I. Definisi
Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang
dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama
pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan
dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel
dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi
tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronchial dengan ciri
bronkospasme periodic ( kontraksi spasme pada saluran napas ). (Irman
Somantri : 2008).
Asma merupakan penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernapsan
yang dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang
reversible dan gejala pernapasan. (Aru W. Sudoyo: 2009).
Asma kronis merupakan faktor predisposisi emfisema. Ketika
bronkioulus yang tersumbat menghalangi ventilasi alveoli, dinding alveoli
mulai mengembang dan pecah, meninggalkan rongga besar yang tidak
menyediakan cukup permukaan untuk pertukaran gas. ( Valerie C. Scanlon
dan Tina Sanders ).
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan napas yang
melibatkan berbagai sel inflamasi. Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas
bronkhus dalam berbagai tingkat, obstruksi jalan napas, dan gejala
pernapasan ( mengi dan sesak). Obstruksi jalan napas umumnya bersifat
reversibel, namun dapat menjadi kurang reversibel bahkan relatif
nonreversibel tergantung berat dan lamanya penyakit. (Arif Mansjoer, dkk:
2001).
Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit
gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai
dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan
bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan
nafas.
II. Epidemologi
Sekarang asma adalah penyakit kronis yang paling umum pada anak-
anak, mempengaruhi satu dari setiap 15 anak.
Di Amerika, kunjungan pasien asma pada pasien berjenis kelamin
perempuan di bagian gawat darurat dan akhirnya memerlukan perawatan di
rumah sakit dua kali lebih banyak dari pada pasien pria. Data penelitian
menunjukan bahwa 40 % dari pasien yang dirawat tadi terjadi selama fase
premenstruasi.
Di Amerika utara, 5% dari orang dewasa juga dirundung oleh asma.
Keseluruhannya, kira-kira 1 juta orang Kanada dan 15 juta orang Amerika
yang menderita dari penyakit ini.
Di Australia, Kanada, dan Spanyol dilaporkan bahwa kunjungan
psien dengan asma akut di bagian gawat darurat bekisar antara 1-12 %. Rata-
rata biaya tahunan yang dikeluarkan pasien yang mengalami serangan adalah
$ 600, sedangkan yang tidak mengalami serangan biaya bekisar $ 170. (Aru
W. Sudoyo, dkk: 2009).
Angka dari kasus-kasus baru dan angka tahunan dari opname rumah sakit
untuk asma telah meningkat 30% selama 20 tahun belakangan ini. Bahkan
dengan kemajuan dalam perawatan, kematian-kematian karena asma diantara
orang-orang muda sudah lebih dari berlipat ganda.
III. Etiologi
Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang
disebabkan oleh :
1. Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.
2. Pembengkakan membran bronkus.
3. Terisinya bronkus oleh mukus yang kental.
Namun suatu hal yang sering kali terjadi pada semua penderita asma
adalah fenomena hiperaktifitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka
terhadap rangsangan imunologi maupun nonimunologi. Karena sifat tersebut,
maka serangan asma mudah terjadi akibat berbagai rangsangan baik fisik,
metabolisme, kimia, allergen, infeksi, dan sebagainya.
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma.
A. Faktor predisposisi
1. Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat
mudah terkena penyakit asthma bronkhial jika terpapar dengan foktor
pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa
diturunkan.
B. Faktor presipitasi
1. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan.
Seperti : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri
dan polusi.
b. Ingestan, yang masuk melalui mulut.
Seperti : makanan dan obat-obatan.
c. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.
seperti : perhiasan, logam dan jam tangan.
2. Perubahan cuaca.
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau,
musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga
dan debu.
3. Stress.
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain
itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping
gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang
mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum
diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
4. Lingkungan kerja.
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang
yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes,
polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
5. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat.
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau alah raga yang berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
PERSISTEN Gejala > 1x/minggu tiap > 2 kali VEPI atau APE ≥ 80 %
RINGAN < 1x/hari seminggu normal
Mingguan Serangan dapat
menganggu aktivitas dan
tidur
Serangan 2x/minggu,
bisa berhari-hari
Gejala harian
PERSISTEN >1x/minggu VEPI atau APE > 60%
Menggunakan obat
SEDANG Terapi ≤ 80% normal
setiap hari
Harian
Serangan menganggu
aktivitas dan tidur
Serangan 2x/minggu,
bisa berhari-hari
Gejala terus-menerus
PERSISTEN Aktivitas fisik terbatas Sering VEPI atau APE < 80%
BERAT Sering terjadi serangan normal
kontinue
Tabel. Klasifikasi Derajat Asma ( Arif Mansjoer, dkk : 2000 ).
V. Patofisiologi
Asma akibat alergi bergantung kepada respons IgE yang dikendalikan
oleh limfosit T dan B serta diaktifkan oleh inetraksi antara antigen dengan
molekul IgE yang berkaitan gengan sel mast. Sebagian besar alergen yang
mencetuskan asma bersifat airborne dan agar dapat menginduksi keadaan
sensitivitas, alergen tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak untuk
periode waktu tertentu. Akan tetapi, sekali sensitivisasi telah terjadi, klien
akan memperlihatkan respons yang sangat baik, sehingga sejumlah kecil
alergen yang mengganggu sudah dapat menghasilkan eksaserbasi penyakit
yang jelas.
Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi periode akut asma
adalah aspirin, bahan pewarna seperti tartasin, antagonis beta-adrenergenik,
dan bahan sulfat. Sindrom pernafasan sensitif-aspirin khususnya terjadi pada
orang dewasa, walaupun keadaan ini juga dapat dilihat pada masa kanak-
kanak. Masalah ini biasanya berawal dari rhinitis vasomotor perenial yang
diikuti oleh rhinosinusitis hiperplastik dengan polip nasal. Baru kemudian
muncul asma progresif.
Klien yang sensitif terhadap aspirin dapat didesentiasasi dengan
pemberian obat setiap hari. Setelah menjalani bentuk terapi ini, toleransi
silang juga akan terbentuk terhadap agen anti inflamasi non-inflamasi non-
steroid lain. Mekanisme yang menyebabkan bronkospasme karena
penggunaan aspirin dan obat lain tidak diketahui, tetapi mungkin berkaitan
dengan pembentukan leukotrien yang diinduksi secara khusus oleh aspirin.
Antagonis ß-adrenergik biasanya menyebabkan obstruksi jalan nafas
pada klien asma, sama halnya dengan klien lain, dapat menyebabkan
peningkatan reaksivitas jalan nafas dan hal tersebut harus dihindarkan. Obat
sulfat, seperti kalium metabisulfit, kalium dan natrium bisulfit, natrium sulfit
dan sulfat klorida, yang secara luas digunakan dalam industri makanan dan
farmasi sebagai agen sanitasi serta pengawet dapat menimbulkan obstruksi
jalan nafas akut pada klien yang sensitif. Pajanan biasanya terjadi setelah
menelan makanan atau cairan yang mengandung senyawa ini, seperti salad,
buah segar, kentang, kerang, dan anggur.
Pencetus-pencetus serangan di atas ditambah dengan pencetus lainnya
dari internal klien klien akan mengakibatkan timbulnya reaksi antigen dan
antibodi. Reaksi antigen-antibodi ini akan mengeluarkan substansi pereda
alergi yang sebetulnya merupakan mekanisme tubuh dalam menghadapi
serangan. Zat yang dikeluarkan dapat berupa histamin, bradikinin, dan
anafilatoksin. Hasil dari reaksi tersebut dalah timbulnya tiga gejala, yaitu
berkontaksinya otot polos, peningkatan permeabilitas kapiler, dan
peningkatan sekret mucus
VII. Klasifikasi
A. Berdasarkan penyebabnya, asma dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,
yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor
pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-
obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering
dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.
Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang
disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asthma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap
pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin
atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan
emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan
berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan
emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asthma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk alergik dan non-alergik.
B. Berdasarkan tingkatan asma
1. Tingkat I
a. Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan
fungsi paru.
b. Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun
dengan test provokasi bronkial di laboratorium.
2. Tingkat II :
a. Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru
menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
b. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3. Tingkat III :
a. Tanpa keluhan.
b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya
obstruksi jalan nafas.
c. Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah
diserang kembali.
4. Tingkat IV :
a. Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi
wheezing.
b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda
obstruksi jalan nafas.
5. Tingkat V :
a. Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa
serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara
terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
b. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas
yang reversibel.
VIII. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
A. Pemeriksaan laboratorium.
1. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
a. Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari
kristal eosinopil.
b. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan)
dari cabang bronkus.
c. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
d. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya
bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang
terdapat mucus plug.
2. Pemeriksaan darah.
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
a. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
b. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas
15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
c. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari
Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari
serangan.
B. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu
serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen
yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma
yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan
yang didapat adalah sebagai berikut:
1. Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan
bertambah.
2. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran
radiolusen akan semakin bertambah.
3. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada
paru.
4. Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
5. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen
pada paru-paru.
C. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang
dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
D. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat
dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang
terjadi pada empisema paru yaitu :
1. Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis
deviasi dan clock wise rotation.
2. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya
RBB (Right bundle branch block).
3. Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia,
SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
E. Scanning Paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa
redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-
paru.
F. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang
paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon
pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan
sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau
nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC
sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma. Tidak
adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan
spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga
penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak
penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya
menunjukkan obstruksi.
SEDANG
Hanya mampu berjalan Terbaik Puskesmas
jarak dekat. Agonis β – 2 secara nebulisasi 2,5 – Klinik Rawat
Bicara dalam kalimat 5 mg, dapat diulangi sampai dengan Jalan
terputus – putus. 3 X dalam 1 jam pertama dan dapat Unit Gawat
Denyut nadi 100 – 120 / dilanjutkan setiap 1 – 4 jam Darurat
menit (APE 40 – 60 %). kemudian. Praktek
Alternatif dokter umum
- Agonis β – 2 i.m / adrenalin s.k. Di rawat RS
- Teofilin i.v 5 mg / kg BB / i.v bila tidak
pelan – pelan. respons
- Steroid i.v / kortison 100 – 200 dalam 2- 4
mg, i.m deksametason 5 mg i.v. jam
- Oksigen 4 liter / menit
BERAT
Sesak pada istirahat. Terbaik Unit Gawat
Bicara dalam kata – kata - Agonis β – 2 secara nebulisasi Darurat
terputus. dapat diulangi sampai dengan 3 Rawat bila
Denyut nadi > 120 kali dalam 1 jam pertama, tidak respon
L/menit. selanjutnya dapat diulangi setiap 1 dalam 2 jam
X. Prognosis
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir
menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko
yang berjumlah kira-kira 10 juta. Namun, angka kematian cenderung
meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas.
Informasi mengenai perjalanan klinis asma mengatakan bahwa prognosis
baik ditemukan pada 50 sampai 80 persen pasien, khususnya pasien yang
penyakitnya ringan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang
menderita asma 7 sampai 10 tahun setelah diagnosis pertama bervariasi dari
26 sampai 78 persen, dengan nilai rata-rata 46 persen; akan tetapi persentase
anak yang menderita penyakit yang berat relative rendah (6 sampai 19
persen).
Tidak seperti penyakit saluran napas yang lain seperti bronchitis kronik,
asma tidak progresif. Walaupun ada laporan pasien asma yang mengalami
perubahan fungsi paru yang irreversible, pasien ini seringkali memiliki
tangsangan komorbid seperti perokok sigaret yang tidak dapat dimasukkan
salam penemuan ini. Bahkan bila tidak diobati, pasien asma tidak terus
menerus berubah dari penyakit yang ringan menjadi penyakit yang berat
seiring berjalannya waktu. Beberapa penelitian mengatakan bahwa remisi
spontan terjadi pada kira-kira 20 persen pasien yang menderita penyakit ini di
usia dewasa dan 40 persen atau lebih diharapkan membaik dengan jumlah dan
beratnya serangan yang jauh berkurang sewaktu pasien menjadi tua.
3. B2 (Blood)
Memonitor dapat asma pada status kardiovaskular meliputi
keadaan hemodinamik, seperti nadi, tekanan darah, dan CRT.
4. B3 (Brain)
Pada saat inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Disamping itu,
diperlukan pemeriksaan GCS, untuk menentukan tingkat kesadaran
klien apakah compos mentis, somnolen, atau koma.
5. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine perlu dilakukan karena berkaitan
dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor
ada tidaknya oliguria, Karena hal tersebut merupakan tanda awal
dari syok.
6. B5 (Bowel)
Perlu juga dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri, dan tanda-tanda
infeksi, meningkat hal-hal tersebut juga dapat merangsang
serangan asma. Pengkajian tentang status nutrisi klien meliputi
jumlah, frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi
kebutuhannya. Pada klien dengan sesak nafas, sangat potensial
terjadi kekurangan pemenuhan kebutuhan nutrisi, hal ini karena
terjasi dipnea saat makan, laju metabolism, serta kecemasan yang
dialami klien.
7. B6 (Bone)
Dikaji adanya edema ekstremitas, tremor, dan tanda-tanda infeksi
pada ekstremitas karena dapat merangsang serangan asma. Pada
integument perlu dikaji adanya permukaan yang kasar, kering,
kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembaban, mengelupas atau
bersisik, perdarahan, pruritus, eksim, dan adanya bekas atau tanda
urtikaria atau dermatitis. Pada rambut, dikaji warna rambut,
kelembaban, dan kusam.
-Memfasilitasi
pergerakan
sekret.
-Meningkatkan
diameter jalan
nafas sehingga
-Observasi tanda vital, mengurangi kerja
dan warna membrane pernafasan
mukosa kulit
-Mengetahui
adekuatnya
-Kolaboratif tindakan suplai O2 ke
intubasi dan ventilasi paru-paru dan
mekanik bila perlu jaringan
-
Mempertahankan
suplai O2 saat
terjadi gagal
nafas
3.Pola nafas tidak Setelah diberi -Observasi perubahan -Menentukan
efektif b/d tindakan pada RR dan adekuatnya pola
bronkospasme perawatan dalamnya pernafasan nafas yang
yangditandai os selama 3x24 berefek pada
mengatakan sesak jam pola nafas suplai O2 yang
nafas, os gelisah, pasien efektif, masuk
terdengar suara dengan KE: -Atur pemberian
wheezing (+), -Tanda-tanda oksigen -Suplai O2 yang
tampak vital dalam cukup akan
pembesaran vena batas normal mengurangi kerja
leher, takikardi, -Tidak terjadi pernafasan
berkeringat. sianosis dan -Dorong nafas dalam
tanda hipoksia perlahan atau nafas -Memfasilitasi
-Bunyi nafas bibir sesuai pernafasan yang
bersih kemampuan dalam sehingga
O2 yang masuk
-Beri bronkodilator lebih banyak
sesuai therapy -Meningkatkan
diameter jalan
nafas sehingga
mengurangi kerja
pernafasan
-Observasi tanda vital,
dan warna membrane -Mengetahui
mukosa kulit adekuatnya
suplai O2 ke
paru-paru dan
-Beri posisi jaringan
duduk(fowler)
-Mengoptimalkan
kontraksi
diafragma
5. .Cemas b/d Setelah diberi -Kaji tingkat cemas -Tanda vital yang
takut ancaman tindakan pasien(ringan ,sedang, normal
kematian yang perawatan 2x berat,panik) mendukung
ditandai os 30 menit rasa pasien untuk
gelisah, os cemas pasien -Bantu pasien beraktivitas
mengatakan tidak berkurang menggunakan koping -Petunjuk
bisa dengan, KE : yang efektif intervensi yang
bernafas,suara -Pasien terapeutik
wheezing (+) mengatakan
sudah bisa
bernafas -Bisa
-Pasien menghilangkan
mengatakan -Berikan informasi cemas
merasa nyaman tentang tindakan dan ,membantu
-Pasien tidak prosedur therapy yang pasien
gelisah dan dilakukan menggunakan
merasa aman pikiran yang
-Tetap disamping sehat kedepan.
pasien selama fase
akut -Pengetahuan
meningkat akan
mengurangi
cemas
Penyebab:
-Alergen
-Non allergen/idiopatik:
Common cold,infeksi
traktus Kontak terhadap tubuh
respiratorius,emosi,
latihan, dehidrasi,iritan
non spesifik Pembentukan antibody(IgE)
-Hipersensitif terhadap
penisilin
Ikatan antigen & antibody
Kelemahan fisik
Intoleransi
aktivitas