3
.Mochtar Kusumaatmadja. Pengantar Hukum Internasional, Banicipta :
Bandung. 1989. Hal 41..
aturan hukum yang bebas terpisah, sehingga tidak dapat
dikatakan bahwa hukum internasional adalah superior
dari hukum nasional atau sebaliknya.
c. Anziloti melihat hubungan antara hukum internasional
dan hukum nasional ada perbedaan fundamental antara
hukum internasional dan hukum nasional yaitu bahwa
hukum nasional ditentukan oleh perundang-undangan
yang harus ditaati, sedangkan hukum internasional
ditentukan oleh perjanjian antara negara yang harus di
junjung tinggi.
d.Triepel mengatakan hubungan hukum pidana
internasional dan hukum pidana nasional adanya
perbedaan fundamental antara hukum internasional dan
hukum nasional, yaitu:
1) Dari segi subjek hukum, yaitu:
Subjek hukum internasional adalah negara.
Subjek hukum nasionala adalah individu.
2) Dari segi sumber hukum, yaitu:
Sumber hukum internasional adalah kehendak
bersama negara-negara.
Sumber hukum nasional adalah kehendak negara.
Contoh:
1) Asas hukum pidana nasional yang diadopsi sebagai
4
.Eddy Omar Syarif Hiariej. Pengantar Hukum Pidana Internasional.
Erlangga: Jakarta. 2009. Hal 60
asas-asas dalam hukum pidana internasional yaitu:
dalam ketentuan KUHP semua negara khususnya
berkaitan dengan asas berlakunya hukum pidana
menurut tempat.
2) Tindakan-tindakan yang dikualifikasikan sebagai
kejahatan internasional oleh hukum pidana
internasional kemudian diadopsi dalam ketentuan-
ketentuan dalam hukum pidana nasional dengan
tujuan agar kejahatan tersebut tidak terjadi
dinegaranya.
Pertanyaan :
1. Bagaimana sejarah hukum pidana internasional
sehingga diakui sebagi disiplin ilmu hukum baru?
2. Bagaimana era sejarah hukum pidana
internasional?
3. Apa bukti lain dari perkembangan hukum pidana
internasional?
4. Apa yang menjadi faktorpendorong perkembangan
Hukum Pidana Internasional, jelaskan!
5. Bagaimana hubungan antara hukum pidana
Internasional Dengan Hukum Nasional, menurut
beberapa sarjana?
BAB iI
DEFINISI, ASAS-ASAS, SUMBER HUKUM,
DAN KARAKTERISTIK
HUKUM PIDANA INTERNASIONAL
11
.Tolib Efendi. Hukum Pidana Internasional. Pustaka Yustisia : Surabaya.
2. Asas-asas hukum pidana internasional yang berasal
dari hukum pidana yaitu : 12
12
.Ibid. Hal 41
13
.I Wayan Parthiana. Op. Cit. Hal 65
dianggap tidak bersalah sampai kesalahan dapat
dibuktikan berdasarkan suatu keputusan badan
peradilan yang sudah memiliki kekuatan hukum
tetap.
g. Asas ne bis in idem yaitu prinsip yang
menyatakan bahwa seseorang tidak dapat
dituntut lebih dari satu kalididepan pengadilan
atas perkara yang sama.
3. Asas-asas HPI yang mandiri yaitu:
a. Any person commits an act which constitutes a
crime under international law is responsible
therefor and liable to punishment. (setiap orag
yang melakukan perbuatan yang diatur sebagai
kejahatan menurut hukum internasional harus
bertanggungjawab dan oleh karena itu dapat di
jatuhi hukuman).
b. The fact that internal law does not impose penalty
for an act which is constitutes a crime under
international law does not relieve the person
whon committed the act from responsibility
under international law .(sebuah kenyataan14
15
.Lilik mulyadi. Fungsi Hukum Pidana Internasional Dihubungkan Dengan
Kejahatan Transnasional Khususnya Terhadap Tindak Pidana Korupsi.
