Anda di halaman 1dari 12

SIFILIS

1. Definisi
Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum, sangat
kronis dan bersifat sistemik. Pada perjalanannya dapat menyerang hampir seluruh
organ tubuh, dapat enyerupi banyak penyakit, mempunyai masa laten, dan dapat
ditularkan dari ibu ke janin[1].
2. Sinonim
Biasa disebut penyakit raja singa[2]
3. Epidemiologi
Asal penyakit ini tidak jelas. Sebelum tahun 1492 belum dikenal di Eropa. Ada
yang menganggap penyakit ini berasal dari penduduk indian yang di bawa oleh anak
buah Columbus waktu mereka kembali ke Spanyol pada tahun 1492. Pada tahun 1494
terjadi epidemi di Napoli. Pad abad ke -18 baru diketahui bahwa penularan sifilis dan
gonore disebabkan oleh senggama dan keduanya dianggap disebabkan oleh infeksi
yang sama[1].
Pada abad ke-15 terjadi wabah di Eropa, sesudah tahun 1860 morbilitas sifiis
di Eropa menurun cepat, mungkin karena perbaikan sosio ekonomi. Selama Perang
Dunia kedua insidensnya meningkat dan mencapai puncaknya pada tahun 1946,
kemudian makin menurun [1].
Insidens sifilis di berbagai negeri di seluruh dunia pada tahun 1996 berkisar
antara 0,04-0,52%. Insidens yang terendah di Cina, sedangkan yang tertinggi di
Amerika Selatan. Di Indonesia insidensnya 0,61%[1].
Gejala dan tanda dari sifilis banyak dan berlainan, sebelum perkembangan tes
serologikal, diagnosis sulit dilakukan dan penyakit ini sering disebut “Peniru Besar”
karena sering dikira penyakit lainnya. Data yang dilansir Departemen Kesehatan
menunjukkan penderita sifilis mencapai 5.000 – 10.000 kasus per tahun. Sementara di
Cina, laporan menunjukkan jumlah kasus yang dilaporkan naik dari 0,2 per 100.000
jiwa pada tahun 1993 menjadi 5,7 kasus per 100.000 jiwa pada tahun 2005. Di
Amerika Serikat, dilaporkan sekitar 36.000 kasus sifilis tiap tahunnya, dan angka
sebenarnya diperkiran lebih tinggi. Sekitar tiga per lima kasus terjadi kepada lelaki [3].
4. Etiologi
Penyebab sifilis adalah bakteri dari famili Spirochaetaceae, ordo
Spirochaetales dan Genus Treponema spesies Treponema pallidum. Pada Tahun 1905
penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman yaitu Treponema pallidum.
Treponema berupa spiral halus, panjang 5-15 mikron dan diameter 0,009-0,5 mikron,
setiap lekukan gelombang berjarak 1 mikron dan rata-rata setiap bakteriterdiri dari 8-
14 gelombang dan bergerak secara aktif, karena spiralnya sangat halus maka hanya
dapat dilihat pada mikroskop lapangan gelap dengan menggunakan teknik
immunofluoresensi. Kuman ini bersifat anaerob dan diantaranya bersifat patogen pada
manusia[3].
Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka
tutup botol. Membiak secara pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi setiap
30 jam. Pembiakan pada umumnya tidak dapat dilakukan di luar badan. Di luar badan
kuman tersebut cepat mati, sedangkan di dalam darah untuk transfusi dapat hidup 72
jam[1].
Treponema pallidum umumnya menginfeksi melalui kontak seksual langsung,
masuk ke dalam tubuh inang melalui celah di antara sel epitel. Organisme ini juga
dapat ditularkan kepada janin melalui jalur transplasental selama masa-masa akhir
kehamilan. Organisme ini dapat mengakses sampai ke sistem peredaran darah dan
getah bening inang melalui jaringan dan membran mukosa[3].

