Anda di halaman 1dari 21

TUGAS FARMASI INDUSTRI

“SALEP”

Disusun Oleh :
Atri Kent 1808020015
Ahmad Fajri 1808020025
Nouval Muzakki 1808020043
Binaripan Septiadi 1808020064
Mochamad Anugrah Firzatullah 1808020119

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salep merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi yang digunakan
pada kulit, yang sakit atau terluka dimaksudkan untuk pemakaian topikal.
Salep digunakan untuk mengobati penyakit kulit yang akut atau kronis,
sehingga diharapkan adanya penetrasi kedalam lapisan kulit agar dapat
memberikan efek yang diinginkan. Salep dapat diartikan sebagai sediaan
setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput
lendir . Bahan obatnya larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang
cocok . Salep tidak boleh berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain kadar bahan
obat dalam salep yang mengandung obat keras atau narkotik adalah 10%.
Sediaan salep harus memiliki kualitas yang baik yaitu stabil, tidak
terpengaruh oleh suhu dan kelembaban kamar, dan semua zat yang dalam
salep harus halus oleh karena itu pada saat pembuatan salep terkadang
mangalami banyak masalah, salep yang harus digerus dengan homogen, agar
semua zat aktifnya dapat masuk ke pori-pori kulit dan diserab oleh kulit.
Pelepasan obat dari basisnya merupakan faktor penting dalam keberhasilan
terapi dengan menggunakan sediaan salep. Pelepasan obat dari sediaan salep
sangat dipengaruhi oleh sifat kimia fisika obat seperti kelarutan, ukuran
partikel dan kekuatan ikatan antara zat aktif dengan pembawanya serta untuk
basis yang berbeda faktor-faktor diatas mempunyai nilai yang berbeda.
Pemilihan formulasi sangat menentukan tercapainya tujuan pengobatan oleh
sebab itu dalam membuat suatu sediaan yang sangat perlu diperhatikan adalah
pemilihan formulasi.
Tujuan pembuatan salep sediaan salep memeiliki beberapa tujuan yaitu
Pengobatan lokal pada kulit, melindungi kulit (pada luka agar tidak terinfeksi),
melembabkan kulit.

1
B. Tujuan
Tujuan dari dibuatnya makalah ini yaitu :
1. Mengetahui pengertian salep
2. Mengetahui tipe-tipe salep
3. Mengetahui metode produksi serta proses pembuatan salep
4. Mengetahui parameter evaluasi mutu sediaan salep

C. Rumusan masalah
Rumusan masalah dari makalah ini yaitu sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan salep ?
2. Apa saja tipe-tipe salep ?
3. Bagaimana metode dan proses cara pembuatan salep ?
4. Apa saja parameter evaluasi mutu sediaan salep ?

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Salep
Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal
pada kulit atau selaput lendir. Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa
dibagi dalam 4 kelompok: dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap,
dasar salep yang dapat dicuci dengan air, dasar salep larut dalam air. Setiap
salep obat menggunakan salah satu dasar salep tersebut.

B. Macam-macam Sediaan Salep


Salep dapat digolongkan berdasarkan konsistensi, sifat farmakologi,
bahan dasarnya dan formularium nasional antara lain:
1. Menurut konsistensi, salep di bagi :
a. Unguenta : Salep yang memiliki konsistensi seperti mentega, tidak
mencair pada suhu biasa, tetapi mudah dioleskan
b. Krim ( cream ): Salep yang banyak mengandung air, mudah diserap
kulit, suatu tipe yang dapat dicuci dengan air.
c. Pasta : Salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat ( serbuk)
berupa suatu salep tebal karena merupakan penutup/pelindung bagian
kulit yang diolesi.
d. Cerata Salep berlemak yang mengandung persentase lilin ( wax) yang
tinggi sehingga konsistensinya lebih keras ( ceratum labiale ).
e. Gelones / spumae/ jelly : Salep yang lebih halus, umumnya cair , dan
sedikit mengandung atau tidak mengandung mukosa ; sebagai pelicin
atau basis, biasanya berupa campuran sederhana yang terdiri dari
minyak dan lemak dengan titik lebur rendah. Contoh : starch jelly (
amilum 10% dengan air mendidih).

3
2. Menurut sifat farmakologi / terapetik dan penetrasinya:
a. Salep epidermik ( epidermic ointment, salep penutup)
Salep ini berguna untuk melindungi kulit, menghasilkan efek lokal dan
untuk meredakan rangsangan / anestesi lokal ; tidak diabsorbsi;
kadang-kadang ditambahkan antiseptik atau astringent. Dasar salep
yang baik untuk jenis salep ini adalah senyawa hidrokarbon.
b. Salep endodermik
Salep yang bahan obatnya menembus ke dalam tubuh melalui kulit,
tetapi tidak melalui kulit ; terabsorbsi sebagian dan digunakan untuk
melunakkan kulit atau selaput lendir. Dasar salep yang terbaik adalah
minyak lemak.
c. Salep diadermik
Salep yang bahan obatnya menembus ke dalam tubuh melalui kulit
untuk mencapai efek yang diinginkan. Misalnya, salep yang
mengandung senyawa merkuri iodida atau belladona.

3. Menurut dasar salepnya:


a. Dasar salep hidrokarbon Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep
berlemak antara lain vaselin putih dan salep putih. Hanya sejumlah
kecil komponen berair dapat dicampurkan ke dalamnya. Salep ini
dimaksudkan untuk memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit
dan bertindak sebagai pembalut penutup. Dasar salep hidrokarbon
digunakan terutama sebagai emolien, dan sukar dicuci. Tidak
mengering dan tidak tampak berubah dalam waktu lama.
b. Dasar salep serap Dasar salep serap ini dapat dibagi dalam 2
kelompok. Kelompok pertama terdiri atas dasar salep yang dapat
bercampur dengan air membentuk emulsi air dalam minyak (Parafin
hidrofilik dan Laolin anhidrat), dan kelompok kedua terdiri atas emulsi
air dalam minyak yang dapat bercampur dengan sejumlah larutan air
tambahan (Lanoli). Dasar salep serap juga bermanfaat sebagai
emolien.

4
c. Dasar salep yang dapat dicuci dengan air Dasar salep ini adalah emulsi
minyak dalam air antara lain Salep hidrofilik dan lebih tepat disebut
“Krim” (lihat Cremores). Dasar ini dinyatakan juga sebagai “dapat
dicuci dengan air” karena mudah dicuci dari kulit atau dilap basah,
sehingga lebih dapat diterima untuk dasar kosmetik. Beberapa bahan
obat dapat menjadi lebih efektif menggunakan dasar salep ini daripada
Dasar salep hidrokarbon. Keuntungan lain dari dasar salep
ini adalah dapat diencerkan dengan air dan mudah menyerap cairan
yang terjadi pada kelainan dermatologik.
d. Dasar salep larut dalam air Kelompok ini disebut juga “dasar salep tak
berlemak” dan terdiri dari konstituen larut air. Dasar salep jenis ini
memberikan banyak keuntungan seperti dasar salep yang dapat
dicuci dengan air dan tidak mengandung bahan tak larut dalam air
seperti parafin, lanolin anhidrat atau malam. Dasar salep ini lebih tepat
disebut “gel” (lihat Gel).
Pemilihan dasar salep Pemilihan dasar salep tergantung pada
beberapa faktor seperti khasiat yang diinginkan, sifat bahan obat yang
dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan ketahanan sediaan
jadi. Dalam beberapa hal perlu menggunakan dasar salep yang kurang
ideal untuk mendapatkan stabilitas yang diinginkan. Misalnya obat-obat
yang cepat terhidrolisis, lebih stabil dalam Dasar salep hidrokarbon
daripada dasar salep yang mengandung air, meskipun obat tersebut bekerja
lebih efektif dalam dasar salep yang mengandung air.

C. Basis Sediaan Salep


1. Basis salep Oleogenesis (berminyak)
a. Anhidrous (Tidak larut dalam air)
b. Tidak segera menyerap air (Hidrofobik)
c. Tidak tercuci oleh air (pakai sabun)

5
2. Basis salep Absorbsi
a. Anhidrous (Tidak larut air)
b. Akan menyerap air (Hidrofilik)
c. Kebanyakan tidak tercuci oleh air (pakai sabun)
3. Basis salep Emulsi
a. Emulsi Tipe w/o (air/minyak)
1) Akan menyerap air
2) Tidak larut air
3) Tidak tercuci oleh air
b. Emulsi Tipe o/w (minyak/air)
1) Akan menyerap air
2) Tidak larut air
3) Tercuci
4. Basis salep larut air
a. Akan menyerap air
b. Larut air
c. Tercuci
d. Emulsi o/w

D. Bahan Dasar Pembuatan Sediaan Salep


Salep dasar adalah zat pembawa dengan massa lembek, mudah dioleskan,
umumnya berlemak, dapat digunakan bahan yang telah mempunyai massa
lembek atau zat cair, zat padat yang terlebih dahulu diubah menjadi massa
yang lembek. Jika dalam komposisi tidak disebutkan salep dasar, maka dapat
digunakan vaselin putih. Jika dalam komposisi disebutkan salep dasar yang
cocok.
Pemilihan salep dasar yang dikehendaki harus disesuaikan dengan sifat
obatnya dan tujuan penggunaannya.
1. Salep Dasar-I
Salep dasar –I umunya digunakan vaselin putih, vaselin kuning, campuran
terdiri dari 50 bagian Malam putih dan 950 bagian vaselin putih, campuran

6
terdiri dari 50 bagiian Malam kuning dan 950 bagian vaselin kuning atau
salep dasar lemak lainnya seperti minyak lemak nabati, lemak hewan atau
campuran Parafin cairr dan Parafin padat. Salep dasar-I sangat lengket
pada kulit dan sukar dicuci; agar mudah dicuci dapat ditambahkan
surfaktan dalam jumlah yang sesuai.
2. Salep Dasar-II
Salep Dasar-II umumnya digunakan lemak bulu domba, zat utama lemak
bulu domba terutama kolesterol, campuran terdiri dari 30 bagian
kolesterol, 30 bagian stearilalkohol, 80 bagian Malam putih dan 860
bagian vaselin putih, atau salep dasar sarap lainnya yang cocok. Salep
dasar-II mudah menyerap air.
3. Salep Dasar-III
Salep dasar-III dapat digunakan ca,puran yang terdiri dari 0,25 bagian
Metil paraden, 0,15 bagian Propil parapen, 10 bagian Natrium laurilsulfat,
120 bagian Propilenglikol, 20 bagian Sterilalkohol, 20 bagian vaselin putih
dan air secukupnya hingga 1000 bagian, atau salep dasar emulsi lainnya
yang cocok. Salep dasar-III mudah dicuci.
4. Salep Dasar-IV
Salep dasar-IV dapat digunakan campuran yang terdiri dari 25 bagian
poliglikol 1500, 40 bagian poliglikol 4000 dan propilenglikol atau gliserol
secukupnya hingga 100 bagian, atau salep dasar larut lainnya yang cocok.
Berdasarkan komposisi dasar salep dapat digolongkan sebagai berikut:
Dasar salep hidrokarbon,yaitu terdiri dari antara lain:
1. Vaselin putih,Vaselin kuning.
2. Campuran Vaselin dengan malam putih, malam kuning.
3. Parafin encer, Parafin padat.
4. Minyak tumbuh-tumbuhan
Dasar salep serap, yaitu dapat menyerap air terdiri antara lain:
1. Adeps lanae
2. Unguentum Simplex

7
Campuran 30 bagian malam kuning dan 70 bagian minyak wijen
Hydrophilic petrolatum 86 Vaselin Alba,8 Cera Alba,3 Stearyl alcohol, dan 3
kolesterol (IMO, 52-53).
Zat-zat yang dapat dilarutkan dalam dasar salep,Umumnya kelarutan obat
dalam minyak lemak lebih besar daripada dalam vaselin. Champora,
Mentholum, Phenolum, Thymolum dan Guayacolum lebih mudah dilarutkan
dengan cara digerus dalam mortir dengan minyak lemak. Bila dasar salep
mengandung vaselin, maka zat-zat tersebut digerus halus dan tambahkan
sebagian (+ sama banyak) Vaselin sampai homogen, baru ditambahkan sisa
vaselin dan bagian dasar salep yang lain. Champoradapat dihaluskan dengan
tambahan Spiritus fortior atau eter secukupnya sampai larut setelah itu
ditambahkan dasar salep sedikit demi sedikit, diaduk sampai spiritus
fortiornya menguap. Bila zat-zat tersebut bersama-sama dalam salep, lebih
mudah dicampur dan digerus dulu biar meleleh baru ditambahkan dasar salep
sedikit demi sedikit (IMO, hal 55)
Salah satu macam salep adalah salep mata yang digunakan pada mata.
Dasar salep yang dipilih tidak boleh mengiritasi mata, memungkinkan difusi
obat dalam cairan mata dan tetap mempertahankan aktivitas obat dalam jangka
waktu tertentu pada kondisi penyimpanan yang tepat. Vaselin merupakan
dasar salep mata yang sering banyak digunakan. Beberapa dasar salep yang
dapat menyerap, bahan dasar yang mudah dicuci dengan air dan bahan dasar
larut dalam air dapat digunakan untuk obat yang larut dalam air. Bahan dasar
seperti ini memungkinkan dispersi obat larut air yang lebih baik, tetapi tidak
boleh menyebabkan iritasi pada mata (Anonim, 1995 : 12, 13)
Salep mata harus mengandung bahan atau campuran bahan yang sesuai
untuk mencegah pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang mungkin
masuk secara tidak sengaja bila wadah dibuka pada waktu penggunaan;
kecuali dinyatakan lain dalam monografi atau formulanya sendiri sudah
bersifat baktriostatik. Bahan obat yang ditambahkan ke dalam dasar salep
berbentuk larutan atau serbuk halus. Wadah untuk salep mata harus dalam
keadaan steril pada waktu pengisian dan penutupan. Wadah salep harus

8
tertutup rapat dan disegel untuk menjamin sterilitas pada pemakaian pertama
(Anonim, 1995 : 12).
Sulfasetamid adalah senyawa antibakteri golongan sulfonamide yang
mempunyai spectrum luas dan banyak digunakan terhadap bermacam –
macam penyakit infeksi oleh kuman gram positif maupun negative,
salahsatunya pada infeksi mata yang disababkan oleh kuman – kuman yang
peka terhadap sulfonamide. Sulfasetamid merupakan sulfonamide aksi pendek
yang mempunyai aktivitas bakterisid (Tjay, 2002 : 22).

E. Keuntungan dan Kerugian Sediaan Salep


1. Keuntungan
a. Dapat diatur daya penetrasi dengan memodifikasi basisnya.
b. Kontak sediaan dengan kulit lebih lama.
c. Lebih sedikit mengandung air sehingga sulit ditumbuhi bakteri.
d. Lebih udah digunakan tanpa alat bantu.
2. Kerugian
a. Terjadi tengik terutama untuk sediaan dengan basis lemak tak jenuh.
b. Terbentuk krtistal dan keluarnya fase dan basisnya.
c. Terjadi perubahan warna.

9
BAB III
FORMULASI DAN EVALUASI SEDIAAN SALEP

A. PREFORMULASI SEDIAAN
1. Formula Sediaan
Clotrimazole 0.5 mg
Ichthammol 0.20 mg
Boric acid 1.0 mg
Zinc oxide 3.0 mg
Menthol 1.0 mg
Hard paraffin 1.5 mg
Microcrystalline wax 2.5 mg
Light liquid paraffin 26 mg
Cetostearyl alcohol 15 mg
Sodium laurlyl sulphate 1.0 mg
Methyl paraben 0.1 mg
Propyl paraben 0.1 mg
Triethanolamine 0.5 mg
Propylene glycol 10 mg
Purified water q.s.
2. Bahan yang digunakan
a. Clotrimazol
Fungsi bahan : bahan aktif ( indikasi infeksi jamur di kulit)
Pemerian : serbuk hablur putih sampai kuning pucat
Kelarutan : tidak larut dalam air, mudah larut dalam etanol,
aseton dan kloroform
b. Ichtammol
Fungsi bahan : bahan aktif (antiseptik, antimikroba)
Pemerian : cairan kental warna hampir hitam, berbau khas
Kelarutan : -

10
c. Boric acid
Fungsi bahan : pengawet
Pemerian : higroskopis, serbuk kristal putih, atau kristal putih
Kelarutan : miscible (larut) dengan etanol, eter, gliserin, air dan
minyak menguap.
Incompatibilita : inkompatibilitas dengan air, basa kuat dan alkali.
d. Zinc oxide
Fungsi bahan : antiseptikum lokal
Pemerian : Serbuk amorf, sangat halus, putih atau putih
kekuningan, tidak berbau, lambat laun akan
menyerap
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%)
larut dalam asam mineral encer dan dalam larutan
alkali hidroksida
e. Menthol
Fungsi bahan : agen perasa, pemberi rasa dingin
Pemerian : serbuk kristalin yang tidka berwarna
Kelarutan : sangat larut dalam etanol 95 %, minyak lemak,
kloroformdan eter, praktis tidak larut dalam air,
larut dalam aseton dan benzen.
Inkomppatibilitas : Incompatible dengan butylchloral hydrate;
camphor; chloral hydrate; chromium trioxide; b-
naphthol; phenol; potassium permanganate;
pyrogallol; resorcinol; and thymol.
f. Hard Paraffin
Fungsi bahan : basis salep, stifening agent
Pemerian : tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, tembus
cahaya, dan padatan putih
Kelarutan : larut dalam kloroform, eter, minyak atsiri, praktis
tidak larut etanol (95%) dan air

11
g. Microcrystalline Wax
Fungsi bahan : Coating agent; controlled-release agent; stiffening
agent.
Pemerian : tidak berbau, tidak berasa, teridi dari kristal- kristal
kecil yang tidak beraturan, biasanya berwarna
kuning atau putih.
Kelarutan : Larut dalam benzena, kloroform, dan eter; sedikit
larut dalam etanol; praktis tidak larut dalam air.
h. Light Liquid Paraffin
Fungsi bahan : emollient
Pemerian : cairan transparan tanpa warna, tanpa fluoresensi di
siang hari. Ini praktis hambar dan tidak berbau saat
dingin, dan memiliki bau samar saat dipanaskan.
Kelarutan : larut dalam kloroform, eter, hidrokarbon, sedikit
larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam air.
i. Citostearyl alcohol
Fungsi bahan : Emollient; emulsifying agent; viscosity- increasing
agent.
Pemerian : berwarna putih atau kekuningan, berbentuk serpihan
atau putiran, memiliki rasa manis yang lemah,
berbau khas
Kelarutan : larut dalam etanol (95%) , eter dan minyak. Praktis
tidak larut air.
Inkompatibilitas : inkompatibel dengan agen oxidasi dan garam Logam.
j. Sodium laurlyl sulfphate
Fungsi bahan : Anionic surfactant; detergent; emulsifying agent;
skin penetrant;
Pemerian : berbentuk serbuk, serpihan atau bubuk, bau lemah,
rasa pahit.
Kelarutan : bebas larut dalam air, praktis tidak larut kloroform
dan eter

12
k. Methyil paraben
Fungsi bahan : pengawet
Pemerian : kristal tidak berwarna atau serbuk kristalin putih,
tidak berbau.
Kelarutan : kelarutan dengan etanol 1:2, dengan etanol 95%
1:3, kelarutan dengan air 1:400, 1:50 (suhu 50◦ C),
1:30 (suhu 80 °C).
l. Propyl paraben
Fungsi bahan : pengawet
Pemerian : serbuk putih, kristalin, tidak berbau, tidak berwarna.
Kelarutan : -
m. Triethanolamine
Fungsi bahan : pengemulsi
Pemerian : tidak berwarna hingga kekuningan, dengan
viskositas mendekati air, sedikit berbau amoniak.
Kelarutan : bercampur sempurna dengan aseton, etanol dan air
n. Propylene glycol
Fungsi bahan : pelarut
Pemerian : cairan jernih tidak berwarna, sedikit berbau
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam heksana; bebas larut dalam
air. Dapat dicampur dengan aseton, benzena,
kloroform, etanol, etanol (95%), dan eter.
o. Purified water
Fungsi bahan : pelarut
Pemerian : tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan
berbentuk cairan
Kelarutan : bercampur dengan sebagian besar pelarut polar

13
3. Prosedur pembuatan
a. Pembuatan fase air
Fase air disiapkan dengan memanaskan Zinc oksida, natrium lauril
sulfat borok oksida, metil paraben, dan trietanolamina dalam bejana
sampai suhu mencapai 75° C hingga 80 °C.
b. Pembuatan fase minyak
Hard parafin yang, mikrokristalin wax, cetostearil alkohol, light liquid
parafin dengan jumlah yang dibutuhkan dimasukan ke dalam bejana
stainless steel. Ini dianggap sebagai fase minyak. Fase minyak ini
dipanaskan sampai suhunya mencapai 75-80 °C
c. Pencampuran fase minyak dan fase air
1) Fase air dan fase minyak masing-masing dicampur dengan
dilewatkan pada penyaring stainless kerucut ganda dan dialirkan ke
dalam bejana pencampuran salep yang berada di bawah vakum.
2) Massa salep tersebut diaduk dan didinginkan selama 1,5 jam.
3) Bahan aktif seperti propilen glikol, mentol, clotrimazole dan
ichtammol dibuat menjadi bubur homogen dengan mengaduk
selama 30 menit.
4) Campuran bahan aktif dipindahkan ke dalam bejana salep dan
homogenisasi dilanjutkan selama 1,5 jam.
5) Kemudian didinginkan dan lagi diaduk sampai menjadi salep.
6) Temperatur dipertahankan pada suhu 35°C hingga 37°C.
(Rajalaksmi, 2010)

B. EVALUASI SEDIAAN
1. Metode dan parameter evaluasi salep
Evaluasi sediaan salep dilakukan untuk mengetahui bagaimana
stabilitas sediaan salep tersebut, berikut ini merupakan evaluasi dari
sediaan salep clotrimazole dan ichthammol :

14
a. Keseragaman bobot
Sepuluh tabung diisi secara acak dan ditimbang. Salep
kemudian tabung dibersihkan dari salep dan masing-masing tabung
kosong dicuci dengan metanol. Tabung kosong dikeringkan dan bobot
mereka diambil Perbedaan antara dua bobot dihitung sebagai berat
bersih dari salep tabung. Rata-rata berat bersih salep dari sepuluh
tabung tercatat.
b. Diameter Globule
Diameter globul rata dihitung dengan bantuan mikroskop.
c. pH
Untuk megukur pH salep diukur dengan pH meter
d. Susut pengeringan
Susut pengeringan ditentukan dengan menempatkan salep di
petridish yang telah dicuci dan dikeringkan , kemudian menghitung
presentase yang dihasilkan pada saat pengeringan dengan rumus =
(100 × (Wt - MW)) / wt.
e. Spreadability atau daya sebar
Spreadability dari itu formulasi ditentukan oleh aparat yang
disarankan oleh Muttimer et al., itu terdiri dari balok kayu memiliki
katrol di salah satu ujung dengan kaca tetap meluncur di blok. salep 3
mg ditempatkan di piringan kaca bulat. salep terjepit di antara pelat
dan piringan kaca lain. Kemudian diberikan bebat seberat 1kg
diletakkan diatas dua piring yang diantaranya terisi salep tersebut
dibiarkan sekitar 5 menit. Kelebihan dari salep dibersihkan dari tepi.
Kemudian diukur diameter salep yang tersebar di piringan kaca.

2. Konsistensi atau kekerasan salep


Ini diukur dengan Penetrometer. tiga wadah dengan hati-hati, tanpa
membentuk gelembung udara dan disimpan di 25 + 0,5°C selama 24 jam.
Tiga sampel disimpan pada 25 + 0,5°C selama 5 menit. Tiga sampel diisi
ke dalam tiga wadah, tanpa membentuk gelembung udara dan disimpan di

15
suhu 25 + 0,5°C selama 24 jam. sampel uji ditempatkan pada
Penetrometer. Suhu objek disesuaikan pada 25 + 0,5°C dan posisi juga
disesuaikan sehingga ujungnya hanya menyentuh permukaan sampel.
Objek sampel dirilis selama 5 detik. Penetrasi yang terbentuk diukur.
Kemudian diulang dengan wadah yang tersisa

3. Viskositas salep
Viskositas ditentukan dengan viscometer Brookfield. Sampel uji
diambil dan dimasukkan dalam gelas kimia 250 ml yang bersih dan kering
dan viskositas sampel uji ditentukan dengan prosedur operasi standar
Viscometer dengan menggunakan no spindle 1 sampai 4. Setiap spindle
digunakan untuk menemukan viskositas sampel pada kecepatan masing-
masing 0,3, 0,6, 1.5,3,6,12,30 dan 60rpm. Kemudian diukur dan dicatat
nilai viskositanya.

4. Studi mikrobiologi
Aktivitas antibakteri salep clotrimazole dan ichthammol dievaluasi
dengan metode cup plate standar dan diameter zona hambat yang diukur.
Bacillus substilis, staphylococcus aureus, Escherichia coli (Organisme
aerobik) dan bacterioids fragilis (Organisme anaerob) yang digunakan
untuk pengujian aktivitas antibakteri, dan media nutrisi agar digunakan
sebagai media kembang biak dan medium agar darah untuk bakteri yang
aerobik digunakan untuk bakteri fragilis dan diinkubasi pada suhu 37°C +
2° C selama 48 jam.

5. Difusi
Dalam sel Chein difusi kiescary dimodifikasi, 2 mg salep di bagi ke
dalam rangkap tiga dan nilai rata-rata dilaporkan. Diffusibility menyatakan
jumlah salep tersebar dengan permukaan tubuh. Ketika sistem obat
dioleskan, obat berdifusi keluar dari pembawanya ke jaringan permukaan
kulit. Difusi sementara yang terjadi tak lama setelah penerapan suatu zat

16
ke permukaan kulit berpotensi jauh lebih besar melalui pelengkap selain
melalui matriks dari stratum sratum. Setelah zat melewati stratum
korneum, ada tampaknya tidak ada halangan yang signifikan untuk
penetrasi lapisan epidermis yang tersisa dan korneum yang ada maka siap
dimasukan ke dalam sirkulasi melalui kapiler. Percobaan diffusibility
dilakukan dengan menyiapkan agar media nutrisi konsentrasi apapun.
sampel dituangkan ke dalam petridish. Kemudian sebuah lubang dibuat di
tengah dan salep ditempatkan di dalamnya. Kemudian mencatat waktu
yang di butuhkan salep tersebut untuk tersebar.

f. Uji Stabilitas
Dalam internasional konferensi tentang harmonisasi (ICH)
diselaraskan pedoman untuk pengujian stabilitas zat obat baru dan
produk dikeluarkan pada 27, 1993. Dirumuskan clotrimazole dan
ichthammol salep diisi dalam tabung dilipat dan disimpan pada
kondisi suhu yang berbeda yaitu 25 DC + 2 DC / 60℅ RH + 5℅RH,
30 °C + 2 ° C / 65℅ RH + 5℅RH, 40 DC + 2 DC / 75℅ RH + 5℅RH
untuk jangka waktu tiga bulan dan diamati penampilan fisik salep,
diukur pH salep, viskositas dan daya sebaf (spreadability).

6. Hasil evaluasi sediaan


Tabel 1. Evaluasi dari beberapa paramete salep
Parameter evaluasi Hasil evaluasi
Deskripsi Berwarna coklat terang, tekstur, semisolid
lembut, sedikit berbau
Keseragaman bobot Sesuai standar
Diameter globul 4,42 mm
pH 6,7
Kekerasan dan Konsistensi 205 mm
viskositas 182 cps
Daya sebar 6,4 cm.mg/sec
Susut pengeringan 41 % w/w

17
Tabel 2. Aktivitas antimikroba salep
Diameter zona hambat (mm)
Formulasi
B. subtilis S. Aureus E.coli Bacteroid fragilis
Salep 36,4 34.22 32.19 35,14
standar 38,24 35,58 34,08 37,32

Tabel 3. Stabilitas salep


Parameter 25 °C 30°C 40 °C
(setelah 3 minggu)
pH 6,6 6,5 6,4
Daya sebar (cm.mg/sc) 6,4 6,7 7,6
Konsistensi (mm) 204 203 201
Diameter globul (mm) 4,39 4,36 4,26

18
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kesimpulan dari makalah ini yaitu sebagai berikut :
1. Salep merupakan adalah bentuk sediaan semi padat farmasi yang
digunakan pada kulit atau dimaksudkan untuk penggunaan topikal.
2. Salep terdiri dari dua tipe yaitu tipe salep air dalam minyak dan tipe salep
minyak dalam air.
3. Pembuatan salep yaitu dengan membuat basis (fase minyak) terlebih
dahulu kemudian dicampurkan dengan fase air dan bahan aktif.
4. Evaluasi salep terdiri dari beberapa parameter yaitu deskripsi, pH,
keseragaman bobot, susut pengeringan, diameter globul, daya sebar,
viskositas, stabilitas, kekerasan dan konsistensi serta aktivitas terapi salep.

19
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik


Indonesia, Jakarta. 448. 515. 771. 1000.

Gad, Sayne Cox. Pharmaceutical Manufacturing Handbook : Production and


Process. Published by John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey.

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2012. Farmakope Indonesia Edisi V.


Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Rajalakshmi, G. , N. Damodharan,Chaudhary Vijay Kumar Vaghaji Bhai And


Pogal Janardhanreddy R. Formulation And Evaluation Of Clotrimazole
And Ichthammol

Ointment. International Journal of Pharma and Bio Sciences. Vol.1/Issue-4/Oct-


Dec.2010. ISSN 0975-6299.

Rowe, Raymond C., Paul J Sheskey and Siân C Owen. 2006. Handbook of
Pharmaceutical Excipients fifth edition. Pharmaceutical press. London.

Rowe, Raymond C., Paul J Sheskey and Marian E. Quinn.2009. Handbook of


Pharmaceutical Excipients sixth edition. Pharmaceutical press. London.

Tjay dan Rahardja. 2002. Obat-obat Penting. Khasiat. Pengunaaan dan Efek
Sampingnya, Edisi V. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok
Gramedia

20

Anda mungkin juga menyukai