Case Jiwa
Case Jiwa
Disusun Oleh:
Kamila Auliya, S.Ked 04054821618065
Citra Indah Sari, S.Ked 04054821618084
Albert Leonard Kosasih, S.Ked 04054821618102
Pembimbing :
dr. H. M. Zainie Hasan A. R., SpKJ (K)
i
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh:
Kamila Auliya, S.Ked 04054821618065
Citra Indah Sari, S.Ked 04054821618084
Albert Leonard Kosasih, S.Ked 04054821618102
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Periode 2 Oktober 2017 – 3 November 2017
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul ”Psikosis ec. MDR TB”.
Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di
Bagian/Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Rumah Sakit Ernaldi Bahar
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. H. M. Zainie Hasan A. R.,
SpKJ (K) selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama
penulisan dan penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
kasus ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan. Semoga laporan kasus ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……............................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………. ii
KATA PENGANTAR………………………………………………………. iii
DAFTAR ISI………………………………………………………………… iv
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………… 1
BAB II STATUS PASIEN ………………………………….......................... 2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA …………………………………................ 13
BAB III ANALISIS KASUS …………………………………................... 26
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 34
28
iv
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI PASIEN
a. Nama : Tn. Sukirman
b. Jenis kelamin : Laki-laki
c. Umur : 24 tahun
d. Status perkawinan : Belum kawin
e. Agama : Islam
f. Tingkat pendidikan : SMA
g. Pekerjaan : Tidak bekerja
h. Warga negara : Indonesia
i. Alamat : Jl. Ki Kemas Rindo, Palembang
j. MRS : 11 Oktober 2017
II. ANAMNESIS
A. ALLOANAMNESIS
Diperoleh dari : Ny. S
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 30 tahun
Alamat : Lemabang
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Hubungan dengan pasien : Kakak kandung os
a. Keluhan utama
Tidak mau berbicara sejak 1 hari yang lalu
b. Riwayat perjalanan penyakit
Sejak ± 1 hari SMRS os demam tinggi dan mengalami perubahan
perilaku. Os tidak bisa diajak berbicara dan tampak acuh tak acuh. Os
juga tidak mau makan. Kakak os mengatakan, os tampak gelisah dan
2
ketakutan, os juga tidak mau tidur. Os dibawa ke RSMH dan dirawat
inap.
Perubahan mood (-), perubahan afek (-), kelainan kognitif (-).
d. Riwayat premorbid
- Lahir : lahir spontan, langsung menangis
3
- Riwayat kejang (-)
- Riwayat demam tinggi yang lama (-)
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat trauma kepala (-)
- Riwayat alergi obat (-)
- Riwayat sakit ginjal (-)
3
f. Riwayat penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang
- Riwayat mengonsumsi alkohol (-)
- Riwayat mengonsumsi narkoba (-)
g. Riwayat pendidikan
Pasien tamat SMA
h. Riwayat pekerjaan
Pasien di-PHK dari tempat kerjanya ±6 bulan SMRS.
j. Riwayat perkawinan
Pasien belum menikah.
l. Riwayat keluarga
- Pedigree:
Keterangan:
: Pasien
:Laki-laki
: Perempuan
III. PEMERIKSAAN
A. STATUS INTERNUS
1). Keadaan Umum
Sensorium : Somnolen
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nadi : 78x/menit
Frekuensi napas : 20x/menit
Suhu : 36,7 0C
B. STATUS NEUROLOGIKUS
1) Urat syaraf kepala (panca indera) : tidak ada kelainan
2) Gejala rangsang meningeal : tidak ada
3) Gejala peningkatan tekanan intrakranial : tidak ada
4) Mata
Gerakan : baik ke segala arah
Persepsi mata : baik, visus normal
Pupil : bentuk bulat, sentral, isokor,
Ø 3mm/3mm
Refleks cahaya : +/+
Refleks kornea : +/+
Pemeriksaan oftalmoskopi : tidak dilakukan
5). Motorik
Lengan Tungkai
Fungsi Motorik
Kanan Kiri Kanan Kiri 6).
