Anda di halaman 1dari 32

REFERAT

BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA (BPH)

Disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Bedah

di RSUD Tugurejo Semarang

Pembimbing :
dr. Rheno Rachmandita, Sp.B

Disusun Oleh :
Findi Wira Purnawati
H2A013045P

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2017

1
BAB I

PENDAHULUAN

Kelenjar prostat merupakan organ tubuh pria yang paling sering

mengalami pembesaran, baik jinak maupun ganas. Dengan bertambahnya usia,

kelenjar prostat juga mengalami pertumbuhan, sehingga menjadi lebih besar. Pada

tahap usia tertentu banyak pria mengalami pembesaran prostat yang disertai

gangguan buang air kecil. Gejala ini merupakan tanda awal Benign Prostatic

Hyperplasia (BPH). Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas

yang bermakna pada populasi pria lanjut usia. Hiperplasia prostat sering terjadi

pada pria diatas usia 50 tahun (50-79tahun) dan menyebabkan penurunan kualitas

hidup seseorang. Sebenarnya perubahan-perubahan kearah terjadinya pembesaran

prostat sudah dimulai sejak dini, dimulai pada perubahan-perubahan mikroskopik

yang kemudian bermanifestasi menjadi kelainan makroskopik (kelenjar

membesar) dan kemudian bermanifes dengan gejala klinik. Dengan adanya

hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan untuk

mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan berbagai cara mulai dari tindakan yang

paling ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling

berat yaitu operasi.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI PROSTAT

Prostat adalah kelenjar bagian dari sistem reproduksi pria yang berukuran

sebesar kacang kenari. Prostat tersusun atas dua bagian membentuk kerucut

dan luarnya dilapisi suatu jaringan. Selain kelenjar, prostat juga tersusun atas

jaringan otot sebanyak 30-50%. Prostat terletak di depan rektum dan tepat di

bawah kandung kemih. Fungsi prostat yang diketahui baru untuk

memproduksi cairan sebagai zat makanan bagi sperma dan mengubah

keasaman liang vagina. Cairan ini baru dikeluarkan saat sperma melewati

uretra (saluran kencing), yang berjalan di bagian tengah prostat, ketika

seorang laki-laki berada dalam fase klimaks seksual.1

II. JENIS TUMOR PADA PROSTAT

Tumor yang dapat menyerang organ prostat pada laki-laki dibedakan

menjadi 2 yaitu :

a. Tumor ganas (Kanker Prostat)

Kanker prostat adalah pertumbuhan sel yang cepat dan tidak terkontrol

pada prostat. Kanker prostat harus diwaspadai karena prostat berhubungan

dengan beberapa bagian vital, sehingga kanker prostat dan

penanganannya dapat mengganggu fungsi perkemihan, pencernaan, dan

seksual.2

3
Sampai saat ini penyebab dari kanker prostat belum diketahui, tetapi

ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena

kanker prostat, antara lain:2

1) Usia diatas 65 tahun.

Lebih dari 65% kejadian kanker prostat terdeteksi pada pria berusia

diatas 65 tahun.

2) Ras.

Ras Afro-Amerika memiliki risiko lebih tinggi daripada ras

Kaukasia untuk terkena kanker prostat. Sedangkan ras Asia yang

tinggal di benua Asia memiliki risiko paling rendah.

3) Riwayat keluarga/genetic.

Seorang pria dengan anggota keluarga terdekatnya terkena kanker

prostat memiliki resiko terkena kanker prostat dua kali lebih besar

daripada yang tidak. Risiko ini akan meningkat bila anggota

keluarganya tersebut didiagnosa kanker prostat pada usia lebih muda

(kurang dari 55 tahun).

4) Tempat tinggal.

Bagi yang tinggal di Amerika risiko terkena kanker prostat adalah

17%, sedangkan yang tinggal di dataran Cina risiko sebesar 2%.

Tetapi bila pria Asia beralih kebudayaan barat, risikonya akan

meningkat.

4
5) Perubahan prostat tertentu.

Pria dengan prostatic intraepithelial neoplasia (PIN)juga akan

meningkat risikonya terkena kanker prostat.

