Anda di halaman 1dari 43

Presentasi kasus

MARASMUS KONDISI III + TB PARU + DIARE KRONIK +


ASCARIASIS + ANEMIA

Disusun oleh :
Albert Leonard Kosasih 04054821618102
Rahnowi Pradesta 04084821517088

Pembimbing:
dr. H. Hadi Asyik, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
2016

i
HALAMAN PENGESAHAN

Presentasi kasus yang berjudul


Marasmus Kondisi III + TB Paru + Anemia

Oleh :
Albert Leonard Kosasih 04054821618102
Rahnowi Pradesta 04084821517088

Sebagai salah satu persyaratan mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu
Kesehatan Anak RSUD Bari Palembang - Fakultas Kedokteran Unsri.

Palembang, Juli 2016


Pembimbing,

dr. H. Hadi Asyik, SpA

ii
KATA PENGANTAR

Salam sejahtera,
Segala puji bagi Allah SWT karena atas rahmat-Nya lah laporan kasus yang
berjudul “Marasmus Kondisi III + TB Paru + Diare Kronik + Ascariasis + Anemia” ini
dapat diselesaikan dengan baik.
Melalui tulisan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. dr. H. Hadi Asyik, Sp.A sebagai dosen pembimbing
2. Rekan-rekan seperjuangan yang turut meluangkan banyak waktu dalam
membantu proses penyelesaian laporan kasus ini.
3. Semua pihak yang telah ikut membantu proses penyusunan laporan kasus
hingga laporan kasus ini selesai.

Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan, baik dari isi maupun teknik penulisan. Sehingga apabila ada kritik dan
saran dari semua pihak maupun pembaca untuk kesempurnaan laporan kasus ini,
penulis mengucapkan banyak terimakasih.

Palembang, Juli 2016

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................. iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN .........................................................................................1
BAB II. LAPORAN KASUS......................................................................................3
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................21
BAB IV. ANALISIS KASUS ..................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................v

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Zat gizi (nutrien) merupakan unsur/senyawa kimia yang diperlukan tubuh


untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, memelihara jaringan, dan
mengatur proses zat-zat kimia di dalam tubuh. Zat gizi sangat penting dalam
proses tumbuh kembang, bila seseorang anak mengalami kekurangan gizi secara
terus menerus/kronik maka anak tersebut akan jatuh kedalam kondisi gizi buruk
(Briend, 2014). Gizi buruk adalah status kondisi anak yang mengalami
kekurangan nutrisi/nutrisi dibawah standar (z-scores BB/TB atau BB/PB = < -3SD
dan BB/TB CDC untuk anak >5 tahun kurang dari 70 persen), terlihat sangat
kurus dan atau edema (WHO, 2010).
Kasus gizi buruk masih menjadi masalah kesehatan di beberapa negara
berkembang, termasuk di Indonesia. The United Nations Children’s Fund
(UNICEF), menyatakan satu dari tiga anak dibawah usia 5 tahun di dunia
meninggal setiap tahun akibat buruknya kualitas gizi. Pada tahun 2012
berdasarkan data WHO, sebanyak 17,3 juta balita di dunia mengalami gizi buruk
(Briend, 2014). Di Indonesia, berdasarkan data Riskerdas, pada tahun 2007
jumlah balita gizi buruk dan kurang adalah sebanyak 18,4%, dan meningkat
menjadi 19,6% pada tahun 2013. Adapun di Palembang, Sumatera Selatan pada
tahun 2013 dengan estimasi jumlah balita 808.777 jiwa, sebanyak 148.006
(18,3%) balita menderita gizi buruk dan kurang (Depkes RI, 2015).
Terdapat 3 tipe gizi buruk, yaitu marasmus, kwashiorkor, dan marasmik-
kwashiorkor. Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat
berat dan kronis terutama terjadi pada tahun pertama kehidupan (Rabinowitz,
2014). Kwashiorkor adalah manifestasi malnutrisi protein berat dengan tampilan
penderita mengalami edema, seperti anak yang gemuk (sugar baby). Adapun
marasmik-kwashiorkor merupakan suatu keadaan defisiensi kalori dan protein

1
berat, dengan manifestasi campuran gejala klinik dari marasmus dan kwashiorkor
(Manary, Heikens, dan Golden; 2009).
Gizi diperlukan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan
fungsi normal dari organ, serta menghasilkan energi. Tanpa adanya gizi yang
adekuat, maka proses tumbuh kembang anak akan terganggu. Sebagai seorang
dokter yang akan terjun di dalam masyarakat, pemahaman tentang gizi sangatlah
penting agar masyarakat tidak jatuh kedalam kondisi gizi buruk. Diharapkan
dengan penulisan laporan kasus ini dapat memberikan informasi mengenai gizi
buruk, terutama marasmus.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI
a. Nama : Putri Nabila
b. Umur/ Tanggal Lahir : 2 tahun 8 bulan/ 23 November 2013
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Berat badan : 8400 gram
e. Panjang badan : 84 cm
f. Agama : Islam
g. Bangsa : Indonesia
h. Alamat : Jl. M. Isa Lr. Bendung Jaya
i. Suku Bangsa : Sumatera Selatan
j. MRS : 12 Juli 2016
k. Medical record : 522609

II. ANAMNESIS
Tanggal : 13 Juli 2016, pukul 12.00 WIB
Diberikan Oleh : Ibu kandung (Alloanamnesis)

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


1. Keluhan utama : diare, batuk, muntah
2. Keluhan tambahan : berat badan menurun
3. Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak 1 bulan SMRS, penderita batuk (+) berdahak terus menerus, batuk
tidak disertai darah. Demam (+) tidak terlalu tinggi , BAB cair (+) frekuensi
4-5x/hari sebanyak 1 gelas belimbing (200cc). BAB air > ampas, tidak
disertai darah maupun lendir. Muntah (+) tidak menyemprot, frekuensi
3x/hari sebanyak ½ gelas belimbing. Muntah tanpa darah maupun lendir.
BAK seperti biasa. Nafsu makan mulai menurun. Penderita lalu dibawa ke

3
puskesmas dan diberi obat racikan 2 antibiotik, namun keluhan tidak
berkurang.
± 3 minggu SMRS keluhan masih menetap. Ibu penderita mengatakan
keluar cacing pada saat penderita batuk dan BAB. Nafsu makan semakin
menurun. Penderita hanya minum air putih. Ibu penderita juga mengeluhkan
berat badan yang mulai menurun. Penderita lalu dibawa ke bidan, lalu diberi
obat racikan dan obat batuk. Namun keluhan tidak berkurang.
± 1 minggu SMRS, batuk semakin bertambah buruk, sesak (-). Batuk
berdahak, terus menerus, tidak ada darah. Demam (+) masih ada namun tidak
terlalu tinggi. BAB cair (+) frekuensi 3x/hari sebanyak 1 gelas belimbing.
BAB cair tanpa darah maupun lendir, cacing (+). Muntah (+) tidak
menyemprot, frekuensi 3x/hari sebanyak ½ gelas belimbing. Tidak ada darah
maupun lendir. Penderita memuntahkan apa yang dimakannya. BAK seperti
biasa. Berat badan semakin menurun. Penderita lalu dibawa ke RSUD Bari.
Riwayat tinggal dengan anggota keluarga yang batuk lama (+), yakni bibi
penderita. Riwayat lingkungan : penderita sering bermain di tanah, tidak
memakai alas kaki, dan jarang mencuci tangan sebelum makan. Penderita
tinggal di daerah rawa.

