Kontributor:
dr. Agus Widiyatmoko,Sp.PD,MSc. dr. Ahmad Syaiful Fatah, SpAn dr.
Nicko Rahmanio, SpB Miftahulhaq, Msi
Blok Kedokteran Haji merupakan blok ke 21 (elektif) tahun ketiga dari kurikulum blok
problem based learning atau PBL Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Blok kedokteran haji memiliki tujuan untuk membekali mahasiswa dengan pengetahuan dasar,
klinis dan keterampilan pada pelayanan kesehatan untuk jemaah haji dan umroh yang nantinya
dapat diterapkan saat mahasiswa lulus dan menjadi petugas kesehatan haji Indonesia.
Buku modul berisi skenario-skenario yang digunakan sebagai triger bagi mahasiswa untuk
berdiskusi dalam tutorial. Dalam berdiskusi mahasiswa menggunakan langkah seven jump dan
dibantu oleh seorang tutor sebagai fasilitator yang akan mengarahkan kepada tujuan belajar.
Demikian buku ini disusun dan diucapkan terima kasih kepada para kontributor,
departemen yang terlibat, dan pihak-pihak lain yang membantu sehingga dapat tersusun buku
blok ketrampilan belajar ini dengan baik. Semoga buku ini dapat digunakan sebagai pedoman
dalam pelaksanaan tutorial. Akhirnya kritik serta saran untuk perbaikan buku modul ini akan
diterima tim penyusun dengan senang hati.
Tim Penyusun
RENCANA PEMBELAJARAN
BLOK KEDOKTERAN HAJI
A. Karakteristik Mahasiswa
Blok kedokteran haji diperuntukkan bagi mahasiswa tahun ketiga Program Studi
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY. Blok ini merupakan
blok elektif dan diciptakan untuk membekali mahasiswa dengan pengetahuan dasar,
klinis dan keterampilan klinis serta sikap profesional yang dibutuhkan pada penanganan
kasus medis dalam pelayanan kesehatan bagi jemaah haji dan umroh.
TIK blokberupa learning outcome sesuai area kompetensi Standar Kompetensi Dokter
Indonesia (2012).
D. Topik
Tabel
TUTORIAL
Durasi
Tutorial Topik
Pertemuan
Tutorial 2x50 Persiapan menjadi jemaah haji yang sehat dan mandiri (isthitoah
1 menit kesehatan)
• Edukasi kesehatan untuk jemaah haji
• Meningkatkan performance fisik jemaah haji
• Kontrol penyakit komorbid sebelum berangkat
• Aklimatisasi
• Imunisasi
Tutorial 2x50 Masalah kesehatan Pra Armina
2 menit • Masalah kesehatan saat kedatangan jemaah haji di bandara
• Sistem layanan kesehatan di Arab Saudi
• Sistem rujukan antar daerah kerja di Arab Saudi
• Sistem rujukan ke RS Arab Saudi
• Tindakan promotif preventif di Arab Saudi
Tutorial 2x50 Masalah kesehatan Armina dan Pasca Armina
3 menit • Persiapan tim kesehatan ARMINA
• Persiapan Safari Wukuf
• Manajemen jemaah gaib dan meninggal
• Tindakan promotif preventif di ARMINA dan pasca ARMINA
• MEDIF untuk evakuasi udara jemaah sakit
SKILL LABS
Waktu Materi Lokasi Tim Ahli
Skill Labs 1 2x50 menit Manasik Haji Lapangan Tim PSKI
dan Problem
Kesehatan yang
terjadi
Skill Labs 2 2x50 menit Perawatan luka Skill Lab IPD dan Bedah
dan tes
kebugaran bagi
jemaah haji
Skill Labs 3 2x50 menit Evakuasi pasien Demo Lapangan Tim 118
dan demo Yogyakarta
ventilator
E. Prasyarat penilaian
Blok Kedokteran haji adalah blok elektif tahun ketiga di kurikulum Program Studi Pendidikan
Dokter (PSPD) FKIK UMY yang memberikan mahasiswa prinsip dasar dan konsep pelayanan
kesehatan haji dan umroh. Pengetahuan dasar, klinis dan keterampilan yang dipelajari pada blok
ini akan diterapkan pada saat lulus nantinya, saat menjadi tim kesehatan
haji Indonesia.
Aktivitas pembelajaran harus diikuti oleh mahasiswa sebagai prasyarat untuk mengerjakan
evaluasi akhir. Minimal kehadiran dari aktivitas pembelajaran meliputi
1. Perkuliahan : 75%
2. Tutorial : 75%
3. Skill Labs : 100%
F. Evaluasi
Penilaian dilakukan secara formatif dan sumatif. Penilaian formatif dilakukan dengan
menilai aktivitas harian mahasiswa dengan menggunakan check list, laporan tertulis, kuis dan
lain sebagainya. Penilaian sumatif dilakukan dengan ujian CBT. Nilai akhir blok akan
ditentukan dengan komposisi :
• 60% dari MCQ CBT
• 30% dari Tutorial
• 10% dari Skill labs
Mahasiswa dikatakan lulus blok keterampilan belajar dan profesionalisme apabila telah
memenuhi kriteria sebagai berikut :
• Nilai minimal untuk MCQ adalah 60
• Nilai minimal untuk nilai akhir adalah 60
•
PETUNJUK TUTORIAL
BLOK KEDOKTERAN HAJI
Setiap anggota kelompok melakukan proses belajar mandiri melalui akses internet,
jurnal, perpustakaan, kuliah dan konsultasi pakar untuk memecahkan masalah yang
menjadi tujuan belajar di nomor 5.
7. Pelaporan hasil belajar mandiri
Pada pertemuan kedua dilakukan proses pelaporan oleh masing-masing anggota tentang
hasil yang diperoleh dalam proses belajar mandiri, kemudian dari beberapa hasil dapat
ditarik kesimpulan jawaban yang benar dari masing-masing permasalahan yang menjadi
tujuan belajar.
Setiap skenario akan diselesaikan dalam satu minggu dengan dua kali pertemuan.
Langkah pertama sampai dengan langkah kelima dilaksanakan pada pertemuan pertama,
sedangkan langkah keenam dilakukan mandiri diantara waktu pertemuan pertama dan kedua.
Langkah ketujuh dilaksanakan pada pertemuan kedua.
Tutoryangbertugassebagaifasilitatorakanmengarahkandiskusidanmembantumahasisw
adalammencarisolusipemecahanmasalahtanpaharusmemberikanpenjelasanatau kuliah mini.
Ketua diskusi memimpin diskusi dengancara :
a. Memberi kesempatan setiap anggota kelompok sesuai nama yang disebut
untuk dapat menyampaikan ide dan pertanyaan.
b. Mengingatkan bila ada anggota kelompok yang mendominasi diskusi
c. Mendorong/memberi kesempatan lebih/memancing bila ada anggota yang
kurang aktif selama proses diskusi
d. Membatasi apabila didapatkan pernyataan yang menyimpang jauh dari topik
permasalahan yang telahditentukan
e. Memeriksa sekretaris dalam melakukan tugasnya mencatat proses jalannya
diskusi dan hal-hal penting yang perlu dicatat selama diskusi berlangsung.
Ketua diskusi dalam bertugas dibantu oleh seorang sekretaris yang bertugas mencatat
tahapan diskusi beserta hasilnya dalam bentuk soft file di komputer.
Dalamdiskusitutorialperludimunculkansuasanabelajaryangkondusifsertaiklimketerbu
kaandankebersamaanyangkuat.Mahasiswabebasmengemukakanpendapatnyatanpakhawatirapa
kahpendapatnyadianggapsalah,remehdantidakbermutuolehtemanyanglain,karenadalamtutorial
yanglebihpentingadalahbagaimanamahasiswaberprosesmemecahkanmasalah dan
bukankebenaranpemecahanmasalahnya.
Prosestutorialmenuntutmahasiswaagarsecaraaktifdalammencariinformasiataubelajar
mandiriuntukmemecahkanmasalah.Belajarmandiridapatdilakukandenganaksesinformasibaikm
elaluiinternet(jurnalilmiahterbaru),perpustakaan(textbookdanlaporanpenelitian),kuliahdan
konsultasi pakar.
GambaranKeterampilanMahasiswa pada ProsesTutorial PBL
A. Diskusi awalpadaminggupertama
SKENARIO 1
Seorang calon jemaah haji pak Ahmad yang berusia 75 tahun mendapat pemberitahuan dari
Kantor Kementerian Agama Kabupaten bahwa tahun depan akan diberangkatkan menjadi
jemaah haji. Pak Ahmad dimajukan keberangkatannya karena faktor usia. Pak Ahmad ragu
apakah tahun depan bisa berangkat ke tanah suci mengingat saat ini beliau menderita gagal
jantung sejak 5 tahun terakhir dan tidak memiliki pendamping. Istri pak Ahmad meninggal 1
tahun yang lalu sehingga tidak jadi mendampingi pak Ahmad untuk berhaji. Selain itu pak
Ahmad juga menderita hipertensi sejak 10 tahun yang lalu. Pak Ahmad pergi ke Puskesmas
untuk memohon petunjuk agar bisa tetap berangkat ke tanah suci. Saat ini pak Ahmad aktif di
kegiatan POSBINDU PTM. Pak Ahmad takut dinyatakan tidak istitaah dalam bidang
kesehatan.
SKENARIO 2
Pak Ahmad dinyatakan memenuhi syarat istitaah kesehatan dengan pendampingan. Hal ini
disebabkan karena pak Ahmad memiliki penyakit gagal jantung dan hipertensi serta usianya
yang sudah 75 tahun. Pak Ahmad sudah lolos tes kebugaran oleh dinas kesehatan. Pak
Ahmad saat di embarkasi mendapatkan gelang berwarna merah. Pak Ahmad berangkat tanpa
pendamping keluarga tetapi diharuskan oleh dokter keluarganya untuk membawa obat rutin
untuk mengontrol penyakit jantung dan hipertensinya. Pak Ahmad membawa obat
spironolactone 1x25mg furosemide 1x20mg dan candesartan 1x16mg untuk penyakit jantung
dan hipertensinya. Saat di periksa di embarkasi tekanan darah pak Ahmad 170/100 mmHg,
sehingga harus diobservasi di klinik embarkasi. Saat hendak terbang tekanan darah pak
Ahmad 145/90 mmHg.
Selama penerbangan pak Ahmad tidak mau minum karena takut sering ke kamar mandi pesawat.
Saat tiba di Madinah, pak Ahmad tampak lemah dan mulai kehilangan konsentrasi. Saat antri di
imigrasi pak Ahmad pingsan dan segera dibawa ke klinik bandara. Dokter kloter segera kontak
dengan tim kesehatan Indonesia yang di bandara tentang kondisi pak Ahmad. Saat di periksa di
klinik bandara tekanan darahnya menurun, oleh dokter bandara dari Arab Saudi pak Ahmad
dirujuk ke RS An Noor di Madinah untuk mendapatkan perawatan lanjutan. Ketua regu dan
rombongan pak Ahmad bingung karena takut pak Ahmad nanti bisa hilang
kontak. Dokter kloter (TKHI) memastikan bahwa pak Ahmad akan berada dalam pantauan
tim kesehatan Indonesia di Madinah
SKENARIO 3
Pak Ahmad dirawat di RS An Noor Madinah dengan diagnosa Cardiac failure dan Shock
Hipovolemik. Pak Ahmad memiliki riwayat gagal jantung dan hipertensi. Sementara itu,
kelompok terbang pak Ahmadsetelah selesai Arbain bergerak dari Madinah menuju ke Mekkah
untuk menjalani umroh wajib. Pak Ahmad belum diperbolehkan kembali ke kloter karena masih
dirawat di RS An Noor. Satu minggu kemudian pak Ahmad diperbolehkan pulang dan dilakukan
evaluasi di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Madinah. Setelah persolan administrasi
paspor selesai pak Ahmad di evakuasi ke KKHI Mekkah. Setelah di evaluasi 1 hari di KKHI
Mekkah pak Ahmad diperbolehkan kembali ke kloter. Satu minggu menjelang puncak haji, pak
Ahmad kembali di bawa ke KKHI Mekkah karena kakinya terdapat luka yang memburuk. Luka
tersebut timbul karena pak Ahmad kehilangan sandal saat di Masjidil Haram sehingga pulang ke
hotel tanpa alas kaki padahal saat itu cuaca panas. Saat diperiksa didapatkan adanya gangren pada
kaki kanan pak Ahmad. Tim dokter KKHI Mekkah merencanakan untuk merujuk pak Ahmad ke
RS Arab Saudi tetapi pak Ahmad tidak mau karena takut di amputasi. Akhirnya pak Ahmad
dirawat di KKHI. Saat dirawat di KKHI, 2 hari menjelang wukuf pak Ahmad menderita sepsis,
sehingga harus masuk ICU KKHI Mekkah. Satu hari menjelang wukuf pak Ahmad syok septik.
Tim dokter KKHI harus memutuskan apakah pak Ahmad ini ikut safari wukuf atau di badal
hajikan. Tim dokter KKHI berkoordinasi dengan ketua kloter dan TKHI kloter membahas tentang
kemungkinan tanazul awal bagi pak Ahmad.
PENGERTIAN HAJI
Haji secara bahasa berarti al-qashdu (menyengaja, menuju, maksud). Secara istilah berarti
“menyengaja mengunjungi Ka’bah (Baitullah) dengan maksud mengerjakan ibadah thawaf, sa’I, wukuf di
Arafah, bermalam di Muzdalifah, mabit di Mina, dan ibadah-ibadah lain pada waktu-waktu yang telah
ditentukan untuk memenuhi perintah Allah dan mengharap ridlo-NYA”
Sedangkan pengertian Umroh adalah mengunjungi Ka’bah (Baitullah) untuk mengerjakan thawaf, sa’I,
kemudian tahallul untuk memenuhi perintah Allah dan mengharapkan ridlo-Nya. Pelaksanaan Umroh Haji
harus dilaksanakan pada saat haji, sedangkan untuk umroh sunnah maka dapat dilakukan setiap
saat/sepanjang waktu
Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya
(Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi)
orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka
sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam (Q.S. Ali Imran: 97)
Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan
berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh; supaya mereka
menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah
ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah
sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan
fakir (T.Q.S. Al-Hajj: 27 – 28)
Sedangkan wajib haji adalah sesuatu yang perlu dikerjakan, tetapi sahnya haji tidak bergantung
padanya, dan boleh diganti dengan “dam” (menyembelih binatang). Artinya apabila seorang jama’ah tidak bisa
melaksanakan salah satu wajib haji maka hajinya tetap sah, tetapi dengan syarat jama’ah tersebut harus
membayar dam. Misalnya, seorang dokter karena tugasnya tidak bisa melakukan wajib haji berhenti di
Muzdalifah, maka dia dapat membayar dam. Adapun yang termasuk wajib haji adalah:
1. Ihram dari miqat
2. Wukuf sampai terbenam matahari
3. Berhenti di Muzdalifah
4. Melempar jamarat/jumroh di Mina
5. Tawaf wada’ (perpisahan)
2. Ifrad
Yaitu pelaksanaan ibadah haji dengan mengerjakan haji terlebih dahulu, kemudian umrah.
3. Qiran
Yaitu pelaksanaan ibadah dengan mengerjakan haji dan umrah dengan satu niat ihram dari miqat sekaligus
2) Juhfah, dikenal Rabig, 187 km barat laut Makkah, miqat jama’ah dari Mesir, Syam (Syiria), dan Magribi
(Maroko)
3) Qarnul Manazil, 94 km timur Makkah, bagi jama’ah dari Najd dan Kuwait
5) Dzatu Irqin, 94 km timur laut Makkah, bagi jama’ah dari arah Iraq
7) Sedangkan untuk jama’ah yang menggunakan pesawat/kapal laut yang tidak mungkin singgah di
tempat miqat di atas dan langsung turun di Jeddah, para ulama bersepakat maka ihramnya mulai dari
bandara/pelabuhan
8) Khusus umrah sunnah, maka bagi penduduk Makkah ihramnya harus keluar ke tanah halal, yaitu
daerah Tan’im dan Jiranah
2) Memakai pakaian ihram, bagi laki-laki dua helai kain putih tidak berjahit, satu untuk sarung satu lagi
untuk menutup tubuh. Bagi wanita memakai pakaian yang menutup seluruh tubuh kecuali muka dan
pergelangan tangan
4) Melafadzkan niat umrah dan haji “Labaika Allahumma Umrota” atau “Labbaika Umrota”, “Labaika
Allahumma Hajja” atau “Labbaika Hajja”, atau “Labaika Allahumma Hajja wa Umrota” atau “Labbaika
Hajja wa Umrota”
5) Membaca talbiyah dalam perjalanan menuju Mekkah, Mina atau Arafah, “Labbaika Allahumma
Labbaik, Labbaika laa syariika laka labbaik, innal hamda, wanni’mata laka wal mulk, laa syarika lak”
Selama berihram, jama’ah haji dilarang untuk memakai wangi-wangian, menggunting rambut dan
memotong kuku, menebang pohon tanah haram atau mencabut tanaman, memburu atau membunuh
binatang buruan, meminang menikah atau menikahkan, melakukan hubungan seksual (termasuk
bersentuhan dengan syahwat), berkata kotor/cabul, khusus bagi laki dilarang memakai pakaian berjahit,
menutup kepala, memakai sepatu sampai mata kaki, bagi perempuan dilarang menggunakan sarung tangan
dan cadar
2. Thawaf; yaitu mengelilingi Ka’bah 7 kali putaran, di mulai dari Hajar Aswad dan berakhir di Hajar Aswad
juga dengan posisi Ka’bah berada di sebelah kiri orang yang thawaf.