5. Patogenesis
A. Stadium dini
Pada sifilis yang didapat T.pallidum masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi
atau selaput lendir, biasanya melalui senggama. Kuman tersebut membiak,
jaringan bereaksi dengan membentuk infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan
sel-sel plasma, terutama di perivaskuler, pembuluh-pembuluh darah kecil
berproliferasi di kelilingi oleh T.pallidum dan sel-sel radang. Treponema tersebut
terletak diantara endotelium kapiler dan jaringan perivaskuler di sekitarnya.
Kehilangan pendarahan akan menyebabkan erosi, pada pemeriksaan klinis tampak
sebagai SI[1]. Sebelum SI terlihat, kuman telah mencapi kelenjar getah bening
regional secara limfogen dan membiak. Pada saat itu terjadi pula penjalaran
hematogen dan menyebar ke semua jaringan di badan, tetapi manifestasinya akan
tampak kemudian. Multifikasi ini diikuti oleh reaksi jaringan sebagai SII, yang
terjadi 6-8 minggu sesudah SI[1].
SI akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat tersebut jumlahnya
berkurang, kemudian terbentuklah fibroblas-fibroblas dan akhirnya sembuh
berupa sikatriks, SII juga mangalami regresi perlahan-lahan dan lalu
menghilang[1]. Tibalah stadium laten yang tidak disertai gejala, meskipun infeksi
yang aktif masih terdapat. Sebagai contoh pada stadium ini seorang ibu dapat
melahirkan bayi dengan sifillis kongenital[1].
Kadang-kadang proses imunitas gagal mengontrol infeksi sehingga T.pallidum
membiak lagi pada tempat SI dan menimbulkan lesi rekuren atau kuman tersebut
menyebar melalui jaringan menyebabkan reaksi serupa dengan lesi rekuren SII,
yang terakhir ini lebih sering terjadi daripada yang terdahulu. Lesi menular
tersebut dapat berulang-ulang, tetapi pada umumnya tidak melebihi dua tahun.
Sifilis tersebut terdapat pada penderita dengan daya tahan tubuh yang rendah[1].

B. Sifilis Lanjut
Stadium laten dapat berlangsung bertahun-tahun, rupanya treponema dalam
keadaan dorman. Meskipun demikian antibodi tetap ada dalam serum penderita.
Keseimbangan antara treponema dan jaringan dapat sekonyong-konyong berubah,
sebabnya belum jelas, mungkin trauma merupakan salah satu faktor presipitasi.
Pada saat itu muncullah SIII berbentuk gumma. Meskipun pada gumma tersebut
tidak dapat ditemukan T.pallidum, reaksinya hebat karena bersifat destruktif dan
berlangsung bertahun-tahun. Setelah mengalami masa laten yang bervariasi
gumma tersebut timbul di tempat-tempat lain[1].
Treponema mencapai sistem kardiovaskulerdan sistem syaraf pada waktu dini,
tetapi kerusakan terjadi perlahan-lahan sehingga memerlukan waktu bertahun-
tahun untuk menimbulkan gejala klinis. Penderita dengan gumma biasanya tidak
mendapat gangguan syaraf dan kardiovaskuler, demikian pula sebaiknya. Kira-
kira 2/3 kasus dengan stadium laten tidak memberi gejala[1].

