kelas yaitu :
1. Kelas E : digunakan sebagai ruang produksi, baik untuk sediaan solid,
semisolid, maupun likuid. Setiap personil yang melakukan kegiatan di ruang
kelas E harus menggunakan seragam produksi, yang terdiri dari seragam kerja
berwarna putih yang dilengkapi tutup kepala, masker, sepatu, dan sarung
tangan. Untuk produk solid dan semisolid, diberlakukan prinsip clean coridor,
yaitu tekanan udara di koridor lebih tinggi dibandingkan di dalam ruang
produksi. Untuk produk likuid, tekanan di koridor lebih rendah daripada di
dalam ruang produksi dengan tujuan mencegah kontaminasi produk oleh
lingkungan luar karena produk likuid lebih rentan terhadap cemaran.
2. Kelas F : digunakan sebagai area pengemasan sekunder
3. Kelas G : digunakan sebagai gudang

Alur proses produksi secara umum di PT. Molex Ayus adalah :


a. PPIC menyerahkan Catatan Pengolahan Bets (CPB) kepada bagian produksiI.
b. Manajer Produksi I mengeluarkan Surat Perintah Produksi (SPP).

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


46

c. Berdasarkan SPP, supervisor PPIC akan mencetak Catatan Pengolahan Bets


(CPB) dan Catatan Pengemasan Bets (CKB) sertamemberi nomor identitas bets
dan menyerahkan CPB ke bagian produksi.
d. Supervisor Produksi membuat Form Permintaan Bahan Baku yang kemudian
akan dikirim ke bagian gudang untuk menyiapkan bahan-bahan yang akan
digunakan dalam produksi tersebut.
e. Bagian gudang menyiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan sesuai
permintaanproduksi lalu dibawa ke bagian produksi (penimbangan) untuk
ditimbang.
f. Bagian produksi (penimbangan) memeriksa kelengkapan dan kebenaranbahan-
bahan yang akan digunakan, kemudian melakukan penimbangan sesuai dengan
CPB.
g. Setelah ditimbang, bagian produksi melakukan pengolahan bahan-bahantersebut
sesuai dengan CPB masing-masing produk.
h. Bagian pengemasan menerima hasil produksi dari bagian produksi dengan
melampirkan Catatan Serah Terima Produk.
i. Setelah proses pengemasan produk selesai, produk tersebut dikirimkan ke
gudang obat jadi disertai Bon Penyerahan Hasil Produksi.

3.8.4. Departemen Pengawasan Mutu (QC)


Departemen Pengawasan Mutu dipimpin oleh seorang manajer yang
membawahi supervisor QC. Pengawasan mutu obat dilaksanakan melalui sistem
pengawasan yang terencana dan terpadu. Semua unsur yang terlibat dalam pembuatan
obat, baik personalia maupun kelengkapan sarana pabrik hendaklah menunjang
maksud pembuatan obat dan mendukung sepenuhnya persyaratan yang diinginkan
sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi spesifikasi aman, berkhasiat, dan
bermutu.
Bagian Pengawasan Mutu PT. Molex Ayus terbagi menjadi laboratorium
kimia dan mikrobiologi. Laboratorium pengawasan mutu bertugas melakukan
pemeriksaan rutin untuk bahan baku, bahan kemas, produk antara, dan produk
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


47

ruahan. Di samping itu, dilakukan pula beberapa pemeriksaan tidak rutin seperti uji
stabilitas, pemeriksaan sampel air dan limbah secara kimia, penanganan sampel
pertinggal (retained sample), dan validasi metode analisis.
Retained sample atau sampel pertinggal disimpan pada temperatur kamar
dibawah tanggung jawab bagian pemastian mutu (QA) dan pengawasan mutu (QC).
Retained sample (contoh pertinggal) adalah contoh produk lengkap dengan kemasan
atau bahan baku yang disimpan oleh pabrik selama jangka waktu tertentu sebagai
rujukan apabila terjadi keluhan setelah produk dipasarkan. Contoh pertinggal dari
setiap betsproduk yang diluluskan harus disimpan selama n+1 tahun (n=batas
kadaluarsa produk). Jumlah contoh pertinggal dari setiap bets harus mencukupi dua
kali pengujian sediaan lengkap dan disimpan di ruang contoh pertinggal sesuai
dengan suhu penyimpanan yang disebutkan dalam kemasan produk.
Analisis bahan baku secara kimia dilakukan berdasarkan spesifikasi yang
ditetapkan oleh PT. Molex Ayus berdasarkan kompendium resmi. Laboratorium
mikrobiologi bertugas melakukan pemeriksaan sampel air dan limbah secara
mikrobiologi, analisis jumlah mikroba pada sediaan semisolid dan likuid, serta
pemeriksaan jumlah mikroba dalam ruangan produksi untuk kualifikasi sistem tata
udara (HVAC).Bagian pengawasan mutu bertanggung jawab untuk memastikan :
a. Bahan baku untuk produksi obat memenuhi spesifikasi yang ditetapkan untuk
pemerian, identitas, kekuatan (kadar), kemurnian, kualitas, dan keamanannya.
b. Bahan kemas untuk produksi obat memenuhi spesifikasi yang ditetapkan untuk
identitas fisik; kesesuaian keterangan pada kemasan seperti tanggal daluarsa,
HET, dan nomor bets; serta ukuran, ketebalan, dan bobot bahan kemas.
c. Semua pengawasan selama proses (IPC) dan pemeriksaan laboratoriumterhadap
suatu bets obat telah dilaksanakan dan bets tersebut memenuhi spesifikasi yang
ditetapkan sebelum didistribusikan.
d. Suatu bets obat memenuhi persyaratan mutu selama waktu peredaran yang
ditetapkan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


48

e. Menetapkan label diluluskan atau ditolak terhadap bahan baku, bahan kemas,
produk antara, produk ruahan, dan obat jadi sesuai dengan spesifikasi yang telah
ditetapkan.
f. Melakukan analisis rutin dan non rutin, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
g. Membuat dokumentasi yang berhubungan dengan analisis bahan baku, bahan
kemas, produk antara, dan produk ruahan.
Bagian pengawasan mutu memiliki wewenang untuk memberikan keputusan
akhir untuk meluluskan atau menolak berdasarkan mutu bahan baku produk obat
ataupun hal lain yang mempengaruhi obat.Pemeriksaan yang dilakukan terhadap
produk antara dan produk ruahan meliputi :
a. Produk ruahan sirup
Pemeriksaan produk ruahan sirup yaitu pemerian; pemeriksaan fisika, penetapan
pH dan bobot jenis; penetapan kualitatif (identifikasi); dan penetapan kuantitatif
berupa penetapan kadar.
b. Produk ruahan krim
Pemeriksaan produk ruahan krim yaitu pemerian; pemeriksaan fisika; penetapan
pH dan bobot jenis; penetapan kualitatif (identifikasi); penetapan kuantitatif
berupa penetapan kadar; dan uji batas mikroba.
c. Produk ruahan tablet
Pemeriksaan produk ruahan tablet yaitu pemerian; pengujian bobot, ketebalan,
kerenyahan, waktu hancur, dan kekerasan; penetapan kualitatif (identifikasi);
penetapan kuantitatif berupa penetapan kadar; dan uji disolusi.
Alur pemeriksaan bahan baku oleh bagian pengawasan mutu adalah sebagai
berikut :
a. Bahan baku yang datang diterima oleh bagian gudang.
b. Bagian gudang menyerahkan Laporan Barang Datang (LBD), Daftar Periksa
Penerimaan Barang, dan Sertifikat Analisa kepada bagian pengawasan mutu.
c. Bagian pengawasan mutu mencatat bahan tersebut dalam buku besar dan
memberikan nomor analisa pada bahan tersebut.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


49

d. Inspektur pengawasan mutu membuat label sampling untuk bahan tersebut.


Jumlah wadah yang disampling menggunakan rumus 𝑛 + 1 ( n= jumlah barang
yang datang).
e. Dilakukan pengambilan contoh bahan di ruang sampling, kemudian contoh
tersebut dibawa ke laboratorium QC untuk diperiksa. Berdasarkan hasil
pemeriksaan, bagian pengawasan mutu menerbitkan label release untuk bahan
yang memenuhi syarat, dan label reject untuk yang tidak memenuhi syarat.

3.8.5. Departemen Pemastian Mutu (QA)


Departemen Pemastian Mutu dipimpin oleh seorang manager QA yang
membawahi supervisor validasi, supervisor kualifikasi, dan inspektur CPOB.Adapun
Departemen Pemastian Mutu berkoordinasi dengan Departemen Pengawasan Mutu
melalui seorang manajer QMR (Quality Management Representative). Secara umum,
tugas dan tanggung jawab Departemen Pemastian Mutu, yaitu :
a. Menyiapkan, memeriksa, dan menetapkan prosedur pengawasan mutu, program
validasi, program kualifikasi,dan prosedur-prosedur dalam proses sesuai dengan
CPOB.
b. Menetapkan spesifikasi bahan awal, produk antara, dan obat jadi.
c. Bertanggung jawab atas pelaksanaan inspeksi diri dalam pelatihan CPOB.
d. Bertanggung jawab terhadap mutu obat.
e. Memastikan tahapan proses pengolahan dan pengemasan obat telah dilaksanakan
sesuai prosedur yang telah ditetapkan dan telah divalidasi sebelumnya, antara
lain melalui evaluasi dokumentasi produksi terdahulu.
f. Melakukan released produk.
g. Membuat kajian produk tahunan (APR).
h. Membuat Rencana Induk Validasi.
i. Membuat atau menyelesaikan masalah tentang penyimpangan-penyimpangan
yang terjadi dalam proses produksi.
j. Membuat laporan kegagalan produk dan mengevaluasi secara menyeluruh.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


50

k. Penanganan keluhan produk, penarikan kembali produk (recall), dan produk


kembalian.
l. Mengadakan program pelatihan untuk personil.
m. Mendampingi auditor dari luar jika ada inspeksi.
n. Melakukan kalibrasi alat.
o. Melakukan penanganan limbah.
p. Membuat CAPA (Corrective Action and Preventive Action).
q. Melakukan change control.
r. Bertanggung jawab dalam dokumentasi produk, termasuk menyimpan dan
mendistribusikan master bets serta berbagai prosedur tetap (protap).
s. Membuat sertifikat analisa obat jadi.
Pemastian mutu dilakukan mulai dari penentuan bahan yang akan digunakan
hingga produk jadi selesai diolah dan dikemas, serta selama proses produksi
berlangsung (IPC) untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan. Di samping itu,
dilakukan evaluasi mutu produk pasca produksi (post marketing evaluation). Tiap
proses produksi mengikuti protap yang ditentukan oleh perusahaan dan data-datanya
akan tertuang dalam master bets.
Bidang pemastian mutu harus memastikan bahwa proses produksi dan
pengujian yang dilakukan akan memberikan hasil yang meyakinkan, serta melakukan
pula validasi dan kalibrasi alat yang digunakan. Adapun validasi yang dilakukan
meliputi validasi proses dan validasi pembersihan. Validasi proses yang diterapkan di
PT Molex Ayus mencakup metode retrospektif dan metode konkuren. Metode
validasi proses retrospektif dilakukan terhadap 10 bets produk yang telah selesai
diproduksi, sedangkan untuk metode konkuren dilakukan terhadap 3 bets produk
yang sedang diproduksi. Validasi pembersihan mengikuti metode pada Maximum
Allowable Carry Over(MACO).

3.8.5.1. Obat Kembalian


Penanganan obat kembalian berlaku untuk semua produk kembalian yang
dikembalikan oleh distributor karena salah kirim, salah administrasi, kadaluarsa, serta
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


51

penarikan kembali (berasal dari distributor, rumah sakit, klinik, dan apotek) atau
produk kembalian oleh sebab lain, antara lain tidak sampai ke distributor karena
gangguan di perjalanan. Penarikan kembali obat disebabkan oleh :
a. Masalah keabsahan maupun salah kirim
b. Cacat kualitas
Cacat kualitas dari segi estetika tidak membahayakan pemakai, tetapi perlu
ditarik dari peredaran, seperti kerusakan label atau kemasan, dan pemasangan
tutup botol yang tidak sempurna. Cacat kualitas dari segi teknik produksi dapat
menimbulkan resiko yang merugikan konsumen, seperti salah isi, salah kadar,
dan salah label.
c. Reaksi merugikan dari obat
Reaksi merugikan dari obat yang menimbulkan resiko terhadapkeselamatan
konsumen atau terjadi peningkatan frekuensi efek samping obat yang dikeluhkan
oleh perorangan atau suatu lembaga.

Prosedur penerimaan obat kembalian, antara lain:


a. Penerimaan obat kembalian dilakukan atas persetujuan dari bagian pemasaran
yang bertanggung jawab terhadap distribusi.
b. Semua obat kembalian harus dikirim ke gudang PT. Molex Ayus.
c. Bagian gudang menerima obat kembalian,barang tersebut dimasukkan ke dalam
gudang retur/recall, dilakukan pemeriksaan berupa kesesuaian antara jumlah dan
jenis barang yang telah diterima dengan surat pengantar barang, kemudian
barang dikelompokkan sesuai dengan produk dan nomor betsnya.
d. Isi form daftar penerimaan obat kembalian yang mencakup nama produk, jumlah,
nomor bets, tanggal kadaluarsa, dan asal kedatangan obat.
e. Simpan obat kembalian di daerah khusus karantina obat kembalian, serta
dilengkapi dengan label KARANTINA.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


52

Prosedur pemeriksaan obat kembalian oleh QA, yaitu :


a. Bagian QA melakukan penyelidikan dan analisa terhadap produk kembalian
tersebut, meliputi keaslian produk tersebut (pemeriksaan terhadap kemungkinan
adanya pemalsuan); kondisi / keutuhan kemasan, segel, dan tutup, isi kurang atau
kosong; pemeriksaan kualitas obat kembalian tersebut sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
b. Isi form daftar penerimaan obat kembalian yang mencakup alasan retur.
c. QA berwenang untuk memutuskan apakah obat kembalian tersebut akan
dilanjutkan untuk dilakukan pengujian atau tidak.
d. Selanjutnya dilakukan pengambilan sempel untuk dilakukan pemeriksaan oleh
bagian QC. Bagian QC kemudian melakukan pemeriksaan terhadap sampel obat
kembalian meliputi pemeriksaan fisika seperti organoleptis dan pemeriksaan
kimiawi seperti penetapan kadar. Berdasarkan hasil pemeriksaan oleh QC dibuat
keputusan tentang tindak lanjut terhadap obat kembalian, yaitu dapat berupa:
1. Dikemas ulang (kondisi produk masih stabil)
2. Langsung dimasukkan kedalam persediaan (apabila masih memenuhi
spesifikasi serta tidak ditemukan cacat sama sekali)
3. Dimusnahkan
Keputusan tentang tindak lanjut obat kembalian ditentukan oleh manajer QA
dan diketahui oleh Plant Manager. Obat kadaluarsa yang karena alasan tertentu
dikembalikan oleh distributor dengan perjanjian khusus, maka prosedur
penerimaannya adalah sebagai berikut:
a. Lakukan langkah penanganan seperti “penerimaan obat kembalian dan
pemeriksaan obat kembalian oleh QA”
b. Keputusan terhadap hasil evaluasi obat kembalian kadaluarsa ditentukan oleh
manajer QA dan diketahui oleh PlantManager
c. Selanjutnya, barang tersebut dimasukkan kegudang reject dan ditempelkan label
merah “PRODUK DALUARSA UNTUK DIHANCURKAN”
d. Catat pada buku penerimaan barang reject

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


53

e. Masukkan pemusnahan barang tersebut kedalam program pemusnahan barang


secara rutin

3.8.5.2. Klasifikasi penarikan obat jadi (recall) :


a. Kelas I
Cacat produk yang berpotensi membahayakan kesehatan. Pemberitahuan harus
segera dikirimkan kepada berbagai pihak.
b. Kelas II
Cacat produk yang dapat menyebabkan penyakit atau salah penggunaan, tetapi
tidak termasuk kelas I. Pemberitahuan harus segera dikirimkan hanya kepada
pihak yang mengetahui distribusi produk dengan nomor bets tersebut.

Prosedur penarikan obat jadi (recall) antara lain:


a. Adanya keluhan atau surat perintah penarikan obat dari BADAN POM RI.
b. Penanganan/evaluasi oleh tim terhadap keluhan atau perihal surat perintah
penarikan obat dari BPOM tersebut.
c. Proses penarikan obat
Surat perintah penarikan obat dikeluarkan atas perintah pimpinanperusahaan,
kemudiandikirimkan kepada daftar distributor melalui fax atau email dan kepada
berbagai pihak yang berkaitan. Paling lambat 2 minggu setelah tanggal surat
perintah penarikan obat dari BPOM, surat perintah penarikan obat kepada
distributor harus sudah dikirimkan oleh pihak pabrik. Selanjutnya, distributor
mengambil tindakan setelah menerima surat perintah penarikan tersebut. Obat
yang ditarik tersebut dikumpulkan di gudang PT. Molex Ayus selama lebih
kurang 1,5 bulan sambil disesuaikan antara jumlah obat yang didistribusikan dari
pabrik dengan jumlah obat yang tersisa/diterima kembali oleh pabrik. Obat recall
tersebut kemudian dimusnahkan dengan menghadirkan saksi dari Balai POM.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


54

d. Evaluasi hasil recall


Evaluasi hasil recall dilakukan dengan membuat laporan kepada BPOM dalam 2
jangka waktu yaitu dalam waktu tidak lebih dari 2 minggu dan dalam waktu tidak
lebih dari dua bulan.
1. Evaluasi dalam waktu tidak lebih dari 2 minggu meliputi :
a) Laporan pelaksanaan penarikan obat dari peredaran. Penarikan obat tersebut
dilakukan sampai ke seluruh outlet (Pedagang Besar Farmasi atau PBF,
apotek, rumah sakit, poliklinik/klinik, dan toko obat)
b) Jumlah obat yang masih terdapat dalam persediaan
c) Penyalur-penyalur dengan daerah pemasaran utamanya
d) Jumlah obat yang sudah diedarkan kepada penyalur
e) Laporan pertanggungjawaban terhadap produksi obat jadi tersebut dengan
menyertakan fotokopi catatan produksi bets obat tersebut lengkap dengan
hasil pengujian dan Protap Penarikan Kembali / Protap Penanganan Produk
Kembalian

2. Evaluasi dalam waktu tidak lebih dari 2 bulan meliputi :


a) Laporan mengenai hasil evaluasi penyebab produk tidak memenuhi syarat
b) Laporan hasil pelaksanaanpenarikan obat-obat tersebut yang berhasil ditarik
kembali sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku disaksikan oleh
petugas Balai POM setempat
c) Berita Acara Pemusnahan Obat recall tersebut

Tingkat penyebaran penarikan kembali:


a. Tingkat 1 : bila obat baru mencapai distributor pusat
b. Tingkat 2 : bila obat sudah mencapai subdistributor
c. Tingkat 3 : bila obat sudah didistribusikan dan sudah mencapai sarana pelayanan
obat, seperti apotek, rumah sakit, poliklinik, dan toko obat
d. Tingkat 4 : bila obat telah didistribusi secara luas dan telah mencapai konsumen,
seperti dokter, dokter gigi, serta pemakai akhir yaitu pasien
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


55

Program inspeksi diri di PT. Molex Ayus terus dilaksanakan untuk menilai
seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu agar selalu memenuhi pedoman
CPOB. Inspeksi diri dilakukan melalui Internal Quality Audit (IQA) yang dilakukan
setiap enam bulan dan bertujuan untuk menilai seluruh kegiatan produksi yang
berlangsung agar senantiasa memenuhi CPOB. IQA merupakan tanggung jawab
bagian Quality System dari QA dan biasanya dilaksanakan melalui pembentukan tim
inspeksi diri yang telah diseleksi. Inspeksi diri di PT. Molex Ayus terdiri dari
beberapa jenis yaitu :
a. Inspeksi diri yang dilakukan per tahun dengan membentuk tim inspeksi dan
mencakup pelaksanaan CPOB di PT. Molex Ayus secara menyeluruh
b. Inspeksi supplier, baik supplier bahan baku maupun bahan kemas yang biasanya
dilakukan setiap bulan untuk 3 supplier
c. Inspeksi distributor, yang meliputi cara distribusi dan penyimpanan obat dari
pabrik kepada konsumen
d. Audit diri, yaitu audit mutu internal yang dilakukan oleh inspektor CPOB secara
rutin, dapat dilakukan setiap hari atau setiap minggu

3.8.6. Departemen Teknik


Departemen Teknik dipimpin oleh seorang manajer teknik yang membawahi
teknisi. Ruang lingkup dari kegiatan departemen teknik, yaitu perbaikan,
pemeliharaan, kalibrasi, validasi, dan juga kegiatan dokumentasi yang berhubungan
dengan teknik.