Gerakan Luas Luas luas Luas
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni Eutoni eutoni Eutoni
Klonus - - - -
Refleks fisiologis + + + +
Refleks patologis - -
Sensibilitas : normal
7). Susunan syaraf vegetatif : tidak ada kelainan
8). Fungsi luhur : tidak ada kelainan
9). Kelainan khusus : tidak ada
C. STATUS PSIKIATRIKUS
KEADAAN UMUM
a. Sensorium : Apatis-Somnolen
b. Perhatian : Berkurang
c. Sikap : Tidak kooperatif
d. Inisiatif : Tidak ada
e. Tingkah laku motorik : Hipoaktif
f. Ekspresi fasial : wajar
g. Verbalisasi : sulit dinilai
h. Cara bicara : tidak dapat dinilai
i. Kontak psikis
Kontak fisik : tidak ada
Kontak mata : tidak ada
Kontak verbal : tidak ada
b. Hidup emosi
Stabilitas : stabil
Dalam-dangkal : dangkal
Pengendalian : terkendali
Adekuat-Inadekuat : adekuat
Echt-unecht : echt
Skala diferensiasi : menyempit
Einfuhlung : sukar dirabarasa
Arus emosi : sukar dinilai
f. Arus pikiran
Flight of ideas : tidak dapat dinilai
Inkoherensi : tidak dapat dinilai
Sirkumstansial : tidak dapat dinilai
Tangensial : tidak dapat dinilai
Terhalang(blocking) : tidak dapat dinilai
Terhambat (inhibition) : tidak dapat dinilai
Perseverasi : tidak dapat dinilai
Verbigerasi : tidak dapat dinilai
g. Isi pikiran
Waham : tidak dapat dinilai
Pola Sentral : tidak dapat dinilai
Fobia : tidak dapat dinilai
Konfabulasi : tidak dapat dinilai
Perasaan inferior : tidak dapat dinilai
Kecurigaan : tidak dapat dinilai
Rasa permusuhan/dendam : tidak dapat dinilai
Perasaan berdosa/salah : tidak dapat dinilai
Hipokondria : tidak dapat dinilai
Ide bunuh diri : tidak dapat dinilai
Ide melukai diri : tidak dapat dinilai
Lain-lain : tidak ada
h. Pemilikan pikiran
Obsesi : tidak dapat dinilai
Aliensi : tidak dapat dinilai
i. Bentuk pikiran
Autistik : tidak dapat dinilai
Simbolik : tidak dapat dinilai
Dereistik : tidak dapat dinilai
Simetrik : tidak dapat dinilai
Paralogik : tidak dapat dinilai
Konkritisasi : tidak dapat dinilai
Overinklusif : tidak dapat dinilai
l. Dekorum
Kebersihan : baik
Cara berpakaian : baik
Sopan santun : baik
D. PEMERIKSAAN LAIN
a. Pemeriksaan elektroensefalogram : tidak dilakukan
b. Pemeriksaan radiologi/ CT scan : tidak dilakukan
c. Pemeriksaan laboratorium
Tanggal
Pemeriksaan Hasil Rujukan
Hemoglobin 16.8 11.4-15
RBC 5.52 juta/mm3 4.0-5.70 juta/mm3
WBC 8.8 4730-10890/mm3
Hematokrit 48 35-45
Trombosit 353 189-436.103/µL
Hitung Jenis Leukosit Hasil Rujukan
Basofil 0 0-1%
Eosinofil 0 1-6%
Netrofil 65 50-70%
Limfosit 23 20-40%
Monosit 12 2-8 %
GINJAL
Ureum 41 16,6-48,5 mg/dL
Kreatinin 1.34 0,50-0,90 mg/dL
ELEKTROLIT
Kalsium (Ca) 9,7 8,8-10,2 md/dL
Natrium (Na) 151 135-155
Kalium (K) 3.5
V. DIAGNOSIS BANDING
- F05.0 Delirium, Tak bertumpang tindih dengan dementia.
VI. TERAPI
a. Psikofarmaka
Risperidon 2x1 mg
Merlopam 1x0,5 mg
b. Psikoterapi
Suportif
- Memberi dukungan dan perhatian kepada pasien dalam
menghadapi masalah.
- Memotivasi pasien agar minum obat secara teratur
Kognitif
Menerangkan tentang gejala penyakit pasien yang timbul
akibat cara berpikir yang salah, mengatasi perasaan, dan sikapnya
terhadap masalah yang dihadapi.
Sosial-Budaya
Terapi kerja berupa memanfaatkan waktu luang dengan
melakukan hobi atau pekerjaan yang disukai pasien dan bermanfaat.
Terapi rekreasi dapat berupa berlibur atau bepergian ke suatu daerah
yang disenangi pasien.