Http://nynda.dosen.narotama.ac.id/files/2011/05/fungsi_hukum_pidana_internasional_d
ihubungkan_dengan_kejahatan_transnasional.pdf. Diakses 18 februari 2012. Pukul
18.30 wib.
E. Karakteristik Hukum Pidana Internasional
Hukum pidana internasional mempunyai kekhasan
tersendiri dengan kedudukan substansi yang menjadi objek
pembahasan memiliki kepribadian ganda dan aplikasi
penegakan hukum yang unik diantara hukum pidana
nasional dan hukum internasionaldi dalam masyarakat
internasional. Hukum pidana internasional tidak identik
dengan hukum pidana nasional maupun hukum nasional.
Menurut Romli Atmasasmita ada lima (5) karakter
hukum pidana internasional yaitu:
1. Pertangungjawaban individu;
2. Pertangungjawaban pidana tersebut tidak melekat
pada jabatan seseorang;
3. Pertanggungjawaban individu itu tidak tergantung
apakah undang-undangnasional mengecualikan dari
pertangungjawaban tersebut;
4.Pertangungjawaban dimaksud mengandung
konsekuensi penegakan hukum melalui mahkamah
pidana internasional atau pengadilan nasional yang
dilaksanakan pada prinsip universal;
5. Terdapat hubungan erat historic, praktik dan doktrin
antara hal-hal yang dilarang dari undang-undangdan
landasan hukum internasional pasca perang dunia II.
Secara garis besar karakteristik hukum pidana
internasional meliputi dua hal, yaitu:
1. Karakteristik hukum pidana internasional secara
materiil pada hakekatnya sama dengan karakter
kejahatan internasional. Karena pada substansi
hukum pidana internasional adalah kejahatan
internasional.
2. Karakteristik hukum pidana internasional secara
formil yang pada hakekatnya adalah penegakan
hukum pidana internasional dimana terdapat tolak-
tarik antara kedua kedaulatan suatu negara dengan
tuntutan masyarakat internasional.
Pertanyaan:
1. Jelaskan bagaimana pengertian hukum pidana
internasional menurut Rolling?
2. Bagaimana enam definisi tentang hukum pidana
internasional menurut Georg Schwrazen Berger?
3. Asas hukum pidana internasional terdiri dari asas
yang berasal dari hukum pidana, asas yang berasal
dari hukum internasional dan asas hukum pidana
internasional yang mandiri. Sebutkan asas hukum
pidana internasional mandiri tersebut?
4. Bagaimana karakterisitik dari hukum pidana
internasional?
5. Bagaimana fungsi dari hukum pidana
internasional?
BAB III
KEJAHATAN
A. Kejahatan Transnasional
Hukum pidana yang berlaku di indonesia adalah
merupakan hukum peninggalan zaman kolonial Belanda
khususnya yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP). Adanya ketidaksesuaian hukum ini
yang dahulunya diterapkan di masa penjajaahan dan
sekarang telah memasuki kemerdekaan, Saat ini
pemerintahan indonesia sedang melakukan perubahan
KUHP yang lebih sesuaidengan keadaan dan kebutuhan
masa kini bangsa indonesia, namun sampai sekarang
RUKUHP ini belum di sahkan, maka kita masih mengacu
pada KUHP peninggalan kolonian Belanda karena KUHP
itu masih dinyatakan berlaku sebagai hukum positif
indonesia.
Pengaturan kejahatan transnasional dalam hukum
positif indonesia, secara eksplisit tidak ada satu pasal pun
yang menetapkan pengaturan tentang hukum transnasional
itu. Tetapi secara implisit ada beberapa Pasal yang dapat
diterapkan untuk kejahatan transnasional diantaranya pasal
438 tentang pembajakan laut lepas, Pasal 338, Pasal 339,
Pasal 340 tentang pembunuhan yang dapat diterapkan dalam
kejahatan genoside.
