Anda di halaman 1dari 40

Laporan Kasus

PSIKOSIS EC. MDR TB

Disusun Oleh:
Kamila Auliya, S.Ked 04054821618065
Citra Indah Sari, S.Ked 04054821618084
Albert Leonard Kosasih, S.Ked 04054821618102

Pembimbing :
dr. H. M. Zainie Hasan A. R., SpKJ (K)

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017

i
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Laporan Kasus:


PSIKOSIS EC. MDR TB

Oleh:
Kamila Auliya, S.Ked 04054821618065
Citra Indah Sari, S.Ked 04054821618084
Albert Leonard Kosasih, S.Ked 04054821618102

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Periode 2 Oktober 2017 – 3 November 2017

Palembang, Oktober 2017


Pembimbing,

dr. H. M. Zainie Hasan A. R., SpKJ (K)

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul ”Psikosis ec. MDR TB”.
Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di
Bagian/Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Rumah Sakit Ernaldi Bahar
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. H. M. Zainie Hasan A. R.,
SpKJ (K) selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama
penulisan dan penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
kasus ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan. Semoga laporan kasus ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Palembang, Oktober 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……............................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………. ii
KATA PENGANTAR………………………………………………………. iii
DAFTAR ISI………………………………………………………………… iv
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………… 1
BAB II STATUS PASIEN ………………………………….......................... 2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA …………………………………................ 13
BAB III ANALISIS KASUS …………………………………................... 26
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 34
28

iv
v
BAB I
PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi


Mycobacterium tuberculosis.1 Diperkirakan 1/3 dari penduduk dunia tanpa
diketahui terinfeksi kuman ini dan sekitar 95% penderita TB paru berada di
negara berkembang, dimana 75% di antaranya adalah usia produktif.2 Di
Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat.
Resisten ganda (multidrugs resistant tuberculosis/TB-MDR) merupakan
masalah terbesar terhadap pencegahan dan pemberantasan TB dunia. Pada tahun
2010 WHO menyatakan insidens TB-MDR meningkat secara bertahap merata 2%
pertahun. Lebih dari 50 juta orang mungkin telah terinfeksi oleh kuman
tuberkulosis yang resisten terhadap beberapa obat anti tuberkulosis khususunya
Rifampisin dan INH, serta kemungkinan pula ditambah obat lainnya.
Depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai dengan
hilangnya energi dan minat, perasaan bersalah, kesulitan berkonsentrasi,
hilangnya nafsu makan, dan pikiran tentang kematian atau bunuh diri. Anxietas
adalah perasaan yang ditandai oleh rasa ketakutan yang difus, tidak
menyenangkan dan samar-samar, sering kali disertai oleh gejala otonomik seperti
nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, kekakuan pada dada, dan gangguan lambung
ringan. Kombinasi gejala depresi dan anxietas menyebabkan gangguan fungsional
yang bermakna pada orang yang terkena.3
Pada beberapa orang yang menderita penyakit kronik seperti TB, risiko
terjadinya depresi dapat diperburuk oleh adanya masalah sosial ataupun hubungan
dengan masyarakat sekitar dan buruknya tingkat kesehatan yang dirasakan oleh
penderita. Gangguan depresi juga berkaitan dengan pengobatan TB. Beberapa
obat yang digunakan dalam tatalaksana TB dapat menyebabkan penderitanya
mengalami gangguan mental berupa depresi, anxietas ataupun psikosis. Selain itu,
pemberian obat untuk gangguan mental pada penderita TB juga harus
diperhatikan karena interaksi obat-obat ini dapat menyebabkan efek yang tidak
baik. Oleh karena itu, sangat penting untuk memperhatikan hubungan antara
pengobatan TB dan gangguan mental yang menyertainya.

1
BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI PASIEN
a. Nama : Tn. Sukirman
b. Jenis kelamin : Laki-laki
c. Umur : 24 tahun
d. Status perkawinan : Belum kawin
e. Agama : Islam
f. Tingkat pendidikan : SMA
g. Pekerjaan : Tidak bekerja
h. Warga negara : Indonesia
i. Alamat : Jl. Ki Kemas Rindo, Palembang
j. MRS : 11 Oktober 2017

II. ANAMNESIS
A. ALLOANAMNESIS
Diperoleh dari : Ny. S
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 30 tahun
Alamat : Lemabang
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Hubungan dengan pasien : Kakak kandung os

a. Keluhan utama
Tidak mau berbicara sejak 1 hari yang lalu
b. Riwayat perjalanan penyakit
Sejak ± 1 hari SMRS os demam tinggi dan mengalami perubahan
perilaku. Os tidak bisa diajak berbicara dan tampak acuh tak acuh. Os
juga tidak mau makan. Kakak os mengatakan, os tampak gelisah dan

2
ketakutan, os juga tidak mau tidur. Os dibawa ke RSMH dan dirawat
inap.
Perubahan mood (-), perubahan afek (-), kelainan kognitif (-).

c. Riwayat penyakit dahulu


- Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal
- Riwayat trauma (-)
- Riwayat kejang (-)
- Riwayat merokok (+)
- Riwayat menderita TB paru sejak 3 tahun yang lalu
- Asthma disangkal
- Hipertensi disangkal
- Diabetes Mellitus disangkal

d. Riwayat premorbid
- Lahir : lahir spontan, langsung menangis

- Bayi : tumbuh kembang baik

- Anak-anak : sosialisasi baik

- Remaja : sosialisasi baik

- Dewasa : sosialisasi baik

e. Riwayat perkembangan organobiologi

3
- Riwayat kejang (-)
- Riwayat demam tinggi yang lama (-)
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat trauma kepala (-)
- Riwayat alergi obat (-)
- Riwayat sakit ginjal (-)

3
f. Riwayat penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang
- Riwayat mengonsumsi alkohol (-)
- Riwayat mengonsumsi narkoba (-)

g. Riwayat pendidikan
Pasien tamat SMA

h. Riwayat pekerjaan
Pasien di-PHK dari tempat kerjanya ±6 bulan SMRS.

i. Riwayat gaya hidup


Pasien merokok + 5 tahun, 2 bungkus per hari.

j. Riwayat perkawinan
Pasien belum menikah.

k. Keadaan sosial ekonomi


Pasien tinggal bersama orang tua dengan keadaan sosial ekonomi
menengah ke bawah.

l. Riwayat keluarga
- Pedigree:

 
Keterangan:
: Pasien

:Laki-laki

: Perempuan

B. AUTOANAMNESIS DAN OBSERVASI


Wawancara dan observasi dilakukan pada hari Jumat, 13 Oktober
2017 pukul 14.15 s.d. 15.00 WIB di Bangsal Rumah Sakit Mohammad
Hoesin, Palembang. Pasien berperawakan kurus dengan tinggi badan
sekitar 157 cm dan berat badan 47 kg, warna kulit sawo matang.
Pemeriksa berdiri dan pasien berbaring di tempat tidur. Pasien tidak bisa
berkomunikasi dengan pemeriksa.