Pria dengan kanker prostat biasanya tidak menunjukkan gejala. Bagi

yang menimbulkan gejala, gejala–gejala yang bisa diperhatikan adalah:2

1) Masalah perkemihan

 Tidak mampu berkemih

 Sulit memulai/menghentikan kencing

 Aliran urin lambat

 Aliran urin tersendat

 Rasa sakit/terbakar saat kencing

2) Sulit ereksi

3) Darah pada urin atau semen

4) Rasa sakit berkala pada punggung bawah, pinggul atau pangkal paha

b. Tumor jinak (Benign Prostate Hyperplasia (BPH))

Pada tumor jinak prostat akan dibahas pada sub bab berikutnya.

III. DEFINISI BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA (BPH)

Benign Prostate Hyperplasia (BPH) sebenarnya adalah suatu keadaan

dimana kelenjar periuretral prostat mengalami hiperplasia yang akan

mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah.3

BPH adalah tumor jinak pada prostat akibat sel prostat yang terus

mengalami pertumbuhan. Secara mikroskopik, perubahan prostat bisa dilihat

5
sejak seseorang berusia 35 tahun. Pada usia 60-69 tahun, pembesaran prostat

mulai menimbulkan keluhan klinis pada 50% pria. Sementara pada usia 80

tahun, BPH terjadi pada hampir 100% pria. Pada tahun 2000, WHO mencatat

ada sekitar 800 juta orang yang mengalami BPH di seluruh dunia.3

Selama hidupnya, seorang pria memiliki dua periode pertumbuhan prostat,

yakni saat pubertas dan setelah usia 25 tahun. Saat pubertas, prostat

membesar dua kali lipat ukuran aslinya, sementara di usia 25 prostat tumbuh

secara perlahan dan bisa berlangsung seumur hidup. pembesaran inilah yang

kemudian menjadi cikal BPH. 4

Ketika prostat membesar, jaringan yang melapisinya di luar tidak ikut

berekspansi, hal ini menyebabkan uretra terjepit. Dinding kandung kemih pun

menebal dan mudah terangsang, ditandai dengan gampangnya kandung

kemih berkontraksi meskipun hanya berisi sedikit urin. Lama kelamaan

kandung kemih akan kehilangan kemampuannya berkontraksi sehingga tak

mampu mengeluarkan urin. Hal-hal inilah yang menyebabkan keluhan klinis

pada pasien dengan pembesaran prostat.4

Gambar 1. Pembesaran Prostat

6
IV. KELENJAR PROSTAT

A. Anatomi

Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh

kapsul fibromuskuler, yang terletak disebelah inferior vesika urinaria,

mengelilingi bagian proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada

disebelah anterior rektum. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat

normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram, dengan jarak basis ke

apex kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5

cm.5

Pada bagian anterior disokong oleh ligamentum pubo-prostatika yang

melekatkan prostat pada simpisis pubis. Pada bagian posterior prostat

terdapat vesikula seminalis, vas deferen, fasia denonvilliers dan rectum.

Fasia denonvilliers berasal dari fusi tonjolan dua lapisan peritoneum, fasia

ini cukup keras dan biasanya dapat menahan invasi karsinoma prostat ke

rectum sampai suatu stadium lanjut. Pada bagian posterior ini, prostat

dimasuki oleh ductus ejakulatorius yang berjalan secara oblique dan

bermuara pada veromentanum didasar uretra prostatika persis dibagian

proksimal spingter eksterna. Pada permukaan superior, prostat melekat

pada bladder outlet dan spingter interna sedangkan dibagian inferiornya

terdapat diafragama urogenitalis yang dibentuk oleh lapisan kuat fasia

pelvis, dan perineal membungkus otot levator ani yang tebal. Diafragma

urogenital ini pada wanita lebih lemah oleh karena ototnya lebih sedikit

dan fasia lebih sedikit.3

7
Gambar 2. kelenjar prostat dan uretra

Menurut klasifikasi Lowsley; prostat terdiri dari lima lobus: anterior,

posterior, medial, lateral kanan dan lateral kiri. Sedangkan menurut Mc

Neal, prostat dibagi atas 4 bagian utama:5

1. Bagian anterior atau ventral yang fibromuskular dan nonglandular.

Ini merupakan sepertiga dari keseluruhan prostat. Bagian prostat yang

glandular dapat dibagi menjadi 3 zona (bagian 2,3 dan 4).

2. Zona perifer, yang merupakan 70 % dari bagian prostat yang

glandular, membentuk bagian lateral dan posterior atau dorsal organ

ini. Secara skematik zona ini dapat digambarkan seperti suatu corong

yang bagian distalnya terdiri dari apex prostat dan bagian atasnya

terbuka untuk menerima bagian distal zona sentral yang berbentuk

baji. Saluran-saluran dari zona perifer ini bermuara pada uretra pars

prostatika bagian distal.

3. Zona sentral, yang merupakan 25 % dari bagian prostat yang

glandular, dikenal sebagai jaringan kelenjar yang berbentuk baji

8
sekeliling duktus ejakulatorius dengan apexnya pada verumontanum

dan basisnya pada leher buli-buli. Saluran-salurannya juga bermuara

pada uretra prostatika bagian distal. Zona central dan perifer ini

membentuk suatu corong yang berisikan segmen uretra proximal dan

bagianventralnya tidak lengkap tertutup melainkan dihubungkan oieh

stroma fibromuskular.

4. Zona transisional, yang merupakan bagian prostat glandular yang

terkecil (5 %), terletak tepat pada batas distal sfinkter preprostatik

yang berbentuk silinder dan dibentuk oleh bagian proximal uretra.

Zona transisional dan kelenjar periuretral bersama-sama kadang-

kadang disebut sebagai kelenjar preprostatik.

Gambar 3. Histologi kelenjar prostat

9
B. Epidemiologi

Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang

ditemukan sebelum usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami

peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai pubertas, waktu itu ada

peningkatan cepat dalam ukuran, yang kontinyu sampai usia akhir 30-an.

Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami perubahan

hyperplasia.6

Pada usia lanjut beberapa pria mengalami pembesaran prostat benigna.

Keadaan ini dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang lebih

80% pria yang berusia 80 tahun.6

C. Etiologi

Belum diketahui secara pasti, saat ini terdapat beberapa hipotesis yang

diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat antara lain: 6

1 Teori Hormonal

Teori ini dibuktikan bahwa sebelum pubertas dilakukan kastrasi

maka tidak terjadi BPH, juga terjadinya regresi BPH bila dilakukan

kastrasi. Selain androgen (testosteron/DHT), estrogen juga berperan

untuk terjadinya BPH. Dengan bertambahnya usia akan terjadi

perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara hormon testosteron

dan hormon estrogen, karena produksi testosteron menurun dan

terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di

perifer dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen

10
ini akan merangsang terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga

timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya

proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk

perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan

konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan

produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat

menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.

Dari berbagai percobaan dan penemuan klinis dapat diperoleh

kesimpulan, bahwa dalam keadaan normal hormon gonadotropin

hipofise akan menyebabkan produksi hormon androgen testis yang

akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya

usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis)

yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi

androgen. Hal ini mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat

merangsang produksi hormon estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari

fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral

sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer

yang tidak bereaksi terhadap estrogen.

2 Teori Growth Factor (faktor pertumbuhan)

Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan

stroma kelenjar prostat. Terdapat empat peptic growth factor yaitu;

basic transforming growth factor, transforming growth 1,

transforming growth factor 2, dan epidermal growth factor.

11
3 Teori Peningkatan Lama Hidup Sel-sel Prostat karena Berkurangnya

Sel yang Mati Teori Sel (stem cell hypothesis)

Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral

pada seorang dewasa berada dalam keadaan keseimbangan “steady

state”, antara pertumbuhan sel dan sel yang mati, keseimbangan ini

disebabkan adanya kadar testosteron tertentu dalam jaringan prostat

yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat berproliferasi.

Pada keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga

terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel

stem sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan

sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.

4 Teori Dihidro Testosteron (DHT)

Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan

sebagian dari kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah

dan 98% akan terikat oleh globulin menjadi sex hormon binding

globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam keadaan testosteron

bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam “target

cell” yaitu sel prostat melewati membran sel langsung masuk

kedalam sitoplasma, di dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim 5

alpha reductase menjadi 5 dyhidro testosteron yang kemudian

bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi “hormone receptor

complex”. Kemudian “hormone receptor complex” ini mengalami

transformasi reseptor, menjadi “nuclear receptor” yang masuk

12
kedalam inti yang kemudian melekat pada chromatin dan

menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan

sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar

prostat.