Tidak samanya langakah yang dilakukan setiap
negara terutama dalam hal meratifikasi, maka tidak semua
negara itu meratifikasi konvensi tentang kejahatan
internasional, maka timbul beberapa akibat yaitu negara
yang tidak meratifikasi dan tidak adanya satu ketentuan
pidana dalam hukumnya yang mengatur tentang itu maka
secara tidak langsung memberikan kebebasan pada pelaku
yang melakukan kejahatan itu karena pelaku itu tidak dapat
diadili dan di hukum.
Ketidak seragaman pengaturan itu membawa
dampak bahwa hukum nasional masing-masing negara
berbeda-beda dan menimbulkan ketidak pastian hukum
tentang kejahatan internasional hal ini menciptakan keadaan
dimana tidak menguntungkan bagi masyarakat
internasional.
Untuk mengadopsi ketentuan-ketentuan kejahatan
internasional itu sebagaimana yang ditentukan dalam
konvensi yang bersangkutan dapat ditempuh beberapa
alternatif, yaitu:
1. Dengan adanya pernyataan turut serta terkait dalam
konvensi yang berkaitan baik dengan meratifikasi,
signature, aksesi dan lain-lain sesuai denganyang
ditentukan dalam konvensi tersebut dan kemudian
mengatur kejahatan internasional dalam hukum
pidana nasional untuk lebih lanjut;
2. Tanpa menyatakan turut serta pada konvensi yang
bersangkutan, tetapi secara langsung mengatur
materi kejahatan transnasional seperti dalam
konvensi itu.
18
. Romli Atmasasmita. Op. Cit. Hal 39
19
. ibid Hal 40.
tahun 1812 ada 28 kategori kejahatan internasional,
yaitu:
1. Aggresion.
2. Genocide.
3. Creme against humanity.
4. War crime.
5. Unlawful pasision or use or emplacement of
weapons.
6. Theft of nuclear materials.
7. Mercenarism.
8. Apartheid.
9. Slavery and slave-related.
10. Torture and other forms of cruel, in human or
degrading treatment.
11. Unlawful human experimentation.
12. Piracy
13. Aircraft hijacking and unlawful acts against
international air safety.
14. Unlawful acts against international the safety or
maritime navigation and the safety of platform on
the high seas.
15. Treat and use of force against internationaly
protected personel.
16. Crimes against unaitid nations and associated
personnel.
17. Talking of civilianhostages
18. Unlawful use of the mail
19. Attacks with explosive
20. Financing terorisme
21. Unlawful trafficin drugs and related drugs offenses
22. Organized crime
23. Destruction andlor theft of national treasures
24. Unlawful acts against certain internationally
protected elements of the environment
25. International traffic in obsence materials
26. Falsification and counterfeiting
27. Unlawful interference with submarine cables
28. Bribery of foreign publict officals.
Dari 28 kejahatan tersebut M. Cherif Bassioni
membagi tingkat kejahatan menjadi 3 tingakatan kejahatan
yaitu:
Pertama, kejahatan internasional yaitu tipikal dan
karakter dari internasional berkaitan dengan perdamaian
dan keamanan manusia serta nilai-nilai kemanusian yang
fundamental, (11 kejahatan), yaitu:
1. Aggresion.
2. Genocide.
3. Creme against humanity.
4. War crime.
5. Unlawful pasision or use or emplacement of
weapons.
6. Theft of nuclear materials.
7. Mercenarism.
8. Apartheid.
9. Slavery and slave-related.
10. Torture and other forms of cruel, in human or
degrading treatment.
11. Unlawful human experimentation.
Kedua, kejahatan internasional yang disebut
international delict tipikal dan karakter dari internasional
berkaitan dengan kepentingan internasional yang
melindungi meliputi lebih dari satu negara atau korban dan
kerugian yang timbul berasal dari satu negara.Terdiri dari 13
kejahatan, yaitu:
1. Piracy
2. Aircraft hijacking and unlawful acts against
international air safety.
3. Unlawful acts against international the safety or
maritime navigation and the safety of platform on
the high seas.
4. Treat and use of force against internationaly
protected personel.
5. Crimes against unaitid nations and associated
personnel.
6. Talking of civilianhostages
7. Unlawful use of the mail
8. Attacks with explosive
9. Financing terorisme
10.Unlawful trafficin drugs and related drugs offenses
11. Organized crime
12. Destruction andlor theft of national treasures
13. Unlawful acts against certain internationally
protected elements of the environment.
Ketiga, kejahatan internasional yang disebut
international infraction. Secara normatif kejahatan ini tidak
termasuk dalam katagori international crimes ataupun
international delict. Terdiri dari 4 kejahatan, yaitu:
1. International traffic in obsence materials
2. Falsification and counterfeiting
3. Unlawful interference with submarine cables
4. Bribery of foreign publict officals.
22
. Ibid Hal. 44.
menggunakan bendera negara bersangkutan.
d. Konvensi Laut Lepas , Pasal 14 sampai Pasal 22
23
23
. Ibid Hal. 43.
24
. Ibid Hal. 45.
f. Konvensi tunggal tentang narkotika serta protokol
yang mengubahnya Single Konvensi on Nacitic
Drugs 1961 . 25
Pertanyaan:
1. Jelaskan apa yang dimaksud kejahatan
internasional menurut Statuta Roma Pasal 5?
2. Bagaimana karakteristik kejahatan internasional?
3. Sebutkan beberapa kejahatan yang termasuk dalam
kejahatan pidana internasional
4. Eksistensi kejahatan internasional dibagi menjadi 3
kategori, jelaskan?
5. Jelaskan konvensi-konvensi yang berkaitan dengan
kejahatan internasional?
25
. Ibid Hal. 45.
BAB IV
YURISDIKSI
A. Definisi Yurisdiksi.
Yurisdiksi atau jurisdiksi adalah wilayah/daerah
tempat berlakunya sebuah undang-undang yang
berdasarkan hukum. Kata ini berasal dari bahasa Latin ius,
iuris artinya “hukum” dan dicere artinya “berbicara”.
Yurisdiksi juga berarti kekuasaan:
a. Mengadili;
b. Lingkup kuasa kehakiman;
c. Peradilan.
Menurut Wayan Parthiana yurisdiksi adalah26
B. Macam-macam Yurisdiksi
Ada tiga macam yurisdiksi yang dimiliki oleh negara
berdaulat menurut John O'Brien, yaitu:
1. Kewenangan negara untuk membuat ketentuan-
ketentuan hukum terhadap orang, benda atau
peristiwa maupun perbuatan diwilayah teritorialnya
(legislative Juridiction or enforcement jurisdiction);
2. Kewenangan negara untuk memaksa berlakunya
ketentuan-ketentuan hukum nasionalnya (executive
jurisdiction or enforcement jurisdiction);
3. Kewenangan pengadilan negara untuk mengadili
dan memberikan putusan hukum (Yudicial
yurisdiction).
Perbedaan dari ketiga macam yurisdiksi diatas dapat
dilihat menurut beberapa ahli hukum yaitu membedakan
antara yang kedua dengan yang ketiga Executive jurisdiction
or enforcement jurisdiction merupakan power of pischal
interference exercised by the executive. Contohnya
melakukan proses menangkap sampai pada menyita harta
kekayaan. Sedangkan Yudicial yurisdiction melakukan
proses peradilan suatu negara terhadap orang benda maupun
peristiwa tertentu.
Sedangkan menurut martin dixon dan Tien Saefullah
menggabungkan keduanya dalam enforcement jurisdiction
dan Yudicial yurisdiction menjadi enforcement jurisdiction.
Menurut mereka kewenangan negara untuk menetapkan
ketentuan hukum disebut jurisdiction to prescribe, yaitu
kewenangan negara untuk menerapkan dan menegakan
hukum nasional terhadap peristiwa dan perbuatan yang
dilakukan.
Penerapan yurisdiksi menjadi masalah hukum
internasional bila dalam suatu kasus ditemukan unsur asing,
baik sebagai pelaku maupun sebagai korban, atau tempat
terjadinya peristiwa di luar negeri. Namun dalam hal ini
tetap saja hanya satu negara yang dapat mengadilinya,
sesuai dengan asas Ne Bis In Idem.
C.Prinsip-Prinsip Yurisdiksi
Secara garisbesar yurisdiksi meliputi yurisdiksi
dalam tataran hukkum perdata maupun dalam tataran hukum
pidana. Dalam hukum pidana yurisdiksi yang dimaksud
adalah kewenangan hukum pengadilan suatu negara
terhadap perkara-perkara yang menyangkut kepidanaan
baik yang murni nasional maupun yang terdapat unsur
asingnya. Sedangkan yurisdiksi perdata adalah kewenangan
hukum pengadilan suatu negara yang menyangkut
keperdataan baik yang sifatnya perdata biasa (nasional)
maupun pedata internasional yang terdapat unsur asing
dalam kasus tersebut baik menyangkut para pihak objek
maupun tempat yang menjadi disengketakan.
Prinsip yurisdiksi yang dikenal dalam hukum
27
27
. Kuat Puji Prayitno. Op.Cit. Hal 36.
kejahatan-kejahatan yang dilakukan dalam
wilayah hukum atau teritorialnya.
Menurut Hakim Loed Micmillan, suatu
negara harus mempunyai yurisdiksi terhadap
semua orang, benda dalam perkara-perkada
pidana dan perdata dalam batas-batas
teritorialnya sebagai tanda negara tersebut
berdaulat.
Menurut prinsip ini suatu negara memiliki
yurisdiksi yang kuat untuk mengadili perkara atas
kejahatan, dengan pertimbangan:
a. Negara yang ketertiban sosialnya terganggu
atas kejahatan yangterjadi di negaranya;
b. Biasanya pelaku ditemukan negara dimana
kejahatan itu dilakukan;
c. Akan lebih mudah menemukan saksi dan
bukti-bukti sehingga proses persidangan
dapat lebih efektif dan efisien;
d. Seorang WNA yang datang ke wilayah suatu
negara dianggap menyerahkan diri pada
sistem Hukum nasional negara tersebut.
Contoh kasus:
WNA tertangkap basah menyimpan dan
memperjual belikan ganja di wilayah indonesia,
maka indonesia dapat menerapkan yurisdiksi
teritorial terhadap orang itu.
Pengecualian negara tidak dapat menerapkan
yurisdiksi teritorialnya, yaitu:
a. Terhadap pejabat diplomatic negara asing;
b. Terhadap negara dan kepala negara asing;
c. Terhadap kapal public negaraasing;
d. Terhadap organisasi internasional;
e. Terhadap pangkalan militer asing.
2. Prinsip Teritorial Subjektif
Negara memiliki yurisdiksi terhadap seseorang
yang melakukan kejahatan yang dimulai dari
wilayahnya, tetapi diakhiri atau menimbulkan
kejahatan yang dimulai dari wilayahnya, tetapi
diakhiri atau menimbulkan kerugian di Negara
Lain.
Contoh:Perbatasan wilayah indonesia dan
malaysia indonesia berhak mengadili kejahatan
meskipun akibat yang di derita itu ada pada
negara malaysia, ini menurut Prinsip Teritorial
Subjektif.
3. Prinsip Teritorial Objektif
Suatu negara memiliki yurisdiksi terhadap
seseorang yang melakukan kejahatan yang
menimbulkan kerugian di wilayah meskipun
perbuatan awal itudimulai dari negara lain.