B. RIWAYAT SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT


1. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal.

2. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


GPA : G3P3A0
Masa kehamilan : 38 minggu (aterm)
Partus : Spontan
Penolong : Dokter
Tanggal : 7 November 2015
Berat badan lahir : 4200 g
Panjang badan : 52 cm

4
Keadaan saat lahir : Langsung menangis

3. Riwayat Makanan
Asi : -
Susu Formula : 0 bulan-sekarang (10-12x/hari, 100cc)
Air tajin : -
Bubur Nasi :-
Nasi Tim : 8 bulan – 12 bulan (3-4x/hari, ½ mangkok)
Nasi : 1 tahun – sekarang (3x/hari, ½ centong)
Daging :-
Tempe : + (2-3x/minggu, 1 potong, tebal ±0,5cm)
Tahu : + (2-3x/minggu, 1 potong 5cmx5cm)
Sayuran : + (setiap hari)
Buah : + (1x/minggu)
Kesan : Kurang
Kualitas : Kurang

4. Riwayat Imunisasi
IMUNISASI DASAR
Umur Umur Umur
BCG 1 bulan
DPT 1 - DPT 2 - DPT 3 -
HEPATITIS B 1 - HEPATITIS B 2 - HEPATITIS B 3 -
Hib 1 - Hib 2 - Hib 3 -
POLIO 1 - POLIO 2 - POLIO 3 -
CAMPAK - POLIO 4 -

5. Riwayat Keluarga
Ayah Ibu
Nama : Irawan Jaya Bunayah
Umur : 36 Tahun 31 tahun
Agama : Islam Islam
Perkawinan : Pertama Pertama

5
Pendidikan : SD SD
Pekerjaan : Supir angkot IRT
Riwayat kontak dengan penderita TB paru (+), yakni bibi penderita.

6. Riwayat Perkembangan Fisik


Gigi Pertama : 6 bulan
Berbalik : 2 bulan
Tengkurap : 3 bulan
Duduk : 6 bulan
Merangkak : 8 bulan
Berdiri dan Berjalan : 10 bulan
Kesan : Perkembangan fisik dalam batas normal

7. Riwayat Sosial Ekonomi


Secara ekonomi, keluarga penderita tergolong kurang mampu.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. PEMERIKSAAN FISIK UMUM
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
BB : 8400gram
PB : 84 cm
Status Gizi
BB/U : 0 – (-2) (normal)
PB/U : 0 – 2 (normal)
BB/PB : <-3SD (gizi buruk)

6
< -3 SD

Edema (-), sianosis (-), Dispnoe (-), anemia (+), Ikterus (-), dismorfik (-)
Suhu : 37,5oC
Respirasi : 32 kali/ menit
Tipe pernafasan : Abdomino-thorakal
Nadi : 120 kali/ menit, isi dan tegangan cukup, reguler
Kulit :-

B. PEMERIKSAAN KHUSUS
Kepala
Inspeksi : wajah tampak seperti orang tua
Mata : cekung, konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-),
pupil bulat, isokor, refleks cahaya (+/+), air mata
(+) saat menangis
Mulut : kelainan kongenital (-), mukosa bibir pucat (+),
cheilitis (-), stomatitis (-)

7
Rambut : kemerahan, mudah dicabut
Gigi : karies (+)
Lidah : atropi papil (-)
Faring/Tonsil : Dinding faring hiperemis (-), T1-T1

Leher
Inspeksi : tidak tampak massa
Palpasi : pembesaran KGB (+), nyeri tekan (-)

Thoraks
Inspeksi : statis & dinamis: simetris, retraksi (-), iga
gambang (+)
Palpasi : stem fremitus normal, simetris ka=ki

Paru-paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris, retraksi tidak ada,
pernapasan abdominotorakal
Palpasi : Stremfremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-).
Jantung
Inspeksi : Pulsasi, iktus cordis tak terlihat
Palpasi : Thrill tidak teraba
Perkusi : Jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II normal, reguler, murmur &
gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Cembung
Palpasi : Lemas, hepar dan lien tidak teraba membesar,
cubitan kulit perut kembali cepat
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)

8
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat

Ekstremitas
Akral dingin, kaki dan tangan edema (-), sianosis tidak ada

Lipat paha dan genitalia


Pembesaran KGB (-), baggy pants (+)
Kulit
Anemis (+)

Pemeriksaan Neurologis
Fungsi Motorik :
Tungkai Lengan
Pemeriksaan Kanan Kiri Kanan kiri
Gerakan Segala arah Segala arah Segala arah Segala arah
Kekuatan +4 +4 +4 +4
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - -
Refleks fisiologis N N N N
Refleks patologis - - - -

Fungsi sensorik : Dalam batas normal


Fungsi nervi kraniales : Dalam batas normal
Gejala rangsang meningeal : Kaku kuduk tidak ada

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Pemeriksaan Laboratorium (12 Juli 2016)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin (Hb) 8,8 g/dL 12-14
Trombosit 692.000 150000- 400000
WBC 18,6x103/mm3 5-10x103
Ht 33% 37-43
Hitung Jenis Leukosit
Basofil 0 0-1%

9
Eosinofil 3 1-3%
Batang 3 2-6%
Segmen 84 50-70%
Limfosit 32 20-40%
Monosit 10 2-8%

Hasil Foto Rontgen Thoraks (12 Juli 2016)


Kesan : tampak gambaran infiltrat di kedua lapangan paru

Hasil tes tuberkulin (Mantoux) tanggal 15 Juli 2016

10
Interpretasi : uji tuberkulin (+) (indurasi 20mm)
Hasil Pemeriksaan Feses Rutin (15 Juli 2016)

Skoring TB :

11
2

12

Interpretasi : TB paru (+)