III. PEMERIKSAAN
A. STATUS INTERNUS
1). Keadaan Umum
Sensorium : Somnolen
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nadi : 78x/menit
Frekuensi napas : 20x/menit
Suhu : 36,7 0C

B. STATUS NEUROLOGIKUS
1) Urat syaraf kepala (panca indera) : tidak ada kelainan
2) Gejala rangsang meningeal : tidak ada
3) Gejala peningkatan tekanan intrakranial : tidak ada
4) Mata
Gerakan : baik ke segala arah
Persepsi mata : baik, visus normal
Pupil : bentuk bulat, sentral, isokor,
Ø 3mm/3mm
Refleks cahaya : +/+
Refleks kornea : +/+
Pemeriksaan oftalmoskopi : tidak dilakukan

5). Motorik
Lengan Tungkai
Fungsi Motorik
Kanan Kiri Kanan Kiri 6).
Gerakan Luas Luas luas Luas
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni Eutoni eutoni Eutoni
Klonus - - - -
Refleks fisiologis + + + +
Refleks patologis - -
Sensibilitas : normal
7). Susunan syaraf vegetatif : tidak ada kelainan
8). Fungsi luhur : tidak ada kelainan
9). Kelainan khusus : tidak ada

C. STATUS PSIKIATRIKUS
KEADAAN UMUM
a. Sensorium : Apatis-Somnolen
b. Perhatian : Berkurang
c. Sikap : Tidak kooperatif
d. Inisiatif : Tidak ada
e. Tingkah laku motorik : Hipoaktif
f. Ekspresi fasial : wajar
g. Verbalisasi : sulit dinilai
h. Cara bicara : tidak dapat dinilai
i. Kontak psikis
Kontak fisik : tidak ada
Kontak mata : tidak ada
Kontak verbal : tidak ada

KEADAAN KHUSUS (SPESIFIK)


a. Keadaan afektif
Afek : blunted
Mood : hipotimik

b. Hidup emosi
Stabilitas : stabil
Dalam-dangkal : dangkal
Pengendalian : terkendali
Adekuat-Inadekuat : adekuat
Echt-unecht : echt
Skala diferensiasi : menyempit
Einfuhlung : sukar dirabarasa
Arus emosi : sukar dinilai

c. Keadaan dan fungsi intelektual


Daya ingat : tidak dapat dinilai
Daya konsentrasi : buruk
Orientasi orang/waktu/tempat : tidak dapat dinilai
Luas pengetahuan umum : tidak dapat dinilai
Discriminative judgement : tidak dapat dinilai
Discriminative insight : tidak dapat dinilai
Dugaan taraf intelegensi : tidak dapat dinilai
Depersonalisasi dan derealisasi : tidak dapat dinilai

d. Kelainan sensasi dan persepsi


Ilusi : tidak dapat dinilai
Halusinasi : tidak dapat dinilai (dicurigai)
e. Keadaan proses berpikir
Psikomotilitas : tidak dapat dinilai
Mutu : tidak dapat dinilai

f. Arus pikiran
Flight of ideas : tidak dapat dinilai
Inkoherensi : tidak dapat dinilai
Sirkumstansial : tidak dapat dinilai
Tangensial : tidak dapat dinilai
Terhalang(blocking) : tidak dapat dinilai
Terhambat (inhibition) : tidak dapat dinilai
Perseverasi : tidak dapat dinilai
Verbigerasi : tidak dapat dinilai

g. Isi pikiran
Waham : tidak dapat dinilai
Pola Sentral : tidak dapat dinilai
Fobia : tidak dapat dinilai
Konfabulasi : tidak dapat dinilai
Perasaan inferior : tidak dapat dinilai
Kecurigaan : tidak dapat dinilai
Rasa permusuhan/dendam : tidak dapat dinilai
Perasaan berdosa/salah : tidak dapat dinilai
Hipokondria : tidak dapat dinilai
Ide bunuh diri : tidak dapat dinilai
Ide melukai diri : tidak dapat dinilai
Lain-lain : tidak ada
h. Pemilikan pikiran
Obsesi : tidak dapat dinilai
Aliensi : tidak dapat dinilai
i. Bentuk pikiran
Autistik : tidak dapat dinilai
Simbolik : tidak dapat dinilai
Dereistik : tidak dapat dinilai
Simetrik : tidak dapat dinilai
Paralogik : tidak dapat dinilai
Konkritisasi : tidak dapat dinilai
Overinklusif : tidak dapat dinilai

j. Keadaan dorongan instinktual dan perbuatan


Hipobulia : ada
Vagabondage : tidak ada
Katatonia : tidak ada
Stupor : tidak ada
Pyromania : tidak ada
Raptus/Impulsivitas: tidak ada
Mannerisme : tidak ada
Kegaduhan umum : tidak ada
Autisme : tidak ada
Deviasi seksual : tidak ada
Logore : tidak ada
Ekopraksia : tidak ada
Mutisme : tidak ada
Ekolalia : tidak ada
Lain-lain : tidak ada

k. Kecemasan : tidak ada

l. Dekorum
Kebersihan : baik
Cara berpakaian : baik
Sopan santun : baik

m. Reality testing ability


Tidak bisa dinilai

D. PEMERIKSAAN LAIN
a. Pemeriksaan elektroensefalogram : tidak dilakukan
b. Pemeriksaan radiologi/ CT scan : tidak dilakukan
c. Pemeriksaan laboratorium
Tanggal
Pemeriksaan Hasil Rujukan
Hemoglobin 16.8 11.4-15
RBC 5.52 juta/mm3 4.0-5.70 juta/mm3
WBC 8.8 4730-10890/mm3
Hematokrit 48 35-45
Trombosit 353 189-436.103/µL
Hitung Jenis Leukosit Hasil Rujukan
Basofil 0 0-1%
Eosinofil 0 1-6%
Netrofil 65 50-70%
Limfosit 23 20-40%
Monosit 12 2-8 %
GINJAL
Ureum 41 16,6-48,5 mg/dL
Kreatinin 1.34 0,50-0,90 mg/dL
ELEKTROLIT
Kalsium (Ca) 9,7 8,8-10,2 md/dL
Natrium (Na) 151 135-155
Kalium (K) 3.5

IV. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL


Aksis I : F.23.9 Gangguan Psikotik Akut dan Sementara YTT
Aksis II : Belum ada diagnosis
Aksis III : Tuberkulosis paru
Aksis IV : Belum ada diagnosis
Aksis V : GAF scale saat ini 60-51

V. DIAGNOSIS BANDING
- F05.0 Delirium, Tak bertumpang tindih dengan dementia.

- F.32.3 Episode Depresi Berat Dengan Gejala Psikotik

VI. TERAPI
a. Psikofarmaka
Risperidon 2x1 mg
Merlopam 1x0,5 mg

b. Psikoterapi
Suportif
- Memberi dukungan dan perhatian kepada pasien dalam
menghadapi masalah.
- Memotivasi pasien agar minum obat secara teratur

Kognitif
Menerangkan tentang gejala penyakit pasien yang timbul
akibat cara berpikir yang salah, mengatasi perasaan, dan sikapnya
terhadap masalah yang dihadapi.

Keluarga dan lingkungan


Memberikan penyuluhan bersama dengan pasien yang
diharapkan keluarga dapat membantu dan mendukung kesembuhan
pasien.

Sosial-Budaya
Terapi kerja berupa memanfaatkan waktu luang dengan
melakukan hobi atau pekerjaan yang disukai pasien dan bermanfaat.
Terapi rekreasi dapat berupa berlibur atau bepergian ke suatu daerah
yang disenangi pasien.

Religius
Bimbingan keagamaan agar pasien selalu menjalankan ibadah
sesuai ajaran agama yang dianutnya, yaitu menjalankan solat lima
waktu, menegakkan amalan sunah seperti mengaji, berzikir, dan
berdoa kepada Allah SWT.

VII. PROGNOSIS
Dubia ad bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Tuberkulosis
3.1.1 Definisi
Tuberkulosis adalah suatu penyakit radang granulomatosa kronik yang
disebabkan basil Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis merupakan
penyakit menular yang merupakan penyebab kematian peringkat empat di
Indonesia.4
Multi drug resisten TB adalah M. tuberkulosis yang resisten minimal
terhadap rifampisin dan INH dengan atau tanpa OAT lainnya. Rifampisin
dan INH merupakan 2 obat yang sangat penting pada pengobatan TB yang
diterapkan pada strategi DOTS. Secara umum resitensi terhadap obat anti
tuberkulosis dibagi menjadi:5
 Resistensi primer ialah apabila pasien sebelumnya tidak pernah
mendapat pengobatan OAT atau telah mendapat pengobatan OAT
kurang dari 1 bulan
 Resistensi initial ialah apabila kita tidak tahu pasti apakah pasien
sudah ada riwayat pengobatan OAT sebelumnya atau belum pernah
 Resistensi sekunder ialah apabila pasien telah mempunyai riwayat
pengobatan OAT minimal 1 bulan.

3.1.2 Etiologi
Lima penyebab terjadinya MDR-TB (“SPIGOTS”):
1. Pemberian terapi TB yang tidak adekuat akan menyebabkan mutants
resisten. Hal ini amat ditakuti karena dapat terjadi resisten terhadap
OAT lini pertama
2. Masa infeksius yang terlalu panjang akibat keterlambatan diagnosis
akan menyebabkan penyebaran galur resitensi obat. Penyebaran ini
tidak hanya pada pasien di rumah sakit tetapi juga pada petugas rumah
sakit, asrama, penjara dan keluarga pasien
3. Pasien dengan TB-MDR diterapi dengan OAT jangka pendek akan
tidak sembuh dan akan menyebarkan kuman. Pengobatan TB-MDR
sulit diobati serta memerlukan pengobatan jangka panjang dengan
biaya mahal
4. Pasien dengan OAT yang resisten terhadap kuman tuberkulosis yang
mendapat pengobatan jangka pendek dengan monoterapi akan
menyebabkan bertambah banyak OAT yang resisten ( ’’The amplifier
effect”). Hal ini menyebabkan seleksi mutasi resisten karena
penambahan obat yang tidak multipel dan tidak efektif
5. HIV akan mempercepat terjadinya terinfeksi TB mejadi sakit TB dan
akan memperpanjang periode infeksious
3.1.3 Epidemiologi
Tuberkulosis masih merupakan salah satu masalah kesehatan global
tertinggi dan penyebab kematian di seluruh dunia,6,7. World Health
Organization memperkirakan sekitar 2 miliar populasi di seluruh dunia
memiliki tuberkulosis laten7. Sekitar 8 juta orang setiap tahunnya terkena
tuberkulosis dan 3 juta orang meninggal karenanya, lebih dari 95% kasus ini
terjadi di negara berkembang7.
Tuberkulosis masih menjadi masalah publik meskipun pengobatannya
telah ditemukan lebih dari 50 tahun8. Hal ini dikarenakan adanya golongan
yang resisten terhadap pengobatan tuberkulosis8. Pada survei yang
dilakukan pada tahun 2000, kasus resisten terhadap pengobatan TB (MDR-
TB) ditemukan di 72 negara yang diteliti 8. Kasus baru MDR TB
diperkirakan terjadi sebanyak 273.000 setiap tahunnya8. Insiden kasus TB di
Peru pada tahun 2011 adalah 10 kasus baru per 100.000 populasi dan 2100
kasus diperkirakan merupakan kasus MDR TB6.

3.1.4. Pengobatan Tuberkulosis9


Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri
dari paduan obat utama dan tambahan9. Pengobatan TB dilakukan
setidaknya dengan menggunakan 2 jenis obat10. Terdapat 5 obat standar lini
pertama yang biasanya diresepkan untuk pasien TB.
Tabel 1. Agen Lini Pertama Pengobatan Tuberkulosis10

Isoniazid dan rifampisin merupakan agen pengobatan sentral yang


biasa digunakan karena aktivitas bakterisidal dan toksisitas yang rendah 10.
Pirazinamid cukup efektif untuk menurunkan secara cepat jumlah kuman 10.
Etambutol biasanya digunakan untuk mencegah resistensi obat, sementara
streptomisin telah dibatasi penggunaannya dan hanya digunakan pada kasus
berat yang diberikan secara intravena10.
Pengobatan lini kedua diberikan pada kasus multidrugs resistance
tuberculosis (MDR TB)7. MDR TB didefinisikan sebagai resistensi
setidaknya pada obat isoniazid dan rifampisin. Terapi ini membutuhkan
waktu setidaknya 24 bulan dan regimen awal terapi biasanya menggunakan
3 hingga 4 jenis obat. Terdapat beberapa obat lini kedua yang digunakan
pada pengobatan TB10.
Tabel 2. Agen Lini Kedua Pengobatan Tuberkulosis10

Kanamisin, amikasi, dan capreomisin diberikan secara injeksi


intramuskular dan efektif melawan kuman in vivo10. Etionamide memiliki
efek bakterisidal dengan cara menghambat sintesis asam mycolic. Kuinolon
memiliki efek bakterisidal dengan cara menghambat sintesis DNA. Asam p-
aminosalisilat efektif menghambat basil tuberkel. Sikloserin memiliki cara
kerja dengan jalan memblok enzim yang diperlukan untuk sintesis dipeptida
yang esensial bagi dinding sel kuman.10

3.2 Psikotik Akut


3.2.1 Definisi
Psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidakmampuan
individu menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat halusinasi, waham atau
perilaku kacau/aneh.11,12
Gangguan psikotik akut didefinisikan sebagai suatu gangguan kejiwaan
yang terjadi selama 1 hari sampai kurang dari 1 bulan, dengan gejala psikosis, dan
dapat kembali ke tingkat fungsional premorbid.11,12,13

3.2.2 Sejarah
Pada umumnya, gangguan psikotik singkat belum dipelajari dengan baik di
psikiatri Amerika. Sekurangnya sebagian masalah di Amerika Serikat adalah
seringnya perubahan kriteria diagnostik yang terjadi selama lebih dari 15 tahun
terakhir. Diagnosis telah diterima lebih baik dan dipelajari lebih lengkap di
Skandinavia dan masyarakat Eropa Barat lainnya daripada di Amerika Serikat.
Pasien dengan gangguan yang mirip dengan psikotik singkat sebelumnya telah
diklasifikasikan sebagai menderita psikosis reaktif, histerikal, stres, dan
psikogenik.11
Psikosis reaktif sering kali digunakan sebagai sinonim DSM-IV gangguan
psikotik singkat tidak berarti menyatakan hubungan dengan skizofrenia. Di tahun
1913 Karl Jasper menggambarkan sejumlah ciri penting untuk diagnosis psikosis
reaktif, termasuk adanya stresor traumatis berat yang dapat diidentifikasi,
hubungan temporal yang erat antara stressor dan perkembangan psikosis, dan
perjalanan episode psikotik yang ringan. Di samping itu, isi psikosis sering kali
mencerminkan sifat pengalaman traumatis, dan perkembangan psikosis
dihipotesiskan sebagai memuaskan tujuan pasien, sering kali suatu tipe pelepasan
diri dari suatu kondisi traumatis.11

