Anda di halaman 1dari 30

Sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan di dalam dokumen lelang pada bab ini

memuat tentang Pemahaman terhadap KAK dari perusahaan CV. ARTHA GEMILANG
ENGINEERING untuk pekerjaan Penyusunan DED Revitalisasi Kawasan Kumuh Kabupaten
Kendal.

5.1. PEMAHAMAN TERHADAP SUBSTANSI

5.1.1. Pemahaman Terhadap Latar Belakang

Menurut pemahaman konsultan bahwa pengertian permukiman kumuh berdasarkan Undang-


undang No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman merupakan permukiman
tidak layak huni atau dapat membahayakan kehidupan penghuni, karena keadaan, keamanan,
dan kesehatan memprihatinkan, kenyamanan dan keandalan bangunan di lingkungan tersebut
tidak memadai, baik dilihat dari segi tata ruang, kepadatan bangunan yang sangat tinggi, kualitas
bangunan yang sangat rendah serta prasarana dan sarana lingkungan yang tidak memenuhi
syarat.

Berdasarkan pemahaman konsultan terhadap latar belakang maka permukiman kumuh di


perkotaan Kabupaten Kendal menjadi salah satu permasalahan pokok yang sejak lama telah
berkembang di kota-kota besar, mengingat Kawasan Perkotaan yang berkembang di Kabupaten
Kendal ini dapat diidentifikasikan sebagai kawasan perbatasan dengan daerah lain meliputi: Kota
Semarang, Kabupaten Batang dan Kabupaten Temanggung. Khusus Kota Kendal ini berkembang
karena sebagai ibukota Kabupaten yang berfungsi sebagai pusat pemerintah dan pusat
perekonomian. Walaupun demikian permasalahan permukiman kumuh tetap menjadi masalah
dan hambatan utama bagi pengembangan kota. Dengan mempertimbangkan bahwa
penanganan permukiman kumuh merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari penanganan
permasalahan dan strategi pembangunan kota, maka bentuk penanganan permukiman kumuh
harus mengacu pada konstelasi penanganan kota. Peremajaan kota merupakan salah satu cara
pengembangan kota karena perlu dicermati bahwa permukiman kumuh yang akan diinventarisasi
harus dibatasi pada kawasan kumuh yang akan ditangani dengan peremajaan kota atau terkait
dan mendukung program peremajaan kota.
Perencanaan penanganan kawasan kumuh melalui peremajaan kota pada dasarnya merupakan
kegiatan perencanaan dengan menyiapkan perangkat pelaksanan program peremajaan kota
sehingga terbentuk tata laksanana yang jelas dan mudah, dengan menyiapkan detail fisik
perencanaan, mekanisme/prosedur pelaksanaan yang disepakati berbagai pihak, koordinasi
program dan pengelolaannya. Penyiapan masyarakat sebagai subyek pembangunan dan detail
program pendanaan yang meliputi wilayah permukiman kumuh yang telah diidentifikasi sebagai
lokasi prioritas peningkatan kualitas perumahan dan permukiman di zona kota melalui
peremajaan permukiman kumuh.

Penanganan kawasan permukiman kumuh sesungguhnya perlu dilakukan tidak saja di kawasan-
kawasan permukiman kumuh yang menjadi bagian kota metropolitan dan atau kota besar, tetapi
juga perlu dilakukan di kawasan-kawasan permukiman kumuh yang ada di kota sedang dan kecil.
Penanganan kawasan permukiman kumuh di kota besar, sedang, dan kota kecil menjadi cukup
strategis manakala kawasan itu memiliki kaitan langsung dengan bagian-bagian kota
metropolitan seperti kawasan pusat kota metropolitan, kawasan pusat pertumbuhan kota
metropolitan, maupun kawasan-kawasan lain misalnya kawasan industri, perdagangan,
pergudangan, dan perkantoran. Selain memiliki kaitan langsung, diduga kawasan permukiman
kumuh di daerah penyangga memberi andil kesulitan penanganan permukiman kumuh yang ada
di kota metropolitan. Untuk itulah perlu dilakukan identifikasi lokasi kawasan permukiman
kumuh di daerah penyangga, seperti: Kabupaten Kendal.

Menurut pemahaman Konsultan mengenai revitalisasi kawasan kumuh merupakan rangkaian


upaya untuk menghidupkan kembali kawasan yang mengalami penurunan kualitas fisik dan non
fisik, meningkatkan nilai-nilai vitalitas yang strategis dan signifikansi dari kawasan yang
mempunyai potensi dan/ atau mengendalikan kawasan yang cenderung tidak teratur, untuk
mengembalikan atau menghidupkan kembali kawasan dalam ikatan kota sehingga berdampak
pada kualitas hidup dari warga di Desa Sendangdawuhan, Desa Sendangsikucing dan Desa
Gempolsewu.

5.1.2. Pemahaman Maksud dan Tujuan

Konsultan memahami bahwa penyusunan DED Revitalisasi kumuh memiliki maksud untuk
meningkatkan lingkungan hunian masyarakat yang layak huni dan sehat di Desa
Sendangdawuhan, Desa Gempolsewu dan Desa Sendangsikucing di Kecamatan Rowosari.
Konsep revitalisasi sebagai upaya untuk meningkatkan nilai kawasan melalui pembangunan
kembali agar dapat meningkatkan fungsi kawasan sebelumnya.

Konsultan memahami terkait dengan tujuan merupakan upaya penanganan permasalahan


permukiman kumuh ini sudah dilakukan dengan identifikasi kawasan kumuh dan melalui
pengkajian intensif yang dilakukan oleh pemerintah, perguruan tinggi, swasta maupun pihak
masyarakat, namun kenyataan di lapangan memperlihatkan bahwa permasalahan kawasan
kumuh masih tinggi mengingat kawasan kumuh di Kabupaten Kendal dapat berupa permukiman
kumuh dengan keterbatasan infrastruktur pendukung ataupun permukiman yang terbentuk
kampung kota yang kepedulian dan kesadaran masyarakat untuk menjaga keberlanjutan
infrastruktur dan kesehatan lingkungan kawasan terutama lingkungan hunian.

5.1.3. Pemahaman Terhadap Target atau Sasaran

Pemahaman konsultan terhadap sasaran dalam penyusunan DED Revitalisasi Kawasan Kumuh
untuk mendapatkan program yang optimal, efisien dan feasible untuk dijadikan acuan dan
pedoman dalam implementasi fisik di Desa Gempolsewu, Desa Sendangdawuhan dan Desa
Sendangsikucing Kecamatan Rowosari.

5.1.4. Pemahaman Terhadap Ruang Lingkup

Pemahaman konsultan terhadap lingkup spasial bahwa DED Revitalisasi kawasan kumuh yang
berada di Desa Sendangdawuhan, Desa Sendangsikucing dan Desa Gempolsewu untuk dilakukan
observasi lapangan untuk mengetahui karakteristik permukiman dan ketersediaan infrastruktur
pendukung permukiman (jalan lingkungan, drainase, air bersih, sanitasi dan sampah) sehingga
dapat diketahui tipologi kawasan permukiman.

Konsultan memahami setelah indentifikasi kondisi eksisting permukiman dan ketersediaan


infrastruktur pendukung permukiman sehingga diketahui permasalahan yang terjadi 3 desa agar
dapat dilakukan penyusunan perencanaan teknis (detail engineering desain) yang dapat
dilaksanakan pada tahun berikutnya. Konsultan memahami bahwa DED Revitalisasi Kawasan
Kumuh di 3 desa akan menggambarkan peta lokasi penataan, peta masterplan penataan
kawasan, dan Rancangan Anggaran Biaya Pelaksanaan Pembangunan (RAB).

5.1.5. Pemahaman Terhadap Metodologi

Pemahaman Konsultan terhadap Metodologi dalam penyusunan DED Revitalisasi Kawasan Kumuh
Kabupaten Kendal meliputi tahap kegiatan antara lain:
a. Persiapan, meliputi: menyiapkan data yang digunakan untuk pelaksanaan survey,
pengarahan cara kerja personil terkait dengan waktu yang disediakan.
b. Pengumpulan Data Lapangan, meliputi: survey pendahuluan melalui peninjauan awal
terhadap lokasi pekerjaan dan pengumpulan dari data-data sekunder.
c. Analisa Data Lapangan, meliputi:
d. Perencanaan Teknis,
e. Penggambaran,
f. Perhitungan Kuantitas dan Perkiraan Biaya.