C. Tanda Klinis dan Gejala


Perjalanan penyakit sifilis bervariasi dan biasanya dibagi menjadi sifilis
stadium dini dan lanjut. Stadium dini lebih infeksius dibandingkan dengan
stadium lanjut. Sifilis stadium dini terbagi menjadi sifilis primer, sekunder dan
laten dini. Sifilis stadium lanjut termasuk sifilis tersier (gumatous, sifilis
kardiovaskular, neurosifilis) dan sifilis laten lanjut[4][5].
a. Sifilis Primer
Manifestasi klinis awal sifilis adalah papul kecil soliter, kemudian dalam satu
sampai beberapa minggu, papul ini berkembang menjadi ulkus. Lesi klasik dari
sifilis primer disebut dengan chancre, ulkus yang keras dengan dasar yang bersih,
tunggal, tidak nyeri, merah, berbatas tegas, dipenuhi oleh spirokaeta dan berlokasi
pada sisi Treponema pallidum pertama kali masuk. Chancre dapat ditemukan
dimana saja tetapi paling sering di penis, servik, dinding vagina rektum dan anus.
Dasar chancre banyak mengandung spirokaeta yang dapat dilihat dengan
mikroskop lapangan gelap atau imunofluresen pada sediaan kerokan chancre[4][5].
Ada juga morfologi lain dari variasi lesi pada stadium primer yang menyebabkan
kesulitan dalam mendiagnosis. Sensitivitas gejala klasik ini hanya 31% tetapi
spesifisitasnya 98%. Ukuran chancre bervariasi dari 0,3-3,0 cm, terkadang
terdapat lesi multipel pada pasien dengan acquired immunodeficiency syndrome
(AIDS). Pada sifilis primer sering dijumpai limfadenopati regional, tidak nyeri
dan ipsilateral terhadap chancre, muncul pada 80% pasien dan sering berhubungan
dengan lesi genital. Chancre ekstragenital paling sering ditemukan di rongga
mulut, jari tangan dan payudara. Masa inkubasi chancre bervariasi dari 3-90 hari
dan sembuh spontan dalam 4 sampai 6 minggu[4][5].
b. Sifilis Sekunder
Apabila tidak diobati, gejala sifilis sekunder akan mulai timbul dalam 2 sampai 6
bulan setelah pajanan, 2 sampai 8 minggu setelah chancre muncul. Sifilis
sekunder adalah penyakit sistemik dengan spirokaeta yang menyebar dari chancre
dan kelenjar limfe ke dalam aliran darah dan ke seluruh tubuh, dan menimbulkan
beragam gejala yang jauh dari lokasi infeksi semula. Sistem yang paling sering
terkena adalah kulit, limfe, saluran cerna, tulang, ginjal, mata, dan susunan saraf
pusat.2,6 Tanda tersering pada sifilis sekunder adalah ruam kulit makulopapula
yang terjadi pada 50% - 70% kasus, papula 12% kasus, makula 10% kasus, dan
papula anula 6% - 14% kasus. Lesi biasanya simetrik, tidak gatal dan mungkin
meluas.2,6,13 Kasus yang jarang, lesi dapat menjadi nekrotik, keadaan ini disebut
dengan lues maligna. Lesi di telapak tangan dan kaki merupakan gambaran yang
paling khas pada 4% sampai 11% pasien. Treponema pallidum dapat menginfeksi
folikel rambut yang menyebabkan alopesia pada kulit kepala. Bersamaan dengan
munculnya lesi sekunder, sekitar 10% pasien mengidap kondilomata. Lesinya
berukuran besar, muncul di daerah yang hangat dan lembab termasuk di perineum
dan anus. Inflamasi lokal dapat terjadi di daerah membran mukosa mulut, lidah
dan genital. Pada kasus yang jarang bisa ditemukan sifilis sekunder disertai
dengan kelainan lambung, ginjal dan hepatitis. Treponema pallidum telah
ditemukan pada sampel biopsi hati yang diambil dari pasien dengan sifilis
sekunder. Glomerulonefritis terjadi karena kompleks antigen
treponemaimunoglobulin yang berada pada glomeruli yang menyebabkan
kerusakan ginjal. Sindroma nefrotik juga dapat terjadi. Sekitar 5% pasien dengan
sifilis sekunder memperlihatkan gejala neurosifilis termasuk meningitis dan
penyakit mata[6].
c. Sifilis Laten
Sifilis laten atau asimtomatik adalah periode hilangnya gejala klinis sifilis
sekunder sampai diberikan terapi atau gejala klinik tersier muncul. Sifilis laten
dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu sifilis laten dini dan lanjut. Pembagian
berdasarkan waktu relaps infeksi mukokutaneus secara spontan pada pasien yang
tidak diobati. Sekitar 90% infeksi berulang muncul dalam satu tahun, 94% muncul
dalam dua tahun dan dorman selama empat tahun. Sifilis laten dini terjadi kurang
satu tahun setelah infeksi sifilis sekunder, 25% diantaranya mengalami relaps
sifilis sekunder yang menular, sedangkan sifilis laten lanjut muncul setelah satu
tahun. Relaps ini dapat terus timbul sampai 5 tahun. Pasien dengan sifilis laten
dini dianggap lebih menular dari sifilis laten lanjut. Pemeriksaaan serologi pada
stadium laten lanjut adalah positif, tetapi penularan secara seksual tidak[7].
d. Sifilis Tersier
Sifilis tersier dapat muncul sekitar 3-15 tahun setelah infeksi awal dan dapat
dibagi dalam tiga bentuk yaitu; sifilis gumatous sebanyak 15%, neurosifilis lanjut
(6,5%) dan sifilis kardiovaskular sebanyak 10%. Sepertiga pasien berkembang
menjadi sifilis tersier tanpa pengobatan. Pasien dengan sifilis tersier tidak
menular. Sifilis gumatous atau sifilis benigna lanjut biasanya muncul 1-46 tahun
setelah infeksi awal, dengan rerata 15 tahun. Karakteristik pada stadium ini
ditandai dengan adanya guma kronik, lembut, seperti tumor yang inflamasi
dengan ukuran yang berbeda-beda. Guma ini biasanya mengenai kulit, tulang dan
hati tetapi dapat juga muncul dibahagian lain [8]. Guma merupakan lesi yang
granulomatous, nodular dengan nekrosis sentral, muncul paling cepat setelah dua
tahun infeksi awal, meskipun guma bisa juga muncul lebih lambat. Lesi ini
bersifat merusak biasanya mengenai kulit dan tulang, meskipun bisa juga muncul
di hati, jantung, otak, lambung dan traktus respiratorius atas. Lesi jarang yang
sembuh spontan tetapi dapat sembuh secara cepat dengan terapi antibiotik yang
tepat. Guma biasanya tidak menyebabkan komplikasi yang serius, disebut dengan
sifilis benigna lanjut (late benign syphilis)[6][9].
Neurosifilis merupakan infeksi yang melibatkan sistem saraf sentral, dapat muncul
lebih awal, asimtomatik atau dalam bentuk sifilis meningitis, lebih lanjut sifilis
meningovaskular, general paresis, atau tabes dorsalis. Sifilis meningovaskular
muncul 5- 10 tahun setelah infeksi awal. Sifilis meningovaskular ditandai dengan
apati, seizure dan general paresis dengan dimensia dan tabes dorsalis. General
paresis biasanya muncul 15-20 tahun setelah infeksi awal, sedangkan tabes
dorsalis 25-30 tahun. Komplikasi yang paling sering adalah aortitis sifilis yang
dapat menyebabkan aneurisma[9].

