TONSILITIS KRONIS
*Isti Puji Lestari, S.Ked, ** dr. Azwar Djauhari,M.Sc
i
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
TONSILITIS KRONIS
Oleh:
Preseptor,
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul “Tonsilitis Kronis” sebagai kelengkapan persyaratan
dalam mengikuti Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.
Terimakasih penulis sampaikan kepada dr. Azwar Djauhari yang telah
meluangkan waktu dan pikirannya dalam membimbing penulis dalam
menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan.
Selanjutnya, penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat dan menambah
ilmu bagi para pembaca.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................... iii
DAFTAR ISI ....................................................................................... iv
BAB I STATUS PASIEN ....................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 9
BAB III ANALISA KASUS ................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 22
LAMPIRAN ............................................................................................ 23
iv
BAB I
STATUS PASIEN
1
1.4 Riwayat Penyakit
A. Keluhan Utama:
Nyeri menelan sejak + 2 hari sebelum datang ke Puskesmas.
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke puskesmas dengan keluhan nyeri menelan + 2 hari sebelum ke
puskesmas. Nyeri disertai batuk berdahak, batuk berdarah (-), pilek (-). Ibu pasien
juga mengatakan anaknya sudah 2 hari ini demam. Demam disertai menggigil (-),
berkeringat setelah demam (-), demam disertai bintik-bintik merah pada kulit (-),
dan gusi berdarah/mimisan (-). BAK lancar, BAB lancar. Pasien juga mengeluhkan
badanya tersa pegal dan pusing, dan tidak mau makan karena pasien merasa sangat
sakit saat menelan terutama makan-makanan keras. Sebelum keluhan pasien
muncul, pasien minum es yang dibeli disekolanya.
Pasien sudah memiliki riwayat amandel sejak ± 1 tahun ini dan sering kambuh
bila anak capek dan minum es, namun beberapa bulan terakhir penyakit pasien lebih
sering kambuh dari pada biasanya. Pasien juga sudah beberapa kali berobat ke
dokter untuk penyakit yang sama namun kambuh kembali, oleh dokter yang
memeriksa, pasien sudah disarankan untuk dilakukan operasi pengangkatan
amandel, namun menolak karena takut. Ibu pasien juga mengaku anaknya tidur
mengorok, sesak nafas (-). Rasa nyeri ditelinga (-), keluar air dari liang telinga (-).
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat mengalami keluhan serupa (+) sejak 1 tahun yang lalu
Riwayat alergi (-)
D. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga yang mengalami keluhan serupa (-)
E. Riwayat Makan, Alergi dan Perilaku Kesehatan
Pasien suka jajan gorengan dan minum es disekolahnya. Riwayat pajanan asap
rokok (+) ayah pasien merupakan perokok aktif.
F. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital :
2
Nadi : 85 x/menit, reguler, isi cukup
RR : 20 x/menit
Suhu : 37,30C
BB : 28 kg
TB : 130 cm
IMT : 25 (normal)
Kepala : normocephal
Mata : kelopak mata normal, konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), pupil bulat, isokor, refleks
cahaya (+/+)
Telinga : daun telinga normal, liang telinga normal, serumen
(+/+) minimal, membrane timpani
Hidung : dalam batas normal
Mulut : mukosa bibir sianosis (-), tonsil T3-T3 hiperemis,
kripta melebar, bau (+)
Tenggorokan : sulit dinilai
3
Ekstremitas sup/inf : akral hangat, edema (-)
G. Pemeriksaan penunjang
Tidak dilakukan
H. Anjuran Pemeriksaan :
Darah rutin
Swab tonsil untuk pemeriksaan mikroskopis dengan pewarnaan gram
I. Diagnosa Kerja
J35.01Tonsilitis Kronis
J. Diagnosa Banding
C09.9 Tumor Tonsil
J36.0 Abses peritonsil
K. Manajemen
a. Promotif
Menjelaskan kepada pasien tentang penyakitnya dan disarankan ke dokter
spesialis THT untuk tatalaksana selanjutnya
Menjelaskan kepada pasien untuk memakan makanan bergizi
Menjelaskan kepada pasien untuk menjaga kebersihan mulutnya
b. Preventif
Hindari mengkonsumsi minuman-minuman dingin dan bersoda
Hindari mengkonsumsi makanan yang merangsang seperti gorengan.
Menjaga higienitas mulut dengan menggosok gigi setelah makan dan sebelum
tidur
Istirahat yang cukup
Cuci tangan sebelum dan sesudah beraktifitas
c. Kuratif
Non farmakologi
Istirahat yang cukup.
Banyak minum air putih, terutama air hangat.
Makan makanan yang lembut (seperti bubur).
Perbanyak makan sayur dan buah.
4
Menggosok gigi setelah makan dan sebelum tidur
Farmakologi
Amoxicilin tablet 3 x 500 mg selama 10 hari
Paracetamol tablet 3 x 250 mg selama 5 hari (kp)
Vitamin C tablet 1x 50mg selama 5 hari
Obat tradisional
Sambiloto, 2 x 1 kapsul (400 mg ekstrak)/hari
d. Rehabilitatif
Minum obat sesuai anjuran
Meningkatkan daya tahan tubuh
Mengatur pola makan yang gizi seimbang
Menjaga higienitas gigi dan mulut.
5
Resep puskesmas Resep ilmiah
Tanggal : Tanggal :
Tanggal : Tanggal :
Pro : Pro :
Umur : Umur :
BB : BB :
Alamat : Alamat :
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
9
Dari hasil penelitian Suyitno dan Sadeli 1995 kultur apusan tenggorok
didapatkan bakteri gram positif sebagai penyebab tersering tonsilofaringitis kronis
yaitu Streptokokus alfa kemudian diikuti Staphilokokus aureus, Streptokokus beta
hemolitikus grup A, Staphilokokus epidermidis dan kuman gram negatif berupa
Enterobakter, Pseudomonas Aeruginosa, Klebsiella dan E. Coli.3
2.3 Klasifikasi Tonsilitis
1 . Tonsilitis Akut
a. Tonsilis viral
Tonsilitis dimana gejalanya lebih menyerupai commond cold yang
disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah virus
Epstein Barr. Hemofilus influenzae merupakan penyebab tonsilitis akut
supuratif. Jika terjadi infeksi virus coxschakie, maka pada pemeriksaan
rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang
sangat nyeridirasakan pasien.2
b. Tonsilitis bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus, β
hemolitikus yang dikenal sebagai strep throat, pneumokokus, Streptokokus
viridan, Streptokokus piogenes. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan
tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit
polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Bentuk tonsillitis akut dengan
detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini
menjadi satu, membentuk alur-alur akan terjadi tonsilitis lakunaris.2
2. Tonsilitis Membranosa2
a. Tonsilitis difteri
Tonsilitis diferi merupakan tonsilitis yang disebabkan kuman Coryne
bacterium diphteriae. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak-anak
berusia kurang dari 10 tahunan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun.
b. Tonsilitis septik
Tonsilitis yang disebabkan karena Streptokokus hemolitikus yang
terdapat dalam susu sapi.
10
c. Angina Plaut Vincent ( stomatitis ulsero membranosa )
Tonsilitis yang disebabkan karena bakteri spirochaeta atau triponema
yang didapatkan pada penderita dengan higiene mulut yang kurang dan
defisiensi vitamin C.
d. Penyakit kelainan darah
Tidak jarang tanda leukemia akut, angina agranulositosis dan infeksi
mononukleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup membran semu.
Gejala pertama sering berupa epistaksis, perdarahan di mukosa mulut, gusi
dan di bawah kulit sehingga kulit tampak bercak kebiruan.
3. Tonsilis Kronik
Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok,
beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca,
kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.2
11
keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi
(fokal infeksi) dan satu saat kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh
misalnya pada saat keadaan umum tubuh menurun.2
Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga
jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid
diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripta
melebar. Secara klinik kripta ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus
sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan
jaringan disekitar fossa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran
kelenjar limfa submandibula.2
Tonsilitis kronis terjadi akibat pengobatan yang tidak tepat sehingga penyakit
pasien menjadi kronis. Faktor-faktor yang menyebabkan kronisitas antara lain:
terapi antibiotika yang tidak tepat dan adekuat, gizi atau daya tahan tubuh yang
rendah sehingga terapi medikamentosa kurang optimal, dan jenis kuman yang tidak
sama antara permukaan tonsil dan jaringan tonsil.2
2.6 Manifestasi Klinis
Gejala klinis tonsilitis kronis yaitu: rasa sakit/nyeri pada tenggorokan
(odinofagi), nyeri waktu menelan atau ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokan
saat menelan. Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsilitis kronis
yang tampak, yaitu:
1) Gejala klinis: rasa nyeri di tenggorok disertai demam ringan dan nyeri sendi
2) Gejala lokal: hipertofi tonsil, permukaan berbenjol-benjol, kripta melebar dan
jika kripta ditekan keluar massa seperti keju. Kadang-kadang tonsil atrofi atau
degenerasi fibrotik dan terlihat dalam fossa tonsilaris, jika ditekan terdapat
discharge purulen, dan pembesaran kelenjar limfe regional.2
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur
jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial
kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi:5,6
a) To : Tonsil masuk di dalam fossa
b) T1 : < 25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
c) T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
12
d) T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
e) T4 : > 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
13
membesar, dan suatu bahan seperti keju atau dempul sangat banyak terlihat
pada kripta. Gambaran klinis yang lain yang sering adalah dari tonsil yang
kecil, biasanya membuat lekukan, tepinya hiperemis dan sejumlah kecil
sekret purulen yang tipis terlihat pada kripta.
3) Pemeriksaan Penunjang
Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaan
apus tonsil. Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman
dengan derajat keganasan yang rendah, seperti Streptokokus Hemolitikus,
Streptokokus Viridians, Stafilokokus atau Pneumokokus.
2.8 Diagnosis Banding
Terdapat beberapa diagnosa banding dari tonsilitis kronis adalah sebagai berikut:1,2
1. Penyakit-penyakit dengan pembentukan Pseudomembran atau adanya
membran semu yang menutupi tonsil (Tonsilitis Membranosa)
a. Tonsilitis Difteri
Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae dan tergantung
pada titer antitoksin dalam darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 sat/cc darah
dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Gejalanya terbagi menjadi
tiga golongan besar, umum, lokal dan gejala akibat eksotoksin. Gejala umum
sama seperti gejala infeksi lain, yaitu demam subfebris, nyeri kepala, tidak
nafsu makan, badan lemah, nadi lambat dan keluhan nyeri menelan.
Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak
putih kotor yang makin lama makin meluas dan membentuk pseudomembran
yang melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat akan mudah
berdarah. Gejala akibat eksotoksin dapat menimbulkan kerusakan jaringan
tubuh, misalnya pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai dekompensasi
kordis, pada saraf kranial dapat menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan
otot pernafasan dan pada ginjal dapat menimbulkan albuminuria.
b. Angina Plaut Vincent (Stomatitis Ulseromembranosa)
Gejala yang timbul adalah demam tinggi (39˚C), nyeri di mulut, gigi dan
kepala, sakit tenggorok, badan lemah, gusi mudah berdarah dan hipersalivasi.
Pada pemeriksaan tampak membran putih keabuan di tonsil, uvula, dinding
14
faring, gusi dan prosesus alveolaris. Mukosa mulut dan faring hiperemis.
Mulut yang berbau (foetor ex ore) dan kelenjar submandibula membesar.
c. Mononukleosis Infeksiosa
Terjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa bilateral. Membran semu
yang menutup ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan, terdapat
pembesaran kelenjar limfe leher, ketiak dan regio inguinal. Gambaran darah
khas, yaitu terdapat leukosit mononukleosis dalam jumlah besar. Tanda khas
yang lain adalah kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi terhadap sel
darah merah domba (Reaksi Paul Bunnel).
2. Penyakit Kronik Faring Granulomatus
a. Faringitis Tuberkulosa
Merupakan proses sekunder dari TBC paru. Keadaan umum pasien adalah
buruk karena anoreksi dan odinofagi. Pasien juga mengeluh nyeri hebat di
tenggorok, nyeri di telinga (otalgia) dan pembesaran kelenjar limfa leher.
b. Faringitis Luetika
Gambaran klinis tergantung dari stadium penyakit primer, sekunder atau
tersier. Pada penyakit ini dapat terjadi ulserasi superfisial yang sembuh
disertai pembentukan jaringan ikat. Sekuele dari gumma bisa mengakibatkan
perforasi palatum mole dan pilar tonsil.
c. Aktinomikosis Faring
Terjadi akibat pembengkakan mukosa yang tidak luas, tidak nyeri, bisa
mengalami ulseasi dan proses supuratif. Blastomikosis dapat mengakibatkan
ulserasi faring yang ireguler, superfisial, dengan dasar jaringan granulasi
yang lunak.
2.9 Tatalaksana
Penatalaksanaan dibagi menjadi penatalaksanaan dengan :
a. Medikamentosa
Terapi ini ditujukan pada higiene mulut dengan cara berkumur atau obat isap,
pemberian antibiotik, pembersihan kripta tonsil dengan alat irigasi gigi atau oral.
Pemberian antibiotika sesuai kultur. Pemberian antibiotika yang bermanfaat
15
pada penderita Tonsilitis Kronis seperti cephalexin, metronidazole, klindamisin,
eritromisin, amoksisilin dengan asam klavulanat.4
b. Operatif
Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat
perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini.
Dulu tonsilektomi diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat
ini, Indikasi tonsilektomi menurut The American Academy of Otolaryngology,
Head and Neck Surgery :
1. Indikasi absolut:
a. Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas, disfagia
menetap, gangguan tidur atau komplokasi kardiopulmunar
b. Abses peritonsil yang tidak respon terhadap pengobatan medis
c. Tonsilitis yang menimbulkan febris dan konvulsi
d. Biopsi untuk menentukan jaringan yang patologis (dicurigai keganasan)
2. Indikasi relatif :
a. Penderita dengan infeksi tonsil yang kambuh 3 kali atau lebih dalam
setahun meskipun dengan terapi yang adekuat
b. Bau mulut atau bau nafas yang menetap yang menandakan tonsillitis
kronis tidak responsif terhadap terapi media
c. Tonsilitis kronis atau rekuren yang disebabkan kuman streptococus yang
resisten terhadap antibiotik betalaktamase
d. Pembesaran tonsil unilateral yang diperkirakan neoplasma
Sedangkan Indikasi tonsilektomi menurut The American Academy of
Otolaryngology – Head and Neck Surgery Clinical Indikators Compendium tahun
1995 menetapkan indikasi dilakukannya tonsilektomi, yaitu:4,5
1) Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah mendapatkan
terapi yang adekuat.
2) Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan orofasial
3) Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan
nafas, sleep apnea, gangguan menelan, dan gangguan bicara.
16
4) Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil, yang tidak
berhasil hilang dengan pengobatan.
5) Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan
6) Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A Sterptococcus β
hemoliticus
7) Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan
8) Otitis media efusa / otitis media supuratif
2.10 Komplikasi
Komplikasi dari tonsilitis dapat diklasifikasikan dalam komplikasi supuratif
dan komplikasi non supuratif. Yang termasuk komplikasi non supuratif adalah
scarlet fever, demam rheumatic akut dan post-streptococcal glomerulonephritis.
Dan yang termasuk komplikasi supuratif adalah perintonsilar, parapharingeal dan
retropharyngeal abcess formation.2,3
1) Peritonsilitis: peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya
trismus dan abses
2) Abses peritonsilar (Quinsy): kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang
peritonsil. Sumber infeksi berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami
supurasi, menembus kapsul tonsil dan penjalaran dari infeksi gigi.
3) Abses Parafaringeal: infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran
getah bening atau pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil, faring,
sinus paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal, os mastoid dan os petrosus.
4) Abses Retrofaring: merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring.
Biasannya terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang retrofaring
masih berisi kelenjar limfe.
5) Krista Tonsil: sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh
jaringan fibrosa dan ini menimbulkan krista berupa tonjolan pada tonsil
berwarna putih dan berupa cekungan, biasanya kecil dan multiple.
6) Tonsilolith (kalkulus dari tonsil): terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium
karbonat dalam jaringan tonsil yang membentuk bahan keras seperti kapur.
17
Agar tidak terjadinya komplikasi seperti yang sudah dijelaskan di atas, tindakan
tonsilektomi merupakan pengobatan atau penatalaksanaan yang pasti untuk
mencegah terjadinya komplikasi dari tonsilitis kronis.
2.11 Prognosis
Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristirahat dan
pengobatan suportif. Menangani gejala – gejala yang timbul dapat membuat
penderita tonsilitis lebih nyaman. Bila antibiotik diberikan untuk mengatasi infeksi,
antibiotika tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan yang
lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami perbaikan dalam waktu yang
singkat.1,2,3
18
BAB III
ANALISIS KASUS
19
risiko yang membuat pasien terkena tonsilitis yakni mengkonsumsi makanan atau
minuman yang merangsang, dimana pasien gemar minum es dan makan gorengan.
Analisis untuk mengurangi paparan atau memutus rantai penularan dengan
faktor risiko atau etiologi pada pasien
Menghindari makanan dan minuman yang merangsang amandel seperti
gorengan serta minuman dingin dan manis.
Menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan menggosok gigi minimal 2 kali
sehari.
Menjaga daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi
Edukasi yang diberikan pada pasien atau keluarga
Pasien kita edukasi mengenai penyakit yang dideritanya, menjelaskan kepada
pasien penyebab dari penyakitnya dan pencegahan untuk tidak terulangnya
penyakit tersebut. Pasien dianjurkan menjaga imunitas tubuhnya, istirahat yang
cukup, memakan makanan bergizi, minum dengan air hangat. Pasien juga
disarankan untuk tidak memakan-makanan yang berminyak terlebih dahulu seperti
goreng-gorengan, tidak minum es, dan disarankan untuk melakukan pengangkatan
amandel.
20
DAFTAR PUSTAKA
21
LAMPIRAN
22