Macam-macam thawaf; thawaf qudum (khusus haji ifrad dan qiran), thawaf umroh, thawaf ifadhah, thawaf
wada’, thawaf thathawwu’ (thawaf sunnah)
3. Sa’i; yaitu berlari-lari kecil antara shafa dan Marwah sebanyak 7 kali dimulai dari Shafa dan diakhiri di
Marwah. Dari Shafa ke Marwah dihitung satu kali, dari Marwah ke Shofa juga dihitung satu kali. Sa’i ini
dilakukan setelah thawaf.
Ketika sa’i tidak disyaratkan suci dari hadas besar atau kecil. Berdasar hadis Muslim dari Aisyah yang sedang
haidl dan diperintahkan melakukan apa saja oleh orang berhaji, kecuali thawaf kecuali sudah bersuci
4. Tahallul; bagi haji melakukan umrah tamattu’ bisa melakukan tahallul, yaitu memotong rambut minimal
sebanyak tiga helai
5. Wuquf di Arafah; tanggal 8 Dzulhijjah (Tarwiyah) disunnah ke Mina. Bagi haji tamattu’ maka dia kembali
memakai ihram dengan membaca doa “labbaika hajja” atau labbaika Allahumma hajja”. Waktu wukuf
setelah matahari tergelincir pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai terbenam matahari. Selama wukuf dianjurkan
memperbanyak sholat sunnah dan dzikir serta mendengarkan khutbah
6. Bermalam di Mudzalifah; setelah terbenam matahari dari Arafah menuju Muzdalifah dan bermalam di
sana. Selama perjalanan dianjurkan membaca doa talbiyah
7. Melempar Jamarat/Jumrah Aqobah, Jumrah tiga dan Mabit di Mina; setelah dari Muzdalifah tanggal 10
Dzulhijjah menuju Mina untuk melempar Jumroh Aqobah, kemudian tanggal 11, 12, 13 melemapr Jumroh
tiga, selama proses itu disunnah Mabit (bermalam di Mina)
8. Menyembelih Hadyu atau Dam bagi yang haji tamattu atau qiran
9. Thawaf Ifadhah dan Sa’i; merupakan rukun haji dan dilakukan tanggal 10 Dzulhijjah atau sesudahnya (11,
12, 13 Dzulhijjah)
No. Keterangan 0 1 2
1. Menggunakan kain ihram dari Miqot
2. Membaca niat “Labbaika umrota” atau “Labbaika Allohumma
Umrota”
3. Membaca doa talbiyah “Labbaika Allahumma Labbaik, Labbaika laa
syariika laka labbaik, innal hamda, wanni’mata laka wal mulk, laa
syarika lak”
4. Thawaf, dimulai dari garis hajar aswad
5. Setiap putaran ketika melewati sudut ini bisa menciumnya atau
sekedar memberi isyarat lambaian tangan dengan membaca bismillahi
wallahu akbar
6. Membaca niat “Labbaika umrota” atau “Labbaika Allohumma
umrota”
Sa’i, berlari kecil dari Shafa ke Marwah sebanyak 7 kali
7. Tahallul, memotong rambut dilanjutkan melepas ihram
8. Memakai ihram membaca niat “Labbaika hajja” atau “Labbaika
Allohumma Hajjan”
9. Berangkat ke Mina dan bermalam di Mina (Tarwiyah)
10. Wukuf di Arafah
11. Bermalam di Muzdalifah
12. Melempar jumroh Aqobah dan tiga jumroh serta mabit di Mina
13. Menyembelih Hadyu/Dam
14. Thawaf Ifadah dan Sa’i
15. Thawaf Wada’
MANAJEMEN LUKA
Dr. Nicko Rachmanio, Sp.B
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari keterampilan Manajemen Luka ini, mahasiswa diharapkan mampu :
1. Menjelaskan definisi luka
2. Menjelaskan jenis-jenis luka
3. Melakukan penilaian terhadap luka baru atau luka lama
4. Melakukan desinfeksi luka
5. Membersihkan luka kotor
6. Melakukan perawatan luka rumatan/lama(mengganti verban)
PENDAHULUAN
Luka didefinisikan sebagai terputusnya kontinuitas jaringan tubuh oleh sebab-sebab fisik, mekanik, kimia
dan termal. Luka,baik luka terbuka atau luka tertutup, merupakan salah satu permasalahan yang paling banyak
terjadi dipraktek sehari-hari ataupun diruang gawat darurat. Penanganan luka merupakan salah satu
keterampilan yang harus dikuasai oleh dokter umum.
Tujuan utama manajemen luka adalah mendapatkan penyembuhan yang cepat dengan fungsi dan hasil
estetik yang optimal. Tujuan ini dicapai dengan pencegahan infeksi dan trauma lebih lanjut serta memberikan
lingkungan yang optimal bagi penyembuhan luka.
Keterlambatan penyembuhan luka dapat diakibatkan oleh penatalaksanaan luka yang kurang tepat,
seperti :
1. Tidak mengidentifikasi masalah-masalah pasien yang dapat mengganggu penyembuhan luka.
2. Tidak melakukan penilaian luka(wound assessment)secaratepat.
3. Pemilihan dan penggunaan larutan antiseptik yang kurang tepat.
4. Penggunaan antibiotika topikal dan ramuan obat perawatan luka yang kurang tepat.
5. Teknik balutan(dressing) kurang tepat,sehingga balutan menjadi kurang efektif atau justru menghalangi
penyembuhan luka.
6. Pemilihan produk perawatan luka kurang sesuai dengan kebutuhan pasien atau justru
berbahaya.
7. Tidak dapat memilih program penatalaksanaan yang sesuai dengan kebutuhan pasien dan
kondisi luka.
8. Tidak mengevaluasi efektifitas manajemen luka yang diberikan.
Penyembuhan Penyembuhan
Primer Sekunder
Menyatukan kedua tepi luka Tidak ada tindakan khusus
dengan penjahitan menyatukan tepi luka, luka
sembuh alamiah
Hanya sedikit jaringan yang Kehilangan jaringan biasanya
Hilang cukup luas
Luka bersih Luka terbuka atau dibiarkan
terbuka kadang kotor
Jaringan granulasi minimal Banyak jaringan granulasi
Reepitelisasi sempurna dalam Jaringan parut dapat luas, luka
10-14 hari, menyisakan ditutup oleh re epitelisasi dan
jaringan parut minimal deposisi jaringan sehingga
terjadi kontraksi
Jaringan ikat yang dihasilkan dari penyembuhan luka sekunder mempunyai karakteristik:
1. Ukuran lebih besar. Sering menjadi hipertrofik (keloid).
2. Kurang kuat dibandingkan jaringan ikat yang terbentuk dari penyembuhan luka primer.
Keuntungan penutupan luka primer :
1. Perawatan luka lebih sederhana dan mudah, hanya perlu menjaga luka jahitan tetap bersih dan kering.
2. Waktu penyembuhan luka lebih cepat.
3. Tidak ada rasa nyeri/rasa nyeri lebih ringan.
4. Tidak terbentuk jaringan parut/hanya terbentuk jaringan parut berukuran kecil sehingga hasil kosmetik
lebih baik dan tidak mengganggu fungsi.
5. Mencegah kontaminasi struktur penting di bawah kulit.
Dua hal penting yang pertama kali harus dinilai oleh dokter dalam memberikan
penatalaksanaan luka adalah :
1. Menilai adanya kegawatan,yaitu apakah terdapat kondisi yang membahayakan jiwa pasien (misalnya
luka terbuka di dada atau abdomen yang kemungkinan dapat merusak struktur penting dibawahnya,
luka dengan perdarahan arteriyang hebat, luka dileher yang dapat mengakibatkan obstruksi pernafasan
dan lain-lain).
2. Menilai apakah luka akut atau kronis.
Penilaian luka dilakukan terhadap 2 aspek, yaitu terhadap pasien dan terhadap luka itu sendiri.
Anamnesis meliputi:
1. Riwayat luka:
- Mekanisme terjadinya luka.
- Kapan terjadinya luka: setelah 3jam (golden periode < 6jam), kolonisasi bakteri dalam luka akan
meningkat tajam.
- Dimana pasien mendapatkan luka tersebut.
- Bila saat pasien datang luka telah dibersihkan tetap harus ditanyakan adakah kontaminan dalam luka,
misalnya logam, kotoran hewan atau karat. Adanya kontaminan dalam luka meningkatkan risiko
terjadinya infeksi dan tetanus.
- Perdarahan dan jumlah darah yang keluar.
3. Umur dan komposisi tubuh Kapasitas kulit untuk memperbaiki diri semakin
menurun dengan bertambahnya usia.
- Protein
- Karbohidrat Glukosa
- Air
Sumber: Eagle, 2009
4. Riwayat penanganan luka yang sudah diperoleh :
- Status vaksinasi tetanus
- Penutupan luka:jahitan, balutan
- Penggunaan ramuan-ramuan topikal: salep, powder, kompres, ramuan herbal dan lain-lain.
- Penggunaan antibiotika.
Pembentukan jaringan parut sebagai konsekuensi dari penyembuhan luka juga harus dipertimbangkan
dari aspek fungsional (terjadinya kontraktur) dan pertimbangan kosmetik.
Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan tanda vital
2. Pemeriksaan fisik umum: bertujuan mencari tanda adanya faktor komorbid, seperti :
- Inspeksi mukosakonjungtivadan bibir (mengetahui kemungkinan anemia).
- Menilai status gizi (mengetahui adanya malnutrisi atau obesitas).
- Pemeriksaan neurologi (reflex dan sensasi – mengetahui kemungkinan neuropati).
- Pemeriksaan kardiovaskuler (menilai oksigenasi jaringan dan kemungkinan adanya penyakit
vaskuler perifer).
4. Penilaian terhadap terjadinya kerusakan struktur dibawah luka (pembuluh darah, saraf,
ligamentum, otot, tulang):
a. Pembuluh darah :
- Cek pengisian kapiler: adakah pucat atau sianosis, apakah suhu area didistal luka teraba
hangat.
- Cek pulsasi arteri didistal luka.
- Jika terdapat perdarahan, dinilai apakah perdarahan berasal dari kapiler,vena atau arteri.
Dilakukan penanganan sesuai dengan sumber perdarahan.
b. Saraf :
- Lakukan penilaian status motorik (kekuatan otot, gerakan) dan fungsi sensorik di distal
luka.
- Penilaian status sensorik harus selalu dilakukan sebelum tindakan infiltrasi anestesi.
c. Otot dan tendo :
- Kerusakan tendo dapat dinilai dengan inspeksi, akan tetapi tetap harus dilakukan
penilaian terhadap range of motion dan kekuatan dari tiap otot dan tendo di sekitar luka.
d. Tulang:
- Dinilai adakah fraktur (terbukaatau tertutup) dandislokasi.
Jenis luka
Berdasarkan penyebabnya, luka dibagi menjadi:
a. Erosi, Abrasi, Excoriasi
Erosi : Luka hanya sampai stratum corneum
Abrasi : Luka sampai stratums pinosum
Excoriasi : Luka sampai stratum basale
- Merupakan kerusakan epitel permukaan akibat trauma gesek pada epidermis.
- Abrasi luas dapat mengakibatkan kehilangan cairan tubuh.
- Luka harus segera dicuci, benda asing dalam luka harus dibersihkan dengan seksama untuk
meminimalkan risiko infeksi dan mencegah“tattooing” (luka kedalamannya sampai stratum
papilare dermis).
b. Kontusio
- Biasanya disebabkan oleh trauma tumpul atau ledakan.
- Dapat mengakibatkan kerusakan jaringan yang luas.
- Pada awalnya,lapisan kulit diatasnya bisa jadi intak,tapi pada akhirnya dapat menjadi non-
viable.
- Hematoma berukuran besar yang terletak dibawah kulit atau di dalam otot dapat menetap.
- Kontusio luas dapat mengakibatkan infeksi dan compartment syndromes.
c. Laserasi
Laserasi terjadi jika kekuatan trauma melebihi kekuatan regang jaringan, misalnya robekan kulit kepala
akibat trauma tumpul pada kepala.
Laserasi diklasifikasikan berdasarkan mekanisme terjadinya, yaitu :
1. Insisi :
- Luka sayatan, disebabkan oleh benda tajam.
- Kerusakan jaringan sangat minimal.
Contoh: luka tusuk, luka pembedahan, terkena pecahan kaca.
- Ditutup dengan bantuan jahitan, klip, staples, adhesive strips (plester) atau lem. Luka
pembedahan dapat terbuka kembali secara spontan (dehisensi) atau dibuka kembali
karena terbentuk timbunan cairan, darah (hematoma) atau infeksi.
2. Tension laceration:
- Disebabkan oleh trauma tumpul, biasanya karena tangential force yang kekuatannya
melebihi daya regang jaringan.
- Akibatnya adalah terjadinya robekan kulit dengan tepi tidak teratur disertai kontusio
jaringan di sekitarnya.
Contoh: benturan dengan aspal pada kecepatan tinggi, laserasi kulit karena pukulan
tongkat dengan kekuatan tinggi.
3. Crush laceration atau compression laceration :
- Laserasi kulit terjadi karena kulit tertekan diantara objek dan tulang di bawahnya.
-Laserasi tipe ini biasanya berbentuk stellate dengan kerusakan sedang dari jaringan di
sekitarnya.
- Kejadian infeksi lebih tinggi.
- Hasil kosmetik kurang baik.
Contoh : laserasi kulit di atas alis seorang anak karena terjatuh dari meja.
4. Kombinasi dari mekanisme di atas.
Kombinasi dari ketiga tipe lukadi atas.
1. Benda asing dalam luka Adakah pasir, aspal, kotoran binatang, logam atau karat dan lain-
lain. Benda asing dalam luka akan mengganggu penyembuhan luka
dan meningkatkan risiko infeksi.
2. Dasar luka/tingkat Identifikasi jenis jaringan di dasar luka penting untuk menentukan
penyembuhan luka penatalaksanaan dan pemilihan dressing (balutan)
4. Ukuran luka - Ukuran panjang, lebar, kedalaman dan luas dasar luka
- Amati adakah pembentukan sinus, kavitas dan traktus
- Amati adanya undermining(menggaung)
- Dinilai adakah penambahaan atau pengurangan ukuran luka
- Gunakan alat ukur yang akurat,jangan berganti-ganti alat
ukur
- Penyembuhan luka ditandai dengan pengurangan ukuran
luka
7. Nyeri Dinilai:
- Penyebab nyeri (adakah inflamasi atau infeksi)
- Lokasi nyeri
- Derajat nyeri
- Kapan nyeri terasa (sepanjang waktu, saat mengganti
pembalut)
8. Tepi luka Teratur, tidak teratur, menggaung, adakah tanda radang, dinilai
kurang lebih sampai 5cm dari tepi luka
Semua jenis luka berpotensi menjadi kronis jika pemilihan regimen terapi tidak adekuat.
b. Slough
Slough juga merupakan jenis jaringan nekrotik, merupakan material lunak yang terdiri atas sel-sel
mati, berwarna kekuningan dan menutupi luka.Dapat berbentuk seperti serabut/benang yang menempel di
dasar luka.Slough harus dibedakan dari pus, dimana slough tetap menempel didasar luka meski diguyur air,
sementara pus akan terlarut bersama air. Slough merupakan predisposisi infeksi dan menghambat
penyembuhan luka, meski demikian, adanya slough tidak selalu merupakan tanda terjadinya infeksi pada
luka. Pada luka kronis yang dalam, tendo yang terpapar (gambar12) juga sering dikelirukan dengan slough,
sehingga dokter harus hati-hati saat melakukan debridement menggunakan skalpel. Untuk menstimulasi
pembentukan jaringan granulasi dan membersihkan luka dari eksudat, slough dibersihkan dengan aplikasi
dressing yang sesuai.
c. Jaringan granulasi
Granulasi adalah jaringan ikat yang mengandung banyak kapiler baru yang akan membantu
penyembuhan dasar luka. Jaringan granulasi sehat berwarna merah jambu pucat atau kekuningan, mengkilat
dan terlihat seperti tumpukan kelereng.Jika disentuh terasa kenyal, tidak nyeri dan tidak mudah berdarah
meski dalam jaringan granulasi terdapat banyak pembuluhdarahbaru.Jaringan granulasi yang berwarna
merah terang dan mudah berdarah menunjukkan terjadinya infeksi.
d. Jaringan hipergranulasi
Hipergranulasi merupakan pembentukan jaringan granulasi secara berlebihan. Hipergranulasi akan
mengganggu migrasi epitel sehingga memperlambat penyembuhan luka.
e. Jaringan epitel
Berupa jaringan berwarna putih keperakan atau merah jambu, merupakan epitel yang bermigrasi dari
tepi luka, folikel rambut atau kelenjar keringat.Biasanya menutupi jaringan granulasi. Terbentuknya jaringan
epithelial menandakan fase penyembuhan luka tahap akhir hampir selesai.
Gambar 7. Jaringan epithelial
f. Jaringan terinfeksi
Luka yang terinfeksi ditandai dengan :
• Jaringan sekitar lukabengkak dan kemerahan.
• Penambahan ukuran luka.
• Luka mudah berdarah, terutama saat mengganti balutan.
• Peningkatan produksi eksudat dan pus.
• Luka berbau.
• Terbentuk jaringan nekrotik.
• Perubahan warna pada luka, tepi luka dan di sekitar luka.
• Perubahan sensasi : luka lebih nyeri, atau sebaliknya, hipoestesi/anestesia.
• Keterlambatan penyembuhan luka.
• Gejala sistemik dari infeksi : demam, malaise.
Lokasi luka
Lokasi dan posisi mempengaruhi pemilihan dressing, sebagai contoh jenis dan ukuran dressing untuk luka di
abdomen berbeda dengan dressing untuk luka di tumit atau jari-jari kaki.