Religius
Bimbingan keagamaan agar pasien selalu menjalankan ibadah
sesuai ajaran agama yang dianutnya, yaitu menjalankan solat lima
waktu, menegakkan amalan sunah seperti mengaji, berzikir, dan
berdoa kepada Allah SWT.
VII. PROGNOSIS
Dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Tuberkulosis
3.1.1 Definisi
Tuberkulosis adalah suatu penyakit radang granulomatosa kronik yang
disebabkan basil Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis merupakan
penyakit menular yang merupakan penyebab kematian peringkat empat di
Indonesia.4
Multi drug resisten TB adalah M. tuberkulosis yang resisten minimal
terhadap rifampisin dan INH dengan atau tanpa OAT lainnya. Rifampisin
dan INH merupakan 2 obat yang sangat penting pada pengobatan TB yang
diterapkan pada strategi DOTS. Secara umum resitensi terhadap obat anti
tuberkulosis dibagi menjadi:5
Resistensi primer ialah apabila pasien sebelumnya tidak pernah
mendapat pengobatan OAT atau telah mendapat pengobatan OAT
kurang dari 1 bulan
Resistensi initial ialah apabila kita tidak tahu pasti apakah pasien
sudah ada riwayat pengobatan OAT sebelumnya atau belum pernah
Resistensi sekunder ialah apabila pasien telah mempunyai riwayat
pengobatan OAT minimal 1 bulan.
3.1.2 Etiologi
Lima penyebab terjadinya MDR-TB (“SPIGOTS”):
1. Pemberian terapi TB yang tidak adekuat akan menyebabkan mutants
resisten. Hal ini amat ditakuti karena dapat terjadi resisten terhadap
OAT lini pertama
2. Masa infeksius yang terlalu panjang akibat keterlambatan diagnosis
akan menyebabkan penyebaran galur resitensi obat. Penyebaran ini
tidak hanya pada pasien di rumah sakit tetapi juga pada petugas rumah
sakit, asrama, penjara dan keluarga pasien
3. Pasien dengan TB-MDR diterapi dengan OAT jangka pendek akan
tidak sembuh dan akan menyebarkan kuman. Pengobatan TB-MDR
sulit diobati serta memerlukan pengobatan jangka panjang dengan
biaya mahal
4. Pasien dengan OAT yang resisten terhadap kuman tuberkulosis yang
mendapat pengobatan jangka pendek dengan monoterapi akan
menyebabkan bertambah banyak OAT yang resisten ( ’’The amplifier
effect”). Hal ini menyebabkan seleksi mutasi resisten karena
penambahan obat yang tidak multipel dan tidak efektif
5. HIV akan mempercepat terjadinya terinfeksi TB mejadi sakit TB dan
akan memperpanjang periode infeksious
3.1.3 Epidemiologi
Tuberkulosis masih merupakan salah satu masalah kesehatan global
tertinggi dan penyebab kematian di seluruh dunia,6,7. World Health
Organization memperkirakan sekitar 2 miliar populasi di seluruh dunia
memiliki tuberkulosis laten7. Sekitar 8 juta orang setiap tahunnya terkena
tuberkulosis dan 3 juta orang meninggal karenanya, lebih dari 95% kasus ini
terjadi di negara berkembang7.
Tuberkulosis masih menjadi masalah publik meskipun pengobatannya
telah ditemukan lebih dari 50 tahun8. Hal ini dikarenakan adanya golongan
yang resisten terhadap pengobatan tuberkulosis8. Pada survei yang
dilakukan pada tahun 2000, kasus resisten terhadap pengobatan TB (MDR-
TB) ditemukan di 72 negara yang diteliti 8. Kasus baru MDR TB
diperkirakan terjadi sebanyak 273.000 setiap tahunnya8. Insiden kasus TB di
Peru pada tahun 2011 adalah 10 kasus baru per 100.000 populasi dan 2100
kasus diperkirakan merupakan kasus MDR TB6.
3.2.2 Sejarah
Pada umumnya, gangguan psikotik singkat belum dipelajari dengan baik di
psikiatri Amerika. Sekurangnya sebagian masalah di Amerika Serikat adalah
seringnya perubahan kriteria diagnostik yang terjadi selama lebih dari 15 tahun
terakhir. Diagnosis telah diterima lebih baik dan dipelajari lebih lengkap di
Skandinavia dan masyarakat Eropa Barat lainnya daripada di Amerika Serikat.