5 Teori Reawakening

Mc Neal tahun 1978 menulis bahwa lesi pertama bukan

pembesaran stroma pada kelenjar periuretral (zone transisi)

melainkan suatu mekanisme “glandular budding” kemudian

bercabang yang menyebabkan timbulnya alveoli pada zona

preprostatik. Persamaan epiteleal budding dan “glandular

morphogenesis” yang terjadi pada embrio dengan perkembangan

prostat ini, menimbulkan perkiraan adanya “reawakening” yaitu

jaringan kembali seperti perkembangan pada masa tingkat

embriologik, sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat

dari jaringan sekitarnya.

Selain teori-teori di atas masih banyak lagi teori yang menerangkan

tentang penyebab terjadinya BPH seperti; teori tumor jinak, teori rasial dan

faktor sosial, teori infeksi dari zat-zat yang belum diketahui, teori yang

berhubungan dengan aktifitas hubungan seks, teori peningkatan kolesterol,

dan Zn yang kesemuanya tersebut masih belum jelas hubungan sebab-

akibatnya.

13
D. Patofisiologi

Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya

gejala yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen

mekanik ini berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra

yang akan mendesak uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan

aliran urine (obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen dinamik

meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha

adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan

menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus.

Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang

juga tergantung dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.6

Berbagai keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan dan resistensi

uretra. Selanjutnya hal ini akan menyebabkan sumbatan aliran kemih.

Untuk mengatasi resistensi uretra yang meningkat, otot-otot detrusor akan

berkontraksi untuk mengeluarkan urine. Kontraksi yang terus-menerus ini

menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot

detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli.

Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi.6

Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai

keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract

symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala

prostatismus.6

14
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk

ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk

berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang

semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak

terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini

dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi

refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan

mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke

dalam gagal ginjal.6

E. Gambaran Klinis

Gejala Klinis

Gejala hyperplasia prostat menurut Boyarsky, dkk (1977) dibagi

atas gejala obstruktif dan gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan

karena penyempitan uretra pars prostatika karena didesak oleh prostat

yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup

kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala-

gejalanya antara lain:7

1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistency)

2. Pancaran miksi yang lemah (Poor stream)

3. Miksi terputus (Intermittency)

4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)

15
5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder

emptying)

Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat

masih tergantung tiga factor, yaitu:7

1. Volume kelenjar periuretral

2. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

3. Kekuatan kontraksi otot detrusor

Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaris

yang tidak sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh karena

hipersensitifitas otot detrusor karena pembesaran prostat menyebabkan

rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun

belum penuh., gejalanya ialah:7

1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)

2. Nokturia

3. Miksi sulit ditahan (Urgency)

4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi)

Untuk menentukan derajat beratnya penyakit yang berhubungan

dengan penentuan jenis pengobatan BPH dan untuk menilai keberhasilan

pengobatan BPH, dibuatlah suatu skoring yang valid dan reliable.

Terdapat beberapa sistem skoring, di antaranya skor International

Prostate Skoring System (IPSS) yang diambil berdasarkan skor American

Urological Association (AUA). Sistem skoring yang lain adalah skor

Madsen-Iversen dan skor Boyarski. Skor AUA terdiri dari 7 pertanyaan.

16
Pasien diminta untuk menilai sendiri derajat keluhan obstruksi dan iritatif

mereka dengan skala 0-5. Total skor dapat berkisar antara 0-35. Skor 0-7

ringan, 8-19 sedang, dan 20-35 berat.7

Skor Madsen-Iversen terdiri dari 6 pertanyaan yang berupa

pertanyaan-pertanyaan untuk menilai derajat obstruksi dan 3 pertanyaan

untuk gejala iritatif. Total skor dapat berkisar antara 0-29. Skor <> 20

berat. Perbedaannya dengan skor AUA adalah dalam skor Madsen

Iversen penderita tidak menilai sendiri derajat keluhannya. Perbedaan ini

yang mendasari mengapa skor Madsen-Iversen digunakan di Sub Bagian

Urologi RSUPN Cipto Mangunkusumo.7

Anamnesis

Pemeriksaan awal terhadap pasien BPH adalah melakukan

anamnesis atau wawancara yang cermat guna mendapatkan

data tentang riwayat penyakit yang dideritanya. Anamnesis itu

meliputi(13,14):

 Keluhan yang dirasakan dan seberapa lama keluhan itu telah

mengganggu,

 Riwayat penyakit lain dan penyakit pada saluran urogenitalia

(pernah mengalami cedera, infeksi, atau pembedahan),

 Riwayat kesehatan secara umum dan keadaan fungsi seksual,

 Obat-obatan yang saat ini dikonsumsi yang dapat menimbulkan

keluhan miksi,

17
 Tingkat kebugaran pasien yang mungkin diperlukan untuk tindakan

pembedahan.

Salah satu pemandu yang tepat untuk

mengarahkan dan menentukan adanya gejala obstruksi akibat

pembesaran prostat adalah International Prostate Symptom Score

(IPSS).

WHO dan AUA telah mengembangkan dan mensahkan prostate

symptom score yang telah distandarisasi(5,13-15). Skor ini berguna untuk

menilai dan memantau keadaan pasien BPH.

Analisis gejala ini terdiri atas 7 pertanyaan yang masing-masing

memiliki nilai 0 hingga 5 dengan total maksimum 35. Kuesioner IPSS

dibagikan kepada pasien dan diharapkan pasien mengisi sendiri tiap-

tiap pertanyaan. Keadaan pasien BPH dapat

digolongkan berdasarkan skor yang diperoleh adalah sebagai

berikut(5,15,16):

 Skor 0-7: bergejala ringan

 Skor 8-19: bergejala sedang

 Skor 20-35: bergejala berat.

Selain 7 pertanyaan di atas, di dalam daftar pertanyaan IPSS

terdapat satu pertanyaan tunggal mengenai kualitas hidup (quality of life

atau QoL) yang juga terdiri atas 7 kemungkinan jawaban.7

18
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Eamination (DRE)

sangat penting. Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran

tentang keadaan tonus spingter ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa

rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan pada di dalam rektum dan

tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan: 7

1. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)

2. Simetris/ asimetris

3. Adakah nodul pada prostate

4. Apakah batas atas dapat diraba

5. Sulcus medianus prostate

6. Adakah krepitasi

Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan konsistensi prostat

kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan

tidak didapatkan nodul. Sedangkan pada carcinoma prostat, konsistensi

prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak

simetris. Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi.7

Apakah Kelenjar prostat Normal atau Kelenjar prostat Hiperplasia,

dengan ciri ada pendorongan prostat kearah rectum, Kelenjar prostat

Karsinoma, akan teraba nodul keras.7

19
Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria

bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi

pnielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada

pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total,

daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya

hernia. Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya

kemungkinan sebab yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi

seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah

uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus.7

F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium4

1. Darah

Ureum, kreatinin, elektrolit, Blood urea nitrogen, Prostate Specific

Antigen (PSA), Gula darah ·

2. Urine

Kultur urin dan test sensitifitas, urinalisis dan pemeriksaan

mikroskopis, sedimen

3. Pemeriksaan pencitraan4

a. Foto polos abdomen (BNO)

Dari sini dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit

ikutan misalnya batu saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikel

20
kandung kemih juga dapat untuk menghetahui adanya metastasis

ke tulang dari carsinoma prostat.

b. Pielografi Intravena (IVP)

Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai filling

defect/indentasi prostat pada dasar kandung kemih atau ujung

distal ureter membelok keatas berbentuk seperti mata kail

(hooked fish). Dapat pula mengetahui adanya kelainan pada ginjal

maupun ureter berupa hidroureter ataupun hidronefrosis serta

penyulit (trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli – buli). Foto

setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin.

c. Sistogram retrograde

Memberikan gambaran indentasi pada pasien yang telah

dipasang kateter karena retensi urin.

d. Transrektal Ultrasonografi (TRUS)

Deteksi pembesaran prostat dengan mengukur residu urin.

e. MRI atau CT scan

Jarang dilakukan. Digunakan untuk melihat pembesaran

prostat dan dengan bermacam – macam potongan

4. Pemeriksaan lain3

a. Uroflowmetri

21
Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran

ditentukan oleh daya kontraksi otot detrusor, tekanan intravesika,

resistensi uretra. Angka normal laju pancaran urin ialah 12

ml/detik dengan puncak laju pancaran mendekati 20 ml/detik.

Pada obstruksi ringan, laju pancaran melemah menjadi 6 – 8

ml/detik dengan puncaknya sekitar 11 – 15 ml/detik.

b. Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies)

Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar

pemeriksaan uroflowmetri tidak dapat membedakan apakah

penyebabnya adalah obstruksi atau daya kontraksi otot detrusor

yang melemah. Untuk membedakan kedua hal tersebut dilakukan

pemeriksaan tekanan pancaran dengan menggunakan Abrams-

Griffiths Nomogram. Dengan cara ini maka sekaligus tekanan

intravesica dan laju pancaran urin dapat diukur.

c. Pemeriksaan Volume Residu Urin

Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan

dengan cara sangat sederhana dengan memasang kateter uretra

dan mengukur berapa volume urin yang masih tinggal.

Pemeriksaan sisa urin dapat juga diperiksa (meskipun kurang

akurat) dengan membuat foto post voiding atau USG.

G. Diagnosis

Diagnosis hiperplasia prostat dapat ditegakkan melalui:7

22
1. Anamnesis : adanya gejala obstruktif dan gejala iritatif

2. Pemeriksaan fisik : terutama colok dubur ; hiperplasia prostat teraba

sebagai prostat yang membesar, konsistensi kenyal, permukaan rata,

asimetri dan menonjol ke dalam rektum. Semakin berat derajat

hiperplasia prostat batas atas semakin sulit untuk diraba.

3. Pemeriksaan laboratorium : berperan dalam menentukan ada tidaknya

komplikasi

H. Diagnosis Banding

Pada pasien dengan keluhan obstruksi saluran kemih di antaranya:2

1. Struktur uretra

2. Kontraktur leher vesika

3. Batu buli-buli kecil

4. Kanker prostat

5. Kelemahan detrusor, misalnya pada penderita asma kronik yang

menggunakan obat-obat parasimpatolitik.

Pada pasien dengan keluhan iritatif saluran kemih, dapat disebabkan

oleh :

1. Instabilitas detrusor

2. Karsinoma in situ vesika

3. Infeksi saluran kemih

4. Prostatitis

5. Batu ureter distal

23
6. Batu vesika kecil.

I. Komplikasi

Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat

dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut1

1. Inkontinensia Paradoks

2. Batu Kandung Kemih

3. Hematuria

4. Sistitis

5. Pielonefritis

6. Retensi Urin Akut Atau Kronik

7. Refluks Vesiko-Ureter

8. Hidroureter

9. Hidronefrosis

10. Gagal Ginjal

J. Penatalaksanaan

Terapi BPH dapat berkisar dari watchful waiting di mana tidak

diperlukan teknologi yang canggih dan dapat dilakukan oleh dokter umum,

hingga terapi bedah minimal invasif yang memerlukan teknologi canggih

serta tingkat keterampilan yang tinggi. Berikut ini akan dibahas

24
penatalaksanaan BPH berupa watchful waiting, medikamentosa, terapi

bedah konvensional, dan terapi minimal invasif.3

Watchful Waiting

Watchful waiting dilakukan pada penderita dengan keluhan ringan

(skor IPSS <>3).

1. Pasien diberi nasihat agar mengurangi minum setelah makan malam

agar mengurangi nokturia.

2. Menghindari obat-obat parasimpatolitik (mis: dekongestan).

3. Mengurangi kopi.

4. Melarang minum minuman alkohol agar tidak terlalu sering buang

air kecil. Penderita dianjurkan untuk kontrol setiap tiga bulan untuk

diperiksa: skoring, uroflowmetri, dan TRUS.