3.2.3 Epidemiologi
Beberapa penelitian telah dilakukan tentang epidemiologi diagnosis psikosis
reaktif singkat DSM edisi ketiga yang direvisi (DSM-III-R), dan belum ada yang
dilakukan dengan menggunakan kriteria DSM-IV.11,12 Dengan demikian, perkiraan
yang dapat dipercaya tentang insidensi, prevalensi, rasio jenis kelamin, dan usia
onset rata-rata untuk gangguan tidak terdapat. Pada umumnya gangguan ini
dianggap jarang, seperti yang dinyatakan oleh satu penelitian tentang perekrutan
militer di mana insidensi psikosis reaktif singkat DSM-III-R diperkirakan adalah
1,4 per 100.000 yang direkrut.11 Dengan memasukkan episode psikotik singkat
yang tidak disertai dengan faktor pencetus yang jelas di dalam DSM-IV, insidensi
untuk diagnosis DSM-IV mungkin lebih tinggi daripada angka tersebut. Hal lain
yang menimbulkan kesan pada klinisi adalah bahwa gangguan lebih sering pada
pasien muda daripada pasien lanjut usia, walaupun beberapa kasus melaporkan
adanya riwayat kasus yang memang mengenai orang lanjut usia.11
Beberapa klinisi menyatakan bahwa gangguan mungkin paling sering
ditemukan pada pasien dari kelas sosioekonomi rendah dan pada pasien dengan
gangguan kepribadian yang telah ada sebelumnya (paling sering adalah gangguan
kepribadian histrionik, narsistik, paranoid, skizotipal, dan ambang). Orang yang
pernah mengalami perubahan kultural yang besar (sebagai contoh, imigran)
mungkin juga berada dalam risiko untuk menderita gangguan setelah stresor
psikososial selanjutnya. Tetapi, kesan klinis tersebut belum dibuktikan benar di
dalam penelitian klinis yang terkontrol baik.11,12

3.2.4 Komorbiditas
Gangguan sering terjadi pada pasien dengan gangguan kepribadian (paling sering
gangguan histrionik, paranoid, skizoid, skizotipal, dan kepribadian borderline).11

3.2.5 Etiologi
Pasien dengan gangguan psikotik singkat yang pernah memiliki gangguan
kepribadian mungkin memiliki kerentanan biologis atau psikologis ke arah
perkembangan gejala psikotik.11
Secara psikodinamika terdapat mekanisme menghadapi (coping
mechanism) yang tidak adekuat dan kemungkinan adanya tujuan sekunder pada
pasien dengan gejala psikotik. Teori psikodinamika yang lainnya adalah bahwa
gejala psikotik adalah suatu pertahanan terhadap fantasi yang dilarang,
pemenuhan harapan yang tidak tercapai, atau suatu pelepasan dari situasi psikosial
tertentu.12
3.2.6 Patofisiologi
Hipotesis dopamin pada gangguan psikosis serupa dengan penderita skizofrenia
adalah yang paling berkembang dari berbagai hipotesis, dan merupakan dasar dari
banyak terapi obat yang rasional. Hipotesis ini menyatakan bahwa skizofrenia
disebabkan oleh terlalu banyaknya aktivitas dopaminergik. Beberapa bukti yang
terkait hal tersebut yaitu:11,12,14,15
1. Kebanyakan obat-obat antipsikosis menyekat reseptor D2 pascasinaps di
dalam sistem saraf pusat, terutama di sistem mesolimbik frontal;
2. Obat-obat yang meningkatkan aktifitas dopaminergik, seperti levodopa
(suatu precusor), amphetamine (perilis dopamine), atau apomorphine
(suatu agonis reseptor dopamin langsung),baik yang dapat mengakibatkan
skizofrenia atau psikosis pada beberapa pasien;
3. Densitas reseptor dopamin telah terbukti, postmortem, meningkat di otak
pasien skizofrenia yang belum pernah dirawat dengan obat-obat
antipsikosis;
4. Positron emission tomography (PET) menunjukkan peningkatan densitas
reseptor dopamin pada pasien skizofrenia yang dirawat atau yang tidak
dirawat, saat dibandingkan dengan hasil pemeriksaan PET pada orang
yang tidak menderita skizofrenia; dan
5. Perawatan yang berhasil pada pasien skizofrenia telah terbukti mengubah
jumlah homovanilic acid (HVA), suatu metabolit dopamin, di cairan
serebrospinal, plasma, dan urin.15
Namun teori dasar tidak menyebutkan hiperaktivitas dopaminergik apakah
karena terlalu banyaknya pelepasan dopaminergik, terlalu banyaknya reseptor
dopaminergik atau kombinasi mekanisme tersebut. Neuron dopaminergik di
dalam jalur mesokortikal dan mesolimbik berjalan dari badan selnya di otak
tengah ke neuron dopaminoseptif di sistem limbik dan korteks serebral.14

3.2.7 Diagnosis11,12,13
Diagnosis DSM-IV memiliki rangkaian diagnosis untuk gangguan psikotik,
didasarkan terutama atas lama gejala. Untuk gejala psikotik yang berlangsung
sekurangnya satu hari tetapi kurang dari satu bulan dan yang tidak disertai dengan
satu gangguan mood, gangguan myang berhubungan dengan zat, atau suatu
gangguan psikotik karena kondisi medis umum, diagnosis gangguan psikotik
singkat kemungkinan merupakan diagnosis yang tepat. Untuk gejala psikotik
singkat kemungkinan merupakan diagnosis yang tepat. Untuk gejala psikotik yang
lebih dari satu hari diagnosis yang sesuai harus dipertimbangkan adalah gangguan
delusional (jika waham merupakan gejala psikotik utama), gangguan
skizofreniform (jika waham merupakan gejala psikotik utama), gangguan
skizofreniform (jika gejala berlangsung kurang dari 6 bulan) dan skizofrenia (jika
gejala telah berlangsung lebih dari 6 bulan).11,12
Jadi gangguan psikotik singkat diklasifikasikan di dalam DSM-IV sebagai
suatu gangguan psikotik dengan durasi singkat. Kriteria diagnosis menentukan
sekurang-kurangnya satu gejala yang jelas psikotik yang berlangsung selama satu
hari sampai satu bulan. DSM-IV menentukan lebih lanjut penentuan dua ciri:
adanya atau tidak adanya satu atau lebih stressor yang jelas dan; suatu onset pascs
persalinan.11,12
Seperti pada pasien psikiatri akut, riwayat yang diperlukan untuk membuat
diagnosis mungkin tidak dapat diperoleh hanya dari pasien. Walaupun adanya
gejala psikotik mungkin jelas, informasi mengenai gejala prodromal, episode
suatu gangguan mood sebelumnya, dan riwayat ingesti zat psikotomimetik yang
belum lama mungkin tidak dapat diperoleh dari wawancara klinis saja. Di
samping itu, klinisi mungkin tidak mampu memperoleh informasi yang akurat
tentang ada atau tidaknya stressor pencetus.11,12

