Anda di halaman 1dari 11

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PADA AN. L DENGAN FEBRIS TYPPOID


DI RUANG ICU RUMAH SAKIT MITRASIAGA

NAMA : WAHYU RAHARJO

NIM : C1013036

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN DAN NERS

STIKES BAKTI MANDALA HSADA SLAWI

TAHUN 2016/2017
LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Demam/Febris Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus. Demam
Paratifoid biasanya lebih ringan dan menunjukkan maniffestasi klinis yang
sama/menyebabkan enteritis akut. Sinonim demam Tifoid dan Paratifoid
adalah Typhoid dan Paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan paratyphus
abdominatis. ( Juwono, Rachmat. 1996 )
Typhoid adalah penyakit infeksi yang di sebabkan oleh Salmonella typhosa
atau Salmonella typhi A, B, atau C. Penyakit ini mempunyai tanda-tanda khas
berupa perjalanan yang cepat yang berlangsung kurang lebih 3 minggu di
sertai dengan gejala-gejala demam, nyeri perut, pembesaran limpa dan erupsi
kulit. Penyakit ini termasuk dalam penyakit daerah tropis, dan penyakit ini
sangat sering di jumpai di Asia termasuk di Indonesia (Betz, 2002).

B. ETIOLOGI
Etiologi dari demam typoid dan paratyphoid adalah S. typhi, S. Paratyphi A,
S. Paratyphi B dan S. Paratyphi C.
Menurut Ngastiyah (2005) penyebab utama dari penyakit ini adalah kuman
Salmonella typhosa, Salmonella typhi, A, B, dan C. Kuman ini banyak
terdapat di kotoran, tinja manusia, dan makanan atau minuman yang terkena
kuman yang di bawa oleh lalat. Sebenarnya sumber utama dari penyakit ini
adalah lingkungan yang kotor dan tidak sehat. Tidak seperti virus yang dapat
beterbangan di udara, bakteri ini hidup di sanitasi yang buruk seperti
lingkungan kumuh, makanan, dan minuman yang tidak higienis.
Salmonella typosa merupakan basil gram negatif yang bergerak dengan bulu
getar, tidak berspora, mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen, yaitu
antigen O, antigen somatik yang tidak menyebar, terdiri dari zat komplek
lipopolisakarida, antigen Vi (kapsul) yang meliputi tubuh kuman dan
melindungi O antigen terhadap fagositosis dan antigen H (flagella). Ketiga
jenis antigen tersebut dalam tubuh manusia akan menimbulkan pembentukkan
tiga macam antibody yang biasa disebut agglutinin (Arif Mansjoer, 2000).

C. PATOFISIOLOGI
Kuman S. typhi masuk tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air
yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung. Sebagian
lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan Limpoid plague poyeri di
ileum terminalis yang mengalami hipertropi.
Ditempat tersebut komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi.
Kuman S. typhi kemudian menembus ke lamina propia, masuk aliran limfe
dan mencapai kelenjar limfe mesenterial, yang juga mengalami hipertropi.
Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini S. typhi masuk aliran darah
melalui ductus tharacicus. Kuman-kuman S. typhi lain mencapai hati melalui
sirkulasi portal dan usus.
D. PATHWAY
Salmorella typhi

Melalui makanan & minuman

yang terkontaminasi
Sistem gastro intersfinal

Respon mual Hiperfropi jaringan hipotalamus Perdarahan

+ muntah Menembus lamia propia Gangguan pengaturan perkusi


Kelemahan
Resiko defisit
Masuk limfe suhu tubuh fisik
vol cairan
Hipertropi kelenjar

limfa masoteroid
Masuk aliran darah

Mengeluarkan endotoksin
(Juwono, 1999)
Proses inflamasi usus
Gangguan rasa nyeri
E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Corwin (2000) proses bekerjanya bakteri ini ke dalam tubuh manusia
cukup cepat, yaitu 24-72 jam setelah masuk, meski belum menimbulkan
gejala, tetapi bakteri telah mencapai organ-organ hati, kandung empedu,
limpa, sumsum tulang, dan ginjal. Rentang waktu antara masuknya kuman
sampai dengan timbulnya gejala penyakit, sekitar 7 hari. Gejalanya sendiri
baru muncul setelah 3 sampai 60 hari. Pada masa-masa itulah kuman akan
menyebar dan berkembang biak.
Soedarto (2007) mengemukakan bahwa manifestasi klinis klasik yang umum
ditemui pada penderita demam typhoid biasanya disebut febris remitter atau
demam yang bertahap naiknya dan berubah-ubah sesuai dengan keadaan
lingkungan dengan perincian :
1. Minggu pertama, demam lebih dari 40°C, nadi yang lemah bersifat
dikrotik, dengan denyut nadi 80-100 per menit.
2. Minggu kedua, suhu tetap tinggi, penderita mengalami delirium, lidah
tampak kering mengkilat, denyut nadi cepat. Tekanan darah menurun dan
limpa dapat diraba.
3. Minggu ketiga,
a. Jika keadaan membaik : suhu tubuh turun, gejala dan keluhan
berkurang.
b. Jika keadaan memburuk : penderita mengalami delirium, stupor, otot-
otot bergerak terus, terjadi inkontinensia alvi dan urine. Selain itu terjadi
meteorisme dan timpani, dan tekanan perut meningkat, disertai nyeri
perut. Penderita kemudian kolaps, dan akhirnya meninggal dunia akibat
terjadinya degenerasi mikardial toksik.
4. Minggu keempat, bila keadaan membaik, penderita akan mengalami
penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya
pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.
F. PENATALAKSANAAN
Penderita tifus perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi (agar penyakit ini
tidak menular ke orang lain). Penderita harus istirahat total minimal 7 hari
bebas panas. Istirahat total ini untuk mencegah terjadinya komplikasi di usus.
Makanan yang dikonsumsi adalah makanan lunak dan tidak banyak berserat.
Sayuran dengan serat kasar seperti daun singkong harus dihindari, jadi harus
benar-benar dijaga makanannya untuk memberi kesempatan kepada usus
menjalani upaya penyembuhan.
1. Pengobatan yang diberikan untuk pasien febris typoid adalah antibiotika
golongan Chloramphenicol dengan dosis 3-4 x 500 mg/hari; pada anak
dosisnya adalah 50-100 mg/kg berat badan/hari. Jika hasilnya kurang
memuaskan dapat memberikan obat seperti :
a. Tiamfenikol, dosis dewasa 3 x 500 mg/hari, dosis anak: 30-50 mg/kg
berat badan/hari.
b. Ampisilin, dosis dewasa 4 x 500 mg, dosis anak 4 x 500-100 mg/kg
berat badan/hari.
c. Kotrimoksasol ( sulfametoksasol 400 mg + trimetoprim 80 mg )
diberikan dengan dosis 2 x 2 tablet/hari.

2. Dan untuk pencegahan agar tidak terjangkit penyakit febris typoid perlu
memperhatikan beberpa hal sebagai berikut :
a. Harus menyediakan air yang memenuhi syarat. Misalnya, diambil
dari tempat yang higienis, seperti sumur dan produk minuman yang
terjamin. Jangan gunakan air yang sudah tercemar. Apabila
menggunakan air yang harus dimasak terlebih dahulu maka
dimasaknya harus 1000C.
b. Menjaga kebersihan tempat pembuangan sampah.
c. Upayakan tinja dibuang pada tempatnya dan jangan pernah
membuangnya secara sembarangan sehingga mengundang lalat
karena lalat akan membawa bakteri Salmonella typhi.
d. Bila di rumah banyak lalat, basmilah hingga tuntas.
e. Daya tahan tubuh juga harus ditingkatkan ( gizi yang cukup, tidur
cukup dan teratur, olah raga secara teratur 3-4 kali seminggu).
Hindarilah makanan yang tidak bersih. Belilah makanan yang masih
panas sehingga menjamin kebersihannya. Jangan banyak jajan
makanan/minuman di luar rumah.
(Soedarto, 2007)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan kasus febris typhoid menurut
Corwin (2000) antara lain :
a. Pemeriksaan Leukosit
Pada febris typhoid terhadap ileumopenia dan limfobrastis relatif tetap
kenyataan leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kasus febris typhoid
jumlah leukosit pada sediaan darah tepi pada berada dalam batas normal,
walaupun kadang-kadang terikat leukositanis tidak ada komplikasi
berguna untuk febris typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
Sering kali meningkat tetapi kembali normal setelah sembuhnya febris
typhoid, kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan pembatasan
pengobatan.
c. Kenaikan Darah
Gerakan darah (+) memastikan febris typhoid tetapi biakan (-) tidak
menyingkirkan febris typhoid. Hal ini karena hasil biakan darah
bergantung pada beberapa faktor,
yaitu :
1) Tekhnik pemeriksaan laboratorium.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit.
3) Laksinasi di masa lampau.
4) Pengobatan dengan obat anti mikroba.
d. Uji Widal
Suatu uji dimana antara antigen dan antibodi yang spesifik terhadap
saluran monolle typhi dalam serum pasien dengan febris typhoid juga
pada orang yang pernah terkena salmonella typhi dan pada orang yang
pernah divaksinasi terhadap febris typhoid dengan tujuan untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang disangka
menderita febris typhoid. Hasil pemeriksaan widal, titer antibodi
terhadap antigen O yang bernilai ≥ 1/200 atau peningkatan ≥ 4 kali antara
masa akut dan konvalesens mengarah pada demam typhoid, meskipun
dapat terjadi positif ataupun negatif palsu akibat adanya reaksi silang
antara spesies salmonella.
Diagnosis mikrobiologis merupakan metode diagnosis yang paling
spesifik. Kultur darah dan sum-sum tulang positif pada minggu pertama
dan kedua, sedang minggu ketiga dan keempat kultur tinja dan kultur
urin positif (Wong, 2003).

H. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien dengan febris typhoid menurut Doenges
(2002) adalah
1) Aktivitas atau istirahat
Gejala yang ditemukan pada kasus febris typhoid antara lain kelemahan,
malaise, kelelahan, merasa gelisah dan ansietas, cepat lelah dan insomnia.
2) Sirkulasi
Tanda takikardi, kemerahan, tekanan darah hipotensi, kulit membrane
mukosa kotor, turgor buruk, kering dan lidah pecah-pecah akan
ditemukan pada pasien febris typhoid.
3) Integritas ego
Gejala seperti ansietas, emosi, kesal dan faktor stress serta tanda seperti
menolak dan depresi juga akan ditemukan dalam pengkajian integrits ego
pasien.
4) Eliminasi
Pengkajian eiminasi akan menemukan gejala tekstur feses yang bervariasi
dari lunak sampai bau atau berair, perdarahan per rectal dan riwayat batu
ginjal dengan tanda menurunnya bising usus, tidak ada peristaltik dan ada
haemoroid.
5) Makanan dan cairan
Pasien akan mengalami anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan
dan tidak toleran terhadap diet. Dan tanda yang ditemukan berupa
penurunan lemak sub kutan, kelemahan hingga inflamasi rongga mulut.
6) Hygiene
Pasien akan mengalami ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri
dan bau badan.
7) Nyeri atau ketidaknyamanan
Nyeri tekan pada kuadran kiri bawah akan dialami pasien dengan titik
nyeri yang dapat berpindah.
8) Keamanan
Pasien mengalami anemia hemolitik, vaskulotis, arthritis dan peningkatan
suhu tubuh dengan kemungkinan muncul lesi kulit.
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pathway keperawatan maka diagnosa keperawatan yang
muncul pada kasus febris typhoid antara lain :
1) Hypertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma
2) Nyeri berhubungan agen injuri (biologi)
3) Kurang volume cairan berhubungan dengan kegagalan dalam
mekanisme pengaturan termoregulasi.
4) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan ketidakmampuan dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi
makanan karena faktor biologi.
5) Resiko infeksi berhubungan dengan faktor resiko pertahanan primer
tidak adekuat

C. Intevensi

1. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella typosa/typhi.


(Lynda Jual, 1998)
Tujuan : - pasien akan mencapai suhu tubuh yang normal.
- Pasien mengatakan badan tidak demam lagi.
- TTV dalam batas normal.
Intervensi : - kaji sejauh mana pengetahuan pasien tentang hipertermi.
- Jelaskan penyebab terjadinya hipertermi.
- Jelaskan upaya-upaya untuk mengatasi hipertermi dan
bantu pasien untuk melaksanakan upaya tersebut :
+ Beri kompres dingin.
+ Anjurkan pasien menggunakan pakaian yang tipis dan
menyerap keringat.
+ Ciptakan suasana yang tenang.
+ Ganti pakaian dan alat tenun jika basah.
2. Hipertermi b/d proses inflamasi dalam usus. (Lynda Jual, 1995)
Tujuan : pasien dapat mempertahankan suhu tubuhnya dibawah 38oC.
Intervensi : - kaji ulang vital sigh.
- Monitor input dan output.
- Berikan kompres dingin.
- Berikan obat sesuai dengan advis dokter.
3. Difreit volume cairan b/d tidak adekuat intake cairan. (Carpenito Lynda
Jual, 1995)
Tujuan : volume cairan dan elektrolit menjadi seimbang dan adekuat.
Intervensi : - monitor intake dan output cairan.
- Anjurkan pasien banyak minum.
- Monitor KU pasien.
- Monitor tetesan infus.
DAFTAR PUSTAKA

Betz, C. L., 2002, Buku Saku Keperawatan Pediatrik, EGC, Jakarta.


Corwin, 2000, Hand Book Of Pathofisiologi, EGC, Jakarta.
Hidayat, A. A., 2005, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Salemba Medika,
Jakarta.
Mansjoer, Arif, dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FK-
UI, Jakarta.
Nanda, 2005, Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi,
Prima Medika, Jakarta.
Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.
Robert, 2007, Penyakit – Penyakit Tropis, Artikel diakses dari
www.who_peditric.com
Soedarto, 2007, Sinopsis Kedokteran Tropis, Airlangga Universitas Press,
Surabaya.
Suriadi dan Yuliani, R., 2001, Asuhan Keperawatan Pada Anak, CV. Sagung
Seto, Jakarta.
Wilkinson, Judith, 2007, Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi
NIC dan Kriteria Hasil NOC, EGC, Jakarta.
Wong, D. L., 2003, Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai