Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pengetahuan masyarakat yang meningkat menyebabkan semakin meningkatnya
tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan kesehatan termasuk didalamnya pelayanan
keperawatan. Melihat fenomena tersebut mendorong perawat untuk meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilan dalam memberikan asuhan keperawatan dengan belajar banyak
tentang konsep pengelolaan keperawatan dan langkah-langkah konkrit dalam
pelaksanaannya. Langkah-langkah tersebut dapat berupa penataan sistem pemberian
pelayanan keperawatan profesional (SP2KP) mulai dari ketenagaan/pasien, penetapan MAKP
dan perbaikan dokumentasi keperawatan. Pemenuhan tingkat kepuasan pasien ini dapat
dimulai dengan upaya menggali kebutuhan pasien demi tercapainya keberhasilan asuhan
keperawatan. Metode yang dipilih untuk menggali secara mendalam tentang kebutuhan
pasien adalah dengan melaksanakan ronde keperawatan. Dengan melaksanakan ronde
keperawatan diharapkan dapat memecahkan masalah keperawatan pasien melalui cara
berpikir kritis berdasarkan konsep asuhan keperawatan.
Ronde keperawatan merupakan suatu sarana bagi perawat untuk membahas masalah
keperawatan dengan melibatkan klien dan seluruh tim keperawatan, konsultan keperawatan,
serta tim kesehatan lain (dokter, ahli gizi, rehabilitasi medik). Selain menyelesaikan masalah
keperawatan pasien, ronde keperawatan juga merupakan suatu proses belajar bagi perawat
dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor. Kepekaan
dan cara berpikir kritis perawat akan tumbuh dan terlatih melalui suatu transfer pengetahuan
dan pengaplikasian konsep teori secara langsung pada kasus nyata. Dengan pelaksanaan
ronde keperawatan yang berkesinambungan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
perawat ruangan untuk berpikir secara kritis dalam peningkatan perawatan secara
professional. Dalam pelaksanaan ronde juga akan terlihat kemampuan perawat dalam
melaksanakan kerja sama dengan tim kesehatan yang lain guna mengatasi masalah kesehatan
yang terjadi pada klien (Nursalam,2007).
Di Ruang Aster A RSUP Muhammad Hoesin Palembang, ronde keperawatan belum
pernah dilaksanakan sebelumnya. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai pendorong untuk
proses tindak lanjut pelaksanaan ronde keperawatan di ruangan Aster A secara
berkesinambungan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka kami mahasiswa Program Ilmu Keperawatan
Universitas Sriwijaya akan mengadakan kegiatan ronde keperawatan di Ruang Aster A
selama Praktik Profesi Manajemen Keperawatan.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menyelesaikan masalah pasien melalui pendekatan berpikir kritis.
1.2.2 Tujuan khusus
Setelah dilaksanakan ronde keperawatan, mahasiswa mampu:
1). Menumbuhkan cara berpikir kritis dan sistematis
2). Meningkatkan kemampuan validasi data klien
3). Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosis keperawatan.
4). Meningkatkan kemampuan untuk memodifikasi rencana keperawatan
5). Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berorientasi pada
masalah klien.
6). Meningkatkan kemampuan justifikasi.
7). Meningkatkan kemampuan dalam menilai hasil kerja

1.3 Manfaat
1. Bagi Pasien
1). Membantu menyelesaikan masalah pasien sehingga mempercepat masa
penyembuhan.
2). Mendapat perawatan secara profesional dan efektif kepada pasien
3). Memenuhi kebutuhan pasien
2. Bagi Perawat
1). Meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor perawat.
2). Meningkatkan kerjasama antar tim kesehatan.
3). Menciptakan komunitas keperawatan profesional.
3. Bagi rumah sakit
1). Meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit.
2). Menurunkan lama hari perawatan pasien.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ronde Keperawatan


2.1.1 Pengertian Ronde Keperawatan
Ronde keperawatan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi
masalah keperawatan klien, dilakukan dengan melibatkan pasien untuk membahas dan
melaksanakan asuhan keperawatan. Pada kasus tertentu harus dilakukan oleh perawat
primer dengan konselor, kepala ruangan, perawat assosiate serta melibatkan seluruh
anggota tim kesehatan (Nursalam, 2011)
2.1.2 Manfaat
1. Masalah pasien dapat teratasi
2. Kebutuhan pasien dapat terpenuhi
3. Terciptanya komunitas keperawatan yang profesional
4. Terjalinnya kerjasama antar tim kesehatan.
5. Perawat dapat melaksanakan model asuhan keperawatan dengan tepat dan benar.
2.1.3 Kriteria klien
Klien yang dipilih untuk dilakukan ronde keperawatan adalah klien yang memiliki
kriteria sebagai berikut:
1. Mempunyai masalah keperawatan yang belum teratasi meskipun sudah dilakukan
tindakan keperawatan
2. Klien dengan kasus baru atau langka
2.1.4 Peran masing-masing anggota tim
1. Perawat Primer (PP) dan Perawat Associate (PA)
a. Menjelaskan data klien yang mendukung masalah klien
b. Menjelaskan diagnosis keperawatan
c. Menjelaskan intervensi yang dilakukan
d. Menjelaskan hasil yang didapat
e. Menjelaskan rasional (alasan ilmiah) tindakan yang diambil
f. Menggali masalah-masalah klien yang belum terkaji
2. Perawat Konselor
a. Memberikan justifikasi
b. Memberikan reinforcement
c. Memvalidasi kebenaran dari masalah dan intervensi keperawatan serta rasional
tindakan
d. Mengarahkan dan koreksi
e. Mengintegrasikan konsep dan teori yang telah dipelajari
2.1.5 Alur Pelaksanaan Ronde Keperawatan

TAHAP PRA PP
2 RONDE

Penetapan Pasien
Pasien

Persiapan Pasien :
 Informed Concent
 Hasil Pengkajian/
Validasi data

3  Apa masalah & diagnosis


TAHAP keperawatan?
4 PELAKSANAAN Penyajian  Data apa yang mendukung?
5 DI NURSE Masalah  Bagaimana intervensi yang sudah
STATION dilakukan?
6  Apa hambatan yang ditemukan?

7 TAHAP RONDE
Validasi data
DI BED KLIEN
8

Diskusi PP, Konselor,


KARU, Dokter,
Gizi,FisioThe

9
TAHAP PASCA
10 RONDE Lanjutan diskusi
di Nurse Station

Simpulan dan
rekomendasi solusi
masalah

Aplikasi Hasil
analisis
dan diskusi

Masalah teratasi
2.1.6 Evaluasi
1. Evaluasi Struktur :
a. Ronde keperawatan dilaksanakan di Ruang Aster A RSUP Muhammad
Hoesin, persyaratan administratif sudah lengkap (Informed consent, alat, dan
lainnya)
b. Peserta ronde keperawatan hadir ditempat pelaksanaan ronde keperawatan
c. Persiapan dilakukan sebelumnya.
2. Evaluasi Proses :
a. Peserta mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir.
b. Seluruh peserta berperan aktif dalam kegiatan ronde sesuai peran yang telah
ditentukan
3. Evaluasi Hasil :
a. Klien puas dengan hasil kegiatan.
b. Masalah klien dapat teratasi.
c. Perawat dapat :
1) Menumbuhkan cara berfikir yang kritis.
2) Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berorientasi
pada masalah pasien.
3) Meningkatkan cara berfikir yang sistematis
4) Meningkatkan kemampuan validitas data pasien.
5) Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosa keperawatan.
6) Meningkatkan kemampuan justifikasi
7) Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja.
8) Meningkatkan kemampuan memodifikasi rencana asuhan keperawatan

2.2 Asuhan Keperawatan pada Tn.B dengan diagnosa medis Limfoma dengan
masalah keperawatan utama .........................................
2.2.1 Konsep Penyakit
a. Pengertian
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan
kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung,
dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma.
b. Etiologi
1. Infeksi
Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies Moraxella
merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk sentral. Gejala
klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar bersifat mukopurulen yang
bersifat khas menunjukkan infeksi P aeruginosa.
 Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,
Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.
 Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk khas
dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah
akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila
mengalami nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster,
variola, vacinia (jarang).
 Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air yang
tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh
acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna lensa
kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi
juga biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air
atau tanah yang tercemar.

2. Noninfeksi
a. Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik dan
organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi pengendapan
protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat
destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali
antara lain amonia, cairan pembersih yang mengandung kalium/natrium hidroksida
dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran kolagen kornea.
b. Radiasi atau suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan merusak
epitel kornea.
c. Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca yang
merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan defisiensi unsur film
air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan permukan palpebra atau kelainan epitel
yang menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada keadaan lebih
lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea terpulas dengan
flurosein.
d. Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan vitamin A dari
makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan ganggun pemanfaatan oleh
tubuh.
e. Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya; kortikosteroid, IDU
(Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan imunosupresif.
f. Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
g. Pajanan (exposure)
h. Neurotropik

3. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)


a. Granulomatosa wagener
b. Rheumathoid arthritis

c. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:
1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus kornea bakterialis
b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)

d. Manifestasi klinik
Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :
Gejala Subjektif
 Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
 Sekret mukopurulen
 Merasa ada benda asing di mata
 Pandangan kabur
 Mata berair
 Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
 Silau
 Nyeri
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada perifer
kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.

