Anda di halaman 1dari 41

Referat

OSTEOARTHRITIS

Oleh :

Atessa Agra 1740312087

Joshua Roberto P 1840312460

Yuastika Puspita S 1840312425

Athika Rahmawati 1840312426

Preseptor :

dr. Sylvia Rachman, Sp.Rad(K)

BAGIAN RADIOLOGI

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul

“Osteoarthritis”.Referat ini ditujukan sebagai salah satu syarat untuk

menyelesaikan kepaniteraan klinik di bagian Radiologi RSUP Dr. M. Djamil

Padang.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Sylvia Rachman, Sp.Rad(K)

sebagai preseptor yang telah membantu dalam penulisan referat ini. Penulis

menyadari bahwa referat ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh sebab itu

penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang membaca demi

kesempurnaan referat ini.

Penulis berharap referat ini dapat memberikan dan meningkatkan

pengetahuan serta pemahaman mengenai Ostoarthritis terutama bagi penulis

sendiri dan rekan-rekan sejawat lainnya.

Padang, 12 November 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………..........2
DAFTAR ISI ........................................................................................................3
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................4
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang…………………..…………………………….......5
1.2. Batasan Masalah……………..………………………………........6
1.3. Tujuan Penulisan………………..…………………………........... 6
1.4. Manfaat Penulisan………………..…………………………..........6
1.5. Metode Penelitian…………………...……………………...............6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi………………..…………………………………….............7
2.2. Epidemiologi………………………..…………………....................8
2.3. Anatomi dan Fisiologi Sendi Sinovial...............................................9
2.4. Etiologi dan Faktor Resiko……..……………………......................11
2.5. Klasifikasi…………………………..……………………................12
2.6. Patogenesis..................................………………..…………............13
2.7. Gejala Klinis………………………………………….....................15
2.8. Diagnosis…………………………..................................................17
2.9. Pemeriksaan X-Ray dan Penunjang Lainnya...................................21
2.10. Diagnosis Banding Radiologis........................................................31
2.11. Tatalaksana.......................................................................................33
2.12. Prognosis…………………………………………………..............38
BAB III. PENUTUP ............................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................40

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Komponen sendi synovial...................................................................11

Gambar 2 Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis lutut.......................21

Gambar 3 Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis tangan....................22

Gambar 4 Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis panggul..................23

Gambar 5 Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada jari tangan..............24

Gambar 6 Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada jari kaki..................24

Gambar 7 Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada lutut........................25

Gambar 8 Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada pinggul............................25

Gambar 9 Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada panggul..................26

Gambar 10 Klasifikasi osteoarthritis menurut Kellgren et al. dan WHO pada

lutut.....................................................................................................28

Gambar 11 Gambaran Radiologi Rheumatoid Arthritis........................................32

Gambar 12 Gambaran Radiologi Gout Arthritis...................................................32

4
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Osteoarthritis (OA) adalah jenis arthritis yang umum dan paling sering terjadi

di antara penyakit arthritis lainnya. OA adalah sekelompok kelainan mekanik

degradasi yang melibatkan sendi, termasuk tulang rawan artikular dan tulang

subchondral. Di Amerika Serikat, prevalensi osteoartritis diperkirakan akan

meningkat sebesar 66-100% pada tahun 2020. Penyakit ini memiliki prevalensi yang

cukup tinggi, terutama pada orang tua oleh sebab itu OA meningkat berbanding lurus

dengan usia. OA jarang terjadi pada orang dewasa di bawah usia 40 tahun dan sangat

lazim terjadi pada orang di atas usia 60 tahun. Selain itu, osteoarthritis juga

merupakan penyebab kecacatan paling banyak pada orang tua. Penyakit ini juga jauh

lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria. Faktor resiko utama

penyakit ini adalah obesitas. Oleh sebab itu, semakin tinggi prevalensi obesitas pada

suatu populasi akan meningkatkan angka kejadian penyakit osteoarthritis.1

Osteoarthritis menyerang sendi-sendi tertentu. Sendi yang sering terkena

meliputi tulang belakang pada bagian servikal dan lumbosakral, pinggul, lutut, dan

sendi phalangeal metatarsal. Di tangan, OA juga sering terjadi pada sendi

interphalangeal distal dan proksimal dan pangkal ibu jari. Biasanya sendi-sendi yang

tidak rentan terkena OA adalah pergelangan tangan, siku, dan pergelangan kaki.

Terjadinya OA pada sendi-sendi yang telah disebutkan di atas dimungkinkan karena

sendi-sendi tersebut mendapat beban yang cukup berat dari aktivitas sehari-hari

seperti memegang/menggenggam benda yang cukup berat (memungkinkan OA

5
terjadi di dasar ibu jari), berjalan (memungkinkan OA di lutut dan pinggul), dan lain

sebagainya.1

Osteoarthritis dapat didiagnosis berdasarkan kelainan struktur anatomis dan

atau gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini. Menurut studi kadaver pada tahun-

tahun terdahulu, perubahan struktural OA hampir universal, antara lain hilangnya

tulang rawan (dilihat sebagai berkurangnya/menyempitnya ruang sendi pada

pemeriksaan radiologis sinar-x) dan osteofit. Banyak orang yang didiagnosis

mengalami OA berdasarkan temuan radiologis tidak menunjukkan gejala pada

sendi.1

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat clinical

science session (CSS) atau referat mengenai Osteoarthritis.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan clinical science session (CSS) adalah untuk memahami dan

menambah pengetahuan mengenai definisi, epidemiologi, anatomi, etiologi dan

faktor resiko, patogenesis, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis, pemeriksaan

radiologis, diagnosis banding, tatalaksana, komplikasi, dan prognosis dari

osteoarthritis.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam clinical science session (CSS) ini memahami dan

dibahas mengenai definisi, epidemiologi, anatomi, etiologi dan faktor resiko,

patogenesis, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis, pemeriksaan radiologis, diagnosis

banding, tatalaksana, komplikasi, dan prognosis dari osteoarthritis.

1.4 Metode Penulisan

Penulisan clinical science session (CSS) ini menggunakan studi kepustakaan

yang diambil dari berbagai literatur.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Osteoartritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang,

arthro yang berarti sendi, dan itis yang berarti inflamasi. meskipun sebenarnya

penderita osteoartritis tidak mengalami inflamasi atau hanya mengalami inflamasi

ringan. 2

Menurut American College of Rheumatology, osteoartritis adalah sekelompok

kondisi heterogen yang mengarah kepada tanda dan gejala sendi. Penyakit ini

ditandai oleh adanya abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan tulang baru yang

irreguler pada permukaan persendian.3

Osteoarthritis merupakan gangguan pada sendi yang ditandai dengan

perubahan patologis pada struktur sendi tersebut yaitu berupa degenerasi tulang

rawan/kartilago hialin. Hal tersebut disertai dengan peningkatan ketebalan dan

sklerosis dari subchondral yang bisa disebabkan oleh pertumbuhan osteofit pada

tepian sendi, peregangan kapsul artikular, synovitis ringan pada persendian, dan

lemahnya otot-otot yang menghubungkan persendian.1

Osteoarthritis adalah gangguan sendi yang bersifat kronis disertai kerusakan

tulang rawan sendi berupa disintegrasi dan perlunakan progresif, diikuti pertambahan

pertumbuhan pada tepi tulang dan tulang rawan sendi yang disebut osteofit, diikuti

dengan fibrosis pada kapsul sendi. Kelainan ini timbul akibat mekanisme abnormal

pada proses penuaan, trauma atau akibat kelainan lain yang menyebabkan kerusakan

tulang rawan sendi. Keadaan ini tidak berkaitan dengan faktor sistemik ataupun

infeksi.4

7
2.2 Epidemiologi

Penyakit ini memiliki prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada orang tua.

Prevalensinya meningkat seiring bertambahnya usia. Diperkirakan OA terjadi pada

13,9% orang dewasa berusia lebih dari 25 tahun dan 33,6% dari mereka yang berusia

lebih dari 65 tahun. 1

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2004, diketahui bahwa

osteoarthritis diderita oleh 151 juta jiwa di seluruh dunia dan mencapai 24 juta jiwa

di kawasan Asia Tenggara. Di Inggris, sekitar 1,3-1,75 juta mengalami gejala

osteoarthritis sementara di Amerika Serikat, 1 dari 7 orang dewasa menderita

osteoarthritis. Osteoarthritis menempati tempat urutan kedua setelah penyakit

kardiovaskular sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik di dunia barat. Secara

keseluruhan, sekitar 10 sampai 15% orang dewasa yang berusia di atas 60 tahun

menderita osteoarthritis.5

Prevalensi osteoarthritis total di Indonesia 34,3 juta orang pada tahun 2002

dan mencapai 36,5 juta orang pada tahun 2007. Diperkirakan 40% dari populasi usia

diatas 70 tahun menderita osteoarthritis, dan 80% pasien osteoarthritis mempunyai

keterbatasan gerak dalam berbagai derajat dari ringan sampai berat. Diperkirakan 1

sampai 2 juta orang lanjut usia di Indonesia menderita cacat karena osteoarthritis.

Wanita juga lebih cenderung terkena penyakit osteoarthritis dibanding pria karena

pinggul wanita lebih luas dan lebih memberikan tekanan jangka panjang pada lutut

mereka. Prevalensi osteoarthritis lutut pada pasien wanita berumur 75 tahun ke atas

dapat mencapai 35% dari jumlah kasus yang ada.6

Prevalensi sendi yang terkena OA menurut temuan radiologis adalah pada

tangan 7,3%, kaki 2,3%, lutut 0,9%, dan panggul 1,5%. Prevalensi OA menurut

gejala yang ditemui yaitu pada tangan 8%, kaki 2%, lutut 12,1% pada orang dewasa

8
berusia lebih dari 60 tahun dan 16% pada orang dewasa berusia 45 – 60 tahun, dan

panggul 4,4%.7

2.3 Anatomi dan Fisiologi Sendi Sinovial

1. Kartilago sendi

Kartilago hyalin menutupi akhir tulang di setiap sendi diarthrosis, berperan

dalam menghantarkan beban dan pergerakan dari satu segmen tulang ke segmen

yang lain. Hal ini meningkatkan luas permukaan artikular dan membantu untuk

meningkatkan adaptasi dan stabilitas. Akan terjadi perubahan bentuk akibat beban

yang ada dan mendistribusikan kekuatan tekan secara luas ke tulang subartikular

dan, ditutupi oleh cairan sinovial. Cairan sinovial lebih licin daripada bahan

buatan manusia, memberikan perlawanan gesekan terhadap gerakan. Jaringan ikat

khusus ini memiliki matriks seperti gel yang terdiri dari substansi dasar

proteoglikan yang memiliki jaringan kolagen. Sel-sel khusus, kondrosit, yang

berperan untuk memproduksi semua komponen struktur jaringan.1

Kondrosit dari tulang rawan hialin dewasa memiliki kemampuan yang

rendah untuk pembelahan sel in vivo dan kerusakan langsung terhadap permukaan

sendi akan sulit diperbaiki, atau dapat diperbaiki hanya dengan fibrocartilago.