4. Prinsip Nasionalitas Aktif
Negara memiliki yurisdiksi terhadap warga yang
melakukan kejahatan diluar negeri. Indonesia
memiliki yurisdiksi ini untuk mengadili TKI yang
membunuh majikan di Arab Saudi. Dalam
praktiknya terjadi klaim tumpang tindih dalam
mengadili proses peradilan ini karena berkenaan
dengan status kewarganegaraan.
5. Prinsip Nasionalitas Pasif.
Prinsip ini negara memiliki yurisdiksi terhadap
warga negaranya yang menjadi korban kejahatan
yang dilakukan orang asing di luar negeri.
6. Prinsip Universal
Berdasarkan prinsip ini setiap negara memiliki
yurisdiksi untuk mengadili pelaku kejahatan
internasional yang dilakukan dimana pun tanpa
memperhatikan kebangsaan pelaku maupun
korban. Yurisdiksi universal dalam hukum
internasional bertujuan untuk memproses
fenomena pengampunan (impunity) bagi orang-
orang tertentu.
Prinsip ini bersifat unik karena ada beberapa ciri
yang menonjol, yaitu:
a. Setiap negara berhak melaksanakan
yurisdiksi universal.
b. Setiap negara yang akan melaksanakan
yurisdiksi universal tidak perlu
mempertimbangkan siapa dan
berkewarganegaraan baik bagi pelaku,
korban dan dimana dilakukan kejahatan itu.
c. Hanya terhadap pelaku kejahatan yang
disebut international crime atau pelaku
serious crime yang berhak di terapkan oleh
setiap negara.
Untuk disebut sebagai serious crime harus
memenuhi beberapa syarat yaitu:
a. Perbuatan tersebut harus sudah dirumuskan
sebagai tindak pidana dalam semua sistem
hukum di semua negara;
b. Pelaku merupakan musuh umat manusia dan
tindakannya bertentangan dengan
kepentingan umat manusia;
c. Arena sifatnya sangat membahayakan
masyarakat internasional.
7. Prinsip Perlindungan
Negara memilikiyurisdiksi terhadap orang asing
yang melakukan yurisdiksi terhadap orang asing
yang melakukan kejahatan yang serius yang
mengancam kepentingan vital negara.
1. Murder (pembunuhan);
2. Extermination (pembasmian/pemusnahan);
3. Enslavement (perbudakan);
4. Deportation (pengusiran);
5. Tindakan-tindakan lain tidak manusiawi yang
dilakukan terhadap penduduk sipil, baik sebelum
atau selama peperangan;
6. Penyiksaan atau penganiayaan yang dilandasi atau
dilatarbelakangi oleh faktor-faktor politik, ras,
agama, baik dalam hal kejahatan peperangan atau
kejahatan perdamaian.
Beberapa deklarasi yang berkaitan yaitu:
1. Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia
10 Desember 1948;
2. Konvensi Genocide 1949
3. Konvensi Jenewa 1949 tentang terlindungan korban
perang.
28
. I Wayan Parthiana. Op. Cit. Hal 26
Dalam perkembangannya khususnya di eropa tahun
1953 lahirlah European Convention on Human Right and
Fundamental Freedoms (Konvensi Eropa tentang hak-hak
asasi dan kebebasan fundamental manusia). Sedangkan di
kawasan Amerika dan Afrika lahir beberapa konvensi
regional tentang hak asasi manusia, yaitu Convenan on Civil
and Political Rightsand Convenant on Economic and
Cultural Rights. Selanjutnya muncul berbagai instrumen
mengenai hak asasi manusia baik dalam lingkup regional
dan global, maupun yangbersifat sektoral serta spesifik.
Namun tidak berhenti disana, lain pihak bnyak
terjadi peperangan, yang berlatar belakang tidak jauh dari
perang dunia II yaitu bersentuhan dengan nilai-nilai
kemanusiaan universal yang tidak lagi mengenal batas
negara, perbedaan ras, warna kulit, suku, etnis, agama dan
kepercayaan. Sebagai konsekuensinya munculah usaha-
usahauntuk menginternasionalkan kejahatan-kejahatan
yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan universal
dan mengaturnya dalam bentuk instrumen-instrumen
hukum, seperti perjanjian atau konvensi
internasional.