Gejala Objektif
 Injeksi siliar
 Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
 Hipopion

e. Patofisiologi
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam
perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan
seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di
permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera
mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan
sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat
terutama bila letaknya di daerah pupil.
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera
datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan
kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera
bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang
terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi
infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang
mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh
dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi
kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik
superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit
juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada
kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang
meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf
kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada
pembuluh iris.
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut. Infiltrat sel
leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini menyebar kedua arah
yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan superficial maka akan
lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi
sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat
baru yang akan menyebabkan terjadinya sikatrik.
f. Pathway

Abnormalitas genetic, factor


lingkungan, infeksi virus

Nyeri Pembesaran Gangguan Hipertermi


kelenjar getah termoregulasi Resiko
bening Resiko terjadinya terjadinya
infeksi infeksi

Mendesak jaringan Mendesak pembuluh darah Mendesak sel


sekitar saraf

Sistem Sistem saraf Sistem Sistem Respons


pernapasan pencernaan muskuluskletal psikososial

Pa O2 menurun Paralisis Efek Sesak napas


PCO2 faringeal hiperventilasi Penurunan Tindakan
meningkat suplai oksigen invasif
Sesak napas Produksi asam
Kesulitan kejaringan
Peningkatan lambung
menelan
produksi sekret meningkat Koping tidak
Penurunan Peristaltik Peningkatan efektif
Penurunan
imunitas menurun metabolisme
nafsu makan
anaerob
Kecemasan

Mual, nyeri Peningkatan


Pola napas lambung produksi asam
tidak efektif konstipasi laktat
↑ Jalan nafas
tidak efektif

Kelemahan fisik
umum,odem
Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh

Intoleransi aktivitas

Sumber : (Mansjoer, A. 2001) Kapita Selecta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 1.


g. Pemeriksaan Penunjang
Untuk mendeteksi limfoma harus dilakukan biopsi dari kelenjar getah bening
yang terkena dan juga untuk menemukan adanya sel Reed-Sternberg. Untuk
mendeteksi Limfoma memerlukan pemeriksaan seperti sinar-X, CT scan, PET scan,
biopsi sumsum tulang dan pemeriksaan darah. Biopsi atau penentuan stadium adalah
cara mendapatkan contoh jaringan untuk membantu dokter mendiagnosis Limfoma.
Ada beberapa jenis biopsy untuk mendeteksi limfoma maligna yaitu :
1. Biopsi kelenjar getah bening, jaringan diambil dari kelenjar getah bening yang
membesar.
2. Biopsi aspirasi jarum-halus, jaringan diambil dari kelenjar getah bening dengan
jarum suntik. Ini kadang-kadang dilakukan untuk memantau respon terhadap
pengobatan.
3. Biopsi sumsum tulang di mana sumsum tulang diambil dari tulang panggul untuk
melihat apakah Limfoma telah melibatkan sumsum tulang.

h. Penatalaksanaan & Therapy


Cara pengobatan bervariasi dengan jenis penyakit. Beberapa pasien dengan
tumor keganasan tingkat rendah, khususnya golongan limfositik, tidak membutuhkan
pengobatan awal jika mereka tidak mempunyai gejala dan ukuran lokasi limfadenopati
yang bukan merupakan ancaman.
1. Radioterapi
Walaupun beberapa pasien dengan stadium I yang benar-benar terlokalisasi dapat
disembuhkan dengan radioterapi, terdapat angka yang relapse dini yang tinggi pada
pasien yang dklasifikasikan sebagai stadium II dan III. Radiasi local untuk tempat
utama yang besar harus dipertimbangkan pada pasien yang menerima khemoterapi
dan ini dapat bermanfaat khusus jika penyakit mengakibatkan sumbatan/ obstruksi
anatomis.
Pada pasien dengan limfoma keganasan tingkat rendah stadium III dan IV,
penyinaran seluruh tubuh dosis rendah dapat membuat hasil yang sebanding
dengan khemoterapi.
2. Khemoterapi
a. Terapi obat tunggal Khlorambusil atau siklofosfamid kontinu atau intermiten
yang dapat memberikan hasil baik pada pasien dengan limfoma maligna
keganasan tingkat rendah yang membutuhkan terapi karena penyakit tingkat
lanjut.Terapi kombinasi. (misalnya COP (cyclophosphamide, oncovin, dan
prednisolon)) juga dapat digunakan pada pasien dengan tingkat rendah atau
sedang berdasakan stadiumnya. Paling baik selalu diberikan kemoterapi
kombinasi MOPP:
M = Mustard nitrogen 6mg / sqm iv hari ke 1 dan 8.
O = Oncovin = vincristine 1,0 – 1,mg / sqm iv hari ke 1 dan 8.
P = Procarbazine 100mg / sqm per os tiap hari ke 1-14.
P = Prednison 40mg / sqm per os tiap hari ke 1-14.
Satu seri adalah 14 hari kemudian istirahat 14 hari.
i. Komplikasi
Komplikasi yang dialami pasien dengan limfoma maligna dihubungkan dengan
penanganan dan berulangnya penyakit. Efek-efek umum yang merugikan berkaitan
dengan kemoterapi meliputi : alopesia, mual, muntah, supresi sumsum tulang,
stomatitis dan gangguan gastrointestinal. Infeksi adalah komplikasi potensial yang
paling serius yang mungkin dapat menyebabkan syok sepsis. Efek jangka panjang dari
kemoterapi meliputi kemandulan, kardiotoksik, dan fibrosis pulmonal.
Efek samping terapi radiasi dihubungkan dengan area yang diobati. Bila
pengobatan pada nodus limfa servikal atau tenggorok maka akan terjadi hal-hal
sebagai berikut : mulut kering, disfagia, mual, muntah, rambut rontok, dan penurunan
produksi saliva.
Bila dilakukan pengobatan pada nodus limfa abdomen, efek yang mungkin
terjadi adalah muntah, diare, keletihan, dan anoreksia.

1. Konsep Askep
a. Pengkajian
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, bahan yang dipakai sehari-hari, status
perkawinan, kebangsaan, pekerjaan, alamat, pendidikan, tanggal atau jam MRS, dan
diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh tindak nyamanan kerena adanya benjolan.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien dengan limfoma didapat keluhan benjolan terasa nyeri bila
ditelan kadang-kadang disertai dengan kesulitan bernafas, gangguan penelanan,
berkeringat di malam hari. Pasien biasanya megnalami dendam dan disertai dengan
penurunan BB.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pasien dengan limfoma biasanya diperoleh riwayat penyakit seperti
pembesaran pada area seperti : leher, ketiak, dll. Pasien dengan transplantasi ginjal
atau jantung.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi susunan anggota keluarga yang mempunyaio penyakit yang sama dengan
pasien, ada atau tidaknya riwayat penyakit menular, penyakit turunan seperti DM,
Hipertensi, dan lain-lain.
b. Data dasar pengkajian pasien
1) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Pasien lemah, cemas, nyeri pada benjolan, demam, berkeringat pada malam hari,
dan menurunnya BB.
b. Kulit, rambut, kuku
( tidak ada perubahan )
c. Kepala dan leher
Terdapat benjolan pada leher, yang terasa nyeri bila ditekan.
d. Mata dan mulut
Tidak ada masalah/perubahan.
e. Thorak dan abdomen
Pada pemeriksa yang dilakukan tidak didapatkan perubahan pada thorak
maupun abdomen.
f. Sistem respirasi
Biasanya pasien mengeluh dirinya mengeluh sulit untuk bernafas karena ada
benjolan.
g. Sistem gastrointestinal
Biasanya pasien mengalami anorexia karena rasa sakit yang dirasakan saat
menelan makanan, sehingga pasien sering mengalami penurunan BB.
h. Sistem muskuluskeletal
Pada pasien ini tidak ada masalah.
i. Sistem endokrin
Terjadi pembesaran kelenjar limfe.
j. Sistem persyarafan
Pasien ini sering merasa cemas akan kondisinya, penyakit yang sedang
dideritanya.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. USG
Banyak digunakan untuk melihat pembesaran kelenjar getah bening.
2. Foto thorak
Digunakan untuk menentukan keterlibatan kelenjar getah bening mediastina.
3. CT- Scan
Digunakan untuk diagnosa dan evaluasi pertumbuhan limpoma
4. Pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan Hb, DL, pemeriksaan uji fungsi hati /
ginjal secara rutin).
5. Laparatomi
Laparatomi rongga abdomen sering dilakukan untuk melihat kondisi kelenjar getah
bening pada illiaka, para aortal dan mesentrium dengan tujuan menentukan
stadiumnya.