D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan serologi berguna untuk mendeteksi antibodi terhadap Treponema
pallidum. Ada dua jenis pemeriksaan serologi pada Treponema pallidum yaitu; uji
nontreponemal dan treponemal. Uji nontreponemal biasanya digunakan untuk
skrining karena biayanya murah dan mudah dilakukan. Uji treponemal digunakan
untuk konfirmasi diagnosis[10].
A. Uji Nontreponemal
Uji nontreponemal yang paling sering dilakukan adalah uji VDRL dan RPR.
Pemeriksaan ini digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen yang
terdiri dari kardiolipin, kolesterol, dan lesitin yang sudah terstandardisasi. Uji
serologi nontreponemal ini merupakan uji yang dianjurkan untuk memonitor
perjalanan penyakit selama dan setelah pengobatan, karena pemeriksaannya
mudah, cepat dan tidak mahal[10] .
a. Uji Venereal Disease Research Laboratory
Pemeriksaan sifilis dengan metode VDRL mudah dilakukan, cepat dan sangat
baik untuk skrining. Uji VDRL dilakukan untuk mengukur antibodi IgM dan
IgG terhadap materi lipoidal (bahan yang dihasilkan dari sel host yang rusak)
sama halnya seperti lipoprotein, dan mungkin kardiolipin berasal dari
treponema. Antibodi antilipoidal adalah antibodi yang tidak hanya berasal dari
sifilis atau penyakit yang disebabkan oleh treponema lainnya, tetapi dapat juga
berasal dari hasil respons terhadap penyakit nontreponemal, baik akut ataupun
kronik yang menimbulkan kerusakan jaringan. Prinsip Pemeriksaan Uji
venereal disease research laboratory (VDRL) merupakan pemeriksaan slide
microflocculation untuk sifilis yang menggunakan antigen yang terdiri dari
kardiolipin, lesitin, dan kolesterol. Antigen tersebut disuspensikan dalam
cairan bufer salin, membentuk flocculates ketika digabungkan dengan antibodi
lipoidal pada serum atau cairan serebrospinal pasien sifilis[11].
b. Rapid Plasma Reagin
Uji rapid plasma reagin (RPR) 18-mm circle card merupakan pemeriksaan
makroskopis, menggunakan kartu flocculation nontreponemal. Antigen dibuat
dari modifikasi suspensi antigen VDRL yang terdiri dari choline chloride,
EDTA dan partikel charcoal. Antigen RPR dicampur dengan serum yang
dipanaskan atau tidak dipanaskan atau plasma yang tidak dipanaskan diatas
kartu yang dilapisi plastik[11]. Pemeriksaan RPR mengukur antibodi IgM
dan IgG terhadap materi lipoidal, dihasilkan dari kerusakan sel host sama
seperti lipoprotein, dan mungkin kardiolipin dihasilkan dari treponema.
Antibodi antilipoidal merupakan antibodi yang diproduksi tidak hanya dari
pasien sifilis dan penyakit treponemal lainya, tetapi juga sebagai respons
terhadap penyakit nontreponemal akut dan kronik yang menyebabkan
kehancuran jaringan. Jika di dalam sampel ditemukan antibodi, maka akan
berikatan dengan partikel lipid dari antigen membentuk gumpalan. Partikel
charcoal beraglutinasi dengan
antibodi dan kelihatan seperti gumpalan di atas kartu putih. Apabila antibodi
tidak ditemukan didalam sampel, maka akan kelihatan campuran berwarna
abu-abu[12].
B. Uji Treponemal
Uji serologi treponemal termasuk pemeriksaan serum dengan
metodeFluorescent treponemal antibody absorption (FTA-ABS) dan Treponema
pallidum particle agglutination (TP-PA) terhadap Treponema pallidum.
Pemeriksaan ini mendeteksi antibodi terhadap antigen treponemal dan memiliki
sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan uji nontreponemal, terutama
sifilis lanjut[12].
a. Fluorescent Treponemal Antibody Absorption
Pemeriksaan FTA-ABS menggunakan teknik antibodi flouresens
secara tidak langsung, sebagai pemeriksaan konfirmasi terhadap sifilis.
Pemeriksaan ini menggunakan antigen Treponema pallidum subsp. Pallidum
(strain Nichols). Serum pasien yang telah diencerkan 1:5 dengan sorbent
(ekstrak dari kultur Treponema phagedenis, Reiter treponema), untuk
menghilangkan beberapa antibodi treponema yang ditemukan pada sebahagian
pasien, dalam hal merespons treponema nonpatogenik. Selanjutnya
ditempelkan di atas slide yang sebelumnya telah difiksasi dengan Treponema
pallidum. Jika serum pasien mengandung antibodi, maka antibodi tersebut
akan melapisi treponema. Fluorescein isothiocyanate (FITC)-labeled
antihuman immunoglobulin ditambahkan, kemudian akan terbentuk ikatan
dengan antibodi IgG dan IgM pasien yang melekat pada Treponema pallidum.
Ikatan ini akan terlihat dan diperiksa dibawah mikroskop fluoresens. Sampel
yang lazim dipakai adalah serum,
namun bisa juga dari cairan spinal[13].
b. Treponema pallidum Particle Aglutination
Pemeriksaan TP-PA merupakan pemeriksaan serologi, mendeteksi
antibodi beberapa spesies dan subspesies treponema patogenik penyebab
sifilis, yaws, pinta, bejel. Pemeriksaan dengan metode ini digunakan sebagai
pemeriksaan konfirmasi, pengganti pemeriksaan dengan
microhemagglutination assay for antibodies toTreponema pallidum (MHA-
TP). Prosedur pemeriksaan adalah aglutinasi pasif berdasarkan aglutinasi
partikel gel yang disensitisasi dengan antigen Treponema pallidum oleh
antibodi serum pasien. Serum yang mengandung antibodi terhadap treponema
patogen bereaksi dengan partikel gel yang disensitisasi dengan sonicated
Treponema pallidum, Nichols strain (antigen), untuk membentuk anyaman
aglutinasi partikel gel yang halus didalam microtiter tray well. Jika antibodi
tidak ada, maka partikel akan berada pada bahagian bawah tray well,
membentuk tonjolan padat yang tidak beraglutinasi[10].
E. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dapat ditentukan berdasarkan stadium dari sifilis
tersebut. Beberapa diantaranya berdasarkan sifilis primer yaitu herpes
simpleks, ulkus plogenik, skabies, balanitis, lomfogranuloma venereum,
karsinoma sel skuamosa, dan penyakit bechet. Diagnosis banding berdasarkan
sifilis sekunder yaitu erupsi obat alergik, morbili, pitiriasis rosea, psoriasis,
dermatitis seboroika, dan kondiloma akuminatum. Sedangkan berdasarkan
sifilis tersier yaitu sporotrikosis dan aktinomikosis[13]

F. Penatalaksanaan
A. Non Medikamentosa
- Edukasi mengenai penyakit sifilis, cara penularan, pencegahan dan
pengobatan
- Edukasi untuk abstinensia hubungan seksual
- Edukasi untuk sedapat mungkin pasangan seksual ikut diobati
B. Medikamentosa
Berdasarkan WHO guidelines for the treatment of Treponema pallidum
(syphilis), ada beberapa rekomendasi yang di berikan untuk penatalaksanaan
sifilis[15]
a. Early Sifilis (Primer, sekunder, dan sifilis laten fase awal yang tidak lebih dari
dua tahun)
- Benzathine Penicilin G 2.4 juta unit injeksi intramuskular satu kali
- Jika alergi penisilin dapat diberikan doksisiklin 100 mg 2 kali sehari
peroral selama 14 hari atau,
- Ceftriakson 1 g injeksi intramuskular satu kali sehari selama 10 hingga 14
hari arau,
- Azitromisin 2 g sekali per hari peroral
- Untuk wanita hamil dengan early sifilis juga diberikan Benzathine
Penicilin G 2.4 juta unit injeksi intramuskular satu kali
- Jika pada wanita hamil alergi penisilin dapat diberikan eritromisin 500mg
4 kali sehari peroral selama 14 hari atau,
- Ceftriakson 1 g injeksi intramuskular satu kali sehari selama 10 hingga 14
hari arau,
- Azitromisin 2 g sekali per hari peroral
b. Late Sifilis ( Infeksi lebih dari dua tahun, tanpa bukti adanya infeksi
treponemal)
- Benzathine Penicilin G 2.4 juta unit injeksi intramuskular satu kali
seminggu selama 3 minggu berturut-turut
- Jika alergi penisilin dapat diberikan doksisiklin 100 mg 2 kali sehari
peroral selama 30 hari
- Untuk wanita hamil dengan late sifilis juga diberikan Benzathine Penicilin
G 2.4 juta unit injeksi intramuskular satu kali seminggu selama 3 minggu
berturut-turut
- Jika pada wanita hamil alergi penisilin dapat diberikan eritromisin 500mg
4 kali sehari peroral selama 30 hari
c. Sifilis Kongenital
Pada bayi yang terkonfirmasi sifilis kongenital atau bayi yang secara klinis
normal, tetapi ibunya memiliki sifilis yang tidak diobati, sifilis yang tidak diobati
secara memadai (termasuk perawatan dalam 30 hari setelah persalinan) atau sifilis
yang diobati dengan rejimen non-penicillin, Pedoman WHO menyarankan
aqueous benzil penisilin atau prokain penisilin.
- Aqueous benzil penisilin 100.000 – 150.000 U/kg/hari intravena selama 10
hingga 15 hari
- Prokain penisilin 50.000 U/kg/hari intramuskular selama 10 hingga 15 hari

Pada bayi yang secara klinis normal dan ibunya memiliki sifilis yang diterapi
secara adekuat dengan tidak ada tanda-tanda infeksi ulang, pedoman WHO
menyarankan pemantauan bayi.

G. Komplikasi
Sifilis primer yang tidak diobati atau tidak mendapatkan pengobatan yang
adekuat akan berkembang menjadi sifilis sekunder dalam 2 hingga 6 bulan setelah
pajanan. Sifilis sekunder akan menyerang secara sistemik, tersering adalah sistem
limfe, mata, ginjal, saluran cerna dan saraf pusat. Sifilis sekunder juga dapat
berkembang menjadi sifilis tersier. Dan pada wanita hamil, sifilis dapat menular
dari ibu yang menderita sifilis kepada bayinya pada segala stadium sifilis dan
sepanjang usia kehamilan yang mengakibatkan sifilis kongenital saat janin
tersebut dilahirkan.
H. Prognosis
Pada pasien sifilis primer dan sekunder (tanpa gangguan neurologi,
pendengaran maupun penglihatan) prognosis baik dengan pengobatan yang tepat.
Pada pasien sifilis tersier prognosis tergantung pada luas jaringan parut dan
kerusakan jaringan
DAFTAR PUSTAKA

[1] Djuanda, Adhi (2015). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-7. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, pp: 455-474

[2]Lukehart SA. Syphilis. In: Spirochetal Diseases, Harrison’s Principles of Internal


Medicine, editors Kasper DL, fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Jameson JL, 16th ed,
McGraw Hills, New York. 2015
[3] CDC (2017). Syphilis Pocket Guide for Providers. Center for Disease Control and
Prevention. https://www.cdc.gov/std/syphilis/Syphilis-Pocket-Guide-FINAL-508.pdf -
Diakses Desember 2018
[4] Ho KK. Review on serologic diagnosis of syphilis, in social hygiene service
(venereology), Department of Health, Hong Kong. 2012
[5] Singh AE, Romanowski B. Syphilis: review with emphasis on clinical, epidemiologic, and
some biologic features, in Clinical Microbiology Reviews. 2009
[6] Lafond RE, Lukehart SA. biological basis for syphilis. Clin. Microbiol. Rev.2006;(19): 29
[7] Prince SA, Wilson LM. Sifilis dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
6th, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2006.hlm. 1338-40
[8] Pommerville JC. Syphilis is a chronic infection disease. In: Alcamo’s Fundamentals Of
Microbiology, Body Systems Edition, Jones And Bartlett Publishers. 2010. hlm. 822-5
[9] Winn W, Allen S, Janda W, Koneman E, Procop G, Schreckenberger P, Woods G.
Spirochetal infections, in Koneman’s Color Atlas and Textbook of Diagnostic Microbiology,
7th ed, Lippincott Williams & Wilkins. 2006. hlm. 1125-34.
[10] Ratnam S. The laboratory diagnosis of syphilis. Can J Infect Dis Med Microbiol,
Canadian STI Best Practice Laboratory Guidelines. 2005; (16): No. 1
[11] Kennedy EJ, BS Jr, Creighton ET. Venereal disease research laboratory (VDRL) Slide
Test (diunduh 26 Februari 2012). Tersedia dari: URL: HYPERLINK www.cdc.gov/
std/syphilis/.../CHAPT8.pdf
[12] Pope V, Fears BF. Serodia treponema pallidum passive particle agglutination (TpPa) Test
(diunduh 05 Februari 2012). Tersedia dari: URL: HYPERLINK
www.cdc.gov/std/syphilis/.../CHAPT10.pdf
[13] George RW, Hunter EF, Fears M. ‘fluorescent treponemal antibody-absorption (Fta-Abs)
Test (diunduh 05 Februari 2012). Tersedia dari: URL: HYPERLINK www.cdc.gov/std/
syphilis/manual.../CHAPT12.pd
[14] Fan V. Primary syphilis. In: Syphilitic (diunduh 17 Januari 2013). Tersedia dari: URL:
HYPERLINK http://healthsyphilis.blogspot.com/2010/06/primarysyphilis.html
[15] World Health Organization. 2016. WHO guidelines for the treatment of Treponema
pallidum (syphilis).

Anda mungkin juga menyukai