IV. RESUME
Sejak 1 bulan SMRS, penderita batuk (+) berdahak terus menerus, batuk
tidak disertai darah. Demam (+) tidak terlalu tinggi , BAB cair (+) frekuensi
4-5x/hari sebanyak 1 gelas belimbing (200cc). BAB air > ampas, tidak
disertai darah maupun lendir. Muntah (+) tidak menyemprot, frekuensi
3x/hari sebanyak ½ gelas belimbing. Muntah tanpa darah maupun lendir.
Nafsu makan mulai menurun. Penderita lalu dibawa ke puskesmas dan diberi
obat racikan 2 antibiotik, namun keluhan tidak berkurang.
± 3 minggu SMRS keluhan masih menetap. Ibu penderita mengatakan
keluar cacing pada saat penderita batuk dan BAB. Nafsu makan semakin
menurun. Ibu penderita juga mengeluhkan berat badan yang mulai menurun.
Penderita lalu dibawa ke bidan, lalu diberi obat racikan dan obat batuk,
namun keluhan tidak berkurang.
± 1 minggu SMRS, batuk semakin bertambah buruk, sesak (-). Keluhan
demam, muntah, dan diare masih ada. Penderita memuntahkan apa yang

12
dimakannya. Berat badan semakin menurun. Penderita lalu dibawa ke RSUD
Bari.
Riwayat tinggal dengan anggota keluarga yang batuk lama (+), yakni bibi
penderita. Riwayat lingkungan : penderita sering bermain di tanah, tidak
memakai alas kaki, dan jarang mencuci tangan sebelum makan. Penderita
tinggal di daerah rawa.
Riwayat kehamilan dan persalinan normal, riwayat makanan kualitas
kurang, riwayat imunisasi tidak lengkap, riwayat keluarga ada yang menderita
penyakit yang sama (bibi penderita), status sosial ekonomi menengah ke
bawah, riwayat perkembangan fisik dalam batas normal. Pemeriksaan fisik
anak tampak sakit sedang, status gizi buruk rambut kemerahan dan mudah
dicabut. konjungtiva anemis dan mukosa bibir pucat, iga gambang, baggy
pants, tidak ada edema.
Pemeriksaan penunjang didapatkan kesan anemia, leukositosis.

V. DAFTAR MASALAH
 Marasmus kondisi III
 TB paru
 Diare kronik
 Anemia
 Cacingan ec. Susp. Ascaris lumbricoides

VI. DIAGNOSIS KERJA


Marasmus kondisi III + TB paru + diare kronik + anemia + ascariasis

13
VII. PENATALAKSANAAN
a. Terapi Farmakologis
 Segera berikan 50ml glukosa atau larutan gula pasir 10% (Oral/NGT)
 ReSoMal 40cc/30 menit dalam 2 jam pertama
 F75 90cc/2 jam berselang seling dengan ReSoMal
 Asam Folat 1x5 mg
 Vitamin A 1x100.000 SI
 Vitamin B Kompleks 1x1 tab
 Vitamin C 1x1 tab
 Pirantel Pamoat 1x90mg
 Injeksi Ampisilin 3x250 mg
 Injeksi Gentamisin 2x20 mg
b. Monitoring
 Vital sign
 Kecukupan pemberian nutrisi : BB, urin, feses, frekuensi menyusu
 Acceptability, toleransi, efficacy : anak suka/tidak, reaksi terhadap
makanan, monitoring pertumbuhan
c. Edukasi
 Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa penyakit ini disebabkan
gangguan nutrisi
 Menjelaskan kepada keluarga pasien untuk memperbaiki pola makan
anak

VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN


 Cek ulang darah perifer lengkap, gambaran darah tepi
 Cek kadar Fe, SI, TIBC
 Urin rutin dan feses rutin
 Cek gula darah sewaktu
 Cek elektrolit: Natrium, kalium
 Antopometri rutin

14
 Mantoux test
 Rontgen thoraks
 BTA sputum

IX. PROGNOSIS
a. Quo ad vitam : dubia ad bonam
b. Quo ad functionam : dubia ad bonam
c. Quo ad sanationam : dubia ad bonam

X. FOLLOW UP

Tanggal
13 Juni S : batuk berdahak, diare A : Marasmus kondisi III +
2016 O : sens : kompos mentis, Nadi Anemia + Diare kronik +
07.30 WIB 106x/menit RR 30x/menit T 36,6ºC. Susp. TB paru + cacingan
BB = 8400 gram P : F75 12x90 cc
Kepala : konjungtiva anemis (+) sklera ReSoMal 100cc tiap
ikterik (-) NCH (-), rambut mudah diare/muntah
dicabut Asam Folat 1x5 mg
Thorax : simetris, retraksi (-), iga Vitamin A 1x200.000 SI
gambang (+) Vitamin B Kompleks
Cor : BJ I dan II N, bising (-) 1x1 tab
Pulmo: Vesikuler (+) N, rhonki (-/-), Vitamin C 1x1 tab
wheezing (-/-) Zinc 1x20mg
Abdomen: datar, lemas, H/L tidak teraba Pirantel Pamoat 1x90mg
membesar Inj Ampisilin 3x250 mg
Ekstremitas: akral hangat, CRT <3 detik, Inj Gentamisin 2x20 mg
baggy pants (+)

14 Juni S : batuk berdahak, diare A : Marasmus kondisi III +

15
2016 O : sens : kompos mentis, Nadi Anemia + suspek TB paru +
07.00 WIB 102x/menit RR 30x/menit T 36,3ºC. Ascariasis
BB = 8400 gram P : F75 12x90 cc
Kepala : konjungtiva anemis (+) sklera ReSoMal 100 cc tiap
ikterik (-) NCH (-), rambut mudah diare/muntah
dicabut Asam Folat 1x1 mg
Thorax : simetris, retraksi (-), iga Vitamin A 1x200.000 SI
gambang (+) Vitamin B Kompleks
Cor : BJ I dan II N, bising (-) 1x1 tab
Pulmo: Vesikuler (+) N, rhonki (-/-), Vitamin C 1x1 tab
wheezing (-/-) Zinc 1x20mg
Abdomen: datar, lemas, H/L tidak teraba Pirantel Pamoat 1x90mg
membesar Inj Ampisilin 3x250 mg
Ekstremitas: akral hangat, CRT <3 detik, Inj Gentamisin 2x20 mg
baggy pants (+)
15 Juni S : batuk berdahak, diare A : Marasmus kondisi III +
2016 O : sens : kompos mentis, Nadi Anemia + Diare kronik +
108x/menit RR 28x/menit T 36,8ºC. cacingan + TB paru
BB = 8400 gram P : F75 8x130 cc
Kepala : konjungtiva anemis (+) sklera ReSoMal 100cc tiap
ikterik (-) NCH (-), rambut mudah diare/muntah
dicabut Asam Folat 1x1 mg
Thorax : simetris, retraksi (-), iga Vitamin A 1x200.000 SI
gambang (+) Vitamin B Kompleks
Cor : BJ I dan II N, bising (-) 1x1 tab
Pulmo: Vesikuler (+) N, rhonki (-/-), Vitamin C 1x1 tab
wheezing (-/-) Zinc 1x20mg
Abdomen: datar, lemas, H/L tidak teraba Pirantel Pamoat 1x90mg
membesar Inj Ampisilin 3x250 mg
Ekstremitas: akral hangat, CRT <3 detik, Inj Gentamisin 2x20 mg
baggy pants (+)