5. Bila terjadi kemunduran, segera diambil tindakan.

Terapi Medikamentosa

Pilihan terapi non-bedah adalah pengobatan dengan obat

(medikamentosa). Terdapat tiga macam terapi dengan obat yang sampai

saat ini dianggap rasional, yaitu dengan penghambat adrenergik a-1,

penghambat enzim 5a reduktase, dan fitoterapi3.

a. Penghambat adrenergik a-14

Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor a-1 yang banyak

ditemukan pada otot polos ditrigonum, leher buli-buli, prostat, dan

25
kapsul prostat. Dengan demikian, akan terjadi relaksasi di daerah

prostat sehingga tekanan pada uretra pars prostatika menurun dan

mengurangi derajat obstruksi. Obat ini dapat memberikan perbaikan

gejala obstruksi relatif cepat.

Efek samping dari obat ini adalah penurunan tekanan darah yang

dapat menimbulkan keluhan pusing (dizziness), lelah, sumbatan

hidung, dan rasa lemah (fatique).

Pengobatan dengan penghambat reseptor a-1 masih

menimbulkan beberapa pertanyaan, seperti berapa lama akan

diberikan dan apakah efektivitasnya akan tetap baik mengingat

sumbatan oleh prostat makin lama akan makin berat dengan

tumbuhnya volume prostat. Contoh obat: prazosin, terazosin dosis 1

mg/hari, dan dapat dinaikkan hingga 2-4 mg/hari. Tamsulosin

dengan dosis 0.2-0.4 mg/hari2.

b. Penghambat enzim 5a reduktase 4

Obat ini bekerja dengan menghambat kerja enzim 5a reduktase,

sehingga testosteron tidak diubah menjadi dehidrotestosteron.

Dengan demikian, konsentrasi DHT dalam jaringan prostat menurun,

sehingga tidak akan terjadi sintesis protein. Obat ini baru akan

memberikan perbaikan simptom setelah 6 bulan terapi.

Salah satu efek samping obat ini adalah menurunnya libido dan

kadar serum PSA2. Contoh obat : finasteride dosis 5 mg/hari.

26
Kombinasi penghambat adrenergik a- 1 dan penghambat enzim

5a reduktase Terapi kombinasi penghambat adrenergik a-1 dan

penghambat enzim 5a reduktase pertama kali dilaporkan oleh Lepor

dan kawan-kawan pada 1996. Terdapat penurunan skor dan

peningkatan Qmax pada kelompok yang menggunakan penghambat

adrenergik a-1. Namun, masih terdapat keraguan mengingat prostat

pada kelompok tersebut lebih kecil dibandingkan kelompok lain.

Penggunaan terapi kombinasi masih memerlukan penelitian lebih

lanjut.

c. Fitoterapi 4

Terapi dengan bahan dari tumbuh-tumbuhan poluler diberikan di

Eropa dan baru-baru ini di Amerika. Obat-obatan tersebut

mengandung bahan dari tumbuhan seperti Hypoxis rooperis, Pygeum

africanum, Urtica sp, Sabal serulla, Curcubita pepo, Populus temula,

Echinacea purpurea, dan Secale cerelea. Masih diperlukan penelitian

untuk mengetahui efektivitas dan keamanannya.

d. Terapi Bedah Konvensional 4

Prostatektomi digolongkan dalam 2 golongan:

1. Prostatektomi terbuka :

a) Prostatektomi suprapubik transvesikalis (Freyer)

b) Prostatektomi retropubik (Terence Millin)

c) Prostatektomi perinealis (Young)

Open simple prostatectomy

27
Indikasi untuk melakukan tindakan ini adalah bila ukuran

prostat terlalu besar, di atas 100 gram, atau bila disertai

divertikulum atau batu buli-buli. Dapat dilakukan dengan

teknik transvesikal atau retropubik. Operasi terbuka

memberikan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi

daripada TUR-P1-2.3

2. Prostatektomi tertutup :

a) Reseksi transuretral

i. Transurethral resection of the prostate (TUR-P)

Prinsip TUR-P adalah menghilangkan bagian

adenomatosa dari prostat yang menimbulkan obstruksi

dengan menggunakan resektoskop dan elektrokauter.

Sampai saat ini, TUR-P masih merupakan baku emas

dalam terapi BPH. Sembilan puluh lima persen

prostatektomi dapat dilakukan dengan endoskopi.3

Komplikasi jangka pendek adalah perdarahan,

infeksi, hiponatremia (sindrom TUR), dan retensi karena

bekuan darah. Komplikasi jangka panjang adalah struktur

uretra, ejakulasi retrograd (75%), inkontinensia (<1%),>3.

ii. Transurethral incision of the prostate (TUIP)

Dilakukan terhadap penderita dengan gejala sedang

sampai berat dan dengan ukuran prostat kecil, yang sering

terdapat hiperplasia komisura posterior (leher kandung

28
kemih yang tinggi).3 Teknik ini meliputi insisi pada arah

jam 5 dan 7. Penyulit yang bisa terjadi adalah ejakulasi

retrograd.3

b) Bedah beku

e. Terapi laser

Terdapat dua sumber energi yang digunakan, yaitu Nd YAG dan

holmium YAG. Tekniknya antara lain Transurethral laser induced

prostatectomy (TULIP) yang dilakukan dengan bantuan USG, Visual

coagulative necrosis, Visual laser ablation of the prostate (VILAP),

dan interstitial laser therapy.3

Keuntungan terapi laser adalah perdarahan minimal, jarang

terjadinya sindrom TUR, mungkin dilakukan pada pasien yang

menjalani terapi antikoagulan, dan dapat dilakukan tanpa perlu

dirawat di rumah sakit.3

Kerugiannya di antaranya tidak didapatkan jaringan untuk

pemeriksaan histopatologi, diperlukan waktu pemasangan kateter

yang lebih lama, keluhan iritatif yang lebih banyak, dan harga yang

mahal1,2. Efek samping yang pernah dilaporkan di Indonesia adalah

perdarahan (2%), nyeri pasca operasi (3%), retensi (19%), ejakulasi

retrograd (3%), dan disfungsi ereksi (1%).4

f. Microwave hyperthermia

29
Memanaskan jaringan adenoma melalui alat yang dimasukkan

melalui uretra atau rektum sampai suhu 42-45oC sehingga

diharapkan terjadi koagulasi.3

1. Trans urethral needle ablation (TUNA)

Alat yang dimasukkan melalui uretra yang apabila posisi

sudah diatur, dapat mengeluarkan 2 jarum yang dapat

menusuk adenoma dan mengalirkan panas, sehingga terjadi

koagulasi sepanjang jarum yang menancap di jaringan

prostat.3

2. High intensity focused ultrasound (HIFU)

Melalui probe yang ditempatkan di rektum yang

memancarkan energi ultrasound dengan intensitas tinggi dan

terfokus.3

3. Intraurethral stent

Adalah alat yang secara endoskopik ditempatkan di fosa

prostatika untuk mempertahankan lumen uretra tetap terbuka.

Dilakukan pada pasien dengan harapan hidup terbatas dan

tidak dapat dilakukan anestesi atau pembedahan.3

4. Transurethral baloon dilatation

Dilakukan dengan memasukkan kateter yang dapat

mendilatasi fosa prostatika dan leher kandung kemih.

Prosedur ini hanya efektif bila ukuran prostat kurang dari 40

g, sifatnya sementara, dan jarang dilakukan lagi.3

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidayat, R. Jong Wim De, 2004,Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Copy

Editor:Adinda Candralela Jakarta : EGC

2. Presti, JC. et al.,2008. Kane CJ, Shinohara K, Carroll PR. Neoplasms of the

prostate gland. Dalam:Smiths’s General Urology. 17th

3. Barkin, J. 2011. Benign Prostatic Hyperplasia and Lower Urinary Tract

Symptoms: Evidence and Approach for Best Case Management. The

Canadian Journal of Urology 18: 14-19.

4. Deters, LA, 2013. Benign Prostatic Hypertrophy. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/437359-overview#a0156[Accessed 29

Januari 2014].

5. Purnomo, BB, 2007. Dasar-Dasar Urologi Edisi 2. Jakarta : Sagung Seto; 69-

77; 199-206. edition. California: McGrawhill. p. 348-355

6. Roehrborn, CG. et al., 2010. Mcconnell JD. Benign Prostatic Hyperplasia:

Etiology, Pathophysiology, Epidemiology, and Natural History in Campbell -

Walsh Urology. 10th

31
7. Sarma AV and Wei JT. Benign Prostatic Hyperplasia and Lower Urinary

Tract Symptoms. The New England Journal of Medicine. 2012; 367: 248-257.

32

Anda mungkin juga menyukai