Anda di halaman 1dari 44

MEDICAL RECORD OF PATIENT

Presented by
Grace Natalia Dumat

BAB I

STATUS PASIEN

A. ANAMNESIS

I. Identity

Name : By K.V.A

Age : 1 bulan

Sex : Laki-laki

Religion : Kristen Protestan

Address : Tanjung Merah, Kota Bitung

hospitalized : November 12, 2018

Medical checked : November 12, 2018

MR number : 55.06.48

Mother : Yetti Manapode

Age : 37 tahun

Address : Tanjung merah, Kota Bitung

Marriage :I

1
Major : SMA

Working at : IRT

History of Birth : Partus Sectio Caesaria (KPD 4 hari)

Father : Yus Aomol

Age : 37 tahun

Address : Tanjung merah, Kota Bitung

Marriage :I

Major : SMP

Working at : Wiraswasta

II. Keluhan Utama

Perut kembung sejak 1 minggu SMRS

III. Riwayat Penyakit Sekarang (Alloanamnesis)

Patient was transferred from RSUD Bitung to RSUP Prof. Dr. dr. R.D
kandou malalayang brought by his parents. Patient was said by his parents to
have abdominal distance since a week ago before being hospitalized. The
mother said her son tummy getting bigger as she carefully watched over it
each days. History of pooping for the first time after birth was 4 days later he
had to use medicine such as…. To help him? Then BAB selanjutnya 1
minggu setelah BAB pertama berwarna kuning pucat. According to his
mother said, his son is sMenurut ibu pasien, saat ini BAB teratur setiap hari.
Riwayat muntah disangkal. Riwayat demam saat pasien usia 4 hari dan
demam saat ini tidak ada. Riwayat kuning disangkal ibu pasien. BAK

2
dikatakan oleh pasien normal tidak ada keluhann. Bayi menyusu baik, tidak
pernah kebiruan. Riwayat batuk dan pilek disangkal. Riwayat kelahiran
secara Caesar atas indikasi KPD. Pasien lahir dengan berat badan

IV. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat alergi obat : disangkal

V. Riwayat penyakit keluarga

Riwayat keluhan yang sama : disangkal

VI. Riwayat kelahiran

Riwayat kelahiran : Sectio Caesar alasan ketuban pecah dini (KPD)

sejak 4 hari dari ibu P4A0 ditolong dokter obsgyn


di RSUD Manembo nembo, Bitung, langsung
menangis, BBL 3600 gr

Riwayat kehamilan : aterm, ANC tidak teratur sebanyak 3 kali di RS.


Ibu

Mendapatkan full vaksin TT sebanyak 2x. Semasa


kehamilan ibu dalam kondisi sehat.

Usia saat melahirkan : 37 tahun

3
SILSILA KELUARGA

4
SUSUNAN ANGGOTA KELUARGA
No. Nama Hubungan Kelamin Umur Keterangan
(tahun)
1. YA Ayah L 37 Sehat
2. YM Ibu P 37 Sehat
3. K.V.A Anak L 1 Bulan Penderita

II.4 RIWAYAT SOSIAL


A. RIWAYAT ANTENATAL DAN KEHAMILAN
Selama hamil ibu tidak rutin mengontrolkan kandungannya ke dokter
maupun ke puskesmas, ibu dokter hanya 3 kali pergi ke dokter
kandungan di RS. Ibu pasien juga mendapatkan 2x suntikan TT.
Semasa kehamilan ibu dalam kondisi sehat.

B. RIWAYAT PERSALIN
Penderita lahir cukup bulan dengan berat badan lahir 3600 gram seacar
Sectio Caesaria dikarenakan ibu KPD sejak 4 hari, pasien langsung
menangis, pasien lahir di RS Manembo-nembo, Bitung.

C. RIWAYAT PASCA LAHIR

5
Setelah lahir penderita tidak tampak kuning ataupun kebiruan jika
menangis. Penderita dapat menyusui dengan baik.

D. RIWAYAT MAKANAN
ASI : 0 - 1 bulan (sekarang)
PASI :-
Bubur saring :-
Bubur biasa :-
Nasi :-

E. RIWAYAT TUMBUH KEMBANG


Pertama kali membalik -
Pertama kali tengkurap -
Pertama kali duduk -
Pertama kali merangkak -
Pertama kali berdiri -
Pertama kali berjalan -
Pertama kali tertawa -
Pertama kali berceloteh -
Pertama kali memanggil papa -
Pertama kali memanggil mama -

F. RIWAYAT IMUNISASI

Jenis Dasar Ulangan


I II III I II III
Imunisasi
BCG -
POLIO -

6
DTP -
CAMPAK -
HEPATITIS B -

G. RIWAYAT KEBUTUHAN DASAR

Asuh (Fisis Biomedis)


ASI diberikan orang tua sejak lahir hingga sekarang (umur 1 bulan) dan
pasien belum diberikan PAS. Pasien saat ini mendapatkan pakaian yang layak
pakai. Pasien belum sempat mendapatkan imunisasi pertama untuk BCG, Polio,
DTP, dan Hepatitis B. Ketika pasien mengalami gejala yang tidak pernah didapat
pada bayi orang tua pasien langsung berkonsultasi pada tenaga medis.
Asih (Kebutuhan Emosional)
Pasien merupakan anak yang dinantikan dan diharapkan, karena itu kasih
sayang dan perhatian didapatkan dari kedua orang tua pasien. Kedua orang tua
saling membantu dan merawat pasien sejak lahir.
Asah (Stimulasi Mental)
Pasien berusia 1 bulan. Orang tua dapat memahami tangisan seperti saat
pasien ingin minum susu dan saat pasien ingin digendong ketika hendak ingin
tidur.

H. KEADAAN SOSIAL EKONOMI KEBIASAAN DAN LINGKUNGAN


Pasien tinggal di rumah permanen, beratap seng, berdinding papan, berlantai

keramik. Rumah memiliki 3 kamar tidur yang dihuni oleh 10 orang terdiri dari 6

orang dewasa dan 4 orang anak-anak. WC/Kamar mandi berada didalam rumah.

Sumber air minum dari PAM. Sumber penerangan listrik dari Perusahaan Listrik

Negara (PLN). Penanganan sampah dibuang.

I. PEMERIKSAAN FISIK SAAT DIJADIKAN KASUS PANJANG

7
Pemeriksaan dilakukan di Ruangan Irina E Bawah Kamar 8 bed 5 , pada
tanggal 12 November 2018
Keluhan utama : Perut kembung sejak 1 minggu SMRS + Riwayat
BAB pertama usia 4 hari
Keadaan umum : Tampak sakit Kesadaran : Kompos mentis

Antropometri
BB = 4.2 kg TB = 49 cm Status Gizi = Kurang
Tanda vital : nadi 138x/m (reguler, isi cukup, kuat angkat), pernapasan 38x/m
suhu badan 36,70 C (aksila), oksigen dalam darah 99%

Kulit : sawo matang, ikterik (-), efloresensi (-), pigmentasi (-), jaringan
parut (-), lapisan lemak cukup, turgor kulit kembali cepat, tonus
eutoni, edema (-), sianosis (-).
Kepala dan leher
Kepala : bentuk normocephal, rambut hitam tidak mudah dicabut,
ubun-ubun belum menutup.
Mata : konjungtiva anemis (+), sklera ikteri (-), lensa jernih, refleks
kornea +/+, pupil bulat isokor diameter 3 mm – 3 mm, refleks
cahaya +/+, bolamata terletak ditengah.
Telinga : bentuk normal, sekret -/-
Hidung : bentuk normal, sekret -/-, pernapasan cuping hidung (-)
Mulut : mukosa basah, lidah tidak beslag
Tenggorakan : T1 – T1, hiperemis (-), faring hiperemis (-)
Leher : trakea letak di tengah, pembesaran KGB (-)
Dada : bentuk simetris, retraksi (-),

Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba pada bagian dada sebelah kiri

8
Perkusi : batas kanan linea parasternalis dextra, batas kiri linea
mid clavicularis sinistra, batas atas ICS I - II
Auskultasi : frekuensi detak jantung 138x/menit, regular, bising (-).

Paru-paru
Inspeksi : pergerakan napas simetris kanan dan kiri
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor kanan = kiri
Auskultasi : suara pernapasan bronkovesikuler, kanan = kiri, ronki -/-,
wheezing -/-

Perut
Inspeksi : cembung, tali pusat terawat, ascites (-)
Auskultasi : bising usus dalam batas normal
Palpasi : datar, hepar 4 -2 cm BAC, lien tidak teraba membesar
Perkusi : bunyi timpani

Tulang belakang : deformitas (-)


Alat kelamin : perempuan, normal
Anggota gerak : akral hangat, capillary refill time ≤ 3“, telapak kaki dan
tangan kuning +/+
Otot - otot : eutonia
Refleks : refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-, spastis (-),
klonus (-)
Sensorik : kesan normal
Motorik : kekuatan otot normal

RESUME
Seorang bayi lakilaki, usia 1 bulan dengan BB : 4200 gram dan Panjang

Badan : …… masuk rumah sakit tanggal 12 November 2018 pukul 01.00 WITA

9
datang ke rumah sakit dengan membawa rujukan dari RSUD Bitung. Pasien

datang dengan keluhan perut kembung sejak ± 2 minggu SMRS.

Keadaan umum : tampak sakit


Kesadaran : compos mentis
Nadi : 138kali/menit
Respirasi : 38 kali/menit
Suhu : 36,7ºC
SpO2 : 99%
Kepala : konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (+),
pernapasan cuping hidung (-) pupil bulat,
isokor Ø 3mm – 3mm, refleks cahaya +/+
Thorax : simetris, retraksi (-)
Cor : bising (-)
Pulmo
o Inspeksi : Simetris kanan = kiri, retraksi (-)
o Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
o Perkusi : Sonor Kanan = kiri
o Auskultasi : Sp. bronkovesikuler, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Abdomen : datar, lemas, bising usus (+) normal
Hepar : 2 - 2 cm bac, permukaan rata, tepi tajam,
konsistensi normal
Lien : tidak teraba
Lingkar Perut : 36 cm
Ekstremitas : Akral hangat, CRT ≤3 detik
Status Lokalis : Kuning seluruh tubuh (+)

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 12 /11/2018


Parameter Nilai Normal Satuan Hasil

HEMATOLOGI

10
Leukosit 4000-10000 /uL 77000/uL
Eritrosit 4,70-6,10 10^6/uL 3.70 10^6/uL
Hemoglobin 13.5-19.5 g/dL 11.4 g/dL
Hematokrit 37.0-47.0 % 33.8 %
Trombosit 150-450 10^3/uL 559 10^3/uL
MCH 27.0-35.0 pg 30.8 pg
MCHC 30.0-40.0 g/dL 34.0 g/dL
001 Eosinofil 1–5 % 2%
002 Basofil 0–1 % 0%
003 Netrofil Batang 2–8 % 0%
004 Netrofil Segmen 50 – 70 % 21%
005 Limfosit 20 – 40 % 60%
006 Monosit 2 -8 % 16%
MCV 87.0 – 103.0 fL 29 U/L
KIMIA KLINIK
SGOT <33 U/L 67 U/L
SGPT <43 U/L 29 U/L
Bilirubin Total 0.10-1.20 mg/dL 0.65 mg/dL
Bilirubin Direct <0.30 mg/dL 0.23 mg/dL
Ureum Darah 10-40 mg/dL 9 mg/dL
Creatinin Darah 0.5-1.5 mg/dL 0.2 mg/dL
Chlorida Darah 98.0-109.0 mEq/L 106.3 mEq/L
Kalium Darah 3.50-5.30 mEq/L 4.36 mEq/L
Natrium Darah 135-153 mEq/L 137 mEq/L
Calsium 8.10-10.40 mg/dL 9.52 mg/dL
IMUNOLOGI
CRP < 6.00 mg/L < 6 mg/

I. DIAGNOSIS KERJA
Susp. Hirschsprung Disease

Terapi : Paracetamol 3x50mg, IVFD KAEN 1B 17 mL/jam, pasang

cerobong angina selama 30 menit tiap 6 jam, observasi tanda akut

abdomen

Anjuran : Konsul Bedah Anak

11
II. PEMANTAUAN SETELAH DIJADIKAN KASUS

13 November 2018
S Perut Kembung,
BAB terakhir kemarin, berwarna kuning pucat
O KU: Tampak sakit, Kesadaran: Compos Mentis
HR: 124x/m R: 32x/m S: 36.7oC SpO2 : 98%
Kepala : Conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil bulat isokor 2mm/2mm,
refleks cahaya +/+, pernapasan cuping hidung (-)
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Pulmo : Sp. Bronkovesikular, rhonki -/-, wheezing -/-
Cor : bising (-)

12
Abdomen : cembung, BU (+) menurun
Extremitas : Akral hangat, CRT ≤ 2 detik
A Susp. Hirschsprung Disease

P - Paracetamol 3x50mg
- IVDF KAEN 1B 17mL/jam
- NPO
- Pasang cerobong angina selama 30 menit tiap 6 jam
- Observasi tanda akut abdomen

14 November 2018
S Perut cembung

O KU: Tampak Sakit, Kesadaran: Compos Mentis


HR: 126x/m R: 30x/m S: 36.4oC SpO2 : 98%
Kepala : Conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil bulat isokor 2mm/2mm,
refleks cahaya +/+, pernapasan cuping hidung (-)
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Cor : bising (-)
Abdomen : cembung, distensi, Bising Usus (+) menurun, hepar dan lien tidak teraba.
Lingkar perut :

13
- 18.00 : 40 cm
- 00.00 : 40 cm
- 06.00 : 43 cm
Extremitas : Akral hangat, CRT ≤ 2 detik
A Susp. Hirschsprung Disease

P - Paracetamol 3x50mg
- IVDF KAEN 1B 17mL/jam
- Pasang cerobong angina selama 30 menit tiap 6 jam
- Observasi tanda akut abdomen
- Ukur lingkar perut tiap 6 jam
- Pro Konsul Bedah Anak

15 November 2018
S Perut cembung, BAB (+)

O KU: Tampak Sakit, Kesadaran: Compos Mentis


HR: 108x/m R: 42x/m S: 36.4oC SpO2 : 98%
Kepala : Conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil bulat isokor 2mm/2mm,
refleks cahaya +/+, pernapasan cuping hidung (-).
LK: 36 cm
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Cor : bising (-)
Abdomen : Cembung, asites (-), bising usus (+) normal, hepar teraba 2-2 cm BAC,
permukaan rata, tepitajam, konsistensi normal, Lien tidak teraba.

14
- 18. 00 : 42 cm
- 00.00 : 40 cm
- 06.00 : 39 cm
- 18.00 : 37 cm

Extremitas : Akral hangat, CRT ≤ 2 detik


A Susp. Hirschsprung disease
P - Paracetamol 3x50mg
- IVFD KAEN 1B 17 mL/jam
- NPO
- Metronidazole 2x60mg

16 November 2018
S Perut Cembung, BAB (+)

O KU: Tampak Sakit, Kesadaran: Compos Mentis


HR: 119x/m R: 30x/m S: 36.0oC SpO2 : 98%
Kepala : Conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil bulat isokor 2mm/2mm,
refleks cahaya +/+, pernapasan cuping hidung (-).
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Cor : bising (-)
Abdomen : Cembung, bising usus (+) normal, hepar dan lien tidak teraba.
Extremitas : Akral hangat, CRT ≤ 2 detik
A Susp. Hischsprung disease

15
P - Paracetamol 3x50mg
- IVFD KAEN 1B 17 mL/jam
- ASI – Susu ad lib
- Inj Metronidazole 3x35mg
- Pro : Suction Biopsi, washout tiap 12 jam

17 November 2018
S Perut kembung, BAB (+)

O KU: Tampak Sakit, Kesadaran: Compos Mentis


HR: 110x/m R: 36x/m S: 36.6oC SpO2 : 98%
Kepala : Conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil bulat isokor 2mm/2mm,
refleks cahaya +/+, pernapasan cuping hidung (-).
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Cor : bising (-)
Abdomen : Cembung, lemas, bising usus (+) normal, hepar dan lien tidak teraba.
Extremitas : Akral hangat, CRT ≤ 2 detik
A Susp. Hischsprung disease
P - Paracetamol 3x50mg

16
- IVFD KAEN 1B 17 mL/jam
- ASI – Susu ad lib
- Inj Metronidazole 3x35mg
- Gentamicin zalp 2x1
- Pro : Suction Biopsi, washout tiap 12 jam

18 November 2018
S Demam (-), Perut kembung berkurang

O KU: Tampak Sakit, Kesadaran: Compos Mentis


HR: 98x/m R: 36x/m S: 36.6oC SpO2 : 98%
LP : 35cm
Kepala : Conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil bulat isokor 2mm/2mm,
refleks cahaya +/+, pernapasan cuping hidung (-).
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Cor : bising (-)
Abdomen : datar, lemas, bising usus (+) normal, hepar dan lien tidak teraba.
Extremitas : Akral hangat, CRT ≤ 2 detik
A Susp. Hischsprung disease
P - Paracetamol 3x50mg

17
- IVFD KAEN 1B (H-5) 17 mL/jam
- ASI – Susu ad lib
- Inj Metronidazole 3x35mg
- Gentamicin zalp 2x1

19 November 2018
S Perut kembung berkurang

O KU: Tampak Sakit, Kesadaran: Compos Mentis


HR: 111x/m R: 28x/m S: 36.9oC SpO2 : 99%
LP : 41.5 cm
Kepala : Conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil bulat isokor 2mm/2mm,
refleks cahaya +/+, pernapasan cuping hidung (-).
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Cor : bising (-)
Abdomen : Cembung, lemas, bising usus (+) normal, hepar dan lien tidak teraba.
Extremitas : Akral hangat, CRT ≤ 2 detik
A Susp. Hischsprung disease
P - Pro barium enema hari ini
- Paracetamol 3x50mg

18
- IVFD KAEN 1B 17 mL/jam
- ASI – Susu ad lib
- Inj Metronidazole 3x35mg
- Gentamicin zalp 2x1

20 November 2018
S Perut kembung tidak ada

O KU: Tampak Sakit, Kesadaran: Compos Mentis


HR: 120x/m R: 36x/m S: 36.9oC SpO2 : 99%
LP : 41.5 cm
Kepala : Conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil bulat isokor 2mm/2mm,
refleks cahaya +/+, pernapasan cuping hidung (-).
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Cor : bising (-)
Abdomen : Cembung, lemas, bising usus (+) normal, hepar dan lien tidak teraba.
Extremitas : Akral hangat, CRT ≤ 2 detik
A Susp. Hischsprung disease
P - Paracetamol 3x50mg
- IVFD KAEN 1B 17 mL/jam
- ASI – Susu ad lib

19
- Inj Metronidazole 3x35mg
- Gentamicin zalp 2x1

21 November 2018
S Perut kembung

O KU: Tampak Sakit, Kesadaran: Compos Mentis


HR: 112x/m R: 28x/m S: 36.8oC SpO2 : 99%
LP : 36 cm
Kepala : Conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil bulat isokor 2mm/2mm,
refleks cahaya +/+, pernapasan cuping hidung (-).
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Cor : bising (-)
Abdomen : Cembung, lemas, bising usus (+) normal, hepar dan lien tidak teraba.
Extremitas : Akral hangat, CRT ≤ 2 detik
A Susp. Hischsprung disease
P - Paracetamol 3x50mg
- IVFD KAEN 1B 17 mL/jam
- ASI – Susu ad lib
- Inj Metronidazole 3x35mg

20
- Gentamicin zalp 2x1
- Tunggu hasil barium enema

22 November 2018
S Perut kembung, BAB 2x

O KU: Tampak Sakit, Kesadaran: Compos Mentis


HR: 112x/m R: 30x/m S: 36.6oC SpO2 : 99%
LP : 40 cm
Kepala : Conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil bulat isokor 2mm/2mm,
refleks cahaya +/+, pernapasan cuping hidung (-).
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Cor : bising (-)
Abdomen : datar, lemas, bising usus (+) normal, hepar dan lien tidak teraba.
Extremitas : Akral hangat, CRT ≤ 2 detik
A Susp. Hischsprung disease
P - Paracetamol 3x50mg
- IVFD KAEN 1B 17 mL/jam
- ASI – Susu ad lib
- Inj Metronidazole 3x35mg
- Gentamicin zalp 2x1

21
- Tunggu hasil barium enema

23 November 2018
S Perut kembung, BAB (+)

O KU: Tampak Sakit, Kesadaran: Compos Mentis


HR: 96x/m R: 40x/m S: 36.8oC SpO2 : 99%
LP : 44 cm
Kepala : Conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil bulat isokor 2mm/2mm,
refleks cahaya +/+, pernapasan cuping hidung (-).
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Cor : bising (-)
Abdomen : Cembung, lemas, bising usus (+) normal, hepar dan lien tidak teraba.
Extremitas : Akral hangat, CRT ≤ 2 detik
A Susp. Hischsprung disease
P - Paracetamol 3x50mg
- IVFD KAEN 1B 17 mL/jam
- ASI – Susu ad lib
- Gentamicin zalp 2x1
- Tunggu hasil barium enema

22
24 November 2018
S Perut kembung berkurang

O KU: Tampak Sakit, Kesadaran: Compos Mentis


HR: 111x/m R: 28x/m S: 36.9oC SpO2 : 99%
LP : 37cm
Kepala : Conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil bulat isokor 2mm/2mm,
refleks cahaya +/+, pernapasan cuping hidung (-).
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Cor : bising (-)
Abdomen : Cembung, lemas, bising usus (+) normal, hepar dan lien tidak teraba.
Extremitas : Akral hangat, CRT ≤ 2 detik
A Susp. Hischsprung disease
P - Paracetamol 3x50mg
- ASI – Susu ad lib
- Pro Suction Biopsi

23
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi:
Penyakit hirschprung di karakteristikan sebagai tidak adanya sel ganglion
di pleksus myenterikus (auerbach’s) dan submukosa (meissner’s) (Warner, 2004).
Sel-sel ganglion bertanggung jawab atas kontraksi ritmik yang diperlukan untuk
mencerna makanan yang masuk. Hilangnya fungsi motorik dari segmen ini
menyebabkan dilatasi hypertropik massive kolon proximal yang normal sehingga
terjadi kesulitan defekasi dan feses terakumulasi sehingga menyebabkan
Megakolon. Kondisi ini dapat segera terlihat segera setelah lahir ditandai dengan
gagalnya penundaan pasase awal dari mekonium sehingga terjadi distensi
abdominal, yang disertai dengan muntah dalam waktu 48 jam sampai 72 jam.
Pada banyak kasus, segmen aganglionik terdapat pada rectum dan kolon sigmoid.

2. Insidensi:
Penyakit hirschprung dapat terjadi dalam 1:5000 kelahiran. Risiko
tertinggi terjadinya penyakit hirschprung biasanya pada pasien yang mempunyai
riwayat keluarga penyakit hirschprung dan pada pasien penderita Down Syndrome
(Warner, 2004; Ziegler, 2003). Rectosigmoid paling sering terkena sekitar 75%
kasus, flexura lienalis atau colon transversum pada 17% kasus (Warner, 2004).

24
  Anak kembar dan adanya riwayat keturunan meningkatkan resiko
terjadinya penyakit hirschsprung. Laporan insidensi tersebut bervariasi sebesar 1.5
sampai 17,6% dengan 130 kali lebih tinggi pada anak laki dan 360 kali lebih
tinggi pada anak perempuan. Penyakit hirschsprung lebih sering terjadi secara
diturunkan oleh ibu aganglionosis dibanding oleh ayah. Sebanyak 12.5% dari
kembaran pasien mengalami aganglionosis total pada colon (sindroma Zuelzer-
Wilson). Salah satu laporan menyebutkan empat keluarga dengan 22 pasangan
kembar yang terkena yang kebanyakan mengalami long segment aganglionosis
(Holschneider, 2000).

3. Etiologi
Penyakit Hirschsprung disebabkan karena kegagalan migrasi sel-sel saraf
parasimpatis myentericus dari cephalo ke caudal. Sehingga sel ganglion selalu
tidak ditemukan dimulai dari anus dan panjangnya bervariasi keproksimal.

4. Anatomi dan fisiologi colon


Rektum memiliki 3 buah valvula: superior kiri, medial kanan dan inferior
kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksasi, sedangkan
1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian
ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih panjang
dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari
usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proximal;
dikelilingi oleh sphincter ani (eksternal dan internal) serta otot-otot yang mengatur
pasase isi rektum ke dunia luar. Sphincter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas,
medial dan depan. Persarafan motorik spinchter ani interna berasal dari serabut
saraf simpatis (N. hipogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut
saraf parasimpatis (N. splanknicus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua
jenis serabut saraf ini membentuk pleksus rektalis. Sedangkan muskulus levator
ani dipersarafi oleh N. sakralis III dan IV. Nervus pudendalis mempersarafi
sphincter ani eksterna dan m.puborektalis. Saraf simpatis tidak mempengaruhi

25
otot rektum. Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh N. N. splanknikus
(parasimpatis). Akibatnya kontinensia sepenuhnya dipengaruhi oleh N. pudendalis
dan N. splanknikus pelvik (saraf parasimpatis).

Sistem saraf otonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus :

1. Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan


longitudinal

2. Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler

3. Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa

Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ketiga


pleksus tersebut (Snell, 2006).

5. Patogenesis:
Kelainan pada penyakit ini berhubungan dengan spasme pada distal colon
dan sphincter anus internal sehingga terjadi obstruksi. Maka dari itu bagian yang
abnormal akan mengalami kontraksi di segmen bagian distal sehingga bagian
yang normal akan mengalami dilatasi di bagian proksimalnya. Bagian aganglionik
selalu terdapt dibagian distal rectum (Warner, 2004).

Dasar patofisiologi dari penyakit ini adalah tidak adanya gelombang


propulsive dan abnormalitas atau hilangnya relaksasi dari sphincter anus internus
yang disebabkan aganglionosis, hipoganglionosis atau disganglionosis pada usus
besar (Holschneider, 2000). 

Hipoganglionosis 

Pada proximal segmen dari bagian aganglion terdapat area


hipoganglionosis. Area tersebut dapat juga merupakan terisolasi.
Hipoganglionosis adalah keadaan dimana jumlah sel ganglion kurang dari
10 kali dari jumlah normal dan kerapatan sel berkurang 5 kali dari jumlah
normal. Pada colon inervasi jumlah plexus myentricus berkurang 50% dari

26
normal. Hipoganglionosis kadang mengenai sebagian panjang colon
namun ada pula yang mengenai seluruh colon (Holschneider, 2000).

Imaturitas dari sel ganglion

Sel ganglion yang imatur dengan dendrite yang kecil dikenali


dengan pemeriksaan LDH (laktat dehidrogenase). Sel saraf imatur tidak
memiliki sitoplasma yang dapat menghasilkan dehidrogenase sehingga
tidak terjadi diferensiasi menjadi sel Schwann’s dan sel saraf lainnya.
Pematangan dari sel ganglion diketahui dipengaruhi oleh reaksi
succinyldehydrogenase (SDH). Aktivitas enzim ini rendah pada minggu
pertama kehidupan. Pematangan dari sel ganglion ditentukan oleh reaksi
SDH yang memerlukan waktu pematangan penuh selama 2 sampai 4
tahun. Hipogenesis adalah hubungan antara imaturitas dan
hipoganglionosis (Holschneider, 2000).

Kerusakan sel ganglion

Aganglionosis dan hipoganglionosis yang didapatkan dapat berasal


dari vaskular atau nonvascular. Yang termasuk penyebab nonvascular
adalah infeksi Trypanosoma cruzi(penyakit Chagas), defisiensi vitamin B1,
infeksi kronis seperti Tuberculosis. Kerusakan iskemik pada sel ganglion
karena aliran darah yang inadekuat, aliran darah pada segmen tersebut,
akibat tindakan pull through secara Swenson, Duhamel, atau Soave
(Holschneider, 2000).

Tipe Hirschsprung’s Disease:

Hirschsprung dikategorikan berdasarkan seberapa banyak colon


yang terkena. Tipe Hirschsprun disease meliputi:

 Ultra short segment: Ganglion tidak ada pada bagian yang sangat


kecil dari rectum.

27
 Short segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian
kecil dari colon.

 Long segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian


besar colon.

 Very long segment: Ganglion tidak ada pada seluruh colon dan


rectum dan kadang sebagian usus kecil.