16
16 Juni S : batuk berdahak, diare profuse, demam A : Marasmus kondisi III +
2016 O : sens : kompos mentis, Nadi 88x/menit Diare kronik + Anemia +
RR 28x/menit T 37,8ºC. TB paru + cacingan
BB = 8000 gram P : ReSoMal 40cc/30
Kepala : konjungtiva anemis (+) sklera menit selama 2 jam I
ikterik (-) NCH (-), rambut mudah F75 12x90 cc berselang
dicabut seling ReSoMal tiap jam
Thorax : simetris, retraksi (-), iga selama 10 jam
gambang (+) berikutnya
Cor : BJ I dan II N, bising (-) Asam Folat 1x1 mg
Pulmo: Vesikuler (+) N, rhonki (-/-), Vitamin A 1x200.000 SI
wheezing (-/-) Vitamin B Kompleks
Abdomen: datar, lemas, H/L tidak teraba 1x1 tab
membesar Vitamin C 1x1 tab
Ekstremitas: akral hangat, CRT <3 detik, Paracetamol 4x1cth
baggy pants (+) (prn)
Pirantel Pamoat 1x90mg
Inj Ampisilin 3x250 mg
Inj Gentamisin 2x20 mg

17
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. DEFINISI
Severe acute malnutrition atau malnutrisi akut berat (MAB), atau
disebut juga gizi buruk akut adalah keadaan dimana seseorang anak tampak
sangat kurus, ditandai dengan BB/PB <-3 SD dari median WHO child
growth standard, atau didapatkan edema nutritional, dan pada anak umur 5-
59 bulan Lingkar Lengan Atas (LLA) <115mm (IDAI, 2014).
Marasmus kwashiorkor adalah suatu kondisi dimana anak
mengalami defisiensi energi dan protein. Ini merupakan salah satu dari tiga
bentuk serius kekurangan energi protein (KEP).

3.2. KLASIFIKASI
Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan
marasmus kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri
atau tanda klinis dari masing-masing tipe yang berbeda-beda. Marasmus dan
kwashiorkor adalah hasil akhir dari tingkat keparahan penderita gizi buruk.

1. Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat.
Berikut adalah gejala pada marasmus adalah (Depkes RI, 2000) :
a. Tampak sangat kurus, hingga seperti tulang terbungkus kulit
b. Wajah seperti orang tua
c. Iga gambang (piano sign) dan perut cekung
d. Otot paha mengendor (baggy pant)
e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar

2. Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (super
baby), dietnya mengandung cukup energi namun kekurangan protein,

18
walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya
atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki
sampai seluruh tubuh. Gejala kwarshiorkor yaitu:
a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah
dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut
kepala kusam
c. Wajah membulat dan sembab
d. Pandangan mata anak sayu
e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan
terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang
tajam.
f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas
g. Otot mengecil (hipotrofi)
h. sering disertai penyakit infeksi terutama akut, diare dan anemia.

3. Marasmus-kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung
protein dan juga energy untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita
demikian disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal
memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut,
kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula (Depkes RI,
2000).

3.3. ETIOLOGI

A.    Marasmus
Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut:

19
1.      Pemasukan kalori yang tidak cukup. Marasmus terjadi akibat
masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai
dengan yang dianjurkan akibat dari ketidak tahuan orang tua si anak.
2.      Kebiasaan makan yang tidak tepat. Seperti mereka yang
mempunyai hubungan orang tua-anak terganggu.
3.      Kelainan metabolik. Misalnya: renal asidosis, idiopathic
hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance. 
4.      Malformasi kongenital. Misalnya: penyakit jantung bawaan,
penyakit Hirschprung, deformitas palatum, palatoschizis, micrognathia,
stenosispilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas.
B.     Kwashiorkor
Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein
yang berlangsung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan kwashiorkor
antara lain :
1.      Pola makan Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat
dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang. Meskipun intake
makanan mengandung kalori yang cukup, tidak semua makanan
mengandung protein/asam amino yang memadai. Bayi yang masih
menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan
ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh ASI protein dari sumber-
sumber lain (susu, telur, keju, tahu dan lain-lain) sangatlah
dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan
nutrisi anak berperan penting terhadap terjadi kwashiorkhor, terutama
pada masa peralihan ASI kemakanan pengganti ASI.
2.      Faktor sosial. Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk
yang tinggi, keadaan sosial dan politik tidak stabil ataupun adanya
pantangan untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah
berlangsung turun-turun dapat menjadi hal yang menyebabkan
terjadinya kwashiorkor.
3.      Faktor ekonomi. Kemiskinan keluarga/ penghasilan yang rendah
yang tidak dapat memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan

20
nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat
mencukupi kebutuhan proteinnya.
4.      Faktor infeksi dan penyakit lain. Telah lama diketahui bahwa
adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi. Infeksi derajat apapun
dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya MEP, walaupun
dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadapinfeksi.
C.     Marasmic – Kwashiorkor
Penyebab marasmic – kwashiorkor dapat dibagi menjadi dua penyebab
yaitu malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder. Malnutrisi primer
adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh asupan protein
maupun energi yang tidak adekuat. Malnutrisi sekunder adalah
malnutrisi yang terjadi karena kebutuhan yang meningkat, menurunnya
absorbsi dan/atau peningkatan kehilangan protein maupun energi dari
tubuh.

3.4. EPIDEMIOLOGI
Anak usia di bawah lima tahun (balita) merupakan kelompok yang
rentan terhadap kesehatan dan gizi. Kurang Energi Protein (KEP) adalah
salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita di
Indonesia. Dalam Repelita VI, pemerintah dan masyarakat berupaya
menurunkan prevalensi KEP dari 40% menjadi 30%. Namun saat ini di
Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi yang berdampak juga pada status
gizi balita, dan diasumsi kecenderungan kasus KEP berat/gizi buruk akan
bertambah.
Di Indonesia, sebanyak 72% penderita gizi kurang ditemukan di
daerah-daerah kabupaten Indonesia dengan 2 – 4 dari 10 balita menderita
gizi kurang.
Malnutrisi di masyarakat secara langsung maupun tidak langsung
berpengaruh terhadap 60% dari 10,9 juta kematian anak dalam setiap
tahunnya dan 2/3 dari kematian tersebut terkait dengan praktek pemberian
makan yang tidak tepat pada tahun pertama kehidupan (Infant Feeding
Practice).

21
Prevalensi terjadinya malnutrisi pada pasien anak rawat inap cukup
tinggi yaitu antara 20-40% dan makin meningkat pada pasien yang dirawat
di rumah sakit lebih dari dua minggu 5-6. Penelitian pendahuluan pada 4
(empat) rumah sakit di Indonesia menunjukkan lebih dari separuh pasien
yang dirawat datang dengan berbagai keadaan malnutrisi baik
undernutrition ataupun overnutrition, dengan status gizi kurang menempati
porsi terbesar. Pada penelitian tersebut, Malnutrisi Rumah Sakit terjadi pada
13-37% pasien.

3.5. PATOGENESIS
Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau
anorexia bisa terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti
suasana makan, pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok
dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena
keempat elemen ini merupakan nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga
mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi karena defisiensi vitamin A dan
protein. Pada retina ada sel batang dan sel kerucut. Sel batang lebih hanya
bisa membedakan cahaya terang dan gelap. Sel batang atau rodopsin ini
terbentuk dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya terang mengenai sel
rodopsin, maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut akan mengumpul lagi
pada cahaya yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi ini
butuh waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran
adaptasi rodopsin.
Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air
(dehidrasi). Reflek patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin
pada tendon patella dan degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn
protein, Cu dan Mg seperti gangguan neurotransmitter. Sedangkan,
hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika terjadi kekurangan
protein, maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini membuat
penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak

22
yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan, pada akhirnya
penumpukan lemak di hepar.
Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting
edema adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting
edema disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik
intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma
ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel, karena pada
penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi
natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh.
Pada penderita kwashiorkor, selain defisiensi protein juga defisiensi
multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke daerah
sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan mengembalikannya
membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya
terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan
hidrostatik dan onkotik (Sadewa, 2008).
Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah
kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup,
kebiasaan makan yang tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak
terganggu, karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital. Keadaan
ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan
penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada beberapa faktor lain pada diri
anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya
marasmus.

3.6. PENEGAKKAN DIAGNOSIS


Anamnesis (penyakit & gizi)
o anamnesis awaluntuk mengetahui adanya tanda bahaya dan
tanda penting:
 syok/renjatan
 letargis

23
 muntah dan atau diare atau dehidrasi
o anamnesis lanjutanUntuk mengetahui faktor yang menyebabkan
terjadinya gizi buruk:
 riwayat kehamilan & kelahiran
 riwayat pemberian makan
 riwayat imunisasi & pemberian vit A
 riwayat penyakit penyerta/penyulit
 riwayat tumbuh kembang
 penyebab kematian pada saudara kandung
 status sosial, ekonomi dan budaya keluarga
Pemeriksaan fisik (klinis dan antropometri)
 pemeriksaan fisik awaluntuk mengetahui adanya kedaruratan
medis

 gangguan sirkulasi/syok
 gangguan kesadaran
 dehidrasi
 hipoglikemi
 hipotermi
o pemeriksaan fisik lanjutan
 Pengukuran dan penilaian antropometri
BB/U (berat badan menurut umur), TB/U (tinggi badan
menurut umur), LLA/U (lingkar lengan atas menurut
umur), BB/TB (berat badan menurut tinggi badan),
LLA/TB (lingkar lengan atas menurut tinggi badan.
 Tanda klinis gizi buruk
 Tanda defisiensi vitamin A pada mata dan mikronutrien lai
 Tanda dan gejala klinis penyakit penyerta/penyulit
 Pemeriksaan laboratorium/radiologi
 Glukosa darah

24
 Pemeriksaan pap darah dengan mikroskop atau pengujian
deteksi langsung
 Hemoglobin
 Pemeriksaan urine pemeriksaan dan kultur
 Pemeriksaan tinja dengan mikroskop untuk telur dan parasit
 Serum albumin
 Tes HIV (Tes ini harus disertai dengan konseling orang tua
anak, dan kerahasiaan harus dipelihara.)
 Elektrolit
 Hasil
 Temuan yang signifikan dalam kwashiorkor meliputi
hipoalbuminemia (10-25 g / L), hypoproteinemia (transferin,
asam amino esensial, lipoprotein), dan hipoglikemia.
 Plasma kortisol dan kadar hormon pertumbuhan yang tinggi,
tetapi sekresi insulin dan tingkat pertumbuhan insulin faktor yang
menurun.
 Persentase cairan tubuh dan air ekstraseluler meningkat.
Elektrolit, terutama kalium dan magnesium, yang habis.
 Tingkat beberapa enzim (termasuk laktosa) yang menurun, dan
tingkat lipid beredar (terutama kolesterol) yang rendah.
 Ketonuria terjadi, dan kekurangan energi protein dapat
menyebabkan penurunan ekskresi urea karena asupan protein
menurun. Dalam kedua kwashiorkor dan marasmus, anemia
defisiensi besi dan asidosis metabolik yang hadir.
 Ekskresi hidroksiprolin berkurang, mencerminkan terhambatnya
pertumbuhan dan penyembuhan luka.
 Kemih meningkat 3-methylhistidine adalah refleksi dari
kerusakan otot dan dapat dilihat di marasmus.
 Malnutrisi juga menyebabkan imunosupresi, yang dapat
menyebabkan hasil negatif palsu tuberkulin kulit tes dan
kegagalan berikutnya untuk secara akurat menilai untuk TB.

25
 Biopsi kulit dan analisis rambut dapat dilakukan.
 Analisis diet dan makanan
Riwayat  diet rincikuantitas asupan makanan (Food recall) dan
kualitas asupan makanan (Food frequency).
Pengukuran pertumbuhan, indeks massa tubuh (BMI), dan
pemeriksaan fisik lengkap ditunjukkan. Tindakan pengukuran tinggi
badan-banding-usia atau berat badan-untuk-tinggi pengukuran kurang dari
95% dan 90% dari yang diharapkan atau lebih besar dari 2 standar deviasi
di bawah rata-rata untuk usia. Pada anak yang lebih dari 2 tahun,
pertumbuhan kurang dari 5 cm/th juga dapat menjadi indikasi defisiensi.

 Klasifikasi :
 KEP ringan   : > 80-90% BB  ideal terhadap TB (WHO-CDC)
 KEP sedang : > 70-80% BB  ideal terhadap TB (WHO-CDC)
 KEP berat : ≤70% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC).

3.7. PENATALAKSANAAN
Tetapkan Kondisi
Tanda BahayaTanda Kondisi
I II III IV V
Penting
Renjatan (Shock) + - - - -
Letargis (Tidak Sadar) - - - + -
Muntah/Diare/ Dehidrasi + + + -

26
Prosedur tetap pengobatan dirumah sakit :

Prinsip dasar penanganan 10 langkah utama (diutamakan penanganan kegawatan)

Gambar 1. Bagan tatalaksana gizi buruk pada anak (sumber:kemenkes 2011)

Tatalaksana Khusus
1. Hipoglikemia
Semua anak dengan gizi buruk berisiko mengalami hipoglikemia, yaitu
apabila kadar glukosa darah < 54mg/dL atau < 3mmol/L. Oleh karena itu, setiap
anak gizi buruk harus segera diberi makan atau larutan glukosa/ gula pasir 10%
setelah masuk rumah sakit. Pemberian makan yang sering sangat penting
dilakukan pada anak gizi buruk. Apabila fasilitas setempat tidak memungkinkan
untuk memeriksa kadar gula darah, maka semua anak gizi buruk harus dianggap
mengalami hipoglikemia dan harus segera ditangani sesuai panduan. Tanda anak
yang mengalami hipoglikemia adalah letargis, nadi lemah, dan kehilangan
kesadaran.

2. Hipotermia

27
Diagnosis hipotermi adalah apabila suhu aksila <35,5oC. Tatalaksananya.
• Segera beri makan F-75, apabila diperlukan, lakukan rehidrasi terlebih
dahulu
• Pastikan bahwa anak berpakaian, termasuk kepalanya. Tutup dengan
selimut hangat dan letakan pemanas (tidak mengarah langsung kepada anak)
atau lampu di dekatnya, atau letakan anak langsung pada dada atau perut
ibunya. Apabila menggunakan lampu listrik, letakan lampu pijar 40 W
dengan jarak 50 cm dari tubuh anak
• Beri antibiotik sesuai pedoman

3. Dehidrasi
Cenderung terjadi diagnosis berlebihan dari dehidrasi dan estimasi yang
berlebihan mengenai derajat keparahannya pada anak gizi buruk. Hal tersebut
disebabkan oleh sulitnya menentukan status dehidrasi secara tepat pada anak
dengan gizi buruk, yaitu hanya dengan menggunakan gejala klinis saja. Anak
gizi buruk dengan diare cair, apabila gejala dehidrasi tidak jelas anggap
dehidrasi ringan. Tatalaksananya :
• Jangan menggunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi
berat dengan syok
• Beri ReSoMal secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat
dibanding jika melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik.
• Beri 5 mL/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama
• Setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5-10 mL/kgBB/jam berselang-seling
dengan F-75 dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10 jam
• Jumlah yang pasti tergantung seberapa banyak anak mau, volume tinja
yang keluar, dan apakah anak muntah
• Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam
• Apabila anak masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare
• Usia <1 tahunà 50-100 ml setiap BAB
• Usia ≥1tahun 100-200 ml setiap BAB

28
4. Gangguan keseimbangan elektrolit
Semua anak dengan gizi buruk mengalami defisiensi kalium dan
magnesium yang mungkin membutuhkan waktu 2 minggu atau lebih untuk
memperbaikinya. Selain itu, pada anak dengan gizi buruk dapat terjadi kelebihan
natrium total dalam tubuh, walaupun kadar natrium dalam serum mungkin
rendah. Kondisi tersebut dapat menyebabkan terjadinya edema. Jangan obati
edema dengan diuretikum. Pemberian natrium yang berlebihan dapat
menyebabkan kematian. Tatalaksananya :
• Untuk mengatasi gangguan elektrolit diberikan kalium dan magnesium
yang seudah terkandung di dalam larutan mineral mix yang ditambahkan
dalam F-75, F-100 atau ReSoMal
• Gunakan larutan ReSoMal untuk rehidrasi
• Siapkan makanan tanpa menambah garam (NaCl)

5. Infeksi
Pada anak dengan gizi buruk, gejala infeksi yang biasa ditemukan seperti
demam, seringkali tidak ada. Padahal infeksi ganda merupakan hal yang sering
terjadi pada gizi buruk. Oleh karena itu, anggaplah semua anak dengan gizi buruk
mengalami infeksi saat mereka datang ke rumah sakit dan segera tangani dengan
antibiotik. Tanda adanya infeksi berat adalah adanya hipoglikemia dan
hipotermia. Tatalaksananya :
- Antibiotik spektrum luas
• Apabila tidak ada komplikasi atau infeksi nyata, beri Kotrimoksazol
per oral (25 mg SMZ + 5 mg TMP/kgBB) setiap 12 jam selama 5 hari
• Apabila terdapat komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, atau anak
terlihat letargis atau tampak sakit berat) atau anak terlihat sakit berat,
maka berikan:
• Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari),
dilajutkan dengan Amoksisilin oral (15 mg/kgBB setiap 8 jam
selama 5 hari) atau ampisilin oral (50 mg/ kgBB setiap 6 jam
selama 5 hari) sehingga total selama 7 hari, ditambah Gentamisin

29
(7,5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7 hari, ditambah
Gentamisin (7,5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7 hari.
Jika anak tidak membaik dalam waktu 48 jam, tambahkan
Kloramfenikol (25 mg/kgBB IM/IV setiap 8 jam) selama 5 hari
- Vaksin campak jika berumur ≥ 6 bulan dan belum pernah mendapatkannya,
atau jika anak berumur > 9 bulan dan sudah pernah diberi vaksin sebelum
berumur 9 bulan. Tunda imunisasi bila syok.

6. Defisiensi zat gizi mikro


Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral.
Meskipun sering ditemukan anemia, jangan beri zat besi pada fase awal. Tunggu
sampai anak mempunyai nafsu makan yang baik dan mulai bertambah berat
badannya (biasanya pada minggu kedua, mulai fase rehabilitasi), karena zat besi
dapat memperparah infeksi. Berikan setiap hari selama 2 minggu:
- Multivitamin
- Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selnjutnya 1 mg/ hari)
- Seng (2 mg Zn elemenatal/ kgBB/ hari)
- Tembaga (0,3 mg Cu/ kgBB/ hari)
- Ferosulfat 3 mg/ kgBB/ hari setelah berat badan naik (mulai fase
rehibilitasi)
- Vitamin Adiberikan secara oral pada hari pertama (kecuali apabila telah
diberikan sebelum dirujuk) dengan dosis:
• Anak < 6 bulan: 50.000 IU ( ½ kapsul biru)
• Anak 6-12 bulan: 100.000 IU (1 kapsul biru)
• Anak 1-5 tahun: 200.000 IU (1 Kapsul merah)

Pemberian makanan awal


Sifat utama yang menonjol dari pemberian makanan awal adalah:
• Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dan rendah osmolaritas
maupun rendah laktosa
• Diberikan secara oral atau melalui NGT, hindari penggunaan parenteral

30
• Apabila anak masih mendapatkan ASI, lanjutkan pemberian ASI, namun
pastikan bahwa jumlah F-75 yang ditentukan harus terpenuhi

Memberikan makanan untuk tumbuh kejar


Tanda yang menunjukan bahwa anak telah mencapai fase ini adalah:
• Kembalinya nafsu makan
• Edema minimal atau hilang

Tatalaksana :
Lakukan transisi secara bertahap dari formula awal (F-75) ke Formula
tumbuh kejar (F-100) (fase transisi) :
- Ganti F-75 dengan F-100, dan berikan F 100 dalam jumlah yang
sama dengan F-75 selam 2 hari berturut-turut
- Selanjutnya naikan jumlah F-100 sebanyak 10 mL setiap kali
pemberian sampai anak tidak mampu menghabiskan atau tersisa
sedikit. Biasanya hal tersebut terjadi ketika pemberian formula
mencapai 200 mL/kgBB/hari. Dapat pula digunakan bubur atau
makanan pendamping ASI yang dimodifikasi sehingga kandungan
energi dan proteinnya sebanding dengan F-100
- Setelah transisi bertahap, selanjutnya beri anak :
• Pemberian makan yang sering dengan jumlah tidak terbatas
(sesuai kemampuan anak)
• Energi: 150-220 kkal/ kgBB/ hari
• Protein: 4-6 g/ kgBB/ hari
Apabila anak masih mendapatkan ASI, lanjutkan pemberian ASI, namun
pastikan bahwa anak sudah mendapat F-100 sesuai kebutuhan, karena ASI
tidak mengandung cukup energi untuk menunjang tumbuh kejar.
Makanan-terpeutik-siap-saji (ready to use therapeutic food = RUTF) yang
mengandung energi sebanyak 500 kkal/ sachet 92 g dapat digunakan pada
fase rehabilitasi.

31
7. Penilaian kemajuan
Kemajuan terapi dinilai dari kecepatan kenaikan berat badan setelah tahap
transisi dan mendapat F-100:
- Timbang dan catat berat badan setiap pagi sebelum diberi makan
- Hitung dan catat kenaikan berat badan setiap 3 hari dalam gram/ kgBB/
hari
• Apabila kenaikan berat badan:
- Kurang (< 5g/kgBB/hari)à anak membutuhkan penilaian ulang secara
lengkap
- Sedang (5-10g/kgBB/hari)à periksa apakah target asupan terpenuhi, atau
mungkin ada infeksi yang tidak terdeteksi
- Baik (>10g/kgBB/hari)

8. Stimulasi sensorik dan emosional


Untuk memberikan stimulasi sensorik dan emosional, lakukan beberapa
tindakan berikut:
- Ungkapan kasih sayang
- Lingkungan yang ceria
- Terapi bermain terstruktur selama 15-30 menit per hari
- Aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat
- Keterlibatan ibu sesering mungkin (misalnya: menghibur, memberi
makan, memandikan, bermain)

Mempersiapkan pulang dan tindak lanjut di rumah


Apabila telah tercapai BB/TB>-2SD (setara dengan >80%), maka dapat
dianggap anak telah sembuh. Anak mungkin masih memiliki BB/U rendah karena
anak berperawakan pendek. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus
tetap dilanjutkan di rumah.
Berikan contoh kepada orang tua :
- Menu dan cara membuat makanan kaya energi dan padat gizi serta
frekuensi pemberian makan yang sering

32
- Terapi bermain dan terstruktur
Selain itu juga sarankan ibu untuk melengkapi imunisasi dasar dan/atau
ulangan serta mengikuti program pemberian vitamin A.

9. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan mengukur kenaikan berat badan anak.
Kenaikan berat badan yang diharapkan adalah >50g/kgBB/minggu. Penyebab
peningkatan berat badan yang buruk antara lain:
• Pemberian makanan yang tidak adekuat, periksa :
• Bilamana pemberian makanan sudah benar
• Bilamana target intake energi dan protein tercapai
• Teknik pemberian makanan
• Kualitas perawatan
• Semua aspek penyediaan makanan
• Defisiensi nutrien spesifik, periksa :
• Keadekuatan komposisi mutivitamin
• Penyediaan elektrolit/mineral solution, dan apakah hal ini diresepkan dan
dikelola dengan benar
• Infeksi yang tidak diatasi
• Ulangi urinalisis untuk sel darah putih
• Periksa tinja
• Bila memungkinkan, lakukan X-ray dada
• HIV/AIDS
Selain memantau berat badan, perlu dilihat pula kondisi anak setelah
pemberian makanan, apakah terjadirefeeding syndrome atau tidak. Tanda
refeeding syndrome adalah timbulnya hipofosfatemia berat setelah uptake fosfat
oleh sel selama minggu pertama mulai refeed. Kadar fosfat dalam serum
sebanyak ≤0,5 mmol/mL dapat menimbulkan kelemahan, rabdomiolisis,
disfungsi neutrofil, kegagalan kardiorespirasi, arritmia, kejang, perubahan
tingkat kesadaran, atau kematian mendadak. Kadar fosfat harus dipantau selama

33
refeeding, dan jika rendah, fosfat harus diberikan selama refeeding untuk
menangani hipofosfatemia berat.

34
BAB III
ANALISIS KASUS

An. PN, perempuan, 2 tahun 8 bulan datang dibawa ibunya ke IGD


RSUD Bari pada tanggal 12 Juli 2016. Dari hasil anamnesis didapatkan anak
sering mengalami diare, muntah, batuk berdahak, anak rewel, dan tampak pucat.
Pada pemeriksaan fisik kepala didapatkan wajah seperti orang tua (old man face),
rambut kemerahan dan mudah dicabut, konjungtiva anemis, mukosa bibir pucat,
thoraks didapatkan iga gambang, abdomen dalam batas normal, baggy pants,
ekstremitas dingin, tidak ada edema pada tangan dan kaki. Pada pemeriksaan
antopometri menggunakan kurva WHO BB/TB, didapatkan hasil <-3SD sehingga
dikatakan status gizi buruk. Dari gejala dan tanda di atas dapat ditegakkan
diagnosa gizi buruk tipe marasmus. Pada anak didapatkan diare dan muntah, tidak
ada syok, dan tidak ada letargis sehingga dikelompokkan dalam kondisi III.
Dari anamnesis didapatkan batuk berdahak (+) dan demam subfebris
sejak 1 bulan SMRS. Selain itu penderita juga mengalami penurunan nafsu makan
dan penurunan nafsu makan. Ada riwayat kontak dan tinggal serumah dengan
penderita TB (+), yakni bibi penderita. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
pembesaran KGB di regio colli dengan diameter >1cm. Dari pemeriksaan
penunjang rontgen thoraks didapatkan gambaran infiltrat di kedua lapangan paru.
Dari hasil tes tuberkulin didaptkan hasil positif dengan diameter indurasi 20mm.
Setelah dilakukan skoring TB, penderita disimpulkan menderita penyakit TB paru
dengan nilai skor 12. TB paru pada anak ini kemungkinan disebabkan adanya
riwayat kontak dengan penderita TB. Anak ini juga tidak mendapatkan ASI
eksklusif. Sedangkan ASI memiliki kandungan yang dibutuhkan untuk
perkembangan sistem imun anak yang tidak didapatkan dalam susu formula.
Akibatnya, sistem imun pada anak ini kurang terbentuk sehingga rentan terkena
penyakit infeksi. Lalu dari faktor asupan yang inadekuat dapat menyebabkan
kekurangan gizi yang berakibat pada penurunan sistem kekebalan tubuh. Penyakit

35
infeksi seperti TB paru dapat menyebabkan penurunan berat badan akibat
metabolisme tubuh yang meningkat.
Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa penderita sudah mengalami
BAB cair dengan frekuensi 4-5x/hari sebanyak 1 gelas belimbing yang terus
menerus sejak 1 bulan SMRS. Tidak terdapat maupun lendir. Saat BAB, penderita
mengeluarkan lebih banyak cairan daripada ampas. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan bising usus meningkat, sehingga dapat disimpulkan bahwa penderita
mengalami diare kronik. Diare kronik dapat menyebabkan gizi buruk karena
intake yang adekuat.
Diare dalam kasus ini kemungkinan disebabkan oleh kebiasaan anak
yang tidak mencuci tangan sebelum makan dan memasukkan tangan ke dalam
mulut. Selain itu, penderita juga tinggal di lingkungan yang kumuh sehingga
memudahkan penularan virus dan bakteri. Pada kasus ini, diare dapat disebabkan
oleh cacing. Cacing akan mengganggu fungsi absorbsi dari mukosa usus halus.
Gangguan absorbsi ini akan mengakibatkan perubahan tekanan osmotik, sehingga
cairan berpindah dari interstisial ke intraluminal. Akibatnya tubuh akan
mengeluarkan cairan yang berlebihan melalui diare. ASI juga berperan penting
dalam kejadian diare pada anak. ASI mengandung imunoglobulin yang berperan
penting dalam saluran pencernaan sehingga mencegah bakteri patogen dan
enterovirus masuk ke dalam mukosa usus.
Diare dapat menyebabkan malnutrisi dan membuat lebih buruk lagi
karena pada diare tubuh akan kehilangan nutrien, anak-anak dengan diare
mungkin merasa tidak lapar serta ibu tidak memberi makan pada anak ketika
mengalami diare. Penderita gizi buruk akan mengalami penurunan produksi
antibodi serta terjadinya atropi pada dinding usus yang menyebabkan
berkurangnya sekresi berbagai enzim sehingga memudahkan masuknya bibit
penyakit ke dalam tubuh terutama penyakit diare.
Dari anamnesis, ibu penderita mengatakan keluar cacing berwarna putih
dengan panjang ±15 cm saat anaknya batuk dan BAB. Anak sering bermain di
tanah dan jarang mencuci tangan sebelum makan. Anak juga memiliki kebiasaan
memasukkan tangan ke mulut saat bermain. Dari anamnesis di atas, kemungkinan

36
cacing pada anak ini adalah Ascaris lumbricoides. Dari tanda dan gejala yang
didapatkan mengarah ke diagnosa ascariasis, antara lain : batuk, demam, diare,
muntah, dan nafsu makan berkurang.
Cacingan dapat mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap
penyakit dan terhambatnya tumbuh kembang anak karena cacing mengambil sari
makanan yang penting bagi tubuh, misalnya; protein, karbohidrat dan zat besi
yang dapat menyebabkan anemia dan gizi buruk.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis dan telapak
tangan pucat. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar Hb 8,8 g/dl
sehingga penderita dapat didiagnosa dengan anemia. Kemungkinan anemia yang
terjadi pada pada kasus ini adalah akibat defisiensi Fe. Pada pada pasien dengan
gizi buruk sering terjadi defisiensi mikronutrien seperti zink, zat besi, dan vitamin.
Selain itu, cacingan dan penyakit infeksi seperti TB juga dapat memperburuk
kondisi anemia pada pasien ini.
Penyebab gizi buruk dalam kasus ini disebabkan oleh berbagai faktor
seperti yang telah dijelaskan di atas, yaitu : penyakit TB paru, ascariasis, dan diare
kronik. Oleh karena itu, penting untuk memberikan tatalaksana secara
komprehensif untuk mengatasi gizi buruk pada pasien ini.
Tatalaksana penyakit TB dengan memberikan obat anti tuberkulosis
(OAT) selama 6 bulan. Pemberian OAT dibagi dalam 2 fase, yakni 2 bulan fase
intensif dan 4 bulan fase lanjutan. Pada tahap intensif, diberikan 3 macam obat
yakni rifampisin, isoniazid, dan pirazinamid. Sedangkan pada tahap lanjutan
diberikan obat rifampisin dan isoniazid. Tatalaksana ascariasis dengan pirantel
pamoat 10 mg/kgBB.
Tatalaksana marasmus kondisi III. Stabilisasi awal diberikan 50ml glukosa
atau larutan gula pasir 10% oral/NGT. Kemudian catat nadi, napas, kesadaran.
Pada 2 jam pertama diberikan ReSoMal setiap 30 menit via oral/NGT, 5ml/kgBB.
Pada kasus ini diberikan ReSoMal 40cc setiap 30 menit dalam 2 jam pertama.
Kemudian catat nadi, pernapasan, kesadaran dan asupan ReSoMal setiap 30
menit. 10 jam berikutnya teruskan pemberian ReSoMal berselang seling dengan
F75 setiap 1 jam. Pada kasus anak diberikan F-75 90 cc tiap 2 jam.

37
F-75 diganti dengan F-100, diberikan setiap 4 jam, dengan dosis sesuai BB
seperti dalam tabel F-75, dipertahankan selama 2 hari. Ukur dan catat nadi,
pernafasan dan asupan F-100 setiap 4 jam. Pada hari ke 3, mulai diberikan F-100
dengan dosis sesuai BB dalam tabel F- 100 Pada 4 jam berikutnya, dosisnya
dinaikkan 10 ml, hingga anak tidak mampu menghabiskan jumlah yang diberikan,
dengan catatan tidak melebihi dosis maksimal dalam tabel F-100.
Fase rehabilitasi selain diberikan F-100, anak juga diberi tambahan
makanan anak/lumat serta buah hingga BB/TB >-2 standar WHO (kriteria
sembuh).

38
DAFTAR PUSTAKA

Arisman, Dr. 2002. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC.


Depkes RI. 2015. Situasi dan Analisis Gizi. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta, hal 1-2.
Direktorat Bina Gizi.2011. Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku I, cetakan
keenam. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Direktorat Bina Gizi.2011. Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku II, cetakan
keenam. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Direktorat Bina Gizi. 2011. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Manary, M.J., Heikens, G.T., and Golden, M. 2009. Kwashiorkor: more
hypothesis testing is needed to understand the etiology of oedema. Mal med
jour, 21(3):106-7.
Nelson. 2007. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Behrman Kliegman Aevin : EGC.
Soetjiningsih, dr. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC.
Word Health Organization. 2010. Community-based management of severe acute
malnutrition. WHO, Geneva.

Anda mungkin juga menyukai