Anda di halaman 1dari 5

Varietas Cipanas

Varietas kentang Cipanas adalah hasil persilangan dari varietas Thung 1510 dan

Desiree. Tanaman kentang Cipanas berumur antara 95 – 105 hari. Tanaman ini

memiliki karakteristik morfologi sebagai berikut: tinggi tanaman berkisar antara 50 cm

– 56 cm; batang tanaman berwarna hijau tua, memiliki penampang berbentuk segi lima,

dan bersayap lurus; daun tanaman berbentuk oval, berwarna hijau tua dengan urat

utama hijau muda, dan permukaan bawah daun berbulu; jumlah tandan bunga antara 3

– 7 buah; putik berwarna putih dan benang sari berwarna kuning.

Potensi hasil varietas Cipanas adalah 13 – 34 ton/ha dengan rata-rata 24,9 ton/ha.

Umbi berkulit putih, mata umbi dangkal, dan permukaan umbi rata. Daging umbi

berwarna kuning dan berkualitas sangat baik. Tanaman kentang varietas Cipanas agak

peka terhadap nematoda Meloidogyne sp., tahan terhadap busuk daun Phytophthora

infestans, dan peka terhadap layu bakteri Pseudomonas solanacearum (Setijo pitojo,

2004).

b. Varietas Cosima

Varietas Cosima yang banyak beredar di Indonesia adalah introduksi dari jerman

Barat. Tanaman kentang Cosima berumur antara 100 – 110 hari. Tanaman ini memiliki

karakteristik morfologi sebagai berikut: tinggi tanaman mencapai 75 cm; batang

tanaman berwarna hijau tua, memiliki penampang berbentuk segi lima, dan bersayap

rata; daun tanaman berbentuk oval dengan ujung meruncing, berwana hijau dengan

urat utama hijau muda, dan permukaan bawah daun berkerut serta berbulu; jumlah

tandan bunga berkisar antara 5 – 11 buah; putik berwarna putih; benang sari berjumlah

lima buah dan berwarna kuning; dan buah berbentuk bulat pipih.
Potensi hasil kentang varietas Cosima berkisar antara 19 – 36 ton/ha, dengan hasil

rata-rata 28,5 ton/ha. Kulit umbi berwarna kuning muda dan daging umbi kuning tua.

Umbi kentang varietas Cosima memiliki kualitas sedang. Tanaman kentang varietas

Cosima cukup tahan terhadap nematoda Meloidogyne sp., tahan terhadap busuk daun

Phytophthora infestans, dan agak peka terhadap layu bakteri Pseudomonas

solanacearum (Setijo pitojo, 2004).

Dddddd

Budidaya Kentang di Dataran Medium

Peningkatan kuantitas dan kualitas produksi komoditas kentang dapat diusahakan dengan
menerapkan teknologi budidaya yang maju. Komponen teknologi budidaya kentang di dataran
medium, meliputi pemilihan varietas, penyiapan bibit, penyiapan lahan, penanaman,
pemeliharaan tanaman , dan pemanenan.

A. Pemilihan Varietas
Penelitian dan pengembangan kentang si Indonesia antara lain diarahkan pada kegiatan
perbaikan varietas yang cocok untuk industri olahan, dan kultur teknis di dataran medium yang
berkaitan dengan pengendalian layu bakteri dan pola tanam. Hasil-hasil penelitian yang
dilakukan oleh Balai Penelitian Tanaman Sayuran di Lembang sejak tahun 1982, menunjukkan
bahwa di dataran medium, beberapa varietas kentang mampu menghasilkan umbi dengan
produksi yang tinggi. Di Bali, pada ketinggian 500 dpl, Varietas DTO-28 (asal CIP) dapat
menghasilkan 30,8 ton/ha. Di Magelang, varietas DTO-33 dapat menghasilkan 29,9 ton/ha pada
ketinggian 500 m dpl., dan Berolena (asal Jerman) dapat menghasilkan 28,0 ton/ha.

B. Penyiapan Bibit
Perbanyakan tanaman kentang dapat dilakukan dengan biji botani (True Potato seed), umbi, stek
tunas umbi, stek buku tunggal, stek batang, stek buku daun, dan kultur jaringan. Petani pada
umumnya menggunakan bibit hasil perbanyakan dilapangan yang telah lolos seleksi ketat
(roguing), dan mempraktekan kaidah atau teknik pembibitan. Penyiapan bibit kentang yang
banyak dilakukan petani adalah dengan membeli umbi bibit dari penangkar bibit. Hal-hal penting
yang harus diperhatikan dalam penyiapan umbi bibit kentang adalah sebagai berikut:

1. Umbi bibit harus berasal dari varietas atau klon unggul komersial
2. Umbi bibit harus bebas dari penyakit bakteri layu dan penyakit penting lainnya.
3. Umbi bibit berukuran 30 g - 50 g/umbi dan telah bertunas sepanjang ± 2 cm.
Kebutuhan bibit per satuan luas lahan sangat tergantung pada jarak tanam dan pola tanam.
Penanaman dengan cara tanam ganda (2 baris) pada bedengan selebar 1 m, dengan jarak antar
bedengan 50 cm x 30 cm membutuhkan umbi bibit sebanyak 1,3 ton – 1,5 ton per hektar
(Soelarso, 1997).

C. Penyiapan Lahan
Lahan untuk budidaya tanaman kentang di dataran medium dapat berupa bedengan atau guludan.
Setelah padi dipanen, tanah sawah dikeringkan selama ± 15 hari. Jerami-jerami dibabat atau
dibersihkan, atau dikumpulkan pada suatu tempat untuk digunakan sebagai bahan mulsa. Tanah
yang sudah kering dibajak 1-2 kali sedalam 30 cm, kemudian digaru 1-2 kali agar struktur tanah
menjadi gembur. Jika tanah mempunyai pH rendah (asam), pada saat pengolahan tanah
sebaiknya juga dilakukan pengapuran, misalnya dengan Dolomit 500 kg/ha. Kemudian dilakukan
pembuatan bedengan atau guludan. Bedengan berukuran lebar 100 cm, tinggi 30 cm, jarak
antarbedengan 50 cm, dan panjang bedengan disesuaikan dengan keadaan lahan. Apabila
dibentuk guludan, maka ukuran lebar adalah 60 cm - 80 cm, tinggi 30 cm, jarak antarguludan 50
cm, dan panjangguludan disesuaikan dengan keadaan lahan. Setelah dibuat bedengan dan
guludan, dapat dilakukan penebaran pupuk kandang. Dosis pupuk kandang berkisar antara 10 ton
– 20 ton per hektar, tergantung pada jenis kotoran ternak yang digunakan. Jika menggunakan
kotoran sapi, dosis yang diperlukan adalah 20 ton/ha, kotoran ayam 10 ton/ha, dan kotoran
kambing atau domba 15 ton/ha. Pupuk kandang sebaiknya dicampur secara merata dengan
lapisan tanah olah (Rukmana, 2002).

D. Penanaman
Di dataran medium, waktu penanaman yang paling baik adalah musim kemarau. Di pulau Jawa,
penanaman kentang paling baik dilakukan bulan mei sampai dengan juni, agar pembentukan
umbi jatuh pada bulan Agustus, yaitu saat suhu terendah. Sebelum dilakukan penanaman, harus
ditetapkan pola tanam terlebih dulu. Misalnya pola tanam monokultur kentang atau tumpangsari
dengan jagung, ubi jalar, kubis, atau tanaman semusim lain yang mempunyai keunggulan
kompratif. Tanaman yang ditumpangsarikan harus dipilih tanaman yang bukan sefamili, dan
jarak tanam harus diatur dengan system tiga baris (triple row System). Barisan tengah diganti
dengan tanaman yang ditumpangsarikan (Rukmana, 2002).

Pupuk dasar diberikan sebelum penanaman atau pada saat penanaman. Pemberian pupuk dasar
sebelum penanaman dilakukan dengan cara dicampurkan secara merata dengan lapisan tanah
atas. Pemupukan dasar pada saat penanaman dilakukan dengan cara ditebarkan kedalam larikan
atau garitan dangkal diantara barisan tanaman, kemudian ditutup dengan tanah setebal 10 cm –
15 cm. pupuk dasar terdiri atas: 325 kg – 435 kg Urea + 400 kg SP-36 + 200 kg KCl per hektar
lahan, atau pada sawah bekas pada Supra Insus terdiri atas: 100 kg Urea + 200 kg SP-36 + 100
KG KCl per hektar lahan. Dari dosis pupuk tersebut, pupuk urea sebagai pupuk dasar hanya
diberikan setengah dosis. Alternatif pupuk dasar adalah 162,5 kg – 217,5 kg Urea + 400 kg SP-
36 + 200 kg KCl per hektar lahan, atau pada sawah bekas pada Supra Insus terdiri atas: 50 kg
Urea + 200 kg SP-36 + 100 KG KCl per hektar lahan. Untuk menanam bibit kentang, mula-mula
dibuat lubang tanam dengan jarak 50 cm x 30 cm (sistem bedengan) atau 70 cm x 30 cm (sistem
guludan). Kemudian tiap lubang diisi satu knoll umbi bibit, dengan posisi mata tunas menghadap
ke atas. Selanjutnya bibit tersebut ditimbun dengan tanah setebal 7,5 cm – 10 cm, kemudian dan
guludan diatur agatr mencapai ketinggian 50 cm – 60 cm, untuk mengurangi serangan penyakit
layu bakteri. Setelah penanaman dilakukan pemulsaan. Mulsa jerami padi dihamparkan di atas
permukaan bedengan atau guludan setebal 30 cm. untuk tiap hektar lahan, dibutuhkan 6 ton
mulsa jerami padi. Mulsa jerami berfungsi untuk memperkecil perbedaan suhu tanah antara siang
dan malam hari, menghambat perkembangan layu bakteri, menekan atau menghambat
pertumbuhan gulma, dan menambah kegemburan tanah. Di daerah yang sulit mendapatkan
jerami padi, suhu udara yang tinggi dapat dimanipulasi dengan pola tanam tumpangsari
(Rukmana, 2002).

E. Pemeliharaan Tanaman
1. Pengairan
Pengairan dilakukan secara kontinue seminggu sekali untuk memenuhi kebutuhan air, serta
untuk mempertahankan kelembabandan suhu tanah tetap rendah. Pengairan dilakukan dengan
cara menggenangi tanah selama 30 menit hingga tanah cukup basah. Dalam pengairan harus
diperhatikan supaya tidak terjadi keterlambatan pemberian air maupun pemberian air berlebihan.
Keterlambatan pemberian air dapat mengakibatkan pertumbuhan umbi tidak sempurna maupun
umbi menjadi pecah-pecah, sehingga akan menurunkan kualitas. Pembeian air yang berlebihan
sampai becek atau menggenang akan menyebabkan pembengkakan lentisel umbi, sehingga
mempermudah masuknya penyakit layu bakteri. Pengairan disesuaikan dengan keadaan tanah
atau fase pertumbuhan tanaman kentang. Dua minggu sebelum umbi dipanen, biasanya interval
pengairan dikurangi. Pengairan sebaknya dilakukan pda pagi atau sore hari, pada saat suhu udara
tidak terlalu tinggi dan sinar matahari tidak terlalu terik.

2. Penyiangan
Penyiangan dilakukan apabila lahan tanaman kentang ditumbuhi gulma. Penyiangan atau
pembersihan gulma (tanaman pengganggu) dilakukan pada saat tanaman berumur sekitar 4 dan 6
minggu setelah tanam, untuk penyiangan berikutnya dilakukan bila dirasakan perlu. Namun,
pada tanah bekas padi sawah yang digunakan untuk menanam kentang dengan sistem mulsa
jerami, biasanya penyiangan tidak mutlak harus dilakukan. Penyiangan harus dilakukan dengan
hati-hati, agar tidak merusak perakaran tanaman kentang. Kerusakan akar tanaman akan
mempermudah penyakit layu bakteri. Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut rumput-
rumput liar (gulma), kemudian menguburkannya pada suatu tempat.

3. Penyulaman
Penyulaman harus dilakukan seawal mungkin, antara 10-15 hari setelah tanam. Bibit yang tidak
tumbuh atau busuk harus segera diganti dengan bibit yang baru. Penyulaman dilakukan dengan
cara membongkar lubang tanam dari bibit yang tidak tumbuh, kemudian bibit yang baru
ditanamkan sedalam 7,5 cm – 10 cm. setelah penyulaman harus segera dilakukan pengairan atau
penyiraman, terutama di sekitar bidang tempat bibit yang baru.

4. Pembumbunan
Bersamaan penyiangan dilakukan pula pembumbunan sebanyak dua sekali pada minggu kedua
dan keempat, kemudian pembumbunan berikutnya dilakukan bila dirasa perlu Anonim, 2012).

5. Pemupukan Susulan
Pemupukan susulan dilakukan pada tanaman kentang yang berumur satu bulan. Pupuk yang
diberikan adalah urea sebanyak setengah dosis anjuran atau sisa dosis pemupukan dasar, yaitu
162,5 kg – 217,5 kg per hektar, atau pada lahan sawah bekas padi Supra Insus 50 kg/ ha. Pupuk
disebar secara merata pada larikan atau garitan dangkal diantara barisan tanaman, kemudian
ditutup dengan tanah setebal 10 cm – 15 cm, untuk mencegah atau mengurangi penguapan
pupuk. Setelah pemupukan sebaiknya dilakukan pengairan, agar pupuk cepat larut atau bereaksi
dengan tanah.

6. Pengendalian Hama dan Penyakit

F. Panen dan Pascapanen


Kentang yang ditanam di dataran medium sudah dapat dipanen pada umur 70 – 80 hari,
tergantung varietas yang ditanam. Misalnya, varietas LT-1, DTO-28, Cipanas, Berolina, Granola,
dan klon 77-051-39, dipanen pada umur 70 hari, sedangkan varietas Cosima dipanen pada umur
80 hari. Ciri-ciri tanaman kentang yang sudah layak untuk dipanen adalah daun-daunnya telah
menguning atau mongering, batang berubah warna dari hijau menjadi kekuning-kuningan, dan
kulit umbi tidak mudah lecet. Panen dilakukan dengan cara membongkar guludan atau bedengan,
kemudian mengangkat umbi-umbi kentang ke permukaan tanah. Umbi dibiarkan beberapa saat
agar terkena sinar matahari, kemudian dikumpulkan dan diangkut ke tempat penampungan hasil.
Potensi hasil varietas unggul yang ditanam di dataran medium berkisar 18 ton – 40 ton per
hektar, tergantung pada varietas yang ditanam. Hasil penelitian Balai Penelitian Tanaman
Sayuran Lembang menunjukkan, bahwa tumpangsari antara kentang varietas Granola dan
bawang daun di dataran medium dapat menekan serangan kutu persik (Myzus persicae) dan
dapat mempertahankan hasil panennkentang sebesar 19 ton/ha. (Rukmana, 2002).

Penanganan pascapanen umbi kentang di tempat penampungan hasil meliputi aktivitas-aktivitas


sebagai berikut: (Rukmana, 2012)
1. Melakukan seleksi dan sortasi umbi, yaitu memisahkan umbi yang rusak dari umbi yang sehat
(normal).
2. Membersihkan umbi yang terpilih dari kotoran atau tanah.
3. Menghilangkan panas laten dengan cara menghamparkan kentang dengan 4-5 lapisan,
sebelum dikemas atau dijual.
4. Mengemas umbi, dapat dilakukan dengan menggunakan kurung plastic (waring).

penulis:
Mar'atus Shalikhah, Wardiyani, dan Reza Fikri Alfatah. Budidaya Kentang di Dataran Medium.
Makalah Budidaya Tanaman Semusim. Fakultas Pertanian UGM

rujukan:
Rukmana, H., R. 2002. Usaha Tani Kentang Di Dataran Medium. Kanisius. Yogyakarta.
Setiadi dan Nurulhuda, S., S., F. 2008. Kentang: Varietas dan Pembudayaan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Soelarso, B., R. 1997. Budidaya Kentang Bebas Penyakit. Kanisius. Yogya

Anda mungkin juga menyukai