5.1.6. Pemahaman Terhadap Tenaga Ahli

Pemahaman Konsultan terhadap tenaga ahli dalam Penyusunan DED Revitalisasi Kawasan Kumuh
di Kabupaten Kendal antara lain:

1. Team Leader/ Ahli Perencana Wilayah dan Kota mempunyai keahlian dalam bidang
perencanaan wilayah dan kota dengan latar belakang pendidikan S1 Teknik Planologi,
dengan pengalaman minimal 8 tahun atau S2 pengalaman minimal 5 tahun dengan latar
belakang pendidikan yang sama.
2. Tenaga Ahli Teknik Lingkungan yang mempunyai keahlian dalam bidang lingkungan dengan
latar belakang pendidikan S1 Teknik Lingkungan dengan memiliki pengalaman minimal 5
tahun atau Magister Lingkungan yang bersertifikat dengan pengalaman minimal 3 tahun.
3. Tenaga Ahli Sarana dan Prasarana yang mempunyai keahlian dan sertifikat keahlian teknik
jalan dengan latar belakang pendidikan S1 Teknik Sipil dengan memiliki pengalaman minimal
5 tahun atau Magister Sipil/ Arsitek yang bersertifikat minimal 3 tahun.
4. Tenaga Pendukung dengan kemampuan sebagai Surveyor dengan pendidikan minimal SMK/
D3Sipil dan Administrasi kantor dengan pendidikan minimal SMA/ SMK.

5.1.7. Pemahaman Terhadap Alokasi dan Sumber Pendanaan Kegiatan


Konsultan memahami bahwa alokasi dan sumber pendanaan penyusunan DED Revitalisasi
Kawasan Kumuh berasal dari APBD Kabupaten Kendal pada tahun anggaran 2015.

5.1.8. Pemahaman Keluaran/ Produk Yang Dihasilkan

Pemahaman Keluaran atau produk yang dihasilkan dalam Penyusunan DED Revitalisasi Kawasan
Kumuh Kabupaten Kendal. Produk yang dihasilkan dalam Penyusunan DED Revitalisasi Kawasan
Kumuh antara lain:
1. Laporan Pendahuluan, menurut konsultan substansi laporan pendahuluan ini berisi mengenai
latar belakang, metode, pendekatan, konsep penataan kawasan, pengalaman pelaksanaan
pekerjaan serupa yang pernah dilakukan, rencana kerja dan penjadwalan dan hasil survey di
Desa Sendangsikucing, Desa Sendangdawuhan dan Desa Gempolsewu.
2. Laporan Draft Akhir, laporan ini berisi: hasil penetapan tipologi permukiman kumuh,
perumusan strategi penataan kawasan, perancangan awal penataan kawasan, terutama
rumah serta prasarana dan sarana pendukung permukiman, rencana program dan kegiatan
penataan kawasan yang layak huni dan sehat.
3. Laporan Akhir, laporan ini berisi Gambar Perspektif Penataan Kawasan Kumuh di Desa
Sendangdawuhan, Desa Sendangsikucing, dan Desa Gempolsewu; Gambar peta lokasi 3
kawasan kumuh; Gambar Rencana Rumah/ Bangunan tempat tinggal; Gambar teknis
Infastruktur (DED) dan Bill Of Quantity (BoQ)/ Rencana Anggaran Biaya (RAB).

5.2. PEMAHAMAN TERHADAP KAJIAN TEORI

5.2.1. Pengertian Kawasan Kumuh

Kawasan kumuh umumnya dikaitkan dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran tinggi.
Kawasan kumuh dapat pula menjadi sumber masalah sosial seperti kejahatan, obat-obat
terlarang dan minuman keras serta di berbagai wilayah, kawasan kumuh juga menjadi pusat
masalah kesehatan karena kondisinya yang tidak higienis.

Ciri lain permukiman kumuh adalah tingkat kepadatan yang tinggi dan kurangnya akses ke
fasilitas umum dan sosial. Status permukiman kumuh seringkali tidak jelas, baik dari status
administrasi dan hukum tanah, maupun kesesuaian dengan rencana tata ruang kota. Terkait
status hukum atas tanah, biasanya hal ini yang membedakan permukiman kumuh (slum) dengan
pemukiman liar (squatter).

5.2.2. Penyebab Munculnya Permukiman Kumuh

Munculnya kawasan permukiman kumuh merupakan satu indikasi kegagalan program


perumahan yang terlalu berpihak pada produksi rumah langsung terutama bagi masyarakat
golongan ekonomi menengah ke atas, dan prioritas program perumahan pada rumah milik dan
mengabaikan potensi rumah sewa (Sueca, 2004:56-107). Secara umum, penyebab utama
munculnya kumuh dapat berasal dari kondisi fisik dan non fisik penduduk bersangkutan. Kondisi
fisik secara jelas dapat dilihat dari kondisi lingkungan penduduk yang rendah serta status
kepemilikan lahan yang ilegal, sedangkan non fisik yaitu berkaitan dengan kemampuan ekonomi
dan budaya penduduk tersebut.

A. Cara mengatasi permukiman kumuh

Mengatasi masalah permukiman tidak terbatas pada perbaikan lingkungan fisik namun juga perlu
penanaman kesadaran akan pentingnya lingkungan sehat dan tertata. Salah satu model
penanganan kawasan permukiman kumuh adalah dengan konsep peremajaan dan pembangunan
bertumpu pada masyarakat yang terbagi dalam:

1. Konsep Peremajaan
Peremajaan permukiman kota adalah segala upaya dan kegiatan pembangunan yang terencana
untuk mengubah/memperbaharui suatu kawasan terbangun di kota yang fungsinya sudah
merosot atau tidak sesuai dengan perkembangan kota, sehingga kawasan tersebut dapat
meningkat kembali fungsinya dan menjadi sesuai dengan pengembangan kota. Peningkatan
fungsi dalam peremajaan kota dimaksudkan untuk memperbaiki tatanan sosial ekonomi di
kawasan bersangkutan agar lebih mampu menunjang kehidupan kota secara lebih luas.
Peremajaan harus dapat memecahkan kekumuhan secara mendasar, karenanya tidak hanya
memberi alternatif pengganti lain yang pada kenyataannya dapat menimbulkan kekumuhan di
tempat lain dan menjadikan beban baru bagi masyarakat, tetapi peremajaan harus tanpa
menggusur dan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat secara umum, sehingga peremajaan
yang antara lain dengan perbaikan fisik dipakai sebagai suatu alat untuk peningkatan taraf hidup,
yang sekaligus memperbaiki pula kondisi fisik kota sejalan dengan program nasional
penanggulangan kemiskinan.
2. Pembangunan bertumpu pada masyarakat

Pembangunan yang bertumpu pada kelompok masyarakat secara umum dapat dikaitkan sebagai
metode, proses, pendekatan dan bahkan pranata pembangunan yang meletakkan keputusan-
keputusannya berdasarkan keputusan masyarakat. Tujuan dari pendekatan ini yaitu agar hasil
pembangunan dapat diterima oleh masyarakat penghuni kawasan tersebut sesuai dengan
kegiatan yang telah mereka laksanakan. Partisipasi masyarakat dalam pendekatan ini menjadi
faktor penting dalam proses perencanaan dan perancangan program pembangunan. Hal yang
dapat ditarik dari pendekatan untuk permukiman adalah metode partisipasi merupakan metode
penting karena dengan metode ini keputusan-keputusan pembangunan yang berorientasi pada
kepentingan masyarakat dapat diambil dan pendekatan partisipatif dalam konteks ini adalah
bersifat langsung, pengertian masyarakat selalu diartikan kelompok yang langsung memiliki
kepentingan dengan proses pembangunan permukiman yang terkait, maka seringkali
pendekatan pembangunan bertumpu pada masyarakat dilakukan untuk pembangunan yang
bersifat lokal dan berorientasi pada kepentingan-kepentingan lokal.

5.2.3. Redevelopment

Danang Priatmodjo (Aqli, Adhianto dan Hajjar, 2003) menjelaskan bahwa redevelopment adalah
salah satu golongan dalam garis besar pengembangan kawasan yang berarti menata kawasan
kembali. Penghidupan kembali kawasan dilakukan dengan cara memperbaharui fisik dan non fisik
kawasan (proses peremajaan), kemudian ketika proses dilakukan akan ditemui kebutuhan-
kebutuhan baru sehingga dilakukan infill. Tujuan redevelopment adalah membuat nilai tambah
yang dimiliki kawasan tersebut (perbaikan ekonomi atau mengikis kerawanan lingkungan) dan
menciptakan kawasan dengan kualitas yang lebih baik.

