ANGKATAN LXXIV
ANGKATAN LXXIV
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus untuk segala berkat dan
penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Molex Ayus Jl. Raya Serang Km 11,5 Cikupa
Tangerang.
Pada kesempatan ini penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Drs. Jaka Supriyanta, Apt. selaku Plant Manajer PT Molex Ayus
Pharmaceutical sekaligus pembimbing yang telah membantu dalam
pelaksanaan dan penyusunan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT
Molex Ayus.
2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt. selaku Ketua Departemen Farmasi
FMIPA UI.
3. Bapak Dr. Harmita, Apt. selaku ketua Program Profesi Apoteker Departemen
Farmasi FMIPA Universitas Indonesia atas segala ilmu, nasihat dan
dukungan yang telah diberikan.
4. Ibu Dra. Maryati K., M.Si, Apt. selaku pembimbing dari Departemen Farmasi
FMIPA UI, yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan laporan ini.
5. Ibu Lindy Ridyawati, S.Farm, Apt. dan Ibu Ermas Diana Sari, S.Farm, Apt.
selaku pembimbing program Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT.
Molex Ayus, serta Ibu Nisa Asma Maulida, S.Farm., Apt. dan Ibu Novri,
S.Farm., Apt. selaku Pembimbing Tugas Khusus yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan.
6. Bapak Dimas Ardiansyah, S.Farm., Apt., selaku Manajer PPIC yang telah
memberikan kesempatan, membantu serta memberikan pengarahan kepada
penulis.
7. Seluruh pimpinan dan staf PT. Molex Ayus yang memberikan ilmu,
pengalaman serta bimbingan dan meluangkan waktunya untuk mengarahkan
kami selama PKPA ini berlangsung.
8. Keluarga tercinta yang telah memberikan bantuan, dukungan dan doa selama
masa Praktek Kerja Profesi Apoteker berlangsung.
iv
Penulis
vi Universitas Indonesia
1 Universitas Indonesia
1.2 Tujuan
Praktek Kerja Profesi Apoteker yang dilakukan di PT. Molex Ayus
bertujuan untuk :
1. Mengetahui gambaran umum kegiatan di industri farmasi khususnya di PT.
Molex Ayus dalam rangka penerapan prinsip-prinsip Cara Pembuatan Obat
yang Baik (CPOB).
2. Mengetahui peran dan tanggung jawab seorang apoteker dalam menjalankan
pekerjaan kefarmasian di industri farmasi, khususnya di PT. Molex Ayus.
Universitas Indonesia
3 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.1.5 Pelaporan
Dalam melaksanakan kegiatan usahanya, industri farmasi diwajibkan
menyampaikan laporan industri secara berkala. Laporan tersebut terdiri dari dua
jenis yaitu laporan industri farmasi enam bulan sekali dan laporan industri farmasi
satu tahun sekali. Pada laporan enam bulan sekali, hal-hal yang dilaporkan
meliputi jumlah dan nilai produksi setiap obat atau bahan obat yang dihasilkan.
Jangka waktu penyampaian laporan enam bulan sekali adalah tanggal 15 Januari
dan tanggal 15 Juli. Sedangkan pada laporan industri farmasi satu tahun sekali,
jangka waktu pelaporan industri farmasi tahunan ini paling lambat 15 Januari.
Kedua laporan ini dapat dilaporkan secara elektronik.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
CPOB adalah pedoman yang bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara
konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. CPOB menjadi hal yang penting sebab pada pembuatan obat,
pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial untuk menjamin bahwa
konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan secara sembaarangan
tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, atau
memulihkan atau memelihara kesehatan. CPOB mencakup seluruh aspek produksi
dan pengendalian mutu. Aspek dalam CPOB 2006 meliputi (BPOM, 2006):
Universitas Indonesia
2.2.2 Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan
sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh
sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang
sehat, terkualifikasi, berpengalaman praktis, dan dalam jumlah yang memadai
agar tugas dapat dilaksanakan dengan baik. Selain itu, semua personil harus
memahami prinsip CPOB agar produk yang dihasilkan bermutu.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
kategori personil kunci. Yang harus dipertahankan adalah semua Kepala Bagian
Produksi dan Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) atau Kepala
Bagian pengawasan Mutu harus independen satu terhadap yang lain (BPOM,
2009).
2.2.2.6 Pelatihan
Industri farmasi memberikan pelatihan bagi seluruh personil yang karena
tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan atau
laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan), dan
bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk.
Disamping pelatihan dasar mengenai CPOB, personil baru mendapat pelatihan
sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan juga diberikan
dan efektivitas penerapannya dinilai secara berkala. Program pelatihan yang
disetujui kepala bagian masing-masing harus tersedia (BPOM, 2006).
Universitas Indonesia
Desain dan tata letak dibuat sedemikian rupa agar kegiatan yang dilakukan
sesuai dengan area yang telah ditentukan. Area yang terdapat pada bangunan
meliputi area penerimaan bahan, karantina barang masuk, penyimpanan bahan
awal dan bahan pengemas, penimbangan dan penyerahan bahan atau produk,
pengolahan, pencucian peralatan, penyimpanan peralatan, penyimpanan produk
ruahan, pengemasan, karantina produk jadi sebelum memperoleh pelulusan akhir,
pengiriman produk, dan laboratorium pengawasan mutu.
2.2.4 Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat harus memiliki desain dan konstruksi
yang tepat, ukuran yang memadai, serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan
tepat agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan
untuk memudahkan pembersihan serta perawatan.
Pada prinsipnya pengadaan peralatan harus mempertimbangkan apakah
sesuai dengan penggunaan dengan produksi / pengujian obat, apakah terbuat dari
material yang memenuhi syarat dan aman dalam penggunaannya. Permukaan
peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara, atau produk jadi
tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi, atau absorbsi yang dapat mempengaruhi
identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan.
Universitas Indonesia
antara tangan operator dengan bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang
terbuka dan juga dengan bagian peralatan yang bersentuhan dengan produk.
Untuk sanitasi dan higiene bangunan dan fasilitas menggunakan rodentisida,
insektisida, agen fumigasi dan bahan sanitasi. Namun tidak boleh mencemari
peralatan, bahan wal, bahan pengemas, bahan yang sedang diproses atau produk
jadi. Peralatan yang telah digunakan dibersihkan baik bagian luar maupun bagian
dalam sesuai prosedur yang telah ditetapkan, serta dijaga dan disimpan dalam
kondisi yang bersih.
2.2.6 Produksi
Produksi dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan
dan memenuhi ketentuan CPOB yang senantiasa dapat menjamin produk obat jadi
dan memenuhi ketentuan izin pembuatan serta izin edar (registrasi) sesuai dengan
spesifikasinya (BPOM, 2006).
Selain itu, produksi sebaiknya dilakukan dan diawasi oleh personil yang
kompeten. Mutu suatu obat tidak hanya ditentukan oleh hasil analisa terhadap
produk akhir, melainkan juga oleh mutu yang dibangun selama tahapan proses
produksi sejak pemilihan bahan awal, penimbangan, proses produksi, personalia,
bangunan, peralatan, sanitasi dan hygiene sampai dengan pengemasan.
Prinsip utama produksi adalah :
a. Adanya keseragaman atau homogenitas dari bets ke bets.
b. Proses produksi dan pengemasan senantiasa menghasilkan produk yang
seidentik mungkin (dalam batas syarat mutu) baik bagi bets yang sudah
diproduksi maupun yang akan diproduksi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam produksi antara lain (BPOM, 2006):
a. Bahan Awal
Pengadaan bahan awal hanya dari pemasok yang telah disetujui dan
memenuhi spesifikasi yang relevan. Semua penerimaan, pengeluaran dan
jumlah bahan tersisa harus dicatat. Catatan personil berisi keterangan
mengenai pasokan, nomor bets / lot, tanggal penerimaan, tanggal pelulusan,
Universitas Indonesia
dan tanggal kadaluarsa. Bahan awal yang diterima personil diuji dan
dikarantina sampai disetujui dan diluluskan.
b. Pencegahan Pencemaran Silang
Tiap tahap proses, produk dan bahan personil dilindungi terhadap
pencemaran mikroba dan pencemaran lain. Resiko pencemaran silang ini
dapat timbul akibat tidak terkendalinya debu, uap, percikan atau organisme
dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada
alat dan pakaian kerja operator. Tingkat resiko pencemaran ini tergantung
dari jenis pencemar dan produk yang tercemar.
c. Sistem Penomoran Bets / Lot
Sistem yang menjelaskan secara rinci penomoran bets / lot harus tersedia
dengan tujuan untuk memastikan bahwa tiap bets / lot produk antara, produk
ruahan atau produk jadi dapat diidentifikasi. Sistem penomoran bets/lot
personil menjamin bahwa nomor bets / lot yang sama tidak dipakai berulang.
d. Penimbangan dan Penyerahan
Penimbangan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara
dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan
memerlukan dokumentasi yang lengkap. Hanya bahan awal, bahan pengemas,
produk antara dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh pengawasan
mutu dan masih belum kadaluarsa yang boleh diserahkan.
e. Pengembalian
Semua bahan awal dan bahan pengemas yang dikembalikan ke gudang
penyimpanan personil didokumentasikan dengan benar dan direkonsiliasi.
f. Pengolahan
Semua bahan yang dipakai di dalam pengolahan personil diperiksa sebelum
dipakai. Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan personil diperiksa
sebelum digunakan. Peralatan personil dinyatakan bersih secara tertulis
sebelum digunakan. Semua kegiatan pengolahan personil dilaksanakan
mengikuti prosedur yang tertulis. Tiap penyimpangan personil dilaporkan.
Semua produk antara personil diberi label yang benar dan dikarantina sampai
diluluskan oleh bagian pengawasan mutu.
Universitas Indonesia
g. Kegiatan Pengemasan
Kegiatan pengemasan berfungsi mengemas produk ruahan menjadi produk
jadi. Pengemasan personil dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat
untuk menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang dikemas.
Semua kegiatan pengemasan personil dilaksanakan sesuai dengan instruksi
yang diberikan dan menggunakan bahan pengemas yang tercantum dalam
prosedur pengemasan induk. Rincian pelaksanaan pengemasan personil
dicatat dalam catatan pengemasan bets.
h. Pengawasan Selama Proses
Pengawasan selama proses dilakukan untuk memastikan keseragaman bets
dan keutuhan obat, prosedur tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel,
pengujian atau pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses yang dari
tiap bets produk personil dilaksanakan dengan metode yang telah disetujui
oleh kepala pengawasan mutu. Selama proses pengolahan dan pengemasan
bets personil diambil sampel pada awal, tengah, dan akhir proses oleh
personil yang ditunjuk. Pengawasan selama proses personil mencakup :
a) Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk diperiksa pada
saat awal dan selama proses pengolahan atau pengemasan.
b) Kemasan akhir diperiksa selama proses pengemasan dengan selang
waktu yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan spesifikasi
dan memastikan semua komponen sesuai dengan yang ditetapkan dalam
prosedur pengemasan induk.
i. Karantina Produk Jadi
Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum
penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan
untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat personil dilaksanakan
untuk memastikan produk dan catatan pengolahan bets memenuhi semua
spesifikasi yang ditentukan.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
inspeksi diri. Inspeksi diri dapat dilakukan sendiri oleh pihak perusahaan dengan
membentuk suatu tim atau oleh konsultan yang independen dari luar perusahaan.
Inspeksi diri mencakup semua bagian yaitu pemastian mutu, produksi,
pengawasan mutu, teknik dan gudang (termasuk gudang obat jadi, Bahan baku,
dan bahan pengemas) (BPOM, 2009).
Inspeksi diri dilakukan secara rutin dan disamping itu pada situasi khusus,
misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan
berulang. Inspeksi diri dapat dilakukan oleh tiap bagian sesuai dengan kebutuhan
pabrik namun inspeksi diri yang dilakukan secara menyeluruh dilaksanakan
minimal satu kali dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri tertulis dalam prosedur
tetap inspeksi diri (BPOM, 2009).
Laporan inspeksi diri dibuat setelah inspeksi diri selesai dilaksanakan.
Laporan inspeksi mencakup hasil inspeksi diri, evaluasi serta kesimpulan, dan
saran tindakan perbaikan. Selanjutnya dapat dilakukan evaluasi terhadap laporan
inspeksi dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.
Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri.
Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari system
manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu
umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang
dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan.
Universitas Indonesia
Efek samping dan cacat kualitas yang kritis dapat mengakibatkan penarikan obat
atau penghentian peredaran obat.
Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu
atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari peredaran. Penarikan
kembali produk dilakukan jika ditemukan produk yang cacat mutu atau jika ada
laporan mengenai reaksi merugikan yang serius serta berisiko terhadap kesehatan.
Penarikan kembali produk dapat berakibat penundaan atau penghentian
pembuatan obat tersebut. Produk yang ditarik kembali diberi identifikasi dan
disimpan terpisah di area yang aman sementara menunggu keputusan terhadap
produk tersebut (BPOM, 2009).
Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, kemudian
dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, daluwarsa,
atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang menimbulkan
keraguan akan identitas, mutu, jumlah, dan keamanan obat yang bersangkutan.
Penanganan produk kembalian dan tindak lanjutnya didokumentasikan dan
dilaporkan. Bila produk harus dimusnahkan, dokumentasi mencakup berita acara
pemusnahan yang diberi tanggal dan ditandatangani oleh personil yang
melaksanakan dan saksi (BPOM, 2009).
2.2.10 Dokumentasi
Dokumentasi pembuatan obat adalah bagian dari sistem informasi
manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari
pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan
bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci
sehingga memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya
timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Keterbacaan dokumen
sangat penting (BPOM, 2006).
Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi
produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen
ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. Prosedur berisi cara untuk
melaksanakan operasi tertentu, misalnya pembersihan, berpakaian, pengendalian
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
b. Kualifikasi Instalasi
Kualifikasi instalasi dilakukan terhadap fasilitas sistem dan peralatan baru
atau yang dimodifikasi. Cakupan kualifikasi instalasi meliputi beberapa hal.
Pertama instalasi peralatan, pipa, sarana penunjang, instrumentasi disesuaikan
dengan spesifikasi dan gambar teknik yang didesain. ke da namun tidak terbatas.
Kedua pengumpulan dan penyusunan dokumen pengoprasian dan perawatan
peralatan dari pemasok. Ketiga ketentuan dan persyaratan kalibrasi. Keempat,
verifikasi bahan konstruksi. Namun, cakupan kualifikasi instalasi tidak hanya
terbatas pada hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya.
c. Kualifikasi Operasional
Kualifikasi operasional dilakukan setelah kualifikasi instalasi selesai
dilaksanakan, dikaji dan disetujui. Cakupan kualifikasi operasional meliputi
beberapa hal. Pertama pengujian yang perlu dilakukan berdasarkan pengetahuan
tentang proses, sisitem dan peralatan. Kedua pengujian yang meliputi satu atau
beberapa kondisi yang mencakup batas operasional atas dan bawah sering dikenal
sebagai kondisi terburuk (worst case). Namun, cakupan kualifikasi operasional
tidak hanya terbatas pada hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya.
d. Kualifikasi Kinerja
Kualifikasi kinerja dilakukan setelah kualifikasi operasional selesai
dilaksanakan, dikaji dan disetujui. Cakupan kualifikasi kinerja meliputi beberapa
hal. Pertama, pengujian dengan menggunakan bahan baku, bahan pengganti, yang
memenuhi spesifikasi atau produk simulasi yang dilakukan berdasarkan
pengetahuan tentang proses, fasilitas, sistem, dan peralatan. Kedua, uji yang
meliputi satu atau beberapa kondisi yang mencakup batas operasional atas dan
bawah (worst case). Namun, cakupan kualifikasi operasional tidak hanya terbatas
pada hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya.
Universitas Indonesia
b. Validasi Pembersihan
Validasi pembersihan dilakukan untuk konfirmasi efektifitas prosedur
pembersihan. Penentuan batas kandungan residu suatu produk, bahan pembersih
dan pencemaran mikroba, secara rasional, didasarkan pada bahan yang terkait
dengan proses pembersihan. Batas tersebut dapat dicapai dan diverifikasi.
Universitas Indonesia
c. Validasi Ulang
Secara berkala fasilitas, sistem, peralatan, dan proses (termasuk proses
pembersihan) dievaluasi untuk konfirmasi bahwa validasi masih absah. Jika tidak
ada perubahan yang signifikan dalam status validasinya, kajian ulang data yang
menunjukkan bahwa fasilitas, sistem, peralatan, dan proses memenuhi persyaratan
untuk validasi ulang.
Universitas Indonesia
yang telah ditetapkan dalam memproduksi obat serta menjamin bahwa obat-obat yang
diproduksi oleh PT. Molex Ayus sesuai dengan CPOB dan mempunyai standar mutu
yang dapat di pertanggung jawab kan. Pada struktur organisasi PT. Molex Ayus
menurut divisi pabrik, masing-masing manajer membawahi beberapa supervisor.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
c. Distribusi
Distribusi produk PT. Molex Ayus ditangani oleh PT. Kebayoran Pharma, PT.
Mensa Bina Sukses, PT. Merapi Utama Pharma, PT. Multi Husada, dan PT. Charisma
Metco.
d. Pemasaran
PT. Molex Ayus saat ini adalah perusahaan farmasi yang sedang berkembang.
Pertumbuhan ekonomi perusahaan dinilai cukup memuaskan. Hal ini tercapai berkat
dukungan tim pemasaran serta pihak-pihak yang terkait. Tim pemasaran adalah
komponen sumber daya manusia yang vital bagi perusahaan. Oleh karena itu, PT.
Molex Ayus selalu melakukan upaya peningkatan kualitas SDM melalui berbagai
kegiatan pelatihan. Pemasaran dan promosi produk dilakukan oleh Tim Pemasaran
melalui pendekatan (detailing) langsung oleh Medical Sales Representative kepada
customer. Tim Pemasaran PT. Molex Ayus berjumlah kurang lebih 288 Medical
Representative dan 54 Supervisor tersebar di 28 Kota di Indonesia, yaitu di Aceh,
Medan, Pekanbaru, Jambi, Padang, Palembang, Lampung, Batam, Jakarta, Bogor,
Tangerang, Bekasi, Cirebon, Semarang, Solo, Yogyakarta, Jambi, Padang,
Palembang, Bandung, Jember, Malang, Denpasar, Pontianak, Banjarmasin,
Balikpapan, Samarinda, Manado, Makasar, dan Irian Jaya. Peningkatan efektivitas
dan efisiensi pemasaran dilakukan melalui proses analisa pasar dan penjualan oleh
tim pemasaran bersama distributor. Pengembangan marketing information system
dilakukan sebagai upaya untuk mencapai hasil penjualan yang optimal. Sistem ini
Universitas Indonesia
membantu integrasi informasi penjualan antara tim pemasaran pusat dengan cabang
serta distributor.
Universitas Indonesia
Selain kedua jenis sertifikat CPOB tersebut, pada tanggal 14 Oktober 2005
PT. Molex Ayus juga telah memperoleh sertifikat untuk produksi alat kesehatan, yaitu
dengan No. YF.05.02.V.B.SK.1091 yang mencakup :
a. Peralatan rumah sakit dan perorangan (kasa steril, perban, dan plester)
b. Peralatan obstetrik dan ginekologi (jeli lubrikan cairan USG dan EKG)
Obat-obatan yang diproduksi oleh PT. Molex Ayus meliputi antibiotik,
analgesik, antipiretik, antihistamin, antitusif, antidiare, obat batuk, anti rematik, obat
luka, obat kumur, alkohol, serta vitamin baik untuk anak-anak maupun dewasa.
Hingga tahun 2011, produk yang dihasilkan oleh PT. Molex Ayus berjumlah 127
produk obat jadi dan 5 produk alat kesehatan. Produk obat jadi tersebut meliputi obat
ethical, obat bebas, suplemen, dan obat tradisional dengan berbagai bentuk sediaan,
seperti sirup, suspensi, krim, tablet, kaplet, kapsul, dan cairan obat luar. PT Molex
Ayus juga memiliki beberapa Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), seperti
alkohol dan etanol.
Universitas Indonesia
Sistem alur bahan kemas di gudang bahan kemas dilakukan sebagai berikut:
a. Penerimaan bahan kemas dari supplier
Penerimaan bahan kemas yang dibawa supplier dengan dokumen pengiriman
barang atau Delivery Order (DO), kemudian diperiksa kesesuaian antara barang
yang dipesan dengan barang yang diterima. Apabila semuanya sesuai dengan
permintaan, barang disimpan dalam gudang karantina.
b. Membuat Laporan Barang Datang (LBD)
LBD ditujukan ke Departemen Pengawasan Mutu, kemudian bagian pengawasan
mutu mengambil contoh bahan kemas untuk diperiksa kelayakannya. Apabila
hasilnya memenuhi persyaratan, wadah tempat bahan kemas diberi label
diluluskan. Apabila ditolak (bahan kemas tidak memenuhi syarat), bahan kemas
tersebut dikembalikan ke supplier (sesuai perjanjian) atau dimusnahkan.
c. Bahan kemas yang telah diluluskanoleh bagian pengawasan mutu dipindahkan
dari gudang karantina untuk disimpan ke gudang bahan kemas dan dicatat dalam
kartu stok gudang.
d. Pemakaian bahan kemas disesuaikan dengan waktu kedatangan bahan kemas.
Bahan kemas yang masuk ke gudang lebih awal akan dipakai terlebih dahulu
(sistem FIFO).
e. Staf gudang bahan kemas mengeluarkan bahan kemas sesuai dengan yang
tercantum dalam Form Permintaan Bahan Kemas (dibuat oleh bagian
pengemasan berkoordinasi dengan bagian PPIC), kemudian dicatat dalam kartu
stok.
f. Mengadakan stock opname bahan kemas untuk menjamin kesesuaian antara kartu
stok dengan stok aktual.
g. Membuat laporan bulanan stok bahan kemas yang ditujukan ke bagian
purchasing, keuangan (rangkap dua), manajer produksi, dan PPIC.
h. Menjaga ketertiban, kerapihan, dan kebersihan area gudang bahan kemas, serta
merawat alat-alat kerja.
Universitas Indonesia
Sistem penerimaan obat jadi di gudang obat jadi dilakukan sebagai berikut:
a. Bagian gudang obat jadi menerima obat jadi dari bagian pengemasan disertai
Bon Penyerahan Hasil Produksi (rangkap dua) yang diparaf oleh Supervisor
Pengemasan dan Supervisor Gudang. Jumlah obat jadi yang diterima disesuaikan
dengan bon.
b. Obatjadi tersebut dimasukkan ke gudang obat jadi untuk disimpan dalam area
karantina obat jadi.
c. Bagian gudang obat jadi membuat Bon Retensi Sampel ke bagian pengawasan
mutu (rangkap dua) yang ditandatangani oleh Supervisor Gudang dan Supervisor
Pengawasan Mutu, disertai sampel produk.
d. Setelah obat jadi dinyatakan diluluskan oleh bagian pengawasan mutu, barang
tersebut baru dapat dikirimkan kepada konsumen melalui distributor. Adapun
distributor PT. Molex Ayus antara lain PT. Mensa Bina Sukses, PT. Merapi
Utama Pharma, PT. Multi Husada Farma, PT. Arinda, PT. Kebayoran Pharma,
dan PT. Charisma Metco.
e. Pengiriman barang masuk tersebut dicatat ke kartu stok.
f. Mengadakan stock opname obat jadi untuk menjamin kesesuaian di kartu stok
dengan stok aktual.
g. Membuat laporan bulanan stok obat jadi yang ditujukan ke bagian purchasing,
keuangan (rangkap dua), manajer produksi, dan PPIC.
h. Menjaga ketertiban, kerapihan, dan kebersihan area gudang obat jadi, serta
merawat alat-alat kerja.
Universitas Indonesia
Alur proses pengembangan produk baru (me too product atau obat copy)
adalah sebagai berikut :
a. Bagian marketing melakukan analisa pasar yaitu produk apa saja yang sedang
digemari atau menjadi tren di pasaran
b. Bagian marketing mengadakan meeting dengan bagian Business Development
kemudian bagian Business Development menentukan harga, merencanakan target
Universitas Indonesia
pasar, memperkirakan apakah produk tersebut akan bertahan lama atau tidak, dan
lain-lain
c. Bagian R&D melakukan trial. Mula-mula, bagian R&D bekerja sama dengan
bagian PPIC melakukan pencarian dan pemilihan bahan baku dari berbagai
supplier. Contoh bahan baku yang dikirimkan oleh supplier dapat digunakan
untuk melakukan trial pada skala kecil sehingga diperoleh pemerian dan sifat-
sifat produk. Selanjutnya, dilakukan trial skala menengah dengan
membandingkan beberapa formula. Setelah diperoleh formula yang sesuai,
dilakukan trial skala besar (skala pilot) menggunakan mesin produksi dengan
komposisi ± 10% dari bets sebenarnya.
d. Produk melalui proses registrasi hingga memperoleh nomor registrasi atau nomor
izin edar. Waktu yang diperlukan mulai dari penemuan produk baru sampai
dengan registrasi adalah ± 1-2 tahun (termasuk di dalamnya proses trial selama 6
bulan).
e. Produksi
Pada produksi skala komersial, 3 bets pertama dari produk baru yang diproduksi
tersebut berada di bawah pengawasan R&D. Tiga bets awal masih dalam
pengawasan R&D dengan tujuan untuk memastikan bahwa produk dapat
diproduksi sesuai dengan Master batchnya. Jika selama 3 bets tersebut tidak
ditemukan masalah, tanggung jawab pengolahan produk diserahkan kepada
bagian produksi.
f. Produk dipasarkan oleh bagian marketing
3. Uji stabilitas
Terdapat 2 macam uji stabilitas, yaitu :
a. Uji stabilitas dipercepat
Uji ini dilakukan pada suhu 40°± 2°C dengan kelembaban relatif 75% ± 5%
selama 6 bulan
b. Uji stabilitas jangka panjang
Uji ini dilakukan pada suhu 30°± 2°C dengan kelembaban relatif 75% ± 5%
4. Packaging development
Bagian R&D bertanggung jawab dalam menentukan jenis pengemas dan
desain kemasan produk. Desain kemasan produk harus mendapat persetujuan dari
bagian pemasaran agar sesuai dengan selera pasar.
5. Dokumentasi
Bagian R&D juga membuat dokumen produksi induk (sebagai acuan untuk
membuat Master batch) dan catatan pengolahan bets atau Master batch yang berisi
prosedur lengkap mulai dari penimbangan sampai dengan pengemasan (dibuat setelah
membuat dokumen produksi induk), kemudian bagian QA mendistribusikan Master
batch tersebut ke bagian PPIC yang mengatur seluruh proses produksinya. Besarnya
jumlah bets harus ditetapkan di awal karena jika ada perubahan maka harus
diregistrasi ulang.
Universitas Indonesia
b. Supervisor Produksi I, yang menangani produksi sediaan solid mulai dari proses
granulasi sampai pencampuran akhiryang menghasilkan produk siap cetak
(produk antara)
c. Supervisor Produksi II, yang menangani pencetakan, pengemasan primer
(stripping), pengisian kapsul, dan coating (penyalutan)
d. Supervisor Produksi III, yang menangani sediaan semisolid dan likuid
Manager Produksi II menangani mulai dari pengemasan sekunder sampai
produk keluar dari gudang obat jadi, dan membawahi :
a. Supervisor pengemasan
b. Supervisor PKRT, yang menangani pengemasan sekunder produkrivanol dan
alkohol 70%
Secara garis besar, PT. Molex Ayus memiliki unit-unit produksi, yaitu
soliddan likuid. Proses produksi sediaan solid berupa tablet dan kaplet secara umum
dibuat dengan menggunakan tiga metode, yaitu granulasi basah, granulasi kering, dan
cetak langsung. Di PT. Molex Ayus, pembuatan tablet dan kaplet secara umum
menggunakan metode granulasi basah dan cetak langsung.
Produksi I
1). Granulasi basah
Tahap-tahap pembuatan sediaan solid dengan metode granulasi basah adalah
sebagai berikut :
a. Penimbangan bahan aktif dan bahan pembantu
b. Zat aktif + pengisi dicampur dengan alat super mixer 1.500 rpm, dan waktu
pelaksanaan disesuaikan dengan prosedur pembuatan tiap-tiap produk
c. Granulasi basah
Pada proses granulasi basah, massa hasil pencampuran ditambah dengan larutan
pengikat (misalnya mucilago), kemudian dimasukkan ke dalam granulator hingga
terbentuk massa granul yang dapat dikepal. Selanjutnya, dilakukan pengayakan.
Universitas Indonesia
Produksi II
1). Pencetakan tablet/kaplet, menggunakan alat Fette, Rimex, Manesty Express,
Cadmach yang seluruhnya berjumlah 9 alat.
2). Penyalutan
Tersedia 2 mesin penyalutan dengan kapasitas besar dan kapasitas kecil. Alat
Dong Fang dengan kapasitas besar 100 kg, memiliki 2 corong. Corong yang satu
digunakan untuk menyedot debu, sedangkan yang lainnya untuk mengalirkan udara
panas.Alat diatur dengan udara panas yang masuk bersuhu 100 °C dan udara panas
yang keluar 800C, suhu tablet 45-46°C. Dibawah 45°C, hasil penyalutan tidak bagus.
Proses penyalutan berlangsung sesuai dengan jenis produk yang disalut. Pada alat
Dong Fang, terdapat 3 selang, yaitu selang angin panas, selang angin dingin, dan
selang larutan penyalut. Selang tersebut dihubungkan dengan alat spray gun yang
terdapat didalam alat dan spray pump untuk memompa larutan. Untuk alat kapasitas
kecil (50 kg), setiap 15 menit operator melakukan pengecekan terhadap suhu tablet
dan bobot tablet.
Universitas Indonesia
Produksi III
Produksi III terdiri dari sediaan likuid dan semisolid.Produksi likuid terdiri dari :
a. Obat luar
Obat luar terdiri dari dua produk, yaitu alkohol dan non alkohol. Contoh produk
alkohol, yaitu alkohol 70% sedangkan contoh produk non alkohol adalah rivanol
dan obat kumur.
b. Obat dalam
Contoh produk obat dalam adalah sirup, suspensi oral, dan elixir. Proses
produksi likuid dilakukan dengan cara penimbangan bahan aktif dan bahan
pembantu; pembuatan larutan; pencampuran akhir; filling (pengemasan primer);
dan pengemasan sekunder.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
ruahan. Di samping itu, dilakukan pula beberapa pemeriksaan tidak rutin seperti uji
stabilitas, pemeriksaan sampel air dan limbah secara kimia, penanganan sampel
pertinggal (retained sample), dan validasi metode analisis.
Retained sample atau sampel pertinggal disimpan pada temperatur kamar
dibawah tanggung jawab bagian pemastian mutu (QA) dan pengawasan mutu (QC).
Retained sample (contoh pertinggal) adalah contoh produk lengkap dengan kemasan
atau bahan baku yang disimpan oleh pabrik selama jangka waktu tertentu sebagai
rujukan apabila terjadi keluhan setelah produk dipasarkan. Contoh pertinggal dari
setiap betsproduk yang diluluskan harus disimpan selama n+1 tahun (n=batas
kadaluarsa produk). Jumlah contoh pertinggal dari setiap bets harus mencukupi dua
kali pengujian sediaan lengkap dan disimpan di ruang contoh pertinggal sesuai
dengan suhu penyimpanan yang disebutkan dalam kemasan produk.
Analisis bahan baku secara kimia dilakukan berdasarkan spesifikasi yang
ditetapkan oleh PT. Molex Ayus berdasarkan kompendium resmi. Laboratorium
mikrobiologi bertugas melakukan pemeriksaan sampel air dan limbah secara
mikrobiologi, analisis jumlah mikroba pada sediaan semisolid dan likuid, serta
pemeriksaan jumlah mikroba dalam ruangan produksi untuk kualifikasi sistem tata
udara (HVAC).Bagian pengawasan mutu bertanggung jawab untuk memastikan :
a. Bahan baku untuk produksi obat memenuhi spesifikasi yang ditetapkan untuk
pemerian, identitas, kekuatan (kadar), kemurnian, kualitas, dan keamanannya.
b. Bahan kemas untuk produksi obat memenuhi spesifikasi yang ditetapkan untuk
identitas fisik; kesesuaian keterangan pada kemasan seperti tanggal daluarsa,
HET, dan nomor bets; serta ukuran, ketebalan, dan bobot bahan kemas.
c. Semua pengawasan selama proses (IPC) dan pemeriksaan laboratoriumterhadap
suatu bets obat telah dilaksanakan dan bets tersebut memenuhi spesifikasi yang
ditetapkan sebelum didistribusikan.
d. Suatu bets obat memenuhi persyaratan mutu selama waktu peredaran yang
ditetapkan.
Universitas Indonesia
e. Menetapkan label diluluskan atau ditolak terhadap bahan baku, bahan kemas,
produk antara, produk ruahan, dan obat jadi sesuai dengan spesifikasi yang telah
ditetapkan.
f. Melakukan analisis rutin dan non rutin, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
g. Membuat dokumentasi yang berhubungan dengan analisis bahan baku, bahan
kemas, produk antara, dan produk ruahan.
Bagian pengawasan mutu memiliki wewenang untuk memberikan keputusan
akhir untuk meluluskan atau menolak berdasarkan mutu bahan baku produk obat
ataupun hal lain yang mempengaruhi obat.Pemeriksaan yang dilakukan terhadap
produk antara dan produk ruahan meliputi :
a. Produk ruahan sirup
Pemeriksaan produk ruahan sirup yaitu pemerian; pemeriksaan fisika, penetapan
pH dan bobot jenis; penetapan kualitatif (identifikasi); dan penetapan kuantitatif
berupa penetapan kadar.
b. Produk ruahan krim
Pemeriksaan produk ruahan krim yaitu pemerian; pemeriksaan fisika; penetapan
pH dan bobot jenis; penetapan kualitatif (identifikasi); penetapan kuantitatif
berupa penetapan kadar; dan uji batas mikroba.
c. Produk ruahan tablet
Pemeriksaan produk ruahan tablet yaitu pemerian; pengujian bobot, ketebalan,
kerenyahan, waktu hancur, dan kekerasan; penetapan kualitatif (identifikasi);
penetapan kuantitatif berupa penetapan kadar; dan uji disolusi.
Alur pemeriksaan bahan baku oleh bagian pengawasan mutu adalah sebagai
berikut :
a. Bahan baku yang datang diterima oleh bagian gudang.
b. Bagian gudang menyerahkan Laporan Barang Datang (LBD), Daftar Periksa
Penerimaan Barang, dan Sertifikat Analisa kepada bagian pengawasan mutu.
c. Bagian pengawasan mutu mencatat bahan tersebut dalam buku besar dan
memberikan nomor analisa pada bahan tersebut.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
penarikan kembali (berasal dari distributor, rumah sakit, klinik, dan apotek) atau
produk kembalian oleh sebab lain, antara lain tidak sampai ke distributor karena
gangguan di perjalanan. Penarikan kembali obat disebabkan oleh :
a. Masalah keabsahan maupun salah kirim
b. Cacat kualitas
Cacat kualitas dari segi estetika tidak membahayakan pemakai, tetapi perlu
ditarik dari peredaran, seperti kerusakan label atau kemasan, dan pemasangan
tutup botol yang tidak sempurna. Cacat kualitas dari segi teknik produksi dapat
menimbulkan resiko yang merugikan konsumen, seperti salah isi, salah kadar,
dan salah label.
c. Reaksi merugikan dari obat
Reaksi merugikan dari obat yang menimbulkan resiko terhadapkeselamatan
konsumen atau terjadi peningkatan frekuensi efek samping obat yang dikeluhkan
oleh perorangan atau suatu lembaga.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Program inspeksi diri di PT. Molex Ayus terus dilaksanakan untuk menilai
seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu agar selalu memenuhi pedoman
CPOB. Inspeksi diri dilakukan melalui Internal Quality Audit (IQA) yang dilakukan
setiap enam bulan dan bertujuan untuk menilai seluruh kegiatan produksi yang
berlangsung agar senantiasa memenuhi CPOB. IQA merupakan tanggung jawab
bagian Quality System dari QA dan biasanya dilaksanakan melalui pembentukan tim
inspeksi diri yang telah diseleksi. Inspeksi diri di PT. Molex Ayus terdiri dari
beberapa jenis yaitu :
a. Inspeksi diri yang dilakukan per tahun dengan membentuk tim inspeksi dan
mencakup pelaksanaan CPOB di PT. Molex Ayus secara menyeluruh
b. Inspeksi supplier, baik supplier bahan baku maupun bahan kemas yang biasanya
dilakukan setiap bulan untuk 3 supplier
c. Inspeksi distributor, yang meliputi cara distribusi dan penyimpanan obat dari
pabrik kepada konsumen
d. Audit diri, yaitu audit mutu internal yang dilakukan oleh inspektor CPOB secara
rutin, dapat dilakukan setiap hari atau setiap minggu
3.8.7. Registrasi
Registrasi adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk mendapatkan
nomor izin edar. Izin edar merupakan bentuk persetujuan registrasi obat untuk dapat
diedarkan di suatu wilayah (negara) tertentu. Proses registrasi obat di Indonesia,
diajukan oleh pendaftar (industri farmasi/PBF) kepada Kepala Badan POM dengan
melampirkan data-data mengenai komposisi produk, proses pembuatan, metode
analisa, desain kemasan, data stabilitas, referensi, dan data farmakologi obat. Tugas
Universitas Indonesia
Pencemaran udara yang diakibatkan oleh kegiatan pabrik dapat berupa debu dari
proses produksi, uap asam yang berasal dari laboratorium, asap genset (pada saat
genset dioperasikan) dan uap air panas dari boiler. Untuk menangani debu yang
berasal dari proses produksi yaitu dengan cara dihisap oleh dust collector, sebuah alat
yang terdiri dari selang-selang seperti belalai untuk menghisap debu. Selanjutnya
debu yang terkumpul dari kedua proses tersebutakan diolah sebagai limbah padat.
Universitas Indonesia
bagian produksi selanjutnya dialirkan ke bak limbah cair atau IPAL (Instalasi
Pengolahan Air Limbah).
b. Non Bahan berbahaya
Limbah non bahan berbahaya berasal dari air hujan, kamar mandi dan air cucian
rumah tangga yang selanjutnya langsung dialirkan ke pembuangan umum (di luar
IPAL).
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) memiliki cara kerja yang terdiri dari
beberapa tahap dengan melibatkan beberapa bak sebagai berikut :
a. Bak Penampung Limbah Beta Laktam
Bak ini berfungsi sebagai penampungan hasil pencucian alat produksi beta latam.
Limbah beta laktam selanjutnya didekstruksi dengan penambahan NaOH. Hasil
dekstruksi dialirkan ke bak netralisasi beta laktam.
b. Bak Netralisasi Limbah Beta Laktam
Pada bak ini limbah beta laktam dinetralkan dengan HCl sampai pH netral yaitu 6-7.
c. Bak Penampung Beta Laktam dan Non Beta Laktam
Bak ini berfungsi untuk menampung hasil netralisasi limbah beta laktam kemudian
dicampur dengan limbah non beta laktam sampai volume mencapai ±2/3 volume
bak. Kemudian campuran ini dipindahkan ke bak oil trap
d. Bak oil trap
Pada tahap ini limbah didiamkan selama satu hari kemudian diambil lapisan
minyaknya dan dibuang ke bak filter pasir. Hasil saringan yang didapatkan
dialirkan ke bak netralisasi dan limbah yang sudah tidak mengandung minyak
dialirkan ke bak netralisasi
e. Bak netralisasi
Selanjutnya limbah dinetralkan dengan penambahan HCl jika bersifat basa dan
ditambahkan NaOH jika bersifat asam.Dilakukan pengecekan pH dengan
menggunakan pH universal ataupH elektrik sampai tercapai pH 6-8.
Universitas Indonesia
f. Bak Equalisasi
Untuk meratakan konsentrasi dan debit agar air limbah dapat diolah dengan debit
dan konsentrasi yang sama. Bak equalisasi dilengkapi dengan pompa transfer
berikut alat kontrol pompa. Bak ini sudah ditambahkan udara dari kompresor
untuk membantu proses aerasi.
g. Bak aerasi I,II, dan III
Dalam bak ini air limbah diaerasi yaitu dengan jalan meniupkan udara dengan
menggunakan mesin aerator dengan tujuan untuk menurunkan parameter dan
mencegah timbulnya bau terutama yang disebabkan NH3N dan N-Total melalui
penambahan udara (oksigen) dan penguraian oleh mikroorganisme. Adapun
bakteri yang dipakai untuk menurunkan kelebihan NH3N dan N-Total
dikembangbiakkan jenis spesies Nitrobakter sp sebesar 30% dari jumlah kapasitas
air limbah yaitu 1,5 m3.
h. Bak Sedimentasi
Air limbah dari bak aerasi dialirkan ke bak sedimentasi untuk mengendapkan
lumpur biologi dan juga berfungsi untuk mengembalikan sebagian lumpur dalam
jumlah yang cukup pada bak aerasi, sampai derajat pengolahan yang diperlukan
dalam waktu yang tidak ditentukan. Pada bak ini diharapkan partikel-partikel
mengendap mengalir secara horizontal bergerak dengan kecepatan aliran yang
sama dan konstan pada setiap titik sehingga memungkinkan partikel-partikel
bergerak ke bawah atau mengendap secara gravitasi.
i. Bak Stabilisasi atau Bak Kontrol
Air limbah yang sudah bersih setelah mengalami proses pengendapan kemudian
dialirkan menggunakan over flow ke bak stabilisasi yang berfungsi sebagai bak
kontrol. Disini dilakukan pengolahan secara alami dengan pemanfaatan
aquaculture yaitu pembudidayaan tanaman dan ikan, kemudian air limbah
dialirkan ke saluran umum melalui saluran outlet yang dilengkapi dengan flow
meter.