Proteoglikan ada terutama dalam bentuk aggrekan, suatu molekul yang tersusun

dari 100 chondroitin sulfat dan keratan sulfat glikosaminoglikan (GAGs). Ratusan

molekul aggrekan terhubung sehingga terbentuk rantai hyalurinate bercabang

panjang (Hyaluronan), untuk membentuk molekul yang lebih besar dengan berat

molekul lebih dari 100 juta dalton. Muatan negatif dari makromolekul ini berperan

dalam kekakuan dan kelenturan tulang rawan sendi.1

9
Komponen fibrillar tulang rawan artikular terutama adalah kolagen tipe II.

Fungsi utama aggrekan adalah untuk menyerap perubahan beban dan mengurangi

deformasi, sedangkan jaringan kolagen melindungi kekuatan regangan. Terdapat

interaksi antara molekul tiap komponen dengan molekul komponen kartilago yang

berbeda. Jika interaksi ini mengalami degradasi atau putus, kartilago ini akan

terurai.1

2. Kapsul dan ligamen

Jaringan lunak yang mengelilingi sendi terdiri dari kapsul fibrosa yang

menempel kuat di permukaan. Ligamen yang bersama-sama mengelilingi otot

membantu untuk menstabilkan. Ligamen menghubungkan satu tulang ke tulang

yang lain dan bersifat tidak elastis serta mempunyai panjang yang tetap.1

3. Sinovium dan cairan sinovial

Permukaan inferior dari kapsul dibatasi oleh membran tipis yang disebut

sinovium, banyak dialiri pembuluh darah, limfatik dan saraf. Sinovium Ini akan

menghasilkan cairan sinovial yang terdiri dari plasma dialisat yang kental dengan

hyaluronan. Cairan ini memelihara kartilago sendi avaskular, memiliki peranan

penting dalam mengurangi gesekan selama gerakan dan membantu dalam menjaga

stabilitas sendi. Dalam kehidupan normal volume cairan sinovial dalam sendi

cukup konstan. Ketika sendi terluka cairan akan meningkat. Sinovium juga

merupakan jaringan target pada infeksi sendi dan penyakit autoimun seperti

rheumatoid arthritis.1

10
Gambar 1. Komponen sendi synovial

2.4 Etiologi dan Faktor Resiko


Etiologi osteoarthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor
biomekanik dan biokimia sepertinya merupakan faktor terpenting dalam proses
terjadinya osteoarthritis. Faktor biomekanik yaitu kegagalan mekanisme
protektif, antara lain kapsul sendi, ligamen, otot-otot persendian, serabut aferen,
dan tulang-tulang. Kerusakan sendi terjadi multifaktorial, yaitu akibat
terganggunya faktor-faktor protektif tersebut. Osteoarthritis juga bisa terjadi
akibat komplikasi dari penyakit lain seperti gout, rheumatoid arthritis, dan
sebagainya. 1
a. Faktor resiko sistemik
1. Usia: prevalensi dan beratnya OA semakin meningkat dengan suatu
pertambahan usia. OA hampir tidak pernah mengenai usia anak, jarang
pada dewasa dibawah 40 tahun dan sering pada usia diatas 60 tahun.
2. Jenis kelamin : masih belum banyak diketahui mengapa prevalensi OA
pada perempuan usila lebih banyak daripada laki-laki usila. Resiko ini
dikaitkan dengan berkurangnya hormon pada perempuan pasca
menopause.
b. Faktor genetik dan herediter : faktor herediter juga berperan dalam timbulnya
OA misalnya pada ibu dari seorang wanita dengan OA pada sendi interfalang
distal terdapat dua kali lebih sering OA pada sendi tersebut, dan anak

11
perempuannya cenderung akan tiga kali lebih sering daripada ibu dan anak
perempuan tanpa OA.
c. Faktor intrinsik
1. Kelainan struktur anatomis pada sendi seperti vagus dan valrus.
2. Cedera pada sendi seperti trauma, fraktur, atau nekrosis.
3. Faktor beban pada persendian
4. Obesitas : beban berlebihan pada sendi dapat mempercepat kerusakan pada
sendi.
5. Penggunaan sendi yang sering : aktivitas yang sering dan berulang pada
sendi dapat menyebabkan lelahnya otot-otot yang membantu pergerakan
sendi.5

2.5 Klasifikasi
Secara umum, osteoarthritis dikategorikan menjadi:
1) Osteoarthritis primer (idiopatik).
2) Osteoarthritis sekunder, yaitu osteoathritis yang disebabkan trauma, komplikasi
dari penyakit lain, dan akibat deposisi kalsium pirofosfat.5

Tabel 2.1. Klasifikasi Osteoarthritis

12
Grade Deskripsi
0 Normal tidak ada gambaran osteoartritis
1 Meragukan gambaran sendi normal, tetapi terdapat osteofit
minimal
2 Ringan osteofit kecil, kemungkinan penyempitan sendi
3 Sedang osteofit sedang, deformitas ujung tulang, dan celah
sendi sempit
4 Berat osteoartritis berat dengan osteofit besar, deformitas ujung
tulang, celah sendi hilang, serta adanya sklerosis dan kista
subkondral
Tabel 2.2. Klasifikasi derajat OA lutut berdasarkan Kellgren-Lawrence.

2.6 Patogenesis
Pada awalnya, osteoartritis dipikirkan sebagai suatu penyakit atau kelainan
pada kartilago sendi, namun penelitian terkini menunjukkan bahwa kondisi tersebut
melibatkan keseluruhan bagian sendi.7

a. Kartilago sendi
Kartilago sendi pada dewasa normalnya terdiri dari matriks
ekstraselular (air, kolagen, proteoglikan dan sedikit komponen dari garam
kalsium) serta kondrosit. Terdapat laju pergantian yang berbeda antara
kolagen yang relatif lambat dibandingkan dengan proteoglikan. Proses
pergantian ini dimediasi oleh kondrosit yang akan mensintesis komponen-
komponen tersebut dan menyekresikan suatu enzim proteolitik untuk
pemecahannya.
Osteoartritis terjadi akibat kegagalan kondrosit untuk menjaga
homeostasis antara sintesis dan degradasi dari komponen matriks
ekstraseluler. Tidak diketahui apa yang menginisiasi adanya
ketidakseimbangan antara degradasi dan perbaikan kartilago tersebut. Trauma
yang menyebabkan suatu mikrofraktur atau inflamasi akan mengarah pada
sedikit peningkatan aktivitas enzimatik sehingga menghasilkan suatu partikel
‘aus’ yang nantinya akan dibersihkan oleh makrofag yang ada pada sendi.
Pada waktu yang sama, produksi partikel ‘aus’ akan meningkatkan
kemampuan sistem untuk eliminasi partikel tersebut, partikel tersebut akan

13
menjadi mediator inflamasi, menstimulasi kondrosit untuk melepaskan enzim
degradatif. Molekul-molekul dari pemecahan kolagen dan proteoglikan yang
juga akan dibersihkan oleh makrofag sinovial menyebabkan lepasnya sitokin-
sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IL-1 dan IL-6. Sitokin-sitokin tersebut
akan berikatan dengan kondrosit yang lebih jauhnya akan melepaskan suatu
metaloproteinase dan inhibisi terhadap produksi kolagen tipe II, hal ini akan
semakin meningkatkan degradasi kartilago.7
b. Sinovium
Tiga jaringan utama yang terlibat pada OA, dimana sinovium
merupakan elemen inflamasi. Inflamasi sinovial atau sinovitis tampaknya
terjadi akibat sintesis dan lepasnya berbagai sitokin dan mediator
proinflamasi. Pada OA, inflamasi ini akan memengaruhi area-area yang
berdekatan pada sendi sehingga menyebabkan kerusakan pada tulang dan
kartilago, selain itu inflamasi sinovium juga berkontribusi terhadap nyeri.
Terdapat tiga tipe sitokin yang disebut sebagai sitokin katabolik, anabolik dan
regulatorik.8
 Sitokin katabolik
IL-1β merupakan sitokin katabolik utama pada OA. Sitokin ini berperan
pada beberapa kondisi patologis. Diantaranya yaitumenekan produksi dari
dua komponen utama matriks ekstraselular kartilago yaitu kolagen tipe II
dan proteoglikan dan akan menstimulasi sel sinovial menghasilkan suatu
matriks metaloproteinase (MMP). Sitokin lainnya yaitu IL-15, IL-21,
TNF-α, IL-6, -8, -17, dan -18.
 Sitokin anabolik
Tidak seperti IL-1β dan TNF-α, sitokin anabolik seperti TGF-β yang
diproduksi oleh sinoviosit tipe B, akan menetralkan sitokin-sitokin
tersebut dengan merangsang komponen matriks ekstraseluler kartilago.
Walaupun mediator ini akan merangsang pembentukan komponen
matriks ekstraseluler kartilago, hal tersebut akan menyebabkan suatu efek
engatif pada jaringan lain. Secara spesifik saat TGF-β merangsang
pembentukan kartilago hal itu akan menyebabkan suatu efek samping

14
seperti induksi fibrosis sinovial, menarik leukosit ke membran sinovial
dan menginduksi pembentukan osteofit.
 Sitokin regulatorik
Termasuk yaitu IL-4, -6, -10, dan -13. Sitokin ini akan menghambat
makrofag sinovial menghasilkan sitokin katabolik tersebut diatas.8
c. Tulang Subkondral
Tulang subkondral terdiri dari lempeng tulang subkondral dan tulang
trabekular yang mendasarinya serta sumsum tulang. Lempeng tulang
subkondral terdiri dari tulang kortikal dan dipisahkan dari kartilago artikular
oleh zona kartilago yang mengalami kalsifikasi. Terdapat dua proses pada
tulang subkondral yaitu remodeling dan modeling. Selama proses
osteoartritik kedua proses tersebut dapat terganggu dan menyebabkan
perubahan struktur pada tulang subkondral seperti perubahan sklerotik dan
adanya lesi sumsum tulang, serta adanya kista tulang pada kompartemen
subkondral. Terdapat peningkatan progresif dari ketebalan lempeng tulang
subkondral, modifikasi dari arsitektur tulang trabekular serta pembentukan
tulang baru pada tepi sendi atau osteofit. Pada tulang subkondral osteoartritik,
terdapat peningkatan kolagen tipe I, namun kandungan kolagen ini adalah
abnormal dan mengarah pada mineralisasi abnormal.7

2.7 Gejala Klinis


Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang
dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan. Berikut
adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien OA :
a. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah
dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan dan
tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain.
Perubahan ini dapat ditemukan meski OA masih tergolong dini (secara
radiologis). Umumnya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit
sampai sendi hanya bias digoyangkan dan menjadi kontraktur, Hambatan
gerak dapat konsentris (seluruh arah gerakan) maupun eksentris (salah satu
arah gerakan saja).

15
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago pada
sendi tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat diasumsikan
bahwa nyeri yang timbul pada OA berasal dari luar kartilago.
Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber dari nyeri
yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi (sinovitis), efusi sendi, dan
edema sumsum tulang.
Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika osteofit
tumbuh, inervasi neurovaskular menembusi bagian dasar tulang hingga ke
kartilago dan menuju ke osteofit yang sedang berkembang Hal ini
menimbulkan nyeri.9
Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae di dekat sendi.
Sumber nyeri yang umum di lutut adalah akibat dari anserine bursitis dan
sindrom iliotibial band.10
b. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan
dengan pertambahan rasa nyeri.
c. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau
tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam
waktu yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari.
d. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala
ini umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa
perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter
yang memeriksa. Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat
terdengar hingga jarak tertentu.
e. Pembesaran sendi (deformitas)
Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar.
f. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang
biasanya tidak banyak (< 100 cc) atau karena adanya osteofit, sehingga
bentuk permukaan sendi berubah.
g. Tanda – tanda peradangan

16
Tanda – tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak,
rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan) dapat dijumpai pada OA
karena adanya synovitis. Biasanya tanda – tanda ini tidak menonjol dan
timbul pada perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering
dijumpai pada OA lutut.
h. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan
ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien
lanjut usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi
tumpuan berat badan terutama pada OA lutut.9

2.8 Diagnosis

Seperti pada penyakit reumatik umumnya diagnosis tak dapat didasarkan

hanya pada satu jenis pemeriksaan saja. Biasanya kita lakukan pemeriksaan

reumatologi ringkas berdasarkan prinsip pemeriksaan GALS (Gait, arms, legs,

spine). Penegakan diagnosis OA berdasarkan gejala klinis. Tidak ada pemeriksaan

penunjang khusus yang dapat menentukan diagnosis OA. Pemeriksaan penunjang

saat ini terutama dilakukan untuk meonitoring penyakit dan untuk menyingkirkan

kemungkinan arthritis karena sebab lainnya. Pemeriksaan radiologi dapat

menentukan adanya OA, namun tidak berhubungan langsung dengan gejala klinis

yang muncul. Gejala OA umumnya dimulai saat usia dewasa, dengan tampilan klinis

kaku sendi di pagi hari atau kaku sendi setelah istirahat. Sendi dapat mengalmi

pembengkakan tulang, dan krepitus saat digerakkan, dapat disertai keterbatasan

gerak sendi. Peradangan umumnya tidak ditemukan atau sangat ringan. Banyak sendi

yang dapat terkena OA, terutama sendi lutut, jari-jari kaki, jari-jari tangan, tulang

punggung dan panggul.11

Pada seseorang yang dicurigai OA, direkomendasikan melakukan pemeriksaan

berikut ini:

17
A. Anamnesis

B. Pemeriksaan Fisik

C. Pendekatan untuk menyingkirkan diagnosis penyakit lain.

D. Pemeriksaan penunjang

E. Perhatian khusus terhadap gejala klinis dan faktor yang mempengaruhi pilihan

terapi/penatalaksanaan OA.

A. Anamnesis11

- Nyeri dirasakan berangsur-angsur (onset gradual)

- Tidak disertai adanya inflamasi (kaku sendi dirasakan < 30 menit, bila

disertai inflamasi, umumnya dengan perabaan hangat, bengkak yang

minimal, dan tidak disertai kemerahan pada kulit)

- Tidak disertai gejala sistemik.

- Nyeri sendi saat beraktivitas.

- Sendi yang sering terkena:

 Sendi tangan: carpo-metacarpal (CMCI), Proksimal interfalang (PIP)

dan distal interfalang (DIP)

 Sendi kaki: Metatarsofalang (MTP) pertama.

 Sendi lain: lutut, V. servikal, lumbal dan hip.

Faktor risiko penyakit :

- Bertambahnya usia

- Riwayat keluarga dengan OA generalisata

- Aktivitas fisik yang berat

- Obesitas

- Trauma sebelumnya atau adanya deformitas pada sendi yang

bersangkutan.

Penyakit yang menyertai, sebagai pertimbangan dalam pilihan terapi:

18
- Ulkus peptikum, perdarahan saluran pencernaan, penyakit liver.

-Penyakit kardiovaskular (hipertensi, penyakit jantung iskemik, stroke,

gagal jantung)

- Penyakit ginjal

- Asthma bronkhiale (terkait penggunaan aspirin atau OAINs)

- Depresi yang menyertai.

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi keluhan nyeri dan fungsi sendi :

- Nyeri saat malam hari (night pain)

- Gangguan pada aktivitas sehari-hari

- Kemampuan berjalan

- Lain-lain: risiko jatuh, isolasi sosial, depresi

- Gambaran nyeri dan derajat nyeri (skala nyeri yang dirasakan pasien)

B. Pemeriksaan fisik11

- Perhatikan gaya berjalan/pincang?

- Adakah kelemahan/atrofi otot

- Tanda-tanda inflamasi/efusi sendi?

- Lingkup gerak sendi (ROM)

- Nyeri saat pergerakan atau nyeri di akhir gerakan.

- Krepitus

- Deformitas/bentuk sendi berubah

- Gangguan fungsi/keterbatasan gerak sendi

- Nyeri tekan pada sendi dan periartikular

- Penonjolan tulang (Nodul Bouchard’s dan Heberden’s)

- Pembengkakan jaringan lunak

- Instabilitas sendi

19
C. Pendekatan untuk menyingkirkan diagnosis lain

- Adanya infeksi

- Adanya fraktur

- Kemungkinan keganasan

- Kemungkian Artritis Reumatoid

D. Diagnosis osteoarthritis lutut berdasrkan klinis, klinis dan radiologis, serta

klinis dan laboratoris:11

a. Klinis:
Nyeri sendi lutut dan 3 dari kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi < 30 menit
3. krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang sendi lutut
6. tidak teraba hangat pada sendi
Catatan: Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%.
b. Klinis, dan radiologis:
Nyeri sendi dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi <30 menit
3. krepitus disertai osteofit
Catatan: Sensitivitas 91% dan spesifisitas 86%.
c. Klinis dan laboratoris:
Nyeri sendi ditambah adanya 5 dari kriteria di bawah ini:
1. usia >50 tahun
2. kaku sendi <30 menit
3. Krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang
6. tidak teraba hangat pada sendi terkena
7. LED<40 mm/jam

20
8. RF <1:40
9. analisis cairan sinovium sesuai osteoarthritis
Catatan: Sensitivitas 92% dan spesifisitas 75%.

Kriteria diagnosis osteoarthritis tangan adalah nyeri tangan, ngilu atau kaku

dan disertai 3 atau 4 kriteria berikut:10

1. pembengkakan jaringan keras > 2 diantara 10 sendi tangan


2. pembengkakan jaringan keras > 2 sendi distal interphalangea (DIP)
3. pembengkakan < 3 sendi metacarpo-phalanea (MCP)
4. deformitas pada ≥ 1 diantara 10 sendi tangan
Catatan: 10 sendi yang dimaksud adalah: DIP 2 dan 3, PIP 2 dan 3 dan CMC 1
masing-masing tangan. Sensitivitas 94% dan spesifisitas 87%.

2.9 Pemeriksaan X-Ray dan Penunjang lainnya

A. Pemeriksaan X-Ray

Temuan radiologis dari osteoarthritis antara lain menyempitnya celah antar sendi,

terbentuknya osteofit, terbentuknya kista, dan sklerosis subchondral.12

Gambar 2. Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis lutut.12

21
Keterangan :

Gambar atas kiri : pandangan anteroposterior menunjukkan menyempitnya celah

sendi (tanda panah)

Gambar bawah kiri : pandangan lateral menunjukkan sklerosis yang ditandai

terbentuknya osteofit (tanda panah)

Gambar atas kanan : menyempitnya celah sendi (tanda panah putih) menyebabkan

destruksi padapada kartilago dan sunchondral (tanda panah terbuka)

Gambar bawah kanan : ditemukan kista subchondral (tanda panah)

Gambar 3. Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis tangan.12

22
Keterangan :

Gambaran anteroposterior dari foto sinar-x di atas menunjukkan menyempitnya celah

sendi dan sklerosis subchondral pada sendi metacarpal pertama (tanda panah putih).

Pembentukan osteofit dengan pembengkakan jaringan lunak dan sklerosis

subchondral dijumpai pada sendi interphalangeal distal kedua dan ketiga (tanda

panah transparan).

Gambar 4. Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis panggul.12

Keterangan :

Gambar atas : gambar pertama menunjukkan penyempitan celah sendi pada panggul

(tanda panah putih), sklerosis subchondral (kepala panah putih), dan terbentuknya

kista (kepala panah transparan).

23
Gambar bawah : gambar kedua diambil 2 tahun setelah gambar pertama yang

menunjukkan semakin menyempitnya celah sendi (tanda panah putih) dan sklerosis

(kepala panah putih).

Gambar 5. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada jari tangan13

Keterangan : gambaran radiologis posteroanterior menunjukkan penyempitan ruang

sendi interphalangeal, sklerosis subchondral, dan pembentukan osteofit (panah).

Gambar 6. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada jari kaki.13

24
Keterangan : gambaran radiologis anteroposterior kaki menunjukkan menyempitnya

celah sendi metatarsophalangeal pertama, sklerosis, dan pembentukan osteofit

(panah).

Gambar 7. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada lutut.13

Keterangan : gambaran radiologis anteroposterior lutut menunjukkan penyempitan

ruang sendi, sklerosis, dan pembentukan osteofit (panah).

Gambar 8. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada pinggul.13

25
Keterangan : (a) anteroposterior dan (b) kaki katak pinggul. Kedua gambar di atas

menunjukkan penyempitan ruang superolateral sendi, sklerosis, kista subkondral, dan

pembentukan osteofit (panah).

Gambar 9. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada panggul.13

Keterangan : Rheumatoid arthritis dengan osteoartritis sekunder. Gambaran

radiologis panggul anteroposterior menunjukkan penyempitan ruang sendi setiap

sendi panggul. Perhatikan erosi (anak panah) dan osteofit (panah).

Sistem Kellgren dan Lawrence adalah metode untuk mengklasifikasikan

tingkat keparahan osteoartritis lutut (OA) dengan menggunakan lima nilai.

Klasifikasi ini diusulkan oleh Kellgren et al. pada tahun 1957 dan kemudian diterima

oleh WHO pada tahun 1961.11

26
Klasifikasi:

    grade 0: tidak ada OA secara radiografi

grade 1: penyempitan celah sendi yang meragukan dan kemungkinan adanya

osteofit

    grade 2: osteofit yang nyata dan kemungkinan celah sendi penyempit pada foto

anteroposterior weight-bearing

    grade 3: multiple osteofit, tampak celah sendi menyempit yang nyata, sklerosis,

kemungkinan deformitas tulang

    grade 4: osteofit yang besar, celah sendi menyempit, sklerosis berat dan

deformitas tulang yang nyata

27
Gambar 10. Klasifikasi osteoarthritis menurut Kellgren et al. dan WHO pada lutut.

Tabel 2.1 Klasifikasi Osteoarthritis Berdasarkan Kriteria American College of


Rheumatology (ACR)

28
29
B. Pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak banyak berguna.

Pemeriksaan darah tepi masih dalam batas – batas normal. Pemeriksaan imunologi

masih dalam batas – batas normal. Pada OA yang disertai peradangan sendi dapat

dijumpai peningkatan ringan sel peradangan ( < 8000 / m ) dan peningkatan nilai

protein. 11

Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah MRI yaitu untuk

mengetahui derajat patologisnya, namun pemeriksaan ini jarang dilakukan

sebagai penunjang diagnostik dalam osteoarthritis, karena sebagian besar

gambaran penyakit ini sudah bisa dinilai berdasarkan pemeriksaan sinar-x.

30
2.10 Diagnosis Banding
Diagnosis banding osteoarthritis berdasarkan gejala klinis dan gambaran
radiologi adalah sebagai berikut14 :
Tabel. 1. Diagnosis Banding
Gambaran Artritis
Osteoartritis Gout
Radiologi Reumatoid
Sendi Mengenai sendi Paling sering
Penyangga sendi kecil PIP, Pada sendi kecil
berat badan MCP, pergelangan Seperti MTP 1
Daerah seperti siku, pergelangan
Predileksi coxae, kaki, dll
genu,
vertebre

Baik hingga
Celah sendi Menyempit Menyempit Menyempit

Erosi pada
pinggir
tulang “over
Erosif sekitar hanging lip”
Erosi Tidak ada
sendi Punched out
dengan garis
sklerotik

Tidak Simetris dan Asimetris


Kesimetrisan simetris Bilateral

Ada Ada (pseudocyst) Tidak Ada


Kista
Ada pada Tidak ada Tidak ada
Osteofit
pinggir sendi

31
Gambar 11. Gambaran Radiologi Rheumatoid Arthritis14

Gambar 12. Gambaran Radiologi Gout Arthritis14

32
2.11 Penatalaksanaan

Strategi pengelolaan pasien dan pilihan jenis pengobatan ditentukan oleh letak

sendi yang mengalami OA, sesuai dengan karakteristik masing-masing serta

kebutuhannya. Oleh karena itu diperlukan penilaian yang cermat pada sendi dan

pasiennya secara keseluruhan, agar pengelolaannya aman, sederhana,

memperhatikan edukasi pasien serta melakukan pendekatan multidisiplin atau

holistic.15

Tujuan penatalaksanaan pasien dengan osteoarthritis adalah:15


1. Meredakan nyeri
2. Mengoptimalkan fungsi sendi
3. Mengurangi ketergantungan kepada orang lain dan meningkatkan kualitas
hidup
4. Menghambat progresivitas penyakit
5. Mencegah terjadinya komplikasi

Penatalaksanaan pada pasien dengan osteoarthritis yaitu:


A. Nonfarmakologis: 15
a. Modifikasi pola hidup

b. Edukasi

c. Istirahat teratur yang bertujuan mengurangi penggunaan beban pada sendi

d. Modifikasi aktivitas

e. Menurunkan berat badan

f. Rehabilitasi medik/ fisioterapi

o Latihan statis dan memperkuat otot-otot

o Fisioterapi, yang berguna untuk mengurangi nyeri, menguatkan otot,

dan menambah luas pergerakan sendi

g. Penggunaan alat bantu (Mairunzi, 2010).