Metode Konsep Townscape (Papageorgiou, 1970) menjelaskan bahwa peremajaan kota


menyelenggarakan kegiatan yang berkaitan dengan pembongkaran bangunan-bangunan yang
rusak, yang memberi ciri lingkungan rusak dan menggantikannya dengan bangunan baru.
Peremajaan kota juga termasuk usaha-usaha untuk menghidupkan berbagai kegiatan ekonomi di
daerah yang rusak, dengan cara meningkatkan pendapatan keluarga hingga taraf hidup yang
cukup sehingga memungkinkan mereka memperbaharui tempat-tempat tinggalnya. Keberhasilan
peremajaan kota juga menuntut dikuasainya keterampilan yang cukup di dalam perencanaan dan
perancangan, untuk meminimalkan kondisi-kondisi buruk pada lingkungan secara fisik pada awal
pembangunan. Masalah utama lain di dalam peremajaan permukiman kota muncul sebagai akibat
dari pemindahan penduduk berpendapatan rendah yang tinggal di dalam bangunan-bangunan
yang akan dibongkar dan dipindahkan ke bangunan baru.

5.2.4. Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa)

Pengertian rusunawa menurut Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No.


18/PERMEN/M/2007 adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan
yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal
maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing digunakan secara terpisah,
status penguasaannya sewa serta dibangun dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dengan fungsi utamanya
sebagai hunian. Tujuan pembangunan rumah susun seperti yang tercantum dalam UU No.
16/1985, antara lain: 1) Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama
golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, yang menjalani kepastian hukum dalam
pemanfaatannya dan 2) Meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah di daerah perkotaan
dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan menciptakan lingkungan permukiman
yang lengkap, serasi dan seimbang.

Pembangunan hunian bertingkat mempertimbangkan hal-hal berikut:

a) Rumah susun terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut:


 bagian pribadi, yaitu satuan hunian rumah susun (sarusun), dengan luas lantai bangunan
setiap unit rumah tidak lebih dari 45 m²
 bagian bersama, yaitu bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk
pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun dan dapat
berupa ruang untuk umum, struktur dan komponen kelengkapan rumah susun, prasarana
lingkungan dan sarana lingkungan yang menyatu dengan bangunan rumah susun.
 Benda bersama, yaitu benda yang terletak di atas tanah bersama di luar bangunan rumah
susun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi
dengan rumah susun dan dapat berupa prasarana lingkungan dan sarana umum.

Tanah bersama, yaitu bagian lahan yang dibangun rumah susun.

b) Rumah susun harus dilengkapi sarana lingkungan yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan
pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya, termasuk sarana perniagaan, sarana
ibadah, sarana kesehatan, sarana peribadatan, sarana pemerintahan dan pelayanan umum
serta pertamanan.
c) Bangunan rumah susun harus dilengkapi dengan alat transportasi bangunan, pintu dan tangga
darurat kebakaran, alat dan sistem alarm kebakaran, alat pemadam kebakaran, penangkal
petir, dan jaringan-jaringan air bersih, saluran pembuangan air hujan, saluran pembuangan air
limbah, tempat pewadahan sampah, tempat jemuran, kelengkapan pemeliharaan bangunan,
jaringan listrik, generator listrik, gas, tempat untuk kemungkinan pemasangan jaringan
telepon dan alat komunikasi lainnya, yang memenuhi persyaratan teknis, mengacu kepada
Standar Nasional atau peraturan bangunan yang sudah ada.

5.2.5. Standar Nasional Indonesia (SNI)

Standar Nasional Indonesia berdasarkan kebutuhan penyediaan perumahan dan permukiman


dapat diketahui sebagai berikut:
Tabel 5.1.
Kebutuhan Rumah Susun Berdasarkan Kepadatan Penduduk
Klasifikasi Kepadatan Kepadatan Kepadatan Kepadatan
Kawasan Rendah Sedang Tinggi Sangat Padat
Kepadatan < 150 151 – 200 200 – 400 > 400
penduduk jiwa/ha jiwa/ha jiwa/ha jiwa/ha
Kebutuhan Alternatif Disarankan Disyaratkan Disyaratkan
Rumah Susun (untuk kawasan (untuk pusat-pusat (peremajaan (peremajaan
tertentu) kegiatan kota dan lingkungan lingkungan
kawasan tertentu) permukiman kota) permukiman kota)
Sumber: SNI 03-1733-1989, Tata cara perencanaan kawasan perumahan kota.

Tabel 5.2.
Kebutuhan lahan bagi sarana pada unit Kelurahan (30.000 jiwa penduduk)
Sarana Luas lahan minimal (m²)
Kantor kelurahan 1.000
Pos kamtib 200
Pos pemadam kebakaran 200
Agen pelayanan pos 72
Loket pembayaran air bersih 60
Loket pembayaran listrik 60
Telepon umu, bis surat, bak sampah besar 60
Parkir umum (standar satuan parkir 25 m²) 500
Balai serba guna/balai karang taruna 1.000 Luas lantai minimal 500 m²

Parkir umum yang disediakan akan diintegrasikan antara kebutuhan kantor kelurahan
dengan kebutuhan gedung serba guna/balai karang taruna ini. Tempat sampah pada
lingkup Kelurahan berupa bak sampah besar, merupakan tempat pembuangan sementara
sampah-sampah dari lingkungan RW yang diangkut gerobak sampah, dengan ketentuan
sebagai berikut:

- kapasitas bak sampah besar minimal 12-15 m³


- sampah diangkut 3 x 1 minggu (dari bak sampah RW ke bak sampah Kelurahan)
- sampah diangkut 3 x 1 minggu (dari bak sampah Kelurahan ke TPA kota)

Sumber: Pedoman Teknis Pelaksanaan Pembangunan Komponen Prasarana dan


Sarana Dasar (PSD), Perbaikan Lingkungan Perumahan Kota, Buku 2, Direktorat Bina
Teknik, Ditjen Cipta Karya, 1996.
5.2.6. Sustainable Neighbourhood

Sustainable Neighbourhood meliputi 3 aspek, yakni ekonomi, ekologi, dan sosial,


dengan penjelasan sebagai berikut:
A. Economic Sustainability

Konsep modern yang mendasari keberlanjutan ekonomi dilakukan dengan cara


memaksimalkan aliran pendapatan yang bisa dihasilkan dan mempertahankan persediaan
aset (modal) yang menghasilkan pendapatan ini. Efisiensi ekonomi memainkan peran
kunci dalam memastikan konsumsi yang optimal dan produksi. Ketahanan sistem
ekonomi lebih baik dinilai oleh kemampuan untuk memberikan layanan ekonomi dan
mengalokasikan sumber daya secara efisien dalam menghadapi guncangan besar
(misalnya, 1973 guncangan harga minyak atau kekeringan parah).

