Anda di halaman 1dari 6

Pemahaman tentang fungsi dalam arsitektur bisa dibangun antara lain dengan mencari referensi-

referensi terkait definisi istilah ‘fungsi’ itu sendiri baik definisi secara umum maupun definisi secara
kearsitekturan. Setelah proses pemahaman yang saya jalani, saya berhasil mendapatkan beberapa
macam pengertian fungsi mulai dari pengertian secara umum maupun khusus dalam bidang arsitektur.
Fungsi secara umum dapat didefinisikan sebagai sekelompok aktivitas yang tergolong pada jenis yang
sama berdasarkan sifat atau pelaksanaannya. (id.wikipedia.org). Fungsi secara umum dapat pula
diartikan sebagai kegunaan, serta cara untuk memenuhi keinginan yang timbul dari adanya
kebutuhan-kebutuhan dalam hidup; untuk bertahan hidup dan berkembang.
Menurut beberapa praktisi arsitektur, fungsi adalah; “secara umum artinya kegunaan, fungsi dalam
dunia arsitektur, bentuk bangunan harus mengikuti aktivitas yang akan berlangsung. contoh: apabila
akan membangun sekolah atau rumah sakit, maka kita harus memperhatikan aktivitas yang akan
berlangsung dalam bangunan tersebut sehingga nantinya bentuk bangunan akan menyesuaikan fungsi
dari bangunan tersebut.” (Teddy Priyatna, S.T/arsitek).
“Fungsi dalam pengertian sederhana adalah kegunaan. Fungsi itu juga bisa dibilang suatu cara untuk
memenuhi keinginan. Fungsi adalah sekelompok aktifitas yang tergolong pada jenis yang sama
berdasarkan sifat atau pelaksanaannya. Dalam istilah matematika, fungsi berarti pemetaan setiap
anggota himpunan (dinamakan domain) kepada anggota himpunan (dinamakan kodomain).. Kata ini
tentu beda dengan istilah fungsi misalnya dalam kalimat "Alat ini berfungsi dengan baik". Fungsi
adalah suatu bagian dari program yang dipergunakan untuk mengerjakan suatu tugas tertentu dan
letaknya dipisahkan dari bagian program yang menggunakannya.” (Ir. Joko Wibisono/arsitek).
“Arti fungsi lebih ke isi arti dari kata tersebut, tapi makna kandungan yang memaknai arti dari kata
fungsi itu sendiri. Fungsi itu harus dipenuhi agar bisa melakukan suatu aktivitas secara leluasa.” (Ir.
Imam Pesuwantoro/arsitek).
“Fungsi itu sesuatu yang harus bisa dipenuhi yang berhubungan dengan aktivitas pengguna”
(Muhammad Pramya, S.T/arsitek)
“Fungsi itu berhubungan dengan manusia yang ada di dalamnya.” (Wiyugo Hari P., MT/arsitek)
Dari berbagai pengertian yang disampaikan oleh para praktisi arsitektur di atas, bisa saya simpulkan
bahwa fungsi adalah suatu kegunaan yang harus dipenuhi untuk melakukan suatu aktivitas dan
memenuhi kebutuhan.
Namun pengertian-pengertian tersebut di atas apabila kita lihat lagi masih terlalu sempit untuk
memaknai fungsi dalam arsitektur. Istilah fungsi yang seringkali sangat dibatasi pada pengertian
fungsi sebagai wadah aktivitas manusia baik di dalam maupun di luar bangunan ini mengakibatkan
rancunya makna “arsitektur” dan “bangunan”. Dari kamus Webster, fungsi dapat memiliki makna:
aktivitas, peran, peruntukan, tugas dan tanggung jawab. Dengan demikian, maka sangat
dimungkinkan kita akan berhadapan dengan sebuah obyek yang melaksanakan satu atau beberapa
atau bahkan semua fungsi. Keadaan ketika arsitektur memiliki kemampuan untuk menjalankan serta
melaksanakan berbagai fungsi dikatakan sebagai Multifungsionalitas Arsitektur (Josep Prijotomo,
1998). Seiring dengan perkembangan pemikiran multifungsi ini, beberapa praktisi arsitektur maupun
non-arsitektur mencoba untuk merumuskan beberapa fungsi yang dapat dilaksanakan oleh arsitektur.

Seperti pendapat yang dikemukakan oleh Geofrey Broadbent


Broadbent melontarkan enam fungsi yang dapat dilaksanakan oleh arsitektur untuk menjawab
pertanyaan : apa yang dituntut oleh bangunan ? Keenam fungsi tersebut adalah :
1. Environmental Filter (penangkal factor lingkungan)
Bangunan bisa mengontrol iklim. Bangunan berperan sebagai saringan atau filter antara lingkungan
luar dengan aktivitas yang akan kita lakukan. Bangunan dapat membantu kita untuk membuat kondisi-
kondisi agar aktivitas-aktivitas dapat dilaksanakan dengan menyenangkan dan dalam kenyamanan.
Kita bisa menentukan ruang-ruang mana yang harus dekat satu sama lain dan yang mana yang bisa
dijauhkan.
2. Container of Activities (wadah kegiatan)
Bangunan sebagai wadah kegiatan-kegiatan yang menempatkannya pada tempat yang khusus dan
tertentu.
3. Capital Investment (investasi atau penanaman modal)
Dalam pengertian ini bangunan dapat memberikan nilai lebih pada tapak. Keduanya dapat menjadi
sumber investasi yang baik.
4. Symbolic Function (fungsi simbolik)
Fungsi simbolik, bangunan dapat memberikan nilai-nilai simbolik terutama pada kegiatan-kegiatan
yang bersifat keagamaan atau berhubungan erat dengan kebudayaan.
5. Behavior Modifier (pengaruh perilaku)
Pada fungsi behavior modifier, bangunan dapat mengubah perilaku dan kebiasaan, sesuai dengan
suasana ruang.
6. Aesthetic Function (=pursuit of delight).
Pada pengertian ini bangunan-bangunan akan menyenangkan bila bangunan tampak bagus/cantik,
sesuai dengan imajinasi yang fashionable saat ini, sesuai dengan asas-asas tertentu dari order visual
dan lain-lain.
Jadi Broadbent memahami fungsi sebagai apa saja yang dipancarkan dan diinformasikan oleh
arsitektur melalui panca indera kita.

Menurut Christian Noberg Schultz ada 4 fungsi dalam arsitektur,


1. physical control (Pengendali Faktor Alam)
bangunan dapat mengendalikan factor alam, bangunan dapat melindungi manusia dari terpaan
pergantian cuaca, dapat melindungi dari bencana, dan lain sebagainya.
2. functional frame (kerangka fungsi)
arsitektur dapat menciptakan kerangka fungsi
3. social milieu (lingkungan social)
bangunan dapat membentuk lingkungan sosial
4. cultural symbolization (symbol budaya)
bangunann dapat menjadi symbol budaya masyarakat setempat di lingkungan terdapatnya bangunan
tersebut.
sehingga menurut Christian Noberg Schultz, fungsi adalah tugas dan pekerjaan yang harus
dijalankan oleh sebuah lingkungan.

Menurut Larry Ligo, ada lima fungsi yang dapat diciptakan dalam arsitektur :

1. structure functional (Fungsi Struktur)


2. physical functional (Fungsi Fisik)
3. phsycological function (Fungsi Psikologis)
4. social function (Fungsi Sosial)
5. culture/existencial function (Fungsi Budaya masyarakat)
Sehingga menurut Larry Ligo, fungsi adalah tugas atau efek yang ditimbulkan arsitektur .

Menurut Jan Mukarowsky, ada lima fungsi yang dapat diciptakan dalam arsitektur ;
1. Expressive functional (Fungsi Ekspresi)
2. aesthetic function (Fungsi Estetik)
3. Allusorry function (Fungsi Kenangan)
4. territorial function (Fungsi Teritori/ Batas)
5. referential function (Fugsi Acuan)
sehingga menurut Jan Mukarowsky, fungsi adalah segenap potensi arsitektur untuk memberikan
makna terhadap lingkungan .

Dari berbagai pendapat di atas, maka fungsi dalam arsitektur dapat dikelompokkan menjadi:

1. FUNGSIONALISME BENTUK
Fungsionalisme bentuk merupakan fungsi yang paling lazim dan paling mudah ditangkap dari sebuah
produk arsitektur atau lingkungan hasil binaan manusia. Karena fungsi ini memiliki makna paling awal;
Form Follow Function (bentuk mengikuti fungsi), dimana segala rancangan arsitektur terjadi karena
fungsi, pembedaan bagian bangunan menurut tujuannya, rancangan bangunan untuk memenuhi
kebutuhan manusia dan bentuk berasal dari keinginan manuasia yang akan menggunakannya sesuai
aktivitasnya.

2. FUNGSIONALISME KONSTRUKSI
Struktur, konstruksi dan bahan bangunan sampai batas tertentu memiliki kedudukan yang lebih tinggi,
Form Follow Structure Function (bentuk terjadi akibat syarat-syarat konstruksi), dimana bentuk
berasal dari syarat sistem struktur, konstruksi dan bahan bangunan menurut penggunaan struktur,
konstruksi yang jujur, jelas dan wajar tanpa disembunyikan, rancangan struktur untuk tujuan estetik
yang terwujud melalui elemen-elemen struktur itu sendiri.
Contoh dari fungsi ini adalah menara Burjj Khalifa, Dubai. Menara tersebut memiliki pondasi segitiga,
dimana pondasi ini merupakan pondasi yang paling ideal digunakan untuk bangunan-bangunan
pencakar langit. Menara yang mempunyai berat 500.000 ton ini berdiri di atas pondasi berbentuk
segitiga dengan ketebalan 3,7m. Didukung oleh rangka-rangka baja yang mengelilingi dan mengisi
pondasi dengan diameter masing 1,5m. Pondasi ini menyebabkan terciptanya bentuk burj khalifa yang
terdiri dari tiga elemen atau sayap yang disusun mengelilingi satu pusat yang berada tepat di tengah.
Struktur yang berbentuk Y memberikan kestabilan pada masing-masing (ketiga) elemen/sayap,
dimana struktur tersebut merupakan landasan yang baik dan ideal untuk pembuatan residen. Dengan
struktur Y, memaksimalkan pemandangan ke arah Teluk Arab. Burj Khalifa bila dilihat dari atas
menyerupai kubah masjid seperti lazimnya bangunan-bangunan berarsitektur Islam.
Dengan demikian, struktur dari Burj Khalifa mempengaruhi bentuk dari Burj Khalifa.

3. FUNGSIONALISME EKSPRESI
Fungsi ekspresi memperlihatkan guna dan struktur secara bersama-sama dalam arsitektur, dimana
bentuk merupakan wujud dari kegunaan / fungsi di dalamnya, bentuk secara simbolik melukiskan
fungsi, rancangan bangunan memperlihatkan struktur & konstruksi serta peralatan bangunan secara
menonjol

Sebuah rumah di Korea Selatan memiliki bentuk yang unik dan menarik. Setiap orang pasti akan
dengan sangat mudah mengenali bantuk yang diadopsi oleh bangunan seluas 419 m2 ini. Bangunan
bernama Haewooajae ( yang dalam bahasa Korea “berarti sebuah tempat yang memberikan solusi
kecemasan bagi seseorang” ) sengaja dibuat identik dengan bentuk kloset duduk, agar sesuai dengan
kegunaan dominan yang dimiliki bangunan tersebut.
Kaitannya dengan Toilet House, produk arsitektur ini menyajikan makna fungsi ekspresi. Toilet House
yang berbentuk kloset yang merupakan bagian dari toilet adalah bangunan yang mempunyai fungsi
utama untuk sanitasi. Sang pemilik, Sim Jae-duck yang merupakan salah satu orang berpengaruh di
Asosiasi Toilet Dunia (World Toilet Association) ingin mempertegas fungsi dari bangunan ini dengan
mengambil bentuk dari elemen toilet yang simbolik, yaitu kloset duduk. Dengan demikian, bentuk
dan struktur yang ditampilkan selaras dengan kegunaan bangunan tersebut, yaitu berbentuk kloset,
dan memiliki kegunaan utama untuk sanitasi.
Bagian luar bangunan ini dilapisi baja yang dicat putih mirip dengan permukaan kloset keramik.
Terdapat juga kaca-kaca tidak tembus pandang sebagai pelapis dinding luar. Bukaan di atas bangunan
yang serupa dengan lubang kloset, murupakan pintu masuk dari Toilet House ini.
Toilet House terdiri dari dua lantai, berisi tiga kamar mandi mewah dan komplit, serta 2 kamar tidur.
Dinding dalam bangunan dan jendela-jendela lengkung cantik juga mengikuti permukaan bangunan.
Nuansa yang ditampilkan adalah nuansa bersih, penggunaan cat keramik putih sebagai pelapis dinding
bagian dalam memperkuat citra kloset pada bangunan ini.

Banguan ini dilengkapi dengan tombol-tombol sensor otomatis. Seperti ketika seseorang memasuki
kamar mandi ini, tombol sensor otomatis akan memainkan musik-musik klasik yang diharapkan
membuat nyaman pengguna. Kini, Sim Jae-duck yang selalu mengkampanyekan untuk mempercantik
toilet yang higienis ini tengah mencari seseorang yang mau menginap semalam di rumah toilet dengan
membayar usd50.000. Dana ini rencananya akan digunakannya untuk membantu program pemerintah
dalam rangka menciptakan toilet yang sehat dan bersih di negaranya.
Toilet House ini membuktikan bahwa produk arsitektur memiliki makna fungsi espresif, dimana
kegunaan bangunan dapat tercermin dan tersimbolkan oleh struktur dan bentukan-bentukan ekspresif
suatu bangunan.

4. FUNGSIONALISME GEOMETRIS
Fungsi ini mencoba mengabaikan kegunaan bangunan dan memusatkan perhatian pada cara dimana
geometri bangunan berfungsi secara visual dan estetis.
Kebalikan dari fungsi bentuk, prinsip Function Follow Form mengiringi fungsi geometri ini, dimana
penciptaan bentuk bukan untuk menyesuaikan dengan guna, tetapi akibat penyesuaian bentuk
geometris itu sendiri, kesederhanaan bentuk dengan geometri dan bebas dari ornament, nilai estetis
didapat dari pengolahan elemen geometri.

Contoh dari fungsi ini adalah Wooden House karya Sou Fujimoto di Kumamoto, Jepang.
Dalam wooden house yang didesain dari tahun 2006 sampai tahun 2006 dan berbentuk kubus ini,
balok-balok kayu ditata sedemikian rupa sehingga menciptakan produk arsitektur yang geometris.
Sedangkan aktivitas yang terjadi di dalamnya mengikuti bentuk dari wooden house tersebut. Balok
kayu yang terbentang dengan permukaan lebar dan memanjang sesuai untuk aktivitas berbaring atau
tidur, sedangkan balok yang mempunyai permukaan horizontal sempit namun mempunyai permukaan
vertical tinggi bisa digunakan untuk duduk layaknya kursi. Di sinii terlihat bahwa fungsi menyesuaikan
atau dipengaruhi oleh bentuk bangunan itu sendiri.

5. FUNGSIONALISME ORGANIS
Karya arsitektur tidak hanya fungsional tetapi juga organis (bentuk terinspirasi dari kehidupan yang
alamiah), dimana bentuk dan fungsi identik, karya arsitektur berwawasan lingkungan, bentuk
terinspirasi fenomena alam dan penggalian gagasan dari mahluk hidup, fungsi bangunan adalah
aktifitas yang menciptaka bentuk, sehingga bentuk adalah fungsi dari keseluruhan.

Arsitektur yang dipahami sebagai seni dan keseluruhan proses membangun, ternyata bukan hanya
dilakukan oleh manusia, tetapi juga oleh alam seisinya. Binatang-binatang yang dengan instingnya –
sendiri maupun bersama koloninya- membangun sebuah produk arsitektur untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, entah itu untuk tempat tinggal, tempat mencari mangsa, atau pun untuk tujuan
lainnya sebagai wujud dari eksistensi dirinya, disebut dengan arsitektur alam (natural architecture).
Bahkan binatang-binatang sudah terlebih dahulu bisa ‘hidup’ di alam ini, secara alamiah telah
membangun sarang-salah satunya- dengan kompleksitas melebihi produk arsitektur manusia yang
baru ditemukan berabad-abad kemudian.
Manusia sebagai makhluk yang mempunyai kebutuhan akan ruang sebagai tempat melangsungkan
kehidupannya dengan mapan dan kerasan perlulah manusia -sendirian atau bersama dengan
sesamanya- berada dalam kesesuaian dengan alam dan seisinya. Bisa jadi, dialah yang harus
menyesuaikan diri dengan keadaan alam sekitarnya (dinamakan tindakan akomodasi), namun bisa
jadi pula sebaliknya: ia mengubah alam agar sesuai dengan pola kehidupannya (tindakan asimilasi).
Sepanjang hidupnya manusia harus mengusahakan keseimbangan antara akomodasi dan asimilasi itu,
yang disebut sebagai tindakan adaptasi.
Adaptasi itulah yang hendak kita usahakan dalam ber-arsitektur: yaitu tercapainya keselarasan
manusia dengan alam melalui gubahan massa dan ruang. Membangun arsitektur -dengan demikian-
adalah berarti menciptakan suatu lingkungan yang di dalamnya berisi (menampung) keselarasan
antara pola kehidupan manusia penghuninya dengan alam di luarnya.
Yang pertama kali terlintas dalam benak seseorang ketika berpikir tentang laba-laba adalah
jaringnya. Ia merupakan keajaiban desain yang memiliki rancangan tersendiri, beserta perhitungan
teknik yang menyertainya. Jika kita memperbesar laba-laba menjadi seukuran manusia, jaring yang
dianyamnya akan memiliki tinggi sekitar seratus lima puluh meter. Ini sama tingginya dengan gedung
pencakar langit berlantai lima puluh.
Andaikan laba-laba sedemikian besar sehingga mampu membuat jaring dengan lebar lima puluh
meter, maka jaring ini akan mampu menghentikan pesawat jumbo jet. Jika demikian, bagaimana
laba-laba mampu membuat jaring dengan sifat ini? Agar dapat melakukan hal ini, ia pertama kali
harus menggambar rancangannya, persis seperti seorang arsitek. Sebab, struktur arsitektural dengan
ukuran dan kekuatan seperti ini, mustahil dilakukan tanpa sebuah perancangan. Setelah rancangan
dipersiapkan, laba-laba perlu menghitung seberapa besar beban-beban yang akan menempati posisi-
posisi tertentu pada jaring, persis layaknya insinyur konstruksi. Jika tidak, jaring ini pasti akan
runtuh. Namun kenyataannya, laba-laba membangun itu semua tanpa perancangan, hanya insting
dari Sang Pencipta lah yang menuntunnya hingga mampu membuat sarang sedemikian lengkap dengan
unsur kekuatan, elastisitas maupun keindahan.
Jika seseorang mengamati bagaimana laba-laba membangun jaringnya, akan ia temukan sebuah
keajaiban yang nyata. Pertama-tama, laba-laba melempar benang yang dipintalnya ke udara, lalu
aliran udara ini membawanya ke tempat tertentu di mana ia menempel. Lalu pekerjaan konstruksi
dimulai. Perlu satu jam atau lebih untuk menganyam sebuah jaring.
Mulanya, laba-laba menarik benang jenis kuat dan tegang dari titik pusat ke arah luar guna
mempersiapkan kerangka jaringnya. Ia lalu menggunakan benang jenis kendor dan lengket untuk
membuat lingkaran dari arah luar ke dalam. Dan kini perangkap itu telah siap.
Benang yang digunakan laba-laba sama ajaibnya dengan jaring itu sendiri. Benang laba-laba lima kali
lebih kuat dari serat baja dengan ketebalan yang sama. Ia memiliki gaya tegang seratus lima puluh
ribu kilogram per meter persegi. Jika seutas tali berdiameter tiga puluh sentimeter terbuat dari
benang laba-laba, maka ia akan mampu menahan berat seratus lima puluh mobil.
Ilmuwan menggunakan benang laba-laba sebagai model ketika membuat bahan yang dinamakan
Kevlar, yakni bahan pembuatan jaket anti peluru. Peluru berkecepatan seratus lima puluh meter per
detik dapat merobek sebagian besar benda yang dikenainya, kecuali barang yang terbuat dari Kevlar.
Tetapi, benang laba-laba sepuluh kali lebih kuat daripada kevlar. Benang ini juga lebih tipis dari
rambut manusia, lebih ringan dari kapas, tapi lebih kuat dari baja, dan ia diakui sebagai bahan terkuat
di dunia.
Baja termasuk material paling kuat yang tersedia bagi manusia yang diproduksi dengan sarana industri
berat, menggunakan besi, dan dalam tungku bertemperatur ribuan derajat. Ia didesain khusus agar
berdaya tahan tinggi, dan digunakan pada konstruksi lebar, bangunan tinggi, dan jembatan. Laba-
laba menghasilkan material yang lima kali lebih kuat dari baja, padahal ia tak memiliki tungku
pembakaran dan teknologi apapun. Ia adalah makhluk mungil yang tak mampu berpikir. Sungguh
suatu keajaiban bahwa makhluk kecil ini mampu menghasilkan benang yang lebih kokoh dari baja,
dan menggunakannya untuk membuat bangunan dengan cara yang sama seperti para arsitek dan
insinyur.
Salah satu pelajaran bagi dunia arsitektur yang dapat diperoleh dari laba-laba, ialah penerapan
struktur kabel dalam bangunan-bangunan berbentang lebar. Selain itu, teknik covering sarang laba-
laba juga digunakan untuk menutupi bangunan-bangunan dengan area tertutup yang luas. Laba-laba
menutupi area yang cukup luas dengan jaringnya yang ringan dan mendistribusikan beban strukturnya
secara merata ke seluruh pondasi yang melekat pada benda lain. Dengan cara ini, area yang luas
dapat ditutupi dengan sempurna, tanpa mengakibatkan bangunan terbebani oleh berat struktur
(beban mati) yang besar, seperti jika bangunan dibangun dengan konstruksi konvensional.

Metode-metode ini digunakan, selain karena kemampuannya untuk menutupi bangunan-bangunan


dengan skala yang besar, juga karena tingkat efektivitas yang cukup tinggi dari segi ekonomi
bangunan. Lebih jauh, penerapan struktur kabel dapat menghasilkan desain dengan bentuk-bentuk
lebih dinamis, fleksibel dan organik, serta menghasilkan bentuk-bentuk kurva yang menambah nilai
estetika bangunan. Contoh penerapan struktur ini dalam bangunan, di antaranya adalah bandar udara
Jeddah dan Stadion Olimpiade Munich.
Seekor laba-laba yang baru keluar dari telur telah memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk
membuat jaring tanpa menerima pelatihan terlebih dahulu. Berdasarkan pengetahuan ini, generasi-
generasi laba-laba lahir dengan kemampuan membuat jaring. Bayi laba-laba sama sekali tidak
mendapatkan pelatihan, dan tidak pernah mengikuti kursus-kursus.

Seorang insinyur konstruksi harus belajar di universitas sedikitnya selama empat tahun untuk
memperoleh pengetahuan yang diperlukan untuk membangun sebuah gedung. Ia mempelajari ratusan
karya akademis sebagai sumbernya. Kemudian melakukan perhitungan-perhitungan pada sebuah
komputer. Ia mempunyai guru-guru yang membimbingnya dan mengajarinya cara melakukan
perhitungan tersebut. Bangunan sebuah jaring laba-laba, beberapa ratus kali lebih besar dibanding
laba-labanya, sedikitnya memerlukan jumlah perhitungan yang sama dengan pembuatan sebuah
gedung. Bahkan lulusan universitas pun belum memadai untuk bisa merencanakan dan menghitung
tegangan dalam benang-benang yang menyusun jaring, kekuatan pondasi yang mendukung jaring,
kebenaran bentuk geometrinya, daya tahan dan elastisitas terhadap angin dan pergerakan mangsa,
sifat-sifat fisika dan kimia dari benang, dan banyak rincian lain. Bagaimanapun juga, tidak ada satu
universitas pun bagi bayi-bayi laba-laba. Segera setelah lahir ke dunia, mereka mulai membuat
benang, membangun jaring, dan berburu. Hal ini menunjukkan bahwa laba-laba dan hewan lainnya
mampu berarsitektur dengan menggunakan instingnya, sedangkan manusia berarsitektur
manggunakan hasil pemikirannya yang disebut ideologi. Dan arsitektur alam sangat inspiratif bagi
manusia dengan segala kompleksitas alamiahnya.

Contoh lain dari fungsi organis adalah bisa kita lihat sekali lagi pada Burj Khalifa. Bila dipandang dari
udara kita juga bisa melihat bahwa tampak atas Burj Khalifa menyerupai kelopak bunga;
Hymenocallis, dari batang hingga sayap menara yang membentang dari inti pusatnya. Arsitek Adrian
Smith sedikit banyak memasukkan pola dari arsitektur Islam tradisional, tetapi bentuk dan konsep
yang paling inspiratif dan menonjol adalah bunga gurun lokal, yaitu Hymenocallis.
Desain bunga Hymenocallis tidak hanya mampu mengurangi tekanan angin yang akan mengarah
kepada bangunan tapi juga menjadikan setiap sisi mempunyai pemandangan Teluk Arab yang luar
biasa.

6. FUNGSIONALISME EKONOMIS
Menggunakan pendekatan ekonomi dalam proses penciptaan karya Arsitektur, dimana bentuk terjadi
akibat pemakaian peralatan dan bahan secara ekonomis, penggunaan metode dan cara yang paling
efektif dan efisien agar bisa menyesuaikan biaya yang dikeluarkan dalam proses pembuatan dengan
biaya yang disediakan.
Contoh dari fungsi ini adalah kembali lagi kita melihat Wooden House karya Sou Fujimoto di
Kumamoto, Jepang. Sou Fujimoto menggunakan satu bahan bangunan yang dominan untuk
membangun seluruh bagian dari Wooden House ini. Fungsi ekonomis terjadi di sini, dimana harga
kayu akan lebih ekonomis bila dibandingkan dengan bahan bangunan lain dengan mangingat bahwa
kayu memiliki ketahanan yang sangat kuat terhadap fenomena alam seperti gempa, sehingga fengan
masa ketahanan yang lama, akan mamperkecil biaya pembuatan serta perawatan.

7. FUNGSIONALISME KULTURAL
Fungsi ini menempatkan manusia secara sentral sebagai pusat, pedoman dalam menciptakan bentuk
karya arsitektur. Mengikuti prinsip Form Follow Culture, dimana bentuk berasal dari pola perilaku,
tradisi, adat istiadat, kondisi sosial budaya pemakai, bentuk dijiwai oleh kehidupan manusia, watak,
kecenderungan dan nafsu serta cita-cita.

Manusia dalam berarsitektur hendaknya memahami bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi bahkan
penentu produk arsitekturnya berkaitan erat dengan alam dan seisinya, diantaranya; tradisi
masyarakatnya sendiri, pola kegiatan masyarakat dan tentunya faktor alam, seperti Keadaan
geografis suatu wilayah -perlu kita ketahui ciri-sifatnya (karakternya)- untuk mengetahui bagaimana
teknologi (bahan,alat dan metode) yang dipilihnya melahirkan bentuk arsitektur tertentu, dan iklim
dari lokasi produk arsitektur.
Rumah masyarakat Jawa Tengah misalnya, yang mempunyai tradisi mengagungkan Nyi Roro Kidul,
mereka membangun rumah menghadap selatan sebagai penghormatan terhadap Ratu Pantai Selatan,
ini menunjukkan bahwa factor tradisi masyarakat mempengaruhi arsitektur mereka.
Faktor geografis yang berpengaruh terhadap arsitektur bisa dilihat dari rumah panggung di Minahasa
misalnya, mereka menyesuaikan diri dengan alam sekitar dimana terdapat banyak binatang buas
dengan membuat rumah yang berbentuk panggung.

http://selia-stefi.blogspot.co.id/2011/06/fungsi-dalam-arsitektur-selia-stefi.html

Anda mungkin juga menyukai