33
B. Farmakologis

1. Sistemik

a. Analgetik

- Non narkotik: parasetamol

- Opioid (kodein, tramadol)

b. Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)

- Oral

- injeksi

- suppositoria

c. Chondroprotective

Yang dimaksud dengan chondoprotectie agent adalah obat-obatan

yang dapat menjaga dan merangsang perbaikan (repair) tuamg rawan sendi

pada pasien OA, sebagian peneliti menggolongkan obat-obatan tersebut

dalam Slow Acting Anti Osteoarthritis Drugs (SAAODs) atau Disease

Modifying Anti Osteoarthritis Drugs (DMAODs). Sampai saat ini yang

termasuk dalam kelompok obat ini adalah: tetrasiklin, asam hialuronat,

kondrotin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin-C, superoxide desmutase dan

sebagainya.

a. Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai efek menghambat kerja enzime

MMP. Salah satu contohnya doxycycline. Sayangnya obat ini baru

dipakai oleh hewan belum dipakai pada manusia.

b. Glikosaminoglikan, dapat menghambat sejumlah enzim yang berperan

dalam degradasi tulang rawan, antara lain: hialuronidase, protease,

elastase dan cathepsin B1 in vitro dan juga merangsang sintesis

34
proteoglikan dan asam hialuronat pada kultur tulang rawan sendi.

Pada penelitian Rejholec tahun 1987

c. pemakaian GAG selama 5 tahun dapat memberikan perbaikan dalam

rasa sakit pada lutut, naik tangga, kehilangan jam kerja (mangkir),

yang secara statistik bermakna.

d. Kondroitin sulfat, merupakan komponen penting pada jaringan

kelompok vertebra, dan terutama terdapat pada matriks ekstraseluler

sekeliling sel. Menurut penelitian Ronca dkk (1998), efektivitas

kondroitin sulfat pada pasien OA mungkin melalui 3 mekanisme

utama, yaitu : 1. Anti inflamasi 2. Efek metabolik terhadap sintesis

hialuronat dan proteoglikan. 3. Anti degeneratif melalui hambatan

enzim proteolitik dan menghambat oksigen reaktif.

e. Vitamin C, dalam penelitian ternyata dapat menghambat aktivitas

enzim lisozim dan bermanfaat dalam terapi OA

f. Superoxide Dismutase, dapat diumpai pada setiap sel mamalia dam

mempunyai kemampuan untuk menghilangkan superoxide dan

hydroxyl radicals. Secara in vitro, radikal superoxide mampu merusak

asam hialuronat, kolagen dan proteoglikan sedang hydrogen peroxyde

dapat merusak kondroitin secara langsung. Dalam percobaan klinis

dilaporkan bahwa pemberian superoxide dismutase dapat mengurangi

keluhan-keluhan pada pasien OA.

2. Topikal
a. Krim rubefacients dan capsaicin.
Beberapa sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara kerja pada
umumnya bersifat counter irritant.
b. Krim NSAIDs

35
Selain zat berkhasiat yang terkandung didalamnya, perlu diperhatikan

campuran yang dipergunakan untuk penetrasi kulit. Salah satu yang dapat

digunakan adalah gel piroxicam, dan sodium diclofenac.

3. Injeksi intraartikular/intra lesi

Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan

utama dalam penanganan osteoartritis. Diperlukan kehati-hatian dan selektifitas

dalam penggunaan modalitas terapi ini, mengingat efek merugikan baik yang

bersifat lokal maupun sistemik. Pada dasarnya ada 2 indikasi suntikan intra

artikular yakni penanganan simtomatik dengan steroid, dan viskosuplementasi

dengan hyaluronan untuk modifikasi perjalanan penyakit. Dengan

pertimbangan ini yang sebaiknya melakukan tindakan, adalah dokter yang telah

melalui pendidikan tambahan dalam bidang reumatologi.

a. Steroid: ( triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone )

Hanya diberikan jika ada satu atau dua sendi yang mengalami nyeri dan

inflamasi yang kurang responsif terhadap pemberian NSAIDs, tak dapat

mentolerir NSAIDs atau ada komorbiditas yang merupakan kontra indikasi

terhadap pemberian NSAIDs. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan

benar untuk menghindari penyulit yang timbul. Sebagian besar literatur tidak

menganjurkan dilakukanpenyuntikan lebih dari sekali dalam kurun 3 bulan

atau setahun 3 kali terutama untuk sendi besar penyangga tubuh. Dosis untuk

sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi, sedangkan untuk sendi-sendi kecil

biasanya digunakan dosis 10 mg.

b. Hyaluronan: high molecular weight dan low molecular weight

Di Indonesia terdapat 3 sediaan injeksi Hyaluronan. Penyuntikan intra

artikular biasanya untuk sendi lutut (paling sering), sendi bahu dan koksa.

36
Diberikan berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan interval satu minggu masing-

masing 2 sampai 2,5 ml Hyaluronan. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat

dan benar. Kalau tidak dapat timbul berbagai penyulit seperti artritis septik,

nekrosis jaringan dan abses steril. Perlu diperhatikan faktor alergi terhadap

unsur/bahan dasar hyaluronan misalnya harus dicari riwayat alergi terhadap

telur. Ada 3 sediaan di Indonesia diantaranya adalah Hyalgan, dan Osflex.

4. Pembedahan
Sebelum diputuskan untuk terapi pembedahan, harus dipertimbangkan
terlebih dahulu risiko dan keuntungannya.
Pertimbangan dilakukan tindakan operatif bila :
1. Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi
2. Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan penganan medikamentosa dan
rehabilitatif
Ada 2 tipe terapi pembedahan : Realignment osteotomi dan replacement joint

1. Realignment osteotomi

Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan


merubah sudut dari weightbearing. Tujuan : Membuat karilago sendi yang
sehat menopang sebagian besar berat tubuh. Dapat pula dikombinasikan
dengan ligamen atau meniscus repair .
2. . Arthroplasty

Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi

yang baru ditanam. Permukaan penunjang biasanya terbuat dari logam yang

berada dalam high-density polyethylene.