Pasien dengan gangguan yang mirip dengan psikotik singkat sebelumnya telah
diklasifikasikan sebagai menderita psikosis reaktif, histerikal, stres, dan
psikogenik.11
Psikosis reaktif sering kali digunakan sebagai sinonim DSM-IV gangguan
psikotik singkat tidak berarti menyatakan hubungan dengan skizofrenia. Di tahun
1913 Karl Jasper menggambarkan sejumlah ciri penting untuk diagnosis psikosis
reaktif, termasuk adanya stresor traumatis berat yang dapat diidentifikasi,
hubungan temporal yang erat antara stressor dan perkembangan psikosis, dan
perjalanan episode psikotik yang ringan. Di samping itu, isi psikosis sering kali
mencerminkan sifat pengalaman traumatis, dan perkembangan psikosis
dihipotesiskan sebagai memuaskan tujuan pasien, sering kali suatu tipe pelepasan
diri dari suatu kondisi traumatis.11
3.2.3 Epidemiologi
Beberapa penelitian telah dilakukan tentang epidemiologi diagnosis psikosis
reaktif singkat DSM edisi ketiga yang direvisi (DSM-III-R), dan belum ada yang
dilakukan dengan menggunakan kriteria DSM-IV.11,12 Dengan demikian, perkiraan
yang dapat dipercaya tentang insidensi, prevalensi, rasio jenis kelamin, dan usia
onset rata-rata untuk gangguan tidak terdapat. Pada umumnya gangguan ini
dianggap jarang, seperti yang dinyatakan oleh satu penelitian tentang perekrutan
militer di mana insidensi psikosis reaktif singkat DSM-III-R diperkirakan adalah
1,4 per 100.000 yang direkrut.11 Dengan memasukkan episode psikotik singkat
yang tidak disertai dengan faktor pencetus yang jelas di dalam DSM-IV, insidensi
untuk diagnosis DSM-IV mungkin lebih tinggi daripada angka tersebut. Hal lain
yang menimbulkan kesan pada klinisi adalah bahwa gangguan lebih sering pada
pasien muda daripada pasien lanjut usia, walaupun beberapa kasus melaporkan
adanya riwayat kasus yang memang mengenai orang lanjut usia.11
Beberapa klinisi menyatakan bahwa gangguan mungkin paling sering
ditemukan pada pasien dari kelas sosioekonomi rendah dan pada pasien dengan
gangguan kepribadian yang telah ada sebelumnya (paling sering adalah gangguan
kepribadian histrionik, narsistik, paranoid, skizotipal, dan ambang). Orang yang
pernah mengalami perubahan kultural yang besar (sebagai contoh, imigran)
mungkin juga berada dalam risiko untuk menderita gangguan setelah stresor
psikososial selanjutnya. Tetapi, kesan klinis tersebut belum dibuktikan benar di
dalam penelitian klinis yang terkontrol baik.11,12
3.2.4 Komorbiditas
Gangguan sering terjadi pada pasien dengan gangguan kepribadian (paling sering
gangguan histrionik, paranoid, skizoid, skizotipal, dan kepribadian borderline).11
3.2.5 Etiologi
Pasien dengan gangguan psikotik singkat yang pernah memiliki gangguan
kepribadian mungkin memiliki kerentanan biologis atau psikologis ke arah
perkembangan gejala psikotik.11
Secara psikodinamika terdapat mekanisme menghadapi (coping
mechanism) yang tidak adekuat dan kemungkinan adanya tujuan sekunder pada
pasien dengan gejala psikotik. Teori psikodinamika yang lainnya adalah bahwa
gejala psikotik adalah suatu pertahanan terhadap fantasi yang dilarang,
pemenuhan harapan yang tidak tercapai, atau suatu pelepasan dari situasi psikosial
tertentu.12
3.2.6 Patofisiologi
Hipotesis dopamin pada gangguan psikosis serupa dengan penderita skizofrenia
adalah yang paling berkembang dari berbagai hipotesis, dan merupakan dasar dari
banyak terapi obat yang rasional. Hipotesis ini menyatakan bahwa skizofrenia
disebabkan oleh terlalu banyaknya aktivitas dopaminergik. Beberapa bukti yang
terkait hal tersebut yaitu:11,12,14,15
1. Kebanyakan obat-obat antipsikosis menyekat reseptor D2 pascasinaps di
dalam sistem saraf pusat, terutama di sistem mesolimbik frontal;