Kriteria diagnostik untuk gangguan psikotik singkat menurut DSM-IV:11,12


 Ada satu (atau lebih) gejala berikut :
o Waham
o Halusinasi
o Bicara terdisorganisasi (misal; sering menyimpang atau inkoherensi).
o Prilaku terdisorganisasi jelas atau kaktatonik.
Catatan : jangan memasukan gejala jika merupakan pola respons yang
diterima secar kultural.
 Lama suatu epiode gangguan adalah sekurangnya 1 hari tetapi kurang dari 1
bulan, akhirnya kembali penuh kepada tingkat fungsi pramorbit.
 Gangguan tidak lebih baik diterangkan oleh suatu gangguanmood dengan ciri
psikotik, gangguan skizoafektif atau skizofrenia dan bukan karena efek
fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, suatu
medikasi) atau kondisi medis umum.
Sebutkan jika :
Dengan stresor nyata (psikosis reaktif singkat) : jika gejala terjadi segera
setelah dan tampak sebagai respons dari suatu kejadian yang sendiri atau
bersama-sama, akan menimbulkan stres yang cukup besar bagi hampir setiap
orang dalam keadaan yang sama dalam kultur orang tersebut
Tanpa stresor nyata : jika gejala psikotik tidak terjadi segera setelah, atau
tampaknya bukan sebagai respon terhadap kejadian yang sendirinya atau
bersama-sama akan menimbulkan streas yang cukup besar bagi hampir setiap
orang dalam keadaan yang sama dalam kultur orang tersebut.
Dengan onset pascapersalinan : jika onset dalam waktu 4 minggu setelah
persalinan.

Beberapa gangguan psikosis akut atau sementara:13,14


1. Gangguan psikotik polimorfik akut tanpa gejala skizofrenia
2. Gangguan psikotik polimorfik akut dengan gejala skizofrenia
3. Gangguan psikotik Lir-Skizofrenia Akut
4. Gangguan psikotik akut lainnya dengan predominan waham

Kriteria diagnostik gangguan psikotik Lir-Skizofrenia akut menurut PPDGJ-III:13


 Untuk diagnosis pasti harus memenuhi:
a. Onset gejala psikotik harus akut (2 minggu atau kurang, dari suatu
keadaan nonpsikotik menjadi keadaan yang jelas psikotik);
b. Gejala-gejala yang memenuhi kriteria untuk skizofrenia (F20.-) harus
sudah ada untuk sebagian besar waktu sejak berkembangnya gambaran
klinis yang jelas psikotik;
c. Kriteria untuk psikosis polimorfik akut tidak terpenuhi.
 Apabila gejala-gejala skizofrenia menetap untuk kurun waktu lebih dari 1
bulan lamanya, maka diagnosis harus dirubah menjadi skizofrenia (F20.-).

3.2.8 Gambaran klinis11,12


Gejala gangguan psikotik singkat selalu termasuk sekurangnya satu gejala
psikosis utama, biasanya dengan onset yang tiba-tiba, tetapi tidak selalu
memasukkan keseluruhan pola gejala yang ditemukan pada skizofrenia. Beberapa
klinisi telah mengamati bahwa gejala afektif, konfusi, dan gangguan pemusatan
perhatian mungkin lebih sering ditemukan pada gangguan psikotik singkat
daripada gangguan psikotik kronis. Gejala karakteristik untuk gangguan psikotik
singkat adalah perubahan emosional, pakaian atau perilaku yang aneh, berteriak-
teriak atau diam membisu, dan gangguan daya ingat untuk peristiwa yang belum
lama terjadi. Beberapa gejala tersebut ditemukan pada gangguan yang
mengarahkan diagnosis delirium dan jelas memerlukan pemeriksaan organik yang
lengkap, walaupun hasilnya mungkin negatif.

3.2.9 Stresor pencetus11,12


Contoh yang paling jelas dari stresor pencetus adalah peristiwa kehidupan
yang besar yang dapat menyebabkan kemarahan emosional yang bermakna pada
tiap orang. Peristiwa tersebut adalah kematian anggota keluarga dekat dan
kecelakaan kendaraan yang berat. Beberapa klinisi berpendapat bahwa keparahan
peristiwa harus dipertimbangkan di dalam hubungan dengan kehidupan pasien.
Walaupun pandangan tersebut adalah beralasan, tetapi mungkin memperluas
definisi stresor pencetus dengan memasukkan peristiwa yang tidak berhubungan
dengan episode psikotik. Klinisi lain berpendapat bahwa stresor mungkin
merupakan urutan peristiwa yang menimbulkan stres sedang, bukannya peristiwa
tunggal yang menimbulkan stres dengan jelas. Tetapi, penjumlahan derajat stres
yang disebabkan oleh urutan peristiwa memerlukan suatu derajat pertimbangan
klinis yang hampir tidak mungkin.

3.2.10 Diagnosis banding11


Diagnosis lain yang dipertimbangkan di dalam diagnosis banding adalah
gangguan buatan (factitious disorder) dengan tanda dan gejala psikologis yang
menonjol, berpura-pura (malingering), gangguan psikotik karena kondisi medis
umum, dan gangguan psikotik akibat zat. Seorang pasien mungkin tidak mau
mengakui penggunaan zat gelap, dengan demikian membuat pemeriksaan
intoksikasi zat atau putus zat sulit tanpa menggunakan tes laboratorium. Pasien
dengan epilepsi atau delirium dapat juga datang dengan gejala psikotik dengan
yang ditemukan pada gangguan psikotik singkat. Gangguan psikiatrik tambahan
yang harus dipertimbangkan di dalam diagnosis banding adalah gangguan
identitas disosiatif dan episode psikotik yang disertai dengan gangguan
kepribadian ambang dan skizotipal.

3.2.11 Perjalanan penyakit dan prognosis11,12,14


Berdasarkan definisinya, perjalanan penyakit gangguan psikotik singkat
berlangsung kurang dari satu bulan. Namun demikian, perkembangan gangguan
psikiatrik bermakna tertentu dapat menyatakan suatu kerentanan mental pada
pasien. Sejumlah pasien dengan presentasi yang tidak diketahui yang pertama kali
diklasifikasikan menderita gangguan psikotik singkat selanjutnya menunjukkan
sindroma psikiatrik kronis, seperti skizofrenia dan gangguan mood. Tetapi, pada
umumnya pasien dengan gangguan psikotik singkat memiliki prognosis yang
baik, dan penelitian di Eropa telah menyatakan bahwa 50 sampai 80 persen dari
semua pasien tidak memiliki masalah psikiatrik berat lebih lanjut.
Lamanya gejala akut dan residual sering kali hanya beberapa hari. Kadang-
kadang, gejala depresif mengikuti resolusi gejala psikotik. Bunuh diri adalah suatu
keprihatinan pada fase psikotik maupun fase depresif pascapsikotik. Sejumlah
indikator telah dihubungkan dengan prognosis yang baik. Pasien dengan ciri-ciri
tersebut kecil kemungkinannya untuk menderita episode selanjutnya dan kecil
kemungkinannya kemudian akan menderita skizofrenia atau suatu gangguan
mood.