Ukuran luka
Harus diukur panjang, lebar, lingkar luka, kedalaman luka dan luas dasar luka, serta perubahan ukuran luka
setiap kali pasien datang.Pergunakan alat ukur yang sama supaya hasil ukuran akurat dan dapat saling
diperbandingkan.
Kedalaman luka diukur dengan bantuan aplikator atau cotton-bud yang dimasukkan tegak lurus kedasar luka
terdalam – tandai aplikator – ukur dengan penggaris.
Kadang kerusakan jaringan dan nekrosis meluas ke lateral luka,di bawah kulit, sehingga sering tidak
terlihat. Perlu dinilai ada tidaknya pembentukan sinus, kavitas, traktus atau fistula,yang dapat mengganggu
drainase eksudat, berpotensi infeksi dan menghambat penyembuhan luka. Penyembuhan luka ditandai dengan
berkurangnya ukuran luka.
Tingkat kelembaban luka dan jumlah eksudat mempengaruhi pemilihan dressing. Perban harus dapat
menyerap cairan berlebihan sekaligus mempertahankan kelembaban lingkungan luka.
Gambar 8. Eksudat (bukan Pus)
Dokter harus waspada jika luka menghasilkan banyak eksudat. Eksudat banyak mengandung protein,
sehingga pada beberapa kasus dengan luka eksudatif yang luas, misalnya luka bakar luas, diperlukan pemantauan
kadar protein serum.
Bau
Luka diklasifikasikan sebagai tidakberbau, berbau dan sangat berbau.Bau luka berdampak psikologis sangat
hebat bagi pasien.Bau biasanya terjadi pada luka terinfeksi, ditimbulkan oleh adanya jaringan nekrotik, eksudat
dan material toksik dalam luka (pus, debris dan bakteri), sehingga tindakan membersihkan luka dan nekrotomi
dapat mengurangi bau dan memperbaiki infeksi. Akan tetapi, hal ini tidak dapat sepenuhnya dilakukan pada lesi
maligna. Pada kasus-kasus ini, bau luka dikurangi dengan mengaplikasikan balutan mengandung antibiotik,
balutan mengandung karbon, larval therapy atau gel antibakteri.
Nyeri
Rasa nyeri akan membatasi aktifitas, mempengaruhi mood dan berdampak besar
Terhadap kualitas hidup pasien. Nyeri merupakan tanda bahwa luka tidak mengalami penyembuhan atau terjadi
infeksi pada luka. Nyeri pada luka harus diidentifikasi penyebabnya (inflamasi atau infeksi),kualitas dan
kuantitasnya.
Tepi luka
Tepi luka dapat menyempit atau justru melebar. Dapat menggaung (meluas ke lateral, di bawah kulit –
undermining), membentuk kavitas, traktus atau sinus.Tepi luka bisa curam, landau, regular, ireguler atau
meninggi.Selama penyembuhan luka pasti terjadi perubahan bentuk luka. Penting untuk memantau dan mencatat
keadaan tepi luka karena merupakan indikator penyembuhan luka.
ANESTESI LUKA
Agen anestetikum yang sering diberikan adalah lidocaine 1% atau bupivacaine.
Penambahan epinefrin sebagai vasokonstriktor bertujuan untuk mengurangi perdarahan, dan
memperpanjang efek anestesi. Epinefrin tidak boleh diberikan pada laserasi yang terjadi di ujung-ujung jari
atau area yang divaskularisasi oleh end artery, seperti hidung, pinna dan penis.
Efek Lidocaine berakhir dalam 1 jam, sementara efek Bupivacaine dalam 2-4 jam.
Prosedur :
Lakukan tindakan aseptik dan antiseptik
Lakukan injeksi menggunakan jarum ukuran kecil(ukuran 25-30)
Injeksikan secara perlahan kedalam atau kebawah kulit disekeliling luka untuk mencegah
material kontaminan terdorong ke area yang bersih.
Jika anestetikum telah masuk secara benar, akan terlihat edema kulit sesaat setelah disuntikkan.
Jika laserasi terjadi di area dimana dapat dilakukan blockade saraf (misalnyadi ujung-ujung jari),
lakukan anestesi blok, karena efek anestesi lebih baik.
Tunggu 5-10 menit sampai anestesi bekerja.
Sebelum dan selama melakukan tindakan eksplorasi luka dan pencucian, cek apakah anestesi
mashi efektif. Sensasi tekan tidak ditumpulkan oleh anestesi lokal. Dengan anestesi yang
adekuat pasien masih merasakan tekanan, tapi tidak menyakitkan. Jepit ujung kulit dengan
pinset atau sentuh menggunakan ujung jarum. Bila pasien masih merasakan nyeri, tambahkan
anestesi.
MENCUCI LUKA
Tindakan mencuci luka harus dilakukan sesegera mungkin setelah terjadi luka. Jika kulit terbuka, bakteri
yang berada disekitarnya akan masuk kedalam luka. Paling baik adalah menggunakan air mengalir dan sabun.
Tekanan dari pancaran air akan membersihkan luka dari bakteri dan material kontaminan lain.
Untuk membersihkan luka yang sangat kotor, misalnya kontaminasi kotoran atau aspal, diperlukan irigasi
tekanan tinggi (5-8psi) atau tindakan scrubbing. Irigasi tekanan tinggi dilakukan dengan menyemprotkan NaCl
fisiologis atau akuades menggunakan spuit 10 - 50mL. Irigasi dengan tekanan terlalu tinggi(>20-30 psi, misalnya
dengan jet shower) tidak boleh dilakukan karena justru merusak jaringan. Dokter dapat mengenakan kacamata
pelindung untuk menghindari percikan air ke mata. Jika luka sangat kotor, mungkin diperlukan washlap dan pinset
untuk membersihkan kotoran dari dalam luka.
Larutan antiseptic seperti alcohol atau hydrogen peroksida sebaiknya tidak digunakan, sementara larutan
antiseptic seperti povidone iodine10% hanya digunakan pada luka akut, dan tidak digunakan terlalu sering, karena
justru akan merusak sel-sel kulit baru dan sel-sel fagosit yang bermigrasi ke area luka, sehingga risiko infeksi lebih
besar dan penyembuhan luka lebih lama.
Imunisasi Tetanus
Tetanus merupakan penyakit infeksi serius yang disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani yang banyak
ditemukan di tanah atau kotoran binatang. Tetanus tidak akan terjadi jika seseorang telah diimunisasi secara
adekuat.
Imunisasi tetanus pada anak diberikan sebanyak 3kali dengan interval 1 bulan. Berikutnya pasien harus
mendapatkan imunisasi booster tiap10 tahun untuk tetap kebal terhadap tetanus seumur hidup. Jika luka
terkontaminasi oleh tanah atau kotoran binatang, pasien harus diberikan booster tetanus jika imunisasi tetanus
terakhir lebih dari 5 tahun sebelumnya. Jika luka bersih, misalnya terpotong pisau atau pecahan kaca, riwayat
imunisasi 10 tahun sebelumnya cukup adekuat memberikan kekebalan terhadap tetanus.
Indikasi pemberian ATS profilaktik dengan ATS1500 IU atau Ig Tetanus 250 IU pada luka kotor
terkontaminasi, luka tusuk yang dalam.
DEBRIDEMENT LUKA
Debridement adalah proses mengangkat jaringan mati dan benda asing dari dalam luka untuk
memaparkan jaringan sehat dibawahnya. Jaringan mati bisa berupa pus, krusta, eschar (pada luka bakar), atau
bekuan darah. Debridement harus dilakukan karena:
1. Jaringan mati akan mengganggu penyembuhan luka, meningkatkan risiko infeksi dan menimbulkan
bau.
2. Debridement akan memicu drainase yang inadekuat, menstimulasi penyembuhan dengan
menciptakan milieu luka yang optimal.
3. Microtrauma akibat debridement mekanisme menstimulasi rekruitmen trombosit yang akan
mengawali fase penyembuhan luka. Platelet-derived GrowthFactor (PDGF) dan Transforming Growth
Factor (TGF) dalam granula alfatrombosit mengendalikan penyembuhan luka selama fase inflamasi.
Kontraindikasi debridement:
1. Penyakit stadium terminal (kecuali jika jaringan nekrotik sangat berbau).
2. Terapi antikoagulan
3. Pyoderma gangrenosum
Prosedur :
Mungkin diperlukan sedasi atau anestesi umum. Akan tetapi, biasanya pada jaringan nekrotik yang telah
mati tidak ada sensasi lagi, sehingga debridement dapat dilakukan dengan anestesi lokal oleh dokter umum ditempat
praktek atau bedside pasien.
Debridement dilakukan menggunakan forcep. Pegang tepi jaringan nekrotik dengan ujung forcep,
pergunakan gunting yang tajam untuk memisahkannya dari luka dibawahnya. Jaringan sehat ditandai dengan
terjadinya perdarahan bila terluka, jadi bersihkan jaringan nekrotik sampai tampak perdarahan pada potongan yang
menandakan batas jaringan sehat. Luka bersih, siap untuk ditutup secara primer.
Instruksikan kepada pasien untuk menjaga luka tetap kering dalam 12-24 jam pertama. Berikutnya, perban
diganti setiap 24 jam, sebelumnya luka dibersihkan perlahan dengan air dan sabun yang lembut. Tidak dianjurkan
untuk mengompres atau merendam luka. Sebaiknya luka tidak terpapar sinar matahari langsung selama 6-12 bulan
karena dapat mengakibatkan hiperpigmentasi pada parut.
Luka biasanya akan merapat dalam 24-48 jam dan sembuh dalam 8-10 hari. Menutup luka dengan
perban non-adheren selama 24-48 jam sudah adekuat, selanjutnya luka dibiarkan terpapar udara.
Instruksikan pasien untuk datang kembali jika terlihat tanda-tanda infeksi lokal pada luka.
Komplikasi:
1. Infeksi
2. Dehisensi jahitan
3. Benda asing tertinggal.
4. Kerusakan jaringan yang lebih dalam tidak teridentifikasi.
5. Pembentukan parut.
Terkadang luka dapat dibiarkan terbuka tanpa usaha menutup luka secara primer, bila:
1. Luka berukuran kecil (kurang dari 1.5cm).
2. Struktur penting di bawah kulit tidak terpapar.
3. Luka tidak terletak di area persendian dan area yang penting secara kosmetik.
4. Luka bakar derajat 2.
5. Waktu terjadinya luka lebih dari 6 jam sebelumnya, kecuali bila luka di area wajah.
6. Luka terkontaminasi (highly contaminated wounds), misalnya luka gigitan (binatang atau manusia) atau luka
yang sangat kotor.
7. Diperkirakan terdapat “deadspace” setelah dilakukan jahitan. Deadspace terjadi karena hilangnya sebagian
jaringan subkutan, atau bila terdapat oedema kulit di sekitar luka. Jika luka ditutup secara primer, darah akan
terkumpul dalam deadspace, sehingga akan meningkatkan risiko infeksi dan memperlambat proses
penyembuhan luka.
8. Kulit yang hilang akibat luka cukup luas atau disekeliling luka terdapat oedema jaringan yang hebat. Bila
dilakukan penutupan luka secara primer, biasanya jahitan akan menjadi terlalu kencang sehingga akan
mengganggu vaskularisasi jaringan ditepi luka. Jaringan akan mengalami iskemia dan nekrosis.
Pada penyembuhan luka sekunder, tepi luka tidak dapat menyatu dengan mudah, karena terjadi hilangnya
jaringan yang cukup luas atau karena infeksi. Biasanya luka terbuka, dengan pembentukan kavitas. Penyembuhan
dimulai dari dasar luka dan diakhiri dengan kontraksi tepi-tepi luka.
Gambar 9.Terbentuknya jaringan granulasi pada penyembuhan sekunder, A.Luka dibiarkan terbuka, B. Luka mengecil
setelah 2 minggu dressing dengan salep antibiotika, C. Jaringan parut setelah luka sembuh.
Luka harus dinilai secara cermat untuk menyingkirkan kemungkinan terjadinya kerusakan struktur internal
yang memerlukan eksplorasi segera diruang operasi. Evaluasi dan mencuci luka sering menyakitkan sehingga
terkadang diperlukan pemberian anestesi lokal.
Lamanya penyembuhan luka bervariasi, tergantung pada faktor intrinsik dan ekstrinsik yang mempengaruhi
penyembuhan luka. Pemilihan balutan utamanya bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang optimal bagi
penyembuhan luka.
Penyembuhan luka tersier, biasanya terjadi jika dokter menilai penutupan luka secara primer belum dapat
dilakukan karena adanya infeksi, gangguan vaskularisasi atau regangan berlebihan pada tepi-tepi luka. Dokter akan
memberikan antibiotika dan anti-inflamasi untuk menghilangkan infeksi, inflamasi dan memperbaiki vaskularisasi
jaringan. Biasanya pasien diminta datang kembali 3-4hari kemudian untuk dilakukan re-assessment luka dan
dilakukan penutupan secara primer jika kondisi luka sudah memungkinkan. Selama menunggu penutupan secara
primer, perawatan luka sama dengan perawatan luka yang ditutup secara sekunder.
Komplikasi utama setelah tindakan penjahitan luka adalah infeksi dan dehisensi. Pasien harus diberiin
formasi bagaimana mengenali tanda-tanda awal infeksi pada luka dan sekitar luka. Tanda-tanda tersebut jangan
sampai disalahartikan sebagai tahapan inflamasi dari penyembuhan luka, yang biasanya terjadi 3-7 hari setelah
penutupan luka. Bila terjadi dehisensi luka, maka pilihan penatalaksanaannya adalah dengan penyembuhan sekunder
atau tersier.
MENUTUP LUKA(WOUNDDRESSING)
Karakteristik Pembalut Luka yang Ideal
Pembalut luka yang ideal harus dapat memberikan lingkungan yang optimal bagi penyembuhan luka dan
melindungi luka dari trauma. Berikut ini adalah karakteristik pembalut luka yang ideal :
1. Dapat mempertahankan kelembaban pada area luka. Dasar luka yang kering menghambat
penyembuhan luka.
2. Dapat menyerap eksudat yang berlebihan. Cairan berlebihan di sekitar luka mengakibatkan maserasidan
berpotensi infeksi.
3. Mempertahankan suhu dalam luka tetap optimal bagi penyembuhan luka dan melindungi luka dari
perubahan suhu lingkungan. Penurunan suhu di dasar luka akan menghambat aktifitas fibroblast.
4. Impermeable terhadap mikroorganisme.
5. Cukup menempel dengan erat sehingga tidak mudah terlepas, namun tidak memberikan traumayang
berlebihan saat penggantian pembalut. Pembalut yang menempel terlalu erat sehingga sulit dilepas
mengakibatkan rasa nyeri dan rusaknya jaringan granulasi baru yang masih rapuh.
6. Harga tidak terlalu mahal.
7. Mudah diperoleh.
8. Aplikasi sederhana sehingga penggantian pembalut dapat dilakukan sendiri oleh pasien atau keluarganya di
rumah.
TEKNIK PEMASANGANBALUTAN
A. Balutan basah-kering
Indikasi : untuk membersihkan luka kotor atau terinfeksi.
Teknik :
Lembabkan kassa dengan saline steril.
Buka lipatannya dan tutupkan pada luka.
Pasang lembaran kassa steril kering di atasnya.
Biarkan kassa menjadi kering kemudian diangkat.
Saat kassa terangkat akan membawa serta debris. Jika kassa menempel terlalu erat, lembabkan
kassa supaya mudah diangkat.
Idealnya balutan diganti 3-4 kali sehari. Bahkan dapat lebih sering pada luka sangat kotor. Pada luka bersih,
balutan boleh diganti1-2 kali sehari.
B. Balutan basah-basah
Indikasi :
- Mengusahakan luka agar tetap kering
- Menyerap eksudat
Teknik :
Lembabkan kassa dengan saline steril.
Buka lipatannya dan tutupkan pada luka.
Pasang lembaran kassa kering diatasnya.
Kassa tidak boleh mongering dan menempel pada luka.
Idealnya balutan diganti 2-3 kali sehari. Jika terlihat mengering, tuangkan sedikit saline ke atasnya.
C. Salep antibiotika
Indikasi : supaya luka bersih tetap bersih; menstimulasi penyembuhan luka.
Cara :
- Aplikasikan salep di atasluka tipis-tipis menggunakan aplikator atau cotton bud.
- Tutup dengan kassa kering.
- Salep diaplikasikan 1-2 kali sehari.
D. Memilih balutan
- Untuk luka bersih, gunakan balutan basah-basah atau balutan mengandung pelembab.
- Untuk luka yang memerlukan debridement, gunakan balutan basah-kering sampai luka bersih dan
diganti dengan regimen balutan yang berbeda.
- Untuk luka yang tertutup oleh jaringan nekrotik, tetap harus dilakukan debridement mekanis, baru
kemudian ditutup dengan balutan yang sesuai.
MENGGANTI BALUTAN
Langkah 1: Melepas balutan
Tindakan melepas perban merupakan tahapan yang paling menyakitkan selama penggantian balutan karena perban
mungkin telah kering atau ada bagian yang menempel pada luka, sehingga langkah ini harus dilakukan sangat hati-
hati. Melembabkan balutan menggunakan saline dapat memudahkan melepas balutan yang menempel. Olehkarena
itu, penting untuk mempertahankan kelembaban di area luka, salah satunya adalah untuk memudahkan saat
penggantian balutan.
Abrasi
• Setelah pencucian luka, tutup luka dengan kassa perban atau bebat. Berikan kompresi luka bila masih terjadi
perdarahan, kecuali bila sumber perdarahan dari arteri.
• Lingkungan dengan kelembaban optimal akan mempercepat penyembuhan luka dengan mencegah dehidrasi
sel, terutama akhiran saraf, serta menstimulasi sintesis kolagen dan
angiogenesis, sehingga mengurangi nyeri dan risiko infeksi serta memperbaiki hasil
kosmetik. Lingkungan yang lembab diciptakan dengan menutup luka menggunakan antibiotika topikal dan
mengaplikasikan perban occlusive mengandung lapisan atau gel hidrokoloid yang akan melembabkan luka dan
mencegah penguapan cairan berlebihan.
Pemilihan pembalut luka tergantung pada sebab, ukuran, kedalaman, lokasi, jumlah eksudat yang dihasilkan
dan kontaminasi luka. Perban oklusif mengurangi nyeri, mempercepat penyembuhan luka dan lebih nyaman
untuk pasien,meski lebih mahal dibandingkan pembalut kassa. Pembalut basah yang memicu maserasi
jaringan dan proliferasi bakteri harus dihindari. Antibiotika sistemik untuk profilaksi tidak perlu diberikan
secara rutin, kecuali bila luka kotor, terkontaminasi atau terinfeksi.
Setelah luka dicuci dengan irigasi saline dan dibersihkan dari benda asing, abrasi yang hanya meliputi
epidermis dan bagian superfisial dermis dapat diolesi antibiotik topikal dan ditutup dengan balutan oklusif.
Abrasi sampai di bawah dermis,terutama bila luasnya melebihi 1cm 2 atau melibatkan struktur dibawahnya,
dan luka abrasi yang tidak sembuh dalam 2 minggu memerlukan konsultasi bedah plastik dan penatalaksanaan
lebih lanjut, misalnya grafting.
• Pada abrasi yang disebabkan ledakan, kembang api atau kecelakaan lalu lintas (kontak dengan aspal jalan atau
permukaan yang kotor) sehingga partikel kotoran masuk ke dalam jaringan, diperlukan scrubbing luka dengan
sikat. Selama prosedur, dapat diberikan lidokain topikal, anestesi local infiltratif atau anestesi regional (bila
luka berukuran kecil-sedang) dan analgetik opioid atau sedative bila abrasi luas. Pengangkatan partikel benda
asing dari dalam luka sebelum 24 jam memberikan hasil akhir kosmetik yang baik.
RE-ASSESSMENT LUKA
Saat pasien datang kembali kepada dokter, dokter harus melakukan re-assessment luka untuk
memastikan manajemen luka yang diberikan efektif dalam membantu penyembuhan luka.
1. Menilai status kesehatan pasien secara umum. Memastikan status kesehatan tetap optimal untuk
penyembuhan luka.
2. Memastikan vaskularisasi ke area luka tetap baik.
3. Memeriksa perubahan ukuran luka.
4. Mengamati perubahan pada luka (dasar luka, tepi luka, jaringan di sekitar luka).
5. Mengamati produksi discharge (berkurang atau bertambah)
6. Menilai apakah manajemen yang diberikan masih efektif untuk penyembuhan luka.
7. Mendokumentasikan perubahan yang terjadi tiap kali penggantian balutan.
2. Pemeriksaan lainnya:
Pemeriksaan radiologi: untuk mengetahui adanya osteomyelitis sebagai komplikasi dari luka kronis.
ULKUS DI KAKI
Ulkus kaki kronis didefinisikan sebagai luka terbuka pada ekstremitas inferior di antara lutut dan tumit, tidak
sembuh dalam 4 minggu.
Penyebab: penyakit vaskuler, infeksi, tekanan, keganasan, penyakit jaringan ikat, penyakit metabolik, obat-
obatan, gigitan serangga, trauma dan penyakit autoimun.
Ulkus Venosa:
Patogenesis : gangguan drainase vena akibat tingginya tekanan hidrostatis.
Predileksi : di atas maleolus medialis dan maleolus lateralis.
Pada inspeksi :
- Ulkus cenderung dangkal tanpa batas ulkus (punched out).
- Lipodermatosclerosis: deposisi jaringan ikat secara progresif di dalam dermis dan lemak subkutan
mengakibatkan indurasi yang keras dengan perubahan warna kaki bagian bawah menjadi
kecoklatan.
- Atrofi kulit yang tampak sebagai area berwarna putih dengan kulit yang lebih tipis.
- Eczema atau dermatitis stasis.
Penatalaksanaan: balutan non-adheren sederhana dengan kompresi menggunakan beberapa lapis perban
elastis.
Ulkus arterial
Jarang, tapi bila terdapat insufisiensi arterial, akan mengganggu penyembuhan luka.
Faktor risiko :
merokok, hiperlipidemia, diabetes, hipertensi, obesitas, usia lanjut, trauma, sickle celldisease, dan penyakit
kardiovaskuler.
Inspeksi :
- Jika pasien berbaring mendatar ditempat tidur kaki terlihat pucat, mengindikasikan iskemia.
- Pada beberapa kasus, kulit dapat terlihat kemerahan atau kebiruan sianotik karena gangguan
perfusi akibat stagnasi darah di dalam arteriole yang mengalami dilatasi.
Predileksi : Ulkus arterial sering terjadi di dorsum pedis,ventral ibu jari, di atas maleolus dan di bawah tumit.
ULKUS DIABETIKUM
Penderita diabetes mempunyai problem neuropati dan angiopati (arterial dan venosa).
Diabetes tipe II mempunyai risiko 3-5 kali lebih tinggi untuk terjadinya penyakit arteri perifer dibandingkan non-
diabetes. Pada pasien dengan penyakit arteri perifer dan diabetes, risiko terjadinya infark miokardium dan stroke
lebih tinggi, dan kejadian amputasi meningkat hampir 7 kali lipat.
Hilangnya sensasi meningkatkan risiko trauma di kaki yang tidak disadari, berkembangmenjadi ulkus dan terinfeksi.
Predileksi: kaki, terutama pada area tonjolan tulang dan tempat-tempat yang sering terkena tekanan, gesekan atau
trauma.
Manajemen ulkus diabetikum cukup kompleks dengan angka amputasi cukup tinggi, sehingga manajemen ulkus
diabetikum harus dirujuk ke spesialis yang terkait.
KESIMPULAN
1. Dalam melakukan manajemen luka, sangat penting untuk memahami faktor-faktor yang
menghambat dan mempercepat penyembuhan luka
2. Perhatikan status kesehatan umum dan adanya penyakit-penyakit tertentu pada pasien yang dapat
mempengaruhi penyembuhan luka
3. Lakukan identifikasi penyebab luka, jenis luka, tahapan penyembuhan luka, keadaan dasar luka dan
jaringan di sekitar luka.
4. Diperlukan penilaian luka secara menyeluruh meliputi penilaian terhadap faktor predisposisi, faktor
prognosis dan penampilan luka.
5. Dokumentasikan hasil penilaian luka secara sistematis.
6. Manajemen luka berbeda untuk tiap jenis luka dan tahapan penyembuhan luka. Lakukan penilaian
kembali (re-assessment) secara periodik untuk menyesuaikan penatalaksanaan yang akan diberikan.
7. Sangat penting untuk menyadari batas kemampuan diri dan sumber daya yang tersedia. Dokter
harus dapat mengidentifikasi indikasi rujukan dan melakukan rujukan pasien ke spesialis yang
kompeten pada saat yang tepat untuk mencegah perburukan luka yang berakibat fatal (kecacatan,
infeksi meluas, septicemia dan kematian).
LEMBAR PENILAIAN MAHASISWA MELAKUKAN WOUND ASSESSMENT
Skor
NO ASPEK KETRAMPILAN YANG DINILAI
0 1 2
MELAKUKAN ASSESSMENT TERHADAP PASIEN
Melakukan anamnesis
1. Menanyakan keluhan yang dirasakan saat ini
(tergantung luka baru atau luka lama bila terdapat nyeri, melakukan anamnesis
meliputi 7 butir mutiara anamnesis untuk nyeri)
2
. Menanyakan riwayat luka
3
. Menggali riwayat kesehatan pasien secara keseluruhan
4
. Menggali riwayat penanganan luka yang pernah diperoleh
5
. Menilai konsekuensi luka dan bekas luka bagi pasien
Melakukan pemeriksaan fisik
6
. Melakukan penilaian hasil tanda vital
7 Melakukan penilaian pemeriksaan fisik umum (status gizi, anemia, gangguan
. kardiovaskuler, gangguan neurologis, infeksi)
8 Menilai adanya kerusakan struktur di bawah luka (pembuluh darah, syaraf,
. ligamentum, otot, tulang)
MELAKUKAN ASSESSMENT TERHADAP PASIEN
9 Melakukan inspeksi luka secara umum (lokasi, onset terjadinya luka, jenis luka,
. tingkat kontaminasi)
1
0
. Menilai adanya benda asing dalam luka
1
1
. Menilai keadaan dasar luka(identifikasi jenis jaringan di dasar luka)
1
2 Melakukan pengukuran luka (panjang, lebar, kedalaman, luas dasar luka, sinus,
. kavitas, undermining)
1
3
. Menilai kelembaban luka(jenis dan jumlah discharge)
1
4
. Menilai bau luka
1
5
. Menilai keadaan tepi luka dan kondisi jaringan disekeliling luka
1
6
. Melaporkan kesimpulan hasil pemeriksaan
1
7
. Menentukan penatalaksanaan luka yang akan dilakukan
PENILAIAN ASPEK PROFESIONALISME
JUMLAH SKOR
Penjelasan :
0 Tidak dilakukan mahasiswa atau dilakukan tetapi salah
1 Dilakukan tapi belum sempurna
2 Dilakukan dengan sempurna atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi yang tidak
memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam scenario yang sedang dilaksanakan)
LATAR BELAKANG
Ibadah haji adalah Rukun Islam kelima yang merupakan kewajiban sekali seumur hidup bagi setiap orang
Islam yang mampu menunaikannya. Dalam Alquran Surat Ali Imran ayat 97 dijelaskan bahwa mengerjakan haji
adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang mampu (istithaah) mengadakan perjalanan ke
Baitullah. Dengan demikian, istithaah menjadi hal penting dalam pelaksanaan ibadah haji, yang dalam Fiqih Islam,
Istithaah (termasuk Istithaah Kesehatan) dinyatakan sebagai salah satu syarat wajib untuk melaksanakan ibadah
haji. Profil jemaah haji Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir cenderung tidak mengalami perubahan yang
signifikan. Sebanyak 55 s/d 56% jemaah haji Indonesia adalah ibu rumah tangga dengan tingkat pendidikan masih
tergolong rendah sampai menengah. Berdasarkan data Sistem Komputerisasi Haji Terpadu Kesehatan
(Siskohatkes), hampir setiap tahun sekitar 60 s/d 67% dari total jemaah haji yang berangkat ke Tanah Suci,
tergolong dalam kelompok Risiko Tinggi (Risti) yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan jemaah
haji dalam menjalankan ibadahnya di Tanah Suci. Angka kesakitan dan kematian cenderung berfluktuatif, namun
masih dapat dinyatakan tinggi.