B. Environmental Sustainability
Penafsiran lingkungan keberlanjutan yang berfokus pada kelangsungan hidup secara
keseluruhan dan sistem kehidupan. Ide-ide ini berlaku untuk alam (liar) dan dikelola
(pertanian), padang gurun, pedesaan serta perkotaan. Ketahanan adalah potensi
keadaan sistem untuk mempertahankan struktur/fungsi dalam menghadapi gangguan.
Petersen berpendapat bahwa ketahanan ekosistem yang diberikan tergantung pada
kelangsungan proses ekologi yang terkait pada kedua skala spasial yang lebih besar dan
lebih kecil. Kapasitas adaptif merupakan aspek ketahanan yang mencerminkan unsur
pembelajaran perilaku sistem dalam menanggapi gangguan. Sistem alamiah cenderung
lebih rentan terhadap perubahan eksternal yang cepat dibandingkan dengan sistem
sosial. Hal ini sejalan dengan output dan pertumbuhan sebagai indikator dinamika dalam
sistem ekonomi. Organisasi bergantung pada kompleksitas dan struktur suatu sistem
ekologi atau biologi, sebagai contoh, sebuah organisme multiseluler seperti manusia lebih
sangat terorganisir (memiliki lebih beragam sub komponen dan interkoneksi di antara
mereka). Sumber utama dari energi ini radiasi matahari, dalam konteks ini, degradasi
sumber daya alam, polusi dan hilangnya keanekaragaman hayati yang merugikan karena
mereka meningkatkan kerentanan, merusak sistem kesehatan, dan mengurangi
ketahanan. Ciriacy-Wantrup memperkenalkan ide ambang batas aman (juga terkait
dengan daya dukung), yang penting - sering untuk menghindari bencana runtuhnya
ekosistem. Keberlanjutan dapat dipahami juga dalam hal fungsi normal dan umur panjang
dari hirarki bersarang sistem ekologi dan sosial ekonomi, memerintahkan menurut skala.
C. Social Sustainability
Kuantitas dan kualitas dari interaksi sosial yang mendasari kehidupan manusia, termasuk
tingkat saling percaya dan tingkat norma-norma sosial bersama, membantu untuk
menentukan persediaan modal sosial, dengan demikian modal sosial cenderung tumbuh
dengan penggunaan yang lebih besar dan mengikis melalui penggunaan yang dilakukan,
seperti modal ekonomi dan lingkungan yang nilainya menyusut akibat digunakan. Selain
itu, beberapa bentuk modal sosial dapat membahayakan (misalnya, kerjasama dalam
kelompok-kelompok kriminal dapat menguntungkan mereka, tetapi membebankan biaya
jauh lebih besar pada komunitas yang lebih besar). Mengurangi kerentanan dan menjaga
kesehatan (yaitu, ketahanan, kekuatan dan organisasi) sistem sosial dan budaya, dan
kemampuan mereka untuk menahan guncangan. Meningkatkan sumber daya manusia
(melalui pendidikan) dan penguatan nilai-nilai sosial, lembaga dan ekuitas akan
meningkatkan ketahanan sistem sosial dan tata kelola. Munasinghe menarik kesejajaran
antara peran masing-masing keanekaragaman hayati dan budaya keragaman dalam
melindungi ketahanan sistem ekologi dan sosial, serta keterkaitan antara mereka.
Memahami link yang memancar keluar dari masyarakat miskin, dan dengan instansi dan
pemerintah sangat penting untuk membina hubungan dan menyalurkan sumber daya
secara lebih langsung untuk membuat pembangunan sosial yang lebih berkelanjutan.
Penekanan kadang-kadang ditempatkan pada pembentukan organisasi baru di tingkat
masyarakat, yang kadang-kadang merusak jaringan yang ada dan kelompok-kelompok
lokal, akhirnya menyebabkan penduduk setempat merasa bahwa mereka tidak memiliki
saham atau kepemilikan dalam proyek tersebut. Fokus pada perbaikan tata kelola dengan
memberikan masyarakat miskin hak untuk berpartisipasi dalam keputusan yang
mempengaruhi mereka. Bekerja dengan modal sosial berbasis masyarakat yang ada
menghasilkan jalur untuk tuas orang ke atas dari kemiskinan.

5.2.7. Teori Kevin Lynch

Teori Kevin Lynch terkait penyusunan DED Revitalisasi Kawasan Kumuh lebih
menggunakan dengan Citra Kota. Teori mengenai citra place sering disebut sebagai
milestone, suatu teori penting dalam perancangan kota, karena sejak tahun 1960-an, teori
‘citra kota’ mengarahkan pandangan pada perancangan kota ke arah yang
memperhatikan pikiran terhadap kota dari orang yang hidup di dalamnya. Teori-teori
berikutnya sangat dipengaruhi oleh teori tokoh ini. Teori ini diformulasikan oleh Kevin
Lynch, seorang tokoh peneliti kota. Risetnya didasarkan pada citra mental jumlah
penduduk dari kota tersebut, dalam risetnya, ia menemukan betapa pentingnya citra
mental itu karena citra yang jelas akan memberikan banyak hal yang sangat penting bagi
masyarakatnya, seperti kemampuan untuk berorientasi dengan mudah dan cepat disertai
perasaan nyaman karena tidak merasa tersesat, identitas yang kuat terhadap suatu
tempat dan keselarasan hubungan dengan tempat-tempat yang lain.
a. Definisi dan prinsip citra perkotaan
Citra kota adalah gambaran mental dari sebuah kota sesuai dengan rata-rata
pandangan masyarakat sekitarnya, berdasarkan analisis tersebut, Lynch menemukan
tiga komponen yang sangat mempengaruhi gambaran mental orang terhadap suatu
kawasan, yaitu:
(1) potensi ‘dibacakan’ sebagai identitas; artinya, orang dapat memahami gambaran
perkotaan (identifikasi objek-objek, perbedaan antara objek, perihal yang dapat
diketahui);
(2) potensi ‘disusun’ sebagai struktur; artinya, orang dapat melihat pola perkotaan
(hubungan objek-objek, hubungan subjek-subjek, pola yang dapat dilihat);
(3) potensi ‘dibayangkan’ sebagai makna; artinya, orang dapat mengalami ruang
perkotaan (arti objek-objek, arti subjek-objek, rasa yang dapat dialami).

b. Lima elemen citra kota


Elemen-elemen yang dipakai untuk mengungkapkan citra kota menurut Kevin
Lynch (1960) dapat dibagi menjadi lima elemen, yaitu path (jalur), edge (tepian), distric
(kawasan), node (simpul) serta landmark (tengeran). Setiap elemen citra tersebut akan
dijelaskan satu demi satu, serta akan diilustrasikan salah satu contoh keadaannya,
yaitu Yogyakarta.
Landmark (tengaran) adalah elemen tetenger atau penanda suatu citra kota,
karena yang akan menjual image sebuah kota terhadap tempat lain.
Edge (tepian) adalah elemen linear yang tidak dipakai/dilihat sebagai path. Edge
berada pada batas misalnya pantai, tembok, batasan antara lintasan kereta api,
topografi dan antara dua kawasan tertentu dan berfungsi sebagai pemutus linear,
sebagainya. Edge lebih bersifat sebagai referensi daripada misalnya elemen sumbu
yang bersifat koordinasi (linkage). Edge merupakan penghalang walaupun kadang-
kadang ada tempat untuk masuk. Edge merupakan pengakhiran dari sebuah distrik
atau batasan sebuah distrik dengan yang lainnya. Edge memiliki identitas yang lebih
baik jika kontinuitas tampak jelas batasnya, demikian juga fungsi batasnya harus jelas;
membagi atau menyatukan.
Path (jalur) adalah elemen yang paling penting dalam citra kota. Kevin Lynch
menemukan dalam risetnya bahwa jika identitas elemen ini tidak jelas, maka
kebanyakan orang meragukan rute-rute sirkulasi yang biasanya digunakan orang untuk
melakukan pergerakan secara umum, yakni jalan, gang-gang utama, jalan transit,
lintasan kereta api, saluran dan sebagainya. Path mempunyai identitas yang lebih baik
kalau memiliki tujuan dasar yang besar (misalnya ke stasiun, tugu, alun-alun dan lain-
lain), serta ada penampakan yang kuat (misalnya fasad, pohon dan lain-lain) atau ada
tikungan yang jelas.
District (kawasan) merupakan kawasan-kawasan kota dalam skala dua dimensi.
Sebuah kawasan district memiliki ciri khas yang mirip (bentuk, pola dan wujudnya) dan
khas juga dalam batasnya, dimana orang merasa harus mengakhiri atau memulainya.
Distrik dalam kota mempunyai identitas yang lebih baik jika ditampilkan batasnya
dibentuk dengan jelas dan dapat dilihat homogen, serta fungsi dan posisinya jelas.
Node (simpul) merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis dimana arah
atau aktivitasnya saling bertemu dan dapat diubah ke arah atau aktivitas lain, misalnya
pada persimpangan lalu lintas, stasiun, lapangan terbang dan jembatan. Kota secara
keseluruhan dalam skala makro besar, pasar, taman, square dan sebagainya. Node
adalah satu tempat dimana orang mempunyai perasaan ‘masuk’ dan ‘keluar’ dalam
tempat yang sama. Node mempunyai identitas yang lebih baik jika tempatnya memiliki
bentuk yang jelas (karena lebih mudah diingat), serta tampilan yang berbeda dari
lingkungannya baik fungsi maupun bentuknya.
Sepuluh pola karakteristik yang harus diperhatikan dalam proses analisis
terhadap elemen-elemen perkotaan ialah:
- ketajaman batas elemen;
- kesederhanaan bentuk elemen secara geometris;
- kontinuitas elemen;
- pengaruh yang terbesar antara elemen;
- tempat hubungan antara elemen;
- perbedaan antara elemen;
- artikulasi antara elemen;
- orientasi antara elemen;
- pergerakan antara elemen;
- nama dan arti elemen.

5.3. PEMAHAMAN KONSULTAN TERHADAP WILAYAH TERKAIT

5.3.1. Gambaran Umum Kabupaten Kendal

5.3.1.1. Kondisi Geografis


Kabupaten Kendal merupakan satu dari 35 Kabupaten/ Kota yang berada dalam wilayah Provinsi
Jawa Tengah dengan posisi geografis berkisar antara 109o40’-110o18’ Bujur Timur dan 6o32’-7o24’
Lintang Selatan. Wilayah Kabupaten Kendal di sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa.
Sebelah timur berbatasan dengan Kota Semarang, sebelah selatan berbatasan dengan
Kabupaten Temanggung. Sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Batang.

5.3.1.2. Kondisi Fisik Alam


Topografi Kabupaten Kendal terbagi dalam tiga jenis yaitu: daerah pegunungan yang terletak di
bagian paling selatan dengan ketinggian antara 0 sampai dengan 2.579 m dpl. Suhu berkisar
antara 25oC. Kemudian daerah perbukitan berada di sebelah tengah dan dataran rendah serta
pantai di sebelah utara dengan ketinggian antara 0 sampai dengan 10 m dpl dan suhu berkisar
27oC.

Ketinggian suatu daerah atau wilayah dihitung berdasarkan posisinya dari permukaan laut.
Kecamatan Plantungan termasuk dalam wilayah dataran tinggi, memiliki ketinggian 697 m di atas
permukaan laut. Sedangkan Kecamatan Sukorejo berada pada kisaran 524 m. Sedangkan
Kecamatan Weleri merupakan Kecamatan yang memiliki ketinggian terendah sekitar 4 m di atas
permukaan laut. Ketinggian wilayah setiap kecamatan di Kabupaten Kendal dari permukaan laut
dapat ditampilkan sebagai berikut:
Tabel 5.3.
Luas Wilayah Kabupaten Kendal
No Kecamatan Ketinggian (m)
1. Plantungan 697,992
2. Sukorejo 524,256
3. Pageruyung 413,004
4. Patean 394,411
5. Singorojo 219,151
6. Limbangan 591,617
7. Boja 289,560
8. Kaliwungu 22,555
9. Kaliwungu Selatan 85,344
10. Brangsong 7,010
11. Pegandon 17,069
12. Ngampel 13,106
13. Gemuh 12,192
14. Ringinarum 21,336
15. Weleri 4,877
16. Rowosari 8,230
17. Kangkung 7,925
18. Cepiring 10,668
19. Patebon 10,973
20. Kota Kendal 7,925
Jumlah
Sumber: Kabupaten Kendal Dalam Angka Tahun 2013

Musim kemarau di wilayah Kabupaten Kendal terjadi pada sekitar bulan juli sampai dengan
September. Data ini diperoleh dari curah hujan yang hanya berkisar 2 mm di bulan juli, o mm di
bulan agustus dan 7 mm di bulan September, karena pada saat itu arus angin tidak banyak
mengandung uap air. Sebaliknya mualai bulan Oktober hingga Juni arus angin banyak
mengandung uap air sehingga terjadi musim hujan.

Selain dipengaruhi oleh musim, curah hujan di suatu tempat juga dipengaruhi oleh keadaan iklim,
perputaran/ pertemuan arus udara dan keadaan geografis. Rata-rata curah hujan selama tahun
2012 sekitar 2.358 mm dengan rata-rata hari hujan selama tahun 2012 sebanyak 116 hari. Curah
hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari sebanyak 551 mm.

Sungai dengan debit air terbesar di Kabupaten Kendal tahun 2012 yaitu sungai Kali Bodri. Debit air
Kali Bodri pada musim penghujan bisa mencapai 59.951 m3/dt, merupakan debit air tertinggi di
antara 10 sungai lainnya di Kabupaten Kendal. Sedangkan pada musim kemarau debit air
terbesarpun ada di Kali Bodri berkisar 9.650 m3/dt dengan panjang sungai 87 km. Panjang sungai
dan banyaknya debit air Kabupaten Kendal dapat diuraikan sebagai berikut:
Tabel 5.4.
Luas Wilayah Kabupaten Kendal
No Nama Sungai Panjang Debit Air
Sungai (Km) Musim Kemarau (m3/det) Musim Hujan (m3/det)
1. Kali Aji/ Slembang 20 - -
2. Kali Waridin 12,5 0,8 4,5
3. Kali Glodog 5,7 0,25 1,5
4. Kali Blorong 51 2,41 14,957
5. Kali Kendal 9,5 0,55 8,65
6. Kali Buntu 10 0,45 8,2
7. Kali Bodri 87 9,65 59,951
8. Kali Blukar 57 0,42 16,158
9. Kali Bulawan/ Pening 48 0,51 15,6
10. Kali Kuto 52 2,15 70,4
Sumber: Kabupaten Kendal Dalam Angka Tahun 2013

5.3.1.3. Penggunaan Lahan


Kabupaten Kendal dapat dideskripsikan sebagai wilayah yang memiliki wilayah agraris mengingat
luas lahan yang diperuntukan lahan pertanian mencapai 75,92 persen dari seluruh luas lahan di
Kabupaten Kendal. Usaha pertanian dapat diuraikan sawah, tegalan, tambak dan kolam.
Sedangkan peruntukan lahan yang lain seperti: hutan, perkebunan, pekarangan (lahan untuk
bangunan dan halaman sekitarnya), padang rumput dan yang sementara tidak diusahakan.
dengan pembagian pemanfaatan lahan sawah sebesar 26.086 hektar dan lahan non sawah
sebesar 74.137 hektar. Luas penggunaan tanah di Kabupaten Kendal dapat ditampilkan sebagai
berikut:

Tabel 5.5.
Luas Penggunaan Lahan Kabupaten Kendal
No Rincian Luas (Km2) Persentase (%)
1. Lahan Sawah 260,86 26,03
2. Tanah Pekarangan 152,78 15,24
3. Tanah Tegalan 217,02 21,65
4. Tambak dan Kolam 32,38 3,23
5. Hutan 170,49 17,01
6. Perkebunan 78,64 7,85
7. Lain-lain 90,06 8,99
Jumlah 1.002,23 100
Sumber: Kabupaten Kendal Dalam Angka Tahun 2013

5.3.1.4. Luas Wilayah


Luas wilayah administrasi Kabupaten Kendal sebesar 1.002,23 km2 atau 100.223 hektar dengan
rincian luas setiap kecamatan dapat ditampilkan pada tabel berikut ini:
Tabel 5.6.
Luas Wilayah Kabupaten Kendal
No Kecamatan Luas (Km2) Persentase (%)
1. Plantungan 48,82 4,87
2. Sukorejo 76,01 7,58
3. Pageruyung 51,43 5,13
4. Patean 92,94 9,27
5. Singorojo 119,32 11,91
6. Limbangan 71,72 7,16
7. Boja 64,09 6,39
8. Kaliwungu 47,73 4,76
9. Kaliwungu Selatan 65,19 6,50
10. Brangsong 34,54 3,45
11. Pegandon 31,12 3,11
12. Ngampel 33,88 3,38
13. Gemuh 38,17 3,81
14. Ringinarum 23,50 2,34
15. Weleri 30,28 3,02
16. Rowosari 32,64 3,26
17. Kangkung 38,98 3,89
18. Cepiring 30,08 3,00
19. Patebon 44,30 4,42
20. Kota Kendal 27,49 2,74
Jumlah 1.002,23 100
Sumber: Kabupaten Kendal Dalam Angka Tahun 2013

5.3.1.5. Pemerintah
Berdasarkan Peraturan Daerah No. 05 Tahun 2006 bahwa jumlah kecamatan di Kabupaten Kendal
berubah menjadi 20 kecamatan. Perkembangan wilayah dengan terbentuknya Kecamatan
Kaliwungu Selatan merupakan pemekaran dari Kecamatan Kaliwungu. Jumlah desa/ kelurahan
sebanyak 285 yang terdiri dari 1.137 dukuh, 1.485 RW dan 6.313 RT. Jumlah desa/ kelurahan di
Kabupaten Kendal dapat ditampilkan sebagai berikut:

Tabel 5.7.
Luas Wilayah Kabupaten Kendal
No Kecamatan Desa Dukuh RW RT
1. Plantungan 12 55 61 248
2. Sukorejo 18 79 82 440
3. Pageruyung 14 75 75 274
4. Patean 14 87 84 333
5. Singorojo 13 68 89 349
6. Limbangan 16 64 74 238
7. Boja 18 92 107 434
8. Kaliwungu 9 33 68 288
9. Kaliwungu Selatan 8 60 60 254
10. Brangsong 12 44 76 255
No Kecamatan Desa Dukuh RW RT
11. Pegandon 12 47 58 212
12. Ngampel 12 44 55 221
13. Gemuh 16 50 78 314
14. Ringinarum 12 41 55 270
15. Weleri 16 49 101 408
16. Rowosari 16 72 84 347
17. Kangkung 15 45 60 335
18. Cepiring 15 39 53 323
19. Patebon 18 77 83 419
20. Kota Kendal 20 16 82 351
Jumlah 286 1.137 1.485 6.313
Sumber: Kabupaten Kendal Dalam Angka Tahun 2013

5.3.1.6. Penduduk

Jumlah penduduk Kabupaten Kendal pada tahun 2012 sebesar 948.493 jiwa yang dirinci jumlah
penduduk laki-laki sebanyak 478.518 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 469.975
jiwa. Perincian jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dan sex rasio di Kabupaten Kendal
dapat ditampilkan sebagai berikut:

Tabel 5.8.
Luas Wilayah Kabupaten Kendal
No. Kecamatan Jenis Kelamin Sex Rasio
Laki-Laki Perempuan Jumlah
1. Plantungan 15.561 14.940 30.501 1,042
2. Sukorejo 27.959 27.443 55.402 1,019
3. Pageruyung 17.158 16.809 33.967 1,021
4. Patean 24.715 24.331 49.046 1,016
5. Singorojo 25.687 25.263 50.950 1,017
6. Limbangan 16.188 15.963 32.124 1.016
7. Boja 35.022 35.050 70.072 999
8. Kaliwungu 28.543 29.779 58.322 958
9. Kaliwungu Selatan 22.074 21.603 43.677 1.022
10. Brangsong 22.801 22.100 44.901 1.032
11. Pegandon 19.526 18.169 37.695 1.075
12. Ngampel 17.017 15.906 32.923 1.070
13. Gemuh 24.865 25.649 50.514 969
14. Ringinarum 18.456 16.141 34.597 1.143
15. Weleri 30.076 29.343 59.419 1.025
16. Rowosari 27.539 27.216 54.755 1.012
17. Kangkung 23.904 24.063 47.967 993
18. Cepiring 26.245 25.135 51.380 1.044
19. Patebon 28.553 28.681 57.234 996
20. Kota Kendal 26.629 26.418 53.047 1.008
Jumlah 478.518 469.975 948.493 1.018
Sumber: Kabupaten Kendal Dalam Angka Tahun 2013
5.3.1.7. Prasarana dan Sarana
Prasarana dan sarana terkait dengan kawasan kumuh di Kabupaten Kendal antara lain: tempat
hunian, sanitasi, air bersih dapat ditampilkan sebagai berikut:

A. Sarana Rumah

Jumlah rumah di Kabupaten Kendal pada tahun 2012 sebanyak 246.802 unit yang dirinci jenis
bangunan permanen sebanyak 90.329 unit, bangunan semi permanen sebanyak 44.303 unit,
bangunan kayu/ papan sebanyak 100.469 unit, bangunan bamboo/ lainnya sebanyak 11.701 unit.
Jumlah rumah berdasarkan jenis bangunan dapat ditampilkan sebagai berikut:

Tabel 5.9.
Jumlah Rumah Berdasarkan Jenis Permanensi Kabupaten Kendal
No. Kecamatan Jenis Bangunan Jumlah
Permanen Semi Kayu/ Bambu
permanen Papan
1. Plantungan 1.015 348 6.899 135 8.397
2. Sukorejo 3.418 1.203 9.836 0 14.457
3. Pageruyung 2.848 1.567 4.236 217 8.868
4. Patean 5.093 3.021 4.903 11 13.028
5. Singorojo 5.062 2.308 4.629 590 12.589
6. Limbangan 4.327 909 2.853 712 8.801
7. Boja 13.040 2.185 3.058 430 18.713
8. Kaliwungu 4.239 4.475 3.189 127 12.030
9. Kaliwungu Selatan 4.238 3.577 3.496 1.532 12.843
10. Brangsong 2.788 3.737 3.757 723 11.005
11. Pegandon 2.912 2.478 3.915 582 9.887
12. Ngampel 2.387 2.227 3.757 487 8.858
13. Gemuh 2.434 477 9.491 821 13.223
14. Ringinarum 1.784 986 6.418 491 9.679
15. Weleri 7.299 2.605 4.220 449 14.573
16. Rowosari 4.396 2.469 6.506 665 14.036
17. Kangkung 1.442 1.569 7.842 1.340 12.193
18. Cepiring 7.683 2.911 4.044 1.066 15.704
19. Patebon 5.812 2.694 5.157 921 14.584
20. Kota Kendal 8.112 2.557 2.263 402 13.334
Jumlah 90.329 44.303 100.469 11.701 246.802
Sumber: Kabupaten Kendal Dalam Angka Tahun 2013

Beberapa rumah berdasarkan jenis permanensi Kabupaten Kendal dikategorikan permanen, semi
permanen, kayu/ papan, dan bambu. Rumah sehat sesuai kriteria PKK Tahun 2012 dapat
ditampilkan sebagai berikut:
Tabel 5.10.
Rumah Sehat Sesuai Kriteria PKK Tahun 2012
Rumah Sehat
No Kecamatan Sehat Kurang Sehat

1. Plantungan 4.126 1.758


2. Sukorejo 10.308 4.869
3. Pageruyung 3.463 4.244
4. Patean 6.991 6.578
5. Singorojo 6.996 3.906
6. Limbangan 6.541 2.012
7. Boja 9.644 5.844
8. Kaliwungu 11.431 2.956
9. Kaliwungu 7.966 6.044
Selatan
10. Brangsong 5.771 2.446
11. Pegandon 6.162 2.740
12. Ngampel 5.457 2.259
13. Gemuh 9.383 4.764
14. Ringinarum 6.186 3.666
15. Weleri 9.181 2.797
16. Rowosari 6.977 6.753
17. Kangkung 6.616 6.635
18. Cepiring 10.741 4.403
19. Patebon 8.969 3.796
20. Kota Kendal 11.326 2.608
Jumlah 154.235 81.078
Sumber: Kabupaten Kendal Dalam Angka Tahun 2013

B. Sarana Kesehatan Lingkungan

Tempat hunian yang sehat harus disediakan sarana sanitasi dan sarana air bersih salah satunya
program yang digagas oleh PKK Pemerintah Kabupaten Kendal dapat ditampilkan sebagai
berikut:

Tabel 5.11.
Program Kelestarian Lingkungan yang digagas PKK Tahun 2012
No Kecamatan Jumlah Rumah Yang Memiliki Jumlah KK yang menggunakan Air
Jamban SPAL Pembuangan MCK PDAM Sumur Sungai Lain-Lain
Keluarga Sampah
1. Plantungan 2.214 7.263 7.218 57 256 367 0 6.886
2. Sukorejo 7.565 1.973 4.339 7 2.414 3.349 0 4.773
3. Pageruyung 5.652 2.285 7.066 46 944 5.643 240 1.343
4. Patean 7.792 5.676 8.558 33 4.034 3.551 0 7.547
5. Singorojo 8.753 7.909 6.083 48 0 5.085 22 4.960
6. Limbangan 6.250 1.759 6.553 23 0 988 0 420
7. Boja 10.030 8.114 6.675 97 1.769 7.137 67 4.790
8. Kaliwungu 10.564 8.326 4.868 8 8.338 4.175 0 556
No Kecamatan Jumlah Rumah Yang Memiliki Jumlah KK yang menggunakan Air
Jamban SPAL Pembuangan MCK PDAM Sumur Sungai Lain-Lain
Keluarga Sampah
9. Kaliwungu Selatan 8.264 9.246 8.501 19 6.636 4.313 917 609
10. Brangsong 4.644 2.200 1.523 0 1.387 5.731 0 121
11. Pegandon 5.738 5.656 7.219 0 1.784 10.217 0 0
12. Ngampel 5.348 6.196 5.300 477 809 7.823 16 456
13. Gemuh 6.761 9.378 8.575 2 1.220 12.957 0 0
14. Ringinarum 5.613 8.067 5.548 0 0 0 0 0
15. Weleri 7.894 6.407 10.186 0 2.858 11.566 0 161
16. Rowosari 4.677 4.824 7.789 2 301 7.809 0 0
17. Kangkung 5.309 3.162 6.761 0 2.081 14.189 0 0
18. Cepiring 3.920 7.636 8.132 0 3.817 8.822 0 0
19. Patebon 11.788 13.186 12.686 13 9.138 6.554 0 1.924
20. Kota Kendal 6.991 3.825 9.294 14 12.596 2.307 0 0
Jumlah 135.767 123.088 142.874 846 60.382 122.583 1.262 34.546
Sumber: Kabupaten Kendal Dalam Angka Tahun 2013
C. Sarana Sampah

Produksi sampah rata-rata di Kabupaten Kendal pada tahun 2011 dengan tahun 2012
mengalami kenaikan 63 m3 dengan sampah terangkut 2.540 m3. Produk sampah rata-rata
dapat ditampilkan sebagai berikut:

Tabel 5.12.
Produksi Sampah Rata-Rata dan Presentase Komposisi Sampah Tahun 2012
No Rincian Tahun 2011 Tahun 2012
1. Produksi (m3) 98.122 98.185
2. Terangkut (m3) 79.935 82.475
3. Persentase komposisi (%)
a. Kertas 4,9 850
b. Kayu 12,40 2,214
c. Kain 2,40 270
d. Karet/ Kulit 2,50 75
e. Plastik 9,30 715
f. Metal/ Logam 3,90 110
g. Gelas/ Kaca 2,20 156
h. Organik 62 5,6
i. Lain-Lain 0,4 0,1
Sumber: Kabupaten Kendal Dalam Angka Tahun 2013

Berdasarkan tinjauan sarana pengumpulan sampah di Kabupaten Kendal diketahui bahwa


tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah terdapat dua yang masih aktif berada di Kaliwungu
Selatan dan Pageruyung. Sistem pengolahan sampah yang digunakan di TPA dengan open
dumping. Sistem pengolahan sampah tersebut dianggap belum menyelesaikan permasalahan
sampah di Kabupaten Kendal. Jumlah sarana pengumpul sampah di Kabupaten Kendal pada
tahun 2012 dapat ditampilkan sebagai berikut:
Tabel 5.13.
Jumlah Sarana Pengumpulan Sampah/ Tinja Kabupaten Kendal Tahun 2012
No Rincian Tahun
2011 2012
1. Truck Sampah 6 6
2. Truck Container 5 7
3. Container 19 23
4. Gerobak Sampah 45 52
5. Tempat Pemrosesan Sementara 210 210
6. Tempat Pemrosesan Akhir 2 2
7. Truck Tinja 0 0
8. Transfer Depo 3 3
9. Instalasi Pengolahan Limbah Tinja 0 0
Sumber: Kabupaten Kendal Dalam Angka Tahun 2013

D. Sarana Kesehatan
Sarana kesehatan Kabupaten Kendal Tahun 2012 terdiri dari rumah sakit, puskesmas, puskesmas
pembantu, kapasitas tempat tidur yang tersedia dapat ditampilkan sebagai berikut:
Tabel 5.14.
Banyaknya Sarana Kesehatan Kabupaten Kendal Tahun 2012
No Kecamatan Rumah Puskesmas Puskesmas Kapasitas Tempat
Sakit Pembantu Tidur

1. Plantungan 0 1 2 0
2. Sukorejo 0 2 3 34
3. Pageruyung 0 1 2 0
4. Patean 0 1 4 0
5. Singorojo 0 2 2 0
6. Limbangan 0 1 3 13
7. Boja 0 2 2 50
8. Kaliwungu 0 1 1 27
9. Kaliwungu Selatan 0 1 3 0
10. Brangsong 0 2 3 28
11. Pegandon 0 1 1 13
12. Ngampel 0 1 2 0
13. Gemuh 0 2 3 0
14. Ringinarum 0 1 4 0
15. Weleri 0 2 2 0
16. Rowosari 0 2 3 50
17. Kangkung 0 2 2 0
18. Cepiring 0 1 3 17
19. Patebon 0 2 3 0
20. Kota Kendal 1 2 4 10
Jumlah 1 30 52 242
Sumber: Kabupaten Kendal Dalam Angka Tahun 2013
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa rumah sakit di Kabupaten Kendal berada di
Kecamatan Kendal sebanyak 1 unit.
5.3.2. KECAMATAN ROWOSARI

Kecamatan Rowosari merupakan kelurahan yang memiliki 16 desa dengan luas wilayah
sebesar 3252 Ha atau sebesar 32,52 Km2 dan luas lahan yang digunakan sebagai lahan rumah dan
bangunan adalah sebesar 4,82 Km2 atau sebesar 482,1 Ha.

Tabel 5.15
Luas Desa dan Lahan Bangunan di Kecamatan Rowosari
Luas Lahan Rumah,
No Desa/Kelurahan
(Km2) Bangunan
1 Tambaksari 1,38 27,67
2 Tanjungsari 1,05 31,09
3 Parakan 0,93 15,13
4 Wonotenggang 1,14 20,85
5 Randusari 1,18 15,71
6 Karangsari 1,38 31,23
7 Tanjunganom 0,68 21,99
8 Sendangdawuhan 1,21 37,49
9 Pojoksari 0,99 19,15
10 Kebonsari 1,47 26,78
11 Bulak 2,53 33,9
12 Gebanganom 1,24 22,47
13 Rowosari 1,72 36,94
14 Jatipurwo 2,65 71,59
15 Gempolsewu 4,74 41,23
16 Sendangsikucing 8,23 28,91
Sumber: Kecamatan Rowosari Dalam Angka Tahun 2013

Dengan luas wilayah yang demikian, Kecamatan Rowosari yang terbagi dalam 16 desa
memiliki 84 Rukun Warga dan 347 Rukun Tetangga. Desa yang memiliki jumlah RW dan RT
terbanyak adalah Desa Gempolsewu. Berikut ini adalah jumlah rukun warga dan rukun
tetangga di maisng-masing desa yang ada di Kecamatan Weleri.
Tabel 5.16
Jumlah RW dan RT di Kecamatan Rowosari
No Desa/Kelurahan RW RT
1 Tambaksari 6 23
2 Tanjungsari 6 21
3 Parakan 3 13
4 Wonotenggang 3 12
5 Randusari 3 11
6 Karangsari 4 13
7 Tanjunganom 2 9
8 Sendangdawuhan 4 19
9 Pojoksari 5 19
10 Kebonsari 4 15
11 Bulak 6 31
12 Gebanganom 5 15
13 Rowosari 6 26
14 Jatipurwo 5 19
15 Gempolsewu 17 85
16 Sendangsikucing 5 16
Sumber: Kecamatan Rowosari Dalam Angka Tahun 2013

Kecamatan Rowosari memiliki jumlah penduduk sebanyak 54.755 jiwa dengan jumlah
penduduk laki-laki sebanyak 27.538 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 27.216 jiwa. jumlah
penduduk terbanyak adalah di Desa Gempolsewu. Desa Gempolsewu juga memiliki kepadatan yang
cukup tinggi dibandingkan dengan desa yang lainnya. Berikut ini rincian kependudukan yang ada di
Kecamatan Rowosari.

Tabel 5.17
Kependudukan Kecamatan Rowosari
kepadatan
No Desa/Kelurahan Laki-laki Perempuan Jumlah
(jiwa/km2)
1 Tambaksari 1830 1830 3660 2652
2 Tanjungsari 1642 1707 3349 3190
3 Parakan 629 593 1222 1314
4 Wonotenggang 781 820 1601 1404
5 Randusari 719 706 1425 1208
6 Karangsari 1242 1350 2592 1878
7 Tanjunganom 866 958 1824 2682
kepadatan
No Desa/Kelurahan Laki-laki Perempuan Jumlah
(jiwa/km2)
8 Sendangdawuhan 1424 1358 2782 2299
9 Pojoksari 767 783 1550 1566
10 Kebonsari 1351 1282 2633 1791
11 Bulak 2168 2133 4301 1700
12 Gebanganom 1213 1263 2476 1997
13 Rowosari 2680 2651 5331 3099
14 Jatipurwo 1750 1748 3498 1320
15 Gempolsewu 6873 6511 13384 2824
16 Sendangsikucing 1604 1523 3127 380
Sumber: Kecamatan Rowosari Dalam Angka Tahun 2013

Jumlah rumah yang ada di Kecamatan Rowosari adalah 13.936 rumah dengan
mayoritas dinding sudah terbuat dari batu. Desa yang memiliki jumlah rumah terbanyak
dengan dinding dari papan dan bamboo adalah Desa Gempolsewu.