Gambaran Prognostik Baik untuk Gangguan Psikotik Sementara11


Penyesuaian yang baik sebelum sakit
Sedikit ciri skizoid sebelum sakit
Stresor pemicu berat
Awitan gejala mendadak
Gejala afektif
Bingung dan limbung selama psikosis
Sedikit penumpulan afektif
Durasi gejala singkat
Tidak ada keluarga skizofrenik

3.2.12 Terapi
Rawat inap. Seorang pasien psikotik akut mungkin memerlukan rawat inap yang
singkat baik untuk evaluasi maupun proteksi. Evaluasi memerlukan pemantauan
gejala yang ketat dan penilaian tingkat bahaya pasien terhadap diri sendiri dan
orang lain. Selain itu, rawat inap yang tenang dan terstruktur dapat membantu
pasien mendapatkan kembali kesadarannya terhadap realita. Sementara klinisi
menunggu efek perawatan atau obat-obatan, mungkin diperlukan pengasingan,
pengendalian fisik, atau pemantauan satu pasien oleh satu pemeriksa.11,12
Psikoterapi. Meskipun rawat inap dan farmakoterapi cenderung mengendalikan
situasi jangka pendek, bagian pengobatan yang sulit adalah integrasi psikologis
pengalaman (dan kemungkinan trauma pemicu, jika ada) ke dalam kehidupan
pasien dan keluarganya. Psikoterapi digunakan untuk memberikan kesempatan
membahas stresor dan episode psikotik. Eksplorasi dan perkembangan strategi
koping adalah topik utama psikoterapi. Masalah terkait meliputi membantu pasien
menangani rasa harga dirinya yang hilang dan mendapatkan kembali rasa percaya
diri. Setiap strategi pengobatan didasarkan pada peningkatan keterampilan
menyelesaikan masalah, sementara memperkuat struktur ego melalui psikoterapi
tampaknya merupakan cara yang paling efektif. Keterlibatan keluarga dalam
proses pengobatan mungkin penting untuk mendapatkan keberhasilan.11,12,15

Farmakoterapi11,12
Dua kelas utama obat yang perlu dipertimbangkan di dalam pengobatan
gangguan psikotik adalah obat antipsikotik antagonis reseptor dopamin dan
benzodiazepin. Jika dipilih suatu antipsikotik, suatu antipsikotik potensi tinggi,
misalnya haloperidol biasanya digunakan. Khususnya pada pasien yang berada
pada resiko tinggi untuk mengalami efek samping ekstrapiramidal, suatu obat
antikolinergik kemungkinan harus diberikan bersama-sama dengan antipsikotik
sebagai profilaksis terhadap gejala gangguan pergerakan akibat medikasi. Selain
itu, benzodiazepin dapat digunakan dalam terapi singkat psikosis.7Walaupun
benzodiazepin memiliki sedikit kegunaan atau tanpa kegunaan dalam pengobatan
jangka panjang gangguan psikotik, obat dapat efektif untuk jangka singkat dan
disertai dengan efek samping yang lebih jarang daripada antipsikotik. Pada kasus
yang jarang benzodiazepin disertai dengan peningkatan agitasi dan pada kasus
yang lebih jarang lagi dengan kejang putus obat yang hanya biasanya terjadi pada
penggunaan dosis tinggi terus-menerus.16 Medikasi hipnotik sering kali berguna
selama satu sampai dua minggu pertama setelah resolus episode psikotik.
Pemakaian jangka panjang medikasi harus dihindari dalam pengobatan gangguan
ini.11,17
BAB IV
ANALISIS KASUS

A. Analisis Kasus
Pasien dengan TB tidak menutup kemungkinan mengalami gangguan
afektif atau mood diakibatkan oleh penyakit yang dideritanya. Stigma masyarakat,
perubahan fisik dan menurunnya kesehatan pasien tentu memberikan efek psikis
pada pasien. Penderita penyakit infeksius kronis cenderung mengalami depresi.
Depresi akibat penyakit tersebut justru membuat pasien lebih sulit dalam
menjalani kegiatan sehari-hari. Tidak jarang, adanya gangguan psikis berupa
depresi ini menyebabkan kemunduran fungsi dan gejala negativistik pada pasien
sehingga dapat berlanjut menjadi psikosis.
Pasien atas nama Tn. Sukirman, seorang laki-laki berumur 24 tahun, dibawa
ke RSMH dengan keluhan utama os demam tinggi sejak ± 1 minggu SMRS,
demam tidak disertai menggigil, penurunan nafsu makan (+), penurunan berat
badan (+), berkeringat malam hari (+). Batuk (+), berdahak. Sejak di rawat, pasien
mengalami perubahan perilaku. Pasien sering marah-marah. Sejak + 1 hari yang
lalu, pasien tidak mau bicara.
Sejak di rawat, kakak pasien mengatakan bahwa sebelumnya pasien tampak
gelisah, pasien sering marah-marah dan tidak dapat berbaring dengan tenang.
Pasien sering mencabut infus sendiri sejak mengalami demam dan dirawat. Pasien
juga sering secara tiba-tiba berdiri dari tempat tidur kemudian berjalan-jalan tanpa
arah di kamar dan kemudian diam di tempat dengan tatapan seperti melihat
sesuatu, namun pasien tidak mau berbicara ketika ditanya. Keluhan pasien tampak
ketakutan disangkal. Keluhan berbicara sendiri disangkal. Keluhan mendengarkan
suara-suara orang lain berbisik atau berkomentar disangkal. Keluhan melihat
halusinasi tidak ada. Perubahan pola pikir tidak ada. Pasien masih bisa memahami
perintah dan perkataan orang lain. Perubahan suasana perasaan disangkal.
Sejak + 1 hari yang lalu, Pasien tidak mau berbicara dan tampak acuh saat
ditanya. Pasien tidak lagi mengamuk dan mencabut infus sendiri. Pasien
menjawab pendek (ya/tidak) setiap kali di tanya, dan terkadang tidak menjawab.
Pasien tidak menghiraukan dan mengikuti perintah. Ekspresi datar. Pasien juga
terkadang berbicara meracau. Kontak mata tidak ada lagi. Pasien lalu
dikonsultasikan oleh bagian penyakit dalam ke bagian psikiatri RSMH.
Riwayat penyakit dahulu: Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami
keluhan yang sama. Pasien tidak memiliki riwayat trauma kepala, epilepsi, kejang,
atau penyakit syaraf lainnya. Riwayat tumbuh kembang; tidak terdapat kelainan.
Pasien adalah penderita MDR-TB. Riwayat perjalanan penyakit TB adalah
sebagai berikut:
 Pasien pertama diketahui menderita TB sejak 3 tahun yang lalu. Pasien
berobat TB ke puskesmas selama 2 bulan, namun tidak tuntas karena
pasien menghentikan pengobatan setelah merasa sembuh. (Kasus lalai)
 Pasien mulai mengalami gejala lagi. Pasien berobat ke Puskesmas
Kertapatih dan mendapat pengobatan TB selama 2 bulan. Setelah itu,
pasien kembali menghentikan pengobatan. (Kasus lalai)
 Kemudian setelah muncul gejala lagi, pasien berobat ke Charitas.
Diberikan pengobatan selama 9 bulan, namun karena tidak ada
perbaikan klinis, pasien di rujuk ke RSMH dengan diagnosa MDR-TB.
(Kasus gagal)
 Pasien menjalani pengobatan MDR-TB di RSMH. Sekarang bulan ke-
13.
Riwayat keluarga/ orang sekitar/ rekan kerja yang menderita TB disangkal.
Riwayat penyakit psikiatri sebelumnya: riwayat keluarga yang mengalami
keluhan perubahan perilaku secara akut disangkal. Riwayat depresi sebelumnya
disangkal. Menurut keluarga, keseharian pasien semenjak terdiagnosa penyakit
dan di PHK, masih wajar. Pasien tidak tampak depresi, stres, atau perubahan
perilaku sebelumnya. Perilaku terhadap lingkungan sekitar dan masyarakat tidak
ada perubahan.
Riwayat pengobatan, pasien menjalani program DOTS di Puskesmas
pertama dan kedua dimana pasien menghentikan sendiri pengobatan. Tidak
diketahui lebih lanjut pengobatan yang didapatkan oleh pasien dari Puskesmas.
Pasien kemudian melanjutkan pengobatan di Charitas selama 9 bulan, tidak
diketahui pengobatan yang didapatkan. Pasien sekarang berobat MDR-TB bulan
ke 13 di RSMH, dengan obat:
 Etambutol 1000 mg / 24 jam PO
 Pyrazinamid 1200mg / 24 jam PO
 Levofloxacin 750 mg / 24 jam PO
 Etionamid 759 mg / 24 jam PO
 Cycloserine 750 mg /24 jam PO
Riwayat pendidikan: Pasien berpendidikan terakhir SMA, sebelumnya
pasien berkerja di pabrik, namun pasien di PHK dari tempat kerjanya dengan
alasan penyakit sejak + 6 bulan SMRS. Pasien belum menikah dan tinggal
bersama kedua orang tua pasien. Keadaan sosial ekonomi menengah ke bawah.
Pada pemeriksaan fisik: Tingkat kesadaran: Apatis-somnolen. Perhatian
berkurang, sikap tidak kooperatif, tingkah laku motorik hipoaktif, berbeda dengan
beberapa hari sebelumnya. Verbalisasi: tidak ada, kontak mata tidak ada. Keadaan
afek: datar, mood: hipotimik, stabilitas emosi: stabil saat diperiksa, kedalaman
emosi: dangkal. Keadaan dan fungsi intelektual sulit dinilai, namun dapat
dipastikan pasien mengalami gangguan konsentrasi dan gangguan orientasi orang,
waktu dan tempat. Keadaan sensasi dan persepsi sulit dinilai.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik berserta status psikiatrikus,
beberapa diagnosis banding yang dapat dipikirkan pada pasien adalah:

A. F23 Golongan psikotik akut dan sementara, dengan kriteria PPDGJ:


Menggunakan urutan diagnosis yang mencerminkan urutan
prioritas yang diberikan untuk ciri-ciri utama terpilih dari gangguan ini.
Urutan prioritas yang dipakai ialah :
a) onset yang akut (dalam masa 2 minggu atau kurang = jangka waktu
gejala-gejala psikotik menjadi nyata dan mengganggu sedikitnya
beberapa aspek kehidupan dan pekerjaan sehari-hari, tidak
termasuk periode prodromal yang gejalanya sering tidak jelas)
sebagai ciri khas yang menentukan seluruh kelompok;
b) Adanya sindrom yang khas (berupa "polimorfik" = beraneka-ragam
dan berubah cepat, atau "schizophrenia-like" = gejala skizofrenik
yang khas);
Pembahasan: Pada pasien ini tampak gejala polimorfik yaitu adanya
simptom negatif berupa kemunduran fungsi sosial, apatis,
gangguan perilaku terhadap lingkungan sekitar yang terjadi setelah
+4 hari di rawat. Gangguan afek, yaitu: Afek datar, stabilitas: labil
(pada beberapa hari awal di rawat, pasien sering marah-marah),
arus emosi: cepat. Mood cenderung hipotimik. Perubahan
emosional juga terjadi secara cepat dalam satu hari. Gangguan
kognitif: ditunjukkan dari; daya konsentrasi: buruk. Orientasi
waktu/tempat/orang: buruk. Keadaan fungsi intelektual lainnya
sulit dinilai, karena pasien tidak kooperatif. Gejala positif: Sulit
dinilai, berdasarkan anamnesis keluarga, belum dapat dipastikan
apakah terdapat delusi atau halusinasi.

c) adanya stres akut yang berkaitan (tidak selalu ada, sehingga


dispesfikasi dengan karakter ke 5; .x0= Tanpa penyerta stres
akut; .xl=Dengan penyerta btres akut). Kesulitan atau problem
yang berkepanjangan tidak boleh dimasukkan sebagai surnber stres
dalam konteks ini.
Pembahasan: Pada pasien tidak ditemukan penyebab stres akut. Maka,
diagnoa karakter ke 5 adalah F23.x0.

d) tanpa diketahui berapa lama gangguan akan berlangsung;


Tidak ada gangguan dalam kelompok ini yang memenuhi kriteria
episode manik (F30.-) atau Episode depresif (F32.-), walaupun
perubahan emosional dan gejala-gejala afektif individual dapat
menonjol dari waktu ke waktu. Tidak ada penyebab organik,
seperti traumia kapitis, delirium, atau demensia. Tidak merupakan
intoksikasi akibat penggunaan alkohol atau obat-obatan.
Pembahasan: Pada pasien tidak ditemukan gangguan yang
memenuhi kriteria episode manik F.30.- atau depresif F32.-. Tidak
ada penyebab organik berupa trauma kepala, stroke, delirium, atau
demensia. Tidak ada penyebab berupa intoksikasi langsung akibat
penggunaan obat-obatan NAPZA ataupun non-psikotropika.

Gejala pasien memenuhi kriteria F23 untuk golongan psikosis akut.


Pada pasien ini tidak ditemukan penyebab berupa stres akut. Pembagian
F23 yang lebih spesifik dan berhubungan dengan pasien adalah:

F23.0 Gangguan psikotik polimorfik akut tanpa gejala skizofrenia


Untuk diagnosis pasti harus memenuhi :
a) onset harus akut (dari suatu keadaan nonpsikotik sampai
keadan psikotil< yang jelas dalam kurun waktu 2 minggu atau
kurang);
b) harus ada beberapa jenis halusinasi atau waham, yang berubah
dalam jenis dan intensitasnya dari hari ke hari atau dalam hari
yang sama;
c) harus ada keadaan emosional yang sama beraneka ragamnya;
d) walaupun gejala-gejalanya beraneka ragam, tidak satupun dari
gejala itu ada secara cukup konsisten dapal, memenuhi kriter:ia
skizofrenia (F20 -) atau episode manik (F30.-) atau episode
depresif (F32.-). F23.8 Gangguan psikotik akut dan sementara
lainnya
Pembahasan: Pada pasien ini, terdapat gangguan polimorfik
berupa perubahan emosional yang cepat dan sama beraneka
ragamnya dari hari-kehari atau dalam hari yang sama. Namun tidak
ada perubahan halusinasi atau waham yang berubah dalam jenis
dan intensitasnya dari waktu ke-waktu yang teridentifikasi melalui
anamnesis.
F23.9 Gangguan Psikotik Akut dan Sementara YTT
Pembahasan: Pada pasien ini, memenuhi kriteria psikotik akut dan
sementara F23, namun tidak dapat diklasifikasikan ke dalam
kategori manapun dalam F23.