Universitas Indonesia
tangki dan dilakukan proses looping dengan pemanasan pada suhu 50o C.
Purified Water digunakan untuk bahan baku produk liquid dan untuk pembilasan
peralatan produksi yang bersentuhan langsung dengan produk. jika dibutuhkan
untuk proses produksi, Purified Water dialirkan menuju ruang produksi.
Purified Water yang digunakan harus memenuhi spesifikasi sebagai berikut:
1. Konduktivitas < 1,3 μS
2. pH ± 5-7
3. TOC (Total Organic Carbon) < 500 ppm
4. Mikroba < 100 cfu
5. Negatif E.coli, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphylococcus aureus.
blower. Motor ini berfungsi untuk mengubah energi listrik menjadi energi gerak.
Energi gerak inilah yang kemudian disalurkan ke kisi-kisi penggerak udara
hingga kemudian dapat menggerakkan udara. Blower ini dapat diatur agar selalu
menghasilkan frekuensi perputaran udara yang tetap, hingga akan menghasilkan
selalu output udara dengan debit yang tetap. Dengan adanya debit udara yang
tetaptersebut maka takanan dan pola aliran udara yang masuk ke dalam ruang
produksi dapat dikontrol.
3. Filter.Filter merupakan bagian dari AHU yang berfungsi untuk mengendalikan
dan mengontrol jumlah partikel dan mikroorganisme(partikelasing) yang
mengkontaminasi udara yang masuk kedalam ruang produksi. Filter yang
digunakan untuk AHU dibagi menjadi beberapajenis/tipe tergantung efisiensinya,
yaitupre-filter (efisiensi penyaringan: 35%);medium filter (efisiensi penyaringan
95%);High EfficiencyParticulate Air (HEPA) filter (efisiensi
penyaringan:99,997%).
4. Ducting. Ducting adalah bagian dari AHU yang berfungsi sebagai
salurantertutup tempat mengalirnya udara. Secara umum, ducting merupakan
sebuah sistem saluran udara tertutup yang menghubungkan blowerdenganruang
produksi, yang terdiri dari saluran udara yang masuk dan saluranudara yang
keluar dari ruangan produksi dan masuk kembali ke AHU.
5. Dumper. Dumper adalah bagian dari ducting AHU yang berfungsi
untukmengatur jumlah (debit) udara yang dipindahkan ke
dalamruanganproduksi.Besar kecilnya debit udara yang dipindahkan dapat diatur
sesuai dengan pengaturan tertentu pada dumper. Hal ini sangat berguna terutama
untuk mengatur besarnya debit udara yang sesuai dengan ukuran ruangan yang
akan menerima distribusi udara tersebut.
Peralatan AHU yang terdapat di PT. Molex Ayus harus dikelola dan
dipastikan berjalan sebagaimana mestinya. Pertukaran udara di ruang produksi adalah
5-20 kali per jam dengan efisiensi saringan udara 90-95% terhadap partikel 100.000
per m3 dengan filter awal 30-40%. Suhu di ruangan produksi adalah 20-28ºC dan
Universitas Indonesia
kelembaban nisbi (RH) 45-75% serta tekanan minimum 10 Pascal. Dengan demikian
ruang produksi di PT. Molex Ayus sesuai dengan persyaratan CPOB.
Berdasarkan peraturan CPOB, AHU dibagi menjadi dua jenis yaitu closed
system (fresh air maksimum 20%) dan open system (fresh air maksimum 100%). PT.
Molex Ayus menggunakanclosed system yang dilengkapi dengan HEPA filter
(efisiensi minimum 99,995%) yang bertujuan untuk mencegah kontaminasi silang.
Closed system mempunyai keuntungan energi yang dipakai lebih sedikit, tetapi
mempunyai kerugian yaitu debu yang dihasilkan banyak sehingga filternya cepat
diganti. Untuk mencegah hal tersebut, PT. Molex Ayus tetap menggunakan medium
filter dengan tujuan agar kerja HEPA filter tidak terlalu berat dan lebih tahan lama
digunakan.
Universitas Indonesia
PT. Molex Ayus merupakan salah satu industri PMDN (Penanaman Modal
Dalam Negeri) di Indonesia yang bergerak di bidang farmasi. PT. Molex Ayus selalu
berusaha untuk menerapkan segala aspek CPOB dalam proses pembuatan suatu
produk. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan visi perusahaan dan memajukan
kualitas serta mutu produk yang dihasilkan.
Bagi industri farmasi, pedoman CPOB merupakan petunjuk dan contoh dalam
menerapkan cara pembuatan obat yang baik. CPOB mencakup seluruh aspek
produksidan pengendalian mutu. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh
sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang
bermututinggi. Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang
digunakan untuk menyelamatkan jiwa, memulihkan atau memelihara kesehatan.
Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian,
tetapi yang lebih penting adalah mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu
obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi, dan
pengendalian mutu, bangunan, peralatan yangdipakai dan personil yang terlibat.
Di sisi lain, bagi pemerintah CPOB merupakan upaya untuk meningkatkan
mutu produk farmasi dan memberikan perlindungan terhadap masyarakat. Adapun
tujuan lain dari pemerintah dalam menerapkan CPOB yaitu meningkatkan
kemampuan industri farmasi Indonesia agar lebih kompetitif baik secara domestik
maupun internasional sehingga siap menghadapi globalisasi pasar farmasi.
Aspek-aspek CPOB yang harus diterapkan di Industri farmasi adalah aspek
manajemen mutu; personalia; bangunan dan fasilitas; peralatan; sanitasi dan higiene;
produksi; pengawasan mutu; inspeksi diri dan audit mutu; penanganan keluhan
terhadap produk, penarikan kembali produk dan produkkembalian; dokumentasi;
pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak; serta kualifikasi dan validasi.
64 Universitas Indonesia
1. Manajemen Mutu
PT. Molex Ayus menerapkan manajemen mutu yang tercermin dalam visi dan
misi yang diterapkan melalui fungsi pengawasan mutu, Inspektor CPOB, dan
pemastian mutu yang independen.Ketiga fungsi tersebut berada di bawah departemen
Quality Management Representative (QMR) yang bertanggung jawab terhadap mutu.
Semua bagian tersebut telah didukung dengan sarana prasarana yang cukup memadai,
personil yang terlatih serta proses dan prosedur yang memenuhi persyaratan.
Pemastian mutu dari PT. Molex Ayus telah berusaha melakukan tugasnya yaitu
menjamin mutu atau kualitas obat sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang
dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Untuk
pengkajian mutu produk, bagian pemastian mutu PT. Molex Ayus membuat
Pengkajian Produk Tahunan yang membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari
spesifikasi bahan awal, bahan pengemas, dan obat jadi.
2. Personalia
PT. Molex Ayus telah menerapkan CPOB dalam hal personalia yang
mencakup struktur organisasi, kualifikasi personil, serta pelatihan untuk seluruh
karyawan, dimulai dari seleksi awal terhadap karyawan yang akan bekerja yang
meliputi penilaian fisik, mental, serta keterampilan dan pengetahuan; jumlah
karyawan yang memadai di setiap bagian sesuai dengan yang dibutuhkan serta
pelatihan CPOB bagi karyawan secara berkala.
Struktur organisasi yang diterapkan di PT. Molex Ayus telah sesuai dengan
CPOB yang mensyaratkan bahwa bagian produksi, manajemen mutu (pemastian
mutu)/pengawasan mutu dipimpin oleh orang berbeda serta tidak saling bertanggung
jawab satu terhadap yang lain. Masing-masing bagian dipimpin oleh seorang apoteker
yang memiliki kemampuan di bidangnya. Sesuai CPOB yang mensyaratkan bahwa
industri farmasi harus mempekerjakan minimal tiga orang apoteker yaitu pada bagian
pemastian mutu (QA), pengawasan mutu (QC) dan bagian produksi. PT. Molex Ayus
telah menempatkan apoteker pada posisi Manajer Pemastian Mutu (QA), Manajer
Pengawasan Mutu (QC), Manajer Produksi, Manajer Quality Mangement
Universitas Indonesia
Representative (QMR), Manajer PPIC dan Manajer Riset dan Pengembangan Produk
(R&D). Masing-masing kepala bagian merupakan seorang apoteker yang terdaftar
dan terkualifikasi serta memperoleh pengalaman praktis yang memadai dan
keterampilan manajerial karena telah bekerja bertahun-tahun di industri farmasi.
PT. Molex Ayus telah memberikan pelatihan-pelatihan yang meliputi
pelatihan CPOB, pelatihan sanitasi, pelatihan K3 yang diadakan oleh Bagian Quality
Management Representative (QMR) untuk meningkatkan kualitas personil yang ada.
Pelatihan diberikan kepada seluruh personil di area produksi, gudang penyimpanan,
labolatorium, personil teknik, petugas kebersihan dan perawatan. Untuk mengetahui
hasil dari pelatihan tersebut, personil diberikan pre test dan post test mengenai materi
yang telah diberikan. Apabila ternyata hasilnya tidak sesuai harapan, maka langkah
yang diambil adalah dengan melakukan pelatihan ulang dimana waktu atau jadwalnya
disesuaikan dengan kebutuhan.
Molex Ayus berada dalam satu bangunan terdiri dari empat bagian yaitu
penimbangan (dispensing), produksi I terdiri dari proses granulasi, pemberian larutan
pengikat, pengeringan, pengayakan, dan pencampuran akhir. Produksi II terdiri atas
proses pencetakan, pengisian kapsul, serta striping, dan produksi III terdiri atas
pencampuran untuk sediaan liquid dan semi solid. Sebelum masuk ke dalam ruang
produksi, semua personel diwajibkan untuk mencuci tangan dan mengganti pakaian
produksi di loker yang telah disediakan.Selain itu diwajibkan pula untuk memakai
penutup kepala, masker, sepatu produksi, dan sarung tangan untuk menghindari
kontaminasi terhadap produk.
Lantai ruang produksi telah disesuaikan dengan CPOB yaitu lantai epoxi
dengan tidak adanya celah dan sekat pada ujung-ujungnya, permukaan tidak berpori
dan memungkinkan pembersihan secara cepat dan efisien. Setiap area produksi
memiliki tekanan udara berbeda untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang serta
mendapat penerangan yang memadai. Tekanan udara dalam ruang produksi sediaan
padat diatur agar lebih rendah dari koridor agar debu dari ruangan produksi tidak
mengotori koridor, sedangkan tekanan udara dalam ruang produksi sediaan cair dan
setengah padat diatur agar lebih besar dari koridor agar debu dari koridor tidak masuk
ke ruang produksi dan mencemari produk.
PT. Molex Ayus memiliki gudang penyimpanan bahan baku, bahan
pengemas, produk antara, produk ruahan, produk jadi, produk dalam status karantina,
produk yang telah diluluskan, produk yang ditolak, dan produk yang dikembalikan.
Sedangkan tempat penyimpanan produk antara dan produk ruahan terdapat di dalam
area produksi. Obat prekusor seperti fenilpropanolamin ditempatkan di ruangan
khusus yang terpisah dan terkunci serta dibawah tanggung jawab langsung dari Plant
Manager, sehingga untuk setiap pemakaian harus dilakukan pelaporan terlebih
dahulu kepada Plant Manager. Penyimpanan barang didalam gudang telah diatur
diatas palet dan rak sehingga memudahkan dalam pergerakan barang dan mampu
untuk menahan beban. Penempatan bahan baku (zat aktif dan zat tambahan) berupa
zat padat dan zat cair pada gudang juga diatur suhu serta kelembabannya dan juga
mempertimbangkan kestabilan dari bahan-bahan awal yaitu dibagi menjadi gudang
Universitas Indonesia
suhu kamar, gudang sejuk, dan gudang dingin. Suhu dan kelembaban gudang diukur
dua kali sehari pada pagi dan sore hari. Gudang suhu kamar bersuhu 25-30ºC.
Gudang sejuk bersuhu 15-30ºC dan khusus untuk penyimpanan kapsul, pemberi
aroma (essence), vitamin B dan mentol. Gudang dingin bersuhu 2-8ºC dan khusus
untuk menyimpan Astapure, Asam fusidat, dan Natrium fusidat.
Semua gedung yang ada di PT. Molex Ayus dicek kebersihan dan
kelembabannya dua kali sehari serta dilengkapi dengan peralatan anti serangga dan
hewan pengerat.Area penyimpanan bahan-bahan yang mudah terbakar terletak pada
bangunan yang terpisah. Kegiatan penerimaan barang diatur mengikuti system FIFO
(First In First Out) untuk bahan baku dan sistem FEFO (First Expired First Out)
untuk obat jadi. Gudang PT. Molex Ayus selalu menerapkan pembersihan setiap hari
untuk bagian lantai, pembersihan 1 minggu sekali untuk bagian permukaan wadah
dan rak penyimpanan, 2 minggu sekali untuk bagian dinding ruangan atau jendela
kaca dan sebulan sekali untuk bagian langit-langit ruangan.
4. Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk produksi obat di PT. Molex Ayus memiliki
desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan
dikualifikasikan dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam
dari bets ke bets. Peralatan satu sama lain ditempatkan pada jarak yang cukup untuk
menghindari kesesakan serta memastikan tidak terjadi kekeliruan dan campur baur
produk.
Setiap alat diberikan kode atau nomor identifikasi yang jelas. Nomor tersebut
digunakan pada semua perintah di Catatan Pembuatan Bets untuk menunjukkan unit
atau alat tertentu yang dipakai pada proses pembuatan tertentu untuk bets yang
bersangkutan. Hal ini bertujuan mempermudah penelusuran pemakaian alat jika
terjadi penyimpangan.
Semua peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, memeriksa,
dan mencatat diperiksa ketepatannya dan dikalibrasi sesuai program dan prosedur
yang ditetapkan secara berkala. Kalibrasi dilakukan oleh petugas yang bertanggung
Universitas Indonesia
jawab terhadap kalibrasi alat dan pihak luar dari instansi tertentu, seperti distributor
atau badan sertifikasi.
Peralatan yang digunakan dalam proses produksi di PT. Molex Ayus telah
memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan oleh perusahaan. Peralatan ini telah melalui
Kualifikasi Instalasi (KI), Kualifikasi Operational (KO) dan Kualifikasi Kinerja
(KK). Selain dilakukan kualifikasi, dilakukan pula program perawatan secara berkala
untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang mempengaruhi mutu produk.
Program tersebut dapat berupa korektif (jika ada mesin ataupun alat yang rusak baru
dilakukan perbaikan) atau preventif (melakukan pemeriksaan secara berkala pada
mesin atau alat untuk mencegah kerusakan). Untuk menjamin agar peralatan dan
mesin dapat menghasilkan kinerja yang baik dan konsisten, pemeriksaan terhadap
peralatan yang akan digunakan dilakukan setiap hari atau sebelum peralatan tersebut
akan digunakan sehingga dapat dipastikan bahwa peralatan dalam keadaan baik.
Peralatan yang berhubungan dengan proses produksi maupun pengawasan
mutu memiliki prosedur tetap (protap) pengoperasian dan pembersihan. Peralatan
yang telah digunakan harus dibersihkan agar tidak terjadi kontaminasi silang dan
mencegah alat dari kerusakan. Untuk masing-masing peralatan, terdapat operator
yang bertanggung jawab terhadap alat tersebut dan juga bertugas membersihkan alat
tersebut sesuai dengan prosedur yang telah tervalidasi. Setelah dibersihkan, peralatan
tersebut diberi label bersih alat disertai dengan tanggal saat dibersihkan dan paraf
personil yang melakukan pembersihan. Label tersebut menunjukkan apakah alat siap
untuk digunakan atau tidak.
Universitas Indonesia
produksi serta wadahnya, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber
pencemaran produk.
PT.Molex Ayus telah menerapkan kebiasaaan higiene pada setiap personilnya.
Prosedur sanitasi dan higiene untuk setiap personil sudah diterapkan mulai akan
memasuki daerah pabrik sampai meninggalkan daerah pabrik. Sebelum memasuki
pabrik, tersedia loker untuk menyimpan barang-barang pribadi personil. Setiap
personil yang akan memasuki daerah produksi diharuskan mencuci tangan dengan
desinfektan dan mengganti pakaian yang dikenakannya dari rumah dengan pakaian
produksi beserta penutup kepala, masker, sarung tangan, dan sepatu produksi. Para
personil tidak diperbolehkan membawa makanan, minuman, serta merokok di ruang
produksi. Hal ini dilakukan untuk menghindari kontaminasi baik terhadap produk
yang dihasilkan ataupun terhadap personil serta makanan yang dikonsumsi. Progam
sanitasi dan higiene ini berlaku untuk semua orang yang akan memasuki ruang
produksi baik bagi mereka yang bekerja tetap di ruang produksi maupun bagi mereka
yang sementara berada di ruang produksi seperti teknisi, petugas pembersihan, dan
tamu. Untuk pakaian produksi kotor atau telah selesai digunakan, diletakkan di
tempat tertutup sampai waktu pencucian. Progam higiene personil lainnya adalah
pemeriksaan kesehatan rutin setiap satu tahun sekali.
Penerapan sanitasi dan higiene bangunan dan peralatan di PT. Molex Ayus
dengan melakukan pembersihan sesuai dengan prosedur tetap yang meliputi metode
pelaksanaan, alat pembersihan, jadwal pelaksanaan, pelaksana dan penanggung
jawab, pengawasan, serta dokumentasinya. Program sanitasi dan higiene bangunan
meliputi tersedianya toilet dalam jumlah yang cukup di setiap gedungnya, tersedia
pula tempat cuci tangan yang memadai dan tidak terlalu jauh dari daerah kerja tiap
personil. Ruang makan yang diatur sedemikian rupa sehingga lokasinya dekat tetapi
tidak berhubungan langsung dengan kantor maupun area produksi dan dijaga
kebersihannya, tempat sampah tersedia dan diganti setiap hari serta disediakan ruang
penyimpanan rodentisida, insektisida, bahan fumigasi dan bahan pembersih yang
memadai untuk mencegah kontaminasi terhadap produk.
Universitas Indonesia
6. Produksi
Proses produksi di PT. Molex Ayus telah mengikuti prosedur yang ditetapkan
dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk
yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin
edar (registrasi). Prinsip dasar utama dari produksi adalah konsep keseragaman dari
bets ke bets sehingga proses produksi akan selalu menghasilkan produk dengan
kualitas yang sama.
Untuk menjamin kualitas obat yang dihasilkan oleh PT. Molex Ayus,
dilakukan pengawasan terhadap bahan awal. Setiap penerimaan bahan awal baik
bahan baku maupun bahan kemas di PT. Molex Ayus terlebih dahulu diperiksa dan
disesuaikan dengan spesifikasinya yang tertulis dalam Certificate of Analysis (CoA).
Oleh karena itu, setiap bahan-bahan yang datang harus selalu disertai dengan
Certificate of Analysis (CoA). Semua bahan awal yang digunakan dalam proses
produksi harus dinyatakan lulus oleh bagian Quality Control (QC).
Kegiatan yang mencakup proses produksi berawal dari permintaan produk
yang berasal dari bagian Pemasaran dan Penjualan yang diberikan dalam bentuk
Forecast kepada bagian PPIC, kemudian bagian PPIC mengkaji permintaan tersebut
dan kemudian menyusun forecast. Forecast yang disusun memuat produk-produk
yang diminta oleh bagian Pemasaran dan Penjualan selama satu tahun berdasarkan
kebutuhan pasar beserta jumlahnya dalam satu dus. Berdasarkan Forecast inilah
Universitas Indonesia
bagian produksi membuat Rencana Produksi (Production Plan) yang dibuat per bulan
dan berisi produk apa saja yang harus dibuat oleh bagian produksi beserta jumlahnya
dalam satuan bets untuk memenuhi kebutuhan pasar tersebut.
Rencana produksi disusun berdasarkan jumlah stok produk di gudang dan
permintaan pasar yang mendesak. Jika stok barang di gudang menipis, maka produk
tersebut menjadi prioritas untuk diproduksi dengan mempertimbangkan ketersediaan
bahan baku produk tersebut. Setelah itu bagian produksi akan membuat rencana
mingguan yang berisi jadwal produksi. Setelah mendapatkan persetujuan maka dapat
ditetapkan sebagai jadwal kerja bagian produksi untuk pembuatan selama 1 minggu.
Pada proses produksi, line clearance merupakan salah satu hal penting yang
harus diperhatikan untuk setiap produk yang akan diproduksi. Line clearance
dilakukan melalui line clearance check list yang dilakukan sebelum proses produksi
dan bertujuan untuk memastikan bahwa jalur yang digunakan pada proses produksi
tidak tercampur dengan produk sebelumnya atau produk lain.
Produksi PT. Molex Ayus terdiri atas 3 jalur produksi yaitu, Produksi I, untuk
tahapan penimbangan hingga pencampuran akhir, Produksi II dilakukan tahapan
pencetakan bahan setelah dilakukan pencampuran akhir, serta pengisian kapsul, dan
proses stipping tablet atau kapsul. Untuk proses produksi III digunakan untuk produk
liquid dan semi solid meliputi proses pencampuran hingga pengemasan.
Selama proses produksi maupun pengemasan, selalu dilakukan In Process
Control (IPC) yang prosedurnya tercantum dalam prosedur tetap, sebagai suatu
bentuk pengawasan mutu produk. IPC dilaksanakan melalui kerjasama antara
departemen produksi dengan QC. Selama proses IPC, dilakukan evaluasi parameter-
parameter kritis, diantaranya adalah keseragaman bobot, ketebalan, kekerasan,
kerenyahan, waktu hancur, untuk sediaan tablet. Evaluasi parameter kritis seperti
keseragaman bobot, dan uji kebocoran tube dilakukan untuk sediaan semi solid.
Sedangkan evaluasi parameter kritis volume terpindahkan dan visual capping
dilakukan untuk sediaan liquid. Pemeriksaan IPC pada proses stripping dilakukan
terhadap dua parameter kritis, yaitu uji kebocoran strip dan pemeriksaan visual untuk
melihat kesesuaian penandaan strip dengan Catatan Pengolahan Bets. Pemeriksaan-
Universitas Indonesia
pemeriksaan tersebut dilakukan tiap 15 menit oleh operator yang bertanggung jawab
atas kegiatan produksi tersebut. Sedangkan bagian IPC melakukan pemeriksaan pada
awal, tengah, akhir selama proses produksi berlangsung.
Pemeriksaan yang lebih rumit seperti pemeriksaan kadar zat aktif tablet dan
uji disolusi dilakukan oleh QC. Sampling dilakukan oleh bagian IPC, sedangkan
pemeriksaannya dilakukan oleh QC. Apabila pada suatu proses ditemukan adanya
kelainan atau kegagalan maka harus diselidiki, diatasi dan didokumentasikan.
Agar prinsip dasar produksi yaitu keseragaman dari bets ke bets terpenuhi,
PT. Molex Ayus melakukan validasi proses. Tujuan dari validasi proses adalah
membuktikan dan memastikan bahwa proses produksi dari bets ke bets senantiasa
dilaksanakan dengan konsisten sehingga menghasilkan produk yang memenuhi
ketentuan mutu yang ditetapkan. Semua hal yang berhubungan dengan proses
produksi terdokumentasi dalam Catatan Pengolahan Bets (CPB) dan Catatan
Pengemasan Bets (CKB).
7. Pengawasan Mutu
Sediaan farmasi yang akan digunakan oleh masyarakat harus memenuhi
beberapa persyaratan, seperti berkhasiat, aman, dan bermutu. Mutu sediaan farmasi
tidak hanya ditentukan oleh hasil akhirnya, tetapi di pengaruhi oleh proses produksi.
Oleh karena itu, pengawasan mutu merupakan salah satu aspek penting dalam Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk memastikan bahwa produk yang
dihasilkan mempunyai kualitas yang sesuai dengan tujuan penggunaannya secara
konsisten. Bagian Pengawasan Mutu dikepalai oleh seorang manajer. Bagian
Pengawasan Mutu berkoordinasi dengan Bagian Pemastian Mutu melalui manajer
Quality Management Representative (QMR). Bagian Pengawasan Mutu, sesuai
dengan ketentuan dalam CPOB 2006, berada terpisah dari Bagian Produksi.
Pengawasan mutu dilaksanakan terhadap bahan baku, bahan kemas, produk antara,
produk ruahan, produk jadi, dan penyimpanan produk jadi. Tugas utama bagian
pengawasan mutu atau Quality Control (QC) di PT. Molex Ayus adalah meluluskan
Universitas Indonesia
(release) atau menolak (reject) semua sampel yang diuji setelah dilakukan
pemeriksaan.
Pengawasan mutu mencakup semua kegiatan analisis yang dilakukan di
laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal,
produk antara, produk ruahan, dan produk jadi. Kegiatan ini mencakup juga uji
stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka
validasi, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan memperbaharui spesifikasi
bahan dan produk, serta validasi metode analisis.
Bagian pengawasan mutu atau QC di PT. Molex Ayus terbagi menjadi
laboratorium kimia, laboratorium mikrobiologi, dan bagian IPC (in process control).
Fasilitas laboratorium kimia terpisah dari laboratorium mikrobiologi dan keduanya
terpisah secara fisik dari area produksi. Laboratorium untuk IPC berada dalam area
produksi untuk memudahkan pengujian. Dalam laboratorium kimia, terdapat ruang
tersendiri untuk instrumen dan terdapat ruang asam.Laboratorium mikrobiologi
dilengkapi laminar air flow (LAF) dengan aliran udara horizontal maupun vertikal.
LAF beraliran udara horizontal digunakan untuk pengujian Angka Lempeng Total
dan Angka Kapang Khamir, sedangkan LAF dengan aliran udara vertikal untuk uji
bakteri patogen. Sampel pertinggal untuk bahan baku maupun obat jadi disimpan
dalam ruang khusus yang dilengkapi dengan climatic chamber.
Tugas harian laboratorium kimia yaitu melakukan pemeriksaan bahan awal
(bahan baku dan bahan kemas); pemeriksaan produk antara, produk ruahan, produk
jadi (uji disolusi); pemeriksaan aqua demineralisata (uji fisik yang dilakukan setiap
hari meliputi pemerian, pH, konduktivitas, TDS, serta uji kimia yang dilakukan setiap
satu minggu sekali). Laboratorium mikrobiologi bertugas melakukan pemeriksaan
aqua demineralisata secara mikrobiologi setiap satu minggu sekali, Angka Lempeng
Total (ALT) yaitu analisis jumlah angka bakteri, Angka Kapang Khamir (AKK) yaitu
analisis jumlah angka jamur, Growth Promotion Test (GPT), serta uji mikroba
patogen berdasarkan Farmakope Indonesia edisi IV, yaitu untuk bakteri Escherichia
coli, bakteri Staphylococcus aureus, bakteri Pseudomonas aeruginosa, dan bakteri
Salmonella sp.
Universitas Indonesia
Kegiatan IPC (In Process Control) di PT. Molex Ayus, dilakukan pada ruang
khusus yang tersedia pada masing-masing unit produksi.IPC dilaksanakan langsung
oleh personel dari bagian QC ataupun oleh personel produksi yang sebelumnya telah
dilatih oleh QC. Kegiatan IPC meliputi pengujian secara fisik pada saat proses
pengolahan maupun pengemasan obat.Penetapankadar dan disolusi tetap
dilaksanakan oleh bagian pengawasan mutu di laboratorium QC.
Selain itu, bagian pengawasan mutu di PT. Molex Ayus juga melakukan tugas
berkala yaitu pengawasan limbah dan validasi metode analisa. Validasi metode
analisa meliputi uji linearitas, akurasi (ketepatan atau ketelitian), presisi (repeatability
atau keberulangan dan presisi antara atau intermediate presition), selektivitas,
robustness (ketangguhan metode), serta dilakukan uji kesesuaian sistem (UKS),
perhitungan LOD (Limit of Detection), dan LOQ (Limit of Quantitation) terhadap
HPLC (High Performance Liquid Chromatography) yang digunakan. Pengujian
limbah oleh bagian pengawasan mutu dilaksanakan setiap sebulan sekali, meliputi uji
Chemical Oxygen Demand (COD), Biological Oxygen Demand (BOD), uji
alkalinitas, uji identifikasi (uji klorida dan uji sulfat), serta pengujian fisik seperti
pengukuran pH, TDS, dan suhu.