Penyakit degeneratif, metabolik dan kronis masih mendominasi sebagai penyakit yang diderita oleh jemaah
haji terutama jemaah haji dengan usia lanjut. Setiap tahunnya, jemaah haji Indonesia yang wafat di Arab Saudi
sebagian besar disebabkan oleh penyakit jantung, pernapasan, ginjal, metabolik,dan hipertensi. Namun
demikian, dilain pihak ancaman penyakit penyakit yang diperoleh di Arab Saudi (risiko eksternal) seperti heat
stroke, MERS-CoV, Ebola, Zika dan meningitis merupakan penyakit yang perlu diwaspadai, karena selain
berpotensi sebagai wabah juga memiliki fatalitas yang tinggi.
Transportasi medik (medical transport) merupakan elemen penting yang memiliki peran memindahkan
pasien dari fasilitas rural ke sentral dengan mempertahankan stabilitas hemodinamik khususnya pasien kritis
selama transfer. Transportasi medik terdiri dari transportasi darat, udara (inflight medical transport) dan laut.
Transportasi udara dan darat merupakan sistem transfer pasien yang paling utama pada pelayanan jamaah haji.
Petugas medis diharuskan mampu melakukan pengenalan awal (early recignition) tanda-tanda penyakit berat dan
resiko tinggi.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan pemahaman standard sarana, obat-obatan,
komunikasi, sistem dan tim medis khusus dalam transfer pasien. Selain itu keterampilan individu, team work dan
kelompok juga diperlukan untuk mencapai tujuan transportasi medis tersebut.
Transport pasien dalam keadaan kritis mempunyai resiko pada pasien sehingga merupakan tantangan yang
sangat besar bagi para klinisi. Alasan untuk melakukan transport pada pasien adalah untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan tambahan, diagnostik atau terapiutik yang lebih canggih tidak tersedia.
Pasien dalam keadaan kritis memiliki sedikit atau tidak sama sekali cadangan fisiologis tubuhnya.
Memindahkan pasien seperti tersebut menimbulkan suatu masalah tersendiri dan dapat menimbulkan suatu
perubahan fisiologis yang merugikan dan dapat mengancam keselamatan pasien saat transportasi. Sehingga
transport pasien kritis harus dilakukan dengan persiapan yang matang dan perhatian yang seksama dan detail
pada hal-hal yang harus diperhatikan. Guideline atau pedoman sudah tersedia dan prinsip-prinsip utama dalam
melakukan transport pasien kritis meliputi 5P:
1. Planning (perencanaan)
2. Personnel (jumlah yang cukup disertai dengan kemampuan yang sudah terstandarisir dalam evakuasi
pasien kritis).
3. Properties (alat yang dipakai dalam transportasi)
4. Prosedur (alat yang dipakai mengukur kestabilan keadaan pasien sebelum dan saat diberangkatkan)
5. Passage (pilihan rute dan tehnik transport)
TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM
Mahasiswa mampu memahami dan mengaplikasikan sistem transportasi medis dalam pelayanan kesehatan haji
3. Masker oksigen: (termasuk masker oksigen untuk FiO2 bertekanan tinggi, tubing dan nebulizer.
4. Alat suction
• Sistem utama: biasanya terpasang pada kendaraan transport
• Portable suction
• Suction tubing, alat pemegang suction, kateter, cadangan alat tersebut.
5. Self inflating hand ventilator, mask dan PEEP (positive end expiratory pressure) valve.
6. Ventilator portable dengan alarm (alarm disconnect dan overpressure).
7. Sirkuit ventilator dan cadangannya.
8. Spirometer dan manometer cuff ( pengukur tekanan cuff pipa endotrakeal)
9. Capnograf (pengkur kadar karbondioksida)
11. Sistem oksigen utama (biasanya sudah ada di kendaraan transport medis) yang sudah cukup terisi
oksigen dengan flowmeter dengan outlet dinding yang standar.
Agen Farmakologi
1. Obat-obatan susunan saraf pusat:
• Golongan narkotika dan non-narkotika analgetika.
• Ansiolitik / sedatif
• Trankuiliser mayor
• Antikonvulsan.
• Hipnotika intravena/ obat anestetik
• Antiemetik
• Anestetik lokal.
2. Obat-obatan jantung:
• Antiaritmia.
• Antikolinergik.
• Inotropik/ vasokonstriktor.
• Nitrat.
• Alfa dan Beta-bloker dan obat hipotensif.
5. Obat-obatan lain:
• Blok neuromuskular : depolarisasi dan non depolarisasi.
• Antikolinesterase ( untuk reverse obat blok neuromuskular).
• Antagonis narkotik dan benzodiazepine.
• Bronkodilator.
• Antihistamin.
• Penghambat reseptor H2 dan penghambat pompa proton.
• Antikoagulan atau trombolitik.
• Vitamin K.
• Tokolitik.
Peralatan Tambahan
1. Pacu jantung dan transvenous temporary pacing kit.
2. Darah (biasanya golongan darah O rhesus negatif dan atau produk darah lain.
3. Infusion pump cadangan dan peralatan pemasangan kanulasi vena cadangan.
4. Peralatan untuk melahirkan.
5. Peralatan khusus pediatrik tambahan.
6. Anti bisa atau anti racun binatang/serangga.
7. Obat-obatan spesifik lain dan antagonisnya.
EKSPANSI GAS
Ekspansi gas yang terperangkap dapat bermanifestasi pada rongga udara fisiologis, rongga udara patologis
dan alat-alat medis yang mengandung udara. Katagori rongga udara fisiologis yaitu rongga telinga tengah, sinus
nasalis dan saluran pencernaan. Hal ini dapat berefek pada anggota team ataupun pasien yang di evakuasi
sehingga anggota team yang mengalami infeksi saluran nafas bagian atas atau gangguan pencernaan tidak
diperkenankan untuk ikut terbang.
Katagori rongga udara patologis yaitu misalnya pneumothoraks, kiste paru emfisematus atau bulla pada
paru-paru, udara yang terperangkap di intraokuler atau intrakranial akibat trauma, obstruksi usus, ruptur atau
emboli gas pada saluran cerna. Pasien seperti tersebut tadi harus ditempatkan pada kabin pesawat yang paling
rendah atau ketinggian pesawat dibuat tidak terlalu tinggi terbangnya dengan monitor lengkap dan pengawasan
ekstra ketat terutama pada fase pesawat mendaki ketinggian terbangnya. Efek yang terjadi akibat
terperangkapnya gas pada organ berongga dapat dikurangi dengan denitrogenisasi dengan cara bernafas dengan
O2 100% sebelum dan saat terbang dalam pesawat.
Peralatan medis yang mengandung udara didalamnya seperti: pipa endotrakeal dan cuff pipa trakeostomi,
pipa sengstaken-blakemore, balon kateter arteri pulmoner, air splint, baju pneumatik anti syok (Military Anti
Shock Trouser suit) dan pleura, gaster dan beberapa tas untuk drainase luka. Tekanan pipa endotrakeal harus
diukur ulang saat penerbangan atau diisi dengan air. Peningkatan volume tidal pada ventilator pneumatik dapat
terjadi pada peningkatan ketinggian pesawat dan memerlukan perubahan setting dari ventilator tersebut.