Anda di halaman 1dari 79

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT

TENTANG ANTIBIOTIK DAN PENGGUNAANNYA


DI PUSKESMAS SINDANGJAYA KOTA BANDUNG

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai syarat menyelesaikan Program Diploma III


Jurusan Farmasi

Disusun oleh :

LINA HABIBAH
P17335112218

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG
JURUSAN FARMASI
2015
Yang bertandan tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
Karya Tulis Ilmiah dengan judul

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT MENGENAI


ANTIBIOTIK DAN PENGGUNAANNYA DI PUSKESMAS
SINDANGJAYA KOTA BANDUNG

Disusun oleh:
LINA HABIBAH
P17335112218

Telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan pada sidang


Karya Tulis Ilmiah

Pembimbing

Widyastiwi, M.Si, Apt.


NIP. 19900605 201402 2 002

Mengetahui
Ketua Jurusan Farmasi

Dra. Mimin Kusmiati, M.Si.


NIP. 19630811 199403 2 001
GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG
ANTIBIOTIK DAN PENGGUNAANNYA DI PUSKESMAS
SINDANGJAYA KOTA BANDUNG
Lina Habibah
P17335112218

ABSTRAK

Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang


penting, terutama di negara berkembang. Di Indonesia, penyakit infeksi
menempati urutan teratas penyebab kesakitan dan kematian. Menurut profil
kesehatan Kota Bandung infeksi pernafasan atas akut menempati urutan ke-2 dari
20 penyakit terbanyak, sedangkan kasus diare dan gastroenteritis menempati
urutan ke-6. Antibiotik merupakan kelompok obat paling sering kedua yang
digunakan untuk pengobatan dan merupakan obat andalan dalam penanganan
kasus infeksi. Satu dari tiga pasien rumah sakit mendapatkan antibiotik, mencakup
25% dari total biaya pengobatan. Berbagai studi menemukan bahwa sekitar 40-
60% antibiotik digunakan secara tidak tepat. Penggunaan antibiotik yang relatif
tinggi menimbulkan berbagai permasalahan dan merupakan ancaman global bagi
kesehatan. Pemakaian antibiotik yang tidak rasional akan menimbulkan resistensi
bakteri terhadap antibiotik. Permasalahan yang timbul karena pemakaian
antibiotik disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai antibiotik.
Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Zakia Sufiatinur yang
menyatakan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat mengenai antibiotik di
Kelurahan Panarung adalah 25,71% baik, 37,14% cukup dan 37,14% kurang.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan
masyarakat mengenai antibiotik dan penggunaannya. Puskesmas Sindangjaya
Kota Bandung. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif.
Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 1 - 20 Juni 2015 melalui wawancara
terpimpin dengan menjawab 11 pertanyaan pada kuesioner. Populasi adalah
masyarakat yang berkunjung ke Puskesmas dan mendapat terapi antibiotik selama
bulan April 2015. Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus Slovin dengan
tingkat kepercayaan 95% dan didapat jumlah sampel sebanyak 101 orang. Hasil
uji instrumen kepada 20 responden didapatkan nilai signifikasi >0,444 dengan
nilai alpha cronbach 0,875. Didapatkan hasil tingkat pengetahuan masyarakat
mengenai antibiotik: Baik 58,4%, Cukup 25,8% dan Kurang 15,8%. Tingkat
pengetahuan masyarakat mengenai penggunaan antibiotik: Baik 73,3%, Cukup
15,8% dan Kurang 10,9%.

Kata kunci:
Antibiotik, pengetahuan, infeksi.

iii
KNOWLEDGE LEVEL PROFILE OF ANTIBIOTICS AND ITS USE IN
SOCIETY OF SINDANGJAYA PUBLIC HEALTH CENTRE BANDUNG
Lina Habibah
P17335112218

ABSTRACT

Infectious disease is one of the important public health problem, particularly in


developing countries. In Indonesia, infectious diseases occupy the top causes of
morbidity and mortality. According to Bandung Health profile, Respiratory
infections ranks 2nd of 20 most common diseases, while cases of diarrhea and
gastroenteritis ranks 6th. Antibiotics are the second most common group of drugs
used for the treatment and the most preferred for infectious diseases. One of three
hospital patients were given antibiotics, covering 25% of the total cost of
treatment. Various studies have found that about 40-60% of antibiotics were used
inappropriately. The relatively high use of antibiotics could cause variety of
problems and its a global threat. Irrational use of antibiotics would cause
bacterial resistance to antibiotics. The problems who has appeared from used
antibiotics was because lack of knowledge in society about antibiotics. Its
supported by research that has been done by Zakia Sufiatinur stating that the
level of society knowledge concerning antibiotics in Panarung is Good 25,7%;
moderate 37,4% and 37,14% is bad. The aim of the study is to know the level of
society knowledge about antibiotics and its used in Sindangjaya Public health
centre. This research was quantitative descriptive. The data was collected on 1 to
20 June 2015 by interviewing patients guided by answering 11 questions listed on
the questionnaire. The population was people who visited the health center and
received antibiotic therapy during April 2015. The number of samples was
calculated based on the Slovin's formula with 95% confidence level , given total
sample 101 people. Results of test instruments to the 20 respondents obtained
significance value> 0.444 and cronbach's alpha 0.875. This study showed the
level of society knowledge about antibiotics: Good 63.4%, Moderate 19.8% and
Bad 16.8%. The level of public knowledge about the use of antibiotics: Good
83.2%, Moderate 8.9% and Bad 7.9%.

Keywords:
Antibiotics, knowledge, infection.

iv
Karya Tulis Ilmiah ini telah diujikan pada sidang Karya Tulis Ilmiah

Program Pendidikan Diploma III Jurusan Farmasi


Politeknik Kesehatan Bandung
Tanggal 27 Juli 2015

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG


ANTIBIOTIK DAN PENGGUNAANNYA
DI PUSKESMAS SINDANGJAYA KOTA BANDUNG

Disusun oleh :

LINA HABIBAH
P17335112218

Penguji :

Tanda Tangan

Ketua : Widyastiwi, M.Si., Apt ( _______________ )


NIP. 19900605 201402 2 002

Anggota : Dra. Ganthina Sugihartina, M.Si., Apt. ( _______________ )


NIP. 19630628 199003 2 002

Anggota : Dra. Mimin Kusmiyati, M.Si. ( _______________ )


NIP. 19630811 199403 2 001
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT karena atas berkah dan rahmat-

Nya Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini tepat pada

waktunya.

Karya tulis ini berjudul "Gambaran Tingkat Pengetahuan Masyarakat

Mengenai Antibiotik dan Penggunaannya di Puskesmas Sindangjaya Kota

Bandung", disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program

pendidikan Diploma III pada Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Kementrian

Kesehatan Bandung.

Dalam penyusunan karya tulis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan

dan bimbingan baik moril maupun materil dari berbagai pihak. Untuk itu dalam

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-

besarnya kepada yang terhormat :

1. Bapak Dr. Ir. H. Osman Syarif, M.KM., selaku Direktur Poltekkes Kemenkes

Bandung.

2. Ibu Dra. Mimin Kusmiyati, M.Si., selaku Ketua Jurusan Farmasi Poltekkes

Kemenkes Bandung.

3. Ibu Widyastiwi, Apt., M.Si., selaku pembimbing yang telah membimbing dan

mengarahkan penulis untuk dapat menyelesaikan proposal penelitian ini.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan Ibu, Amin.

v
4. Seluruh dosen, staf akademik dan pengelola perpustakaan di Jurusan Farmasi

Poltekkes Kemenkes Bandung.

5. Ibu Dr. Wida Nathalia, selaku Kepala Puskesmas Sindangjaya Kota Bandung.

6. Suamiku tercinta Miriansya, SKM., dan anak-anakku Luthfia Nur Azizah &

Annisa Nur Fathonah, yang tiada henti memberikan semangat, mendo’akan,

mendampingi dan memberi dorongan dengan sepenuh cinta dan kasihnya.

7. Teman-teman mahasiswa Jurusan Farmasi Poltekkes Bandung yang telah

memberikan masukan, dorongan, dan semangat dengan ikhlas.

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu disini, yang telah

banyak memberikan dorongan moril guna terselesaikannya karya tulis ini.

Penulis menyadari dalam penyusunan karya tulis ini masih banyak

kekurangannya. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik

untuk perbaikan, sehingga dapat penulis terapkan dalam penulisan karya-karya

ilmiah selanjutnya dan merupakan masukan yang sangat berharga bagi penulis.

Bandung, Juli 2015

Penulis

vi
DAFTAR ISI

ABSTRAK ................................................................................................. iii


ABSTRACT ............................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ............................................................................... v
DAFTAR ISI .............................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. x
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ................................................................... 5

1.3. Tujuan Penelitian .................................................................... 5

1.4. Manfaat Penelitian .................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 7

2.1. Pengetahuan ............................................................................ 7

2.2. Penyakit Infeksi ...................................................................... 12

2.3. Antibiotik ................................................................................ 16

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 28

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian .............................................. 28

3.2. Lokasi dan waktu penelitian ................................................... 28

3.3. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel .............. 28

3.4. Kriteria Sampel ....................................................................... 29

3.5. Cara Kerja ............................................................................... 29

3.6. Definisi Operasional ............................................................. 34

vii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 36

4.1. Hasil Penelitian ..................................................................... 36

4.2. Pembahasan .......................................................................... 48

4.3. Keterbatasan Penelitian ......................................................... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 58

5.1. Kesimpulan ........................................................................... 58

5.2. Saran ..................................................................................... 58

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 60

LAMPIRAN ............................................................................................... 62

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian ............................................................ 61

Lampiran 2. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan ............................. 62

Lampiran 3. Lembar Kuisioner ............................................................... 63

Lampiran 4. Contoh Instrumen yang telah diisi ...................................... 66

Lampiran 5. Hasil Uji Instrumen ............................................................. 69

Lampiran 6. Hasil Perhitungan Statistik .................................................. 71

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1. Diagram Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan

Kelompok Usia .................................................................. 39

Gambar 4.2. Diagram Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan

Jenis Kelamin .................................................................... 40

Gambar 4.3. Diagram Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan

Tingkat Pendidikan ............................................................ 41

Gambar 4.4. Diagram Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan

Jenis Pekerjaan .................................................................. 42

Gambar 4.5. Diagram Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden

Berdasarkan Kelompok Usia ............................................. 43

Gambar 4.6. Diagram Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden

Berdasarkan Tingkat Pendidikan ....................................... 44

Gambar 4.7. Diagram Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden

Berdasarkan Jenis Pekerjaan ............................................. 45

Gambar 4.8. Grafik Gambaran Tingkat Pengetahuan Masyarakat

Mengenai Antibiotik dan Penggunaannya ......................... 47

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Penggolongan Antibiotik Beta-Laktam ............................ 19

Tabel 4.1. Pengolahan Validitas Instrumen Penelitian Secara

Statistik ............................................................................... 38

Tabel 4.2. Pengolahan Reliabilitas Instrumen Penelitian Secara

Statistik ............................................................................... 39

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia ........... 39

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis

Kelamin .............................................................................. 40

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat

Pendidikan .......................................................................... 41

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis

Pekerjaan ............................................................................ 42

Tabel 4.7. Distribusi Tingkat Pengetahuan Masyarakat Berdasarkan

Usia .................................................................................... 43

Tabel 4.8. Distribusi Tingkat Pengetahuan Masyarakat Berdasarkan

Tingkat Pendidikan ............................................................ 44

Tabel 4.9. Distribusi Tingkat Pengetahuan Masyarakat Berdasarkan

Jenis Pekerjaan ................................................................... 45

Tabel 4.10. Distribusi Jawaban Responden Pengunjung Puskesmas..... 46

Tabel 4.11. Gambaran Tingkat Pengetahuan Masyarakat Mengenai

Antibiotik dan Penggunaannya .......................................... 47

xi
xii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat

yang menonjol. Di negara berkembang yang miskin sumber daya, penyakit infeksi

menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Berdasarkan penelitian

disebutkan bahwa dari 100.000 kematian disebabkan oleh penyakit infeksi seperti

infeksi pernafasan bawah, HIV/AIDS, diare, tuberkulosis (TB), malaria, measles,

pertusis, tetanus, meningitis, sipilis, hepatitis B, dan penyakit tropik (John, 2000;

Dean et. Al, 2006).

Di Indonesia, penyakit infeksi masih menempati urutan teratas penyebab

kesakitan dan kematian. Bagi penderita, selain menyebabkan penderitaan fisik,

infeksi juga menyebabkan penurunan kinerja dan produktivitas, yang pada

gilirannya akan mengakibatkan kerugian materiil yang berlipat-lipat. Tingginya

kejadian infeksi di masyarakat dalam suatu negara akan menyebabkan

peningkatan pengeluaran yang berhubungan dengan upaya pengobatannya.

(Hendro Wahyono, 2007).

Berdasarkan data Profil Kesehatan Kota Bandung, prevalensi kasus infeksi di

Kota Bandung pada tahun 2012 dari infeksi saluran pernafasan atas akut mencapai

angka 298.059 kasus dari semua golongan umur dan menempati urutan ke-2 dari

20 penyakit terbanyak di puskesmas Kota Bandung. Sedangkan kasus diare dan

1
2

gastroenteritis menempati urutan ke-6 dengan jumlah 83.731 kasus. (Dinas

Kesekatan Kota Bandung, 2012).

Penyebab terjadinya infeksi adalah karena masuknya bakteri patogen ke dalam

tubuh manusia. Istilah infeksi sendiri digunakan untuk mengartikan penumpukan

dan pelipatgandaan bakteri, serta mikroorganisme lain dalam jaringan atau pada

permukaan tubuh tempat mereka dapat menyebabkan efek merugikan. (Charles

J.P Siregar, 2006). Mikroorganisme mampu menginfeksi manusia, hewan, serta

tanaman, menimbulkan penyakit mulai dari infeksi ringan sampai kepada

kematian. (Michael J.P., Jr., dan E.C.S. Chan, 1988/2012). Patogen penginfeksi

meliputi virus, bakteri, jamur, protozoa, parasit multiseluler dan protein yang

menyimpang yang dikenal sebagai prion. Patogen-patogen ini merupakan

penyebab epidemi penyakit, dalam artian bahwa tanpa patogen, tidak ada epidemi

infeksi terjadi (Wardani, 2012).

Antibiotik sampai saat ini masih menjadi obat andalan dalam penanganan

kasus-kasus penyakit infeksi. Antibiotik dapat didefinisikan sebagai senyawa

yang dihasilkan oleh berbagai jenis mikroorganisme (bakteri, fungi,

aktinomisetes) yang dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme lainnya.

(Goodman and Gilman). Menurut Michael J. Pelczar, Jr., kata antibiotik

digunakan untuk produk metabolik yang dihasilkan oleh suatu organisme tertentu

yang dalam jumlah amat kecil bersifat merusak atau menghambat pertumbuhan

mikroorganisme lain (Michael J.P., Jr., dan E.C.S. Chan, 1988/2012).

Diketahui bahwa pemakaian antibiotik akhir-akhir ini mengalami peningkatan

yang luar biasa, hal ini tidak hanya terjadi di negara berkembang saja namun juga
3

di negara maju seperti Amerika Serikat. The Center fot Disease Control and

Prevention in USA menyebutkan terdapat 50 juta peresepan antibiotik yang tidak

diperlukan dari 150 juta peresepan setiap tahun (Alkalin, 2002. Friska Pandean et.

al. 2013).

Tingginya penggunaan antibiotik dapat menimbulkan berbagai permasalahan

dan merupakan ancaman global bagi kesehatan karena pemakaian antibiotik yang

tidak rasional akan menimbulkan resistensi bakteri terhadap antibiotik. Hal ini

akan menyulitkan terapi dengan antibiotik pada penderita infeksi, sehingga akan

menurunkan mutu pelayanan kesehatan. Pada awalnya resistensi terjadi di rumah

sakit, namun lambat laun juga berkembang di kalangan masyarakat (Kemenkes

RI, 2011). Terdapat peningkatan resistensi bakteri terhadap berbagai antibiotik,

diantaranya Staphylococcus aureus di negara-negara kaya akan sumber daya yang

diketahui mempunyai resistensi tambahan terhadap gentamisin dan siprofloksasin,

S. Pneumoniae di seluruh dunia terdapat peningkatan resistensi terhadap penisilin

dan eritromisin, enterococcus resisten vankomisin meningkat terutama pada

Enterococcus faecium yang mencapai 27% di Inggris (B.K. Mandal et. Al.).

Pada penderita dengan penyakit infeksi yang disebabkan bakteri resisten

antibiotik akan menyebabkan penyakit makin berat, makin lamanya masa sakit

dan lebih lama tinggal di rumah sakit bagi penderita yang dirawat, juga

menyebabkan gejala sisa atau sequelae yang lebih besar, meningkatnya angka

kematian/mortalitas, serta biaya pengobatan yang meningkat karena makin

mahalnya obat pilihan alternatif.


4

Menurut Annisa Swatinitya dkk., pengetahuan responden pengunjung

puskesmas terhadap penggunaan antibiotik pada ISPA adalah buruk. Sedangkan

menurut Zakia Sufiatinur, tingkat pengetahuan masyarakat mengenai antibiotik di

kelurahan Panarung adalah 25,71% baik, 37,14% cukup dan 37,14% kurang, serta

di Kelurahan Pahandut Seberang adalah 0,00% baik, 27,27% cukup dan 72,73%

kurang.

Penggunaan antibiotik yang tidak rasional dipengaruhi oleh pengetahuan

masyarakat tentang antibiotik itu sendiri. Menurut Menteri Kesehatan Endang

Rahayu Sedyaningsih (2011), sekitar 92% masyarakat di Indonesia tidak

menggunakan antibiotik secara tepat. Untuk menjamin ketepatan pemakaian

antibiotik di masyarakat tentunya sudah merupakan kewajiban bagi tenaga

kesehatan khususnya tenaga kefarmasian untuk memberikan informasi yang tepat

kepada pasien mengenai cara pemakaian antibiotik. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui sejauh mana gambaran pengetahuan masyarakat yang berkunjung ke

puskesmas mengenai antibiotik dan penggunaannya. Penelitian ini dilakukan di

Puskesmas Sindangjaya Kota Bandung. Pemakaian antibiotik di puskesmas

Sindangjaya selama tahun 2014 khususnya penggunaan antibiotik amoksisillin

mencapai 81.847 tablet dan sebelumya belum pernah dilakuakan penelitian

mengenai pengetahuan masyarakat mengenai antibiotik dan penggunaannya. Hal

inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian mengenai

gambaran pengetahuan masyarakat tentang antibiotik dan penggunaannya di

Puskesmas Sindangjaya Kota Bandung.


5

1.2 Rumusan Masalah

Bagaiamanakah gambaran pengetahuan pasien Puskesmas Sindangjaya Kota

Bandung mengenai antibiotik dan penggunaannya?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Memperoleh gambaran tentang pengetahuan masyarakat mengenai antibiotik

dan penggunaannya pada pasien Puskesmas Sindangjaya Kota Bandung.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan masyarakat mengenai antibiotik.

2. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan masyarakat mengenai penggunaan

antibiotik.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Bagi Puskesmas

Puskesmas memperoleh gambaran tentang tingkat pengetahuan masyarakat

mengenai antibiotik sehingga bisa menjadi bahan evaluasi dan menentukan

rencana tindak lanjut, terutama bagi tenaga kefarmasian.

2. Bagi Peneliti

Peneliti dapat mengamalkan ilmunya tentang antibiotik serta dapat

memberikan informasi yang tepat kepada masyarakat.


6

3. Bagi Akademik

Merupakan bahan pustaka untuk menambah rujukan penelitian-penelitian

selanjutnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan

2.1.1 Definisi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan merupakan hasil penginderaan

manusia, atau hasil “tahu” seseorang terhadap objek melalui indra yang

dimilikinya yang meliputi penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.

Penginderaan yang menghasilkan pengetahuan sangat dipengaruhi oleh intensitas

perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang

diperoleh melalui indra pendengaran (telinga) dan indra penglihatan (mata).

(Notoatmodjo, 2010).

2.1.2 Tingkat Pengetahuan

Notoatmodjo (2010) membagi pengetahuan kedalam enam tingkatan, yaitu:

1. Tahu

Tahu diartikan sebagai kegiatan memanggil kembali (recall) memori yang

telah ada sebelumnya yang didapat setelah mengamati sesuatu. Untuk

mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan

pertanyaan-pertanyaan, misalnya: apa itu antibiotik, apa gejala penyakit infeksi

dan sebagainya.

2. Memahami

Memahami bukan hanya sekedar tahu tentang suatu objek, tetapi dapat

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. Orang yang

7
8

telah memahami suatu materi dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,

memberi alasan dan sebagainya tentang materi tersebut.

3. Aplikasi

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud

dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahuinya tersebut

pada situasi yang lain.

4. Analisis

Analisi adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau

memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang

terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa

pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila

orang tersebut telah mampu membedakan, atau memisahkan,

mengelompokkan, membuat diagram (bagan) mengenai pengetahuan atas

objek tersebut.

5. Sintesis

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk seseorang untuk

merangkum atau merangkaikan secara logis dari komponen-komponen

pengetahuan yang dimilikinya. Dengan kata lain sintesis adalah suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang

telah ada.

6. Evaluasi

Evaluasi berkaitan dengan kemmapuan seseorang untuk memberikan penilaian

terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada
9

suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di

masyarakat.

2.1.3 Cara Memperoleh Pengetahuan

Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna pada dasarnya selalu ingin

tahu apa yang benar. Untuk memenuhi rasa ingin tahunya tersebut, sejak zaman

dahulu manusia telah berusaha mengumpulkan pengetahuan. Pengetahuan pada

dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang

dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan tersebut dapat

diperoleh baik dari pengalaman langsung maupun melalui pengalaman orang lain.

Dari berbagai cara yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan,

Notoatmodjo (2010) membaginya menjadi dua kelompok, yakni: a) Cara

tradisional atau nonilmiah, yakni tanpa melalui penelitian ilmiah, dan b) Cara

modern atau cara ilmiah, yakni memperoleh pengetahuan melalui proses

penelitian.

1) Cara Tradisional (Nonilmiah)

(1) Cara Coba Salah (Trial and Error)

Cara coba salah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan

mungkin sebelum adanya peradaban. Cara ini dilakukan dengan

menggunakan beberapa kemungkinan untuk memecahkan masalah, bila

kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain.

apabila kemungkinan kedua ini gagal juga, maka dicoba lagi dengan

kemungkinan ketiga dan seterusnya akan dicoba sampai masalah tersebut

terpecahkan.
10

(2) Secara Kebetulan

Cara memperoleh pengetahuan secara kebetulan terjadi secara tidak

disengaja oleh orang yang bersangkutan.

(3) Cara Kekuasaan atau Otoritas

Kebiasaan-kebiasaan atau tradisi biasanya diwariskan turun temurun dari

generasi kegenerasi berikutnya. Kebiasaan-kebiasaan ini seolah-olah

diterima dari sumbernya sebagai kebenaran yang mutlak. Sumber

pengetahuan tersebut dapat berupa pemimpin-pemimpin masyarakat baik

formal maupun informal, para pemuka agama, pemegang pemerintahan dan

sebagainya. Dengan kata lain, pengetahuan diperoleh berdasarkan pada

pemegang otoritas, yakni orang yang mempunyai wibawa atau kekuasaan,

baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli

ilmu pengetahuan atau ilmuwan.

(4) Berdasarkan Pengalaman Pribadi

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan, pengalaman merupakan

suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini dilakukan

dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam

memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.

(5) Cara Akal Sehat (Common Sense)

Akal sehat terkadang dapat menemukan teori atau kebenaran pengetahuan.

Orang tua zaman dahulu sering menggunakan cara hukuman fisik agar

anaknya mau menuruti nasihat orang tua atau agar anak disiplin. Meskipun

bukan cara yang paling baik, cara ini (reward and punishment) masih
11

digunakan banyak orang untuk mendisiplinkan anak dalam konteks

pendidikan.

(6) Kebenaran Melalui Wahyu

Ajaran dan dogma agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari

Tuhan melalui para Nabi. Kebenaran ini harus diterima dan diyakini oleh

pengikut-pengikut agama yang bersangkutan, terlepas dari apakah

kebenaran tersebut rasional maupun tidak.

(7) Kebenaran Secara Intuitif

Kebenaran secara intuitif diperoleh manusia secara cepat melalui proses di

luar kesadaran dan tanpa melalui proses penalaran atau proses berpikir.

Kebenaran ini diperoleh seseorang hanya berdasarkan intuisi atau suara hati

saja.

(8) Melalui Jalan Pikiran

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berpikir

manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu

menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuan.

(9) Induksi

Induksi adalah proses penarikan kesimpulan yang dimulai dari pernyataan-

pernyataan khusus ke pernyataan yang bersifat umum. Dalam berpikir

induksi, pembuatan kesimpulan tersebut berdasarkan pengalaman-

pengalaman empiris yang ditangkap oleh indra.


12

(10) Deduksi

Deduksi adalah penarikan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan umum ke

khusus. Didalam proses berpikir deduksi berlaku bahwa sesuatu dianggap

benar secara umum pada kelas tertentu, berlaku juga kebenarannya pada

semua peristiwa yang terjadi pada setiap yang gtermasuk dalam kelas itu.

2) Cara Modern (Ilmiah)

Cara baru dalam memperoleh pengetahuan, dimana cara baru ini lebih

sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah, atau

lebih populer disebut metode penelitian (research methodology).

2.2 Penyakit Infeksi

Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa penyakit Infeksi

merupakan penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen. Istilah

infeksi sendiri digunakan untuk mengartikan penumpukan dan pelipatgandaan

bakteri, serta mikroorganisme lain dalam jaringan atau pada permukaan tubuh

tempat mereka dapat menyebabkan efek merugikan. (Charles J.P Siregar, 2006).

Tubuh manusia secara terus menerus terpapar berbagai mikroorganisme yang

berpotensi menyebabkan penyakit baik di lingkungannya maupun dalam dirinya

sendiri, namun sebagian besar orang tidak mengalami infeksi yang berulang atau

terus menerus. Kondisi ini disebabkan oleh adanya sistem pertahanan tubuh yang

kompleks. Sistem pertahanan tersebut antara lain (B.K. Mandal dkk, 2008):

1) Sistem pencegahan masuknya infeksi.

Kulit dan epitel pada saluran pencernaan, saluran pernafasan, serta saluran

kemih dan kelamin merupakan penghalang yang efektif terhadap invasi


13

mikroba. Penghalang ini ditunjang dengan adanya mukus yang disekresi dan

gerakan ailia pada saluran pernafasan serta oleh keasaman lambung dan flora

normal.

2) Mekanisme pertahanan non imun

Mekanisme ini dengan sangat cepat menjadi aktif untuk mengeliminasi

mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh. Pada umumnya sistem

pertahanan ini berupa protein dalam tubuh yang mampu melawan bakteri,

seperti Neutrofil yang mampu merusak mikroorganisme dengan sifat

fagositosisnya.

3) Mekanisme pertahanan imun

Mekanisme ini terjadi sebagai respon terhadap mikroorganisme spesifik untuk

menghasilkan imunitas melawan mikroorganisme tersebut dan membutuhkan

waktu beberapa hari untuk pembentukannya.

Kejadian infeksi merupakan pola penyakit yang selalu berubah dan senantiasa

mengalami peningkatan. Walaupun beberapa penyakit dapat dikendalikan dengan

perbauikan sanitasi, higiene personal, vaksin dan obat-obatan, namun beberapa

penyakit baru muncul dan penyakit-penyakit lain baru diketahui memiliki dasar

infeksi. Gambaran penyakit infeksi pada awal abad ke-21 yang terjadi di negara

maju yang penulis kutip dari buku Lecture Notes; Penyakit Infeksi Edisi keenam

dapat diringkas sebagai berikut :

1. Penyakit cacar (variola/ smallpox), yang telah dieradikasi dari seluruh dunia.

2. Poliomielitis, hampir mencapai eradikasi global dan sudah tidak ditemukan

lagi di Amerika dan Eropa selama lebih dari 3 tahun.


14

3. Infeksi yang tidak lagi menjadi endemik seperti kolera, tifus, difteri

4. Penyakit infeksi yang menjadi sangat jarang atau kurang virulen seperti

penyakit campak, mumps, rubela, batuk rejan, tetanus, tuberkulosis,

Haemophilus influenzae tipe b, dan scarlet fever.

5. Penyakit infeksi yang insidennya tetap seperti infeksi pernafasan, cacar air,

dan herpes zoster, gastroenteritis infantil (sangat ringan), infeksi sistem saraf

(kecuali meningitis akibat Haemophilus), infeksi neonatal, infeksi saluran

kemih.

6. Penyakit infeksi yang meningkat seperti infeksi menular seksual, infeksi pada

pasien imunosupresi, lemah, atau dirawat di ICU, ledakan kasus infeksi oleh

Staphylococcus aureus resisten-metisilin di rumah sakit, infeksi pada

pengguna obat intravena.

7. Infeksi salmonela dan listeria melalui makan, Clostridium difficile yang

meningkat pada tahun 1980 sampai 2000 namun menunjukkan tanda-tanda

pengendalian yang lebih baik.

8. Penyakit yang berhubungan dengan seringnya berkunjung ke luar negeri

seperti malaria, demam enterik, amoebiasis, helminthiasis, infeksi virus

eksotik, traveller's diarrhoe.

9. Infeksi baru seperti human immunodeficiency virus (HIV), resistensi

multiobat pada pneumokokus, salmonela, tuberkulosis, dan stafilokokus.

Infeksi merupakan penyakit menular yang penyebarannya dapat melalui salah

satu cara berikut ini:


15

1. Melalui udara

Infeksi dilepaskan ke luar oleh pasien melalui batuk, bersin, atau saat

berbicara dalam bentuk droplet pernafasan yang tidak tampak yang kemudian

dihirup oleh orang yang sehat (pejamu lain). Mikroorganisme dapat melekat

pada debu atau pakaian sehingga debu dapat dapat menghantarkan infeksi.

Kulit mati (skuama) merupakan sumber debu yang terkontaminasi. Penyakit

yang disebarkan melalui udara meliputi: eksantema (campak, rubela, cacar

air, scarlet fever), infeksi mulut dan tenggorokan (difteri, tonsilitis, mumps,

stomatitis herpes), infeksi saluran pernafasan (batuk rejan, influenza dan

infeksi virus pernafasan lainnya, tuberkulosis paru), generalisata (infeksi

meningokokus dan stafilokokus).

2. Intestinal (usus)

Sumber infeksi yang berasal dari ekskret usus pasien atau karier tertelan oleh

penjamu sehat, dimana penularannya dapat melalui jari-jari yang terinfeksi,

peralatam makan, pakaian, dan sebagainya atau secara tidak langsung melalui

minuman atau makanan.

Penyakit yang menyebar melalui jalur intestinal meliputi tifoid dan

paratifoid, salmonelosis, disentri, kolera, gsatroenteritis, poliomielitis dan

infeksi entero-virus lainnya, serta hepatitis A dan E.

3. Kontak langsung

Infeksi dapat ditularkan secara langsung melalui kontak kulit. Cara penularan

ini sebagian besar terdapat pada infeksi kulit termasuk skabies.


16

4. Jalur kelamin

Infeksi yang dapat ditularkan melalui kontak seksual meliputi sifilis, gonorea,

limfogranuloma venereum, herpes genitalis, HIV, dan hepatitis B.

5. Gigitan serangga atau hewan

Infeksi yang ditularkan melalui gigitan hewan meliputi malaria,

leishmaniasis, tripanosomiasis,tifus, rabies, dan infeksi herpes virus simian.

6. Melalui darah

Beberapa infeksi umumnya ditularkan melalui darah atau produk darah yang

terinfeksi, misalnya hepatitis B, HIV, dan hepatitis C.

Cara-cara penularan infeksi di atas belum mencakup seluruh cara penyebaran

penyakit yang kompleks. Sebagai contoh Leptospora yang diekskresikan dalam

urin tikus dapat menkontaminasi air yang tergenang dan selanjutnya menembus

kulit yang intak saat manusia berendam dalam air, atau spora tetanus dari feses

hewan herbivora dapat mengkontaminasi tanah berumput dan beberapa tahun

selanjutnya dapat masuk ke dalam luka dan menyebabkan penyakit pada manusia.

2.3 Antibiotik

Infeksi bakteri terjadi bila bakteri mampu melewati barrier mukosa atau kulit

dan menembus jaringan tubuh. Pada umumnya, tubuh berhasil mengeliminasi

bakteri tersebut dengan respon imun yang dimiliki, tetapi bila bakteri berkembang

biak lebih cepat daripada aktivitas respon imun tersebut maka akan terjadi

penyakit infeksi yang disertai dengan tanda-tanda inflamasi. Terapi yang tepat

harus mampu mencegah berkembangbiaknya bakteri patogen lebih lanjut tanpa

membahayakan host. Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mengatasi


17

infeksi karena bakteri. Antibiotik dapat brsifat bakterisid (membunuh bakteri) atau

bakteriostatik (mencegah berkembangbiaknya bakteri) (Kemenkes RI, 2011).

2.3.1 Definisi Antibiotik

Antibiotik secara sempit dapat didefinisikan sebagai senyawa yang

dihasilkan oleh berbagai jenis mikroorganisme (bakteri, fungi, aktinomisetes)

yang dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme lainnya. (Goodman and

Gilman). Menurut Michael J. Pelczar, Jr., kata antibiotik digunakan untuk produk

metabolik yang dihasilkan oleh suatu organisme tertentu yang dalam jumlah amat

kecil bersifat merusak atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain.

(Michael J.P., Jr., dan E.C.S. Chan, 1988/2012).

Antibiotik merupakan obat yang berasal dari seluruh atau bagian tertentu

mikroorganisme dan digunakan untuk mengobati infeksi karena bakteri. Selain

membunuh mikroorganisme atau menghentikan reproduksi bakteri, antibiotik juga

membantu sistem pertahanan alami tubuh untuk mengeliminasi bakteri tersebut

dari dalam tubuh, meskipun begitu antibiotik tidak efektif untuk menahan virus.

(Robert, 2011 dalam Fernandez, 2013).

2.3.2 Penggolongan Antibiotik

Terapi yang tepat menggunakan antibiotik harus mampu mencegah

berkembangbiaknya bakteri lebih lanjut tanpa membahayakan inang/ penderita.

Antibiotik dapat digolongkan berdasarkan mekanisme kerjanya terhadap

mikroorganisme, yaitu (Kemenkes RI, Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik):


18

1) Menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri, seperti beta-laktam

(penisilin, sefalosporin, monobaktam, karbapenem, inhibitor beta-laktamase),

basitrasin, dan vankomisin.

2) Memodifikasi atau menghambat sintesis protein, misalnya aminoglikosida,

kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida, klindamisin, mupirosin, dan

spektinomisin.

3) Menghambat enzim-enzim essensial dalam metabolisme folat dalam bakteri

(trimetoprim dan sulfonamid).

4) Mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat (kuinolon, dan

nitrofurantoin).

Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerjanya diuraikan di

bawah ini.

1) Antibiotik yang menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri, yang

termasuk ke dalam golongan ini adalah:

(1) Antibiotik Beta-Laktam

Golongan ini terdiri dari berbagai golongan obat yang mempunyai

struktur cincin beta-laktam, yaitu penisilin, sefalosporin, monobaktam,

karbapenem, dan inhibitor beta-laktamase. Antibiotik beta-laktam

umumnya bersifat bakterisid, dan sebagian besar efektif terhadap

organisme gram- positif dan negatif. Antibiotik beta-laktam mengganggu

sintesis dinding sel bakteri dengan menghambat langkah terakhir dalam

sintesis peptidoglikan, yaitu heteropolimer yang memberikan stabilitas

mekanik pada dinding sel bakteri.


19

Tabel 2.1. Penggolongan Antibiotik Beta-Laktam

Golongan Turunan Contoh

Penisilin Penisilin G dan V Penisilin G dan


penisilin V
Penisilin resisten Metisilin, nafsilin,
terhadap beta-laktamase oksasilin
Penisilinase Kloksasilin,
dikloksasilin
Aminopenisilin Ampisilin, amoksisilin

Karboksipenisilin Karbenisilin, tikarsilin

Ureidopenisilin Mezlosilin, azlosilin,


piperasilin
Sefalosporin Generasi I Sefaleksin, sefalotin,
sefazolin, sefradin,
sefadroksil
Generasi II Sefaklor, sefamadol,
sefuroksim, sefoksitin,
sefotetan, sefmetazol,
sefrozil
Generasi II Sefotaksim, seftriakson,
seftazidim, sefiksim,
sefoperazon,
seftizoksim,
sefpodoksim,
moksalaktam
Generasi IV Sefemin, sefpirom

monobaktam Aztreonam

Karbapenem Imipenem, meropenem,


doripenem
Inhibitor beta- Asam klavulanat,
laktamase sulbaktam, tazobaktam

(Sumber : Kemenkes RI, Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik,2011)


20

(2) Basitrasin

Basitrasin adalah kelompok yang terdiri dari antibiotik polipeptida,

turunan utamanya adalah basitrasin A. Beberapa bakteri yang sensitif

terhadap obat ini adalah bakteri coccus dan basil gram-positif, Neisseria,

H. Influenzae, dan Treponema pallidum. Basitrasin tersedia dalam bentuk

salep mata dan kulit, serta bedak untuk topikal.

(3) Vankomisisn

Vankomisin adalah antibiotik lini ketiga yang terutama aktif terhadap

bakteri Gram-positif. Vankomisin hanya diindikasikan untuk infeksi yang

disebabkan oleh Streptococus aureus yang resisten terhadap metisilin

2) Antibiotik yang memodifikasi atau menghambat sintesis protein

(1) Aminoglikosida

Mekanisme obat golongan aminoglikosida adalah menghambat bakteri

aerob Gram-negatif. Obat ini memiliki indkes terapi sempit, dengan

toksisitas serius pada ginjal dan pendengaran, khususnya pada pasien

anak dan usia lanjut. Yang termasuk kedalam golongan ini adalah

streptomisin, neomisin, kanamisin, gentamisin, tobramisin, amikasi, dan

netilmisin.

(2) Tetrasiklin

Antibiotik golongan tetrasiklin mempunyai spektrum luas dan dapat

menghambat berbagai bakteri Gram-positif, Gram-negatif baik bersifat

aerob maupun anaerob, serta mikroorganisme lain seperti Ricketsia,

Mikoplasma, Klamidia, dan beberapa spesies mikobakteria. Antibiotik


21

yang termasuk ke dalam golongan ini adalah tetrasiklin, doksisiklin,

oksitetrasiklin, minosiklin, dan klortetrasiklin.

(3) Kloramfenikol

Kloramfenikol merupakan antibiotik spektrum luas, mampu menghambat

bakteri Gram-positif dan negatif aerob dan anaeob, Klamidia, Ricketsia,

dan Mikoplasma. Kloramfenikol mencegah sintesis protein dengan

berikatan pada subunit ribosom 50S.

(4) Makrolida

Antibiotik yang termasuk ke dalam golongan makrolida adalah

eritromisisn, azitromisisn, klaritromisin, dan roksitromisin. Makrolida

aktif terhadap bakteri Gram-positif, juga dapat menghambat beberapa

Enterococcus dan basil Gram-positif. Makrolida mempengaruhi sintesis

protein bakteri dengan cara berikatan dengan subunit ribosom 50S

bakteri, sehingga menghambat translokasi peptida.

(5) Klindamisin

Klindamisin bekerja dengan menghambat sebagian besar coccus Gram-

positif dan sebagian besar bakteri anaerob, tetapi tidak bisa menghambat

bakteri Gram-negatif anrob seperti Haemophilus, Mycoplasma, dan

Clamydia.

(6) Mupirosin

Mupirosin merupakan antibiotik yang dapat menghambat bakteri Gram-

positif dan beberapa Gram-negatif. Obat ini merupakan obat topikal yang
22

tersedia dalam bentuk krim atau salep 2% untuk penggunaan di kulit dan

salep 2% untuk intranasal.

(7) Spektinomisin

Obat ini diberikan secara intramuskular. Dapat digunakan sebagai obat

alternatif untuk infeksi gonokokus bila obat lini pertama tidak dapat

digunakan.

3) Antibiotik yang menghambat enzim-enzim esensial dalam metabolisme folat

Antibiotik golongan ini adalah sulfonamid dan trimetoprim. Trimetoprim

dikombinasikan dengan sulfametoksazol mampu menghambat sebagian besar

patogen saluran kemih, kecuali P. Aeruginosa dan Neisseria sp.

4) Antibiotik yang mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat

(1) Kuinolon

a) Asam nalidiksat, dapat menghambat sebagian besar

Enterobacteriaceae.

b) Fluorokuinolon (norfloksasin, siprofloksasin, ofloksasin,

moksifloksasin, pefloksasin, levofloksasin)

Fluorokuinolon dapat digunakan untuk infeksi yang disebabkan oleh

Gonokokus, Shigella, E. Coli, Salmonella Sp., Haemophilus Sp.,

Moraxella catarrhalis serta Enterobacteriaceae dan P. Aeruginosa.

(2) Nitrofuran (nitrofurantoin, furazolidin, dan nitrofurazon)

2.3.3 Penggunaan Antibiotik Secara Bijak

Antibiotik merupakan kelompok obat tersering kedua yang digunakan dalam

pengobatan. Satu dari tiga pasien rumah sakit mendapatkan antibiotik, mencakup
23

25% dari total biaya obat. Satu dari dua puluh kasus mengalami kejadian efek

samping yang kadang-kadang berat. Oleh sebab itu penggunaan antibiotik secara

bijak sangat penting, dan membutuhkan pengetahuan mengenai penyebab dari

gejala penyakit yang ada, spektrum aktivitas dari antimikroba, prinsip

farmakokinetik, kontraindikasi dan interaksi obat, serta sumber informasi yang

tepat mengenai antibiotik dan penggunaannya.

Selain menyebabkan resiko efek samping yang seharusnya tidak terjadi pada

pasien, penggunaan antibiotik yang tidak tepat akan menambah beban pemilihan

antibiotik terhadap strain yang resisten dan dapat menunda dimulainya terapi yang

benar. Terapi yang tidak cukup juga merupakan masalah. Kesalahan yang paling

sering dalam peresepan suatu antibiotik adalah pemilihan obat yang salah serta

kesalahan dalam dosis, durasi, atau cara pemberian. (B.K. Mandal dkk, 2008).

Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemakaian

antibiotik, yaitu:

a. Resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik.

b. Faktor farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik.

c. Faktor interaksi dan efek samping obat.

d. Faktor biaya.

Dalam Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik disebutkan bahwa, “Prinsip

penggunaan antibiotik yang bijak yaitu penggunaan antibiotik dengan spektrum

sempit, pada indikasi yang ketat dengan dosis yang adekuat, interval dan lama

pemberian yang tepat.” Kebijakan penggunaan antibiotik ditandai dengan

pembatasan penggunaan antibiotik dan mengutamakan penggunaan antibiotik lini


24

pertama. Indikasi ketat penggunaan antibiotik dimulai dengan menegakkan

diagnosa penyakit infeksi, menggunakan informasi klinis dan hasil pemeriksaan

laboratorium seperti mikrobiologi, serologi, dan penunjang lainnya.

Pemilihan jenis antibiotik harus didasarkan pada hal-hal di bawah ini:

a. Informasi tentang spektrum kuman penyebab infeksi dan pola kepekaan

kuman terhadap antibiotik.

b. Hasil pemeriksaan mikrobiologi atau perkiraan kuman penyebab infeksi.

c. Profil farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik.

d. Melakukan de-eskalasi setelah mempertimbangkan hasil mikrobiologi dan

keadaan klinis pasien serta ketersediaan obat.

e. Cost effective; obat dipilih atas dasar yang paling efektif dan aman.

Dalam penerapan penggunaan antibiotik secara bijak, dilakukan langkah-

langkah sebagai berikut :

a. Meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan terhadap penggunaan antibiotik

secara bijak.

b. Meningkatkan ketersediaan dan mutu fasilitas penunjang, dengan penguatan

pada laboratorium hematologi, imunologi, dan mikrobiologi atau laboratorium

lain yang berkaitan dengan penyakit infeksi.

c. Menjamin ketersediaan tenaga kesehatan yang kompeten di bidang infeksi.

d. Mengembangkan sistem penanganan penyakit infeksi secara tim.

e. Membentuk tim pengendali dan pemantau penggunaan antibiotik secara bijak

yang bersifat multi disiplin.

f. Memantau penggunaan antibiotik secara intensif dan berkesinambungan.


25

g. Menetapkan kebijakan dan pedoman penggunaan antibiotik secara lebih rinci

di tingkat nasional, rumah sakit, fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dan

masyarakat.

2.3.4 Resistensi Antibiotik

Resistensi merupakan salah satu faktor yang harus dipertimbangkan pada

penggunaan antibiotik. Resistensi adalah kemampuan bakteri untuk menetralisir

dan melemahkan daya kerja antibiotik. Mikroorganisme dapat mempertahankan

diri terhadap antibiotik dengan beberapa cara, yaitu (Drlica & Perlin, 2011):

a. Merusak antibiotik dengan enzim yang diproduksi.

b. Mengubah reseptor titik tangkap antibiotik.

c. Mengubah fisiko-kimiawi target sasaran antibiotik pada sel bakteri.

d. Antibiotik tidak dapat menembus dinding sel, akibat perubahan dinding sel

bakteri.

e. Antibiotik masuk ke dalam sel bakteri, namun segera dikeluarkan dari dalam

sel melalui mekanisme transport aktif keluar sel.

Satuan resistensi dinyatakan dalam KHM (Kadar Hambat Minimal) atau

Minimum Inhibitory Concentration (MIC), yaitu kadar terendah antibiotik (µg/ml)

yang mampu menghambat tumbuh kembang bakteri. Peningkatan nilai KHM

menggambarkan tahap awal menuju resisten.

Enzim perusak antibiotik khusus terhadap golongan beta-laktam pertama

dikenal pada tahun 1945 dengan nama penisilinase yang ditemukan pada

Staphylococcus aureus dari pasien yang mendapat pengobatan penisilin. Masalah

serupa juga ditemukan pada pasien yang terinfeksi Escherichia coli yang
26

mendapat terapi ampisilin (Acar and Goldstein, 1998). Resistensi terhadap

golongan beta-laktam antara lain terjadi karena perubahan atau mutasi gen

penyandi protein (Penicillin Binding Protein, PBP).

2.3.5 Pedoman Penggunaan Antibiotik

Penggunaan antibiotik secara kurang bijak dapat menimbulkan pengobatan

yang kurang efektif, peningkatan resiko terhadap keamanan pasien, meluasnya

resistensi dan tingginya biaya pengobatan. Untuk meningkatkan ketepatan

penggunaan antibiotik terutama dalam pelayanan kesehatan, pemerintah

menyusun suatu pedoman umum penggunaan antibiotik. Pedoman ini tercantum

dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

2406/Menkes/Per/XII/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik.

1) Penggunaan antibiotik pada anak

Perhitungan dosis antibiotik berdasarkan per kilogram berat badan ideal

sesuai dengan usia dan petunjuk yang ada dalam formularium profesi.

2) Penggunaan antibiotik pada wanita hamil dan menyusui

Hindari penggunaan antibiotik pada trimester pertama kehamilan kecuali

dengan indikasi kuat.

3) Penggunaan antibiotik pada usia lanjut

Pemberian antibiotik pada usia lanjut harus memperhatikan hal-hal di bawah

ini:

a) Pada penderita usia lanjut sudah dianggang memiliki gangguan fungsi

ginjal ringan sehingga penggunaan antibiotik untuk dosis pemeliharaan

perlu diturunkan atau diperpanjang interval pemberiannya.


27

b) Komorbiditas pada usia lanjut sering menggunakan berbagai jenis obat

memerlukan pertimbangan terjadinya interaksi dengan antibiotik.

c) Terapi antibiotik empiris pada pasien usia lanjut perlu segera dikonfirmasi

dengan pemeriksaan mikrobiologi dan penunjang lainnya.

4) Penggunaan antibiotik pada insufisiensi ginjal

a) Dosis antibiotik disesuaikan bersihan kreatinin (creatinin clearance).

Dosis obat penting untuk obat dengan rasio toksik-terapetik yang sempit,

atau yang sedang menderita penyakit ginjal.

b) Pada umumnya dengan bersihan kreatinin 40-60 ml/menit, dosis

pemeliharaan diturunkan 50%. Bila bersihan kreatinin 10-40 ml/menit,

selain dosis turun 50% perlu juga memperpanjang jarak pemberian dua

kali lipat.

5) Penggunaan antibiotik pada insufisiensi hati

Pada pasien dengan gangguan fungsi hati kesulitan yang dijumpai adalah

bahwa tidak tersedia pengukuran tepat untuk evaluasi fungsi hati. Gangguan

fungsi hati ringan atau sedang tidak perlu penyesuaian dosis antibiotik. Pada

gangguan hati berat membutuhkan penyesuaian dan pada umumnya sebesar

50% dari dosis biasa atau dipilih antibiotik dengan eliminasi nonhepatik dan

tidak hepatotoksik.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3. 1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif tentang gambaran

pengetahuan masyarakat mengenai antibiotik dan penggunaannya di Puskesmas

Sindangjaya.

3. 2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di UPT Puskesmas Sindangjaya Kota Bandung.

Waktu penelitian pada bulan Mei - Juni 2015.

3. 3 Populasi, sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

1. Populasi adalah seluruh pasien yang mengunjungi UPT Puskesmas

Sindangjaya dengan kelompok umur 17 - 60 tahun dan pernah mendapat terapi

antibiotik dalam rentang waktu 1 bulan terakhir.

2. Sampel adalah pasien yang mendapat terapi antibiotik pada saat kunjungan ke

puskesmas. Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus Slovin sebagai berikut :

Keterangan :

n = Besar sampel

N = Besar populasi
28
29

d = Tingkat kepercayaan/ ketepatan yang diinginkan (95%)

3. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan teknik non random

– purposive sampling, yaitu pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu

pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti, berdasarkan ciri atau sifat-sifat

populasi yang sudah diketahui sebelumnya. (Notoatmodjo, 2010). Dalam

penelitian ini, sampel yang dipilih adalah pasien yang mendapatkan terapi

antibiotik pada saat kunjungan ke puskesmas.

3. 4 Kriteria Sampel

3. 4. 1 Kriteria Inklusi

1. Pengunjung UPT Puskesmas Sindangjaya berusia antara 20 sampai 50 tahun.

2. Pengunjung UPT Puskesmas Sindangjaya yang mendapat terapi dengan

antibiotik oral.

3. 5 Cara Kerja

3.5.1 Cara Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode

wawancara terpimpin dengan kuesioner (angket) yang terdiri dari beberapa

pertanyaan pengetahuan. Responden diminta untuk mengisi atau menjawab

pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner.

Teknik pengumpulan data dimulai dengan memilih pasien yang sesuai

dengan ktiteria sampel. Kemudian peneliti terlebih dahulu memberikan penjelasan

tentang maksud dan tujuan dari penelitian yang dilakukan. Bagi pasien yang

bersedian menjadi responden pada penelitian ini diberikan lembar kuesioner yang
30

terdiri atas halaman persetujuan (informed consent) dan lembar pertanyaan.

Responden dipersilahkan untuk mengisis informed consent terlebih dahulu

sebelum menjawab kuesioner.

Pengisian lembar kuesioner langsung ditunggu oleh peneliti. Lembar

kuesioner yang telah diisi oleh responden tidak dibawa pulang tetapi

dikembalikan kepada peneliti dengan alasan kemungkinan responden lupa

mengembalikan, hilang atau rusak. Pengisian lembar kuesioner dilakukan oleh

responden sendiri tetapi apabila responden meminta untuk dibimbing, maka

peneliti akan membimbing tanpa mengarahkan jawaban.

3.5.2 Uji Instrumen

Uji coba instrumen dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen yang

digunakan siap untuk mengukur yang hendak diukur (validitas) dan instrumen

tersebut akan menghasilkan data atau hasil yang sama apabila digunakan berkali-

kali pada objek yang sama (reliable). (Sugiyono, 2007).

1. Uji Validitas

Menurut Notoatmodjo (2010), validitas adalah suatu indeks yang

menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Untuk

mengetahui apakah kuesioner yang peneliti susun mampu mengukur apa yang

hendak diukur, maka perlu diuji dengan uji korelasi antara skors (nilai) tiap-

tiap item (pertanyaan) dengan skors total kuesioner tersebut. (Notoatmodjo,

2010). Suatu variabel dikatan valid bila skor variabel tersebut berkorelasi

secara signifikan dengan skor totalnya.


31

Teknik korelasi yang dipakai adalah teknik korelasi product moment,

dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

r = indeks variabel yang dikorelasikan

n = jumlah responden

x = skor responden untuk satu pertanyaan

y = total skor seluruh pertanyaan

Dasar pengambilan keputusan :

a. Jika r hitung positif serta r > r tabel, maka item pertanyaan tersebut valid

b. Jika r negatif serta r < r tabel, maka item pertanyaan tersebut tidak valid

Responden yang akan dijadikan sampel dalam uji validitas dan reliabilitas

adalah pasien yang berkunjung pada Puskesmas Pamulang, Kota Bandung yang

tidak termasuk kedalam populasi penelitian.

Dalam penelitian ini, kuesioner akan diujikan pada sekelompok responden

dengan jumlah 20 responden, setelah kuesioner diisi, kemudian dilihat skornya

dan dihitung nilai signifikasinya. Berdasarkan tabel significancy, untuk jumlah

responden 20, nilai r yang diperlukan adalah 0,444. Bila nilai r lebih dari 0,444

maka kuesioner tersebut valid.


32

2. Uji Reliabilitas

Variabel (pertanyaan) yang telah memiliki validitas kemudian diuji

reliabilitasnya. Reliabilitas menunjukkan konsistensi suatu alat ukur dalam

mengukur gejala yang sama. Pertanyaan dikatakan reliabel jika jawaban

seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke

waktu. (Hastono, 2006).

Perhitungan reliabilitas kuesioner dalam penelitian ini menggunakan teknik

one Shot atau diukur sekali saja. Pengukuran uji reliabilitas instrumen

menggunakan uji alfa cronbach dengan rumus :

Ket :

ri = Reliabilitas instrumen

k = Mean kuadrat antar subjek

∑si2 = Mean kuadrat kesalahan

s2
t = varians total

3.5.3 Rencana Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

1) Editing

Editing merupakan kegiatan untuk pemeriksaan dan perbaikan isian

formulir atau kuesioner:

a) Apakah lengkap, dalam arti semua pertanyaan terisi,


33

b) Apakah jawaban atau tulisan masing-masing pertanyaan cukup jelas

atau terbaca.

c) Apakah jawaban relevan atau sesuai dengan pertanyaan.

d) Apakah jawaban pertanyaan konsisten dengan jawaban pertanyaan yang

lain.

2) Coding

Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data

berbentuk angka atau bilangan.

3) Processing

Setelah semua kuesioner terisi penuh dan benar serta sudah melewati

pengkodean, maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar data

yang sudah di-entry dapat dianalisis. Pemrosesan data dilakukan dengan

cara meng-entry data dari kuesioner ke paket program SPSS pada

komputer. (Hastono: 2006).

4) Cleaning

Apabila semua data dari kuesioner selesai dimasukkan, perlu dicek kembali

untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan kode,

ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan koreksi. Langkah-

langkan dalam proses cleaning adalah sebagai berikut :

a) Mengetahui missing data

b) Mengetahui variasi data

c) Mengetahui konsistensi data


34

2. Analisis Data

Data dianalisis dengan analisis univariat menggunakan program SPSS.

Tujuan dari analisis ini adalah untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. (Notoatmodjo: 2010).

3. Interpretasi Data

Data diinterpretasikan secara deskriptif, berdasarkan hasil pengolahan

menggunakan program SPSS dan microsoft excel.

4. Pelaporan Hasil Penelitian

Pelaporan hasil penelitian disusun dalam bentuk karya tulis ilmiah.

3.6 Definisi Operasional

Variable Definisi Cara Alat ukur Hasil ukur Skala


ukur

Pengetahuan Segala hal yang Angket Kuesioner Pengetahuan Ordinal


masyarakat masyarakat baik bila
ketahui tentang jawaban benar
antibiotik antara 78% -
meliputi 100%
pengertian,
tujuan Pengetahuan
pemakaian, cukup bila
mekanisme jawaban benar
kerja, manfaat, antara 56% -
dan efek 77%
samping Pengetahuan
penggunaan kurang bila
antibiotik serta jawaban benar
cara penggunaan <56%
antibiotik
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan menyajikan data hasil serta pembahasan penelitian terhadap 101

responden yang merupakan sampel dari penelitian ini. Responden adalah

masyarakat yang berobat pada Puskesmas Sindangjaya Kota Bandung dan

mendapatkan terapi dengan antibiotik. Responden diwawancara untuk

memperoleh gambaran pengetahuan masyarakat mengenai antibiotik dan

penggunaannya.

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik

wawancara terpimpin dengan instrumen kuesioner yang terdiri dari sebelas

pertanyaan pengetahuan dengan bentuk pertanyaan pilihan ganda, dimana

responden menjawab pertanyaan dengan memilih jawaban yang sudah disediakan.

Data penelitian yang telah terkumpul kemudian diolah dan dianalisis secara

deskriptif kuantitatif. Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel distribusi

frekuensi yang menunjukkan frekuensi responden, sedangkan pembahasan

penelitian dalam bentuk narasi. Hasil pengolahan data secara statistik disertakan

pada bagian lampiran.

4.1 Hasil Penelitian

Jumlah responden pada penelitian ini adalah 101 orang yang didapat

berdasarkan perhitungan menggunakan rumus Slovin pada hasil pengambilan data

jumlah pasien yang mendapat terapi antibiotik pada bulan April 2015 yang

berjumlah 136 orang, dan selanjutnya disebut populasi.

35
36

4.1.1 Uji Validitas dan Reliabilitas

Sebelum digunakan untuk instrumen penelitian, dilakukan uji validitas dan

reliabilitas terhadap pertanyaan pada kuesioner yang disusun oleh peneliti.

Kuesioner diujikan kepada 20 responden yang merupakan pengunjung Puskesmas

yang mendapat terapi antibiotik. Pengambilan data untuk uji instrumen dilakukan

pada tanggal 27 sampai 30 Mei 2015. Kuesioner yang telah diisi kemudian dilihat

skornya dan dihitung nilai signifikasinya dengan menggunakan program SPSS 20.

Berdasarkan tabel significancy, untuk jumlah responden 20, nilai r yang

diperlukan adalah 0,444. Bila nilai r lebih besar dari 0,444, maka kuesioner

tersebut valid. Pada uji validitas pertama dengan 13 pertanyaan didapatkan nilai r

terendah yaitu 0,356 dan tertinggi 0,691. Dari 13 pertanyaan ada satu pertanyaan

yang tidak valid (nilai r < 0,444) yaitu pertanyaan nomor 11, sehingga pertanyaan

tersebut dikeluarkan.

Pertanyaan yang tersisa diuji kembali dan didapatkan nilai r terendah yaitu

0,419 dan tertinggi 0,668. Dari 12 pertanyaan ada satu pertanyaan yang tidak valid

yaitu pertanyaan nomor 4, sehingga pertanyaan tersebut juga dikeluarkan.

Selanjutnya sebelas pertanyaan yang tersisa diuji kembali dengan program

SPSS. Dari tabel hasil pengujian validitas terlihat bahwa semua pertanyaan telah

valid karena nila r hasil lebih besar dari nilai r tabel, data dapat dilihat pada Tabel

4.1 di bawah ini.


37

Tabel 4.1 Pengolahan Validitas Instrumen Penelitian Secara Statistik

Corrected Item-Total Kesimpulan


Correlation
Pertanyaan nomor 1 0,551 Valid
Pertanyaan nomor 2 0,541 Valid
Pertanyaan nomor 3 0,507 Valid
Pertanyaan nomor 5 0,521 Valid
Pertanyaan nomor 6 0,580 Valid
Pertanyaan nomor 7 0,703 Valid
Pertanyaan nomor 8 0,687 Valid
Pertanyaan nomor 9 0,453 Valid
Pertanyaan nomor 10 0,513 Valid
Pertanyaan nomor 12 0,711 Valid
Pertanyaan nomor 13 0,722 Valid

Pertanyaan yang valid dilanjutkan dengan uji reliabilitas. Hasil uji reliabilitas

didapatkan nilai r hitung 0,875, sehingga instrumen tersebut telah dinyatakan

reliable.

Tabel 4.2 Pengolahan Reliabilitas Instrumen Penelitian Secara Statistik

Cronbach's N of items Kesimpulan


Alpha

0.875 11 Reliable

4.1.2 Karakteristik Responden

Karakteristik responden dari hasil penelitian ini meliputi, umur, jenis kelamin,

tingkat pendidikan, dan pekerjaan responden. Berdasarkan hasil pengumpulan

data yang dilakukan pada tanggal 1 Juni sampai 20 Juni 2015 mengenai
38

pengetahuan masyarakat tentang antibiotik dan penggunaannya di Puskesmas

Sindangjaya Kota Bandung, didapatkan data sebagai berikut :

1) Karakteristik Responden Berdasarkan umur

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia

NO Usia Frekuensi Persentase (%)

1 17 - 25 tahun 23 22,8

2 26 - 35 tahun 30 29,7

3 36 - 45 tahun 25 24,8

4 46 - 60 tahun 23 22,8

Jumlah 101 100

Tabel di atas dapat juga dilihat dalam bentuk diagram seperti di bawah ini.
Jumlah Responden

Usia

Gambar 4.1 Diagram Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan


Kelompok Usia
39

2) Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

1 Perempuan 78 77,2

2 Laki-laki 23 22,8

Jumlah 101 100

Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin juga dapat dilihat

pada diagram di bawah ini.

22,8%

77,2%

Gambar 4.2 Diagram Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis


Kelamin
40

3) Karateristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No. Tingkat Frekuensi Peresentase (%)


Pendidikan

1 SD 15 14.9

2 SLP 30 29,7

3 SMA 47 46,5

4 D3/ Sarjana 9 8,9

Jumlah 101 100

Tabel 4.5 di atas dapat juga dilihat dalam bentuk diagram di bawah ini.
Jumlah Responden

Tingkat Pendidikan

Gambar 4.3 Diagram Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat


Pendidikan
41

4) Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan

No. Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)

1 Ibu Rumah Tangga 53 62,5

2 PNS 8 7,9

3 Pekerja Swasta 30 29,7

4 Belum/ Tidak Bekerja 10 9,9

Jumlah 101 100

Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada

gambar di bawah ini.


Jumlah Responden

Jenis Pekerjaan

Gambar 4.4 Diagram Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis


Pekerjaan
42

4.1.3 Tingkat Pengetahuan Masyarakat

Berdasarkan hasil pengisian kuesioner, diperoleh data yang dapat dilihat pada

tabel 4.7 sampai dengan tabel 4.10.

Tabel 4.7 Distribusi Tingkat Pengetahuan Masyarakat Berdasarkan


Kelompok Usia Responden

Kelompok Usia Tingkat Pengetahuan


Responden
Baik (%) Cukup (%) Kurang (%)

17 - 25 tahun 60,9 39,1 0

26 - 35 tahun 76,7 16,7 6,7

36 - 45 tahun 56,0 40,0 4,0

46 - 60 tahun 47,8 43,5 8,7

Tabel distribusi tingkat pengetahuan masyarakat berdasarkan kelompok umur

dapat dilihat dalam bentuk grafik di bawah ini.

Gambar 4.5 Grafik Distribusi Tingkat Pengetahuan Masyarakat


Berdasarkan Kelompok Usia Responden
43

Tabel 4.8 Distribusi Tingkat Pengetahuan Masyarakat Berdasarkan Tingkat


Pendidikan

Pendidikan Tingkat Pengetahuan


Responden
Baik (%) Cukup (%) Kurang (%)

Tamat SD 26,7 66,7 6,7

Tamat SLTP 53,3 40,0 6.7

Tamat SLTA 70,2 25,5 4,3

D3/ Sarjana 100 0 0

Tabel 4.8 di atas juga dapat dilihat dalam bentuk grafik seperti di bawah ini.

Gambar 4.6 Grafik Distribusi Tingkat Pengetahuan Masyarakat


Berdasarkan Tingkat Pendidikan
44

Tabel 4.9 Distribusi Tingkat Pengetahuan Masyarakat Berdasarkan Jenis


Pekerjaan

Jenis Pekerjaan Tingkat Pengetahuan


Responden
Baik (%) Cukup (%) Kurang (%)

Ibu Rumah Tangga 62,2 34,0 3,8

PNS 75,0 12,5 12,5

Pekerja Swasta 50,0 43,3 6,7

Belum/ Tidak Bekerja 80,0 20,0 0

Tabel 4.9 di atas dapat digambarkan dalam bentuk grafik di bawah ini.

Gambar 4.7 Grafik Distribusi Tingkat Pengetahuan Masyarakat


Berdasarkan Jenis Pekerjaan
45

Tabel 4.10 Distribusi Jawaban Responden Pengunjung Puskesmas

Pertanyaan Kuesioner Jawaban Jawaban Responden


NO.
yang (%)
Diharapkan
A B C
A. Pengetahuan Tentang Antibiotik
Menurut anda antibiotik digunakan untuk
1. B 21,8 59,4 18,8
apa?
2. Tujuan dari penggunaan antibiotik? B 26,7 63,4 9,9
Manfaat penggunaan antibiotik yang anda
3. B 31,7 49,5 18,8
ketahui?

4. Apa yang akan terjadi bila mengkonsumsi B 6,9 63,4 29,7


antibiotik tidak tepat dosis?
B. Pengetahuan Tentang Penggunaan
Antibiotik
Bila kita memperoleh antibiotik dengan
5. aturan pakai sehari tiga kali satu tablet, B 56,4 29,7 13,9
menurut anda bagaimana aturan minum
yang paling tepat?
Menurut anda kapan kita boleh
6. B 13,9 76,2 9,9
mengkonsumsi antibiotik?
Menurut anda kapan penggunaan
7. B 28,7 64,4 6,9
antibiotik dihentikan?
Menurut anda berapa kali kita dapat
8. A 59,4 34,7 5,9
mengkonsumsi antibiotik dalam sehari?
Bila setelah penggunaan antibiotik timbul
9. B 39,6 53,5 6,9
alergi maka hal yang harus dilakukan
adalah?
Jika telah mengkonsumsi antibiotik
10. B 5,0 84,2 10,9
karena suatu infeksi dan setelah beberapa
lama menderita penyakit dengan gejala
yang sama, apa yang harus dilakukan?
Yang termasuk golongan antibiotik?
11. B 10,9 65,3 23,8
46

Tabel 4. 11 Gambaran Tingkat Pengetahuan Masyarakat Mengenai


Antibiotik dan Penggunaan Antibiotik

Pengetahuan Masyarakat

No. Tingkat
Antibiotik Penggunaan Antibiotik
Pengetahuan
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

1 Baik 59 58,4 76 75,2

2 Cukup 26 25,8 14 13,9

3 Kurang 16 15,8 11 10,9

Jumlah 101 100 101 100

Tabel 4. 12 Gambaran Tingkat Pengetahuan Masyarakat Mengenai


Antibiotik dan Penggunaannya

No. Tingkat Pengetahuan Frekuensi Persentase

1. Baik 62 61,4

2. Cukup 34 33,6

3. Kurang 5 5,0

Jumlah 101 100


47

Tabel 4.12 di atas dapat juga digambarkan dalam bentuk grafik di bawah ini.

Gambar 4.8 Grafik Gambaran Pengetahuan Masyarakat mengenai


Antibiotik dan Penggunaannya

4.2 Pembahasan

Berdasarkan Tabel 4.3 pada sub bab hasil di atas dapat dilihat bahwa

karakteristik dari 101 responden berdasarkan kelompok usia terdistribusi hampir

merata dengan kelompok usia terbanyak antara 26 - 35 tahun yaitu sebanyak 30

orang (29,7 %), usia 36 - 45 tahun sebanyak 25 orang (24,8%) dan sisanya antara

17 - 25 tahun serta usia 46 - 60 tahun dengan jumlah masing-masing 23 orang

(22,8%).

Tabel 4.4 memperlihatkan distribusi frekuensi responden paling banyak

berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 78 orang (77,2%) sedangkan laki-laki

sebanyak 23 orang (22,8%).


48

Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan tingkat pengetahuan dapat dilihat

pada Tabel 4.5. Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa dari 101 responden,

sebagian besar responden berpendidikan terakhir pada tingkat SMA yaitu

sebanyak 47 orang (46,5%) sedangkan sebagian kecil responden berpendidikan

terakhir D3/ Sarjana yaitu sebanyak 9 orang (8,9%).

Penelitian dilakukan pada responden dengan usia 17 - 60 tahun. Peneliti

mengelompokkan usia responden sesuai pengelompokkan menurut Depkes RI

(2009) yakni masa remaja akhir (17 - 25 tahun), masa dewasa awal (26 - 35

tahun), masa dewasa akhir (36 - 45 tahun), dan masa lansia awal (46 - 60 tahun).

Dilihat dari data hasil penelitian, frekuensi responden berdasarkan kelompok usia

terdistribusi hampir merata. Kelompok usia 15 - 59 tahun merupakan kelompok

usia produktif berdasarkan ketetapan WHO.

Pada Tabel 4.7 mengenai distribusi tingkat pengetahuan masyarakat

berdasarkan kelompok usia terlihat tingkat pengetahuan masyarakat baik

terbanyak berasal dari kelompok usia 26 - 35 tahun dimana kelompok usia

tersebut merupakan kelompok usia responden yang paling banyak, tingkat

pengetahuan yang kurang lebih banyak berasal dari kelompok usia 46 - 60 tahun.

Notoatmodjo (2007) menyebutkan bahwa usia seseorang dapat mempengaruhi

tingkat pengetahuannya. Makin tua usia seseo/;trang maka proses perkembangan

mentalnya semakin baik, akan tetapi pada umur tertentu bertambahnya proses

perkembangan mental tidak secepat ketika berumur belasan tahun. Selain itu, daya

ingat seseorang dipengaruhi oleh umur. Dengan demikian bertambahnya umur


49

seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya,

namun pada umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan menerima

atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang. Bila dikaitkan dengan tingkat

pendidikan, masyarakat usia 46 - 60 tahun paling banyak merupakan lulusan SD

sebanyak 10 responden dan SMA sebanyak 9 responden dari jumlah 23

responden, dan pekerjaan mayoritas sebagai ibu rumah tangga (12 responden).

Berdasarkan data sosiodemografi responden, didapatkan bahwa dari 101

responden, sebesar 46,5% responden telah tamat SLTA yang menunjukkan bahwa

tingkat pendidikan responden termasuk baik. Tabel 4.6 memperlihatkan distribusi

tingkat pengetahuan masyarakat berdasarkan tingkat pendidikan, didapat bahwa

tingkat pendidikan kurang paling besar berasal dari responden dengan pendidikan

tamat SD dan SLTP, di sisi lain responden dengan pendidikan terakhir Perguruan

Tinggi memiliki tingkat pendidikan yang paling baik diantara kelompok dengan

persentase 100%.

Pendidikan dapat memperluas wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara

umum seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan

yang lebih luas dibandingkan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah.

(Notoatmodjo, 2007). Namun perlu ditekankan bahwa seseorang dengan

pendidikan rendah tidak mutlak berarti memiliki pengalaman yang rendah pula.

Peningkatan pengetahuan tidak hanya diperoleh dari pendidikan formal, akan

tetapi dapat juga diperoleh dari pendidikan non formal. Seseorang tidak akan

memperoleh informasi mengenai pengobatan khususnya antibiotik dari


50

pendidikan formal terkecuali mereka yang melanjutkan pendidikan di bidang

kesehatan. Informasi mengenai antibiotik bisa diperoleh dari tenaga medis di

pelayanan kesehatan.

Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan didominasi oleh ibu

rumah tangga dengan persentase lebih dari separuh dari total responden. Pada

Tabel 4.9 terlihat tingkat pengetahuan berdasarkan jenis pekerjaan pada umumnya

baik. Menurut Humam (2003), secara tidak langsung pekerjaan memang turut

andil dalam mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang, hal ini dikarenakan

pekerjaan berhubungan erat dengan faktor interaksi sosial dan kebudayaan,

sedangkan interaksi sosial dan budaya berhubungan dengan proses pertukaran

informasi, hal ini tentunya akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang.

Pernyataan yang senada dengan hasil penelitian ini adalah pernyataan dari

Nasution (1996) yang menyatakan bahwa lingkungan adalah salah satu faktor

yang mempengaruhi pengetahuan seseorang. Lingkungan memberikan pengaruh

pertama bagi seseorang, dimana seseorang dapat mempelajari hal-hal yang baik

maupun yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya. Dalam lingkungan

seseorang akan memperoleh pengalaman yang akan berpengaruh pada cara

berfikirnya.

Ibu rumah tangga tentunya pekerjaan utamanya adalah membesarkan anak.

Dalam tumbuh kembangnya, seorang anak seringkali mengalami sakit yang

menyebabkan seorang ibu akan sering berinteraksi dengan tenaga kesehatan

termasuk tenaga farmasi. Selama berinteraksi inilah seorang ibu akan


51

mendapatkan informasi mengenai obat-obatan khususnya penggunaan antibiotik,

karena dalam Peraturan Pemerintah nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan

Kefarmasian disebutkan bahwa pelayanan kefarmasian mencakup pelaksanaan

pemberian informasi guna mendukung penggunaan obat yang benar dan rasional.

Kelompok belum/ tidak bekerja memiliki tingkat pengetahuan yang baik,

paling tinggi dibandingkan kelompok lain (80%) dari jumlah 10 responden. Bila

dikaitkan dengan tingkat pendidikan, kelompok ini paling banyak merupakan

lulusan SMA, menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden pada kelompok

ini termasuk baik.

Dari Tabel 4.10 diketahui bahwa, secara umum jawaban responden untuk

pertanyaan mengenai pengetahuan antibiotik (pertanyaan No. 1 – 4 dan No. 11)

sudah sesuai dengan jawaban yang diharapkan. Begitu pula dengan tingkat

pengetahuan masyarakat tentang penggunaan antibiotik (pertanyaan No. 5 - 10).

Jawaban masyarakat mayoritas yang belum sesuai dengan jawaban yang

diharapkan ditemukan pada poin 5, dimana sebagian besar masih menjawab

pilihan A (56,4%), yaitu aturan minum antibiotik adalah diminum pagi, siang

sore, sedangkan jawaban yang diharapkan adalah pilihan B, yaitu setiap 8 jam

sekali yang hanya dijawab tepat oleh 29,7% responden.

Pada pertanyaan nomor 1, 2 dan 3 adalah pertanyaan mengenai penggunaan,

tujuan, dan manfaat dari antibiotik. Dari 101 responden sebanyak 59,4 % (60

orang) mengetahui kegunaan antibiotik sebagai pembunuh bakteri penyebab

penyakit, sedangkan 21,8% (22 orang) menjawab kegunaan antibiotik untuk


52

mengobati semua penyakit, dan 18,8% (19 orang) tidak mengetahui kegunaan dari

antibiotik. Hal ini menunjukkan bahwa ternyata masih ada masyarakat yang

menganggap antibiotik dapat mengobati semua jenis penyakit (obat dewa),

memang sampai detik ini antibiotik masih dianggap obat dewa oleh sebagian

masyarakat, sehingga sakit sedikit saja pasien langsung menggunakan antibiotik

dan membelinya tanpa pengawasan dokter.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan sebagian besar responden (63,4%)

telah menjawab sesuai yang diharapkan mengenai tujuan penggunaan antibiotik

yaitu membunuh bakteri penyebab penyakit, namun 29,7% responden masih

menjawab tujuan antibiotik sebagai penghilang nyeri, sedangkan 9,9% sisanya

tidak mengetahui tujuan penggunaan antibiotik.

Sebanyak 49,5% responden mengetahui manfaat dari antibiotik adalah untuk

mengobati penyakit karena bakteri yang tidak bisa disembuhkan hanya dengan

sistem pertahanan tubuh, sedangkan 31,7% responden menjawab manfaat

antibiotik adalah untuk mengobati penyakit dengan menghilangkan gejala yang

timbul saat sakit, dan 18,8% responden tidak mengetahui manfaat penggunaan

antibiotik.

Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mengobati infeksi bakteri.

Antibiotik mampu membunuh bakteri dan mencegah perkembangannya. Menurut

definisi Waksman (Dinamika Obat: 1991), antibiotik adalah zat yang dibentuk

oleh mikroorganisme yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan


53

mikroorganisme lain. Diperlukan peran petugas farmasi untuk dapat memberikan

informasi yang tepat kepada masyarakat mengenai kegunaan antibiotik.

Seperti disebutkan di atas bahwa antibiotik memiliki kemampuan untuk

menghambat atau membunuh pertumbuhan mikroorganisme penyebab penyakit,

inilah yang menjadi tujuan dan manfaat dari penggunaan antibiotik terhadap

penyakit yang diobati. Gejala tubuh terinfeksi yang muncul biasanya adalah

adanya sepsis dan syok septik. Sepsis terjadi bila pasien yang mengalami infeksi

memperlihatkan manifestasi sistemik tertentu dari respon inflamasi seperti demam

atau hipotermia, takikardia, dan leukositosis atau leukopenia. Sepsis berat ditandai

oleh adanya disfungsi multiorgan. (B.K. Mandal, Lecture Notes on Infections

Diseases). Jika infeksi oleh jenis kuman yang spesifik, biasanya dokter langsung

memberikan antibiotika yang sesuai dengan bakteri penyebabnya.

Sebesar 63,4% responden mengetahui efek yang akan ditimbulkan dari

pemakaian antibiotik yang tidak tepat dosis adalah kuman menjadi kebal terhadap

antibiotik. Pemakaian antibiotik tidak tepat diantaranya adalah kesalahan

pemilihan obat, kesalahan dalam dosis, durasi atau cara pemberian antibiotik

dapat menimbulkan generasi kuman bakteri yang kebal terhadap antibiotik.

Bakteri resisten antibiotik tersebut terjadi akibat penggunaan antibiotik yang tidak

bijak dan penerapan kewaspadaan standar yang tidak benar di fasilitas pelayanan

kesehatan. (B.K. Mandal, Lecture Notes on Infections Diseases)

Pada pertanyaan mengenai pengetahuan penggunaan antibiotik mulai dari

pertanyaan nomor 5, sebanyak 59,4% masih beranggapan bahwa minum antibiotik


54

dilakukan pada waktu pagi, siang dan malam, 29,7% telah mengetahui bahwa

minum antibiotik harus dilakukan setiap 8 jam sekali bila tertulis di etiket

pemakaian antibiotik 3 kali 1 tablet, sedangkan 13,9% tidak mengetahui waktu

minum antibiotik yang tepat. Pengetahuan mengenai hal tersebut dapat terjadi

karena petugas kesehatan jarang menginformasikan pemakaian obat yang tepat

khususnya antibiotik. Petugas kesehatan hanya menginformasikan bahwa

pemakaian antibiotik 3 kali sehari sesuai yang tertera di etiket tanpa menjelaskan

lebih rinci waktu pemakaian yang tepat.

Ukuran utama aktivitas antibiotik adalah kadar hambat minimum (KHM).

KHM adalah kadar terendah antibiotik yang secara sempurna menghambat

pertumbuhan mikroorganisme secara in vitro. Untuk dapat memberikan aktivitas

bakterisid suatu antibiotik harus senantiasa ada dalam darah pada dosis

terapeutiknya. Oleh sebab itu aturan pakai yang tertulis dalam etiket harus

digunakan dalam 24 jam. Bila aturan pakai tiga kali sehari maka pemakaian

antibiotik harus tiap 8 jam sekali (24 jam/ 3 kali pemakaian) begitu pula bila

aturan pakai 2 kali sehari maka pemakaiannya adalah setiap 12 jam sekali (24

jam/ 2 kali pemakaian).

Tiga sifat farmakodinamik antibiotik yang paling baik untuk menjelaskan

aktivitas bakterisidal suatu antibiotik adalah time-dependence, concentration-

dependence, dan efek persisten. Kecepatan bakterisidal ditentukan oleh panjang

waktu yang diperlukan untuk membunuh bakteri (time-dependence),

meningkatkan kadar obat (concentration-dependence). Efek persisten mencakup

post-antibiotic effect (PAE). PAE adalah supresi pertumbuhan bakteri secara


55

persisten sesudah paparan antibiotik. (Kemenkes RI, Pedoman Umum

Penggunaan Antibiotik)

Pada pertanyaan nomor 6 mengenai kapan pemakaian antibiotik

diperbolehkan, sebanyak 76,4% responden menjawab setelah direkomendasikan

oleh dokter, sebanyak 13,9% responden beranggapan boleh mengkonsumsi

antibiotik saat merasa sakit tanpa harus berkonsultasi dengan dokter. Hal ini

menunjukkan masih ada masyarakat yang menggunakan antibiotik tanpa

rekomendasi dokter, hal ini didukung oleh penelitian Annisa et al. yang

menyatakan bahwa 59,1% responden penelitian tersebut membeli antibiotik

sendiri tanpa berkonsultasi dengan dokter.

Antibiotik adalah obat yang digunakan dalam penanganan pasien yang

terbukti atau diduga mengalami infeksi bakteri dan terkadang juga digunakan

untuk mencegah infeksi bakteri pada keadaan khusus. Penggunaan antibiotik tidak

boleh sembarangan dan hanya bisa didapatkan dengan resep dokter, karena

penggunaan yang tidak sesuai indikasi justru akan menyebabkan resistensi obat.

Pada soal nomor 7 dengan pertanyaan ‘kapan penggunaan antibiotik dapat

dihentikan?’, sebagian responden yaitu sebanyak 64,4% telah mengetahui kapan

penggunaan antibiotik dapat dihentikan dengan memilih jawaban B yaitu sampai

obat habis, namun sebanyak 28,7% responden masih menghentikan penggunaan

antibiotik saat sudah tidak ada keluhan. Perilaku ini didukung oleh hasil penelitian

Annisa et al, yang menyatakan bahwa pada pertanyaan mengenai perilaku minum

antibiotik secara tuntas 66,8% responden tidak melakukannya.


56

Secara umum ada dua kelompok antibiotik berdasarkan sifat

farmakokinetiknya yaitu; Time dependent killing, dimana lamanya antibiotik

berada dalam darah dalam kadar diatas KHM sangat penting untuk

memperkirakan kesembuhan dan Concentration dependent, dimana semakin

tinggi kadar antibiotik dalam darah melampaui KHM maka semakin tinggi pula

daya bunuhnya terhadap bakteri.

Penggunaan antibiotik harus sampai habis untuk memastikan bahwa antibiotik

telah cukup lama berada di dalam darah sehingga dapat diperkirakan kesembuhan

suatu penyakit infeksi. Penggunaan antibiotik yang tidak tuntas akan

meningkatkan efek resisten bakteri terhadap antibiotik.

Pada pertanyaan mengenai berapa banyak mengkonsumsi antibiotik dalam

sehari, 59,4% responden telah mengetahui bahwa mengkonsumsi antibiotik harus

sesuai dengan anjuran Dokter, sedangkan 34,7% responden menjawab

mengkonsumsi antibiotik harus 3 kali sehari, hal ini dikarenakan antibiotik yang

sering diterima pasien puskesmas adalah antibiotik dengan aturan pakai sehari 3

kali seperti amoksisillin, sedangkan antibiotik dengan pemakaian 2 kali sehari

seperti ciprofloksasin sangat jarang diberikan, sehingga masyarakat menganggap

bahwa pemakaian antibiotik adalah sehari 3 kali.

Salah satu efek samping penggunaan antibiotik adalah alergi. Sebanyak 39,6%

responden memilih menghentikan penggunaan antibiotik bila setelah pemakaian

antibiotik timbul alergi, sedangkan 53,5% responden memilih segera

menghubungi Dokter, dan jawaban inilah yang dikehendaki oleh peneliti. Pada
57

pertanyaan ini sebenarnya responden yang memilih jawaban A (menghentikan

penggunaan antibiotik) juga tidak salah. Dalam Pedoman Umum Penggunaan

Antibiotik disebutkan bahwa jika terjadi efek samping obat sebaiknya segera

dilaporkan ke Pusat MESO Nasional yang dapat dilakukan oleh dokter, apoteker

maupun perawat, oleh sebab itu peneliti menghendaki jawaban B yaitu segera

menghubungi dokter apabila timbul alergi setelah penggunaan antibiotik sebagai

jawaban benar.

Efek samping antibiotik yang perlu diwaspadai antara lain syok anafilaksis,

Steven Johnson’s Syndrome atau toxic epidermal necrolysis yang kemungkinan

terjadi akibat penggunaan antibiotik golongan sulfonamide, penisilin/ampisilin,

sefalosporin, kuinolon, rifampisin, tertrasiklin dan eritromisinserta serta efek yang

mungkin terjadi pada sistem hematologi seperti anemia aplastic, anemia

hipoplastik, trombositopenia dan granulositopenia pada penggunaan

kloramfenikol (Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik).

Terkait pertanyaan penggunaan antibiotik untuk gejala penyakit yang sama,

84,2% responden memiliki pengetahuan penggunaan antibiotik yang baik yaitu

berkonsultasi dahulu dengan dokter untuk mendapatkan terapi yang tepat.

Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar masyarakat

memiliki tingkat pengetahuan yang baik mengenai antibiotik (58,4%) begitu juga

untuk tingkat pengetahuan tentang penggunaan antibiotik 75,2% responden

memiliki tingkat pengetahuan yang baik. Masih ditemukan masyarakat yang

memiliki tingkat pengetahuan kurang (15,8%) mengenai antibiotik dan 10,9%


58

mengenai penggunaan antibiotik. Hal ini menunjukkan bahwa ternyata

pengetahuan masyarakat mengenai antibiotik dan penggunaannya sudah baik.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Sindangjaya Kota

Bandung ini memiliki perbedaan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan

penelitian lain yang peneliti paparkan sebelumnya dalam Bab Pendahuluan,

dimana gambaran tingkat pengetahuan masyarakat di Puskesmas Sindangjaya

Kota Bandung menunjukkan hasil yang baik dengan persentase 61,4% baik,

33,6% cukup dan 5% kurang. Hal ini bisa disebabkan karena lokasi penelitian

yang terletak di perkotaan dengan tingkat pendidikan responden mayoritas tamat

SLTA yang menggambarkan bahwa pendidikan responden cukup baik.

Menurut Suparlan (1995), kota merupakan pusat kegiatan kebudayaan yang

jaringannya meliputi satuan-satuan administrasi, politik, ekonomi dan

komunikasi. Kota dikenal juga sebagai pusat pemerintahan, kebudayaan,

perdagangan serta perindustrian.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian berdasarkan data dari sebaran kuesioner terhadap 101

responden didapatkan rincian sebagai berikut :

1. Gambaran tingkat pengetahuan masyarakat di Puskesmas Sindangjaya Kota

Bandung mengenai antibiotik : baik 58,4%, cukup 25,7% dan kurang 15,8%.

2. Gambaran tingkat pengetahuan masyarakat di Puskesmas Sindangjaya Kota

Bandung mengenai penggunaan antibiotik : baik 73,3%, cukup 15,8% dan

kurang 10,9%.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Puskesmas

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan pemberian informasi tentang obat

oleh tenaga farmasi di puskesmas khususnya antibiotik kepada masyarakat,

terutama dalam hal penggunaannya dapat lebih ditingkatkan, mengingat masih

banyak masyarakat yang belum paham mengenai aturan pemakaian antibiotik

yang tepat.

5.2.2 Bagi Institusi Pendidikan

Referensi yang tersedia di perpustakaan masih kurang, terutama yang

berhubungan dengan penyakit infeksi dan ilmu metodologi penelitian, kiranya

menyediakan buku sumber untuk memperkaya mahasiswa sebagai bekal dalam

memberikan informasi.

59
60

5.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

Mengingat adanya keterbatasan dalam penelitian ini maka perlu adanya

penelitian lanjutan mengenai hubungan pengetahuan tentang antibiotik dengan

perilaku penggunaan antibiotik di masyarakat. Peneliti selanjutnya juga

diharapkan dapat mengembangkan kuesioner sehingga akan didapatkan penelitian

yang lebih baik.

Pada penelitian ini tidak dikaji keterkaitan antara tempat tinggal dengn

tingkat pengetahuan masyarakat, sehingga perlu penelitian lebih lanjut mengenai

keterkaitan antara faktor tempat tinggal dengan tingkat pengetahuan masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Peraturan Pemerintah


Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
Jakarta.

Hastono, Sutanto Priyo. 2006. Basic Data Analysis for Health Research. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Kementerian Kesehatan RI, 2011. Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik.


Jakarta: Kementerian Kesehatan RI

Mandal, B.K. et. al. 2006. Lecture Notes Penyakit Infeksi. Edisi keenam. Jakarta:
Penerbit Erlangga.

Mulyatno, Kris Cahyo. 2015. 10 Hal Tentang Antibiotik. Melalui


http://itd.unair.ac.id/index.php/health-news-archive [20/07/15]

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Pelczar, Jr., Michael J dan E.C.S. Chan. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi.


Cetakan 2012. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Pulungan, Sahara. 2010. Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Antibiotik dan


Penggunaannya di Kalangan Mahasiswa Nonmedis Universitas Sumatera
Utara. Medan.

Siregar, Charles J.P. 2006. Farmasi Klinik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.

Sugiyono, 2014. Statistika untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta.

Swastinity, Annisa at. al. 2013. Pengetahuan dan Perilaku Pengunjung


Puskesmas dan Tenaga Kesehatan terhadap Penggunaan Antibiotik pada
ISPA. Jakarta.

Tim Penulis Lembaga Demografi FEUI. 2010. Dasar-dasar Demografi. Jakarta:


Salemba Empat.

Wahyono, Hendro. 2007. Peran Mikrobiologi pada Penanganan Penyakit Infeksi.


Diucapkan pada Upacara Penerimaan Guru Besar dalam Ilmu
Mikrobiologi FK Universitas Diponegoro. Semarang.

61
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

“INFORMED CONCENT”

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ......................................................................

Jenis Kelamin : ......................................................................

Usia : ......................................................................

Pendidikan : ......................................................................

Pekerjaan : ......................................................................

Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap serta


memahaminya, maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan saya
bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini. Demikian surat perjanjian ini
saya buat tanpa paksaan dan bila pada suatu hari saya mengundurkan diri,
kepada saya tidak akan dituntut apapun.

Bandung,

_____________________
Lampiran 4

KUESIONER

Gambaran Pengetahuan Masyarakat Tentang Antibiotik dan


Penggunaannya di Puskesmas Sindangjaya Kota Bandung

I. Karakteristik Responden

Nama :

Jenis Kelamin :

Usia :

Pendidikan :

Pekerjaan :

II. Pertanyaan

Petunjuk : Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar sesuai dengan yang
Anda ketahui

1. Menurut anda, antibiotik digunakan untuk apa?


a. Mengobati semua penyakit
b. Mengobati penyakit infeksi karena bakteri
c. Tidak tahu
2. Tujuan dari penggunaan antibiotik adalah ....
a. Menghilangkan nyeri
b. Membunuh bakteri penyebab penyakit
c. Tidak tahu
3. Manfaat penggunaan antibiotik yang anda ketahui ...
a. Mengobati penyakit dengan menghilangkan gejala yang timbul saat
sakit

b. Mengobati penyakit karena bakteri yang tidak bisa disembuhkan hanya


dengan sistem pertahanan tubuh
c. Tidak tahu
4. Apa yang akan terjadi bila mengkonsumsi antibiotik tidak tepat dosis?
a. Kuman mati dan penyakit akan sembuh
b. Kuman menjadi kebal terhadap antibiotik
c. Tidak tahu
5. Bila kita memperoleh antibiotik dengan aturan pakai sehari tiga kali satu
tablet, menurut anda bagaimana aturan minum yang paling tepat?
a. Pagi, siang, sore 1 tablet
b. Tiap 8 jam 1 tablet
c. Tidak tahu
6. Menurut anda kapan kita boleh mengkonsumsi antibiotik?
a. Saat merasa sakit
b. Setelah direkomendasikan oleh dokter
c. Tidak tahu
7. Menurut anda kapan penggunaan antibiotik dihentikan ?
a. Jika sudah tidak ada keluhan
b. Sampai obat habis
c. Tidak tahu
8. Menurut anda berapa kali kita dapat mengkonsumsi antibiotik dalam
sehari?
a. Sesuai anjuran dokter
b. Sehari 3 kali
c. Tidak tahu
9. Apabila setelah penggunaan antibiotik timbul alergi maka hal yang harus
dilakukan adalah..
a. Hentikan penggunaan antibiotik
b. Segera hubungi dokter
c. Tidak tahu
10. Jika telah mengkonsumsi antibiotik karena suatu infeksi dan setelah
beberapa lama menderita penyakit dengan gejala yang sama, apa yang
harus dilakukan?
a. Dapat mengkonsumsi antibiotik yang sama
b. Periksa ke dokter
c. Tidak tahu
11. Yang termasuk golongan antibiotik di bawah ini ...
a. Parasetamol, antalgin
b. Cotrimoksazole, amoksisillin
c. Tidak tahu
Lampiran 4

Anda mungkin juga menyukai