Dalam melaksanakan analisis, Bagian Pengawasan Mutu menggunakan baku
pembanding berupa baku kerja yang telah dibakukan terhadap baku primer. Alur
pemeriksaan bahan awal oleh bagian pengawasan mutu adalah sebagai berikut :
a. Bahan baku yang datang diterima oleh bagian gudang.
b. Bagian gudang menyerahkan Laporan Barang Datang (LBD), Daftar Periksa
Penerimaan Barang, dan Sertifikat Analisa kepada bagian pengawasan mutu.
c. Bagian pengawasan mutu mencatat bahan tersebut dalam buku besar dan
memberikan nomor analisa pada bahan tersebut.
d. Inspektor pengawasan mutu membuat label sampling untuk bahan tersebut.
Jumlah wadah yang disampling untuk bahan baku menggunakan rumus √n + 1
(n= jumlah barang yang datang).Untuk bahan pengemas, metode pengambilan
contoh yang digunakan mengacu pada metode ANSI dengan tingkat inspeksi
normal (tingkat II).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
inspeksi ke PT. Molex Ayus, maupun pihak PT. Molex Ayus yang melakukan audit
ke pemasok/supplier bahan baku, bahan kemas, distributor, atau ke penerima toll.
Selain melaksanakan program inspeksi diri dan audit mutu, manajer Quality
Management Representative bekerja sama dengan bagian pemastian mutu
mengadakan pelatihan untuk para personel di PT. Molex Ayus agar dapat menerapkan
CPOB secara lebih tepat. Pelatihan tersebut misalnya meliputi pentingnya penerapan
CPOB, sanitasi dan higienitas, serta keamanan dan keselamatan kerja (K3).
evaluasi dan memeriksa Master batch produk tersebut. Jika tidak ditemukan masalah,
bagian pengawasan mutu (QC) akan melakukan uji terhadap retained sample produk
tersebut. Jika hasilnya memenuhi syarat atau released, kesalahan mungkin disebabkan
oleh masalah penyimpanan yang tidak sesuai pada saat produk berada di tangan
distributor atau di apotek sehingga bukan menjadi tanggung jawab perusahaan.
Namun, jika hasilnya tidak memenuhi syarat atau reject, perusahaan akan melakukan
penarikan kembali produk melalui distributor.
Produk kembalian dibagi menjadi dua jenis yaitu obat daluarsa dan obat yang
cacat atau rusak. Produk kembalian diterima dari distributor, kemudian pabrik akan
mengumpulkan produk-produk tersebut dalam gudang recall. Produk yang diterima
akan diperiksa kelengkapannya, kemudian bagian pengawasan mutu (QC) akan
melakukan pemeriksaan sesuai prosedur yang berlaku. Produk tersebut diperiksa
jumlah, nomor bets, dan dibandingkan dengan retained sample. Retained sample
untuk obat jadi disimpan selama masa expired date ditambah satu tahun, setelah itu
dimusnahkan. Penandaan untuk produk recall terdiri dari 3 jenis, yaitu label merah
untuk produk yang ditolak dan akan dimusnahkan, label kuning untuk produk yang
masih menunggu keputusan ditolak atau diluluskan dari bagian pemastian mutu, dan
label hijau untuk produk yang diluluskan oleh bagian pemastian mutu.
Produk kembalian yang telah daluarsa atau berdasarkan hasil pengujian oleh
bagian pengawasan mutu terbukti tidak memenuhi syarat akan dimusnahkan.
Pemusnahan tersebut dilakukan oleh pihak ketiga dengan disaksikan oleh bagian
pemastian mutu dan disertai dengan Berita Acara Pemusnahan. Produk yang
dikembalikan tiga bulan sebelum tanggal daluarsanya akan diganti dengan yang baru.
Obat kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dapat dimanfaatkan atau
dikembalikan sebagai stok. Jika hanya kemasan produk yang rusak, akan dilakukan
proses pengemasan ulang.
Prosedur penarikan kembali produk (recall) di PT. Molex Ayus telah berjalan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Terdapat gudang khusus untuk menampung
produk-produk kembalian. Kasus penarikan kembali produk relatif jarang terjadi di
PT. Molex Ayus. Kebanyakan produk yang dikembalikan adalah berupa produk retur
Universitas Indonesia
yang hanya mengalami cacat kemasan sehingga dapat ditangani dengan pengemasan
ulang.
10. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen.Dalam
mengoperasikan suatu industri farmasi, dokumentasi merupakan bagian yang sangat
essensial agar industri farmasi yang bersangkutan berjalan sesuai dengan yang
dipersyaratkan oleh CPOB. Dokumentasi yang digunakan oleh suatu industri farmasi
hendaklah mengutamakan tujuan dari pembuatannya, yaitu menentukan, memantau,
dan mencatatat seluruh aspek produksi serta pengendalian dan pengawasan mutu.
Dokumentasi yang jelas adalah sangat penting untuk memastikan bahwa tiap personil
menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan terperinci sehingga dapat
mengurangi resiko terjadinya kekeliruan yang dapat ditimbulkan jika hanya
mengandalkan komunikasi secara lisan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka
keseluruhan dokumen yang diperlukan seperti: spesifikasi, dokumen produksi
induk/formula pembuatan, prosedur tetap (protap), metode dan instruksi, serta
laporan dan catatan kesemuanya harus tersedia secara tertulis, dapat dibaca dan
dipahami dengan mudah dan bebas dari kekeliruan.
Pembuatan dokumentasi di PT. Molex Ayus dilakukan oleh beberapa bagian
yang masing-masing memiliki peranan dalam pembuatan dokumentasi yang berbeda-
beda sesuai dengan tanggung jawabnya masing-masing, yaitu :
a. Research and Development (R & D)
Dokumen yang dibuat meliputi : Formula, protokol dan uji stabilitas (stabilitas
dipercepat dan jangka panjang).
b. Quality Control (QC)
Dokumen yang dibuat meliputi: Spesifikasi, pengujian (bahan baku, bahan
kemas, produk ruahan, produk antara, dan produk jadi), sampel pertinggal,
reagen, baku pembanding (primer dan sekunder), dan validasi metode analisa.
c. Quality Assurance (QA)
Universitas Indonesia
Validasi yang dilakukan di PT. Molex Ayus meliputi validasi proses, validasi
proses pengemasan,validasi pembersihan, validasi metode analisis, dan validasi ulang.
Validasi tersebut dilakukan terhadap proses yang dapat mempengaruhi mutu produk.
Revalidasi dilakukan jika terjadi perubahan pemasok bahan awal, mesin yang
digunakan dan perubahan formula.
Seluruh kegiatan validasi direncanakan dan dirinci dengan jelas dan
didokumentasikan di dalam Laporan Validasi. Setiap tahun tim validasi menyusun
Rencana Induk Validasi (RIV). Rencana Induk Validasi ini mencakup informasi
tentang fasilitas, peralatan atau proses yang akan divalidasi, format dokumen berupa
format protokol, laporan validasi dan jadwal perencanaan pelaksanaan validasi.
Universitas Indonesia
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil bimbingan dan pengamatan selama pelaksanaan Praktek
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Molex Ayus dapat disimpulkan
bahwa:
a. PT. Molex Ayus selalu berusaha menerapkan prinsip CPOB dalam tiap
aspek dan rangkaian proses produksinya yang meliputi aspek manajemen
mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan hiegene,
produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan
keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk, dan produk
kembalian, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak,
serta kualifikasi dan validasi.
b. Profesi apoteker memegang peranan yang sangat penting dalam suatu
industri farmasi yang berperan dan bertanggung jawab dalam
mengendalikan mutu dari suatu produk. Di PT. Molex Ayus, apoteker
ditempatkan sebagai Plant Manager, Manager Quality Management
Representative (QMR), Manager QA, Manager Produksi, Manager QC,
Asisten Manager R & D, Asisten Manager PPIC, Inspektor CPOB,
Koordinator Validasi, Koordinator Kualifikasi, Asisten Manager QC,
Supervisor Pengemasan, dan Staf R&D.
5.2 Saran
a. Perlu dilakukan perluasan area gudang dan ruang staging untuk
mengantisipasi peningkatan volume produksi. Di samping itu, perlu
disusun suatu sistem penyimpanan yang dapat memudahkan pengambilan
barang, misalnya dengan penyusunan secara alfabetis.
b. Perlu disediakan ruang khusus kesehatan karyawan untuk menangani
karyawan yang sakit atau jika terjadi kecelakaan kerja.
c. PT. Molex Ayus diharapkan dapat meningkatkan produksi dan
penjualannya dengan melakukan kegiatan promosi melalui media
84 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Anonim. Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. (2006). Jakarta: Badan
Pegawas Obat dan Makanan RI.
Anonim. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. (2001). Jakarta: Badan
Pengawas Obat dan Makanan RI.
Anonim. Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang
Baik.(2001). Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan RI.
Anonim. Guidance Notes on Heating, Ventilation and Air-Conditioning (HVAC)
System for Manufacturers of Oral Solid Dosage Forms. (2008). Singapura:
Health Sciences Authority Regulatory Guidance.
Darwis, Azwar. Himpunan Peraturan dan Perundang-undangan Kefarmasian.
(2008). Jakarta : PT ISFI Penerbitan.
Guide To Good Manufacturing Practice For Medicinal Products, (2004),
Inspection Co-Operation Scheme/PIC’S, Geneva.
86 Universitas Indonesia
87
Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012
88
QC Karantina Karantina QC
Penyimpanan Penyimpanan
Penimbangan
Pencampuran
Pencetakan tablet
IPC (Produksi)
QC Keseragaman bobot
Pemeriksaan p.ruahan Kekerasan tablet
Waktu hancur
Alufoil Stripping Friabilitas
IPC
Dus, etiket, Kebocoran strip
leaflet, box Pengepakan
IPC
Kemasan
QC Karantina Karantina QC
Penyimpanan Penyimpanan
Penimbangan
Pencampuran
Slugging
Penghancuran
Pengayakan IPC
Uji sifat alir
QC
Pemeriksaan produk antara
Pencetakan tablet
QC IPC (Produksi)
Pemeriksaan p.ruahan Keseragaman bobot
Kekerasan tablet
Waktu hancur
Alufoil Stripping Friabilitas
IPC
Kebocoran strip
QC Karantina Karantina QC
Penyimpanan Penyimpanan
Penimbangan
Pencampuran
QC
Pemeriksaan produk antara
Alufoil Stripping
IPC
Kebocoran strip
Karantina
QC Karantina Karantina QC
Penyimpanan Penyimpanan
Penimbangan
Pencampuran
Stripping
IPC
Kebocoran strip
QC Karantina Karantina QC
Penyimpanan Penyimpanan
Penyaringan
Pengeringan
QC
Pemeriksaan produk ruahan
Filling
IPC
Uji keseragaman volume
Capping
Uji kebocoran
Karantina
Etiket Labelling
Karantina
QC Karantina Karantina QC
Penyimpanan Penyimpanan
Penimbangan
Filling QC
Tube Uji keseragaman bobot
Uji kerapihan tube
Uji kebocoran
Karantina
Anion-
Deep well (Anion-Kation- Klorinasi (Soft water) Kation-
(raw water) Karbon) mixed-bed
108
Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012
Lampiran 26. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di PT. Molex Ayus
109
Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
VALIDASI PEMBERSIHAN
TERHADAP SUPERMIXER DAN FLUID BED DRYER
DENGAN DEKSAMETASON SEBAGAI MARKER
ANGKATAN LXXIV
ii Universitas Indonesia
iv Universitas Indonesia
v Universitas Indonesia
vi Universitas Indonesia
1 Universitas Indonesia
1.2. Tujuan
Pelaksanaan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker di industri
farmasi PT. Molex Ayus bertujuan untuk :
1. Mengetahui tujuan, metode pelaksanaan, dan kriteria penerimaan validasi
pembersihan yang berlaku di PT. Molex Ayus, khususnya untuk alat
Supermixer dan Fluid Bed Dryer.
2. Membuktikan bahwa prosedur pembersihan yang dilakukan di PT. Molex
Ayus telah tervalidasi dengan baik.
Universitas Indonesia
2.1. Validasi
Validasi adalah tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap
bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan, atau mekanisme yang
digunakan dalam produksi maupun pengawasan mutu akan senantiasa mencapai
hasil yang diinginkan (BPOM, 2006). Menurut World Health Organization
(WHO), validasi adalah kegiatan pembuktian dan pendokumentasian terhadap
berbagai proses, prosedur, atau metode sehingga hasil yang diinginkan dapat
tercapai secara konsisten. Unsur utama dalam program validasi dirinci dengan
jelas dan didokumentasikan dalam Rencana Induk Validasi (Validation Master
Plan). Protokol validasi merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan. Setelah
kualifikasi selesai dilakukan, persetujuan tertulis untuk dapat melakukan tahap
kualifikasi dan validasi selanjutnya akan diberikan. Protokol validasi mencakup
data sebagai berikut :
1. Kebijakan validasi
2. Struktur organisasi kegiatan validasi
3. Ringkasan fasilitas, sistem, peralatan, dan proses yang akan divalidasi
4. Format dokumen yang terdiri dari format protokol, format laporan validasi,
serta perencanaan dan jadwal pelaksanaan
5. Pengendalian perubahan
6. Acuan dokumen yang digunakan
3 Universitas Indonesia
dilakukan validasi proses konkuren atas izin regulator. Validasi proses konkuren
dilakukan selama proses produksi rutin. Dalam hal tersebut, produksi rutin
dimulai sebelum validasi selesai dilakukan. Validasi retrospektif dilakukan
terhadap proses yang telah stabil atau berjalan.
Validasi prospektif umumnya digunakan pada proses pengembangan
produk baru. Secara umum, tiga bets berurutan yang memenuhi parameter yang
disetujui dinyatakan memenuhi persyaratan validasi proses. Validasi konkuren
dilaksanakan seiring dengan berjalannya produksi rutin berdasarkan protokol yang
telah ditetapkan. Validasi konkuren dilakukan terhadap 3 bets berurutan dari suatu
produk. Bets dapat diluluskan berdasarkan serangkaian hasil uji pengawasan mutu
yang intensif, pengkajian, dan persetujuan dari pemastian mutu. Dalam hal
tertentu, validasi konkuren dilakukan terhadap produk yang sudah diproduksi
secara rutin apabila terjadi perubahan pabrik pembuat eksipien dengan spesifikasi
yang sama dan perubahan mesin dengan spesifikasi yang sama. Sementara itu,
validasi retrospektif merupakan validasi proses pembuatan produk yang telah
dipasarkan yang dilaksanakan berdasarkan data pengolahan, pengemasan,
pengujian, dan pengawasan bets yang dikumpulkan sesuai dengan protokol yang
telah disiapkan dan disetujui. Validasi retrospektif mencakup analisis
kecenderungan (trend analysis) dengan menggunakan data riwayat dari proses
pengolahan, pengemasan, dan pengendalian mutu (uji kadar, disolusi, pH, dan
bobot jenis). Pada umumnya, validasi retrospektif memerlukan data 10-30 bets.
b. Validasi pembersihan
Validasi pembersihan dilakukan untuk konfirmasi efektivitas prosedur
pembersihan. Validasi pembersihan dilakukan dengan menentukan batas
kandungan residu suatu produk, bahan pembersih, dan pencemaran mikroba
secara rasional yang didasarkan pada bahan yang terkait dengan proses
pembersihan. Definisi, tujuan, metode pengambilan sampel, protokol dan laporan
validasi pembersihan, serta interpretasi hasil dan kriteria penerimaan dari validasi
pembersihan akan dijelaskan dalam subbab berikutnya.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
pembersihan yang telah tervalidasi perlu untuk dikaji ulang (BPOM, 2009).
Validasi pembersihan terutama ditujukan untuk bahan-bahan dengan kriteria
sebagai berikut (Priyambodo, 2007) :
1. Bahan-bahan yang sulit dibersihkan
2. Produk-produk yang memiliki tingkat kelarutan yang rendah
3. Produk-produk yang mengandung bahan yang sangat toksik, karsinogenik,
mutagenik, atau teratogenik
4. Untuk bahan yang sama, dipilih produk dengan dosis yang lebih tinggi
Kriteria alat atau mesin yang akan divalidasi adalah (Priyambodo, 2007) :
1. Peralatan atau mesin baru
2. Untuk mesin dengan merk dan tipe yang sama, cukup salah satu yang
divalidasi
3. Jika proses produksi menggunakan rangkaian mesin yang berbeda secara
berkelanjutan (in line machine), masing-masing mesin tetap divalidasi secara
terpisah. Jika rangkaian mesin merupakan kombinasi yang permanen, validasi
dapat dilaksanakan secara bersamaan.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Tabel 2.3. Kategori produk berdasarkan toksisitas residu (Casarett dan Doull,
1980 dan APIC, 2000)
Universitas Indonesia
Tabel 2.4. Kategori produk berdasarkan dosis terapi residu (APIC, 2000)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
sehingga dapat mewakili seluruh permukaan alat (BPOM, 2009). Contoh batang
apus dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Hasil swab melalui proses ekstraksi sebelum dilakukan analisis terhadap
kadar residu yang terkandung dalam sampel. Untuk pengujian kandungan mikroba
dalam sampel yang diambil secara apus, terlebih dahulu dilakukan kultur mikroba
dan inkubasi terhadap sampel. Batang apus untuk pengambilan sampel harus
kompatibel dengan pelarut dan metode analisa yang digunakan, serta tidak
melepaskan serat-serat yang dapat mengganggu proses analisa (Priyambodo,
2007).
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengambilan
sampel dengan metode apus yaitu (Startup, 2009) :
a. Batang apus yang digunakan, termasuk supplier dari material tersebut
b. Luas dan jumlah area yang akan diapus
c. Lokasi pengambilan sampel
d. Kondisi peralatan yang dibersihkan, misalnya terbuat dari bahan gelas atau
stainless steel
[Sumber : www.asianproducts.com]
Gambar 2.1. Alat pengambil sampel dengan metode apus
Kelebihan metode apus adalah sampel yang sudah mengering atau sulit
larut dapat diambil dari permukaan alat secara fisik. Di samping itu, lokasi yang
sulit dibersihkan dapat dicapai dengan batang apus sehingga memungkinkan
evaluasi secara langsung terhadap tingkat kontaminasi dari setiap area permukaan
alat. Adapun kekurangan metode apus yaitu (Priyambodo, 2007) :
a. Hasil pengujian bervariasi yang disebabkan oleh pemilihan lokasi, besar
tekanan yang digunakan saat sampling, dan jumlah (luas) permukaan yang
diapus dapat berbeda-beda antara pengujian yang satu dengan yang lain
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
3. Metode plasebo
Peralatan yang telah dibersihkan digunakan untuk proses produksi dari
satu bets produk plasebo. Pengambilan sampel dilakukan sepanjang proses
produksi, kemudian dianalisis kandungan residu dan atau mikroorganisme yang
terkandung dalam sampel. Bets produk plasebo tidak mengandung zat aktif. Jika
hasil analisis menunjukkan adanya kandungan residu dalam sampel yang diambil,
kemungkinan residu tersebut berasal dari kontaminasi produk sebelumnya.
Metode plasebo biasanya dikombinasikan dengan metode apus atau metode
bilasan terakhir (Startup, 2009).
Kelebihan metode plasebo adalah contoh yang diambil merupakan
simulasi dari proses produksi yang sebenarnya sehingga memungkinkan penilaian
langsung terhadap efek akumulasi dari tahapan proses produksi karena prosedur
validasi dilakukan terhadap satu rangkaian peralatan (Priyambodo, 2007). Adapun
kekurangan metode tersebut antara lain (Startup, 2009) :
a. Metode plasebo kurang disarankan karena tidak reprodusibel, membutuhkan
biaya yang tinggi, dan sulit dilakukan
b. Metode plasebo tidak dapat menjamin kontaminan akan terbawa dan
terdeteksi pada saat analisis sehingga dapat memberikan hasil negatif palsu
c. Tingkat sensitivitas pengujian relatif rendah akibat faktor pengenceran selama
proses produksi
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
ukuran bets, kapasitas alat, dosis, dan toksisitas. Salah satu kriteria yang dapat
dipakai sebagai patokan adalah apabila residu produk memenuhi kriteria berikut :
a. Kriteria dosis (0,1%)
Residu bahan aktif dari produk sebelumnya tidak melebihi 0,1% x dosis
terapetik maksimal per hari dalam produk selanjutnya.
b. Kriteria 10 ppm
Produk berikut mengandung tidak lebih dari 10 ppm residu produk
sebelumnya.
c. Bersih secara visual
Pada alat yang telah dibersihkan tidak terlihat secara visual adanya sisa
produk sebelumnya. Studi dengan cara spike telah menunjukkan bahwa bahan
aktif yang terkandung dalam obat akan tampak secara visual pada tingkat
konsentrasi lebih kurang 100 μg per daerah yang diapus dengan ukuran (5x5)
cm2. Dapat terjadi residu produk memenuhi dua kriteria pertama, tetapi masih
terlihat adanya residu pada permukaan setalah pembersihan. Oleh karena itu,
alat tersebut harus dibersihkan kembali sampai residu tidak terlihat secara
visual.
(2.1.)
Keterangan :
MACO : Maximum Allowable Carryover, yaitu batas residu yang
diperbolehkan dari suatu produk dalam produk selanjutnya
TDDprevious : Dosis terapi produk residu (produk sebelum pembersihan)
Universitas Indonesia
(2.2.)
(2.3.)
Keterangan :
MACO : Maximum Allowable Carryover, yaitu batas residu yang
diperbolehkan dari suatu produk dalam produk selanjutnya
NOEL : No Observed Effect Level
LD50 : Letal dose 50 (dalam g/kg hewan uji), yaitu dosis yang
menyebabkan 50% dari hewan uji mengalami kematian.
70 : Berat badan rata-rata orang dewasa (70 kg)
2000 : Konstanta empiris
TDDnext : Dosis terapi harian dari produk selanjutnya
MBS : Minimum batch size, yaitu besar bets minimum dari produk
selanjutnya
SF : Safety factor, nilainya bervariasi tergantung dari bentuk sediaan
dan rute pemberian obat, yaitu :
i. Topikal, nilai SF 10-100
Universitas Indonesia
3. Target value
i. Pengambilan sampel dengan metode apus (swab limit)
Jumlah residu yang terdapat dalam peralatan dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
Keterangan :
M : jumlah residu pada alat yang dibersihkan (mg)
WF : recovery rate
Ftot : luas total permukaan alat bagian dalam (dm2)
Mi : jumlah residu dari sampel i (mg)
Ci : jumlah residu dalam sampel i yang terukur oleh metode analisa
yang digunakan (mg)
CBi : Blanko dari sampel i (mg). Blanko sampel diberi perlakuan yang
sama dengan sampel uji, tetapi batang apus untuk blanko sampel
tidak diusap pada permukaan alat yang dibersihkan (blanko
negatif).
Fi : luas area yang diapus pada pengambilan sampel i (dm2)
N : jumlah sampel yang diapus
i : nomor sampel (dari 1 sampai dengan N)
Universitas Indonesia
Jumlah residu yang terdapat dalam peralatan dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
M = V x (C-CB), persyaratan : M < target value
dengan
M : jumlah residu pada alat yang dibersihkan (mg)
V : volume pelarut yang digunakan untuk bilasan terakhir (L)
C : konsentrasi residu dalam sampel yang diukur dengan metode
analisis yang sesuai (mg/L)
CB : konsentrasi residu dalam blanko negatif (pelarut yang digunakan)
yang diukur dengan metode analisis yang sesuai (mg/L)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
21 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Keterangan :
MACO : Maximum Allowable Carryover, yaitu batas residu yang
diperbolehkan dari suatu produk dalam produk selanjutnya
TDDprevious : Dosis terapi produk residu (produk sebelum pembersihan)
TDDnext : Dosis terapi harian dari produk selanjutnya
MBS : Minimum batch size, yaitu besar bets minimum dari produk
selanjutnya
SF : Safety factor, umumnya bernilai 1000
(3.1.)
2. Untuk metode bilasan terakhir
(3.2.)
Universitas Indonesia
Kadar residu dalam sampel dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
1. Untuk metode apus
Mula-mula dihitung jumlah residu dalam sampel, dengan rumus :
(3.3.)
(3.4.)
Keterangan :
C1 : konsentrasi larutan baku pembanding (ppm)
χ : jumlah residu dalam sampel (μg)
V : volume analit (mL)
A1 : luas puncak baku pembanding
A2 : luas puncak sampel yang dianalisis
25 cm2 : luas daerah apus (5x5) cm2
Universitas Indonesia
25 Universitas Indonesia
dengan suatu alat terdiri dari berbagai kemungkinan. Jika validasi pembersihan
dilakukan terhadap semua kemungkinan tersebut, tentunya akan memakan waktu
dan tenaga. Oleh karena itu, dalam melaksanakan validasi pembersihan, PT.
Molex Ayus menetapkan beberapa marker. Marker ditentukan berdasarkan
beberapa faktor seperti toksisitas, kelarutan, dosis, dan tingkat kesulitan bahan
untuk dibersihkan. Di PT. Molex Ayus terdapat 3 marker, yaitu deksametason
untuk produk solid, betametason untuk produk semi solid, dan fenilpropanolamin
HCl untuk produk cair. Ketiga marker tersebut dipilih berdasarkan toksisitas yang
dapat ditimbulkannya.
Validasi pembersihan dilakukan terhadap peralatan yang telah dibersihkan
dari residu produk yang mengandung marker. Penilaian terhadap validasi
pembersihan ditentukan berdasarkan residu yang terdeteksi pada peralatan. Mula-
mula, sampel yang akan dianalisis harus diambil terlebih dahulu dari peralatan
yang akan divalidasi. Pengambilan sampel di PT. Molex Ayus dapat
menggunakan metode apus (swab) dan metode bilasan terakhir (rinse).
Selanjutnya, sampel diuji secara kimia maupun mikrobiologi. Analisis secara
kimia bertujuan untuk menetapkan kadar residu yang tertinggal pada alat setelah
dilakukan pembersihan. Analisis kimia dilakukan menggunakan High
Performance Liquid Chromatography (HPLC). Analisis mikrobiologi digunakan
untuk menentukan jumlah mikroba pencemar yang terdapat pada sampel, yaitu
dengan metode Angka Lempeng Total (ALT) dan Angka Kapang Khamir (AKK).
Kriteria penerimaan residu dapat ditentukan dengan berbagai metode. PT.
Molex Ayus menggunakan metode Maximum Allowable Carryover (MACO)
yang didasarkan pada dosis terapi harian obat yang dijadikan marker. Penentuan
batas residu berdasarkan metode MACO menguntungkan karena lebih
memungkinkan tercapainya target value yang ditetapkan. Perhitungan batas residu
dengan metode MACO juga bersifat lebih spesifik karena bergantung pada dosis
terapetik harian (Therapeutic Daily Dose) dari bahan yang dianalisis (APIC,
2000). Nilai MACO digunakan untuk menetapkan target value dengan rumus
sebagai berikut :
Universitas Indonesia
Persyaratan : validasi pembersihan memenuhi syarat jika kadar residu < target
value.
Pada Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Molex Ayus, penulis
mendapat tugas khusus untuk mengkaji validasi pembersihan yang dilakukan
terhadap :
1. Supermixer DY 250 yang telah dibersihkan setelah digunakan untuk
pengolahan produk Molacort 0,75.
2. Fluid Bed Dryer (FBD) Toyo yang telah dibersihkan setelah digunakan untuk
pengolahan produk Molacort 0,75.
Universitas Indonesia
4.1.2. Kelarutan : praktis tidak larut dalam air; larut sebagian dalam alkohol,
aseton, dioksan, dan metil alkohol; agak larut dalam
kloroform; sedikit larut dalam eter
4.1.3. Dosis : 0,5-10 mg per hari, diberikan secara per oral
4.1.4. Toksisitas : berdasarkan post-marketing study yang dilakukan oleh
eHealthMe, sejumlah 1,53% dari pasien yang mendapatkan
deksametason mengalami efek samping obat (drug toxicity)
(eHealthMe, 2012). Toksisitas deksametason dalam bentuk
sediaan relatif lebih kecil dibandingkan dalam bentuk zat aktif.
Efek samping yang ditimbulkan oleh deksametason antara lain
mual, muntah, peningkatan nafsu makan, kerusakan ginjal,
dan intoleransi glukosa. Beberapa efek samping bersifat
kronik, seperti hipertensi dan osteoporosis. Toksisitas akut
dari deksametason dinyatakan dengan nilai LD50 yaitu >3000
mg/kg. Nilai LD50 ditentukan dengan tikus uji yang diberi
deksametason per oral (Boehringer Ingelheim Roxane
Laboratories, 2008).
Universitas Indonesia
menggunakan metode rinse untuk bagian granul discharge dan metode apus
untuk bagian tutup pan, dasar pan, impeller, dan chopper.
Metode apus dilakukan dengan mengusapkan batang apus ke permukaan
peralatan yang akan dianalisis. Residu yang terdapat pada permukaan peralatan
akan menempel pada batang apus. Selanjutnya, residu diekstraksi menggunakan
pelarut metanol. Hasil ekstraksi dianalisis secara kimia dan mikrobiologi untuk
menentukan kadar residu dan jumlah mikroba yang terkandung di dalamnya.
Namun, pengkajian yang dilakukan oleh penulis hanya berfokus pada pengujian
secara kimia, sedangkan analisis secara mikrobiologi tidak dibahas lebih lanjut.
Sebelum menetapkan kadar residu dalam sampel, Bagian Pengawasan
Mutu terlebih dahulu menguji tingkat perolehan kembali (recovery rate) dari
metode pengambilan sampel yang digunakan. Area pengambilan sampel dengan
metode apus ditentukan secara seksama sehingga dapat mewakili seluruh
permukaan alat (BPOM, 2009). Pengambilan sampel secara apus dilakukan pada
daerah seluas (5x5) cm2.
Kelebihan metode apus adalah sampel yang sudah mengering atau sulit
larut dapat diambil dari permukaan alat secara fisik. Di samping itu, lokasi yang
sulit dibersihkan dapat dicapai dengan batang apus sehingga memungkinkan
evaluasi secara langsung terhadap tingkat kontaminasi dari setiap area di
permukaan alat. Namun, metode apus juga memiliki beberapa kekurangan, seperti
(Priyambodo, 2007) :
1. Hasil pengujian bervariasi yang disebabkan oleh pemilihan lokasi, besar
tekanan yang digunakan saat sampling, dan jumlah (luas) permukaan yang
diapus dapat berbeda-beda antara pengujian yang satu dengan yang lain
2. Pelarut yang digunakan dapat mempengaruhi residu
3. Proses ekstraksi dapat mempengaruhi (mengurangi) hasil perolehan kembali
4. Jika sampel yang diambil terbatas, sensitivitas hasil analisis dapat berkurang
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
terapi harian dari produk selanjutnya. Menurut data dari PT. Molex Ayus, terdapat
71 kemungkinan produk selanjutnya. Perhitungan MACO dilakukan terhadap 71
kemungkinan tersebut, kemudian dipilih nilai MACO terkecil. Pemilihan tersebut
mengasumsikan bahwa nilai MACO terkecil akan memberikan target value
terkecil pula. Semakin kecil harga target value, semakin kecil pula kadar residu
yang diizinkan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa deksametason yang
diizinkan tertinggal pada peralatan dan mungkin mengontaminasi produk
selanjutnya berjumlah minimum. Berdasarkan data dari PT. Molex Ayus, nilai
MACO terkecil yaitu 48600 μg.
Setelah memperoleh nilai MACO, target value untuk metode apus dapat
dihitung dengan membandingkan nilai MACO terhadap luas total permukaan alat.
Luas permukaan Supermixer DY 250 adalah 15379,2 cm2 sehingga target value
yang diperoleh yaitu 3,160 μg/cm2. Luas permukaan Fluid Bed Dryer Toyo adalah
75033,4 cm2 sehingga target value yang diperoleh yaitu 0,648 μg/cm2. Untuk
metode bilasan terakhir, target value dihitung dengan membandingkan nilai
MACO terhadap volume pembilas. Volume pembilas yang digunakan adalah 5
mL, sehingga target value yang diperoleh yaitu 9720 mg/L atau sama dengan 9,720
mg.
Kadar residu yang terdeteksi dan interpretasi hasil analisis dapat dilihat
pada Tabel 4.1. Kadar residu yang ditampilkan pada Tabel 4.1. merupakan hasil
rata-rata. Data hasil analisis secara lebih terperinci dapat dilihat pada Lampiran 1
dan 2. Berdasarkan data pada Tabel 4.1., terlihat bahwa rata-rata kadar residu
pada alat Supermixer berkisar antara 0,007-0,1005 μg/cm2 untuk sampel yang
diambil dengan metode apus, sedangkan sampel yang diambil dengan metode
rinse menghasilkan kadar residu 0,00112 dan 0,00014 mg. Residu yang diperoleh
dengan metode apus menunjukkan hasil yang bervariasi sesuai dengan lokasi
pengambilan sampel. Residu terbesar terdapat pada bagian dasar pan, sedangkan
residu terkecil pada bagian tutup pan. Dengan demikian, metode apus dapat
memberikan gambaran mengenai jumlah residu pada setiap bagian alat yang
hendak dianalisis secara spesifik.
Rata-rata kadar residu yang diperoleh dengan metode apus untuk alat Fluid
Bed Dryer berkisar antara 0,003-0,015 μg/cm2. Residu terbesar diperoleh dari
Universitas Indonesia
bagian dasar pan, sedangkan residu terkecil dari bagian dinding pan. Seperti
halnya pada Supermixer, kadar residu yang diperoleh dengan metode apus pada
Fluid Bed Dryer memberikan gambaran mengenai jumlah residu pada setiap
bagian alat yang dianalisis secara spesifik. Kadar residu yang diperoleh dengan
metode rinse yaitu 0,00318, 0,00025, dan 0,00026 mg.
Tabel 4.1. Kadar residu yang terdeteksi dan interpretasi hasil analisis
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pengkajian terhadap validasi pembersihan yang dilakukan di
PT. Molex Ayus, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
5.1.1. Validasi pembersihan bertujuan untuk memastikan bahwa prosedur
pembersihan dapat meminimalisir residu yang terdapat di mesin produksi
sehingga mencegah terjadinya pencemaran silang dan menjamin mutu
produk yang dihasilkan.
5.1.2. Dalam melaksanakan validasi pembersihan, PT. Molex Ayus terlebih
dahulu menentukan marker. Selanjutnya, dilakukan pengambilan sampel
dengan metode apus dan metode bilasan terakhir. Sampel yang diperoleh
kemudian dianalisis secara kimia maupun mikrobiologi untuk menetapkan
kadar residu atau jumlah mikroba yang terkandung di dalamnya. Hasil
analisis dibandingkan terhadap kriteria penerimaan.
5.1.3. Kriteria penerimaan yang digunakan di PT. Molex Ayus mengacu pada
metode Maximum Allowable Carryover (MACO) karena metode tersebut
bersifat lebih spesifik (bergantung pada dosis terapi harian dari bahan yang
dianalisis).
5.1.4. Prosedur pembersihan terhadap alat Supermixer DY 250 dan Fluid Bed
Dryer Toyo, menggunakan deksametason sebagai marker, telah tervalidasi
dengan baik.
5.2. Saran
Residu pelarut dan bahan pembersih yang digunakan dalam prosedur
pembersihan sebaiknya dianalisis dan dijadikan salah satu parameter validasi
pembersihan selain kadar residu dari produk sebelumnya dan jumlah mikroba
dalam sampel.
35 Universitas Indonesia
36 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Waktu retensi
Nama sampel Luas puncak Kadar residu
(menit)
3,856 25992
Sampel rinse 1 0,00113 mg
3,856 25628
0,00111 mg
Rata-rata 0,00112 mg
3,834 3200
Sampel rinse 2 0,00014 mg
3,834 3274
0,00014 mg
Rata-rata 0,00014 mg
Sampel pan 3,854 28848 0,1005 μg/cm2
Sampel impeller 3,855 2578 0,00896 μg/cm2
Sampel chopper 3,854 2827 0,0098 μg/cm2
Lampiran 2. Data analisis sampel untuk peralatan Fluid Bed Dryer Toyo
Waktu retensi
Nama sampel Luas puncak Kadar residu
(menit)
5,075 90551
Sampel rinse 1 0,00316 mg
5,075 91709
0,00320 mg
Rata-rata 0,00318 mg
5,079 7029
Sampel rinse 2 0,00025 mg
5,079 7188
0,00025 mg
Rata-rata 0,00025 mg
5,092 7308
Sampel rinse 3 0,00026 mg
5,092 7557
0,00026 mg
Rata-rata 0,00026 mg
Sampel swab
5,060 1480 0,004 μg/cm2
dinding pan 1
Sampel swab 5,061 1347 0,004 μg/cm2
dinding pan 2
Sampel swab 5,059 1854 0,005 μg/cm2
dinding pan 3
Sampel swab 5,069 998 0,003 μg/cm2
dinding pan 4
Sampel swab dasar 5,076 5513 0,015 μg/cm2
pan 1
Sampel swab dasar 5,041 4116 0,012 μg/cm2
pan 2
Kadar residu :
10 1148774
𝑥 =
10 28848
χ = 2,5112 μg
2,5112 𝜇𝑔
kadar residu = = 0,1005 μg/cm2
25 𝑐𝑚 2
Kadar residu :
10 𝑝𝑝𝑚 1148774
= C = 0,23 ppm
𝐶 25992
M = V x (C-CB)
M = 0,005 L x (0,23 - 0) mg/L
M = 0,00115 mg
PROSEDUR
1. Bersihkan alat setiap selesai pemakaian
2. Matikan mesin atau pastikan mesin dalam keadaan “OFF”
3. Ketika memasang atau melepaskan bagian-bagian mesin, operator diwajibkan
menggunakan sarung tangan bersih, penutup kepala, dan masker
4. Jika mesin dipakai untuk pengolahan produk yang sama, hanya berganti bets,
prosedur pembersihan dilakukan dengan metode sebagai berikut :
4.1. Bersihkan sisa-sisa granul yang menempel pada mesin menggunakan cave
4.2. Bersihkan debu yang melekat pada bagian luar mesin dengan kain lap
5. Jika mesin dipakai untuk pengolahan produk yang berbeda, prosedur
pembersihan dilakukan dengan metode sebagai berikut :
5.1. Pastikan saklar dalam keadaan menyala atau “ON”, yaitu dengan cara
membuka handle ke arah atas
5.2. Masukkan air panas dan teepol ke dalam Supermixer, kemudian tutup
alat rapat-rapat
5.3. Putar mixer dengan cara menekan tombol “ON”
5.4. Jika diperkirakan mesin telah bersih, matikan mesin dengan cara
menekan tombol “OFF”, kemudian turunkan handle untuk
memutuskan aliran listrik
5.5. Buka penutup mesin sebelah bawah untuk membuang air ke dalam bak
penampung
5.6. Buka penutup mesin sebelah atas, bilas tutup dan badan Supermixer
dengan aquademineralisata hingga bersih
5.7. Buka penutup mesin sebelah bawah untuk membuang air bilasan ke
dalam bak penampung
5.8. Bilas mesin dengan purified water
5.9. Keringkan bagian dalam mesin dengan lap bersih
5.10. Lap dengan alkohol teknis
5.11. Bersihkan debu yang menempel pada bagian luar mesin dengan kain
lap
5.12. Tutup mesin Supermixer dan tempelkan label “alat telah dibersihkan”
6. Batas waktu pemakaian alat setelah dibersihkan yaitu sampai 3 hari. Bila lebih
dari 3 hari, alat harus dibersihkan kembali sebelum digunakan
PROSEDUR
1. Bersihkan alat setiap selesai pemakaian
2. Matikan mesin atau pastikan mesin dalam keadaan “OFF”
3. Jika mesin dipakai untuk pengolahan produk yang sama, hanya berganti bets,
prosedur pembersihan dilakukan dengan metode sebagai berikut :
3.1. Bersihkan wadah penampung dari sisa-sisa granul menggunakan Cave.
Hati-hati, bagian alas mudah robek.
3.2. Bersihkan debu pada bagian luar mesin dengan vaccum cleaner
4. Jika mesin dipakai untuk pengolahan produk yang berbeda, prosedur
pembersihan dilakukan dengan metode sebagai berikut :
4.1. Cuci wadah penampung dengan cara menyemprotkan air sampai bersih.
Bila perlu, wadah penampung dapat disikat dengan sikat plastik.
4.2. Keringkan wadah penampung dengan lap bersih
4.3. Buka pintu mesin di sebelah kiri, lepaskan tali pengikat atas dan bawah,
kemudian ambil kain filter
4.4. Cuci kain filter dengan larutan deterjen sampai bersih. Sikat bagian
sudut kain filter untuk membersihkan granul-granul yang menempel,
kemudian jemur hingga kering
4.5. Bersihkan debu yang menempel pada bagian dalam dan luar mesin
dengan vaccum cleaner
4.6. Pasang kembali kain filter dan wadah penampung bersih pada mesin
sehingga mesin siap digunakan
4.7. Alirkan udara panas sesuai dengan prosedur tetap (Protap)
pengoperasian Fluid Bed Dryer
4.8. Keringkan wadah penampung dan kain filter sampai kering
4.9. Setelah prosedur pembersihan alat selesai dilakukan, tempelkan “label
alat telah dibersihkan” pada alat tersebut
5. Batas waktu pemakaian alat setelah dibersihkan yaitu sampai 3 hari. Bila lebih
dari 3 hari, alat harus dibersihkan kembali sebelum digunakan.