Pasal 5 Statuta Mahkamah Pidana Internasional
(Traktat Roma, 1998) menegaskan 4 jenis kejahatan yang
menjadi yurisdiksi dari mahkamah, yaitu :
29
29
. Ibid . Hal 25
30
. Ibid . Hal 25
1. Murder (pembunuhan);
2. Extermination (pembasmian/pemusnahan);
3. Enslavement (perbudakan);
4. Deportation or forcible transferof population
(pengusiran atau pemindahan secara paksa atas
penduduk);
5. Detention or devrivation of liberty in violation of
fundamental legal norms (Penahanan atau
penghukuman yang berupa pengurangan kebebasan
yang merupakan pelanggaran atas kaidah hukum
yang fundamental);
6. Future (penyiksaan);
7. Rape or other sexsual abouse or enforced
prostitution (pemerkosaan atau penyalahgunaan
seksual lainnya atau pemaksaan untuk melakukan
prostitusi);
8. Persecution against any indentifiable group or
collectivity on political, racial, national, etnic,
cultural or regious or gender or onther similar
grounds (penyiksaan/penganiayaan yang dilakukan
terhadap kelompok manusia berdasarkan alasan
politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya atau agama,
gender atau alasan-alasan selain yang serupa);
9. Enforced disapearance of persons (penghilangan
secara paksa atas seseorang individu);
10. Other inhumane acts of a similar character cousing
great sufering or serious injury to body or mental or
physical health (tindakan-tindakan yang tidak
manusiawi atau tidak berperikemanusiaan.
Berdasarkan yurisdiksi universal jika ditinjau dari
segi hukum internasional, berarti bahwa setiap negara
berhak, berkuasa, ataupun berwenang untuk mengadili
sipelaku, tanpa memandang siapapun para korbannya dan
tanpa memandang dimanapun tenpat peristiwa itu terjadi,
serta kapan terjadinya (berarti mengenyampingkan asas
kadaluarsa).Namun sebelum itu perlu tetap memperhatikan
tentang pengaturan dalam hukum nasional maupun hukum
internasional, yaitu:
1. Bahwa eksistensi statuta badan peradilan internasional
yaitu kejahatan terhadap kemanusian didalam hukum
internasional positif;
2. Bahwa negara yang sudah melakukan ratifikasi
terhaadap perjanjian-perjanjian internasional
maupun konvensi-konvensi internasional yang
berhubungan dengan ini untuk segera
mentranformasikan kedalam hukum atau undang-
undang nasionalnya;
3. Bahwa adanya beberapa negara yang telah
menggolongkan kejahatan-kejahatan kemanusian itu
dalam hukum pidana nasional namun isi dan jiwanya
tidak sama dengan hukum internasional.
Secara khusus pengaturan tentang pelanggaran yang
tergolong pada kejahatan internasional yang diatur dalam
Pasal 5 Statuta Mahkamah Internasional tetap
memberlakukan yurisdiksi universal, jadi pelaku tidak dapat
menghindari dari proses dan tuntutan atas kejahatan yang
dilakukannya. Akan tetapi hukum internasional hanya
memberikan sebatas yurisdiksi atau hanya memberikan hak,
kekuasaan atau kewenangan untuk menerapkan hukum
pidana nasionalnya.Namun meskipun pada teorinya tentang
berlakunya yurisdiksi universal atas kejahatan terhadap
kemanusian sangatlah ideal namun pada prakteknya
tidaklah mudah, mengingat adanya lebih besarnya aspek-
aspek politik daripada aspek-aspek legal formal.
Pada umumnya pengaturan tentang yurisdiksi
negara atas kejahatan terhadap kemanusiaan ataupun
kejahatan-kejahatan lain yang bertentangan dengan nilai-
nilai kemanusiaan dalam konvensi-konvensi internasional
adalah yurisdiksi universal.Ditinjau dari pengaturannya di
dalam perjanjian-perjanjian ekstradisi secara eksplisit
tampak tidak atau belum ada perjanjian-perjanijan ektradisi
bilateral maupun multilateral yang menegaskan tentang
kejahatan terhadap kemanusiaan sebagai salah satu
kejahatan yang dapat dijadikan alasan untuk meminta
penyerahan atau menyerahkan si pelaku. Yang ada hanya
jenis-jenis kejahatan yang secara konvensional dan
tradisional telah diakui dan diatur dalah hukum pidana
nasional masing-masing negara peserta.
Penegasan tentang kejahatan pembunuhan dan
perbudakan ada dalam pengertian konvensional sehingga
dikatakan sebagi kriminal biasa. Dengan demikian
yurisdiksinya pun bukan berdasarkan atas yurisdiksi
universal melaikan yurisdiksi personal atas dasar
kewenangan aktifmaupun pasif.Khusus kejahatan
kemanusiaan harus memperhatikan beberapa masalah yang
patut dikemukakan,yaitu:
1. Jika si pelaku bagian dari pemerintah atau penguasa itu
sendiri, akan kecil kemungkinan pemerintah tersebut
akan mengabulkan permintaanannya, berbeda halnya
jika seseorang itu lawan politiknya;
2. Jika pelaku melarikan diri kenegara ketiga, pelaku
tentu akan memilih negara yang sekiranya akan
memberikan perlindungan baginya;
3. Jika negara yang mengajukan ektradisi berdasarkan
yurisdiksi universal bahwa si pelaku akan berlindung
dibalik kejahatan politik.
Upaya yang efektif untuk memaksa suatu negara
yang menolak ektradisi sipelaku kejahatan kemanusiaan
adalah melalui tekanan-tekanan internasional yang
dilakukan secara terus menerus.
Pertanyaan:
1. Jelaskan definisi yurisdiksi menurut saudara?
2. Jelaskan macam-macam yurisdiksi menurut
pendapat John O'Brien?
3. Jelaskan prinsip-prinsip yurisdiksi?
4. Jelaskan mengapaprinsip universal dalam
yurisdiksi dikatakan sebagai prinsip yang unik?
5. Bagaimana pengaturan penerapan yurisdiksi jika
dikaitkan dengan prinsip universal?
BAB V
EKSTRADISI
A.Sejarah Ektradisi
Istilah ekstradisi berasal dari kata latin yaitu
extradere atau menyerahkan. Secara etimologis berasal dari
dua kata yaitu extra dan tradition .Ekstradisi artinya suatu
31
31
. C. Bassiouni, International Extradition and World Order. Stijthoff
International Publishing Company. 1974. Hal 3
lain untuk bertujuan penuntutan atau menjalani hukuman.
Hukum ekstradisi dilandaskan pada asumsi bahwa negar
yang meminta ekstradisi mempunyai itikad baik dan pelaku
kejahatanyang diserahkan akan diberlakukan adil selama
diadili di negara yang bersangkutan.
Bassioni membagi perkembangan ekstradisi
32
D. Asas-Asas Ekstradisi
Perihal ekstradisi biasanya diatur dalam undang-
undang masing-masing negara undang-undang tersebut
kemudian ditindaklanjuti dengan perjanjian bilateral antara
satu negara dengan negara lainnya. Ataudapat juga
pelaksana ekstradisi dalam suatu perjanjian multilateral atau
dalam bentuk perjanjian regional seperti ekstradisi eropa.
Dalam undang-undang atau perjanjian ektradisi
asas-asas ekstradisi tertuang secara eksplisit. Secara
keseluruhan asas-asas ektradisi itu ada sembilan, yaitu :
35
A. Literatur
----------------------------1986.International Criminal
Law Volume I : Crimes. New York
:Transnational Publishers Inc.