2. Obat-obat yang meningkatkan aktifitas dopaminergik, seperti levodopa
(suatu precusor), amphetamine (perilis dopamine), atau apomorphine
(suatu agonis reseptor dopamin langsung),baik yang dapat mengakibatkan
skizofrenia atau psikosis pada beberapa pasien;
3. Densitas reseptor dopamin telah terbukti, postmortem, meningkat di otak
pasien skizofrenia yang belum pernah dirawat dengan obat-obat
antipsikosis;
4. Positron emission tomography (PET) menunjukkan peningkatan densitas
reseptor dopamin pada pasien skizofrenia yang dirawat atau yang tidak
dirawat, saat dibandingkan dengan hasil pemeriksaan PET pada orang
yang tidak menderita skizofrenia; dan
5. Perawatan yang berhasil pada pasien skizofrenia telah terbukti mengubah
jumlah homovanilic acid (HVA), suatu metabolit dopamin, di cairan
serebrospinal, plasma, dan urin.15
Namun teori dasar tidak menyebutkan hiperaktivitas dopaminergik apakah
karena terlalu banyaknya pelepasan dopaminergik, terlalu banyaknya reseptor
dopaminergik atau kombinasi mekanisme tersebut. Neuron dopaminergik di
dalam jalur mesokortikal dan mesolimbik berjalan dari badan selnya di otak
tengah ke neuron dopaminoseptif di sistem limbik dan korteks serebral.14
3.2.7 Diagnosis11,12,13
Diagnosis DSM-IV memiliki rangkaian diagnosis untuk gangguan psikotik,
didasarkan terutama atas lama gejala. Untuk gejala psikotik yang berlangsung
sekurangnya satu hari tetapi kurang dari satu bulan dan yang tidak disertai dengan
satu gangguan mood, gangguan myang berhubungan dengan zat, atau suatu
gangguan psikotik karena kondisi medis umum, diagnosis gangguan psikotik
singkat kemungkinan merupakan diagnosis yang tepat. Untuk gejala psikotik
singkat kemungkinan merupakan diagnosis yang tepat. Untuk gejala psikotik yang
lebih dari satu hari diagnosis yang sesuai harus dipertimbangkan adalah gangguan
delusional (jika waham merupakan gejala psikotik utama), gangguan
skizofreniform (jika waham merupakan gejala psikotik utama), gangguan
skizofreniform (jika gejala berlangsung kurang dari 6 bulan) dan skizofrenia (jika
gejala telah berlangsung lebih dari 6 bulan).11,12
Jadi gangguan psikotik singkat diklasifikasikan di dalam DSM-IV sebagai
suatu gangguan psikotik dengan durasi singkat. Kriteria diagnosis menentukan
sekurang-kurangnya satu gejala yang jelas psikotik yang berlangsung selama satu
hari sampai satu bulan. DSM-IV menentukan lebih lanjut penentuan dua ciri:
adanya atau tidak adanya satu atau lebih stressor yang jelas dan; suatu onset pascs
persalinan.11,12
Seperti pada pasien psikiatri akut, riwayat yang diperlukan untuk membuat
diagnosis mungkin tidak dapat diperoleh hanya dari pasien. Walaupun adanya
gejala psikotik mungkin jelas, informasi mengenai gejala prodromal, episode
suatu gangguan mood sebelumnya, dan riwayat ingesti zat psikotomimetik yang
belum lama mungkin tidak dapat diperoleh dari wawancara klinis saja. Di
samping itu, klinisi mungkin tidak mampu memperoleh informasi yang akurat
tentang ada atau tidaknya stressor pencetus.11,12
3.2.12 Terapi
Rawat inap. Seorang pasien psikotik akut mungkin memerlukan rawat inap yang
singkat baik untuk evaluasi maupun proteksi. Evaluasi memerlukan pemantauan
gejala yang ketat dan penilaian tingkat bahaya pasien terhadap diri sendiri dan
orang lain. Selain itu, rawat inap yang tenang dan terstruktur dapat membantu
pasien mendapatkan kembali kesadarannya terhadap realita. Sementara klinisi
menunggu efek perawatan atau obat-obatan, mungkin diperlukan pengasingan,
pengendalian fisik, atau pemantauan satu pasien oleh satu pemeriksa.11,12
Psikoterapi. Meskipun rawat inap dan farmakoterapi cenderung mengendalikan
situasi jangka pendek, bagian pengobatan yang sulit adalah integrasi psikologis
