Draft Laporan Penelitian
IMPLEMENTASI PENYELENGGARAAN PERADILAN ADAT OLEH
PENYIDIK SESUAI DENGAN SURAT KEPUTUSAN BERSAMA,
GUBERNUR ACEH, KAPOLDA ACEH DAN KETUA MAJELIS ADAT
ACEH NO:189/677/2011/NO:1054/MAA/XI1/2011/NO: B/121/1/2012.
Oleh:
Kemitraan Kompolnas Fakultas Hukum Unsyiah
Kerja sama antara Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Dengan Komisi
Kepolisian Nasional
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
JUNII 2014BABI
PENDAHUYLUAN
A. Latar Belakang
Pada tanggal 20 Desember 2011 Iahir kebijakan bara di Provinsi Aceh
menyangkut dengan penyelesaian perkara pidana,
berupa penandatanganan
Surat Keputusan Bersama (SKB) Gubernur Aceh, Kapolda Aceh dan Ketua
Maj
Adat Aceh No:
'89/677/201 1/No:1054/MAA/XI1/201 1/No: B/121/1/2012
tentang Penyelenggaraan Peradilan Adat Gampong dan Mukim atau Nama Lain
di Aceh, Dikeluarkannya SKB ini merupakan tindak lanjut dari adanya pengakuan
keistimewaan Aceh di dalam beberapa perundang-undangan yang kemudian di
antara pelaksanaan keistimewaan itu tertuang di dalam Qanun Nomor 9 Tahun
2008 Tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Istiadat,
Pasal 13 Qanun Nomof 9 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Kel
lupan
Adat dan Istiadat tersebutmenyatakan ada sekitar 18 sengketa ataupun
perselisihan yang kategorikan sebagai sengketa atau peselisihan adat dan istiadat,
dimana dalam ayat (3) pasal tersebut dinyatakan bahwa aparat penegak hukum
memberikan kesempatan agar sengketa/perselisihandiselesaikan terlebih. dahulu
secara adat di Gampong atau nama lain, Adapun Sengketa/perselisihan adat dan
adat istiadat tersebut meliputi:
1. Perselisihan dalam rumah tangga;
sengketa antara keluarga yang berkaitan dengan faraidh;
perselisihan antar warga;4. khalwat meusum;
5. perselisihan tentang hak milik:
6. pencurian dalam keluarga (pencurian ringan):
7. perselisihan harta sehareukat
8. pencurian ringan;
9. pencurian ternak peliharaan;
10, pelanggaran adat tentang ternak, pertanian, dan hutan;
11, persengketaan di laut;
persengketaan di pasar;
13. penganiayaan ringan;
14, pembakaran hutan (dalam skala kecil yang merugikan komunitas adat);
15. pelecehan, fitnah, hasut, dan pencemaran nama baik;
16, pencemaran lingkungan (skala ringan);
17. ancam mengancam (tergantung dari jenis ancaman); dan
18, perselisihan-perselisihan lain yang melanggar adat dan adat istiadat.
Diaturnya penyelesaian perselisihan atau sengketa adat istiadat dalam
gqanun tersebut untuk diselesaikan secara adat seharusnya merupakan hal yang
positif untuk mengurangi beban peradilan pidana dan lebih menciptakan
perdamaian dan ketertiban dalam masyarakat. Qanun tersebut dapat menjadi
petunjuk serta peganggan bagi aparat penegak hukum untuk memberikan