Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari tentang peristiwa atau fenomena
yang terjadi di alam, lebih spesifiknya lagi mempelajari tentang materi dan
perubahan yang menyertainya. (Underwoood, 1968.) Ilmu Kimia memiliki
banyak cabang-cabang ilmu, salah satunnya adalah kimia Analisis.
Kimia analisis secara garis besar dibagi dalam dua bidang yang
disebut analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif membahas
identifikasi zat-zat. Urusannya adalah unsur atau senyawa apa yang terdapat
dalam suatu sampel atau contoh. Pada pokoknya tujuan analisis
kualitatif adalah memisahkan dan mengidentifikasi sejumlah unsur. Analisis
kuantitatif berurusan dengan penetapan banyak suatu zat tertentu yang
ada dalam sampel atau contoh (Underwood, 1968). Dalam analisis kuantitatif
kali ini dilakukan titrasi dimana, titrasi adalah proses penentuan banyaknya
suatu larutan dengan konsentrasi yang diketahui dan diperlukan untuk
bereaksi secara lengkap dengan sejumlah contoh tertentu yang akan di
analisis. Karena pengukuran volume memainkan peranan penting dalamtitrasi,
maka teknik ini juga dikenali dengan analisa volumetrik (Underwood, 1992).
Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di
dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatkan reaksi asam basa maka
disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi redoks untuk titrasi yang melibatkan
reaksi reduksi oksidasi, titrasi komplek sometri untuk titrasi yang melibatkan
pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya.
Pada penetapan kadar senyawa yang sukar larut, digunakan
metode tertentu, karena sifat dari senyawa yang mudah larut sangat
berbeda dengan senyawa yang sukar larut. Dimana salah satu metode yang
digunakan , misalnya metode iodimetri dan iodometri. Titrasi iodimetri-
iodometri ini sering digunakan dalam industri farmasi. Khususnya, pada
penentuan kadar zat-zat uji yang bersifat reduktor dan oksidator.

1
Adapun iodimetri adalah penentuan kadar senyawa dengan potensial
oksidasi yang lebih besar, dan iodimetri digunakan untuk menentukan kadar
senyawa misalnya asam askorbat, natrium askorbat, natrium tiosulfat dan
sediaan injeksinya (sudjadi, 2007). Untuk itu, dalam percobaan ini akan
dibahas metodeiodimetri untuk mengetahui dan mempelajari penetapan
kadar asam askorbat atau vitamin C sesuai dengan prinsip reaksi redoks.

1.2 Kompetensi Praktikum


1) Mengetahui prinsip-prinsip dasar metode iodimetri
2) Menetapkan kadar Vitamin C dengan metode iodimetri
3) Menetapkan kadar Cu dalam CuSO4. 5H2O

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori

Titrasi redoks adalah titrasi yang melibatkan proses oksidasi dan reduksi.
Kedua proses ini selalu terjadi secara bersamaan. Dalam titrasi redoks biasanya
menggunakan potensiometri untuk mendekteksi titik akhir titrasi. Untuk
mengetahui Vitamin C metode titrasi redoks yang digunakan adalah titrasi
redoks langsung menggunakan Iodium. Iodium akan mengoksidasi senyawa-
senyawa yang mempunyai potensial yang lebih kecil dibanding iodium.
Vitamin C mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil daripada iodium
sehingga dapat dilakukan titrasi langsung dengan iodium. Pendektesi titik akhir
pada titrasi iodimetri ini adalah melakukan dengan menggunakan indikator
amilum yang akan memberikan warna biru pada saat tercapainya titik akhir
(Gandjar, dkk, 2007.) Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan
digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial
oksidasi yang lebih besar dari pada sistem iodium-iodida atau senyawa-
senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO4.5H2O. Pada iodometri, sampel
yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida berlebihan dan akan
menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium
thiosulfat banyak volume natrium thiosulfat yang digunakan sebagai setara
dengan iodium yang dihasilkan dengan yang setara dengan banyaknya sampel
(Rohman, 2007).

Metode Iodimetri merupakan metode analisis kuantitatif yang melibatkan


oksidasi potensial dalam proses titrasinya. Oksidasi potensial dapat lebih
rendah atau lebih tinggi dari sitem iodium – iodida untuk metode titrasi
langsung (Iodimetri) larutan baku yang dipakai adalah larutan baku iodium.
Sedangkan pada metode titrasi langsung (Iodometri) larutan baku yang dipakai
adalah larutan natrium thiosulfat (Na2S2O3). Reaksi oksidasi potensial sitem
iodium-iodida dapat digambarkan sebagai berikut:

I2 + 2e- 2 I- E= + 0,535 Volt

3
Dalam lingkungan alkalis, iodium akan bereaksi dengan hidroksida dan
membentuk iodida dan hipoiodit yang berikutnya akan terurai menjadi iodida
dan iodat.

I2 + OH- --------- > HI + IO-

3 IO- -------------- > IO3- 2 I-

Larutan iodium dalam proses titrasi dapat juga digunakan sebagai indikator
dalam penentuan titik akhir titrasi. Satu tetes larutan iodium 0,1 N dalam 100
ml air akan memberikan warna kuning pucat. Pada proses ini, indikator kanji
bisa dipakai untuk menaikan kepekaan titik akhir titrasi. Iodium akan
berereaksi dengan kadar iodium 2x -5 M dan iodida 4 x 10-5 M.

4
BAB IV

HASIL

4.1 Hasil Iodimetri

a. Hasil Volume Natrium Thiosulfat


Percobaan Jumlah volume Na Normalitas Na
Thiosulfat Thiosulfat
1 18 ml 0,005 N
2 14.8 ml 0,067 N
3 14,2 ml 0,07 N
Rata-rata 0,062 N

b. Hasil Volume Natrium Thiosulfat pada Cu


Percobaan Jumlah volume Na Kadar Cu
Thiosulfat
1 13 ml 25,59 %
2 11,5 ml 22,63 %
Rata-rata 24.11 %

4.2 Hasil Iodometri


a. Penentuan Kadar Vitamin C
Percobaan Jumlah volume vitamin Kadar Vitamin C
C
1 6,5 ml 272,56 %
2 6,7 ml 280,95 %
3 6,6 ml 276,76 %
Rata-rata 27.75 %

5
4.3 Perhitungan

a. Normalitas Na. Thiosulfat


𝑽𝟐×𝑵𝟐 𝟏𝟎 ×𝟎,𝟏
V1 = = = 𝟎, 𝟎𝟓 𝑵
𝑽𝟏 𝟏𝟖
𝑽𝟐 ×𝑵𝟐 𝟏𝟎 ×𝟎,𝟏
V2 = = = 𝟎, 𝟎𝟔𝟕 𝑵
𝑽𝟏 𝟏𝟒,𝟖
𝑽𝟐×𝑵𝟐 𝟏𝟎 ×𝟎,𝟏
V3 = = = 𝟎, 𝟎𝟕 𝑵
𝑽𝟏 𝟏𝟒,𝟐

b. Volume Na. Thiosulfat pada Cu


𝑽𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏 × 𝑵𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏 × 𝑩𝑬 × 𝑭𝒂𝒄𝒕𝒐𝒓 𝑷𝒆𝒏𝒈𝒆𝒏𝒄𝒆𝒓𝒂𝒏
× 𝟏𝟎𝟎%
𝑴𝒈 𝑺𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍

𝟏𝟑 𝒎𝒍 ×𝟎,𝟎𝟔𝟐 ×𝟔𝟑,𝟓×𝟐,𝟓
V1 = × 𝟏𝟎𝟎 % = 𝟐𝟓, 𝟓𝟗 %
𝟓𝟎𝟎 𝒎𝒈
𝟏𝟏,𝟓 ×𝟎.𝟎𝟔𝟐 ×𝟔𝟑,𝟓 ×𝟓
V2= × 𝟏𝟎𝟎% = 𝟐𝟐, 𝟔𝟑 %
𝟓𝟎𝟎 𝒎𝒈

c. Kadar Vitamin C

𝑽𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏 × 𝑵𝒕𝒊𝒕𝒓𝒂𝒏 × 𝑩𝑬 × 𝑭𝒂𝒄𝒕𝒐𝒓 𝑷𝒆𝒏𝒈𝒆𝒏𝒄𝒆𝒓𝒂𝒏


× 𝟏𝟎𝟎%
𝑴𝒈 𝑺𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍

𝟔,𝟓 𝒎𝒍 ×𝟎,𝟏 ×𝟏𝟕𝟔,𝟏𝟐×𝟓


V1 = × 𝟏𝟎𝟎 % = 𝟐𝟕𝟐, 𝟓𝟔 %
𝟐𝟏𝟎 𝒎𝒈
𝟔,𝟕 𝒎𝒍 ×𝟎,𝟏 ×𝟏𝟕𝟔,𝟏𝟐×𝟓
V2 = × 𝟏𝟎𝟎 % = 𝟐𝟖𝟎, 𝟗𝟔 %
𝟐𝟏𝟎 𝒎𝒈
𝟔,𝟔 𝒎𝒍 ×𝟎,𝟏 ×𝟏𝟕𝟔,𝟏𝟐×𝟓
V3 = × 𝟏𝟎𝟎 % = 𝟐𝟕𝟔, 𝟕𝟔 %
𝟐𝟏𝟎 𝒎𝒈

6
BAB V

PEMBAHASAAN

Pada pembakuan Natrium triosulfat melakukan iodometri secara tidak


langsung, natrium tiosulfat digunakan sebagai titran dengan indikator larutan
amilum. Natrium tiosulfat akan bereaksi dengan larutan iodin yang dihasilkan
oleh reaksi antara analit dengan larutan KI berlebih. Sebaiknya indikator amilum
ditambahkan pada saat titrasi mendekati titik ekivalen karena amilum dapat
membentuk kompleks yang stabil dengan iodin. Dan Iodimetri metode langsung,
bahan pereduksi langsung dioksidasi dengan larutan baku Iodium.
Pada percobaan penetapan kadar vitamin C pada praktikum kali ini
menggunakan sampel vitamin C. Prosedur pertama yang dilakukan ialah
menimbang sejumlah sampel 200 mg vitamSin C yang sudah digerus kemudian
dilarutakan dengan aquades 50 ml dan tambahkan H2SO4 12,5 ml. Selanjutnya
sampel diambil sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, kemudian
ditambahkan larutan kanji sebagai indikator. Setelah itu dititrasi dengan larutan
I2 0,1 N. Proses titrasi dilakukan sampai larutan dalam erlenmeyer berubah warna
dari larutan bening menjadi biru. Warna biru yang dihasilkan merupakan reaksi
antara iodometri dengan amilum yang menandakan bahwa proses titrasi telah
mencapai titik akhir.
Fungsi larutan iodimetri ialah pereaksi untuk memperlihatkan jumlah
vitamin C yang terdapat dalam sampel menjadi senyawa dihidroaskorbat sehingga
akan berwarna biru karena pereaksi yang berlebih. Sebelum dititrasi, sampel
ditambahkan 2-3 tetes larutan kanji yang berperan sebagai indikator. Kanji
bereaksi dengan iodimetri, dengan adanya iodida membentuk suatu kompleks
yang berwarna biru yang akan terlihat pada konsentrasi iodimetri yang sangat
rendah. Larutan kanji tidak boleh ditambahkan tepat sebelum titik akhir dicapai.
Jika larutan kanji ditambahkan ketika konsentrasi iodimetri tinggi, sedikit
iodimetri akan tetap teradsorpsi bahan pada titik akhir titrasi.
Penentuan kadar Cu dalam larutan dengan bantuan larutan natrium
tiosulfat yang dilakukan mengencerkan 3,1 g sampel garam hingga 250 mL
setelah itu ambil 10 mL larutan tambahkan 2 ml asam asetat hasil pengenceran

7
tersebut untuk ditambahkan dengan larutan KI dan menitrasi dengan larutan baku
natrium tiosulfat hingga larutan yang semula berwarna coklat tua menjadi larutan
yang berwarna kuning muda. Kemudian larutan tersebut ditambahkan dengan 2
mL larutan amilum 1 % menghasilkan larutan yang semula berwarna kuning
muda menjadi biru tua, Penambahan indikator amilum 1% ini dimaksudkan agar
memperjelas perubahan warna yang terjadi pada larutan tersebut. kemudian
larutan tersebut dititrasi kembali dengan larutan natrium tiosulfat hingga warna
biru pada larutan tepat hilang. Untuk lebih memperjelas terjadinya reaksi
tersebut, ke dalam larutan ditambahkan amilum. Bertemunya I2 dengan amilum
ini akan menyebabakan larutan berwarna biru kehitaman. Selanjutnya titrasi
dilanjutkan kembali hingga warna biru hilang dan menjadi putih keruh.

8
BAB VI

KESIMPULAN

9
DAFTAR PUSTAKA

Day, R.A & Underwood, A.L.,2002, Analisis Kimia Kuantitatif, Erlangga:.


Jakarta

Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Rohman, Abdul, 2007, Kimia Farmasi Analisis, Penerbit Pustaka Pelajar,


Yogyakarta

10

Anda mungkin juga menyukai