pengalaman (dan kemungkinan trauma pemicu, jika ada) ke dalam kehidupan
pasien dan keluarganya. Psikoterapi digunakan untuk memberikan kesempatan
membahas stresor dan episode psikotik. Eksplorasi dan perkembangan strategi
koping adalah topik utama psikoterapi. Masalah terkait meliputi membantu pasien
menangani rasa harga dirinya yang hilang dan mendapatkan kembali rasa percaya
diri. Setiap strategi pengobatan didasarkan pada peningkatan keterampilan
menyelesaikan masalah, sementara memperkuat struktur ego melalui psikoterapi
tampaknya merupakan cara yang paling efektif. Keterlibatan keluarga dalam
proses pengobatan mungkin penting untuk mendapatkan keberhasilan.11,12,15
Farmakoterapi11,12
Dua kelas utama obat yang perlu dipertimbangkan di dalam pengobatan
gangguan psikotik adalah obat antipsikotik antagonis reseptor dopamin dan
benzodiazepin. Jika dipilih suatu antipsikotik, suatu antipsikotik potensi tinggi,
misalnya haloperidol biasanya digunakan. Khususnya pada pasien yang berada
pada resiko tinggi untuk mengalami efek samping ekstrapiramidal, suatu obat
antikolinergik kemungkinan harus diberikan bersama-sama dengan antipsikotik
sebagai profilaksis terhadap gejala gangguan pergerakan akibat medikasi. Selain
itu, benzodiazepin dapat digunakan dalam terapi singkat psikosis.7Walaupun
benzodiazepin memiliki sedikit kegunaan atau tanpa kegunaan dalam pengobatan
jangka panjang gangguan psikotik, obat dapat efektif untuk jangka singkat dan
disertai dengan efek samping yang lebih jarang daripada antipsikotik. Pada kasus
yang jarang benzodiazepin disertai dengan peningkatan agitasi dan pada kasus
yang lebih jarang lagi dengan kejang putus obat yang hanya biasanya terjadi pada
penggunaan dosis tinggi terus-menerus.16 Medikasi hipnotik sering kali berguna
selama satu sampai dua minggu pertama setelah resolus episode psikotik.
Pemakaian jangka panjang medikasi harus dihindari dalam pengobatan gangguan
ini.11,17
BAB IV
ANALISIS KASUS
A. Analisis Kasus
Pasien dengan TB tidak menutup kemungkinan mengalami gangguan
afektif atau mood diakibatkan oleh penyakit yang dideritanya. Stigma masyarakat,
perubahan fisik dan menurunnya kesehatan pasien tentu memberikan efek psikis
pada pasien. Penderita penyakit infeksius kronis cenderung mengalami depresi.
Depresi akibat penyakit tersebut justru membuat pasien lebih sulit dalam
menjalani kegiatan sehari-hari. Tidak jarang, adanya gangguan psikis berupa
depresi ini menyebabkan kemunduran fungsi dan gejala negativistik pada pasien
sehingga dapat berlanjut menjadi psikosis.
Pasien atas nama Tn. Sukirman, seorang laki-laki berumur 24 tahun, dibawa
ke RSMH dengan keluhan utama os demam tinggi sejak ± 1 minggu SMRS,
demam tidak disertai menggigil, penurunan nafsu makan (+), penurunan berat
badan (+), berkeringat malam hari (+). Batuk (+), berdahak. Sejak di rawat, pasien
mengalami perubahan perilaku. Pasien sering marah-marah. Sejak + 1 hari yang
lalu, pasien tidak mau bicara.
Sejak di rawat, kakak pasien mengatakan bahwa sebelumnya pasien tampak
gelisah, pasien sering marah-marah dan tidak dapat berbaring dengan tenang.
Pasien sering mencabut infus sendiri sejak mengalami demam dan dirawat. Pasien
juga sering secara tiba-tiba berdiri dari tempat tidur kemudian berjalan-jalan tanpa
arah di kamar dan kemudian diam di tempat dengan tatapan seperti melihat
sesuatu, namun pasien tidak mau berbicara ketika ditanya. Keluhan pasien tampak
ketakutan disangkal. Keluhan berbicara sendiri disangkal. Keluhan mendengarkan
suara-suara orang lain berbisik atau berkomentar disangkal. Keluhan melihat
halusinasi tidak ada. Perubahan pola pikir tidak ada. Pasien masih bisa memahami
perintah dan perkataan orang lain. Perubahan suasana perasaan disangkal.