B. F05 Delirium bukan Akibat Alkohol dan Zat Psikoaktif Lainnya


dengan kriteria PPDGJ:
Gangguan kesadaran dan perhatian :
 dari taraf kesadaran berkabut sampai dengan koma;
 menurunnya kemampuan untuk mengarahkan, memusatkan,
mempertahankan, dan mengalihkan perhatian;
Gangguan kogrritif secara umum :
 distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi-seringkali visual;
 hendaya daya pikir dan pengertian abstrak, dengan atau tanpa
waham yang bersifat sementara, tetapi sangat khas terdapat
inkoherensi yang ringan;
 hendaya daya ingat segera danjangka pendek, namun daya
ingat jangka panjang relatif masih utuh;
 disorientasi waktu, pada kasus yang berat, terdapat juga
disorientasi tempat dan orang;
Gangguan psikomotor :
 hipo- atau hiper-aktivitas dan pengalihan aktivitas yang tidak
terduga dari satu ke yang lain;
 waktu bereaksi yang lebih panjang;
 arus pembicaraan yang bertambah atau berkurang;
 reaksi terperanjat meningkat;
Gangguan siklus tidur-bangun :
 insomnia atau, pada kasus yang berat, tidak dapat tidur sama
sekali atau terbaliknya siklus tidur-bangun; mengantuk pada
siang hari;
 gejala yang memburuk pada malam hari;
 mimpi yang menganggu atau mimpi buruk, yang dapat
 berlanjut menjadi halusinasi setelah bangun tidur;
Gangguan emosional :
- misalnya depresi, anxietas atau takut, lekas marah, euforia,
apatis, atau rasa kehilangan akal.
Onset biasanya cepat, perjalanan penyakitnya hilangtimbul sepanjang
hari, dan keadaan itu berlangsung hurang dari 6 bulan.
Pembahasan: Pada pasien ditemukan beberapa kriteria yang
terdapat pada pedoman diagnostik F05, yaitu: adanya gangguan
kesadaran dan perhatian, dimana pada pasien terjadi penurunan
pemusatan perhatian. Adanya gangguan kognitif secara umum.
Adanya perubahan psikomotor. Adanya gangguan emosional yang
tampak jelas, berupa perubahan arus emosi yang cepat. Untuk lebih
tepatnya, pada pasien ini terjadi delirium yang tidak bertumpang
tindih dengan demensia, maka diagnosisnya adalah F05.0
Delirium, Tak bertumpang tindih dengan dementia.

C. F32.3: Gangguan afektif: Episode Depresif Berat dengan


Gejala Psikotik
Diagnostih Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut
F32:2 tersebut diatas; Disertai:
waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan
ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam,
dan pasien merasa bertanggungjawab atas hal itu.
Halusinasi auditorik atau olfatorik biasanya berupa suara yang
menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk.
Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. Jika
diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi
atau tidak serasi dengan afek (mood congruent).
Pembahasan: Pada pasien memang masih belum ditegakkan adanya
halusinasi baik visual ataupun auditorik yang jelas. Tapi menurut
hasil pemeriksaan, pasien tampak meracau dan juga beberapa hari
setelah di rawat, pasien sering marah-marah. Perubahan psikomotor
juga tampak pada pasien, yaitu adanya kemunduran yang mengarah
pada stupor dan tingkah laku yang hipoaktif. Adanya gejala depresi
berat berdasarkan PPDGJ III belum dapat ditegakkan, karena
pasien belum dapat dilakukan auto-anamnesis. Namun, penyebab
stresor pada pasien sebagai faktor penyebab atau etiologi terjadinya
depresi jelas ada, diantaranya; pasien adalah penderita TB sejak 3
tahun yang lalu, dan sekarang telah didiagnosa sebagai MDR-TB.
Pasien di PHK dari tempat kerjanya sejak 6 bulan yang lalu dan
selama menjadi pengangguran, pasien tinggal dengan orang tuanya,
pasien belum menikah. Berdasarkan beberapa faktor resiko
tersebut, belum dapat disingkirkan kemungkinan adanya depresi
berat pada pasien.

Berdasarkan analisis masalah; maka diagnosa aksis 1 pada pasien ini


adalah: F23.9 Gangguan Psikotik Akut dan Sementara YTT ec suspect
pengobatan MDR-TB dengan diagnosa banding:
- F05.0 Deliriium, tak bertumpang tindih dengan dementia ec suspect
pengobatan MDR-TB
- F32.3 Episode Depresi Berat dengan Gejala Psikotik
DAFTAR PUSTAKA

1. PDPI, Pedoman Penatalaksanaan TB (Konsesus TB). 2006: 2


2. Ratnasari, Nita Y. Hubungan Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup
pada Penderita Tuberkulosis Paru (Tb Paru) di Balai Pengobatan Penyakit
Paru (Bp4) Yogyakarta Unit Minggiran. dalam Jurnal Tuberkulosis
Indonesia. vol-8 Maret 2012
3. Kaplan, Sadock, Grebb, MD, 2010. Sinopsis Psikiatri. Jilid ke-2, Binapura
Angkasa, Jakarta: 17-31.
4. Doherty AM, J Kelly, C McDonald, AM O’Dywer, J Keane, J Cooney. A
Review of The Interplay Between Tuberculosis and Mental Health. 2013: 1-
6
5. Ratnasari, Nita Y. Hubungan Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup
pada Penderita Tuberkulosis Paru (Tb Paru) di Balai Pengobatan Penyakit
Paru (Bp4) Yogyakarta Unit Minggiran. dalam Jurnal Tuberkulosis
Indonesia. vol-8 Maret 2012.
6. Ugarte C, P Ruiz, C Zamudio, L Canaza, L Otero, H Kruger. Association of
Major Depressive Episode with Negative Outcomes of Tuberculosis
Treatment. 2013. 8 (7): 1-6
7. Pachi A, D Bratis, G Moussas, A Tselebis. Psychiatric Morbidity and Other
Factors Affecting Treatment Adherence in Pulmonary Tuberculosis
Patients. 2013: 1-29
8. Vega P, A Sweetland, J Acha, H Castillo, D Guerra, MCS Fawzi, Shin.
Psychiatric Issue in The Management of Patient with Multidrugs-Resistant
Tuberculosis. 2004. 8 (6): 749-59.
9. Helmy, RD. Diagnosis dan Tatalaksana Tuberkulosis. 2014: 1-24.
10. Treton, AJ, GW Currier. Treatment of Comorbid Tuberculosis and
Depression. 2001. 3 (6): 236-42
11. Gangguan Psikotik Singkat. Editor : I. Made Wiguna S. Kaplan - Sadock,
Sinopsis Psikiatri - Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid 1.
Tanggerang : Binarupa Aksara Publisher. 2010:785-789.
12. Gangguan Psikotik Akut. Editor : Husny Muttaqin dan Tiara Mahatmi Nisa.
Kaplan & Sadock - Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC. 2014:179-181.
13. Psikiatri : Skizofrenia (F2). Editor : Chris Tanto, Frans Liwang, dkk. Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi 4. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius. 2014:910-
3.
14. Gangguan Psikotik Akut dan Sementara : Schizophrenia like (F23.2). Editor
: Rusdi Maslim. Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas dari PPDGJ-
III dan DSM-5. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika
Atmajaya. 2013:53-55.
15. Skizofrenia dan Gangguan Waham (Paranoid). Editor : Husny Muttaqin dan
Frans Dany. Buku Ajar Psikiatri. Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
2013:147-50.
16. Penatalaksanaan Skizofrenia. Editor: Irwan M, dkk. Faculty of Medicine-
University of Riau. RSJ Tampan. 2008. diunduh dari https://yayanakhyar.
files.wordpress.com/2008/06/penatalaksanaan-skizofrenia_files-of-
drsmedpdp.pdf
17. Obat Anti-psikosis. Editor : Rusdi Maslim. Penggunaan Klinis Obat
Psikotropik (Psychotropic Medication). Edisi 3. Jakarta : Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya (PT. Nuh Jaya). 2007:14-22.

Anda mungkin juga menyukai