Macam-macam operasi sendi lutut untuk osteoarthritis :

a. Partial replacement/unicompartemental

b. High tibial osteotmy : orang muda

37
c. Patella &condyle resurfacing

d. Minimally constrained total replacement : stabilitas sendi

dilakukan sebagian oleh ligament asli dan sebagian oelh


sendi buatan.

e. Cinstrained joint : fixed hinges : dipakai bila ada tulang

hilang&severe instability

Indikasi dilakukan total knee replacement apabila didapatkan nyeri,

deformitas, instability akibat dari Rheumatoid atau osteoarthritis.

Sedangankan kontraindikasi meliputi non fungsi otot ektensor, adanya

neuromuscular dysfunction, Infeksi, Neuropathic Joint, Prior Surgical

fusion.15

2.12 Prognosis

Prognosis pasien dengan osteoartritis primer bervariasi dan terkait dengan

sendi yang terlibat. Pasien dengan osteoartritis sekunder, prognosisnya terkait dengan

faktor penyebab terjadinya osteoartritis,umumnya baik. Sebagian besar nyeri dapat

diatasi dengan obat-obat konservatif. Hanya kasus-kasus berat yang memerlukan

pembedahan, yaitu apabila pengobatan dengan menggunakan obat tidak rasional

pada pasien.16

38
BAB III

KESIMPULAN

Osteoarthritis merupakan gangguan pada sendi yang ditandai dengan

perubahan patologis pada struktur sendi tersebut yaitu berupa degenerasi tulang

rawan/kartilago hialin. Penyakit ini memiliki prevalensi yang cukup tinggi, terutama

pada orang tua. Selain itu, osteoarthritis ini juga merupakan penyebab kecacatan

paling banyak pada orang tua. Etiologi osteoarthritis belum diketahui secara pasti,

namun faktor biomekanik dan biokimia sepertinya merupakan faktor terpenting

dalam proses terjadinya osteoarthritis. Ketidakseimbangan antara pembentukan dan

penghancuran matriks-matriks kartilago merupakan kata kunci dalam perjalanan

penyakit ini. Osteoarthritis menyerang sendi-sendi tertentu terutama sendi-sendi yang

mendapat beban cukup berat dari aktivitas sehari-hari.

Osteoarthritis dapat didiagnosis berdasarkan kelainan struktur anatomis dan

atau gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini. Gejala yang sering muncul pada

osteoarthritis adalah nyeri sendi yang diperburuk oleh aktivitas dan gejala akan

mereda setelah istirahat.

Diagnosis osteoarthritis didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan

dilakukan pemeriksaan radiologis berupa foto sinar-x sebagai penunjang/pemastian

diagnosis. Gambaran yang ditemukan pada foto sinar-x pasien dengan osteoarthritis

adalah menyempitnya celah antar sendi, terbentuknya osteofit, terbentuknya kista,

dan sklerosis subchondral. Sampai saat ini belum ada terapi definitif untuk

mengobati osteoarthritis. Terapi yang sudah ada bertujuan untuk mengurangi rasa

nyeri dan meminimalisasi hilangnya fungsi fisik. Hal ini bertujuan meningkatkan

kualitas hidup pasien dengan cara membantu pasien agar tetap bisa melakukan

aktivitas sehari-hari.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Fauci, Anthony S, et al. Osteoarthritis. Dalam : Harrison’s Principles Of Internal


Medicine Eighteenth Edition. The McGraw-Hill Companies; 2012.
2. Koentjoro, S.L. Hubungan antara Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan Derajat
Osteoarthritis Lutut Menurut Kellgren dan Lawrence. Semarang. Universitas
Diponegoro; 2010.
3. American College of Rheumatology. Available
from:<https://www.Rheumatology.org>. [11 November 2018], 2011
4. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. IKAPI. Jakarta; 2009.
5. Soeroso, J, Isbagio, H, Kalim, H, Broto, R, Pramudiyo, R. Osteoartritis. In: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia;
2006.
6. Lawrence RC, Felson DT, Helmick CG, et al. Estimates of the prevalence of arthritis and
other rheumatic conditions in the United States. Part II. Arthritis Rheum. 58(1):26–35;
2008.
7. Man GS, Mologhianu G. Osteoarthritis pathogenesis – a complex process that involves
the entire joint, J Med Life; 2014. 7(1):37-41.
8. Monemdjou R, Fahmi H, Kapoor M. Synovium in the pathophysiology of osteoarthritis,
Therapy; 2010. 7(6):661-668.
9. Iannone F, Lapadula G. 2003. The pathophysiology of osteoarthritis. Aging Clin Exp
Res. 15(5):364–372.
10. Tjokroprawiro, Askandar, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga
University Press
11. Kalim H. Rekomendasi IRA untuk diagnostik dan tatalaksana osteoarthritis. 2014. pg:10-
22.
12. LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment of Osteoarthritis.
American Family Physician; 2001. 64(2):279–286.
13. Jacobson, JA, et al. Radiographic Evaluation of Arthritis : Degenerative Joint Disease
and Variation. Radiology; 2008. 248(3):737–747

40
14. Abramson SB, Attur M. 2009. Developments in the Scientific Understanding of
Osteoarthritis Research and Therapy. 2009;11(3)

15. Kasmir, Yoga. 2009. Penatalaksanaan Osteoartritis. Sub-bagian Reumatologi, Bagian


Ilmu Penyakit Dalam FKUI / RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta
16. Hansen KE, Elliot ME. Osteoarthritis. Dalam: Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke
GR, Wells BG, Posey L, penyunting. Pharmacopy: a pathophysiological approach, 16th
Ed. Stanford: Appeton & Lange; 2005. pg:1685-1700

41

Anda mungkin juga menyukai