Sejak + 1 hari yang lalu, Pasien tidak mau berbicara dan tampak acuh saat
ditanya. Pasien tidak lagi mengamuk dan mencabut infus sendiri. Pasien
menjawab pendek (ya/tidak) setiap kali di tanya, dan terkadang tidak menjawab.
Pasien tidak menghiraukan dan mengikuti perintah. Ekspresi datar. Pasien juga
terkadang berbicara meracau. Kontak mata tidak ada lagi. Pasien lalu
dikonsultasikan oleh bagian penyakit dalam ke bagian psikiatri RSMH.
Riwayat penyakit dahulu: Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami
keluhan yang sama. Pasien tidak memiliki riwayat trauma kepala, epilepsi, kejang,
atau penyakit syaraf lainnya. Riwayat tumbuh kembang; tidak terdapat kelainan.
Pasien adalah penderita MDR-TB. Riwayat perjalanan penyakit TB adalah
sebagai berikut:
Pasien pertama diketahui menderita TB sejak 3 tahun yang lalu. Pasien
berobat TB ke puskesmas selama 2 bulan, namun tidak tuntas karena
pasien menghentikan pengobatan setelah merasa sembuh. (Kasus lalai)
Pasien mulai mengalami gejala lagi. Pasien berobat ke Puskesmas
Kertapatih dan mendapat pengobatan TB selama 2 bulan. Setelah itu,
pasien kembali menghentikan pengobatan. (Kasus lalai)
Kemudian setelah muncul gejala lagi, pasien berobat ke Charitas.
Diberikan pengobatan selama 9 bulan, namun karena tidak ada
perbaikan klinis, pasien di rujuk ke RSMH dengan diagnosa MDR-TB.
(Kasus gagal)
Pasien menjalani pengobatan MDR-TB di RSMH. Sekarang bulan ke-
13.
Riwayat keluarga/ orang sekitar/ rekan kerja yang menderita TB disangkal.
Riwayat penyakit psikiatri sebelumnya: riwayat keluarga yang mengalami
keluhan perubahan perilaku secara akut disangkal. Riwayat depresi sebelumnya
disangkal. Menurut keluarga, keseharian pasien semenjak terdiagnosa penyakit
dan di PHK, masih wajar. Pasien tidak tampak depresi, stres, atau perubahan
perilaku sebelumnya. Perilaku terhadap lingkungan sekitar dan masyarakat tidak
ada perubahan.
Riwayat pengobatan, pasien menjalani program DOTS di Puskesmas
pertama dan kedua dimana pasien menghentikan sendiri pengobatan. Tidak
diketahui lebih lanjut pengobatan yang didapatkan oleh pasien dari Puskesmas.
Pasien kemudian melanjutkan pengobatan di Charitas selama 9 bulan, tidak
diketahui pengobatan yang didapatkan. Pasien sekarang berobat MDR-TB bulan
ke 13 di RSMH, dengan obat:
Etambutol 1000 mg / 24 jam PO
Pyrazinamid 1200mg / 24 jam PO
Levofloxacin 750 mg / 24 jam PO
Etionamid 759 mg / 24 jam PO
Cycloserine 750 mg /24 jam PO
Riwayat pendidikan: Pasien berpendidikan terakhir SMA, sebelumnya
pasien berkerja di pabrik, namun pasien di PHK dari tempat kerjanya dengan
alasan penyakit sejak + 6 bulan SMRS. Pasien belum menikah dan tinggal
bersama kedua orang tua pasien. Keadaan sosial ekonomi menengah ke bawah.
Pada pemeriksaan fisik: Tingkat kesadaran: Apatis-somnolen. Perhatian
berkurang, sikap tidak kooperatif, tingkah laku motorik hipoaktif, berbeda dengan
beberapa hari sebelumnya. Verbalisasi: tidak ada, kontak mata tidak ada. Keadaan
afek: datar, mood: hipotimik, stabilitas emosi: stabil saat diperiksa, kedalaman
emosi: dangkal. Keadaan dan fungsi intelektual sulit dinilai, namun dapat
dipastikan pasien mengalami gangguan konsentrasi dan gangguan orientasi orang,
waktu dan tempat. Keadaan sensasi dan persepsi sulit dinilai.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik berserta status psikiatrikus,
beberapa diagnosis banding yang dapat dipikirkan pada pasien adalah: