Chapter I PDF
Chapter I PDF
PENDAHULUAN
Penyakit rabies atau anjing gila adalah suatu penyakit yang sangat ditakuti
dan dapat menimbulkan kematian. Penyakit ini ditularkan dari hewan yang sudah
terkena virus rabies kepada manusia yang disebut dengan zoonosis. Penyakit rabies
ini bersifat akut dan dapat menularkan dengan secara cepat kepada satu penderita
dengan penderita lain melalui saliva (air liur) penderita yang sudah terkena virus
rabies.
manusia dapat terjadi melalui gigitan hewan penular rabies (HPR) terutama anjing,
kucing dan kera. Timbulnya penyakit ini pada manusia dapat dicegah dengan
pemberian vaksinasi anti rabies (VAR) dan serum anti rabies (SAR) setelah digigit
Menurut laporan WHO (2005), penyakit rabies dapat timbul akibat kelalaian
manusia “neglected disease” karena penyakit ini sebenarnya dapat dicegah sebelum
muncul. Penyakit rabies tersebar di seluruh dunia dengan perkiraan 55.000 kematian
dijumpai di Asia sebesar 31.000 jiwa (56%) dan Afrika 24.000 jiwa (44%).
Diperkirakan 30% – 50% proporsi dari kematian yang dilaporkan terjadi pada anak-
1
Universitas Sumatera Utara
Pengendalian Rabies (penyakit anjing gila) sebenarnya sampai saat ini masih
tersebut tersebar luas di 18 propinsi, dengan jumlah kasus gigitan yang cukup tinggi.
Diperkirakan sejak tahun 2008 di Indonesia terdapat 16.000 kasus gigitan, serta
diakhiri dengan kematian pada hampir semua penderita rabies baik manusia maupun
hewan. Kasus rabies di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh Esser pada tahun
1884 pada seekor kerbau, kemudian oleh Penning tahun 1889 pada seekor anjing dan
oleh Eilerls de Zhaan tahun 1889 pada manusia. Semua kasus ini terjadi di Propinsi
Jawa Barat dan setelah itu rabies terus menyebar ke daerah Indonesia lainnya (Elvira,
2009).
(SEARO) mempunyai beban kerja yang besar karena sekitar 25.000 kematian terjadi
pada manusia setiap tahun akibat rabies dengan jumlah terbesar terdapat di India
yaitu sekitar 19.000 jiwa dan Banglades sekitar 2000 jiwa. Myanmar, Nepal,
urutan nomor 2 (dua) yang paling ditakuti wisatawan mancanegara setelah penyakit
berisi tentang koordinasi/ keterpaduan agar lebih berdaya guna secara optimal dalam
individu yang bekerja di dalam suatu organisasi. Bentuk tanggungjawab pada uraian
tugas untuk mencapai daerah yang bebas rabies, belum dapat diwujudkan oleh
karena beberapa faktor seperti faktor yang ada di dalam diri individu (pengetahuan,
sikap, persepsi, motivasi dan beberapa hal lainnya) maupun yang ada di luar diri
individu itu sendiri (desain organisasi, uraian tugas, komitmen organisasi dan
lainnya). Hal inilah yang secara keseluruhan akan menjadi faktor yang memengaruhi
hal tersebut maka pencapaian tujuan pembangunan kesehatan tersebut akan dapat
terwujud jika dilaksanakan secara baik oleh sumber daya manusia yang memiliki
kinerja yang optimal dalam suatu tatanan struktur organisasi yang baik.
mendapatkan kinerja yang baik jika memiliki persepsi yang baik tentang tugas yang
sangat dipengaruhi oleh pengetahuan tentang kerja yang dilakukan dan sikap terhadap
pekerjaan tersebut.
berperilaku positif pada yang dikerjakannya dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor pokok
factors) dan faktor yang mendukung (enabling factors). Pada faktor predisposisi
(predisposising) petugas bekerja dipengaruhi oleh faktor yang ada di dalam diri
individu (pengetahuan, sikap, persepsi, motivasi dan beberapa hal lainnya) maupun
yang ada di luar diri individu itu sendiri (desain organisasi, uraian tugas, komitmen
kesehatan juga dapat berperan sebagai provider dan konselor. Adapun menurut
pelaksanaan kerja terdiri dari dua macam dimensi desain, yaitu dimensi struktural dan
desain dalam organisasi itu harus diteliti, karena keduanya saling bergantung satu
dengan yang lainnya. Desain organisasi juga diharapkan dapat melihat pada sisi
persepsi petugas terhadap tugasnya agar seseorang cocok atau tidak bekerja di
perusahaan tersebut.
akan lingkungan tempat bekerja akan membuat seseorang tidak nyaman dan dapat
mengalami stres kerja. Disamping itu spesifikasi kerja sesuai bidang dan sifat kerja
juga merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kinerja. Desain organisasi
program, baik program yang bertujuan untuk upaya preventif, promotif, kuratif dan
rehabilitatif. Namun demikian saat ini pemerintah lebih berfokus pada bentuk
upaya preventif. Salah satu bentuk program preventif yang sekarang ini sedang
Penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) rabies merupakan salah satu upaya
preventif yang berperan dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat
gigitan anjing yang sampai saat ini masih belum dapat dituntaskan. Pelaksanaan
program ini merupakan program yang melibatkan multi sektoral baik oleh seluruh
unit pelayanan kesehatan (UPK) seperti Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah dan
Swasta, Instansi dan Organisasi lain yang turut mendukung program ini, di samping
juga peran serta masyarakat secara paripurna dan terpadu (Depkes RI, 2001).