Tabel 5.18.
Jumalh RUmah Menurut Jenis Dinding di Kecamatan Rowosari
Dinding Dari Dinding Dari Dinding Dari Dinding Dari
No Desa/Kelurahan Batu Sebagian Batu Kayu/Papan Bambu/Lainnya Jumlah
1 Tambaksari 652 75 331 129 1.187
2 Tanjungsari 446 91 352 3 892
3 Parakan 99 96 148 8 351
4 Wonotenggang 90 57 246 78 471
5 Randusari 75 125 193 10 403
6 Karangsari 187 221 309 10 727
7 Tanjunganom 114 68 221 10 413
8 Sendangdawuhan 203 161 173 64 601
9 Pojoksari 79 43 293 12 427
10 Kebonsari 253 85 391 67 796
11 Bulak 130 90 815 25 1.060
12 Gebanganom 163 60 314 76 613
13 Rowosari 587 163 428 26 1.204
14 Jatipurwo 173 90 566 14 843
15 Gempolsewu 739 958 920 129 2.746
16 Sendangsikucing 406 86 706 4 1202
Sumber: Kecamatan Rowosari Dalam Angka Tahun 2013
Tingkat kesejahteraan keluarga terbagi menjadi 5 yaitu prasejahtera, sejahtera I,
sejahtera II, sejahtera III dan sejahtera III plus. Pada Kecamatan Rowosari yang memiliki jumlah
keluarga prasejahtera terbanyak adalah Desa Gempolsewu. Berikut ini adalah rincian jumlah
keluarga berdasarkan tingkat kesejahteraannya.

Tabel 5.19
Tingkat Kesejahteraan Keluarga di Kecamatan Rowosari
No Desa/Kelurahan prasejahtera I II III III plus
1 Tambaksari 431 99 112 279 22
2 Tanjungsari 505 118 201 90 21
3 Parakan 185 33 18 117 0
4 Wonotenggang 184 167 99 62 17
5 Randusari 203 28 5 157 25
6 Karangsari 350 58 57 331 29
7 Tanjunganom 227 39 23 159 20
8 Sendangdawuhan 352 50 59 180 21
9 Pojoksari 189 1 0 248 7
10 Kebonsari 372 101 121 148 20
11 Bulak 550 334 174 151 21
12 Gebanganom 468 110 45 107 3
13 Rowosari 337 394 315 151 45
14 Jatipurwo 459 168 164 119 41
15 Gempolsewu 1.662 505 1.031 595 197
16 Sendangsikucing 270 21 47 469 22
Sumber: Kecamatan Rowosari Dalam Angka Tahun 2013

Sarana pendidikan yang ada di Kecamatan Rowosari cukup lengkap mulai dari TK hingga
SMA. Berikut ini adalah rincian jumlah sarana pendidikan uang ada di Kecamatan Rowosari.

Tabel 5.20.
Jumlah Sarana Pendidikan di Kecamatan Rowosari
No Desa/Kelurahan TK SD SMP SMA
1 Tambaksari 0 1 0 1
2 Tanjungsari 2 2 0 0
3 Parakan 1 1 0 0
4 Wonotenggang 0 1 0 0
5 Randusari 1 1 0 0
6 Karangsari 1 1 0 0
7 Tanjunganom 1 1 0 0
8 Sendangdawuhan 1 2 1 0
9 Pojoksari 1 1 0 0
10 Kebonsari 1 2 0 0
11 Bulak 1 3 0 0

Penyusunan DED Revitalisasi Kawasan Kumuh Kabupaten Kendal 5 - 26


No Desa/Kelurahan TK SD SMP SMA
12 Gebanganom 2 1 0 0
13 Rowosari 2 2 1 0
14 Jatipurwo 2 1 0 0
15 Gempolsewu 4 6 0 0
16 Sendangsikucing 2 1 0 0
Sumber: Kecamatan Rowosari Dalam Angka Tahun 2013

Sarana kesehatan yang ada di Kecamatan Rowosari cukup lengkap mulai dari
poskesdes hingga puskesmas. Berikut ini adalah rincian jumlah sarana kesehatan uang ada di
Kecamatan Rowosari.

Tabel 5.21
Jumlah Sarana Kesehatan di Kecamatan Rowosari
Rumah Puskesmas Rumah Praktek Balai
No Desa/Kelurahan Puskesmas Poskesdes Apotik
Sakit pembantu Bersalin Dokter Kesehatan
1 Tambaksari 0 0 0 0 0 0 1 0
2 Tanjungsari 0 0 1 0 0 0 1 0
3 Parakan 0 0 1 0 0 0 1 0
4 Wonotenggang 0 1 0 0 0 0 1 1
5 Randusari 0 0 0 0 0 0 1 0
6 Karangsari 0 0 0 0 0 0 1 0
7 Tanjunganom 0 0 0 0 0 0 1 0
8 Sendangdawuhan 0 1 0 0 1 0 1 2
9 Pojoksari 0 0 0 0 1 0 1 0
10 Kebonsari 0 0 0 0 0 0 1 0
11 Bulak 0 0 0 0 0 0 1 0
12 Gebanganom 0 0 0 0 0 0 1 0
13 Rowosari 0 0 0 0 1 0 1 1
14 Jatipurwo 0 0 0 0 0 0 1 0
15 Gempolsewu 0 0 1 0 2 0 1 1
16 Sendangsikucing 0 0 0 0 0 0 1 0
Sumber: Kecamatan Rowosari Dalam Angka Tahun 2013

Berdasarkan penyusunan Studi Kawasan Kumuh Kabupaten Kendal pada tahun anggaran 2014
yang pernah disusun oleh Pemerintah Kabupaten Kendal dapat ditampilkan sebagai berikut:

Penyusunan DED Revitalisasi Kawasan Kumuh Kabupaten Kendal 5 - 27


Luas kawasan kumuh Desa
Sendang Sikucing sebesar
174 Hektar

Luas kawasan kumuh


Desa Gempolsewu
sebesar 304 Hektar

Luas kawasan kumuh


Desa Sendangdawuhan
sebesar 306 Hektar

Gambar 5.1
Lokasi Kawasan Kumuh di Desa Sendangdawuhan, Desa Gempolsewu dan
Desa Sendangsikucing di Kecamatan Rowosari

Visualisasi kondisi kawasan kumuh di Desa Sendangdawuhan, Desa Gempolsewu dan Desa
Sendangsikucing di Kecamatan Rowosari dapat ditampilkan sebagai berikut:

A. Kawasan Kumuh di Desa Gempolsewu


Karakteristik kawasan permukiman kumuh yang berada di sempadan sungai dengan
bangunan hunian dengan kepadatan cukup tinggi. Mayoritas bangunan hunian dengan luas
lantai <7,2 m2 dan mayoritas bangunan hunian memiliki material alas, atap dan dinding non
permanen. Jaringan jalan dapat dijangkau mengingat

Penyusunan DED Revitalisasi Kawasan Kumuh Kabupaten Kendal 5 - 28


Gambar 5.2
Visualisasi Kondisi Kumuh di Desa Gempolsewu
Kecamatan Rowosari

B. Kawasan Kumuh di Desa Sendangdawuhan

Gambar 5.3
Visualisasi Kondisi Kumuh di Desa Sendangdawuhan Kecamatan Rowosari

Penyusunan DED Revitalisasi Kawasan Kumuh Kabupaten Kendal 5 - 29


C. Kawasan Kumuh di Desa Sendangsikucing

Gambar 5.4
Visualisasi Kondisi Kumuh di Desa Sendang Sikucing Kecamatan Rowosari

Penyusunan DED Revitalisasi Kawasan Kumuh Kabupaten Kendal 5 - 30

Anda mungkin juga menyukai