d. Diagnosa Keperawatan
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat ( mual, muntah)
2. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan proses inflamasi.
3. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
4. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap
inflamasi
5. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan tidak seimbangnya persediaan dan
kebutuhan oksigen kelemahan umum serta kelelahan karena gangguan pola tidur
6. Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf
e. Perencanaan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan / Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1. Nutrisi kurang dari Setelah dilakukan 1. Lakukan pendekatan pada pasien dan 1. pasien dan keluarga lebih kooperatif.
kebutuhan tubuh tindakan keperawatan keluarganya.
berhubungan dengan selama 3 x24 jam 2. Jelaskan pada pasien dan keluarga 2. pasien mendapat informasi yang tepat.
intake yang tidak Kebutuhan nutrisi klien penyebabnya dari rasa sakit dan cara
adekuat ( mual, dapat terpenuhi dengan mengurangi rasa sakit.
muntah) Kriteria Hasil : 3. Jelaskan pada pasien tentang penyakitnya 3. pasien mendapat informasi yang tepat.
 BB meningakat dan akibatnya jika ia tidak makan.
 Nafsu makan pasien 4. Anjurkan pada kelurga untuk memberikan 4. untuk memudahkan pasien menelan.
meningkat makanan tambahan yang ringan untuk
 Gangguan penelanan dicerna
berkurang 5. Obervasi TTV 5. untuk mengetahui perkembangan pasien
 Rasa sakit pada waktu 6. Kolaborasi dengan tim kesehatan dan ahli 6. untuk menetukan diet yang diperoleh oleh px
menelan berkurang gizi
2. Resiko terjadinya Setelah dilakukan 1. beri penjelasan tentang terjadinya infeksi 1. pasien mengetahui proses terjadinya infeksi
infeksi berhubungan tindakan keperawatan 2. beritahu pasien tentang tanda-tanda 2. pasien mengetahui tanda-tanda inflamasi dan
dengan proses selama 2x24 Tidak terjadi inflamasi pencegahannya
inflamasi. infeksi, dengan Kriteria 3. beri kompres basah 3. menurunkan suhu tubuh pasien
Hasil : 4. Anjurkan pasien untuk memakai baju 4. agar keringat mudah diserap dan suhu tubuh
 Suhu tubuh dalam yang menyerap keringat. tidak meningkat
batas normal 5. Kolaborasi dengan tim dokter dalam 5. diharapkan dapat mempercepat proses
 Tidak ada tanda pemberian obat kesembuahn pasien
inflamasi
 Keringat berkurang
3 Cemas berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi nafsu makan klien 1. Porsi makan yang tidak habis menunjukkan
dengan kurangnya keperawatan selama 2x24 nafsu makan belum membaik
pengetahuan tentang jam tidak terjadi nutrisi 2. Meningkatkan masukan secara perlahan
penyakitnya. kurang dari kebutuhan tubuh 2. Beri makan klien sedikit tapi sering 3. Klien dapat memahami dan mau meningkatkan
dengan kriteria hasil : 3. Beritahu klien pentingnya nutrisi masukan nutrisi
 Nafsu makan 4. Peningkatan energi dan protein pada tubuh
meningkat, 4. Pemberian diet TKTP sebagai pembangun
 porsi habis,
 BB tidak turun drastis
4 Hipertermi Setelah dilakukan 1. Observasi suhu tubuh pasien 1. Dengan memantau suhu diharapkan diketahui
berhubungan dengan tindakan keperawatan keadaan sehingga dapat mengambil tindakan
tak efektifnya selama 1x24 jam yang tepat.
termoregulasi sekunder diharapkan suhu tubuh 2. Anjurkan dan berikan banyak minum 2. Dengan banyak minum diharapkan dapat
terhadap inflamasi klien menurun dengan (sesuai kebutuhan cairan anak menurut membantu menjaga keseimbangan cairan dalam
Kriteria Hasil : umur) tubuh
 TTV dalam batas 3. Berikan kompres hangat pada dahi, aksila, 3. Kompres dapat membantu menurunkan suhu
normal perut dan lipatan paha. tubuh pasien secara konduksi
4. Anjurkan untuk memakaikan pasien 4. Dengan pakaian tersebut diharapkan dapat
pakaian tipis, longgar dan mudah mencegah evaporasi sehingga cairan tubuh
menyerap keringat. menjadi seimbang.
5. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik. 5. antipiretik akan menghambat pelepasan panas
oleh hipotalamus.
5 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan 1. Mengevaluasi respon pasien terhadap 1. Memberikan kemampuan atau kebutuhan pasien
yang berhubungan tindakan keperawatan aktivitas, mencatat dan melaporkan dan memfasilitasi dalam pemilihan intervensi
dengan tidak selama 2x24 jam adanya dispnea, peningkatan kelelahan,
seimbangnya Aktivitas dapat terpenuhi serta perubahan dalam tanda vital selama
persediaan dan selama perawatan dengan dan setelah aktivitas.
2. Mengurangi stress dan stimulasi yang
kebutuhan oksigen kriteria hasil : 2. Memberikan lingkungan yang nyaman
berlebihan, serta meningkatkan istirahat.
kelemahan umum serta  Laporan secara verbal, dan membatasi pengunjung selama fese
kelelahan karena kekuatan otot akut atas indikasi. Menganjurkan untuk
gangguan pola tidur meningkat dan tidak menggunakan memejen stress dan
ada perasaan aktivitas yang beragam.
kelelahan. 3. Menjelaskan pentingnya beristirahat pada 3. Bedrest akan memelihara tubuh selama fase
 Tidak ada sesak rencana tindakan dan perlunya akut untuk menurunkan kebutuhan metabolisme
 Denyut nadi dalam keseimbangan antara aktivitas dengan dan memelihara energy untuk penyembuhan
batas normal istirahat. 4. Pasien mungkin merasa nyaman dengan kepala
 Tidak muncul sianosis 4. Membantu pasien untuk berada pada dalam keadaan elevasi, tidur di kursi atau
posisi yang nyaman untuk beristirahat dan istirahat pada meja dengan bantuan bantal
atau tidur.
5. Membantu pasien untuk memenuhi 5. Meminimalkan kelelahan dan menolong
kebutuhan self-care. Memberikan menyeimbangkan suplai oksigen dan kebutuhan.
aktivitas yang meningkat selama fase
penyembuhan.
6 Nyeri berhubungan Setelah dilakukan 1. Tentukan karakteristik dan lokasi nyeri, 1. menentukan tindak lanjut intervensi.
dengan interupsi sel tindakan keperawatan perhatikan isyarat verbal dan non verbal
saraf selama 2x24 jam setiap 6 jam 2. nyeri dapat menyebabkan gelisah serta tekanan
diharapkan intensitas darah meningkat, nadi, pernafasan meningkat
nyeri berkurang dengan 2. Pantau tekanan darah, nadi dan 3. mengalihkan perhatian dari rasa nyeri
kriteria hasil : pernafasan tiap 6 jam 4. relaksasi mengurangi ketegangan otot-otot
sehingga mengurangi penekanan dan nyeri.
 Klien merasa nyaman 3. Terapkan tehnik distraksi (berbincang-
5. mengurangi keteganagan area nyeri.
bincang)
6. analgetika akan mencapai pusat rasa nyeri dan
 Skala nyeri menurun
4. Ajarkan tehnik relaksasi (nafas dalam) menimbulkan penghilangan nyeri.
 GCS E4V5M6 dan sarankan untuk mengulangi bila
merasa nyeri
 Tanda-tanda vital
normal(nadi : 60-100 5. Beri dan biarkan pasien memilih posisi
kali permenit, suhu: 36- yang nyaman
36,7 C, pernafasan 16-
6. Kolaborasi dalam pemberian analgetika.
20 kali permenit)
BAB 3
KEGIATAN RONDE KEPERAWATAN

3.1 Pelaksanaan Kegiatan


Topik : Asuhan keperawatan klien dengan diagnosa medis Limfoma genue
dextra dengan masalah keperawatan utama ..........
Sasaran : Tn B dengan diagnosa medis Limfoma genue dextra
Hari/Tanggal : Senin, 29 September 2014
Waktu : 60 menit (Pukul 09.00-10.00)
Tempat : Ruang Aster A RSU lubuk pakam
3.2 Pengorganisasian
Kepala Ruangan :
Konselor :
PP 1 :
PP 2 :
PA 1 :
PA2 :
Dokter :
Ahli gizi :
Supervisor :
1.
2.
3.
Pembimbing :
1.
2.
3.
3.3 Materi :
Paparan asuhan keperawatan Tn B dengan diagnosa medis Limfoma genue
dextra di Ruang Aster A RSUP. Muhammad Hoesin Palembang
3.4 Metode
1. Ronde Keperawatan
2. Diskusi dan tanya jawab
3.5 Media
1. Dokumentasi klien (status)
2. Sarana diskusi :
a. Literatur mengenai limfoma

1
b. Alat tulis : kertas dan bollpoin
3.6 Mekanisme kegiatan
KEGIATAN
TAHAP KEGIATAN TEMPAT PELAKSANA WAKTU
KLIEN
Pra Pra Ronde Ruang PP 1, PA1 - Dua hari
Ronde a) Menetapkan kasus dan Aster A sebelum
topik pelaksan
b) Menentukan tim ronde. aan
c) Mencari sumber dan ronde
literatur.
d) Membuat proposal
e) Mempersiapkan klien
f) Informed consent
kepada keluarga

Ronde Ronde
I. Pembukaan: Nurse Kepala Mendengarkan 5 Menit
a) Salam pembukaan Station Ruangan
b) Memperkenalkan
klien dan tim ronde
c) Menjelaskan tujuan
kegiatan ronde
d) Mempersilahkan PP1
menyampaikan
kasusnya

II. Penyajian data/masalah Nurse PP1 20 Menit


a) Menyampaikan dasar Station
pertimbangan
dilakukan ronde
b) Menjelaskan riwayat
penyakit
c) Menjelaskan masalah
klien yang belum
terselesaikan dan
tindakan yang telah
dilaksanakan
e) Menyampaikan
evaluasi keberhasilan
intervensi
f) Klarifikasi data yang PP2
telah disampaikan

II. Validasi Data


a) Memberi salam dan Bed Klien Karu Memberi 20 Menit
memperkenalkan tim respon dan
ronde kepada klien menjawab
dan keluarga. pertanyaan
b) Memvalidasi data PP2, PA
yang telah
disampaikan dengan

2
melibatkan keluarga .
c) Karu membuka dan Nurse
memimpin diskusi. Station
d) Diskusi antar anggota
tim dan klien tentang Karu
masalah keperawatan PP2, PA,
yang belum Tim ronde
terselesaikan dari
validasi data antar tim
ronde
e) Pemberian justifikasi
oleh konselor tentang
masalah pasien serta
rencana tindakan
yang akan dilakukan

Pasca Pasca Ronde


Ronde a) Menyimpulkan hasil Nurse Karu - 10 menit
diskusi dan Station
merekomendasikan solusi Tim ronde
yang dilakukan dalam
mengatasi masalah.
b) Reward dan Salam Karu
penutup

3.7 Kriteria Evaluasi


a. Evaluasi Struktur
1) Persiapan dilakukan dua hari sebelum pelaksanaan ronde keperawatan
2) Penyusunan proposal ronde keperawatan
3) Koordinasi dengan pembimbing klinik dan akademik
4) Konsultasi dengan pembimbing dilaksanakan sehari sebelum pelaksanaan
ronde keperawatan
5) Penentuan pasien dan kasus yang akan dilaksanakan ronde
6) Membuat informed consent dengan pasien dan keluarga
b. Evaluasi Proses
Pelaksanaan ronde keperawatan berjalan dengan lancar. Masing-masing dapat
menjalankan perannya dengan baik.
c. Evaluasi Hasil
Dapat dirumuskan tindakan keperawatan untuk menyelesaikan permasalahan
pasien.

3
BAB IV
RESUME KEPERAWATAN

Data Umum
Nama Pasien : Tn B
Usia : 36 tahun
No RM : 847373
Alamat : Jln. Gerak Alam No 25
Tgl MRS : 26 September 2019

Keluhan Utama : adanya benjolan di lutut kanan.


Riwayat Penyakit Sekarang :  2 tahun SMRS keluarga pasien mengatakan ada
benjolan di lutut kanan pasien. Awalnya benjolan tersebut sebesar kelereng, namun
seiring berjalannya waktu benjolan tersebut membesar hingga sebesar bola pimpong.
Riwayat penyakit dahulu : pasien pernah menjalani operasi  1 bulan yang lalu.
Riwayat penyakit keluarga : tidak terdapat penyakit keluarga.
Perkembangan vital sign
Rata-rata tensi pasien dari tanggal 26 September sampai 29 September 2019,
sistole 120 mmHg dan diastole 80 mmHg. Nadi antara 80-86 x/menit. Selama
perawatan suhu pasien rata rata (36°-37,5°C), dan respiratory rate rata-rata 24x/menit
Pemeriksaan Fisik
B1 : jalan nafas pasien bebas, tidak menggunakan alat bantu nafas. Suara nafas
vesikuler dengan irama nafas yang teratur. Tidak ditemukan adanya keluhan
batuk dan sputum. Bentuk dada simetris, pergerakan dinding dada simetris.
Tidak terdapat retraksi otot bantu nafas intercostae.
B2 : Irama jantung reguler, CRT <3 detik, tidak terdapat keluhan nyeri dada, akral
hangat dan basah, konjungtiva pink, tidak terdapat adanya tanda edema
B3 : GCS = 456, kesadaran composmentis, pupil isokor, tidak ada gangguan
penciuman, penglihatan, dan pendengaran.
B4 : BAK spontan, tidak terdapat pembesaran kandung kemih.
B5 : Mulut bersih, mukosa lembab, turgor elastis, nafsu makan baik, nilai
laboratorium Hemoglobin 14,4 mg/dl.
B6 :Kemampuan pergerakan sendi terbatas, tampak adanya benjolan berukuran
6x5 cm di lutut dextra, kekuatan otot
5 5
2 2
,

4
Pengkajian Psikososial :
Ekspresi pasien terhadap penyakitnya; pasien terlihat tampak cemas dan
bingung.
Daftar Masalah Keperawatan :
1. Intoleransi aktifitas
2. Ansietas

Masalah keperawatan yang muncul


1. Intoleransi aktifitas berhubungan pembesaran kelenjar getah bening
2. Ansietas berhubungan dengan tindakan invasif yang akan dilakukan

Hasil Pemeriksaan Laboratorium


Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 14.4 13.2-17.3 g/dL
Eritrosit 5.00 4.20-4.87 106/mm3
Leukosit 8.9 4.5-11.0 103/mm3
Hematrokit 42 43-49 %
Trombosit 279 150-450 103/µL
Hitung Jenis Leukosit
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 2 1-6 %
Netrofil batang 0 2-6 %
Netrofil segmen 71 50-70 %
Limfosit 22 25-40 %
Monosit 5 2-8 %

Kimia Klinik
Metabolisme karbohidrat
Glukosa sewaktu 98 <200 mg/dL
Elektrolit
Natrium 150 135-155 mEq/L
Kalium 4.1 3.5-5.5 mEq/L

5
BAB 5
PELAKSANAAN KEGIATAN

5.1 Pelaksanaan Kegiatan


Hari : Senin
Tanggal : 29 Oktober 2019
Waktu : 01.15 – 01.40 WIB
Pelaksana : Kepala ruangan, Perawat Primer dan Perawat Associate
Tempat : Ruang Aster A RSUP. Adam malik
Pembimbing :
Supervisor :
Acara dihadiri oleh :
1. Pembimbing Klinik sebanyak 1 orang.
2. Supervisor sebanyak 1 orang.
3. Mahasiswa Program Ilmu Keperawatan UNSRI sebanyak 10 orang.

5.2 Struktur Pengorganisasian


Kepala ruangan :
PP1 :
PA1 :
PP2 :
PA2 :
5.3 Materi :
Asuhan Keperawatan pada Tn.B dengan diagnosa medis Limfoma
5.4 Metode
1. Presentasi
2. Diskusi dan tanya jawab
5.5 Media
1. Dokumentasi klien (status)
2. Sarana diskusi :
a. LCD
b. Alat tulis: kertas dan bollpoint
5.6 Persiapan
Persiapan ronde keperawatan dilakukan oleh kelompok pada minggu ketiga
Persiapan kasus dilakukan 2 hari sebelum pelaksanaan, dengan uraian sebagai
berikut:

6
a. Menyusun proposal kegiatan ronde keperawatan dengan menetapkan pasien
yang akan dilakukan ronde keperawatan.
b. Penanggung jawab kegiatan menyusun resume kasus ronde keperawatan
c. Menyiapkan resume keperawatan pasien selama dirawat
d. Konsultasi pada pembimbing ruangan mengenai resume kasus ronde
keperawatan.
5.7 Pelaksanaan
Topik : Ronde Keperawatan
Sasaran :Pasien dan keluarga pasien Tn.B dengan diagnosa medis
Limfoma
Hari/tanggal : Senin 29 September 2019
Waktu : 01.10- 01.40 WIB
Tempat : Ruang Aster A
Acara dihadiri oleh :
1. Pembimbing Klinik sebanyak 1 orang
2. Supervisor sebanyak 1 orang
Pengorganisaasian :
Penanggung jawab :
Kepala Ruangan :
Konselor :
PP 1 :
PA 1 :
PP 2 :
PA 2 :
Dokter :
Masalah keperawatan yang belum dapat diatasi dan dibahas dalam ronde
keperawatan adalah nyeri
5.8 Hambatan dan Dukungan
Selama pelaksanaan role play, semua kegiatan berjalan sesuai dengan alur yang
sudah direncanakan, ruangan sangat mendukung dilakukannya ronde keperawatan,
karena sampai saat ini belum bisa dilakukan ronde keperawatan di ruangan.
Dukungan diberikan oleh CI Ruang Aster A untuk membimbing mahasiswa ketika
melakukan praktek ronde keperawatan di ruang Aster A.
5.9 Hasil Evaluasi
a. Evaluasi Struktur
Pelaksanaan Role Play Ronde Keperawatan yang dilakukan kelompok,
telah dipersiapkan sebelumnya yang meliputi penetapan kasus ronde

7
keperawatan, pembuatan proposal kegiatan, pembagian peran sebagai PP1,
PA1, PP2, PA2, Karu. Pasien yang diangkat sebagai kasus ronde keperawatan
adalah pasien yang telah menjalani perawatan di Ruang Aster Adengan kasus
yang unik dan jarang ditemukan di ruang rawat inap Aster A. Sebelum
pelaksanaan, pasien dan keluarganya telah diberitahukan dan bersedia untuk
menjadi pasien ronde keperawatan.
b. Evaluasi Proses Ronde Keperawatan
No WAKTU KEGIATAN
1 01.20 – 01.40 WIB Proses pelaksanaan Role Play

c. Evaluasi Hasil Ronde Keperawatan


1) Kegiatan ronde dihadiri oleh 1 orang pembimbing klinik, 1 orang
supervisor.
2) Selama kegiatan setiap mahasiswa yang berperan bekerja sesuai tugasnya
masing – masing.
3) Acara dimulai tepat dengan jadwal yang telah ditentukan, acara
berlangsung selama 30 menit.
4) Kegiatan berjalan lancar dan mahasiswa dapat mencapai tujuan yang
diharapkan, antara lain PP1 yang aktif dalam mengklarifikasi data, karu
bisa mengontrol fase klarifikasi sehingga terdapat solusi dari perawat
konselor, dan kerja yang terkoordinasi pada tim ronde sangat baik.

Anda mungkin juga menyukai