Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit gagal ginjal kronik adalah kegagalan fungsi ginjal dalam mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat kerusakan struktur ginjal yang
progresif dengan manifestasi berupa penumpukan sisa metabolisme di dalam darah (Muttaqin &
Sari, 2011). Penyakit ginjal kronis dibagi menjadi 5 tahapan, dimana pada tahapan akhir penyakit
ini disebut penyakit ginjal tahap akhir (End State Renal Disease/ESRD). Pada tahap akhir inilah
pasien diharuskan untuk cuci darah atau hemodialisis (Ignatavicius & Workman, 2006). Hasil
systematic review dan meta analysis yang dilakukan oleh Hill et al, 2016, mendapatkan jumlah
kasus penyakit ginjal kronik di dunia sebesar 13,4%. Jumlah penderita gagal ginjal kronik pada
tahun 2007 di seluruh dunia terdapat 1,1 juta orang menjalani hemodialisis, serta diproyeksi pada
tahun 2013 menjadi lebih dari 2 juta orang (National Kidney and Urologic Diseases Information
Clearinghouse, 2012). Di Indonesia, jumlah pasien penyakit ginjal kronis yang melakukan
hemodialisis (ESRD) tahun 2007 sebanyak 4977 (pasien baru) dan tahun 2016 sebanyak 25446
(pasien baru) (IRR, 2016). Dilihat dari angka tersebut, jumlah pasien baru terus meningkat dari
tahun ke tahun. Jika kita hanya mengandalkan pengobatan penyakit gagal ginjal tahap terakhir
(ESRD) dengan Hemodialisis, maka jumlah mesin dari tahun ke tahun akan semakin meningkat
dan akan menambah beban anggaran pengeluaran negara. Disamping itu, kualitas hidup pasien
ESRD dapat dikatakan tidak baik. selain harus membatasi jumlah konsumsi cairan, mereka juga
harus rutin untuk melakukan cuci darah yang notabene memiliki berbagai efek samping.
Mengatasi masalah diatas, penulis ingin mencoba memberikan salah satu solusi yang
mungkin dapat dilakukan dimasa yang akan datang, yaitu dengan mengganti ginjal asli yang
sudah mengalami kerusakan tahapan akhir (ESRD) dengan ginjal buatan dengan bantuan
teknologi mutakhir termasuk salah satunya nano teknologi yang sedang dikembangkan saat ini.
Diharapkan dengan adanya ginjal buatan ini, kualitas hidup seseorang pengidap penyakit ginjal
kronis tahapan akhir menjadi lebih baik dari sebelumnya bahkan mendekati normal.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu :
1.2.1 Bagaimana anatomi dan fisiologi ginjal ?
1.2.2 Apa itu nanoteknologi ?
1.2.3 Bagaimana penggunaan nanoteknologi pada pembentukan ginjal buatan ?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi ginjal
1.3.2 Untuk mengetahui nanoteknologi
1.3.3 Untuk mengetahui penggunaan nanoteknologi pada pembentukan gnjal buatan

1.4 Manfaat Penulisan


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal


2.1.1 Anatomi ginjal
Ginjal (Ren) adalah suatu organ yang mempunyai peran penting dalam mengatur
keseimbangan air dan metabolit dalam tubuh dan mempertahankan keseimbangan asam basa
dalam darah. Produk sisa berupa urin akan meninggalkan ginjal menuju saluran kemih untuk
dikeluarkan dari tubuh. Ginjal terletak di belakang peritoneum sehingga disebut organ
retroperitoneal (Snell, 2006). Warna dari ginjal adalah coklat kemerahan dan berada di sisi kanan
dan kiri tulang belakang setinggi vertebra Thorakal 12 sampai vertebra Lumbal 3. Ginjal kanan
terletak sedikit lebih rendah daripada ginjal kiri karena adanya organ hati yang besar. (Moore,
2002). Setiap ginjal mempunyai bagian yang berwarna coklat gelap di bagian luar yang disebut
korteks dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang (Snell,2006).
Peredaran darah pada ginjal dimulai dari arteri renalis sinistra yang membawa darah dengan
kandungan tinggi CO2 masuk ke ginjal melalui hilum renalis. Kemudian, di dekat hilum renalis
masing-masing arteri menjadi lima cabang arteri segmentalis. Beberapa vena menyatukan darah
dari ren dan bersatu membentuk pola yang berbeda-beda, untuk membentuk vena renalis. Vena
renalis bermuara ke vena cava inferior (Moore, 2002).

Gambar 2.1 Anatomi Ginjal


2.1.2 Fisiologi ginjal
Setiap ginjal manusia kurang lebih terdiri dari satu juta nefron yang masing- masing dari
nefron tersebut memiliki tugas untuk membentuk urin. Ginjal tidak dapat membentuk nefron
baru, oleh karena itu, pada trauma, penyakit ginjal, atau penuaan ginjal normal akan terjadi
penurunan jumlah nefron secara bertahap. Setelah usia 40 tahun, jumlah nefron biasanya
menurun setiap 10 tahun. Berkurangnya fungsi ini seharusnya tidak mengancam jiwa karena
adanya proses adaptif tubuh terhadap penurunan fungsi ginjal. Setiap nefron memiliki 2
komponen utama yaitu glomerulus dan tubulus. Glomerulus dilalui sejumlah cairan yang
difiltrasi dari darah sedangkan tubulus merupakan saluran panjang yang mengubah cairan yang
telah difiltrasi menjadi urin dan dialirkan menuju keluar ginjal. Cairan yang difiltrasi dari kapiler
glomerulus masuk ke dalam kapsula Bowman dan kemudian masuk ke tubulus proksimal, yang
terletak pada korteks ginjal. Dari tubulus proksimal kemudian dilanjutkan dengan ansa Henle
(Loop of Henle). Pada ansa Henle terdapat bagian yang desenden dan asenden (Sherwood, 2001).

Gambar 2.2 Anatomi Glomerulus

Dalam pembentukan urin, terdapat 3 proses yang harus dilalui yaitu filtrasi glomerulus
reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus. Filtrasi glomerulus dimulai pada saat darah mengalir
melalui glomerulus sehingga terjadi filtrasi plasma bebas-protein menembus kapiler glomerulus
ke kapsula bowman. Reabsorbsi tubulus yaitu zat-zat yang masih diperlukan tubuh akan serap
kembali sedangkan yang sudah tidak diperlukan akan tetap bersama urin untuk dikeluarkan dari
tubuh. Proses ketiga adalah sekresi tubulus yang mengacu pada perpindahan selektif zat-zat dari
darah kapiler peritubulus ke lumen tubulus (Sherwood,2001). Berbagai fungsi ginjal dalam
tubuh, tidak hanya dengan menyaring darah dan mengeluarkan produk-produk sisa, namun juga
dengan menyeimbangkan tingkat-tingkat elektrolit dalam tubuh, mengontrol tekanan darah, dan
menstimulasi produksi dari sel-sel darah merah. Ginjal mempunyai kemampuan untuk
memonitor jumlah cairan tubuh, konsentrasi dari elektrolit-elektrolit seperti sodium dan
potassium, dan keseimbangan asam-basa dari tubuh. Ginjal menyaring produk-produk sisa dari
metabolisme tubuh, seperti urea dari metabolisme protein dan asam urat dari uraian DNA. Dua
produk sisa dalam darah yang dapat diukur adalah Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin
(Cr). Ketika darah mengalir ke ginjal, sensor-sensor dalam ginjal memutuskan berapa banyak air
dikeluarkan sebagai urin, bersama dengan konsentrasi apa dari elektrolit-elektrolit. Contohnya,
jika seseorang mengalami dehidrasi dari latihan olahraga atau dari suatu penyakit, ginjal akan
menahan sebanyak mungkin air dan urin menjadi sangat terkonsentrasi. Ketika kecukupan air
dalam tubuh, urin adalah jauh lebih encer, dan urin menjadi bening. Sistem ini dikontrol oleh
renin, suatu hormon yang diproduksi dalam ginjal yang merupakan sebagian daripada sistem
regulasi cairan dan tekanan darah tubuh (Ganong, 2009).

2.2 Nanoteknologi
Nanoteknologi adalah kajian yang berkaitan dengan atom, molekul, atau senyawa menjadi
struktur untuk menghasilkan bahan dan perangkat dengan sifat khusus. Nanoteknologi
melibatkan pekerjaan dari atas ke bawah yaitu mengurangi ukuran struktur besar menjadi
struktur terkecil, yang melibatkan perubahan atom dan molekul individu menjadi struktur nano
dan lebih mirip dengan biologi kimia (Nikalje,2015). Nanoteknologi merupakan pengetahuan
dan kontrol material pada skala nano dalam dimensi antara 1-100 nanometer. Ukuran partikel
yang sangat kecil tersebut dimanfaatkan untuk mendesain dan menyusun atau memanipulasi
material sehingga dihasilkan material dengan sifat dan fungsi baru. Nanoteknologi merupakan
fenomena unik yang dapat diaplikasikan dalam bidang teknologi informasi, farmasi dan
kesehatan, pertanian, industri, dan lain-lain (Clunan, 2014).
2.3 Penggunaan Nanoteknologi pada Pembentukan Ginjal Buatan
Secara garis besar, dalam pembuatan ginjal buatan sama seperti pembuatan jantung buatan
total (Total Artificial Heart/TAH), yaitu menggunakan bahan sintetik berupa logam, plastik,
keramik, dan bagian hewan, namun perbedaannya pada fungsi masing-masing organ. Seperti
yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa, ginjal selain sebagai filtrasi darah dan produk sisa
metabolisme, berfungsi sebagai menyeimbangkan tingkat-tingkat elektrolit dalam tubuh,
mengontrol tekanan darah dan menstimulasi produksi dari sel-sel darah merah.
Komponen darah terdiri dari dua komponen utama yaitu plasma darah sebesar 55% dan
komponen padatan sebesar 45%. Plasma darah terdiri dari 91% air, 8% protein terlarut, 1% asam
organic dan 1% garam (Guyton, 2007). Plasma mengandung bermacam-macam zat yang
dikategorikan dalam beberapa golongan yaitu golongan karbohidrat, protein, lemak, enzyme,
hormone, mineral vitamin, ampas metabolic dan lainnya. Jika ditelusuri, ukuran dari masing-
masing penyusun darah bervariasi, salah satu contoh eritrosit memiliki diameter 7 µm dan tebal 2
7 µm (Ganong, 2010). Jika akan membentuk ginjal buatan, tentu memerlukan nanopartikel untuk
filtrasi komponen darah tersebut. Dengan adanya partikel ukuran nano, maka akan terjadi filtrasi
darah dan zat sisa metabolisme yang menyerupai ginjal pada aslinya.
Fungsi lain dari dari darah juga menyeimbangkan kadar elektrolit, mengontrol tekanan
darah dan menstimulasi produksi dari sel darah merah. Dalam tubuh manusia, kadar elektrolit
diatur salah satunya oleh ginjal dengan reabsorpsi dan sekresi elektrolit pada duktus ginjal. Oleh
karena itu, jika membentukginjal buatan perlu adanya konektivitas antara kadar elektrolit dalam
tubuh dengan duktus pada ginjal buatan. Hal ini untuk mencegah terjadinya abnormalitas kadar
elektrolit dalam tubuh. Selain itu, ginjal membentuk eritropoetin dalam menjalankan fungsi
stimulasi produksi sel darah merah (Notopoero,2018). Nantinya jika ginjal buatan ini
dikembangkan, harus diselipkan teknologi nano yang mampu mesintesis eritropoetinnya sendiri
berdasarkan kondisi tubuh saat itu.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
 Tulisan ini hanya sebuah gagasan penulis yang belum bisa dibuktikan saat ini, oleh
karena itu perlu penelitian lebih lanjut
 Seandainya ide ini akan direalisasikan, perlu pengetahuan mengenai tidak hanya
dampak positif tetapi dampak negative dari ginjal buatan ini
DAFTAR PUSTAKA

1. Clunan, Anne. et al. 2014. Nanotechnology in A Globalized World Strategic Assessments


of An Emerging Technology. Muntery: Naval Postgraduate School.
2. Ganong, W. F. 2009. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC.
3. Ganong, William F. 2010. Patofisiologi Penyakit Pengantar Menuju Kedokteran Klinis
Edisi 5. Jakarta: EGC
4. Guyton, Hall JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Terjemahan). 11 ed. Rachman
RY, Hartanto H, Novrianti A, Wulandari N, editors. Jakarta: EGC
5. Ignatavicius. D.D., & Workman. M.L. (2006). Medical surgical nursing: critical thinking
for collaborative care. 5th edition. St Louis: Elsevier Saunders.
6. Indonesian Renal Registry (IRR). (2016). Jumlah pasien yang menjalani hemodialisis.
Diperoleh pada tanggal 5 Januari 2019 dari
https://www.indonesianrenalregistry.org/data/INDONESIAN%20RENAL%20REGISTR
Y%202016.pdf
7. Moore, KL. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates. hlm. 109-111.
8. Muttaqin, A., & Sari, K. (2011). Asuhan keperawatan gangguan sistem perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.
9. National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse. Kidney Disease
Stutistic for The United States. NIH Publication. 5 Januari 2019
10. Nikalje, A. P. (2015). Nanotechnology and its applications in medicine. Med chem, 5(2),
081-089.
11. Notopoero, P. B. (2018). Eritropoitin fisiologi, aspek klinik, dan laboratorik. Indonesian
journal of clinical pathology and medical laboratory, 14(1), 28-36.
12. Sherwood, Laura Iee. 2011. Fisiologi Manusia. Jakarta : EGC.
13. Snell, R. S., 2006. Anatomi Klinik. Edisi 6. Jakarta:EGC. 350-360.

Anda mungkin juga menyukai