depan dan bertanggung jawab langsung terhadap penurunan angka kejadian yang luar
biasa akibat penyakit rabies yang diderita masyarakat. Dalam upaya penanggulangan
penyakit rabies suatu pengelolaan tata kerja dan dan pengorganisasian dengan tujuan
pencapaian lebih efisien dan efektif. Dalam mencapai tujuan yang efektif dan efisien
Medan telah membuat satu formasi di dalam struktur organisasinya. Bidang ini
merupakan salah satu bagian dari struktur organsasi yang ada di Dinas Kesehatan
Kota Medan yang berperan melaksanakan investigasi dan penanganan kasus gigitan
kepada pasien yang terkena gigitan HPR. Bidang ini juga berperan mengawasi proses,
memilih dan mengelola aspek struktural dan mengendalikan kegiatan yang perlu
Menurut Jones (2008), desain dan struktur organisasi tidak hanya menyajikan
tindakan dengan kualitas informasi yang lebih baik. Desain sistem organisasi
signifikan. Rincian jumlah kasus rabies tahun 2009 di Sumatera Utara sebagai
Humbang Hasundutan 3 kasus, Dairi 1 kasus dan Batubara 1 kasus. Sementara itu
pada tahun 2010 kasus rabies dilaporkan oleh 9 kabupaten/kota yaitu: Asahan 2
kasus, Tapanuli Utara 1 kasus, Samosir 3 kasus, Tapanuli Tengah 1 kasus, Nias 5
kasus, Nias Selatan 1 kasus, Dairi 1 kasus, Nias Barat 1 kasus dan Kota Gunung
kasus gigitan anjing dengan 5 penderita positif rabies dan akhirnya meninggal dunia.
Kasus rabies yang ada di Kota Medan sampai pada tahun 2008 ditemukan
bahwa penderita gigitan yang meyebabkan rabies berjumlah 486 kasus dengan
pembagian 270 orang laki-laki dan 216 orang perempuan. Dari kelompok umur yang
terkena ditemukan kasus 195 orang pada kelompok umur 15-45 tahun, 167 orang
pada kelompok umur 5-14 tahun, sebanyak 54 orang pada kelompok umur 0-4 tahun
dan sebanyak 70 orang pada kelompok umur > 45 tahun. Jumlah kasus yang
terbanyak ada di wilayah kecamatan Medan Helvetia dengan jumlah kasus 80 orang
disusul dengan kecamatan Medan Amplas dengan jumlah kasus 35 orang (Dinas
dimana jumlah kasus rabies pada tahun 2009 sebanyak 486 meningkat menjadi 1.102
kasus pada tahun 2010 dan jumlah kasus rabies yang paling tinggi dari seluruh
kecamatan yang ada di Kota Medan adalah kecamatan Medan Helvetia yaitu
Sementara angka penyakit rabies juga cukup tinggi di daerah Kabupaten Deli
Serdang yaitu mencapai jumlah sebanyak 201 orang. Angka ini cukup tinggi
disebabkan oleh karena daerah ini merupakan daerah perbatasan antara Kota Medan
jumlah kasus dimana jumlah kasus rabies pada tahun 2009 sebanyak 486 meningkat
menjadi 1.102 kasus pada tahun 2010 dan jumlah kasus rabies yang paling tinggi
dari seluruh kecamatan yang ada di Kota Medan adalah kecamatan Medan Helvetia
Helvetia yang merupakan kecamatan dengan kasus HPR tertinggi, pada bulan Juni
2010 ditemukan hasil 80 kasus. Angka ini meningkat 100 % dibandingkan dengan
angka pada tahun 2008 yang hanya 40 kasus. Dalam upaya penanganan dan
lintas sektoral dan lintas program dengan Dinas Peternakan dan Pertanian Kota
Medan.
pencapaian kinerja yang maksimal. Hal ini diprediksi peneliti dikarenakan belum
maksimalnya kerjasama lintas sektoral dan lintas program antara Dinas Kesehatan
Kota Medan dengan Dinas Peternakan dan Pertanian Kota Medan. Ini dilihat dari
kinerja individu yang belum baik dan masih kurangnya disiplin petugas masing-
belum dilaksanakannya standard operating procedure (SOP) yang ada, selain itu
beberapa petugas juga jarang datang dan melakukan evaluasi terhadap implementasi
tugas yang telah dilaksanakannya. Laporan rutin secara berkala yang seharusnya
dapat dijadikan feed back untuk mengevaluasi kinerja juga belum terlaksana dengan
pada petugas yang ada di bagian ini membuat petugas merasa kurang
vaksinasi pada binatang piaraannya. Kondisi ini diperburuk lagi dengan belum
menanganinya.
penyakit rabies dengan melihat persepsi tentang tugas dan desain organisasi terhadap
1.2. Permasalahan
kinerja petugas dalam penanggulangan kejadian luar biasa penyakit rabies di Kota
terhadap kinerja petugas dalam penanggulangan kejadian luar biasa penyakit rabies di
1.4. Hipotesis
penanggulangan kejadian luar biasa penyakit rabies di Kota Medan tahun 2011.
1. Dinas Kesehatan
penderita rabies.
2. Pemerintah Daerah.
4. Ilmu Pengetahuan