 Usus sehat Short segment Long segmen

6. Diagnosis
A. Anamnesis

Diagnosis penyakit ini dapat dibuat berdasarkan adanya konstipasi


pada neonatus. Gejala konstipasi yang sering ditemukan adalah
terlambatnya mekonium untuk dikeluarkan dalam waktu 48 jam setelah
lahir. Tetapi gejala ini biasanya ditemukan pada 6% atau 42% pasien.
Gejala lain yang biasanya terdapat adalah: distensi abdomen, gangguan
pasase usus, poor feeding, vomiting. Apabila penyakit ini terjdi pada
neonatus yang berusia lebih tua maka akan didapatkan kegagalan
pertumbuhan. Hal lain yang harus diperhatikan adalah jika didapatkan
periode konstipasi pada neonatus yang diikuti periode diare yang massif
kita harus mencurigai adanya enterokolitis. Pada bayi yang lebih tua
penyakit hirschsprung akan sulit dibedakan dengan kronik konstipasi dan
enkoperesis. Faktor genetik adalah faktor yang harus diperhatikan pada
semua kasus. Pemeriksaan barium enema akan sangat membantu dalam
menegakkan diagnosis. Akan tetapi apabila barium enema dilakukan pada
hari atau minggu awal kelahiran maka zone transisi akan sulit ditemukan.
Penyakit hirschsprung klasik ditandai dengan adanya gambaran spastic

28
pada segmen distal intestinal dan dilatasi pada bagian proksimal intestinal
(Ziegler,2003).

B. Gejala klinik:

 Pada bayi yang baru lahir, kebanyakan gejala muncul 24 jam


pertama kehidupan. Dengan gejala yang timbul: distensi abdomen
dan bilious emesis. Tidak keluarnya mekonium padsa 24 jam pertama
kehidupan merupakan tanda yang signifikan mengarah pada diagnosis ini.
Pada beberapa bayi yang baru lahir dapat timbul diare yang menunjukkan
adanya enterocolitis (Warner, 2004).

 Pada anak yang lebih besar, pada beberapa kasus dapat mengalami
kesulitan makan, distensi abdomen yang kronis dan ada riwayat
konstipasi. Penyakit hirschsprung dapat juga menunjukkan gejala lain
seperti adanya periode obstipasi, distensi abdomen, demam, hematochezia
dan peritonitis (Warner, 2004). 

Gambar: Gambaran klinis pasien dengan Hirschsprung Disease

Kebanyakan anak-anak dengan hirschsprung datang karena


obstruksi intestinal atau konstipasi berat selama periode neonatus. Gejala

29
kardinalnya yaitu gagalnya pasase mekonium pada 24 jam pertama
kehidupan, distensi abdomen dan muntah. Beratnya gejala ini dan derajat
konstipasi bervariasi antara pasien dan sangat individual untuk setiap
kasus. Beberapa bayi dengan gejala obstruksi intestinal komplit dan
lainnya mengalami beberapa gejala ringan pada minggu atau bulan
pertama kehidupan (Holschneider, 2000).

Beberapa mengalami konstipasi menetap, mengalami perubahan


pada pola makan, perubahan makan dari ASI menjadi susu pengganti atau
makanan padat. Pasien dengan penyakit hirschsprung didiagnosis karena
adanya riwayat konstipasi, kembung berat dan perut seperti
tong, massa faeses multipel dan sering dengan enterocolitis, dan dapat
terjadi gangguan pertumbuhan. Gejala dapat hilang namun beberapa waktu
kemudian terjadi distensi abdomen. Pada pemeriksaan colok dubur
sphincter ani teraba hipertonus dan rektum biasanya kosong
(Holschneider, 2000).

Umumnya diare ditemukan pada bayi dengan penyakit


hirschsprung yang berumur kurang dari 3 bulan. Harus dipikirkan pada
gejala enterocolitis dimana merupakan komplikasi serius dari
aganglionosis. Bagaimanapun hubungan antara penyakit hirschsprung dan
enterocolitis masih belum dimengerti. Dimana beberapa ahli berpendapat
bahwa gejala diare sendiri adalah enterocolitis ringan (Holschneider,
2000).

Enterocolitis terjadi pada 12-58% pada pasien dengan penyakit


hirschsprung. Hal ini karena stasis feses menyebabkan iskemia mukosal
dan invasi bakteri juga translokasi. Disertai perubahan komponen musin
dan pertahanan mukosa, perubahan sel neuroendokrin, meningkatnya
aktivitas prostaglandin E1, infeksi oleh Clostridium difficile atau Rotavirus.
Patogenesisnya masih belum jelas dan beberapa pasien masih bergejala
walaupun telah dilakukan colostomy. Enterocolitis yang berat dapat

30
berupa toxic megacolon yang mengancam jiwa. Yang ditandai dengan
demam, muntah berisi empedu, diare yang menyemprot, distensi
abdominal, dehidrasi dan syok. Ulserasi dan nekrosis iskemik pada
mukosa yang berganglion dapat mengakibatkan sepsis dan perforasi. Hal
ini harus dipertimbangkan pada semua anak dengan enterocolisis
necrotican. Perforasi spontan terjadi pada 3% pasien dengan penyakit
hirschsprung. Ada hubungan erat antara panjang colon yang aganglion
dengan perforasi (Holschneider, 2000).

C. Pemeriksaan penunjang :

Diagnostik utama pada penyakit hirschprung adalah dengan pemeriksaan:

1. Barium enema.

Pada pasien penyakit hirschprung spasme pada distal rectum


memberikan gambaran seperti kaliber/peluru kecil jika dibandingkan colon
sigmoid yang proksimal. Identifikasi zona transisi dapat membantu
diagnosis penyakit hirschprung (Warner, 2004). Segmen aganglion
biasanya berukuran normal tapi bagian proksimal usus yang mempunyai
ganglion mengalami distensi sehingga pada gambaran radiologis terlihat
zona transisi. Dilatasi bagian proksimal usus memerlukan waktu, mungkin
dilatasi yang terjadi ditemukan pada bayi yang baru lahir. Radiologis
konvensional menunjukkan berbagai macam stadium distensi usus kecil
dan besar. Ada beberapa tanda dari penyakit Hirschsprung yang dapat
ditemukan pada pemeriksaan barium enema, yang paling penting adalah
zona transisi. Posisi pemeriksaan dari lateral sangat penting untuk melihat
dilatasi dari rektum secara lebih optimal. Retensi dari barium pada 24 jam
dan disertai distensi dari kolon ada tanda yang penting tapi tidak spesifik.
Enterokolitis pada Hirschsprung dapat didiagnosis dengan foto polos
abdomen yang ditandai dengan adanya kontur irregular dari kolon yang
berdilatasi yang disebabkan oleh oedem, spasme, ulserase dari dinding
intestinal. Perubahan tersebut dapat terlihat jelas dengan barium enema.

31
Nilai prediksi biopsi 100% penting pada penyakit Hirschsprung jika sel
ganglion ada. Tidak adanya sel ganglion, perlu dipikirkan ada teknik yang
tidak benar dan dilakukan biopsi yang lebih tebal. Diagnosis radiologi
sangat sulit untuk tipe aganglionik yang long segmen , sering seluruh
colon. Tidak ada zona transisi pada sebagian besar kasus dan kolon
mungkin terlihat normal/dari semula pendek/mungkin mikrokolon. Yang
paling mungkin berkembang dari hari hingga minggu. Pada neonatus
dengan gejala ileus obstruksi yang tidak dapat dijelaska.Biopsi rectal
sebaiknya dilakukan. Penyakit hirschsprung harus dipikirkan pada semua
neonates dengan berbagai bentuk perforasi spontan dari usus besar/kecil
atau semua anak kecil dengan appendicitis selama 1 tahun (Leonidas,
2004).

32
Gambar : Terlihat gambar barium enema penderita Hirschsprung.

2. Anorectal manometry 

Dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit hirschsprung, gejala


yang ditemukan adalah kegagalan relaksasi sphincter ani interna ketika
rectum dilebarkan dengan balon. Keuntungan metode ini adalah dapat
segera dilakukan dan pasien bisa langsung pulang karena tidak dilakukan
anestesi umum.Metode ini lebih sering dilakukan pada pasien yang lebih
besar dibandingkan pada neonatus (Warner, 2004).

3. Biopsy rectal 

Merupakan “gold standard” untuk mendiagnosis penyakit hirschprung


(Warner, 2004; Ziegler, 2003). Pada bayi baru lahir metode ini dapat
dilakukan dengan morbiditas minimal karena menggunakan suction
khusus untuk biopsy rectum. Untuk pengambilan sample biasanya diambil
2 cm diatas linea dentate dan juga mengambil sample yang normal jadi
dari yang normal ganglion hingga yang aganglionik. Metode ini biasanya
harus menggunakan anestesi umum karena contoh yang diambil pada
mukosa rectal lebih tebal (Warner, 2004).

7. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari Hirschprung harus meliputi seluruh kelainan
dengan obstruksi pada distal usus kecil dan kolon, meliputi:

Obstruksi mekanik

 Meconium ileus
 Simple
 Complicated (with meconium cyst or peritonitis)
 Meconium plug syndrome
 Neonatal small left colon syndrome

33
 Malrotation with volvulus
 Incarcerated hernia
 Jejunoileal atresia
 Colonic atresia
 Intestinal duplication
 Intussusception
 NEC
Obstruksi fungsional

 Sepsis
 Intracranial hemorrhage
 Hypothyroidism
 Maternal drug ingestion or addiction
 Adrenal hemorrhage
 Hypermagnesemia
 Hypokalemia
8. Tatalaksana

Terapi terbaik pada bayi dan anak dengan Hirschsprung tergantung dari
diagnosis yang tepat dan penanganan yang cepat. Keputusan untuk melakukan
Pulltrough ketika diagnosis ditegakkan tergantung dari kondisi anak dan respon
dari terapi awal. Decompresi kolon dengan pipa besar, diikuti dengan washout
serial, dan meninggalkan kateter pada rektum harus dilakukan. Antibiotik
spektrum luas diberikan, dan mengkoreksi hemodinamik dengan cairan intravena.
Pada anak dengan keadaan yang buruk, perlu dilakukan colostomy.

Diagnosis dari penyakit hirschsprung pada semua kasus membutuhkan


pendekatan pembedahan klinik terdiri dari prosedur tingkat multipel. Hal ini
termasuk kolostomi pada neonatus, diikuti dengan operasi pull-through definitif
setelah berat badan anak >5 kg (10 pon). Ada 3 pilihan yang dapat digunakan,
untuk setiap prosedurnya, prinsip dari pengobatan termasuk menentukan lokasi
dari usus di mana zona transisi antara usus ganglionik dan aganglionik, reseksi

34
bagian yang aganglionik dari usus dan melakukan anastomosis dari daerah
ganglionik ke anus atau bantalan mukosa rektum (Hackam, 2005).

Dewasa ini ditunjukkan bahwa prosedur pull-through primer dapat


dilakukan secara aman bahkan pada periode neonatus. Pendekatan ini mengikuti
prinsip terapi yang sama seperti pada prosedur bertingkat melindungi pasien dari
prosedur pembedahan tambahan. Banyak dokter bedah melakukan diseksi intra
abdominal menggunakan laparoskop. Cara ini terutama banyak pada periode
neonatus yang dapat menyediakan visualisasi pelvis yang baik. Pada anak-anak
dengan distensi usus yang signifikan adalah penting untuk dilakukannya periode
dekompresi menggunakan rectal tube jika akan dilakukan single stage pull-
through. Pada anak-anak yang lebih tua dengan kolon hipertrofi, distensi ekstrim,
kolostomi dilakukan dengan hati-hati sehingga usus dapat dekompresi sebelum
dilakukan prosedur pull-through. Namun, harus ditekankan, tidak ada batas umur
pada prosedur pull-through (Hackam, 2005).

Dari ketiga prosedur pull-through yang dilakukan pada penyakit


Hirschsprung yang pertama adalah prosedur Swenson. Pada operasi ini rektum
aganglionik diseksi pada pelvis dan dipindahkan ke anus. Kolon ganglionik lalu
dianastomosis ke anus melalui pendekatan perineal. Pada prosedur Duhamel,
diseksi di luar rektum dibatasi terhadap ruang retrorektal dan kolon ganglionik
dianastomosis secara posterior tepat di atas anus. Dinding anterior dari kolon
ganglionik dan dinding posterior dari rektum aganglionik dianastomosis
menggunakan stappler. Walaupun kedua prosedur ini sangat efektif, namun
keterbatasannya adalah adanya kemungkinan kerusakan syaraf parasimpatis yang
menempel pada rektum. Untuk mengatasi masalah ini, prosedur Soave
menyertakan diseksi seluruhnya dari rektum. Mukosa rektum dipisahkan dari
mukosa muskularis dan kolon yang ganglionik dibawa melewati mukosa dan
dianastomosis ke anus. Operasi ini dapat dilakukan sepenuhnya dari bawah.
Dalam banyak kasus, sangat penting untuk menentukan dimana terdapat usus
yang ganglionik. Banyak ahli bedah mempercayai bahwa anastomosis dilakukan
setidaknya 5 cm dari daerah yang sel ganglion terdeteksi. Dihindari

35
dilakukannya pull-through pada zona transisi yang berhubungan dengan tingginya
angka komplikasi karena tidak adekuatnya pengosongan segmen usus yang
aganglionik. Sekitar 1/3 pasien yang di pull-throughpada zona transisi akan
membutuhkan reoperasi (Hackam, 2005).

Komplikasi utama dari semua prosedur diantaranya enterokolitis post


operatif, konstipasi dan striktur anastomosis. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, hasil jangka panjang dengan menggunakan 3 prosedur sebanding dan
secara umum berhasil dengan baik bila ditangani oleh tangan yang ahli. Ketiga
prosedur ini juga dapat dilakukan pada aganglionik kolon total dimana ileum
digunakan sebagai segmen yang dipull-through (Hackam, 2005).

Beberapa metode operasi biasa digunakan dalam penatalaksanaan penyakit


hirschsprung:

 Secara klasik, dengan melakukan insisi di bagian kiri bawah abdomen


kemudian dilakukan identifikasi zona transisi dengan melakukan biopsy
seromuskuler.
 Terapi definitive yang dilakukan pada penyakit hirschprung ada 3 metode:
1. Metode Swenson: pembuangan daerah aganglion hingga batas sphincter ani
interna dan dilakukan anastomosis coloanal pada perineum

2. Metode Duhamel: daerah ujung aganglionik ditinggalkan dan bagian yang


ganglionik ditarik ke bagian belakang ujung daerah aganglioner. stapler
GIA kemudian dimasukkan melalui anus.

3. Teknik Soave: pemotongan mukosa endorectal dengan bagian distal


aganglioner.

Setelah operasi pasien-pasien dengan penyakit hirschprung biasanya


berhasil baik, walaupun terkadang ada gangguan buang air besar. Sehingga
konstipasi adalah gejala tersering pada pascaoperasi (Warner, 2004).

36
BAB III

PEMBAHASAN

Penyakit hirschprung di karakteristikan sebagai tidak adanya sel ganglion


di pleksus myenterikus (auerbach’s) dan submukosa (meissner’s) (Warner, 2004).
Sel-sel ganglion bertanggung jawab atas kontraksi ritmik yang diperlukan untuk
mencerna makanan yang masuk. Hilangnya fungsi motorik dari segmen ini
menyebabkan dilatasi hypertropik massive kolon proximal yang normal sehingga
terjadi kesulitan defekasi dan feses terakumulasi sehingga menyebabkan
Megakolon. Kondisi ini dapat segera terlihat segera setelah lahir ditandai dengan
gagalnya penundaan pasase awal dari mekonium sehingga terjadi distensi
abdominal, yang disertai dengan muntah dalam waktu 48 jam sampai 72 jam.

Penyakit hirschprung dapat terjadi dalam 1:5000 kelahiran. Risiko


tertinggi terjadinya penyakit hirschprung biasanya pada pasien yang mempunyai
riwayat keluarga penyakit hirschprung dan pada pasien penderita Down Syndrome
(Warner, 2004; Ziegler, 2003). Anak kembar dan adanya riwayat keturunan
meningkatkan resiko terjadinya penyakit hirschsprung. Laporan insidensi tersebut
bervariasi sebesar 1.5 sampai 17,6% dengan 130 kali lebih tinggi pada anak laki

37
dan 360 kali lebih tinggi pada anak perempuan. Penyakit hirschsprung lebih
sering terjadi secara diturunkan oleh ibu aganglionosis dibanding oleh ayah.
Sebanyak 12.5% dari kembaran pasien mengalami aganglionosis total pada colon
(sindroma Zuelzer-Wilson).

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien merupakan seorang

anak lakilaki berusia 1 bulan.

Diagnosis penyakit ini dapat dibuat berdasarkan adanya konstipasi pada


neonatus. Gejala konstipasi yang sering ditemukan adalah terlambatnya
mekonium untuk dikeluarkan dalam waktu 48 jam setelah lahir. Tetapi gejala ini
biasanya ditemukan pada 6% atau 42% pasien. Gejala lain yang biasanya terdapat
adalah: distensi abdomen, gangguan pasase usus, poor feeding, vomiting. Apabila
penyakit ini terjdi pada neonatus yang berusia lebih tua maka akan didapatkan
kegagalan pertumbuhan. Hal lain yang harus diperhatikan adalah jika didapatkan
periode konstipasi pada neonatus yang diikuti periode diare yang massif kita harus
mencurigai adanya enterokolitis. Pada bayi yang lebih tua penyakit hirschsprung
akan sulit dibedakan dengan kronik konstipasi dan enkoperesis. Faktor genetik
adalah faktor yang harus diperhatikan pada semua kasus.

Pada bayi yang baru lahir, kebanyakan gejala muncul 24 jam pertama
kehidupan. Dengan gejala yang timbul: distensi abdomen dan bilious emesis.
Tidak keluarnya mekonium pada 24 jam pertama kehidupan merupakan tanda
yang signifikan mengarah pada diagnosis ini. Pada beberapa bayi yang baru lahir
dapat timbul diare yang menunjukkan adanya enterocolitis (Warner, 2004).

 Pada anak yang lebih besar, pada beberapa kasus dapat mengalami
kesulitan makan, distensi abdomen yang kronis dan ada riwayat
konstipasi. Penyakit hirschsprung dapat juga menunjukkan gejala lain seperti
adanya periode obstipasi, distensi abdomen, demam, hematochezia dan peritonitis
(Warner, 2004). 

38
Kebanyakan anak-anak dengan hirschsprung datang karena obstruksi
intestinal atau konstipasi berat selama periode neonatus. Gejala kardinalnya yaitu
gagalnya pasase mekonium pada 24 jam pertama kehidupan, distensi abdomen
dan muntah. Beratnya gejala ini dan derajat konstipasi bervariasi antara pasien
dan sangat individual untuk setiap kasus. Beberapa bayi dengan gejala obstruksi
intestinal komplit dan lainnya mengalami beberapa gejala ringan pada minggu
atau bulan pertama kehidupan (Holschneider, 2000).

Beberapa mengalami konstipasi menetap, mengalami perubahan pada pola


makan, perubahan makan dari ASI menjadi susu pengganti atau makanan padat.
Pasien dengan penyakit hirschsprung didiagnosis karena adanya riwayat
konstipasi, kembung berat dan perut seperti tong, massa faeses multipel dan sering
dengan enterocolitis, dan dapat terjadi gangguan pertumbuhan. Gejala dapat
hilang namun beberapa waktu kemudian terjadi distensi abdomen. Pada
pemeriksaan colok dubur sphincter ani teraba hipertonus dan rektum biasanya
kosong.

Dari hasil anamnesis yang teliti dan pada pemeriksaan fisik kasus ini
didapatkan bahwa pasien merupakan bayi laki-laki usia 1 bulan, orangtua
mengatakan bahwa pasien mengalami kesulitan mengeluarkan meconium sejak 4
hari setelah kelahiran dan harus dibantu dengan obat-obat medis, kemudian perut
pasien terlihat semakin cembung sejak 1 minggu SMRS.

Diagnostik utama pada penyakit hirschprung adalah dengan


pemeriksaan:

Barium enema.

Pada pasien penyakit hirschprung spasme pada distal rectum memberikan


gambaran seperti kaliber/peluru kecil jika dibandingkan colon sigmoid yang
proksimal. Identifikasi zona transisi dapat membantu diagnosis penyakit
hirschprung (Warner, 2004). Segmen aganglion biasanya berukuran normal tapi

39
bagian proksimal usus yang mempunyai ganglion mengalami distensi sehingga
pada gambaran radiologis terlihat zona transisi. Dilatasi bagian proksimal usus
memerlukan waktu, mungkin dilatasi yang terjadi ditemukan pada bayi yang baru
lahir. Radiologis konvensional menunjukkan berbagai macam stadium distensi
usus kecil dan besar. Ada beberapa tanda dari penyakit Hirschsprung yang dapat
ditemukan pada pemeriksaan barium enema, yang paling penting adalah zona
transisi. Posisi pemeriksaan dari lateral sangat penting untuk melihat dilatasi dari
rektum secara lebih optimal. Retensi dari barium pada 24 jam dan disertai distensi
dari kolon ada tanda yang penting tapi tidak spesifik. Enterokolitis pada
Hirschsprung dapat didiagnosis dengan foto polos abdomen yang ditandai dengan
adanya kontur irregular dari kolon yang berdilatasi yang disebabkan oleh oedem,
spasme, ulserase dari dinding intestinal. Perubahan tersebut dapat terlihat jelas
dengan barium enema. Nilai prediksi biopsi 100% penting pada penyakit
Hirschsprung jika sel ganglion ada. Tidak adanya sel ganglion, perlu dipikirkan
ada teknik yang tidak benar dan dilakukan biopsi yang lebih tebal. Diagnosis
radiologi sangat sulit untuk tipe aganglionik yang long segmen , sering seluruh
colon. Tidak ada zona transisi pada sebagian besar kasus dan kolon mungkin
terlihat normal/dari semula pendek/mungkin mikrokolon. Yang paling mungkin
berkembang dari hari hingga minggu. Pada neonatus dengan gejala ileus obstruksi
yang tidak dapat dijelaska.Biopsi rectal sebaiknya dilakukan.

Biopsi Rectal

Merupakan “gold standard” untuk mendiagnosis penyakit hirschprung


(Warner, 2004; Ziegler, 2003). Pada bayi baru lahir metode ini dapat dilakukan
dengan morbiditas minimal karena menggunakan suction khusus untuk biopsy
rectum. Untuk pengambilan sample biasanya diambil 2 cm diatas linea dentate
dan juga mengambil sample yang normal jadi dari yang normal ganglion hingga
yang aganglionik. Metode ini biasanya harus menggunakan anestesi umum karena
contoh yang diambil pada mukosa rectal lebih tebal

40
Pada pasien ini telah dikonsulkan kebagian bedah anak untuk penanganan
lebih lanjut dan telah direncanakan untuk dilakukan pro barium enema dan suction
biopsy dan dilakukan washout tiap 6 jam.

Terapi terbaik pada bayi dan anak dengan Hirschsprung tergantung dari
diagnosis yang tepat dan penanganan yang cepat. Keputusan untuk melakukan
Pulltrough ketika diagnosis ditegakkan tergantung dari kondisi anak dan respon
dari terapi awal. Decompresi kolon dengan pipa besar, diikuti dengan washout
serial, dan meninggalkan kateter pada rektum harus dilakukan. Antibiotik
spektrum luas diberikan, dan mengkoreksi hemodinamik dengan cairan intravena.
Pada anak dengan keadaan yang buruk, perlu dilakukan colostomy.

Diagnosis dari penyakit hirschsprung pada semua kasus membutuhkan


pendekatan pembedahan klinik terdiri dari prosedur tingkat multipel. Hal ini
termasuk kolostomi pada neonatus, diikuti dengan operasi pull-through definitif
setelah berat badan anak >5 kg (10 pon). Ada 3 pilihan yang dapat digunakan,
untuk setiap prosedurnya, prinsip dari pengobatan termasuk menentukan lokasi
dari usus di mana zona transisi antara usus ganglionik dan aganglionik, reseksi
bagian yang aganglionik dari usus dan melakukan anastomosis dari daerah
ganglionik ke anus atau bantalan mukosa rektum.

Pada anak-anak dengan distensi usus yang signifikan adalah penting untuk
dilakukannya periode dekompresi menggunakan rectal tube jika akan
dilakukan single stage pull-through. Pada anak-anak yang lebih tua dengan kolon
hipertrofi, distensi ekstrim, kolostomi dilakukan dengan hati-hati sehingga usus
dapat dekompresi sebelum dilakukan prosedur pull-through.

Dari ketiga prosedur pull-through yang dilakukan pada penyakit


Hirschsprung yang pertama adalah prosedur Swenson. Pada operasi ini rektum
aganglionik diseksi pada pelvis dan dipindahkan ke anus. Kolon ganglionik lalu
dianastomosis ke anus melalui pendekatan perineal. Pada prosedur Duhamel,
diseksi di luar rektum dibatasi terhadap ruang retrorektal dan kolon ganglionik
dianastomosis secara posterior tepat di atas anus. Dinding anterior dari kolon

41
ganglionik dan dinding posterior dari rektum aganglionik dianastomosis
menggunakan stappler. Walaupun kedua prosedur ini sangat efektif, namun
keterbatasannya adalah adanya kemungkinan kerusakan syaraf parasimpatis yang
menempel pada rektum. Untuk mengatasi masalah ini, prosedur Soave
menyertakan diseksi seluruhnya dari rektum. Mukosa rektum dipisahkan dari
mukosa muskularis dan kolon yang ganglionik dibawa melewati mukosa dan
dianastomosis ke anus. Operasi ini dapat dilakukan sepenuhnya dari bawah.
Dalam banyak kasus, sangat penting untuk menentukan dimana terdapat usus
yang ganglionik. Banyak ahli bedah mempercayai bahwa anastomosis dilakukan
setidaknya 5 cm dari daerah yang sel ganglion terdeteksi. Dihindari
dilakukannya pull-through pada zona transisi yang berhubungan dengan tingginya
angka komplikasi karena tidak adekuatnya pengosongan segmen usus yang
aganglionik. Sekitar 1/3 pasien yang di pull-throughpada zona transisi akan
membutuhkan reoperasi.

Beberapa metode operasi biasa digunakan dalam penatalaksanaan penyakit


hirschsprung:

 Secara klasik, dengan melakukan insisi di bagian kiri bawah abdomen


kemudian dilakukan identifikasi zona transisi dengan melakukan biopsy
seromuskuler.
 Terapi definitive yang dilakukan pada penyakit hirschprung ada 3
metode:
1. Metode Swenson: pembuangan daerah aganglion hingga batas sphincter
ani interna dan dilakukan anastomosis coloanal pada perineum
2. Metode Duhamel: daerah ujung aganglionik ditinggalkan dan bagian
yang ganglionik ditarik ke bagian belakang ujung daerah aganglioner.
stapler GIA kemudian dimasukkan melalui anus.

42
3. Teknik Soave: pemotongan mukosa endorectal dengan bagian distal
aganglioner.

Setelah operasi pasien-pasien dengan penyakit hirschprung biasanya


berhasil baik, walaupun terkadang ada gangguan buang air besar. Sehingga
konstipasi adalah gejala tersering pada pascaoperasi. Pada pasien kasus ini baru
direncakan untuk dilakukan bareum enema dan belum direncanakan untuk
dilakukan tindakan operasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hackam D.J., Newman K., Ford H.R. 2005. Chapter 38 Pediatric Surgery in:

Schwartz’s PRINCIPLES OF SURGERY. 8th edition. McGraw-

Hill. New York. Page 1496-1498

2. Holschneider A., Ure B.M., 2000. Chapter 34 Hirschsprung’s Disease in:

Ashcraft Pediatric Surgery 3rd edition W.B. Saunders

Company. Philadelphia. page 453-468

43
3. Leonidas J.C., Singh S.P., Slovis T.L. 2004. Chapter 4 Congenital Anomalies

of The Gastrointestinal Tract In: Caffey’s Pediatric Diagnostic

Imaging 10th edition. Elsevier-Mosby. Philadelphia. Page 148-153

4. Snell, Richard S. Anatomi Klinik ed. 6. EGC : Jakarta. 2006.

5. Warner B.W. 2004. Chapter 70 Pediatric Surgery in TOWNSEND

SABISTON TEXTBOOK of SURGERY. 17th edition. Elsevier-

Saunders. Philadelphia. Page 2113-2114

6.  Ziegler M.M., Azizkhan R.G., Weber T.R. 2003. Chapter 56 Hirschsprung

Disease In: Operative PEDIATRIC Surgery. McGraw-Hill. New

York. Page 617-640

44

Anda mungkin juga menyukai