3.8.7. Registrasi
Registrasi adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk mendapatkan
nomor izin edar. Izin edar merupakan bentuk persetujuan registrasi obat untuk dapat
diedarkan di suatu wilayah (negara) tertentu. Proses registrasi obat di Indonesia,
diajukan oleh pendaftar (industri farmasi/PBF) kepada Kepala Badan POM dengan
melampirkan data-data mengenai komposisi produk, proses pembuatan, metode
analisa, desain kemasan, data stabilitas, referensi, dan data farmakologi obat. Tugas
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


56

utama bagian registrasi di PT. Molex Ayus adalah mempersiapkan form-form


registrasi sediaan farmasi yang baru akan diproduksi untuk diedarkan ke Badan
POM/Dinas Kesehatan. Registrasi yang dilakukan oleh PT Molex Ayus adalah
berupa registrasi obat copy, PKRT, alat kesehatan, dan suplemen. Bagian registrasi
obat di PT. Molex Ayus berada di bawah bagian Bussiness and Development. Tahap
registrasi obat copy di PT. Molex Ayus yaitu:
a. Pra registrasi obat, dengan melampirkan dokumen administratif berupa surat
pengantar, ringkasan produk yang akan didaftarkan, dokumen penunjang
kebutuhan program, sertifikat dan dokumen administratif obat produksi lokal,
serta dokumen mutu zat aktif, baku pembanding, proses produksi, zat tambahan,
kemasan, dan stabilitas yang berupa sertifikat analisis, spesifikasi dan prosedur
pemeriksaan, protokol uji stabilitas, dan protokol validasi proses.
a. Registrasi obat, dengan melampirkan dokumen administratif berupa surat
pengantar, formulir registrasi, surat pernyataan pendaftar, sertifikat dan dokumen
administratif obat produksi lokal, salinan hasil pra registrasi (HPR), bukti
pembayaran, dokumen terkait paten, serta dokumen tentang kelengkapan
informasi obat dan desain yang terdiri dari informasi obat, penandaan pada
kemasan, serta dokumen mutu zat aktif dan obat jadi.
Sebelum melakukan registrasi obat, dilakukan pra registrasi obat ke Badan
POM. Dalam jangka waktu 1 bulan kemudian, Badan POM mengeluarkan Hasil Pra-
registrasi Obat (HPR). Setelah itu, dalam jangka waktu 5 bulan dilakukan pengajuan
registrasi obat. Jika dalam jangka waktu tersebut perusahaan tidak melakukan
registrasi, maka perusahaan tersebut harus melakukan perpanjangan HPR. Selain
melakukan registrasi obat copy, PT. Molex Ayus juga melakukan registrasi variasi
berupa kemasan, nama obat, dan penggantian formula.

3.9 Sistem Pengolahan Limbah


Dampak yang ditimbulkan dari proses produksi adalah limbah. Limbah pabrik
dapat berupa pencemaran udara, kebisingan, limbah padat, dan limbah cair. Untuk itu
diperlukan suatu penanganan khusus agar tidak mencemari lingkungan sekitarnya.
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


57

Pencemaran udara yang diakibatkan oleh kegiatan pabrik dapat berupa debu dari
proses produksi, uap asam yang berasal dari laboratorium, asap genset (pada saat
genset dioperasikan) dan uap air panas dari boiler. Untuk menangani debu yang
berasal dari proses produksi yaitu dengan cara dihisap oleh dust collector, sebuah alat
yang terdiri dari selang-selang seperti belalai untuk menghisap debu. Selanjutnya
debu yang terkumpul dari kedua proses tersebutakan diolah sebagai limbah padat.

Pengelolaan limbah di PT. Molex Ayus terdiri dari:


1. Pengelolaan limbah padat
Limbah padat di pabrik dapat berupa:
a. Bahan berbahaya
Contohnya adalah pembungkus primer bahan baku, debu obat dan hasil recall
obat-obatan. Untuk limbah berbahaya ditampung maksimal 90 hari dalam ruang
B3 dan diserahkan kepada pihak ketiga untuk diolah.
b. Non Bahan berbahaya
Pembungkus sekunder bahan baku dan sisa makanan dari dapur dan kantin.Kertas
dan alufoil dibakar di tempat pembakaran sampah. Kaleng, plastik, kardus dan
botol yang masih relatif baik yang berasal dari sisa/bekas kemasan dijual kepada
konsumen tertentu. Sedangkan sisa makanan dari dapur/kantin, sampah
pekarangan, sampah kantor, ditampung sementara dalam bak penampungan
sampah di lokasi pabrik untuk selanjutnya dibuang ke tempat pembuangan
sampah.

2. Pengolahan limbah cair


Limbah cair di pabrik dapat berupa:
a. Bahan berbahaya
Limbah bahan berbahaya berasal dari laboratorium seperti reagen yang telah
digunakan atau yang telah kadaluarsa ditampung dan selanjutnya diserahkan ke
Pusat Pengelohan Limbah Industri (PPLI). Sedangkan limbah yang berasal dari

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


58

bagian produksi selanjutnya dialirkan ke bak limbah cair atau IPAL (Instalasi
Pengolahan Air Limbah).
b. Non Bahan berbahaya
Limbah non bahan berbahaya berasal dari air hujan, kamar mandi dan air cucian
rumah tangga yang selanjutnya langsung dialirkan ke pembuangan umum (di luar
IPAL).

Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) memiliki cara kerja yang terdiri dari
beberapa tahap dengan melibatkan beberapa bak sebagai berikut :
a. Bak Penampung Limbah Beta Laktam
Bak ini berfungsi sebagai penampungan hasil pencucian alat produksi beta latam.
Limbah beta laktam selanjutnya didekstruksi dengan penambahan NaOH. Hasil
dekstruksi dialirkan ke bak netralisasi beta laktam.
b. Bak Netralisasi Limbah Beta Laktam
Pada bak ini limbah beta laktam dinetralkan dengan HCl sampai pH netral yaitu 6-7.
c. Bak Penampung Beta Laktam dan Non Beta Laktam
Bak ini berfungsi untuk menampung hasil netralisasi limbah beta laktam kemudian
dicampur dengan limbah non beta laktam sampai volume mencapai ±2/3 volume
bak. Kemudian campuran ini dipindahkan ke bak oil trap
d. Bak oil trap
Pada tahap ini limbah didiamkan selama satu hari kemudian diambil lapisan
minyaknya dan dibuang ke bak filter pasir. Hasil saringan yang didapatkan
dialirkan ke bak netralisasi dan limbah yang sudah tidak mengandung minyak
dialirkan ke bak netralisasi
e. Bak netralisasi
Selanjutnya limbah dinetralkan dengan penambahan HCl jika bersifat basa dan
ditambahkan NaOH jika bersifat asam.Dilakukan pengecekan pH dengan
menggunakan pH universal ataupH elektrik sampai tercapai pH 6-8.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


59

f. Bak Equalisasi
Untuk meratakan konsentrasi dan debit agar air limbah dapat diolah dengan debit
dan konsentrasi yang sama. Bak equalisasi dilengkapi dengan pompa transfer
berikut alat kontrol pompa. Bak ini sudah ditambahkan udara dari kompresor
untuk membantu proses aerasi.
g. Bak aerasi I,II, dan III
Dalam bak ini air limbah diaerasi yaitu dengan jalan meniupkan udara dengan
menggunakan mesin aerator dengan tujuan untuk menurunkan parameter dan
mencegah timbulnya bau terutama yang disebabkan NH3N dan N-Total melalui
penambahan udara (oksigen) dan penguraian oleh mikroorganisme. Adapun
bakteri yang dipakai untuk menurunkan kelebihan NH3N dan N-Total
dikembangbiakkan jenis spesies Nitrobakter sp sebesar 30% dari jumlah kapasitas
air limbah yaitu 1,5 m3.
h. Bak Sedimentasi
Air limbah dari bak aerasi dialirkan ke bak sedimentasi untuk mengendapkan
lumpur biologi dan juga berfungsi untuk mengembalikan sebagian lumpur dalam
jumlah yang cukup pada bak aerasi, sampai derajat pengolahan yang diperlukan
dalam waktu yang tidak ditentukan. Pada bak ini diharapkan partikel-partikel
mengendap mengalir secara horizontal bergerak dengan kecepatan aliran yang
sama dan konstan pada setiap titik sehingga memungkinkan partikel-partikel
bergerak ke bawah atau mengendap secara gravitasi.
i. Bak Stabilisasi atau Bak Kontrol
Air limbah yang sudah bersih setelah mengalami proses pengendapan kemudian
dialirkan menggunakan over flow ke bak stabilisasi yang berfungsi sebagai bak
kontrol. Disini dilakukan pengolahan secara alami dengan pemanfaatan
aquaculture yaitu pembudidayaan tanaman dan ikan, kemudian air limbah
dialirkan ke saluran umum melalui saluran outlet yang dilengkapi dengan flow
meter.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


60

j. Bak Penampung Lumpur


Bak penampung lumpur berfungsi untuk menampung lumpur yang di ambil dari
proses sedimentasi. Setelah mencapai volume maksimal, lumpur akan mengalami
pengentalan secara gravitasi
k. Drying Bed
Lumpur dari bak penampung kira-kira konsentrasi zat padat dalam campuran
lumpur mencapai 30%, maka lumpur tersebut dipompakan ke drying bed untuk
dikeringkan secara evaporasi kemudian dimanfaatkan untuk pupuk tanaman.

3.10 Pengolahan Air untuk Proses Produksi


PT. Molex Ayus melakukan pengolahan air untuk produksi yang bersumber
dari 4 sumur dalam. Air tanah dari keempat sumur tersebut ditampung dalam 6 buah
tangki, kemudian diolah melalui proses sebagai berikut :
1. Air dialirkan menuju resin penukar anion dan resin penukar kation untuk
menghilangkan kesadahan air serta dialirkan melalui karbon adsorben untuk
menjernihkan dan menghilangkan bau pada air.
2. Air melalui tahap klorinasi (batching) untuk membunuh mikroba dan
menjernihkan air. Pada tahap ini dihasilkan soft water yang dapat digunakan
untuk mencuci peralatan produksi yang tidak bersentuhan langsung dengan
produk.
3. Soft water dialirkan menuju resin penukar anion, resin penukar kation, dan two
bed demineralizer (mix bed). Setelah melalui proses ini, dihasilkan
aquademineralisata yang dapat digunakan untuk pencucian tahap awal dari
peralatan yang kontak dengan produk.
4. Aquademineralisata selanjutnya difiltrasi melalui membran Reverse Osmosis
menghasilkan air Reverse Osmosis (RO).
5. Air RO disaring melalui filter 0,2 μm untuk menyaring bakteri dan partikel padat
yang terdispersi dalam air. Kemudian air dilewatkan dibawah sinar UV pada
panjang gelombang 254 nm. Setelah melalui filter 0,2 μm dan lampu UV
diperoleh Purified Water. Purified Water yang dihasilkan ditampung dalam
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


61

tangki dan dilakukan proses looping dengan pemanasan pada suhu 50o C.
Purified Water digunakan untuk bahan baku produk liquid dan untuk pembilasan
peralatan produksi yang bersentuhan langsung dengan produk. jika dibutuhkan
untuk proses produksi, Purified Water dialirkan menuju ruang produksi.
Purified Water yang digunakan harus memenuhi spesifikasi sebagai berikut:
1. Konduktivitas < 1,3 μS
2. pH ± 5-7
3. TOC (Total Organic Carbon) < 500 ppm
4. Mikroba < 100 cfu
5. Negatif E.coli, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphylococcus aureus.

3.11 Sistem Tata Udara


Sistem Tata Udara di PT. Molex Ayus tersusun dari 22 Air Handling Unit
(AHU). Lima unit memberikan suplai udara untuk ruang produksi beta laktam dan
tujuh belas unit memberikan suplai udara untuk ruang produksi non beta laktam.AHU
merupakan seperangkat alat yang dapat mengontrol suhu, kelembaban, tekanan udara,
tingkat kebersihan (jumlah partikel/mikroba), pola aliran udara, jumlah pergantian
udara dan sebagainya, di ruang produksi sesuai dengan persyaratan ruangan yang
telah ditentukan. Unit / sistem yang mengatur tata udara disebut AHU (Air Handling
Unit). AHU terdiri dari beberapa alat yang masing-masing memiliki fungsi yang
berbeda.
Pada dasarnya AHU terdiri dari :
1. Cooling coil. Cooling coil (sering pula disebut dengan istilah evaporator)
berfungsi untuk mengontrol suhu dan kelembaban udara yang akan
didistribusikan keruangan produksi. Hal ini dimaksudkan agar dapat dihasilkan
udara, sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.
2. Static Pressure Fan (Blower). Blower adalah bagian dari AHU yang berfungsi
untuk menggerakkan udara disepanjang sistem distribusi udara yang terhubung
dengannya. Blower yang digunakan dalam AHU berupablower radial yang
memiliki kisi-kisi penggerak udara yang terhubung dengan motor penggerak
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


62

blower. Motor ini berfungsi untuk mengubah energi listrik menjadi energi gerak.
Energi gerak inilah yang kemudian disalurkan ke kisi-kisi penggerak udara
hingga kemudian dapat menggerakkan udara. Blower ini dapat diatur agar selalu
menghasilkan frekuensi perputaran udara yang tetap, hingga akan menghasilkan
selalu output udara dengan debit yang tetap. Dengan adanya debit udara yang
tetaptersebut maka takanan dan pola aliran udara yang masuk ke dalam ruang
produksi dapat dikontrol.
3. Filter.Filter merupakan bagian dari AHU yang berfungsi untuk mengendalikan
dan mengontrol jumlah partikel dan mikroorganisme(partikelasing) yang
mengkontaminasi udara yang masuk kedalam ruang produksi. Filter yang
digunakan untuk AHU dibagi menjadi beberapajenis/tipe tergantung efisiensinya,
yaitupre-filter (efisiensi penyaringan: 35%);medium filter (efisiensi penyaringan
95%);High EfficiencyParticulate Air (HEPA) filter (efisiensi
penyaringan:99,997%).
4. Ducting. Ducting adalah bagian dari AHU yang berfungsi sebagai
salurantertutup tempat mengalirnya udara. Secara umum, ducting merupakan
sebuah sistem saluran udara tertutup yang menghubungkan blowerdenganruang
produksi, yang terdiri dari saluran udara yang masuk dan saluranudara yang
keluar dari ruangan produksi dan masuk kembali ke AHU.
5. Dumper. Dumper adalah bagian dari ducting AHU yang berfungsi
untukmengatur jumlah (debit) udara yang dipindahkan ke
dalamruanganproduksi.Besar kecilnya debit udara yang dipindahkan dapat diatur
sesuai dengan pengaturan tertentu pada dumper. Hal ini sangat berguna terutama
untuk mengatur besarnya debit udara yang sesuai dengan ukuran ruangan yang
akan menerima distribusi udara tersebut.
Peralatan AHU yang terdapat di PT. Molex Ayus harus dikelola dan
dipastikan berjalan sebagaimana mestinya. Pertukaran udara di ruang produksi adalah
5-20 kali per jam dengan efisiensi saringan udara 90-95% terhadap partikel 100.000
per m3 dengan filter awal 30-40%. Suhu di ruangan produksi adalah 20-28ºC dan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


63

kelembaban nisbi (RH) 45-75% serta tekanan minimum 10 Pascal. Dengan demikian
ruang produksi di PT. Molex Ayus sesuai dengan persyaratan CPOB.
Berdasarkan peraturan CPOB, AHU dibagi menjadi dua jenis yaitu closed
system (fresh air maksimum 20%) dan open system (fresh air maksimum 100%). PT.
Molex Ayus menggunakanclosed system yang dilengkapi dengan HEPA filter
(efisiensi minimum 99,995%) yang bertujuan untuk mencegah kontaminasi silang.
Closed system mempunyai keuntungan energi yang dipakai lebih sedikit, tetapi
mempunyai kerugian yaitu debu yang dihasilkan banyak sehingga filternya cepat
diganti. Untuk mencegah hal tersebut, PT. Molex Ayus tetap menggunakan medium
filter dengan tujuan agar kerja HEPA filter tidak terlalu berat dan lebih tahan lama
digunakan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


BAB 4
PEMBAHASAN

PT. Molex Ayus merupakan salah satu industri PMDN (Penanaman Modal
Dalam Negeri) di Indonesia yang bergerak di bidang farmasi. PT. Molex Ayus selalu
berusaha untuk menerapkan segala aspek CPOB dalam proses pembuatan suatu
produk. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan visi perusahaan dan memajukan
kualitas serta mutu produk yang dihasilkan.
Bagi industri farmasi, pedoman CPOB merupakan petunjuk dan contoh dalam
menerapkan cara pembuatan obat yang baik. CPOB mencakup seluruh aspek
produksidan pengendalian mutu. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh
sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang
bermututinggi. Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang
digunakan untuk menyelamatkan jiwa, memulihkan atau memelihara kesehatan.
Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian,
tetapi yang lebih penting adalah mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu
obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi, dan
pengendalian mutu, bangunan, peralatan yangdipakai dan personil yang terlibat.
Di sisi lain, bagi pemerintah CPOB merupakan upaya untuk meningkatkan
mutu produk farmasi dan memberikan perlindungan terhadap masyarakat. Adapun
tujuan lain dari pemerintah dalam menerapkan CPOB yaitu meningkatkan
kemampuan industri farmasi Indonesia agar lebih kompetitif baik secara domestik
maupun internasional sehingga siap menghadapi globalisasi pasar farmasi.
Aspek-aspek CPOB yang harus diterapkan di Industri farmasi adalah aspek
manajemen mutu; personalia; bangunan dan fasilitas; peralatan; sanitasi dan higiene;
produksi; pengawasan mutu; inspeksi diri dan audit mutu; penanganan keluhan
terhadap produk, penarikan kembali produk dan produkkembalian; dokumentasi;
pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak; serta kualifikasi dan validasi.

64 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


65

1. Manajemen Mutu
PT. Molex Ayus menerapkan manajemen mutu yang tercermin dalam visi dan
misi yang diterapkan melalui fungsi pengawasan mutu, Inspektor CPOB, dan
pemastian mutu yang independen.Ketiga fungsi tersebut berada di bawah departemen
Quality Management Representative (QMR) yang bertanggung jawab terhadap mutu.
Semua bagian tersebut telah didukung dengan sarana prasarana yang cukup memadai,
personil yang terlatih serta proses dan prosedur yang memenuhi persyaratan.
Pemastian mutu dari PT. Molex Ayus telah berusaha melakukan tugasnya yaitu
menjamin mutu atau kualitas obat sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang
dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Untuk
pengkajian mutu produk, bagian pemastian mutu PT. Molex Ayus membuat
Pengkajian Produk Tahunan yang membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari
spesifikasi bahan awal, bahan pengemas, dan obat jadi.

2. Personalia
PT. Molex Ayus telah menerapkan CPOB dalam hal personalia yang
mencakup struktur organisasi, kualifikasi personil, serta pelatihan untuk seluruh
karyawan, dimulai dari seleksi awal terhadap karyawan yang akan bekerja yang
meliputi penilaian fisik, mental, serta keterampilan dan pengetahuan; jumlah
karyawan yang memadai di setiap bagian sesuai dengan yang dibutuhkan serta
pelatihan CPOB bagi karyawan secara berkala.
Struktur organisasi yang diterapkan di PT. Molex Ayus telah sesuai dengan
CPOB yang mensyaratkan bahwa bagian produksi, manajemen mutu (pemastian
mutu)/pengawasan mutu dipimpin oleh orang berbeda serta tidak saling bertanggung
jawab satu terhadap yang lain. Masing-masing bagian dipimpin oleh seorang apoteker
yang memiliki kemampuan di bidangnya. Sesuai CPOB yang mensyaratkan bahwa
industri farmasi harus mempekerjakan minimal tiga orang apoteker yaitu pada bagian
pemastian mutu (QA), pengawasan mutu (QC) dan bagian produksi. PT. Molex Ayus
telah menempatkan apoteker pada posisi Manajer Pemastian Mutu (QA), Manajer
Pengawasan Mutu (QC), Manajer Produksi, Manajer Quality Mangement
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


66

Representative (QMR), Manajer PPIC dan Manajer Riset dan Pengembangan Produk
(R&D). Masing-masing kepala bagian merupakan seorang apoteker yang terdaftar
dan terkualifikasi serta memperoleh pengalaman praktis yang memadai dan
keterampilan manajerial karena telah bekerja bertahun-tahun di industri farmasi.
PT. Molex Ayus telah memberikan pelatihan-pelatihan yang meliputi
pelatihan CPOB, pelatihan sanitasi, pelatihan K3 yang diadakan oleh Bagian Quality
Management Representative (QMR) untuk meningkatkan kualitas personil yang ada.
Pelatihan diberikan kepada seluruh personil di area produksi, gudang penyimpanan,
labolatorium, personil teknik, petugas kebersihan dan perawatan. Untuk mengetahui
hasil dari pelatihan tersebut, personil diberikan pre test dan post test mengenai materi
yang telah diberikan. Apabila ternyata hasilnya tidak sesuai harapan, maka langkah
yang diambil adalah dengan melakukan pelatihan ulang dimana waktu atau jadwalnya
disesuaikan dengan kebutuhan.

3. Bangunan dan Fasilitas


PT. Molex Ayus berlokasi di daerah padat industry dan jauh dari pemukiman
penduduk sehingga memiliki resiko yang kecil membahayakan penduduk. PT. Molex
Ayus memiliki bangunan produksi beta laktam dan non betalaktam yang terletak di
daerah kawasan industri yang transportasinya mudah dijangkau oleh para
karyawannya, serta memiliki bangunan yang memadai untuk dapat melaksanakan
operasional pabrik dengan didukung ketersediaan tenaga kerja yang cukup. Lokasi
bangunan dan fasilitas PT. Molex Ayus cukup memenuhi persyaratan CPOB, yaitu
memiliki fasilitas air, listrik dan sistem udara.
Bangunan pabrik di PT. Molex Ayus dibedakan menjadi beberapa bagian
yaitu kantor, area produksi, area pengemasan sekunder, area gudang, area pengolahan
limbah, serta area pengujian mutu ataulaboratorium. Bangunan pabrik dibagi menjadi
tiga area, yaitu area E,F, dan G. Area E digunakan untuk produksi sediaan padat
(tablet dan kapsul), sediaan cair (sirup dan suspensi), dan sediaan setengah padat
(krim dan salep). Area F untuk pengemasan sekunder dan area G meliputi daerah
gudang, ruang ganti pakaian, dan laboratorium. Untuk ruangan produksi di PT.
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


67

Molex Ayus berada dalam satu bangunan terdiri dari empat bagian yaitu
penimbangan (dispensing), produksi I terdiri dari proses granulasi, pemberian larutan
pengikat, pengeringan, pengayakan, dan pencampuran akhir. Produksi II terdiri atas
proses pencetakan, pengisian kapsul, serta striping, dan produksi III terdiri atas
pencampuran untuk sediaan liquid dan semi solid. Sebelum masuk ke dalam ruang
produksi, semua personel diwajibkan untuk mencuci tangan dan mengganti pakaian
produksi di loker yang telah disediakan.Selain itu diwajibkan pula untuk memakai
penutup kepala, masker, sepatu produksi, dan sarung tangan untuk menghindari
kontaminasi terhadap produk.
Lantai ruang produksi telah disesuaikan dengan CPOB yaitu lantai epoxi
dengan tidak adanya celah dan sekat pada ujung-ujungnya, permukaan tidak berpori
dan memungkinkan pembersihan secara cepat dan efisien. Setiap area produksi
memiliki tekanan udara berbeda untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang serta
mendapat penerangan yang memadai. Tekanan udara dalam ruang produksi sediaan
padat diatur agar lebih rendah dari koridor agar debu dari ruangan produksi tidak
mengotori koridor, sedangkan tekanan udara dalam ruang produksi sediaan cair dan
setengah padat diatur agar lebih besar dari koridor agar debu dari koridor tidak masuk
ke ruang produksi dan mencemari produk.
PT. Molex Ayus memiliki gudang penyimpanan bahan baku, bahan
pengemas, produk antara, produk ruahan, produk jadi, produk dalam status karantina,
produk yang telah diluluskan, produk yang ditolak, dan produk yang dikembalikan.
Sedangkan tempat penyimpanan produk antara dan produk ruahan terdapat di dalam
area produksi. Obat prekusor seperti fenilpropanolamin ditempatkan di ruangan
khusus yang terpisah dan terkunci serta dibawah tanggung jawab langsung dari Plant
Manager, sehingga untuk setiap pemakaian harus dilakukan pelaporan terlebih
dahulu kepada Plant Manager. Penyimpanan barang didalam gudang telah diatur
diatas palet dan rak sehingga memudahkan dalam pergerakan barang dan mampu
untuk menahan beban. Penempatan bahan baku (zat aktif dan zat tambahan) berupa
zat padat dan zat cair pada gudang juga diatur suhu serta kelembabannya dan juga
mempertimbangkan kestabilan dari bahan-bahan awal yaitu dibagi menjadi gudang
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


68

suhu kamar, gudang sejuk, dan gudang dingin. Suhu dan kelembaban gudang diukur
dua kali sehari pada pagi dan sore hari. Gudang suhu kamar bersuhu 25-30ºC.
Gudang sejuk bersuhu 15-30ºC dan khusus untuk penyimpanan kapsul, pemberi
aroma (essence), vitamin B dan mentol. Gudang dingin bersuhu 2-8ºC dan khusus
untuk menyimpan Astapure, Asam fusidat, dan Natrium fusidat.
Semua gedung yang ada di PT. Molex Ayus dicek kebersihan dan
kelembabannya dua kali sehari serta dilengkapi dengan peralatan anti serangga dan
hewan pengerat.Area penyimpanan bahan-bahan yang mudah terbakar terletak pada
bangunan yang terpisah. Kegiatan penerimaan barang diatur mengikuti system FIFO
(First In First Out) untuk bahan baku dan sistem FEFO (First Expired First Out)
untuk obat jadi. Gudang PT. Molex Ayus selalu menerapkan pembersihan setiap hari
untuk bagian lantai, pembersihan 1 minggu sekali untuk bagian permukaan wadah
dan rak penyimpanan, 2 minggu sekali untuk bagian dinding ruangan atau jendela
kaca dan sebulan sekali untuk bagian langit-langit ruangan.

4. Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk produksi obat di PT. Molex Ayus memiliki
desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan
dikualifikasikan dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam
dari bets ke bets. Peralatan satu sama lain ditempatkan pada jarak yang cukup untuk
menghindari kesesakan serta memastikan tidak terjadi kekeliruan dan campur baur
produk.
Setiap alat diberikan kode atau nomor identifikasi yang jelas. Nomor tersebut
digunakan pada semua perintah di Catatan Pembuatan Bets untuk menunjukkan unit
atau alat tertentu yang dipakai pada proses pembuatan tertentu untuk bets yang
bersangkutan. Hal ini bertujuan mempermudah penelusuran pemakaian alat jika
terjadi penyimpangan.
Semua peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, memeriksa,
dan mencatat diperiksa ketepatannya dan dikalibrasi sesuai program dan prosedur
yang ditetapkan secara berkala. Kalibrasi dilakukan oleh petugas yang bertanggung
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


69

jawab terhadap kalibrasi alat dan pihak luar dari instansi tertentu, seperti distributor
atau badan sertifikasi.
Peralatan yang digunakan dalam proses produksi di PT. Molex Ayus telah
memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan oleh perusahaan. Peralatan ini telah melalui
Kualifikasi Instalasi (KI), Kualifikasi Operational (KO) dan Kualifikasi Kinerja
(KK). Selain dilakukan kualifikasi, dilakukan pula program perawatan secara berkala
untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang mempengaruhi mutu produk.
Program tersebut dapat berupa korektif (jika ada mesin ataupun alat yang rusak baru
dilakukan perbaikan) atau preventif (melakukan pemeriksaan secara berkala pada
mesin atau alat untuk mencegah kerusakan). Untuk menjamin agar peralatan dan
mesin dapat menghasilkan kinerja yang baik dan konsisten, pemeriksaan terhadap
peralatan yang akan digunakan dilakukan setiap hari atau sebelum peralatan tersebut
akan digunakan sehingga dapat dipastikan bahwa peralatan dalam keadaan baik.
Peralatan yang berhubungan dengan proses produksi maupun pengawasan
mutu memiliki prosedur tetap (protap) pengoperasian dan pembersihan. Peralatan
yang telah digunakan harus dibersihkan agar tidak terjadi kontaminasi silang dan
mencegah alat dari kerusakan. Untuk masing-masing peralatan, terdapat operator
yang bertanggung jawab terhadap alat tersebut dan juga bertugas membersihkan alat
tersebut sesuai dengan prosedur yang telah tervalidasi. Setelah dibersihkan, peralatan
tersebut diberi label bersih alat disertai dengan tanggal saat dibersihkan dan paraf
personil yang melakukan pembersihan. Label tersebut menunjukkan apakah alat siap
untuk digunakan atau tidak.

5. Sanitasi dan Higiene


Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi telah diterapkan di PT. Molex Ayus
untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran. Sumber pencemaran
potensial harus dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang
menyeluruh dan terpadu. PT. Molex Ayus menerapkan tingkat sanitasi dan higiene
yang tinggi meliputi aspek personalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


70

produksi serta wadahnya, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber
pencemaran produk.
PT.Molex Ayus telah menerapkan kebiasaaan higiene pada setiap personilnya.
Prosedur sanitasi dan higiene untuk setiap personil sudah diterapkan mulai akan
memasuki daerah pabrik sampai meninggalkan daerah pabrik. Sebelum memasuki
pabrik, tersedia loker untuk menyimpan barang-barang pribadi personil. Setiap
personil yang akan memasuki daerah produksi diharuskan mencuci tangan dengan
desinfektan dan mengganti pakaian yang dikenakannya dari rumah dengan pakaian
produksi beserta penutup kepala, masker, sarung tangan, dan sepatu produksi. Para
personil tidak diperbolehkan membawa makanan, minuman, serta merokok di ruang
produksi. Hal ini dilakukan untuk menghindari kontaminasi baik terhadap produk
yang dihasilkan ataupun terhadap personil serta makanan yang dikonsumsi. Progam
sanitasi dan higiene ini berlaku untuk semua orang yang akan memasuki ruang
produksi baik bagi mereka yang bekerja tetap di ruang produksi maupun bagi mereka
yang sementara berada di ruang produksi seperti teknisi, petugas pembersihan, dan
tamu. Untuk pakaian produksi kotor atau telah selesai digunakan, diletakkan di
tempat tertutup sampai waktu pencucian. Progam higiene personil lainnya adalah
pemeriksaan kesehatan rutin setiap satu tahun sekali.
Penerapan sanitasi dan higiene bangunan dan peralatan di PT. Molex Ayus
dengan melakukan pembersihan sesuai dengan prosedur tetap yang meliputi metode
pelaksanaan, alat pembersihan, jadwal pelaksanaan, pelaksana dan penanggung
jawab, pengawasan, serta dokumentasinya. Program sanitasi dan higiene bangunan
meliputi tersedianya toilet dalam jumlah yang cukup di setiap gedungnya, tersedia
pula tempat cuci tangan yang memadai dan tidak terlalu jauh dari daerah kerja tiap
personil. Ruang makan yang diatur sedemikian rupa sehingga lokasinya dekat tetapi
tidak berhubungan langsung dengan kantor maupun area produksi dan dijaga
kebersihannya, tempat sampah tersedia dan diganti setiap hari serta disediakan ruang
penyimpanan rodentisida, insektisida, bahan fumigasi dan bahan pembersih yang
memadai untuk mencegah kontaminasi terhadap produk.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


71

Program sanitasi dan higiene peralatan dilakukan setelah alat tersebut


digunakan. Pembersihan dilakukan pada bagian dalam maupun luar alat, termasuk
ruangan yang digunakan. Untuk Pembersihan peralatan yang dapat dipindahkan
dibersihkan di ruang pembersihan tersendiri yang terpisah dari ruangan lain
sedangkan peralatan besar yang bersifat statis atau tidak dapat dipindahkan maka
pembersihannya dilakukan di tempat. Pembersihan peralatan menggunakan air
produksi atau alkohol. Metode pembersihan yang digunakan harus divalidasi untuk
memastikan bahwa tingkat kebersihan yang dihasilkan setiap metode sudah memadai
dan juga dilakukan dokumentasi dengan menempelkan status pembersihan peralatan.

6. Produksi
Proses produksi di PT. Molex Ayus telah mengikuti prosedur yang ditetapkan
dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk
yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin
edar (registrasi). Prinsip dasar utama dari produksi adalah konsep keseragaman dari
bets ke bets sehingga proses produksi akan selalu menghasilkan produk dengan
kualitas yang sama.
Untuk menjamin kualitas obat yang dihasilkan oleh PT. Molex Ayus,
dilakukan pengawasan terhadap bahan awal. Setiap penerimaan bahan awal baik
bahan baku maupun bahan kemas di PT. Molex Ayus terlebih dahulu diperiksa dan
disesuaikan dengan spesifikasinya yang tertulis dalam Certificate of Analysis (CoA).
Oleh karena itu, setiap bahan-bahan yang datang harus selalu disertai dengan
Certificate of Analysis (CoA). Semua bahan awal yang digunakan dalam proses
produksi harus dinyatakan lulus oleh bagian Quality Control (QC).
Kegiatan yang mencakup proses produksi berawal dari permintaan produk
yang berasal dari bagian Pemasaran dan Penjualan yang diberikan dalam bentuk
Forecast kepada bagian PPIC, kemudian bagian PPIC mengkaji permintaan tersebut
dan kemudian menyusun forecast. Forecast yang disusun memuat produk-produk
yang diminta oleh bagian Pemasaran dan Penjualan selama satu tahun berdasarkan
kebutuhan pasar beserta jumlahnya dalam satu dus. Berdasarkan Forecast inilah
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


72

bagian produksi membuat Rencana Produksi (Production Plan) yang dibuat per bulan
dan berisi produk apa saja yang harus dibuat oleh bagian produksi beserta jumlahnya
dalam satuan bets untuk memenuhi kebutuhan pasar tersebut.
Rencana produksi disusun berdasarkan jumlah stok produk di gudang dan
permintaan pasar yang mendesak. Jika stok barang di gudang menipis, maka produk
tersebut menjadi prioritas untuk diproduksi dengan mempertimbangkan ketersediaan
bahan baku produk tersebut. Setelah itu bagian produksi akan membuat rencana
mingguan yang berisi jadwal produksi. Setelah mendapatkan persetujuan maka dapat
ditetapkan sebagai jadwal kerja bagian produksi untuk pembuatan selama 1 minggu.
Pada proses produksi, line clearance merupakan salah satu hal penting yang
harus diperhatikan untuk setiap produk yang akan diproduksi. Line clearance
dilakukan melalui line clearance check list yang dilakukan sebelum proses produksi
dan bertujuan untuk memastikan bahwa jalur yang digunakan pada proses produksi
tidak tercampur dengan produk sebelumnya atau produk lain.
Produksi PT. Molex Ayus terdiri atas 3 jalur produksi yaitu, Produksi I, untuk
tahapan penimbangan hingga pencampuran akhir, Produksi II dilakukan tahapan
pencetakan bahan setelah dilakukan pencampuran akhir, serta pengisian kapsul, dan
proses stipping tablet atau kapsul. Untuk proses produksi III digunakan untuk produk
liquid dan semi solid meliputi proses pencampuran hingga pengemasan.
Selama proses produksi maupun pengemasan, selalu dilakukan In Process
Control (IPC) yang prosedurnya tercantum dalam prosedur tetap, sebagai suatu
bentuk pengawasan mutu produk. IPC dilaksanakan melalui kerjasama antara
departemen produksi dengan QC. Selama proses IPC, dilakukan evaluasi parameter-
parameter kritis, diantaranya adalah keseragaman bobot, ketebalan, kekerasan,
kerenyahan, waktu hancur, untuk sediaan tablet. Evaluasi parameter kritis seperti
keseragaman bobot, dan uji kebocoran tube dilakukan untuk sediaan semi solid.
Sedangkan evaluasi parameter kritis volume terpindahkan dan visual capping
dilakukan untuk sediaan liquid. Pemeriksaan IPC pada proses stripping dilakukan
terhadap dua parameter kritis, yaitu uji kebocoran strip dan pemeriksaan visual untuk
melihat kesesuaian penandaan strip dengan Catatan Pengolahan Bets. Pemeriksaan-
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


73

pemeriksaan tersebut dilakukan tiap 15 menit oleh operator yang bertanggung jawab
atas kegiatan produksi tersebut. Sedangkan bagian IPC melakukan pemeriksaan pada
awal, tengah, akhir selama proses produksi berlangsung.
Pemeriksaan yang lebih rumit seperti pemeriksaan kadar zat aktif tablet dan
uji disolusi dilakukan oleh QC. Sampling dilakukan oleh bagian IPC, sedangkan
pemeriksaannya dilakukan oleh QC. Apabila pada suatu proses ditemukan adanya
kelainan atau kegagalan maka harus diselidiki, diatasi dan didokumentasikan.
Agar prinsip dasar produksi yaitu keseragaman dari bets ke bets terpenuhi,
PT. Molex Ayus melakukan validasi proses. Tujuan dari validasi proses adalah
membuktikan dan memastikan bahwa proses produksi dari bets ke bets senantiasa
dilaksanakan dengan konsisten sehingga menghasilkan produk yang memenuhi
ketentuan mutu yang ditetapkan. Semua hal yang berhubungan dengan proses
produksi terdokumentasi dalam Catatan Pengolahan Bets (CPB) dan Catatan
Pengemasan Bets (CKB).

7. Pengawasan Mutu
Sediaan farmasi yang akan digunakan oleh masyarakat harus memenuhi
beberapa persyaratan, seperti berkhasiat, aman, dan bermutu. Mutu sediaan farmasi
tidak hanya ditentukan oleh hasil akhirnya, tetapi di pengaruhi oleh proses produksi.
Oleh karena itu, pengawasan mutu merupakan salah satu aspek penting dalam Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk memastikan bahwa produk yang
dihasilkan mempunyai kualitas yang sesuai dengan tujuan penggunaannya secara
konsisten. Bagian Pengawasan Mutu dikepalai oleh seorang manajer. Bagian
Pengawasan Mutu berkoordinasi dengan Bagian Pemastian Mutu melalui manajer
Quality Management Representative (QMR). Bagian Pengawasan Mutu, sesuai
dengan ketentuan dalam CPOB 2006, berada terpisah dari Bagian Produksi.
Pengawasan mutu dilaksanakan terhadap bahan baku, bahan kemas, produk antara,
produk ruahan, produk jadi, dan penyimpanan produk jadi. Tugas utama bagian
pengawasan mutu atau Quality Control (QC) di PT. Molex Ayus adalah meluluskan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


74

(release) atau menolak (reject) semua sampel yang diuji setelah dilakukan
pemeriksaan.
Pengawasan mutu mencakup semua kegiatan analisis yang dilakukan di
laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal,
produk antara, produk ruahan, dan produk jadi. Kegiatan ini mencakup juga uji
stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka
validasi, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan memperbaharui spesifikasi
bahan dan produk, serta validasi metode analisis.
Bagian pengawasan mutu atau QC di PT. Molex Ayus terbagi menjadi
laboratorium kimia, laboratorium mikrobiologi, dan bagian IPC (in process control).
Fasilitas laboratorium kimia terpisah dari laboratorium mikrobiologi dan keduanya
terpisah secara fisik dari area produksi. Laboratorium untuk IPC berada dalam area
produksi untuk memudahkan pengujian. Dalam laboratorium kimia, terdapat ruang
tersendiri untuk instrumen dan terdapat ruang asam.Laboratorium mikrobiologi
dilengkapi laminar air flow (LAF) dengan aliran udara horizontal maupun vertikal.
LAF beraliran udara horizontal digunakan untuk pengujian Angka Lempeng Total
dan Angka Kapang Khamir, sedangkan LAF dengan aliran udara vertikal untuk uji
bakteri patogen. Sampel pertinggal untuk bahan baku maupun obat jadi disimpan
dalam ruang khusus yang dilengkapi dengan climatic chamber.
Tugas harian laboratorium kimia yaitu melakukan pemeriksaan bahan awal
(bahan baku dan bahan kemas); pemeriksaan produk antara, produk ruahan, produk
jadi (uji disolusi); pemeriksaan aqua demineralisata (uji fisik yang dilakukan setiap
hari meliputi pemerian, pH, konduktivitas, TDS, serta uji kimia yang dilakukan setiap
satu minggu sekali). Laboratorium mikrobiologi bertugas melakukan pemeriksaan
aqua demineralisata secara mikrobiologi setiap satu minggu sekali, Angka Lempeng
Total (ALT) yaitu analisis jumlah angka bakteri, Angka Kapang Khamir (AKK) yaitu
analisis jumlah angka jamur, Growth Promotion Test (GPT), serta uji mikroba
patogen berdasarkan Farmakope Indonesia edisi IV, yaitu untuk bakteri Escherichia
coli, bakteri Staphylococcus aureus, bakteri Pseudomonas aeruginosa, dan bakteri
Salmonella sp.
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


75

Kegiatan IPC (In Process Control) di PT. Molex Ayus, dilakukan pada ruang
khusus yang tersedia pada masing-masing unit produksi.IPC dilaksanakan langsung
oleh personel dari bagian QC ataupun oleh personel produksi yang sebelumnya telah
dilatih oleh QC. Kegiatan IPC meliputi pengujian secara fisik pada saat proses
pengolahan maupun pengemasan obat.Penetapankadar dan disolusi tetap
dilaksanakan oleh bagian pengawasan mutu di laboratorium QC.
Selain itu, bagian pengawasan mutu di PT. Molex Ayus juga melakukan tugas
berkala yaitu pengawasan limbah dan validasi metode analisa. Validasi metode
analisa meliputi uji linearitas, akurasi (ketepatan atau ketelitian), presisi (repeatability
atau keberulangan dan presisi antara atau intermediate presition), selektivitas,
robustness (ketangguhan metode), serta dilakukan uji kesesuaian sistem (UKS),
perhitungan LOD (Limit of Detection), dan LOQ (Limit of Quantitation) terhadap
HPLC (High Performance Liquid Chromatography) yang digunakan. Pengujian
limbah oleh bagian pengawasan mutu dilaksanakan setiap sebulan sekali, meliputi uji
Chemical Oxygen Demand (COD), Biological Oxygen Demand (BOD), uji
alkalinitas, uji identifikasi (uji klorida dan uji sulfat), serta pengujian fisik seperti
pengukuran pH, TDS, dan suhu.
Dalam melaksanakan analisis, Bagian Pengawasan Mutu menggunakan baku
pembanding berupa baku kerja yang telah dibakukan terhadap baku primer. Alur
pemeriksaan bahan awal oleh bagian pengawasan mutu adalah sebagai berikut :
a. Bahan baku yang datang diterima oleh bagian gudang.
b. Bagian gudang menyerahkan Laporan Barang Datang (LBD), Daftar Periksa
Penerimaan Barang, dan Sertifikat Analisa kepada bagian pengawasan mutu.
c. Bagian pengawasan mutu mencatat bahan tersebut dalam buku besar dan
memberikan nomor analisa pada bahan tersebut.
d. Inspektor pengawasan mutu membuat label sampling untuk bahan tersebut.
Jumlah wadah yang disampling untuk bahan baku menggunakan rumus √n + 1
(n= jumlah barang yang datang).Untuk bahan pengemas, metode pengambilan
contoh yang digunakan mengacu pada metode ANSI dengan tingkat inspeksi
normal (tingkat II).
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


76

e. Dilakukan pengambilan contoh bahan di ruang sampling, kemudian contoh


tersebut dibawa ke laboratorium QC untuk diperiksa. Ruang sampling untuk
bahan baku memenuhi persyaratan kelas E yang setara dengan kelas kebersihan
untuk area produksi non steril. Pada saat dilakukan pengambilan contoh, dalam
ruang sampling hanya boleh terdapat satu bahan baku dari satu nomor lot. Alat
sampling yang berbeda digunakan untuk tiap lot bahan baku. Alat sampling yang
digunakan dapat berupa :
a) Pipet, digunakan untuk sampel berupa bahan cair dengan kuantitas ≤ 5 liter
b) Liquid sampler, digunakan untuk sampel berupa bahan cair dalam drum
c) Thief sampler/three zones powder sampler, digunakan untuk sampel berupa
serbuk dalam kantong atau drum besar
d) Sendok pengambil sampel, digunakan untuk sampel berupa bahan setengah
padat
e) Spatel atau sendok pengambil sampel, digunakan untuk sampel berupa
bahan padat dengan kuantitas kecil.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, bagian pengawasan mutu menerbitkan label
release untuk bahan yang memenuhi syarat, dan label reject untuk yang tidak
memenuhi syarat. Pengujian untuk bahan baku meliputi pemerian, kelarutan,
identifikasi, penetapan kadar, serta beberapa uji fisikokimia yang sesuai dengan
monografi masing-masing bahan, sedangkan untuk bahan kemas meliputi ukuran
(panjang, lebar, tinggi, dan diameter), spesifikasi fisik (warna, bentuk tulisan,
penandaan), nomor registrasi, berat bahan, dan jenis bahan pengemas.
Jika ditemukan hasil uji di luar spesifikasi (HULS), bagian pengawasan mutu
melakukan pengujian kembali terhadap sampel tersebut. Pengujian dilakukan oleh
analis yang sama maupun oleh analis lain. Jika hasil pengujian masih tidak sesuai
dengan spesifikasi, HULS dilaporkan kepada bagian pemastian mutu.
Pengawasan mutu yang dilakukan oleh bagian QC PT. Molex Ayus telah sesuai
dengan CPOB karena selalu disesuaikandengan spesifikasi yang ditetapkan oleh pihak
pabrik maupun ketentuan yang berlaku dalam kompendia.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


77

8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu


PT. Molex Ayus merupakan salah satu industri farmasi yang sedang
berkembang pesat. Di samping telah memperoleh sertifikasi Cara Pembuatan Obat
yang Baik (CPOB), PT. Molex Ayus sedang menyusun langkah untuk
menyempurnakan sistemnya sesuai dengan PIC’s. Oleh karena itu, PT. Molex Ayus
perlu mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu yang
dilakukannya telah memenuhi ketentuan CPOB. Evaluasi tersebut dilakukan melalui
inspeksi diri.
Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan
dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang
diperlukan.Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas
yang kompeten dari perusahaan atau auditor luar yang independen.Inspeksi diri
hendaklah dilakukan secara rutin dan di samping itu pada situasi khusus, misalnya
dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang.
Inspeksi diri di PT. Molex Ayus menjadi tanggung jawab Quality Management
Representative (QMR). Untuk itu, manajer QMR membawahi inspektor CPOB. Saat
ini, PT. Molex Ayus memiliki 2 orang inspektor CPOB untuk melaksanakan program
inspeksi diri dan audit mutu.
Inspeksi diri dan audit mutu di PT. Molex Ayus dilakukan tiga tahap, yaitu Audit
Kecil (Acil) yang dilakukan minimal 1 bulan sekali, Audit Sedang (Adang) yang
dilakukan minimal 6 bulan sekali, dan Audit Besar (Asar) yang dilkukan setiap satu
tahun sekali dalam bentuk inspeksi diri. Inspeksi diri tersebut dilakukan untuk
memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada dan meningkatkan efisiensi serta
produktivitas kerja dari masing-masing bagian. Inspeksi diri di PT. Molex Ayus terdiri
dari dua jenis, yaitu inspeksi internal dan inspeksi eksternal. Inspeksi diri internal
dilakukan dengan membentuk tim inspeksi yang bertujuan untuk mengevaluasi semua
bagian yang ada di PT. Molex Ayus. Inspeksi diri internal dilakukan terhadap
personel, bangunan dan fasilitas, penyimpanan, peralatan, produksi, pengawasan
mutu,dokumentasi, dan pemeliharaan gedung. Inspeksi eksternal dilakukan oleh
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), pihak-pihak yang melakukan toll
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


78

inspeksi ke PT. Molex Ayus, maupun pihak PT. Molex Ayus yang melakukan audit
ke pemasok/supplier bahan baku, bahan kemas, distributor, atau ke penerima toll.
Selain melaksanakan program inspeksi diri dan audit mutu, manajer Quality
Management Representative bekerja sama dengan bagian pemastian mutu
mengadakan pelatihan untuk para personel di PT. Molex Ayus agar dapat menerapkan
CPOB secara lebih tepat. Pelatihan tersebut misalnya meliputi pentingnya penerapan
CPOB, sanitasi dan higienitas, serta keamanan dan keselamatan kerja (K3).

9. Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk, dan


Produk Kembalian

Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan satu,beberapa, atau


seluruh bets produk tertentu dari peredaran. Penarikan kembali produk (recall)
dilakukan apabila ditemukan produk yang cacat mutunya atau terdapat laporan
mengenai reaksi merugikan yang serius sehingga berisiko terhadap kesehatan
konsumen. Hal tersebut dapat mengakibatkan penundaan atau penghentian produksi
obat tersebut. Produk kembalian (retur) adalah obat jadi yang telah beredar, namun
dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, kadaluarsa,
atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan
keraguan akan identitas, mutu, jumlah,serta keamanan obat yang bersangkutan.
PT.Molex Ayus selalu menanggapi keluhan terhadap obat yang telah diedarkan
dengan cepat, yaitu melalui pembandingan dan pemeriksaan kembali terhadap contoh
pertinggal (retained sample). Bagian pemastian mutu (QA) akan melakukan analisa,
evaluasi, perbaikan-perbaikan, serta bila perlu akan dilakukan penarikan produk obat
yang bersangkutan. Tanggapan terhadap keluhan tersebut dapat berupa saran-saran
mengenai penanganan obat yang mengalami kerusakan. Ada 2 jenis penarikan kembali
produk, yaitu mandatory recall (keluhan berasal dari Badan Pengawasan Obat dan
Makanan) dan voluntary recall (penarikan produk berdasarkan inisiatif dari pihak
pabrik sendiri).
Alur proses penarikan kembali produk adalah sebagai berikut : setelah mendapat
surat keluhan resmi atau laporan keluhan, bagian pemastian mutu akan melakukan
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


79

evaluasi dan memeriksa Master batch produk tersebut. Jika tidak ditemukan masalah,
bagian pengawasan mutu (QC) akan melakukan uji terhadap retained sample produk
tersebut. Jika hasilnya memenuhi syarat atau released, kesalahan mungkin disebabkan
oleh masalah penyimpanan yang tidak sesuai pada saat produk berada di tangan
distributor atau di apotek sehingga bukan menjadi tanggung jawab perusahaan.
Namun, jika hasilnya tidak memenuhi syarat atau reject, perusahaan akan melakukan
penarikan kembali produk melalui distributor.
Produk kembalian dibagi menjadi dua jenis yaitu obat daluarsa dan obat yang
cacat atau rusak. Produk kembalian diterima dari distributor, kemudian pabrik akan
mengumpulkan produk-produk tersebut dalam gudang recall. Produk yang diterima
akan diperiksa kelengkapannya, kemudian bagian pengawasan mutu (QC) akan
melakukan pemeriksaan sesuai prosedur yang berlaku. Produk tersebut diperiksa
jumlah, nomor bets, dan dibandingkan dengan retained sample. Retained sample
untuk obat jadi disimpan selama masa expired date ditambah satu tahun, setelah itu
dimusnahkan. Penandaan untuk produk recall terdiri dari 3 jenis, yaitu label merah
untuk produk yang ditolak dan akan dimusnahkan, label kuning untuk produk yang
masih menunggu keputusan ditolak atau diluluskan dari bagian pemastian mutu, dan
label hijau untuk produk yang diluluskan oleh bagian pemastian mutu.
Produk kembalian yang telah daluarsa atau berdasarkan hasil pengujian oleh
bagian pengawasan mutu terbukti tidak memenuhi syarat akan dimusnahkan.
Pemusnahan tersebut dilakukan oleh pihak ketiga dengan disaksikan oleh bagian
pemastian mutu dan disertai dengan Berita Acara Pemusnahan. Produk yang
dikembalikan tiga bulan sebelum tanggal daluarsanya akan diganti dengan yang baru.
Obat kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dapat dimanfaatkan atau
dikembalikan sebagai stok. Jika hanya kemasan produk yang rusak, akan dilakukan
proses pengemasan ulang.
Prosedur penarikan kembali produk (recall) di PT. Molex Ayus telah berjalan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Terdapat gudang khusus untuk menampung
produk-produk kembalian. Kasus penarikan kembali produk relatif jarang terjadi di
PT. Molex Ayus. Kebanyakan produk yang dikembalikan adalah berupa produk retur
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


80

yang hanya mengalami cacat kemasan sehingga dapat ditangani dengan pengemasan
ulang.

10. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen.Dalam
mengoperasikan suatu industri farmasi, dokumentasi merupakan bagian yang sangat
essensial agar industri farmasi yang bersangkutan berjalan sesuai dengan yang
dipersyaratkan oleh CPOB. Dokumentasi yang digunakan oleh suatu industri farmasi
hendaklah mengutamakan tujuan dari pembuatannya, yaitu menentukan, memantau,
dan mencatatat seluruh aspek produksi serta pengendalian dan pengawasan mutu.
Dokumentasi yang jelas adalah sangat penting untuk memastikan bahwa tiap personil
menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan terperinci sehingga dapat
mengurangi resiko terjadinya kekeliruan yang dapat ditimbulkan jika hanya
mengandalkan komunikasi secara lisan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka
keseluruhan dokumen yang diperlukan seperti: spesifikasi, dokumen produksi
induk/formula pembuatan, prosedur tetap (protap), metode dan instruksi, serta
laporan dan catatan kesemuanya harus tersedia secara tertulis, dapat dibaca dan
dipahami dengan mudah dan bebas dari kekeliruan.
Pembuatan dokumentasi di PT. Molex Ayus dilakukan oleh beberapa bagian
yang masing-masing memiliki peranan dalam pembuatan dokumentasi yang berbeda-
beda sesuai dengan tanggung jawabnya masing-masing, yaitu :
a. Research and Development (R & D)
Dokumen yang dibuat meliputi : Formula, protokol dan uji stabilitas (stabilitas
dipercepat dan jangka panjang).
b. Quality Control (QC)
Dokumen yang dibuat meliputi: Spesifikasi, pengujian (bahan baku, bahan
kemas, produk ruahan, produk antara, dan produk jadi), sampel pertinggal,
reagen, baku pembanding (primer dan sekunder), dan validasi metode analisa.
c. Quality Assurance (QA)

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


81

Dokumen yang dibuat meliputi: Kualifikasi mesin, validasi proses,


kalibrasiperalatan, master batch, Annual Product Review (Evaluasi Produk
Tahunan), penanganan bila terdapat keluhan terhadap produk obat, penarikan obat
yang tidak memenuhi syarat, pemusnahan obat, analisa air dan limbah, Certificate
Analysis (CA), inspeksi diri, audit internal, validasi pembersihan, dan Corrective
Action and Preventive Action (CAPA).
d. Planning Production Inventory Control (PPIC)
Dokumen yang dibuat meliputi: Laporan barang datang, stok opname, stok bahan
baku dan bahan kemas, toll manufacturing, obat jadi, serta perencanaan produksi
(baik perencanaan per hari, per bulan maupun per tahun).
Dokumentasi yang dilakukan oleh PT. Molex Ayus telah memenuhi
persyaratan CPOB serta tersimpan dengan baik untuk memudahkan pencarian bila
sewaktu-waktu diperlukan.

11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak


Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara teliti, tepat,
dan disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan agar dapat dihasilkan produk yang
memuaskan dan sesuai dengan persyaratan CPOB. Kontrak tertulis antara pemberi
kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas untuk menentukan tanggung
jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan dengan jelas
prosedur pelulusan tiap bets produk yang akan diedarkan dimana tanggung jawab
tersebut secara penuh berada pada bagian manajemen mutu.
Pada bagian ini terdapat tiga komponen penting yaitu :
a. Pemberi kontrak
Tiap bahan atau produk yang diserahkan oleh pemberi kontrak kepada penerima
kontrak hendaklah yang sudah diluluskan oleh Kepala Bagian Manajemen Mutu
dari pemberi kontrak. Tiap bahan atau produk yang ditransfer ke penerima
kontrak hendaklah disertai dengan sertifikat analisis dan tiap wadahnya
hendaklah diberi label pelulusan.
b. Penerima kontrak
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


82

Pada tiap penerimaan produk atau bahan penerima kontrak hendaklah


memastikan kesesuaian penerimaan tersebut dengan tujuan penggunaannya
yaitu dengan mencocokkan apakah nama produk atau bahan, nomor kode, dan
jumlahnya sesuai dengan perintah kerja dan spesifikasi yang sudah disetujui
bersama antara pemberi dan penerima kontrak yang bersangkutan.
c. Kontrak
Kontrak harus dibuat dengan bahasa yang jelas dan tidak mengandung makna
ganda agar pemberi dan penerima kontrak mengetahui tanggung jawabnya
masing-masing.
PT. Molex Ayus melakukan toll manufacturing yaitu apabila suatu
perusahaan ingin memproduksi obat tetapi tidak memiliki fasilitas yang memenuhi
persyaratan CPOB. Dalam hal ini seluruh bahan awal untuk memproduksi obat
disediakan oleh perusahaan pemberi kontrak, sedangkan PT. Molex Ayus sebagai
penerima kontrak yang melaksanakan kegiatan produksi sesuai dengan isi prosedur
pengolahan bets yang ditetapkan oleh perusahaan pemberi kontrak. Beberapa
perusahaan yang bekerjasama dengan PT. Molex Ayus adalah Landson, Sunti
Sepuri, dan Indofarma.

12. Kualifikasi dan Validasi


PT. Molex Ayus telah melakukan kualifikasi dan validasi sesuai dengan apa
yang dipersyaratkan dalam CPOB. Kualifikasi yang dilakukan meliputi kualifikasi
instalasi, kualifikasi operasional, dan kualifikasi kinerja. Kualifikasi dilakukan
terhadap alat baru dan setelahnya dilakukan rekualifikasi secara rutin yang dilakukan
setiap satu tahun sekali. Kualifikasi dilakukan untuk memastikan alat maupun
ruangan yang digunakan memenuhi standar atau tidak. Rekualifikasi atau kualifikasi
ulang terhadap peralatan dilakukan jika terjadi pemindahan alat, alat mengalami
perbaikan atau terjadi penambahan komponen pada alat untuk meningkatkan kinerja
alat tersebut. Rekualifikasi tersebut dilakukan dengan tujuan mengoptimalkan kondisi
alat yang ada sehingga produk akhir yang dihasilkan memiliki mutu yang terjamin
untuk setiap betsnya.
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


83

Validasi yang dilakukan di PT. Molex Ayus meliputi validasi proses, validasi
proses pengemasan,validasi pembersihan, validasi metode analisis, dan validasi ulang.
Validasi tersebut dilakukan terhadap proses yang dapat mempengaruhi mutu produk.
Revalidasi dilakukan jika terjadi perubahan pemasok bahan awal, mesin yang
digunakan dan perubahan formula.
Seluruh kegiatan validasi direncanakan dan dirinci dengan jelas dan
didokumentasikan di dalam Laporan Validasi. Setiap tahun tim validasi menyusun
Rencana Induk Validasi (RIV). Rencana Induk Validasi ini mencakup informasi
tentang fasilitas, peralatan atau proses yang akan divalidasi, format dokumen berupa
format protokol, laporan validasi dan jadwal perencanaan pelaksanaan validasi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil bimbingan dan pengamatan selama pelaksanaan Praktek
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Molex Ayus dapat disimpulkan
bahwa:
a. PT. Molex Ayus selalu berusaha menerapkan prinsip CPOB dalam tiap
aspek dan rangkaian proses produksinya yang meliputi aspek manajemen
mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan hiegene,
produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan
keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk, dan produk
kembalian, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak,
serta kualifikasi dan validasi.
b. Profesi apoteker memegang peranan yang sangat penting dalam suatu
industri farmasi yang berperan dan bertanggung jawab dalam
mengendalikan mutu dari suatu produk. Di PT. Molex Ayus, apoteker
ditempatkan sebagai Plant Manager, Manager Quality Management
Representative (QMR), Manager QA, Manager Produksi, Manager QC,
Asisten Manager R & D, Asisten Manager PPIC, Inspektor CPOB,
Koordinator Validasi, Koordinator Kualifikasi, Asisten Manager QC,
Supervisor Pengemasan, dan Staf R&D.

5.2 Saran
a. Perlu dilakukan perluasan area gudang dan ruang staging untuk
mengantisipasi peningkatan volume produksi. Di samping itu, perlu
disusun suatu sistem penyimpanan yang dapat memudahkan pengambilan
barang, misalnya dengan penyusunan secara alfabetis.
b. Perlu disediakan ruang khusus kesehatan karyawan untuk menangani
karyawan yang sakit atau jika terjadi kecelakaan kerja.
c. PT. Molex Ayus diharapkan dapat meningkatkan produksi dan
penjualannya dengan melakukan kegiatan promosi melalui media

84 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


85

elektronik dan media cetak, sehingga produk yang dihasilkan dapat


dikenal oleh masyarakat luas.
d. Perlunya pemisahan ruangan antara laboratorium pengawasan mutu (QC)
dengan laboratorium penelitian dan pengembangan (R&D) serta
perluasan ruangan laboratorium kimia dan mikrobiologi di bagian
pengawasan mutu sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi
personil dalam bekerja.
e. Penanganan terhadap limbah padat maupun limbah cair yang dihasilkan
oleh PT. Molex Ayus perlu ditingkatkan agar pemeriksaan air limbah
dapat memenuhi persyaratan serta tidak mencemari lingkungan di sekitar
pabrik.
f. Pemeliharaan bangunan dan fasilitas, yang meliputi kebersihan dan
kerapihan perlu ditingkatkan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


DAFTAR ACUAN

Anonim. Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. (2006). Jakarta: Badan
Pegawas Obat dan Makanan RI.
Anonim. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. (2001). Jakarta: Badan
Pengawas Obat dan Makanan RI.
Anonim. Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang
Baik.(2001). Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan RI.
Anonim. Guidance Notes on Heating, Ventilation and Air-Conditioning (HVAC)
System for Manufacturers of Oral Solid Dosage Forms. (2008). Singapura:
Health Sciences Authority Regulatory Guidance.
Darwis, Azwar. Himpunan Peraturan dan Perundang-undangan Kefarmasian.
(2008). Jakarta : PT ISFI Penerbitan.
Guide To Good Manufacturing Practice For Medicinal Products, (2004),
Inspection Co-Operation Scheme/PIC’S, Geneva.

86 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


Lampiran 1. Struktur organisasi PT. Molex Ayus

87
Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012
88

Lampiran 2. Produk PT. Molex Ayus

Nama obat jadi, bentuk sediaan, dan kekuatan


Aciblok 150 tablet Lexicam 20 kapsul
Aciblok 300 kaplet Lexigo
Alkohol 70% Lexmodine tablet 20 mg
Alkohol 70% Lexmodine tablet 40 mg
Alkohol 70% Melocid
Alpara sirup Methylprednisolon tablet
Alpara kaplet Mofulex krim
Alphamol drops 100 mg Molacort 0,75 mg
Alphamol sirup 120 mg Molacort 0,5 mg
Alphamol kaplet 500 mg ASKES Molacort 0,5 mg ASKES
Alphamol kaplet 150 Moladerm krim 20 mg
Antasida DOEN Moladerm krim 20 mg ASKES
Balsem Hijau Moladerm krim 20 mg
Balsem Hi-rub Moladec drops
Bevalex krim Molaflam tablet
Bevalex krim Molafate suspensi
Clatatin tablet 10 mg Molagit tablet
Cefalex DS Molakrim 30 g
Cefalex Kapsul Molaneuron
Ciprolex 500 kapsul Molapect sirup 15 mg
Dexmolex sirup Molapect sirup 30 mg
Dextral sirup Molapect tablet 30 mg
Dextral sirup Molasic kaplet 500 mg
Dextral kaplet Molasma
Dextral forte kaplet Molason krim 0,1%
DMP 60 ml Molason krim 0,1% ASKES
Diclofam tablet 25 mg Molason krim 0,1%
Diclofam tablet 25 mg ASKES Molavir krim
Diclofam tablet 50 mg Molavir krim ASKES

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


89

Enerfos energy drink Molazol tablet


Enerfos sachet Molazol tablet ASKES
Enerfresh energy drink Molexdine MW 1%
Fexazol tablet 200 mg Molexdine solution 10%
Fexazol tablet 200 mg ASKES Molexdine solution 10%
Fexazol krim 20 mg Molexdine solution 10%
Fucilex krim 20 mg Molexdine solution 10%
Fucilex krim 20 mg ASKES Molexdry sirup
Gentalex krim Molexflu sirup
Glyceril guaiacolat Molexflu kaplet
Glucosamin kaplet Neo kaominal suspensi
Infatrim tablet Neo kaominal suspensi ASKES
Infatrim forte OBH Molex
Infatrim suspensi Omeyus kapsul
Infatrim suspensi ASKES Pedisweet sirup jeruk
Klorfeson krim Pedisweet sirup strawberry
Lexacorton 25 mg Pedisweet granul original
Lexacorton 25 mg ASKES Pedisweet granul jeruk
Lexacorton 25 mg Pedisweet granul strawberry
Lexacrol tablet Phenylbutazone 200 mg
Lexacrol susp 190 Phenylbutazone 200 mg
Lexacrol susp 100 Phenylbutazone 200 mg ASKES
Lexadium tablet Pritacort tablet
Lexadon tablet Pritacort tablet ASKES
Lexadon suspensi Pritagesic kaplet
Lexagin kaplet Pritalinc 500 mg
Lexagin kaplet 1000 Pritamox DS 125 mg
Lexahist tablet 4 mg Pritamox kapsul 500 mg
Lexahist tablet 4 mg Pritanol tablet
Lexamet Pritanol tablet ASKES
Lexapram sirup 60 ml Pritasma tablet

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


90

Lexapram tablet 10 mg ASKES Pritasma tablet ASKES


Lexapram tablet 2mg Pritavit kaplet
Lexaprofen suspensi 100 mg Radivit kaplet
Lexaprofen suspensi 100 mg Rivanol 0,1 %
Lexaprofen kaplet 400 mg Rivanol 0,1%
Lexatrans kapsul Thiamfilex 500 mg
Lexatrans kaplet Thiamfilex DS
Lexavit kaplet Ultraway C
Lexavon sirup Ultraway ACES
Lexavon tablet 8 mg Vical suspensi
Lexcomet tablet 4 mg Vical suspensi
Lexcomet tablet 4 mg tablet Vitalex kapsul
Lexicam 10 kapsul Vitner-Z kaplet

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


91

Lampiran 3. Skema proses pembuatan sediaan solid (granulasi basah)

Penerimaan bahan Penerimaan bahan


kemas baku

QC Karantina Karantina QC

Penyimpanan Penyimpanan

Penimbangan

Pencampuran

Pembuatan granul basah

Pengayakan granul basah

Pengeringan granul IPC


 Kadar air

Pengayakan granul kering

Pencampuran fase luar


(bahan pelincir)
QC
 Kadar air

Pencetakan tablet
IPC (Produksi)
QC  Keseragaman bobot
 Pemeriksaan p.ruahan  Kekerasan tablet
 Waktu hancur
Alufoil Stripping  Friabilitas

IPC
Dus, etiket,  Kebocoran strip
leaflet, box Pengepakan

IPC
 Kemasan

Karantina Gudang obat jadi

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


92

Lampiran 4. Skema proses pembuatan sediaan solid (granulasi kering)

Penerimaan Penerimaan bahan


bahan kemas baku

QC Karantina Karantina QC

Penyimpanan Penyimpanan

Penimbangan

Pencampuran

Slugging

Penghancuran

Pengayakan IPC
 Uji sifat alir
QC
 Pemeriksaan produk antara

Pencetakan tablet
QC IPC (Produksi)
 Pemeriksaan p.ruahan  Keseragaman bobot
 Kekerasan tablet
 Waktu hancur
Alufoil Stripping  Friabilitas

IPC
 Kebocoran strip

Dus, etiket, Pengepakan


leaflet, box
IPC
 Kemasan

Karantina Gudang obat jadi

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


93

Lampiran 5. Skema proses pembuatan sediaan solid (cetak langsung)

Penerimaan bahan Penerimaan bahan


kemas baku

QC Karantina Karantina QC

Penyimpanan Penyimpanan

Penimbangan

Pencampuran

QC
 Pemeriksaan produk antara

Pencetakan tablet IPC (Produksi)


 Keseragaman bobot
QC  Kekerasan tablet
 Pemeriksaan produk ruahan  Waktu hancur
 Friabilitas

Alufoil Stripping

IPC
 Kebocoran strip

Dus, etiket, Pengepakan


leaflet, box
IPC
 Kemasan

Karantina

Gudang obat jadi

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


94

Lampiran 6. Skema proses pembuatan sediaan solid (penyalutan)

Penerimaan bahan Penerimaan bahan


kemas baku

QC Karantina Karantina QC

Penyimpanan Penyimpanan

Penimbangan

Pencampuran

Pencetakan tablet IPC (Produksi)


 Keseragaman bobot
 Kekerasan tablet
QC
 Waktu hancur
 Pemeriksaan
 Friabilitas
produk ruahan

Alufoil Penyalutan IPC (Produksi)


 Keseragaman bobot
 Kekerasan
 Waktu hancur

Stripping

IPC
 Kebocoran strip

Dus, etiket, Pengepakan


leaflet, box
IPC
 Kemasan

Karantina Gudang obat jadi

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


95

Lampiran 7. Skema proses pembuatan sediaan liquid

Penerimaan bahan Penerimaan bahan


kemas baku

QC Karantina Karantina QC

Penyimpanan Penyimpanan

Botol Penimbangan Pemasakan aquadest

Pencucian Pengolahan larutan

Penyaringan
Pengeringan
QC
 Pemeriksaan produk ruahan

Filling
IPC
 Uji keseragaman volume
 Capping
 Uji kebocoran
Karantina

Etiket Labelling

Dus, etiket, box Pengepakan IPC


 Kemasan

Karantina

Gudang obat jadi

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


96

Lampiran 8. Skema proses pembuatan sediaan semisolid

Penerimaan bahan Penerimaan bahan


kemas baku

QC Karantina Karantina QC

Penyimpanan Penyimpanan

Penimbangan

Pembuatan fase air Pembuatan fase lemak

Pembuatan fase air dan lemak QC


 Pemeriksaan produk
ruahan

Filling QC
Tube  Uji keseragaman bobot
 Uji kerapihan tube
 Uji kebocoran

Dus, etiket, box Pengepakan IPC


 Kemasan

Karantina

Gudang obat jadi

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


97

Lampiran 9. Laporan barang datang

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


98

Lampiran 10. Daftar periksa penerimaan barang

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


99

Lampiran 11. Form pengambilan contoh

Lampiran 12. Sampel telah diambil oleh bagian Pengawasan Mutu

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


100

Lampiran 13. Label karantina bahan baku dan bahan kemas

Lampiran 14. Label karantina oleh bagian Pengawasan Mutu

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


101

Lampiran 15. Label release oleh bagian Pengawasan Mutu

Lampiran 16. Label ditolak oleh bagian Pengawasan Mutu

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


102

Lampiran 17. Catatan serah terima produk

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


103

Lampiran 18. Catatan pengolahan bets

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


104

Lampiran 19. Catatan pengemasan bets

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


105

Lampiran 20. Label bersih alat

Lampiran 21. Label ruangan telah dibersihkan

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


106

Lampiran 22. Label produk antara/ruahan

Lampiran 23. Label bahan baku

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


107

Lampiran 24. Surat penyerahan barang

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


Lampiran 25. Skema pengolahan air di PT. Molex Ayus

Anion-
Deep well (Anion-Kation- Klorinasi (Soft water) Kation-
(raw water) Karbon) mixed-bed

Filter 0,2 Lampu UV Aqua Demin


Purified water Reverse osmosis

108
Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012
Lampiran 26. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di PT. Molex Ayus

109
Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI PT. MOLEX AYUS
JL. RAYA SERANG KM 11,5
CIKUPA TANGERANG
PERIODE 6 FEBRUARI – 30 MARET 2012

VALIDASI PEMBERSIHAN
TERHADAP SUPERMIXER DAN FLUID BED DRYER
DENGAN DEKSAMETASON SEBAGAI MARKER

AGATHA DWI SETIASTUTI, S.Farm.


(1106046635)

ANGKATAN LXXIV

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM PROFESI APOTEKER - DEPARTEMEN FARMASI
DEPOK
JUNI 2012

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i


DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. iv
DAFTAR RUMUS …………………………………………………………… ..... v
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vi

BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................. 1


1.1 Latar belakang ................................................................................ 1
1.2 Tujuan ............................................................................................ 2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 3


2.1 Validasi ........................................................................................ 3
2.2 Validasi pembersihan ..................................................................... 5
2.3 Dokumentasi validasi pembersihan ............................................... 19

BAB 3. METODOLOGI VALIDASI PEMBERSIHAN ................................. 21


3.1 Tempat dan waktu pelaksanaan .................................................... 21
3.2 Alat dan bahan ............................................................................. 21
3.3 Cara kerja ..................................................................................... 21

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 25


4.1 Penentuan marker……………………………………… .............. 27
4.2 Pengambilan sampel……………………………………. .............. 28
4.3 Analisis sampel……………………. ............................................ 30
4.4 Penetapan kriteria penerimaan dan interpretasi hasil
validasi pembersihan………………… ......................................... 31

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 35


5.1 Kesimpulan ................................................................................. 35
5.2 Saran ........................................................................................... 35

DAFTAR ACUAN ........................................................................................... 36

ii Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Alat pengambil sampel dengan metode apus ……………….. 12


Gambar 4.1. Rumus struktur deksametason ………………………………. 28

iii Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Tingkat prosedur pembersihan ………………………………….. 7


Tabel 2.2. Kategori produk berdasarkan kelarutan substansi yang
dibersihkan ……………………………………………………… 9
Tabel 2.3. Kategori produk berdasarkan toksisitas residu …………………. 9
Tabel 2.4. Kategori produk berdasarkan dosis terapi residu ……………….. 10
Tabel 2.5. Kategori produk berdasarkan pengamatan visual terhadap residu 10
Tabel 4.1. Kadar residu yang terdeteksi dan interpretasi hasil analisis …….. 33

iv Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


DAFTAR RUMUS

Rumus 2.1. Rumus perhitungan MACO berdasarkan dosis terapetik


harian……………………………………………………… 16
Rumus 2.2. Rumus perhitungan NOEL……………………………….. 17
Rumus 2.3. Rumus perhitungan MACO berdasarkan data toksikologi.. 17
Rumus 3.1. Rumus perhitungan target value untuk metode apus…….. 23
Rumus 3.2. Rumus perhitungan target value untuk metode bilasan
terakhir …………………………………………………… 23
Rumus 3.3. Rumus perhitungan jumlah residu untuk metode apus…… 24
Rumus 3.4. Rumus perhitungan kadar residu/cm2 untuk metode apus .. 24
Rumus 3.5. Rumus perhitungan kadar residu untuk metode bilasan
terakhir …………………………………………………… 24
Rumus 4.1. Rumus perhitungan recovery rate ………………………... 30

v Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data analisis sampel untuk peralatan Supermixer DY 250….. 38


Lampiran 2. Data analisis sampel untuk peralatan Fluid Bed Dryer Toyo... 39
Lampiran 3. Contoh perhitungan kadar residu secara kimia …………… 40
Lampiran 4. Prosedur pembersihan alat Supermixer DY 250 ………….. 41
Lampiran 5. Prosedur pembersihan alat Fluid Bed Dryer Toyo ………… 43
Lampiran 6. Gambar alat Supermixer ……………………………………. 44
Lampiran 7. Gambar alat Fluid Bed Dryer ………………………………. 44
Lampiran 8. Label Bersih Alat di PT. Molex Ayus ………………………. 45

vi Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Peralatan yang digunakan dalam industri farmasi biasanya bersifat multi-
purpose equipment sehingga satu peralatan dapat digunakan untuk beberapa
produk yang berbeda. Hal tersebut memungkinkan terjadinya kontaminasi silang.
Untuk mencegah terjadinya kontaminasi suatu produk terhadap produk
berikutnya, yang diproses menggunakan peralatan yang sama, dibutuhkan
prosedur pembersihan. Prosedur pembersihan seharusnya dapat menghilangkan
residu-residu yang berpotensi menyebabkan pencemaran silang, seperti residu
yang berasal dari produk sebelumnya, hasil degradasi produk, maupun sisa bahan
pembersih dan pelarut yang digunakan dalam pembersihan. Namun, pada
kenyataannya prosedur pembersihan yang dilakukan oleh industri farmasi tidak
dapat membersihkan kontaminan secara absolut. Oleh karena itu, metode
pembersihan yang dilakukan oleh industri farmasi harus divalidasi untuk
menjamin bahwa residu yang tersisa masih dalam batas penerimaan yang
ditetapkan. Perhitungan batas residu dapat dilakukan dengan analisis kimia
maupun mikrobiologi.
Validasi pembersihan dinyatakan memenuhi syarat jika kadar residu yang
terdeteksi tidak lebih dari target value yang ditetapkan. Terdapat beberapa
metode untuk menentukan target value. Salah satunya adalah produk selanjutnya
mengandung tidak lebih dari 10 ppm residu produk sebelumnya (BPOM, 2006;
PICS, 2007; dan Startup, 2009). Di samping itu, penentuan batas residu dapat
dilakukan menggunakan perhitungan Maximum Allowable Carryover (MACO).
Penentuan batas residu berdasarkan metode MACO menguntungkan karena lebih
memungkinkan tercapainya target value yang ditetapkan. Perhitungan batas
residu dengan metode MACO juga bersifat lebih spesifik karena bergantung pada
dosis terapetik harian (Therapeutic Daily Dose) dari bahan yang bersangkutan
(APIC, 2000).
Dalam rangka mencegah terjadinya pencemaran silang dan menjamin
kualitas, keamanan, serta efektivitas dari sediaan yang diproduksi, PT. Molex

1 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


2

Ayus melaksanakan validasi pembersihan. Dalam Praktek Kerja Profesi Apoteker


di PT. Molex Ayus, penulis diberikan tugas khusus untuk mengkaji pelaksanaan
validasi pembersihan yang dilakukan terhadap alat Supermixer dan Fluid Bed
Dryer. Zat aktif yang digunakan sebagai marker dalam pengkajian adalah
deksametason. Data-data yang dianalisis diperoleh dari Protokol dan Laporan
Validasi pembersihan kedua alat tersebut.

1.2. Tujuan
Pelaksanaan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker di industri
farmasi PT. Molex Ayus bertujuan untuk :
1. Mengetahui tujuan, metode pelaksanaan, dan kriteria penerimaan validasi
pembersihan yang berlaku di PT. Molex Ayus, khususnya untuk alat
Supermixer dan Fluid Bed Dryer.
2. Membuktikan bahwa prosedur pembersihan yang dilakukan di PT. Molex
Ayus telah tervalidasi dengan baik.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Validasi
Validasi adalah tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap
bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan, atau mekanisme yang
digunakan dalam produksi maupun pengawasan mutu akan senantiasa mencapai
hasil yang diinginkan (BPOM, 2006). Menurut World Health Organization
(WHO), validasi adalah kegiatan pembuktian dan pendokumentasian terhadap
berbagai proses, prosedur, atau metode sehingga hasil yang diinginkan dapat
tercapai secara konsisten. Unsur utama dalam program validasi dirinci dengan
jelas dan didokumentasikan dalam Rencana Induk Validasi (Validation Master
Plan). Protokol validasi merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan. Setelah
kualifikasi selesai dilakukan, persetujuan tertulis untuk dapat melakukan tahap
kualifikasi dan validasi selanjutnya akan diberikan. Protokol validasi mencakup
data sebagai berikut :
1. Kebijakan validasi
2. Struktur organisasi kegiatan validasi
3. Ringkasan fasilitas, sistem, peralatan, dan proses yang akan divalidasi
4. Format dokumen yang terdiri dari format protokol, format laporan validasi,
serta perencanaan dan jadwal pelaksanaan
5. Pengendalian perubahan
6. Acuan dokumen yang digunakan

Validasi terdiri dari :


a. Validasi proses
Validasi proses manufaktur didefinisikan sebagai bukti yang
terdokumentasi bahwa proses manufaktur, termasuk pengemasan, memakai
peralatan yang sesuai sehingga menghasilkan produk yang memenuhi syarat dan
reprodusibel. Validasi proses terdiri dari 3 tipe, yaitu validasi proses prospektif,
konkuren, dan retrospektif. Validasi proses prospektif dilakukan sebelum produk
dipasarkan. Untuk produk berskala kecil atau berbiaya produksi mahal, dapat

3 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


4

dilakukan validasi proses konkuren atas izin regulator. Validasi proses konkuren
dilakukan selama proses produksi rutin. Dalam hal tersebut, produksi rutin
dimulai sebelum validasi selesai dilakukan. Validasi retrospektif dilakukan
terhadap proses yang telah stabil atau berjalan.
Validasi prospektif umumnya digunakan pada proses pengembangan
produk baru. Secara umum, tiga bets berurutan yang memenuhi parameter yang
disetujui dinyatakan memenuhi persyaratan validasi proses. Validasi konkuren
dilaksanakan seiring dengan berjalannya produksi rutin berdasarkan protokol yang
telah ditetapkan. Validasi konkuren dilakukan terhadap 3 bets berurutan dari suatu
produk. Bets dapat diluluskan berdasarkan serangkaian hasil uji pengawasan mutu
yang intensif, pengkajian, dan persetujuan dari pemastian mutu. Dalam hal
tertentu, validasi konkuren dilakukan terhadap produk yang sudah diproduksi
secara rutin apabila terjadi perubahan pabrik pembuat eksipien dengan spesifikasi
yang sama dan perubahan mesin dengan spesifikasi yang sama. Sementara itu,
validasi retrospektif merupakan validasi proses pembuatan produk yang telah
dipasarkan yang dilaksanakan berdasarkan data pengolahan, pengemasan,
pengujian, dan pengawasan bets yang dikumpulkan sesuai dengan protokol yang
telah disiapkan dan disetujui. Validasi retrospektif mencakup analisis
kecenderungan (trend analysis) dengan menggunakan data riwayat dari proses
pengolahan, pengemasan, dan pengendalian mutu (uji kadar, disolusi, pH, dan
bobot jenis). Pada umumnya, validasi retrospektif memerlukan data 10-30 bets.

b. Validasi pembersihan
Validasi pembersihan dilakukan untuk konfirmasi efektivitas prosedur
pembersihan. Validasi pembersihan dilakukan dengan menentukan batas
kandungan residu suatu produk, bahan pembersih, dan pencemaran mikroba
secara rasional yang didasarkan pada bahan yang terkait dengan proses
pembersihan. Definisi, tujuan, metode pengambilan sampel, protokol dan laporan
validasi pembersihan, serta interpretasi hasil dan kriteria penerimaan dari validasi
pembersihan akan dijelaskan dalam subbab berikutnya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


5

c. Validasi ulang (revalidasi)


Fasilitas, sistem, peralatan, dan proses (termasuk proses produksi dan
pembersihan) dievaluasi secara berkala untuk konfirmasi bahwa validasi masih
absah. Validasi ulang merupakan suatu pengulangan dari validasi sebelumnya
untuk memastikan bahwa perubahan dalam proses atau lingkungan, baik yang
disengaja maupun tidak disengaja, tidak mengakibatkan dampak yang merugikan
terhadap karakteristik proses dan mutu produk yang dihasilkan. Dengan kata lain,
revalidasi adalah peninjauan kembali terhadap dokumen validasi yang telah
disusun (protokol dan laporan validasi) untuk selanjutnya dibandingkan dengan
kondisi terkini (current situation). Untuk produk-produk yang jarang diproduksi,
perlu dilakukan revalidasi proses setelah 1-2 tahun meskipun tidak terdapat
perubahan (Priyambodo, 2007).

d. Validasi metode analisis


Validasi metode analisis bertujuan untuk mengetahui bahwa metode
analisis yang digunakan dalam pengujian maupun pengawasan mutu sesuai
dengan tujuan penggunaannya sehingga dapat mencapai hasil yang diharapkan
secara konsisten (Priyambodo, 2007). Validasi metode analisis umumnya
dilakukan terhadap uji identifikasi; uji kandungan impuritas; uji batas impuritas;
uji kuantitas zat aktif dalam sampel bahan, obat, atau komponen tertentu dalam
obat. Metode analisis lain seperti uji disolusi juga divalidasi. Parameter-parameter
yang diuji dalam validasi metode analisis meliputi akurasi, presisi, selektivitas,
Limit of Detection (LOD), Limit of Quantitation (LOQ), rentang, linearitas,
robustness (ketangguhan), dan ruggedness (kekuatan).

2.2. Validasi pembersihan


Validasi pembersihan dapat didefinisikan sebagai tindakan pembuktian
bahwa prosedur pembersihan yang ditetapkan mampu dipergunakan untuk
membersihkan peralatan secara terus-menerus (konsisten) dan dapat
menghasilkan tingkat residu yang diperbolehkan dengan hasil yang terpercaya.
Prosedur pengujian yang digunakan harus cukup efektif untuk mendeteksi sisa
produk dan bahan pembersih yang digunakan (BPOM, 2006). Prosedur

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


6

pembersihan yang telah tervalidasi perlu untuk dikaji ulang (BPOM, 2009).
Validasi pembersihan terutama ditujukan untuk bahan-bahan dengan kriteria
sebagai berikut (Priyambodo, 2007) :
1. Bahan-bahan yang sulit dibersihkan
2. Produk-produk yang memiliki tingkat kelarutan yang rendah
3. Produk-produk yang mengandung bahan yang sangat toksik, karsinogenik,
mutagenik, atau teratogenik
4. Untuk bahan yang sama, dipilih produk dengan dosis yang lebih tinggi

Kriteria alat atau mesin yang akan divalidasi adalah (Priyambodo, 2007) :
1. Peralatan atau mesin baru
2. Untuk mesin dengan merk dan tipe yang sama, cukup salah satu yang
divalidasi
3. Jika proses produksi menggunakan rangkaian mesin yang berbeda secara
berkelanjutan (in line machine), masing-masing mesin tetap divalidasi secara
terpisah. Jika rangkaian mesin merupakan kombinasi yang permanen, validasi
dapat dilaksanakan secara bersamaan.

2.2.1. Tujuan validasi pembersihan


Validasi pembersihan bertujuan untuk (Priyambodo, 2007) :
1. Memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur pembersihan yang
digunakan sudah tepat dan bersifat reprodusibel
2. Memastikan bahwa prosedur pembersihan yang dilakukan tidak menimbulkan
efek negatif terhadap peralatan atau mesin yang dibersihkan
3. Memastikan bahwa operator melaksanakan prosedur pembersihan secara
kompeten, sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP) yang telah
ditentukan
4. Memastikan bahwa cara pembersihan dapat menghasilkan tingkat residu
sesuai dengan ketentuan
5. Menjamin bahwa peralatan yang digunakan bersih sehingga produk yang
dihasilkan selalu terjamin mutu dan keamanannya. Prosedur pembersihan
dapat menghindarkan terjadinya pencemaran silang suatu produk terhadap

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


7

produk berikutnya yang pada umumnya dibuat menggunakan peralatan yang


sama (BPOM, 2009).

2.2.2. Tingkat prosedur pembersihan


Bahan-bahan yang terlibat dalam proses produksi memiliki karakteristik
yang bervariasi. Oleh karena itu, Active Ingredients Committee (APIC) menyusun
suatu pedoman mengenai tingkat prosedur pembersihan. Tingkat prosedur
pembersihan menentukan perlu atau tidaknya dilakukan validasi pembersihan,
seperti dijelaskan dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Tingkat prosedur pembersihan (APIC, 2000)


Tingkat Validasi
Jenis kontaminan
pembersihan pembersihan
Kontaminan yang terbawa dari produk
sebelumnya bersifat kritis. Prosedur
pembersihan yang cermat dibutuhkan Esensial atau
2
untuk mengantisipasi kandungan residu penting dilakukan
melebihi kriteria penerimaan yang
ditentukan.
Kontaminan yang terbawa dari produk
Dalam kasus
sebelumnya tidak bersifat kritis.
tertentu
Prosedur pembersihan dibutuhkan untuk
dibutuhkan,
1 meminimalkan kemungkinan terjadinya
namun dalam
kontaminasi dari produk sebelumnya.
beberapa kondisi
Namun, kriteria penerimaan untuk
tidak dibutuhkan
tingkat 1 tidak seketat pada tingkat 2.
Kontaminan dari produk sebelumnya
0 tidak kritis. Prosedur pembersihan tidak Tidak dibutuhkan
detail.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


8

2.2.3. Bracketing dan worst case rating


Peralatan yang digunakan dalam industri farmasi biasanya bersifat multi-
purpose equipments sehingga beberapa produk yang berlainan dapat diproduksi
dengan alat yang sama. Urutan produk yang diproses dengan suatu alat terdiri dari
berbagai kemungkinan. Jika semua kemungkinan prosedur pembersihan
divalidasi, tentunya akan memakan waktu dan tenaga. Oleh karena itu, validasi
pembersihan dapat dilakukan hanya terhadap beberapa kasus tertentu yang
ditentukan dengan berbagai pendekatan sebagai berikut (APIC, 2000 dan Startup,
2009) :
a. Penentuan batas residu yang spesifik untuk produk tertentu
b. Penentuan batas residu dalam suatu kelompok, kemudian dipilih kasus
kontaminasi terburuk yang mungkin terjadi
c. Mengelompokkan produk menurut risiko yang ditimbulkannya, seperti
berdasarkan kelarutan, potensi, toksisitas, atau kemampuan produk untuk
dideteksi
d. Menggunakan faktor keamanan (safety factor) yang berbeda untuk setiap
bentuk sediaan (terutama ditujukan untuk bahan berpotensi tinggi)

Berikut ini akan dijelaskan mengenai contoh pengelompokan produk yang


akan dibersihkan dan prioritas kemungkinan terburuk (worst case rating) yang
dapat ditetapkan (APIC, 2000).
a. Berdasarkan tingkat kesulitan residu untuk dibersihkan, produk dapat
dikategorikan menjadi :
i. Kategori 1 : residu mudah dibersihkan
ii. Kategori 2 : residu agak mudah dibersihkan
iii. Kategori 3 : residu sulit dibersihkan

b. Berdasarkan kelarutan residu


Berdasarkan kelarutan substansi yang dibersihkan dalam pelarut yang
digunakan, dapat dibuat pengelompokan produk seperti terlihat pada Tabel 2.2.
Angka kelarutan yang diuraikan dalam Tabel 2.2. mengacu pada United States
Pharmacopoeia (USP) 30.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


9

Tabel 2.2. Kategori produk berdasarkan kelarutan substansi yang dibersihkan


(The United States Pharmacopeial Convention, 2007 e-book dan APIC, 2000)

Jumlah pelarut yang dibutuhkan


Kategori Deskripsi kelarutan residu
untuk melarutkan 1 bagian residu
Sangat mudah larut <1
1
Mudah larut 1-10
Larut 10-30
2
Agak larut 30-100
Agak sukar larut 100-1000
3 Sukar larut 1000-10000
Praktis tidak larut > 10000

c. Berdasarkan toksisitas residu


Berdasarkan toksisitas residu, dapat dibuat pengelompokan produk seperti
terlihat pada Tabel 2.3. Deskripsi mengenai toksisitas yang diuraikan dalam Tabel
2.3. mengacu pada Toxicology - The Basic Science of Poisons.

Tabel 2.3. Kategori produk berdasarkan toksisitas residu (Casarett dan Doull,
1980 dan APIC, 2000)

Dosis letal per oral untuk manusia


Kategori Deskripsi toksisitas residu
(mg/kg)
Praktis tidak toksik > 15000
1
Sedikit toksik 5000-15000
2 Agak toksik (medium) 500-5000
3 Toksik 50-500
4 Sangat toksik 5-50
5 Super toksik <5

d. Berdasarkan dosis terapetik


Studi mengenai dosis terapetik biasanya dilakukan menggunakan data oral
atau parenteral. Jika dosis terapi tidak diketahui, dapat digunakan data toksisitas.
Kategori produk berdasarkan dosis terapi disajikan pada Tabel 2.4.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


10

Tabel 2.4. Kategori produk berdasarkan dosis terapi residu (APIC, 2000)

Kategori Interval dosis (dosis terapi terkecil)


1 > 1000 mg
2 100-1000 mg
3 10-99 mg
4 1-9 mg
5 < 1 mg

e. Berdasarkan pengamatan visual terhadap residu


Berdasarkan pengamatan visual terhadap residu, dapat dibuat limit
pengelompokan produk seperti terlihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Kategori produk berdasarkan pengamatan visual terhadap residu


(APIC, 2000)

Kategori Deskripsi limit Keterangan


1 High limit Dapat terdeteksi pada alat secara visual
2 Moderately high limit Cukup terdeteksi pada alat secara visual
3 Moderately low limit Mungkin terdeteksi pada alat secara visual
Kemungkinan tidak dapat terdeteksi pada alat
4 Low limit
secara visual
5 Very low limit Tidak dapat terdeteksi pada alat secara visual

Berdasarkan kategori-kategori yang telah diuraikan di atas, dapat disusun


prioritas mengenai kasus terburuk yang mungkin terjadi, misalnya :
a. Residu yang sulit dibersihkan lebih diprioritaskan untuk memperoleh validasi
pembersihan karena dapat menyebabkan lebih banyak residu yang tertinggal
pada alat dibandingkan jika residu tersebut mudah dibersihkan
b. Residu dengan kelarutan rendah lebih diprioritaskan untuk memperoleh
validasi pembersihan karena dapat menyebabkan lebih banyak residu yang
tertinggal pada alat dibandingkan jika residu tersebut larut dalam pembilas
yang digunakan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


11

c. Residu dengan toksisitas yang tinggi lebih diprioritaskan untuk memperoleh


validasi pembersihan karena residu dengan kadar kecil dapat menyebabkan
efek samping berbahaya bagi konsumen
d. Residu dari produk dengan dosis terapi kecil lebih diprioritaskan untuk
memperoleh validasi pembersihan karena relatif lebih sulit dibersihkan, sulit
dideteksi, dan cenderung menyebabkan limit penerimaan yang lebih kecil

Re-rating, atau penyusunan ulang terhadap prioritas yang telah ditetapkan,


dilakukan jika terjadi perubahan pada (APIC, 2000) :
a. Metode analisis yang digunakan
b. Proses (prosedur pembersihan)
c. Produk, misalnya terdapat penambahan produk baru
d. Peralatan

2.2.4. Metode pengambilan sampel untuk validasi pembersihan


Metode pengambilan sampel dilakukan dengan seksama agar dapat
mewakili tempat yang sulit dibersihkan. Metode pengambilan sampel untuk
validasi pembersihan terdiri dari 3 jenis, yaitu metode apus, metode pembilasan
terakhir, dan metode plasebo. Ketiga metode tersebut akan dijelaskan sebagai
berikut.
1. Metode apus (swab sampling method atau direct surface sampling method)
Pengambilan sampel dengan metode apus menggunakan batang apus yang
dibasahi pelarut. Metode tersebut secara langsung dapat menyerap residu dari
permukaan alat. Jenis pelarut yang digunakan harus disesuaikan dengan sifat
fisikokimia dan tidak mempengaruhi stabilitas bahan yang diperiksa (Priyambodo,
2007). Pelarut yang sering digunakan antara lain air, etanol, dan heksana.
Sebelum mengambil sampel, dilakukan uji perolehan kembali (recovery test)
dengan larutan yang telah diketahui kadarnya yang dikeringkan pada sebidang
area seluas (5x5) cm2. Setelah diambil secara apus, sampel diperiksa
menggunakan metode analisis yang ditetapkan. Recovery untuk cara apus minimal
70%. Area pengambilan sampel dengan metode apus ditentukan secara seksama

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


12

sehingga dapat mewakili seluruh permukaan alat (BPOM, 2009). Contoh batang
apus dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Hasil swab melalui proses ekstraksi sebelum dilakukan analisis terhadap
kadar residu yang terkandung dalam sampel. Untuk pengujian kandungan mikroba
dalam sampel yang diambil secara apus, terlebih dahulu dilakukan kultur mikroba
dan inkubasi terhadap sampel. Batang apus untuk pengambilan sampel harus
kompatibel dengan pelarut dan metode analisa yang digunakan, serta tidak
melepaskan serat-serat yang dapat mengganggu proses analisa (Priyambodo,
2007).
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengambilan
sampel dengan metode apus yaitu (Startup, 2009) :
a. Batang apus yang digunakan, termasuk supplier dari material tersebut
b. Luas dan jumlah area yang akan diapus
c. Lokasi pengambilan sampel
d. Kondisi peralatan yang dibersihkan, misalnya terbuat dari bahan gelas atau
stainless steel

[Sumber : www.asianproducts.com]
Gambar 2.1. Alat pengambil sampel dengan metode apus

Kelebihan metode apus adalah sampel yang sudah mengering atau sulit
larut dapat diambil dari permukaan alat secara fisik. Di samping itu, lokasi yang
sulit dibersihkan dapat dicapai dengan batang apus sehingga memungkinkan
evaluasi secara langsung terhadap tingkat kontaminasi dari setiap area permukaan
alat. Adapun kekurangan metode apus yaitu (Priyambodo, 2007) :
a. Hasil pengujian bervariasi yang disebabkan oleh pemilihan lokasi, besar
tekanan yang digunakan saat sampling, dan jumlah (luas) permukaan yang
diapus dapat berbeda-beda antara pengujian yang satu dengan yang lain

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


13

b. Pelarut yang digunakan dapat mempengaruhi residu


c. Proses ekstraksi dapat mempengaruhi (mengurangi) hasil perolehan kembali
d. Jika sampel yang diambil terbatas, sensitivitas hasil analisis dapat berkurang

2. Metode bilasan terakhir (rinse sampling method atau indirect method)


Sampel pada metode bilasan terakhir diperoleh dengan mengumpulkan
pelarut pembilas yang telah bersentuhan dengan permukaan alat yang dibersihkan,
kemudian dianalisis untuk menentukan kandungan residu dan atau mikroba yang
terkandung di dalamnya. Metode bilasan terakhir umumnya dipilih untuk
alat/mesin yang sulit dijangkau dengan metode apus, misalnya karena tersusun
oleh banyak pipa atau lekukan. Metode bilasan terakhir dapat menganalisa adanya
residu dari detergen atau desinfektan yang digunakan dalam proses pembersihan
(Startup, 2009). Pelarut yang digunakan untuk pembilasan tidak boleh bereaksi
atau menyebabkan degradasi pada sampel yang diuji. Pelarut pembilas harus
bersentuhan dengan permukaan alat dalam waktu yang cukup agar residu yang
akan dianalisis dapat terlarut sempurna (Priyambodo, 2007). Untuk memperoleh
sampel bilasan (rinse sample), digunakan pelarut yang diketahui jumlahnya.
Pelarut yang digunakan dapat berupa pelarut organik seperti etanol atau air murni
(BPOM, 2009). Tingkat recovery untuk metode bilasan terakhir adalah sebagai
berikut (Startup, 2009) :
a. Recovery > 80% : baik
b. Recovery > 50% : cukup sesuai
c. Recovery < 50% : diragukan

Kekurangan metode bilasan terakhir adalah ada kemungkinan tidak


seluruh bahan terlarut dalam pelarut yang digunakan sehingga tidak seluruh residu
dapat terdeteksi (BPOM, 2009). Di samping itu, metode tersebut tidak cocok
digunakan untuk peralatan yang kompleks atau tersusun dari beragam instrumen,
seperti mesin cetak tablet, Fluid Bed Dryer (FBD), dan granulator (Priyambodo,
2007). Adapun kelebihan metode bilasan terakhir antara lain :
a. Metode tersebut memungkinkan pengambilan sampel dari peralatan yang
memiliki permukaan luas (Priyambodo, 2007)

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


14

b. Metode tersebut dapat menjangkau seluruh permukaan alat termasuk bagian


sudut yang sukar diambil dengan metode apus sehingga memungkinkan
tercapainya tingkat recovery rate yang tinggi. Jika dilakukan dengan benar,
hasil pemeriksaan dapat mencerminkan kondisi seluruh permukaan peralatan
(Startup, 2009).
c. Variasi hasil analisis dengan metode bilasan terakhir lebih kecil dibandingkan
dengan metode apus (Priyambodo, 2007)

3. Metode plasebo
Peralatan yang telah dibersihkan digunakan untuk proses produksi dari
satu bets produk plasebo. Pengambilan sampel dilakukan sepanjang proses
produksi, kemudian dianalisis kandungan residu dan atau mikroorganisme yang
terkandung dalam sampel. Bets produk plasebo tidak mengandung zat aktif. Jika
hasil analisis menunjukkan adanya kandungan residu dalam sampel yang diambil,
kemungkinan residu tersebut berasal dari kontaminasi produk sebelumnya.
Metode plasebo biasanya dikombinasikan dengan metode apus atau metode
bilasan terakhir (Startup, 2009).
Kelebihan metode plasebo adalah contoh yang diambil merupakan
simulasi dari proses produksi yang sebenarnya sehingga memungkinkan penilaian
langsung terhadap efek akumulasi dari tahapan proses produksi karena prosedur
validasi dilakukan terhadap satu rangkaian peralatan (Priyambodo, 2007). Adapun
kekurangan metode tersebut antara lain (Startup, 2009) :
a. Metode plasebo kurang disarankan karena tidak reprodusibel, membutuhkan
biaya yang tinggi, dan sulit dilakukan
b. Metode plasebo tidak dapat menjamin kontaminan akan terbawa dan
terdeteksi pada saat analisis sehingga dapat memberikan hasil negatif palsu
c. Tingkat sensitivitas pengujian relatif rendah akibat faktor pengenceran selama
proses produksi

2.2.5. Metode analisis untuk pengujian validasi pembersihan


Metode pengujian yang digunakan harus spesifik terhadap bahan yang
diperiksa dan telah dibuktikan kehandalannya melalui validasi metode analisa

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


15

(Priyambodo, 2007). Di samping itu, metode analisis yang digunakan harus


sensitif sehingga dapat mendeteksi adanya residu dalam jumlah yang kecil (FDA,
1993). Metode analisis didokumentasikan sebagai bagian dari protokol validasi
(BPOM, 2009). Hasil pengujian, dari 3 kali pembersihan berturut-turut,
dirangkum dalam suatu tabulasi berdasarkan parameter uji yang telah ditentukan,
seperti pengamatan secara visual (jernih atau keruh), pH, kadar residu, dan
konduktivitas. Beberapa metode analisis yang umum digunakan yaitu (Startup,
2009) :
a. Metode kromatografi, seperti High Performance Liquid Chromatography
(HPLC), Gas Chromatography (GC), dan High Performance Thin Layer
Chromatography (HPTLC)
b. Metode Total Organic Carbon (TOC) dan ELISA digunakan untuk
menentukan residu biologis pada produk (Canada Health Products and Food
Branch Inspectorate, 2000)
c. Spektrofotometri UV-Vis

2.2.6. Penentuan batas residu


Validasi pembersihan merupakan pembuktian bahwa prosedur
pembersihan yang dilakukan dapat menghilangkan residu yang berasal dari
(Ghosh dan Dey, 2010) :
a. Produk sebelumnya
b. Produk antara, hasil reaksi, atau hasil degradasi produk
c. Bahan pembersih (detergen) atau pelarut yang digunakan dalam prosedur
pembersihan
d. Mikroorganisme

Kriteria penerimaan batas residu yang biasa digunakan dalam industri


farmasi dijelaskan sebagai berikut.
1. Menurut Petunjuk Operasional Pedoman CPOB (BPOM, 2009)
Di dalam protokol ditetapkan metode penentuan/ perhitungan batas residu
yang rasional. Penentuan batas residu mempertimbangkan faktor antara lain:

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


16

ukuran bets, kapasitas alat, dosis, dan toksisitas. Salah satu kriteria yang dapat
dipakai sebagai patokan adalah apabila residu produk memenuhi kriteria berikut :
a. Kriteria dosis (0,1%)
Residu bahan aktif dari produk sebelumnya tidak melebihi 0,1% x dosis
terapetik maksimal per hari dalam produk selanjutnya.
b. Kriteria 10 ppm
Produk berikut mengandung tidak lebih dari 10 ppm residu produk
sebelumnya.
c. Bersih secara visual
Pada alat yang telah dibersihkan tidak terlihat secara visual adanya sisa
produk sebelumnya. Studi dengan cara spike telah menunjukkan bahwa bahan
aktif yang terkandung dalam obat akan tampak secara visual pada tingkat
konsentrasi lebih kurang 100 μg per daerah yang diapus dengan ukuran (5x5)
cm2. Dapat terjadi residu produk memenuhi dua kriteria pertama, tetapi masih
terlihat adanya residu pada permukaan setalah pembersihan. Oleh karena itu,
alat tersebut harus dibersihkan kembali sampai residu tidak terlihat secara
visual.

2. Menurut Guidance on Aspects of Cleaning Validation in Active Ingredient


Plants (APIC, 2000)
1. Berdasarkan dosis terapetik harian (Therapeutic Daily Dose)
Prinsip : kontaminasi suatu bahan (residu) terhadap produk selanjutnya tidak
boleh melebihi proporsi tertentu yang dinyatakan sebagai safety factor, yang
1
umumnya bernilai 1000 dari dosis residu. Metode tersebut digunakan jika dosis

terapi harian diketahui, dapat dirumuskan sebagai berikut :

(2.1.)

Keterangan :
MACO : Maximum Allowable Carryover, yaitu batas residu yang
diperbolehkan dari suatu produk dalam produk selanjutnya
TDDprevious : Dosis terapi produk residu (produk sebelum pembersihan)

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


17

TDDnext : Dosis terapi harian dari produk selanjutnya


MBS : Minimum batch size, yaitu besar bets minimum dari produk
selanjutnya
SF : Safety factor, umumnya bernilai 1000

2. Berdasarkan data toksikologi


Jika dosis terapi harian tidak diketahui, misalnya untuk residu yang berasal
dari deterjen atau zat intermediet hasil suatu reaksi, data toksikologi dapat
digunakan untuk menghitung batas residu yang diperbolehkan. Rumus
perhitungannya adalah sebagai berikut :

(2.2.)

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari perhitungan tersebut, MACO dapat


ditentukan dengan cara sebagai berikut :

(2.3.)

