Pelayanan kesehatan reproduksi pada masa darurat – khususnya bagi perempuan dan anak –
menjadi penting, karena lebih dari 50% pengungsi korban bencana adalah perempuan dan
anak[11]. Data dari The United Nations Population Fund (UNFPA) menunjukkan bahwa dari
total populasi perempuan di tempat pengungsian, 25% di antaranya berada di usia produktif.
Lebih lanjut, data dari UNFPA juga menunjukkan bahwa dari total populasi perempuan yang
berada di usia produktif tersebut, 2% di antaranya mengalami kekerasan seksual. Selain kasus
kekerasan seksual, masalah-masalah terkait kehamilan juga turut menghantui korban bencana di
lokasi pengungsian. Data dari sumber yang sama menunjukkan bahwa 20% kehamilan yang
terjadi di saat krisis akan berakhir dengan keguguran, atau aborsi yang tidak aman[12]. Hal inilah
yang berusaha dicegah oleh PKBI dan BNPB, melalui Program PPAM untuk Kesehatan
Reproduksi.
Program PPAM untuk Kesehatan Reproduksi PKBI dibagi ke dalam tiga tahap: tahap pra-
bencana, tahap saat bencana, dan tahap pasca-bencana. Tahap pra-bencana mencakup berbagai
upaya seperti pelatihan penyedia layanan dan relawan, pertemuan koordinasi dengan
berbagai stakeholders, serta pengadaan kit kebersihan (hygiene kit) dan kit kesehatan reproduksi
(reproductive health kit). Isi kit kebersihan mencakup persediaan sanitasi seperti sabun, pasta
gigi, sikat gigi, pakaian dalam, ember, serta alat-alat kebersihan lain yang dibutuhkan oleh
masyarakat lokal. Kit kesehatan reproduksi, di sisi lain, dibagi ke dalam tiga paket (block)
berdasarkan level fasilitas kesehatan di tempat kit tersebut disediakan.
Pelayanan kesehatan reproduksi pada saat bencana seringkali tidak tersedia karena tidak
dianggap sebagai prioritas, padahal selalu ada ibu hamil, ibu bersalin dan bayi baru lahir yang
membutuhkan pertolongan. Pada saat bencana, bila pemberian pelayanan kesehatan reproduksi
dilaksanakan sesegera mungkin, dapat mencegah meningkatnya kesakitan dan kematian ibu dan
bayi baru lahir, mencegah terjadinya kekerasan seksual serta mencegah penularan infeksi HIV.
Pelayanan kesehatan reproduksi akan selalu dibutuhkan dalam setiap situasi dan harus selalu
tersedia. Dengan mengintegrasikan pelayanan kesehatan reproduksi ke dalam setiap respon
penanggulangan bencana di bidang kesehatan, diharapkan kebutuhan pelayanan tersebut dapat
terpenuhi.
Kebutuhan akan pelayanan Kesehatan Reproduksi harus selalu tersedia, bahkan cenderung
meningkat dalam situasi darurat bencana. Untuk itu tidak semua pelayanan kesehatan reproduksi
diperlukan, akan tetapi cukup pelayanan yang utama dan mendasar seperti yang terdapat dalam
Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM) kesehatan reproduksi situasi. Untuk mewujudkan
ketersediaan pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas terutama pada tanggap darurat
krisis kesehatan, koordinasi lintas program dan sektor terkait serta keterlibatan masyarakat di
setiap tahap pelayanan tersebut sangat diperlukan, yaitu mulai dari penilaian, perencanaan,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi.
Untuk melaksanakan komponen pelayanan PPAM (menyediakan layanan klinis untuk para
korban/penyintas perkosaan; mengurangi penularan HIV; mencegah meningkatnya kesakitan dan
kematian yang tinggi pada ibu dan bayi baru lahir), Inter-agency Working Group on
Reproductive Health in Crises(IAWG)/Kelompok Kerja Antar Lembaga untuk Kesehatan
Reproduksi dalam situasi darurat telah merancang paket perlengkapan yang berisi obat-obatan
dan perlengkapan yang bertujuan untuk memfasilitasi pelaksanaan layanan prioritas kesehatan
reproduksi ini, yaitu Interagency Reproductive Health Kits (RH Kit).
1. Blok 1: Tingkat masyarakat dan pelayanan kesehatan dasar: 10.000 orang/3 bulan
Blok 1 terdiri dari 6 kit. Barang-barang dalam paket perlengkapan ini dimaksudkan untuk
digunakan oleh penyedia layanan yang memberikan layanan kesehatan reproduksi di
tingkat masyarakat dan perawatan kesehatan primer. Kit ini berisi terutama obat-obatan
dan bahan habis pakai. Kit 1, 2 dan 3 dibagi lagi menjadi bagian A dan B, yang dapat
dipesan secara terpisah.
2. Blok 2: Tingkat pelayanan kesehatan dasar dan rumah sakit rujukan: 30.000 orang/ 3
bulan
Blok 2 terdiri dari lima kit yang berisi bahan habis pakai dan bahan yang dapat digunakan
kembali. Barang-barang dalam paket perlengkapan ini dimaksudkan untuk digunakan
oleh penyedia layanan kesehatan terlatih dengan tambahan keterampilan kebidanan dan
keterampilan kebidanan dan neonatal tertentu, pada tingkat puskesmas atau rumah sakit.
Blok 1
No. Kit Nama Kit Kode Warna
Kit 0 Administrasi Orange
Kit 1 Kondom Merah
(Bagian A: kondom laki-laki tambah
kondom Bagian B: kondom perempuan)
Blok 3
No. Kit Nama Kit Kode Warna
Kit 11 Tingkat rujukan (Bagian A: peralatan yang Hijau fluoresens
dapat digunakan ulang dan bagian B : obat-
obatan dan bahan habis pakai)
Kit 12 Transfusi Darah Hijau tua
https://linceaprianti.wordpress.com/2015/05/25/supply-dan-logistik-kesehatan-reproduksi-
dalam-situasi-darurat-bencana/ (diakses pada hari Jumat 17 Agustus 2018 pukul 20.00
WIB)
http://www.kesga.kemkes.go.id/images/pedoman/PEDOMAN%20KESPRO%20PPAM.pdf
(diakses pada hari Jumat 17 Agustus 2018 pukul 21.00 WIB)