OLEH :
I Ketut Agus Sanjaya Putra (161200055)
I Made Widi Ambara (161200057)
I Nengah Aby Pranandha (161200058)
I Nyoman Gede Yuda Triguna (161200059)
I Putu Wahyu Prapti Yasa (161200060)
I Wayan Sutisna Putra (161200061)
KELOMPOK 5
KELAS A1B FARMASI KLINIS
JURUSAN FARMASI
PROGRAM STUDI S1 FARMASI KLINIS
INSTITUT ILMU KESEHATAN MEDIKA PERSADA BALI
2019
PENYAKIT ASMA
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui definisi Asma.
2. Mengatahui patogenesis Asma.
3. Mengetahui Klasifikasi Asma.
4. Mengetahui tatalaksana penyakit Asma.
5. Dapat menyelesaikan kasus terkait Asma secara mandiri dengan
menggunakan metode SOAP
b. Inflamasi Kronik
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut
ialah limfosit T, eosinofil, makrofag, sel mast, sel epitel, fibroblast dan
otot polos bronkus seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2 berikut.
Gambar 2. Mekanisme inflamasi akut dan kronik pada asma dan proses
remodeling (Jaya dan Dwicandra, 2017).
Eosinofil memainkan peran efektor pada asma dengan melepaskan
mediator proinflamasi, mediator sitotoksik, dan sitokin. Eosinofil
bermigrasi ke saluran udara melalui sel yang bergulir, melalui interaksi
dengan selektif, dan akhirnya menempel pada endotelium melalui
pengikatan integrin ke protein adhesi (VCAM-1 dan ICAM-1). Pada
aktivasi, eosinofil melepaskan mediator inflamasi seperti leukotrien dan
protein granul untuk melukai jaringan saluran nafas. Sejumlah mediator
yang diproduksi dan dikeluarkan oleh makrofag telah diidentifikasi,
termasuk faktor pengaktif platelet, LTB4, LTC4, dan LTD. Selain itu,
makrofag alveolar mampu menghasilkan faktor kemotaktik neutrophil dan
faktor kemotaksis eosinofil, yang kemudian memperkuat proses inflamasi
(Dipiro, J.T., et al., 2008).
Tingkat ketidakseimbangan antara sel TH1 dan TH2 (seperti yang
ditunjukkan oleh berkurangnya produksi INF-) selama fase neonatal
dapat memprediksi kejadian selanjutnya. Bayi berisiko tinggi menderita
asma dan alergi harus dihadapkan pada rangsangan yang meningkatkan
respons TH1 yang dimediasi untuk mengembalikan keseimbangan selama
masa kritis dalam pengembangan sistem kekebalan dan paru-paru. Sistem
kekebalan bayi yang baru lahir condong ke sel TH2 dan memerlukan
rangsangan lingkungan yang tepat waktu dan tepat untuk menciptakan
respons imun seimbang (Dipiro, J.T., et al., 2008).
4. Gejala Asma
Penderita asma hadir dengan episode intermiten ekspresif mengi,
batuk, dan dyspnea. Beberapa pasien, mengalami sesak dada atau batuk
kronis yang tidak berhubungan dengan mengi. Tingkat keparahan asma
dipengaruhi oleh faktor lingkungan (misalnya, alergen musiman tertentu).
Frekuensi gejala adalah komponen kunci dari klasifikasi asma. Klasifikasi
ini sangat penting saat memilih terapi obat jangka panjang dalam
penggunaan agen anti-inflamasi sehari-hari merupakan bagian penting dari
pengelolaan asma persisten (Alldredge, B.K., Corelli, R.L., Ernst, M.E.,
Gugliemo, B.J., Jacobson, P.A., Kradjan, W.A., et al., 2013).
5. Klasifikasi Asma
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit
dan pola keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat
penyakit penting bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan
jangka panjang, semakin berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan
(Binfar, 2007). Berat penyakit asma diklasifikasikan berdasarkan
gambaran klinis sebelum pengobatan dimulai, seperti ditunjukkan pada
Gambar 3 berikut (Jaya dan Dwicandra, 2017).
Gambar 2.5.2 Cara Mengukur Arus Puncak Ekspirasi dengan PEF Meter
Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai APE < 80% nilai prediksi.
Selain itu juga dapat memeriksa reversibiliti, yang ditandai dengan
perbaikan nilai APE > 15 % setelah inhalasi bronkodilator, atau setelah
pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian
kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu. Variabilitas APE ini tergantung
pada siklus diurnal (pagi dan malam yang berbeda nilainya), dan nilai
normal variabilitas ini < 20%. Cara pemeriksaan variabilitas APE :
Pada pagi hari diukur APE untuk mendapatkan nilai terendah dan malam
hari untuk mendapatkan nilai tertinggi.
APE malam – APE pagi
Variabilitas harian = ------------------------------------- x 100%
½ (APE malam + APE pagi)
III. ALAT DAN BAHAN
1. Alat yang digunakan
1. Form SOAP
2. Form Medication Record
3. Catatan Minum Obat
4. Kalkulator Scientific
5. Laptop dan koneksi internet
2. Bahan yang digunakan
1. Text book
2. Data nilai normal laboratorium
3. Evidence terkait (Journal, Systematic Review, Meta Analysis)
Pharmaceutical problem
Subjective ( symptom )
Batuk, flu, nafas bunyi grok-grok
Objective ( signs )
Suhu tubuh = 36,5o C
Tinggi badan = 99 cm
Berat badan = 19 kg
Normal BMI = 18.50-24.99
BMI = Berat badan = 19 kg = 19,4
Dari perhitungan tersebut maka
2 2
(Tinggi badan) (0,99 m)
BMI pasien ideal
Monitoring
Efektifitas :
1. Ventolin Nebules : asma
2. Ambroxol : mukolitik
Dengan pemberian terapi diatas diharapkan dapat :
APE ≥ 80%
Batuk berkurang
Bunyi nafas normal
Efek samping obat :
1. Ventolin Nebules : tremor, takikardia
2. Ambroxol : dispepsia, mual, muntah
Alldredge, B.K., Corelli, R.L., Ernst, M.E., Gugliemo, B.J., Jacobson, P.A.,
Kradjan, W.A., et al., 2013, Koda-Kimble & Young’s Applied Therapeutics
The Clinical Use of Drugs, 10th ed., Lippincott Williams & Wilkins,
Pennsylvania, United States of America
Alpaydin, Aylin. Asthma Control Test and Asthma Quality of Life Question aire
Association in Adults. Iran Jurnal Allergy Asthma Immunology 2012; 11(4):
301-307
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Depaertemen Kesehatan RI. 2007. Pharmaceutical Care Untuk
Penyakit Asma. Jakarta
Morris, M.J., 2017. Asthma. San Antonio Military Medical Center. Avaiable at:
https://emedicine.medscape.com/article/296301-overview
Galanter J, Choudhry S, Eng C, et al. 2008. ORMDL3 gene is associated with
asthma in three ethnically diverse populations. Am J Respir Crit Care Med
2008;177:1194-200.
Global Initiative for Asthma (GINA). 2017. Global Strategy for Asthma
Management and Prevention.
Subbarao, P., Mandhane, P.J., Sears, M.R., 2009. Asthma: epidemiology, etiology
and risk factors. Canadian Medical Association Journal, October 27, 2009;
181(9)