Keterangan :
MACO : Maximum Allowable Carryover, yaitu batas residu yang
diperbolehkan dari suatu produk dalam produk selanjutnya
NOEL : No Observed Effect Level
LD50 : Letal dose 50 (dalam g/kg hewan uji), yaitu dosis yang
menyebabkan 50% dari hewan uji mengalami kematian.
70 : Berat badan rata-rata orang dewasa (70 kg)
2000 : Konstanta empiris
TDDnext : Dosis terapi harian dari produk selanjutnya
MBS : Minimum batch size, yaitu besar bets minimum dari produk
selanjutnya
SF : Safety factor, nilainya bervariasi tergantung dari bentuk sediaan
dan rute pemberian obat, yaitu :
i. Topikal, nilai SF 10-100

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


18

ii. Oral, nilai SF 100-1000


iii. Parenteral, nilai SF 1000-10000

3. Target value
i. Pengambilan sampel dengan metode apus (swab limit)

Jumlah residu yang terdapat dalam peralatan dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut :

Keterangan :
M : jumlah residu pada alat yang dibersihkan (mg)
WF : recovery rate
Ftot : luas total permukaan alat bagian dalam (dm2)
Mi : jumlah residu dari sampel i (mg)
Ci : jumlah residu dalam sampel i yang terukur oleh metode analisa
yang digunakan (mg)
CBi : Blanko dari sampel i (mg). Blanko sampel diberi perlakuan yang
sama dengan sampel uji, tetapi batang apus untuk blanko sampel
tidak diusap pada permukaan alat yang dibersihkan (blanko
negatif).
Fi : luas area yang diapus pada pengambilan sampel i (dm2)
N : jumlah sampel yang diapus
i : nomor sampel (dari 1 sampai dengan N)

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


19

ii. Pengambilan sampel dengan metode bilasan terakhir (rinse limit)

Jumlah residu yang terdapat dalam peralatan dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
M = V x (C-CB), persyaratan : M < target value
dengan
M : jumlah residu pada alat yang dibersihkan (mg)
V : volume pelarut yang digunakan untuk bilasan terakhir (L)
C : konsentrasi residu dalam sampel yang diukur dengan metode
analisis yang sesuai (mg/L)
CB : konsentrasi residu dalam blanko negatif (pelarut yang digunakan)
yang diukur dengan metode analisis yang sesuai (mg/L)

2.3. Dokumentasi validasi pembersihan


2.3.1. Protokol validasi pembersihan
Protokol validasi pembersihan disiapkan dengan mempertimbangkan
kondisi terburuk, seperti (BPOM, 2009) :
1. Alat dibersihkan setelah ditinggal dalam keadaan tidak dibersihkan selama 24
jam atau lebih
2. Cemaran berasal dari bahan yang sukar dibersihkan karena kelarutannya
dalam air sangat rendah atau mempunyai sifat melekat kuat pada permukaan
alat
3. Cemaran berasal dari bahan yang memiliki potensi atau toksisitas tinggi

Protokol validasi pembersihan harus mencakup hal-hal sebagai berikut


(Priyambodo, 2007) :
1. Halaman pengesahan
2. Tujuan pelaksanaan validasi
3. Cakupan atau ruang lingkup proses validasi

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


20

4. Latar belakang pelaksanaan validasi


5. Pembagian tugas dan tanggung jawab
6. Dokumen terkait yang digunakan
7. Garis besar pelaksanaan proses pembersihan
8. Rencana pengambilan sampel dan pengujian
9. Rencana analisa hasil uji
10. Penetapan kriteria penerimaan, yaitu batas kebersihan yang dapat diterima

2.3.2. Laporan validasi pembersihan


Laporan validasi pembersihan mencakup (Priyambodo, 2007) :
1. Halaman pengesahan
2. Tujuan pelaksanaan validasi
3. Ringkasan pelaksanaan validasi
4. Pembagian tugas dan tanggung jawab
5. Garis besar proses pembersihan yang dilakukan
6. Pengambilan sampel
7. Pengujian
8. Hasil pengujian
9. Analisis hasil pengujian
10. Penetapan kriteria penerimaan
11. Pembahasan
12. Kesimpulan
13. Rekomendasi
14. Daftar pustaka/rujukan

2.3.3. Revalidasi pembersihan


Revalidasi pembersihan terdiri dari (PIC/S, 2007) :
1. Revalidasi saat terjadi perubahan peralatan, produk, ataupun proses yang
berkaitan dengan prosedur pembersihan yang telah divalidasi
2. Revalidasi periodik yang dilakukan dalam interval waktu tertentu

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


BAB 3
METODOLOGI VALIDASI PEMBERSIHAN

3.1. Tempat dan waktu pelaksanaan


Pengkajian terhadap validasi pembersihan dilakukan di PT. Molex Ayus
pada tanggal 19-30 Maret 2012. Pengkajian validasi pembersihan tersebut
dilakukan terhadap dua peralatan, yaitu :
1. Supermixer DY 250 yang telah dibersihkan setelah digunakan untuk
pengolahan produk Molacort 0,75
2. Fluid Bed Dryer (FBD) Toyo yang telah dibersihkan setelah digunakan untuk
pengolahan produk Molacort 0,75

3.2. Alat dan bahan


3.2.1. Alat-alat yang digunakan dalam validasi pembersihan meliputi :
1. Supermixer DY 250
2. Fluid Bed Dryer Toyo kapasitas 100 kg
3. Batang apus
4. High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
5. Peralatan gelas
3.2.2. Bahan yang digunakan untuk validasi pembersihan meliputi :
1. Deksametason
2. Asetonitril
3. Aquabidestilata
4. Metanol

3.3. Cara kerja


3.3.1. Bracketing
Bracketing dilakukan untuk menentukan kasus terburuk yang
mungkin terjadi pada prosedur pembersihan suatu alat. Langkah tersebut
dibutuhkan untuk menetapkan marker. Validasi pembersihan dilakukan
terhadap peralatan yang telah dibersihkan dari residu marker. Adapun cara

21 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


22

menentukan marker di PT. Molex Ayus adalah dengan


mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut :
1. Toksisitas marker
2. Kelarutan marker dalam air
3. Dosis marker
4. Tingkat kesulitan pembersihan marker

3.3.2. Pengambilan sampel


Pengambilan sampel pada alat dilakukan dengan metode apus
(swab) dan bilasan terakhir (rinse), dengan rincian sebagai berikut :
1. Untuk Fluid Bed Dryer, dilakukan pengambilan sampel dengan
metode apus pada bagian dinding dan dasar pan, sedangkan pada
bagian bed dilakukan pengambilan sampel dengan metode rinse
sebanyak 3 kali.
2. Untuk Supermixer, dilakukan pengambilan sampel dengan metode
rinse pada bagian granul discharge, sedangkan metode apus dilakukan
pada bagian tutup dan pan. Untuk bagian pan, pengambilan sampel
dilakukan pada bagian dasar pan, impeller, dan chopper.

3.3.3. Prosedur pengujian terhadap sampel


Sampel dianalisis secara kimia dengan menggunakan HPLC untuk
menetapkan kadar residu yang tertinggal di peralatan setelah proses
pembersihan. Sistem HPLC untuk kedua alat yang divalidasi yaitu :
1. Kolom : Purospher C18 (L1)
2. Laju alir : 1,5 mL / menit
3. Waktu analisa : 5,0 menit
4. Fase gerak : asetonitril : air (1,5 : 2,5)
5. Detektor : UV-Vis pada panjang gelombang 254 nm
6. Baku pembanding : deksametason

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


23

3.3.4. Penetapan kriteria penerimaan dan interpretasi hasil validasi


pembersihan
Kriteria penerimaan ditetapkan berdasarkan metode Maximum
Allowable Carryover (MACO), yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

Keterangan :
MACO : Maximum Allowable Carryover, yaitu batas residu yang
diperbolehkan dari suatu produk dalam produk selanjutnya
TDDprevious : Dosis terapi produk residu (produk sebelum pembersihan)
TDDnext : Dosis terapi harian dari produk selanjutnya
MBS : Minimum batch size, yaitu besar bets minimum dari produk
selanjutnya
SF : Safety factor, umumnya bernilai 1000

Nilai MACO digunakan untuk menetapkan target value dengan rumus


sebagai berikut :
1. Untuk metode apus

(3.1.)
2. Untuk metode bilasan terakhir

(3.2.)

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


24

Kadar residu dalam sampel dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
1. Untuk metode apus
Mula-mula dihitung jumlah residu dalam sampel, dengan rumus :

(3.3.)

Harga χ yang diperoleh dari perhitungan di atas digunakan untuk


menghitung kadar residu dengan cara :

(3.4.)

Keterangan :
C1 : konsentrasi larutan baku pembanding (ppm)
χ : jumlah residu dalam sampel (μg)
V : volume analit (mL)
A1 : luas puncak baku pembanding
A2 : luas puncak sampel yang dianalisis
25 cm2 : luas daerah apus (5x5) cm2

2. Untuk metode bilasan terakhir


M = V x (C-CB) (3.5.)
dengan :
M : jumlah residu pada alat yang dibersihkan (mg)
V : volume pelarut yang digunakan untuk bilasan terakhir (L)
C : konsentrasi residu dalam sampel yang diukur dengan metode
analisis yang sesuai (mg/L)
CB : konsentrasi residu dalam blanko negatif (pelarut yang digunakan)
yang diukur dengan metode analisis yang sesuai (mg/L)

Persyaratan : validasi pembersihan memenuhi syarat jika kadar residu


(M) < target value

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

Prosedur pembersihan dapat mencegah terjadinya kontaminasi silang dari


suatu produk terhadap produk selanjutnya yang diproduksi menggunakan
peralatan yang sama. Selain berasal dari produk sebelumnya, residu yang
berpotensi menyebabkan pencemaran dapat berasal dari hasil degradasi atau hasil
reaksi bahan-bahan dalam suatu produk, mikroorganisme, maupun residu bahan
pembersih atau pelarut yang digunakan dalam proses pembersihan. Prosedur
pembersihan seharusnya dapat menghilangkan residu-residu tersebut. Namun,
prosedur pembersihan yang dilakukan oleh industri farmasi tidak dapat
membersihkan kontaminan secara mutlak sehingga dibutuhkan validasi
pembersihan untuk menjamin bahwa residu kontaminan masih berada dalam batas
penerimaan yang diizinkan. Hal tersebut penting untuk memastikan mutu dan
keamanan sediaan farmasi yang diproduksi.
Untuk meningkatkan kualitas dan keamanan produk yang dihasilkan, PT.
Molex Ayus melaksanakan validasi pembersihan. Kegiatan tersebut ditangani oleh
seorang Koordinator Validasi yang bertanggung jawab kepada Manajer QMR
(Quality Management Representative) dan Manajer Pemastian Mutu (QA). Dalam
melaksanakan validasi pembersihan, Koordinator Validasi bekerja sama dengan
Bagian Pengawasan Mutu (QC) dan Bagian Produksi. Bagian Pengawasan Mutu
bertanggung jawab terhadap analisis sampel, baik secara kimia maupun
mikrobiologi. Bagian Produksi, dalam hal ini operator dengan pengawasan dari
supervisor produksi, bertugas melakukan prosedur pembersihan mesin.
Validasi pembersihan di PT. Molex Ayus dilakukan terhadap seluruh
peralatan produksi yang bersentuhan dengan produk, seperti Supermixer, Fluid
Bed Dryer, Polydirection Moveable Mixer, mesin cetak tablet, mesin penyalut
tablet, dan mesin striping untuk sediaan solid. Di samping itu, peralatan produksi
untuk sediaan semi solid dan liquid, seperti mixer dan mesin pengisi (filling) juga
membutuhkan validasi pembersihan. Peralatan produksi yang terdapat di PT.
Molex Ayus bersifat multi-purpose equipments sehingga satu peralatan dapat
digunakan untuk memproduksi berbagai produk. Urutan produk yang diproses

25 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


26

dengan suatu alat terdiri dari berbagai kemungkinan. Jika validasi pembersihan
dilakukan terhadap semua kemungkinan tersebut, tentunya akan memakan waktu
dan tenaga. Oleh karena itu, dalam melaksanakan validasi pembersihan, PT.
Molex Ayus menetapkan beberapa marker. Marker ditentukan berdasarkan
beberapa faktor seperti toksisitas, kelarutan, dosis, dan tingkat kesulitan bahan
untuk dibersihkan. Di PT. Molex Ayus terdapat 3 marker, yaitu deksametason
untuk produk solid, betametason untuk produk semi solid, dan fenilpropanolamin
HCl untuk produk cair. Ketiga marker tersebut dipilih berdasarkan toksisitas yang
dapat ditimbulkannya.
Validasi pembersihan dilakukan terhadap peralatan yang telah dibersihkan
dari residu produk yang mengandung marker. Penilaian terhadap validasi
pembersihan ditentukan berdasarkan residu yang terdeteksi pada peralatan. Mula-
mula, sampel yang akan dianalisis harus diambil terlebih dahulu dari peralatan
yang akan divalidasi. Pengambilan sampel di PT. Molex Ayus dapat
menggunakan metode apus (swab) dan metode bilasan terakhir (rinse).
Selanjutnya, sampel diuji secara kimia maupun mikrobiologi. Analisis secara
kimia bertujuan untuk menetapkan kadar residu yang tertinggal pada alat setelah
dilakukan pembersihan. Analisis kimia dilakukan menggunakan High
Performance Liquid Chromatography (HPLC). Analisis mikrobiologi digunakan
untuk menentukan jumlah mikroba pencemar yang terdapat pada sampel, yaitu
dengan metode Angka Lempeng Total (ALT) dan Angka Kapang Khamir (AKK).
Kriteria penerimaan residu dapat ditentukan dengan berbagai metode. PT.
Molex Ayus menggunakan metode Maximum Allowable Carryover (MACO)
yang didasarkan pada dosis terapi harian obat yang dijadikan marker. Penentuan
batas residu berdasarkan metode MACO menguntungkan karena lebih
memungkinkan tercapainya target value yang ditetapkan. Perhitungan batas residu
dengan metode MACO juga bersifat lebih spesifik karena bergantung pada dosis
terapetik harian (Therapeutic Daily Dose) dari bahan yang dianalisis (APIC,
2000). Nilai MACO digunakan untuk menetapkan target value dengan rumus
sebagai berikut :

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


27

1. Untuk metode apus

2. Untuk metode bilasan terakhir

Persyaratan : validasi pembersihan memenuhi syarat jika kadar residu < target
value.
Pada Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Molex Ayus, penulis
mendapat tugas khusus untuk mengkaji validasi pembersihan yang dilakukan
terhadap :
1. Supermixer DY 250 yang telah dibersihkan setelah digunakan untuk
pengolahan produk Molacort 0,75.
2. Fluid Bed Dryer (FBD) Toyo yang telah dibersihkan setelah digunakan untuk
pengolahan produk Molacort 0,75.

4.1. Penentuan marker


Produk Molacort® 0,75 digunakan sebagai marker dalam validasi
pembersihan yang diamati. Kedua produk tersebut mengandung zat aktif
deksametason. Pemilihan deksametason sebagai marker didasarkan pada
toksisitas zat tersebut. Prosedur pembersihan yang tidak tervalidasi dapat
menyebabkan sebagian residu deksametason tertinggal pada peralatan. Hal
tersebut berpotensi menimbulkan pencemaran silang. Residu Deksametason yang
mencemari produk selanjutnya dapat menyebabkan efek samping yang
membahayakan konsumen.
Berikut ini akan diuraikan mengenai sifat farmakologi dan fisikokimia dari
deksametason (Sweetman (ed.), 2009).
4.1.1. Pemerian : serbuk kristal putih sampai hampir putih, tidak berbau

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


28

4.1.2. Kelarutan : praktis tidak larut dalam air; larut sebagian dalam alkohol,
aseton, dioksan, dan metil alkohol; agak larut dalam
kloroform; sedikit larut dalam eter
4.1.3. Dosis : 0,5-10 mg per hari, diberikan secara per oral
4.1.4. Toksisitas : berdasarkan post-marketing study yang dilakukan oleh
eHealthMe, sejumlah 1,53% dari pasien yang mendapatkan
deksametason mengalami efek samping obat (drug toxicity)
(eHealthMe, 2012). Toksisitas deksametason dalam bentuk
sediaan relatif lebih kecil dibandingkan dalam bentuk zat aktif.
Efek samping yang ditimbulkan oleh deksametason antara lain
mual, muntah, peningkatan nafsu makan, kerusakan ginjal,
dan intoleransi glukosa. Beberapa efek samping bersifat
kronik, seperti hipertensi dan osteoporosis. Toksisitas akut
dari deksametason dinyatakan dengan nilai LD50 yaitu >3000
mg/kg. Nilai LD50 ditentukan dengan tikus uji yang diberi
deksametason per oral (Boehringer Ingelheim Roxane
Laboratories, 2008).

[Sumber : The United States Pharmacopeial Convention, 2007 e-book]


Gambar 4.1. Rumus struktur deksametason

4.2. Pengambilan sampel


Pengambilan sampel pada validasi pembersihan yang dikaji menggunakan
metode apus dan metode bilasan terakhir. Pengambilan sampel pada Fluid Bed
Dryer dilakukan menggunakan metode apus untuk bagian pan dan dengan metode
rinse untuk bagian bed. Pengambilan sampel pada Supermixer dilakukan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


29

menggunakan metode rinse untuk bagian granul discharge dan metode apus
untuk bagian tutup pan, dasar pan, impeller, dan chopper.
Metode apus dilakukan dengan mengusapkan batang apus ke permukaan
peralatan yang akan dianalisis. Residu yang terdapat pada permukaan peralatan
akan menempel pada batang apus. Selanjutnya, residu diekstraksi menggunakan
pelarut metanol. Hasil ekstraksi dianalisis secara kimia dan mikrobiologi untuk
menentukan kadar residu dan jumlah mikroba yang terkandung di dalamnya.
Namun, pengkajian yang dilakukan oleh penulis hanya berfokus pada pengujian
secara kimia, sedangkan analisis secara mikrobiologi tidak dibahas lebih lanjut.
Sebelum menetapkan kadar residu dalam sampel, Bagian Pengawasan
Mutu terlebih dahulu menguji tingkat perolehan kembali (recovery rate) dari
metode pengambilan sampel yang digunakan. Area pengambilan sampel dengan
metode apus ditentukan secara seksama sehingga dapat mewakili seluruh
permukaan alat (BPOM, 2009). Pengambilan sampel secara apus dilakukan pada
daerah seluas (5x5) cm2.
Kelebihan metode apus adalah sampel yang sudah mengering atau sulit
larut dapat diambil dari permukaan alat secara fisik. Di samping itu, lokasi yang
sulit dibersihkan dapat dicapai dengan batang apus sehingga memungkinkan
evaluasi secara langsung terhadap tingkat kontaminasi dari setiap area di
permukaan alat. Namun, metode apus juga memiliki beberapa kekurangan, seperti
(Priyambodo, 2007) :
1. Hasil pengujian bervariasi yang disebabkan oleh pemilihan lokasi, besar
tekanan yang digunakan saat sampling, dan jumlah (luas) permukaan yang
diapus dapat berbeda-beda antara pengujian yang satu dengan yang lain
2. Pelarut yang digunakan dapat mempengaruhi residu
3. Proses ekstraksi dapat mempengaruhi (mengurangi) hasil perolehan kembali
4. Jika sampel yang diambil terbatas, sensitivitas hasil analisis dapat berkurang

Untuk menanggulangi keterbatasan metode apus tersebut, PT. Molex Ayus


melakukan pengambilan sampel dengan dua cara, yaitu dengan metode apus dan
metode rinse. Pemilihan metode didasarkan pada bagian alat yang akan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


30

disampling. Kombinasi keduanya diharapkan dapat saling melengkapi sehingga


dapat diperoleh data analisis yang akurat.
Sampel pada metode bilasan terakhir diperoleh dengan mengumpulkan
pelarut pembilas yang telah bersentuhan dengan permukaan alat yang dibersihkan,
kemudian dianalisis untuk menentukan kadar residu yang terkandung di
dalamnya. Pelarut yang digunakan untuk pembilasan tidak boleh bereaksi atau
menyebabkan degradasi pada sampel yang diuji. Pelarut yang digunakan adalah
metanol. Seperti pada metode apus, Bagian Pengawasan Mutu terlebih dahulu
menentukan tingkat perolehan kembali (recovery rate) dari metode rinse yang
dilakukan. Kelebihan metode bilasan terakhir antara lain :
1. Metode tersebut memungkinkan pengambilan sampel dari peralatan yang
memiliki permukaan luas (Priyambodo, 2007).
2. Metode tersebut dapat menjangkau seluruh permukaan alat termasuk bagian
sudut yang sukar diambil dengan metode apus. Jika dilakukan dengan benar,
hasil pemeriksaan dapat mencerminkan kondisi seluruh permukaan peralatan
(Startup, 2009).
Tingkat perolehan kembali (recovery rate) untuk metode apus ditentukan
dengan cara melarutkan sejumlah marker dalam pelarut yang sesuai sehingga
diketahui konsentrasinya, kemudian dilakukan pengambilan sampel dari larutan
yang mengandung marker tersebut dengan metode apus pada bidang berukuran
(5x5) cm2. Selanjutnya, dilakukan penetapan kadar marker dalam sampel yang
dianalisis. Kadar marker hasil analisis dibandingkan dengan konsentrasi larutan
marker sebenarnya. Recovery rate dihitung dengan rumus sebagai berikut :

𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘 𝑠𝑤𝑎𝑏 × 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑈𝐾𝑆


Recovery rate = 𝑅𝑎𝑡𝑎 −𝑟𝑎𝑡𝑎 × 100% (4.1.)
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘 𝑈𝐾𝑆 × 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑤𝑎𝑏

4.3. Analisis sampel


Dalam melaksanakan validasi pembersihan, Koordinator Validasi bekerja
sama dengan Bagian Pengawasan Mutu. Bagian Pengawasan Mutu bertugas
melakukan analisis terhadap sampel yang diambil dari peralatan. Analisis sampel
meliputi pengujian secara kimia dan mikrobiologi. Pengujian secara kimia
bertujuan untuk menetapkan kadar residu dalam sampel, sedangkan analisis
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


31

mikrobiologi bertujuan untuk menghitung jumlah mikroorganisme yang terdapat


dalam sampel. Pada kesempatan ini, penulis hanya akan membahas mengenai
analisis sampel secara kimia.
Sampel dianalisis secara kimia menggunakan High Performance Liquid
Chromatography (HPLC) untuk menetapkan kadar residu yang tertinggal di
peralatan setelah proses pembersihan. Metode analisa yang digunakan telah
divalidasi oleh Bagian Pengawasan Mutu. Sistem HPLC untuk kedua alat yang
divalidasi yaitu :
1. Kolom : Purospher C18 (L1)
2. Laju alir : 1,5 mL / menit
3. Waktu analisa : 5,0 menit
4. Fase gerak : asetonitril : air (1,5 : 2,5)
5. Detektor : UV-Vis pada panjang gelombang 254 nm
6. Baku pembanding : deksametason

4.4. Penetapan kriteria penerimaan dan interpretasi hasil validasi


pembersihan
Validasi pembersihan dinyatakan memenuhi syarat jika kadar residu yang
dianalisis lebih kecil dibandingkan kriteria penerimaan yang ditetapkan.
Penetapan kriteria penerimaan di PT. Molex Ayus menggunakan metode
Maximum Allowable Carryover (MACO). Menurut metode MACO, kriteria
penerimaan ditentukan dengan menghitung target value. Target value diperoleh
dengan membandingkan nilai MACO terhadap luas total permukaan alat. Nilai
MACO diperoleh dengan rumus sebagai berikut :

TDDprevious merupakan dosis terapi harian dari marker. Validasi


pembersihan yang dikaji menggunakan marker deksametason dengan dosis terapi
harian 0,75 mg. SF atau safety factor merupakan proporsi tertentu yang
menyatakan batas kontaminasi yang diperbolehkan. SF umumnya bernilai 1000.
MBS merupakan besar bets dari produk selanjutnya. TDDnext menyatakan dosis

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


32

terapi harian dari produk selanjutnya. Menurut data dari PT. Molex Ayus, terdapat
71 kemungkinan produk selanjutnya. Perhitungan MACO dilakukan terhadap 71
kemungkinan tersebut, kemudian dipilih nilai MACO terkecil. Pemilihan tersebut
mengasumsikan bahwa nilai MACO terkecil akan memberikan target value
terkecil pula. Semakin kecil harga target value, semakin kecil pula kadar residu
yang diizinkan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa deksametason yang
diizinkan tertinggal pada peralatan dan mungkin mengontaminasi produk
selanjutnya berjumlah minimum. Berdasarkan data dari PT. Molex Ayus, nilai
MACO terkecil yaitu 48600 μg.
Setelah memperoleh nilai MACO, target value untuk metode apus dapat
dihitung dengan membandingkan nilai MACO terhadap luas total permukaan alat.
Luas permukaan Supermixer DY 250 adalah 15379,2 cm2 sehingga target value
yang diperoleh yaitu 3,160 μg/cm2. Luas permukaan Fluid Bed Dryer Toyo adalah
75033,4 cm2 sehingga target value yang diperoleh yaitu 0,648 μg/cm2. Untuk
metode bilasan terakhir, target value dihitung dengan membandingkan nilai
MACO terhadap volume pembilas. Volume pembilas yang digunakan adalah 5
mL, sehingga target value yang diperoleh yaitu 9720 mg/L atau sama dengan 9,720
mg.
Kadar residu yang terdeteksi dan interpretasi hasil analisis dapat dilihat
pada Tabel 4.1. Kadar residu yang ditampilkan pada Tabel 4.1. merupakan hasil
rata-rata. Data hasil analisis secara lebih terperinci dapat dilihat pada Lampiran 1
dan 2. Berdasarkan data pada Tabel 4.1., terlihat bahwa rata-rata kadar residu
pada alat Supermixer berkisar antara 0,007-0,1005 μg/cm2 untuk sampel yang
diambil dengan metode apus, sedangkan sampel yang diambil dengan metode
rinse menghasilkan kadar residu 0,00112 dan 0,00014 mg. Residu yang diperoleh
dengan metode apus menunjukkan hasil yang bervariasi sesuai dengan lokasi
pengambilan sampel. Residu terbesar terdapat pada bagian dasar pan, sedangkan
residu terkecil pada bagian tutup pan. Dengan demikian, metode apus dapat
memberikan gambaran mengenai jumlah residu pada setiap bagian alat yang
hendak dianalisis secara spesifik.
Rata-rata kadar residu yang diperoleh dengan metode apus untuk alat Fluid
Bed Dryer berkisar antara 0,003-0,015 μg/cm2. Residu terbesar diperoleh dari

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


33

bagian dasar pan, sedangkan residu terkecil dari bagian dinding pan. Seperti
halnya pada Supermixer, kadar residu yang diperoleh dengan metode apus pada
Fluid Bed Dryer memberikan gambaran mengenai jumlah residu pada setiap
bagian alat yang dianalisis secara spesifik. Kadar residu yang diperoleh dengan
metode rinse yaitu 0,00318, 0,00025, dan 0,00026 mg.

Tabel 4.1. Kadar residu yang terdeteksi dan interpretasi hasil analisis

Sampel yang Rata-rata kadar Kriteria


Peralatan Kesimpulan
diambil residu penerimaan
Sampel rinse dari 0,00112 mg
1.MACO =
bagian granul Memenuhi syarat
0,00014 mg 48600 μg
discharge
Sampel swab dari
0,007 μg/cm2 2.Target value Memenuhi syarat
bagian tutup pan
Supermixer swab =
Sampel swab dari
DY 250 0,1005 μg/cm2 3,160 μg/cm2 Memenuhi syarat
bagian dasar pan
Sampel swab dari
0,0089 μg/cm2 3.Target value Memenuhi syarat
bagian impeller
rinse =
Sampel swab dari
0,0098 μg/cm2 9,720 mg Memenuhi syarat
bagian chopper
0,00318 mg
Sampel rinse dari 1.MACO =
0,00025 mg Memenuhi syarat
bagian bed 48600 μg
0,00026 mg
0,004 μg/cm2 2.Target value Memenuhi syarat
Sampel swab dari
Fluid Bed 0,004 μg/cm2 swab = Memenuhi syarat
bagian dinding
Dryer Toyo 0,005 μg/cm2 0,648 μg/cm2 Memenuhi syarat
pan
0,003 μg/cm2 Memenuhi syarat
3.Target value
Sampel swab dari 0,015 μg/cm2 Memenuhi syarat
rinse =
bagian dasar pan 0,012 μg/cm2 9,720 mg Memenuhi syarat

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


34

Prosedur pembersihan dibutuhkan untuk menghilangkan residu produk


sebelumnya sehingga dapat meminimalkan potensi terjadinya pencemaran silang.
Namun, prosedur pembersihan yang dilakukan oleh industri farmasi belum tentu
dapat menghilangkan residu tersebut secara absolut. Oleh karena itu, dilakukan
validasi pembersihan untuk menjamin bahwa residu yang tertinggal pada
peralatan masih dalam batas yang diizinkan.
Dilatarbelakangi oleh hal tersebut, PT. Molex Ayus melakukan validasi
pembersihan. Dalam melaksanakan validasi pembersihan, PT. Molex Ayus
terlebih dahulu menentukan marker. Salah satu marker yang digunakan adalah
deksametason karena tingkat toksisitas zat tersebut relatif lebih tinggi
dibandingkan zat-zat lain yang digunakan di PT. Molex Ayus. Selanjutnya,
dilakukan pengambilan sampel dengan metode apus dan metode bilasan terakhir.
Sampel yang diperoleh kemudian dianalisis secara kimia menggunakan HPLC
untuk menetapkan kadar residu. Hasil analisis dibandingkan terhadap kriteria
penerimaan. Kriteria yang digunakan di PT. Molex Ayus mengacu pada metode
Maximum Allowable Carryover (MACO).
Berdasarkan hasil analisis, kadar residu yang diperoleh dari alat
Supermixer maupun Fluid Bed Dryer lebih kecil dibandingkan target value untuk
masing-masing alat. Dengan demikian, residu yang tertinggal setelah proses
pembersihan alat berada dalam rentang yang diizinkan. Dapat disimpulkan bahwa
prosedur pembersihan yang dilakukan di PT. Molex Ayus telah mampu
menghilangkan residu deksametason dari peralatan Supermixer DY 250 dan Fluid
Bed Dryer Toyo dengan baik.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pengkajian terhadap validasi pembersihan yang dilakukan di
PT. Molex Ayus, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
5.1.1. Validasi pembersihan bertujuan untuk memastikan bahwa prosedur
pembersihan dapat meminimalisir residu yang terdapat di mesin produksi
sehingga mencegah terjadinya pencemaran silang dan menjamin mutu
produk yang dihasilkan.
5.1.2. Dalam melaksanakan validasi pembersihan, PT. Molex Ayus terlebih
dahulu menentukan marker. Selanjutnya, dilakukan pengambilan sampel
dengan metode apus dan metode bilasan terakhir. Sampel yang diperoleh
kemudian dianalisis secara kimia maupun mikrobiologi untuk menetapkan
kadar residu atau jumlah mikroba yang terkandung di dalamnya. Hasil
analisis dibandingkan terhadap kriteria penerimaan.
5.1.3. Kriteria penerimaan yang digunakan di PT. Molex Ayus mengacu pada
metode Maximum Allowable Carryover (MACO) karena metode tersebut
bersifat lebih spesifik (bergantung pada dosis terapi harian dari bahan yang
dianalisis).
5.1.4. Prosedur pembersihan terhadap alat Supermixer DY 250 dan Fluid Bed
Dryer Toyo, menggunakan deksametason sebagai marker, telah tervalidasi
dengan baik.

5.2. Saran
Residu pelarut dan bahan pembersih yang digunakan dalam prosedur
pembersihan sebaiknya dianalisis dan dijadikan salah satu parameter validasi
pembersihan selain kadar residu dari produk sebelumnya dan jumlah mikroba
dalam sampel.

35 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


DAFTAR ACUAN

APIC. (2000). Guidance on Aspects of Cleaning Validation in Active


Pharmaceutical Ingredient Plants. Diunduh dari www.apic.cefic.org/pub/pub-
cleaning-validation pada tanggal 19 Maret 2012 pk. 10.00 WIB.
Boehringer Ingelheim Roxane Laboratories. (2008). Dexamethasone Tablets USP-
Material Safety Data Sheet. Diunduh dari www.bi-msds.e3solutionsinc.com
pada tanggal 30 Maret 2012 pk 11.00 WIB.
BPOM. (2006). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta : Badan
Pegawas Obat dan Makanan RI.
BPOM. (2009). Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang
Baik. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan RI.
Canada Health Products and Food Branch Inspectorate. (2000). Cleaning
Validation Guidelines.
Casarett dan Doull. (1980). Toxicology - The Basic Science of Poisons. Dalam :
APIC. Guidance on Aspects of Cleaning Validation in Active Pharmaceutical
Ingredient Plants. Diunduh dari www.apic.cefic.org/pub/pub-cleaning-
validation pada tanggal 19 Maret 2012 pk. 10.00 WIB.
eHealthMe. (2012). Does Dexamethasone Cause Drug Toxicity? Diunduh dari
http://www.ehealthme.com/ds/dexamethasone/ pada tanggal 28 Maret 2012 pk.
13.30 WIB.
Ghosh, A. dan Dey, S. (2010). Overview of Cleaning Validation in
Pharmaceutical Industry. International Journal of Pharmaceutical Quality
Assurance 2010; 2(2), 26-30.
PIC/S. (2007). Validation Master Plan Installation and Operational Qualification
Non-Sterile Process Validation - Cleaning Validation. Diunduh dari
http://www.picscheme.org pada tanggal 21 Maret 2012 pk 13.30 WIB.
Priyambodo, B. (2007). Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta : Global
Pustaka Utama.
PT. Molex Ayus. (2010). Prosedur Tetap Pembersihan Fluid Bed Dryer Toyo
Kapasitas Maksimal 100 kg. Nomor Dokumen 05-03-121. Tangerang: PT.
Molex Ayus.

36 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


37

PT. Molex Ayus. (2010). Prosedur Tetap Pembersihan Supermixer. Nomor


Dokumen 05-03-048-01. Tangerang: PT. Molex Ayus.
Startup, J. (2009). Cleaning Validation. WHO Supplementary Training Modules
in Training workshop on regulatory requirements for registration of Artemisin
based combined medicines and assessment of data submitted to regulatory
authorities, February 23-27, 2009, Kampala, Uganda.
Sweetman, S. C. (ed.). (2009). Martindale the Extra Pharmacopoeia 36th Edition.
London : Pharmaceutical Press.
The United States Pharmacopeial Convention. (2007). US Pharmacopoeia 30-NF
25 (e-book).
U.S. Food and Drug Administration. (1993). Validation of Cleaning Processes-
Guide to inspections validation of cleaning processes. Diunduh dari
www.fda.gov pada tanggal 21 Maret 2012 pk 13.00 WIB.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


LAMPIRAN

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


38

Lampiran 1. Data analisis sampel untuk peralatan Supermixer DY 250

1. Rata-rata luas puncak baku pembanding (deksametason) : 1148774


2. Hasil analisis secara kimia dapat dilihat pada tabel berikut :

Waktu retensi
Nama sampel Luas puncak Kadar residu
(menit)
3,856 25992
Sampel rinse 1 0,00113 mg
3,856 25628
0,00111 mg
Rata-rata 0,00112 mg
3,834 3200
Sampel rinse 2 0,00014 mg
3,834 3274
0,00014 mg
Rata-rata 0,00014 mg
Sampel pan 3,854 28848 0,1005 μg/cm2
Sampel impeller 3,855 2578 0,00896 μg/cm2
Sampel chopper 3,854 2827 0,0098 μg/cm2

3,855 1611 0,0056 μg/cm2


Sampel tutup
3,855 2153 0,0075 μg/cm2
pan
3,853 1497 0,0052 μg/cm2
Rata-rata 0,007 μg/cm2

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


39

Lampiran 2. Data analisis sampel untuk peralatan Fluid Bed Dryer Toyo

1. Rata-rata luas puncak baku pembanding (deksametason) : 1431180


2. Hasil analisis secara kimia dapat dilihat pada tabel berikut :

Waktu retensi
Nama sampel Luas puncak Kadar residu
(menit)
5,075 90551
Sampel rinse 1 0,00316 mg
5,075 91709
0,00320 mg
Rata-rata 0,00318 mg
5,079 7029
Sampel rinse 2 0,00025 mg
5,079 7188
0,00025 mg
Rata-rata 0,00025 mg
5,092 7308
Sampel rinse 3 0,00026 mg
5,092 7557
0,00026 mg
Rata-rata 0,00026 mg
Sampel swab
5,060 1480 0,004 μg/cm2
dinding pan 1
Sampel swab 5,061 1347 0,004 μg/cm2
dinding pan 2
Sampel swab 5,059 1854 0,005 μg/cm2
dinding pan 3
Sampel swab 5,069 998 0,003 μg/cm2
dinding pan 4
Sampel swab dasar 5,076 5513 0,015 μg/cm2
pan 1
Sampel swab dasar 5,041 4116 0,012 μg/cm2
pan 2

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


40

Lampiran 3. Contoh perhitungan kadar residu secara kimia

A. Untuk metode apus


Diketahui :
Kadar baku pembanding deksametason : 10 ppm
Volume analit : 10 mL
Rata-rata luas puncak baku pembanding : 1148774
Luas puncak sampel : 28848
Area yang diapus : 25 cm2

Kadar residu :
10 1148774
𝑥 =
10 28848

χ = 2,5112 μg
2,5112 𝜇𝑔
kadar residu = = 0,1005 μg/cm2
25 𝑐𝑚 2

B. Untuk metode bilasan terakhir


Diketahui :
Kadar baku pembanding deksametason : 10 ppm
Konsentrasi deksametason dalam blanko negatif (pembilas) : CB = 0 ppm
Volume rinse (V) : 5 mL
Rata-rata luas puncak baku pembanding : 1148774
Luas puncak sampel : 25992

Kadar residu :
10 𝑝𝑝𝑚 1148774
=  C = 0,23 ppm
𝐶 25992

M = V x (C-CB)
M = 0,005 L x (0,23 - 0) mg/L
M = 0,00115 mg

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


41

Lampiran 4. Prosedur pembersihan alat Supermixer DY 250

PROSEDUR
1. Bersihkan alat setiap selesai pemakaian
2. Matikan mesin atau pastikan mesin dalam keadaan “OFF”
3. Ketika memasang atau melepaskan bagian-bagian mesin, operator diwajibkan
menggunakan sarung tangan bersih, penutup kepala, dan masker
4. Jika mesin dipakai untuk pengolahan produk yang sama, hanya berganti bets,
prosedur pembersihan dilakukan dengan metode sebagai berikut :
4.1. Bersihkan sisa-sisa granul yang menempel pada mesin menggunakan cave
4.2. Bersihkan debu yang melekat pada bagian luar mesin dengan kain lap
5. Jika mesin dipakai untuk pengolahan produk yang berbeda, prosedur
pembersihan dilakukan dengan metode sebagai berikut :
5.1. Pastikan saklar dalam keadaan menyala atau “ON”, yaitu dengan cara
membuka handle ke arah atas
5.2. Masukkan air panas dan teepol ke dalam Supermixer, kemudian tutup
alat rapat-rapat
5.3. Putar mixer dengan cara menekan tombol “ON”
5.4. Jika diperkirakan mesin telah bersih, matikan mesin dengan cara
menekan tombol “OFF”, kemudian turunkan handle untuk
memutuskan aliran listrik
5.5. Buka penutup mesin sebelah bawah untuk membuang air ke dalam bak
penampung
5.6. Buka penutup mesin sebelah atas, bilas tutup dan badan Supermixer
dengan aquademineralisata hingga bersih
5.7. Buka penutup mesin sebelah bawah untuk membuang air bilasan ke
dalam bak penampung
5.8. Bilas mesin dengan purified water
5.9. Keringkan bagian dalam mesin dengan lap bersih
5.10. Lap dengan alkohol teknis
5.11. Bersihkan debu yang menempel pada bagian luar mesin dengan kain
lap

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


42

Lampiran 4. Prosedur pembersihan alat Supermixer DY 250 (lanjutan)

5.12. Tutup mesin Supermixer dan tempelkan label “alat telah dibersihkan”
6. Batas waktu pemakaian alat setelah dibersihkan yaitu sampai 3 hari. Bila lebih
dari 3 hari, alat harus dibersihkan kembali sebelum digunakan

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


43

Lampiran 5. Prosedur pembersihan alat Fluid Bed Dryer Toyo

PROSEDUR
1. Bersihkan alat setiap selesai pemakaian
2. Matikan mesin atau pastikan mesin dalam keadaan “OFF”
3. Jika mesin dipakai untuk pengolahan produk yang sama, hanya berganti bets,
prosedur pembersihan dilakukan dengan metode sebagai berikut :
3.1. Bersihkan wadah penampung dari sisa-sisa granul menggunakan Cave.
Hati-hati, bagian alas mudah robek.
3.2. Bersihkan debu pada bagian luar mesin dengan vaccum cleaner
4. Jika mesin dipakai untuk pengolahan produk yang berbeda, prosedur
pembersihan dilakukan dengan metode sebagai berikut :
4.1. Cuci wadah penampung dengan cara menyemprotkan air sampai bersih.
Bila perlu, wadah penampung dapat disikat dengan sikat plastik.
4.2. Keringkan wadah penampung dengan lap bersih
4.3. Buka pintu mesin di sebelah kiri, lepaskan tali pengikat atas dan bawah,
kemudian ambil kain filter
4.4. Cuci kain filter dengan larutan deterjen sampai bersih. Sikat bagian
sudut kain filter untuk membersihkan granul-granul yang menempel,
kemudian jemur hingga kering
4.5. Bersihkan debu yang menempel pada bagian dalam dan luar mesin
dengan vaccum cleaner
4.6. Pasang kembali kain filter dan wadah penampung bersih pada mesin
sehingga mesin siap digunakan
4.7. Alirkan udara panas sesuai dengan prosedur tetap (Protap)
pengoperasian Fluid Bed Dryer
4.8. Keringkan wadah penampung dan kain filter sampai kering
4.9. Setelah prosedur pembersihan alat selesai dilakukan, tempelkan “label
alat telah dibersihkan” pada alat tersebut
5. Batas waktu pemakaian alat setelah dibersihkan yaitu sampai 3 hari. Bila lebih
dari 3 hari, alat harus dibersihkan kembali sebelum digunakan.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


44

Lampiran 6. Gambar alat Supermixer


[Sumber : www.indonetwork.co.id]

Lampiran 7. Gambar alat Fluid Bed Dryer


[Sumber : www.tradekorea.com]

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012


45

Lampiran 8. Label bersih alat di PT. Molex Ayus

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Anda mungkin juga menyukai