Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Gastroenteritis (GE) atau lebih sering disebut diare adalah buang air
besar dengan konsistensi cair lebih dari tiga kali sehari disertai atau tanpa
darah, dengan atau tanpa lendir.1
Gastroenteritis (GE) atau diare masih menjadi salah satu penyebab
utama morbiditas dan mortalitas pada anak di negara berkembang termasuk
di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan
tinggi pada anak terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia sebanyak 6 juta
anak meninggal tiap tahunnya karena diare dan sebagian besar kejadian
tersebut terjadi di negara berkembang. Sebagai gambaran 17% kematian
anak di dunia disebabkan oleh diare.2
Di Indonesia penyakit diare menjadi beban ekonomi yang tinggi di
sector kesehatan oleh karena rata-rata sekitar 30% dari jumlah tempat tidur
yang ada di rumah sakit ditempati oleh bayi dan anak dengan penyakit diare
selain itu juga dipelayanan kesehatan primer, diare masih menempati urutan
kedua dalam urutan 10 penyakit terbanyak dipopulasi.2
Kematian akibat gastroenteritis biasanya bukan karena adanya
infeksi dari bakteri atau virus tetapi karena terjadi dehidrasi, dimana pada
diare yang hebat anak akan mengalami buang air besar dalam bentuk cair
beberapa kali dalam sehari dan sering disertai dengan muntah, panas,
bahkan kejang. Oleh karena itu, tubuh akan kehilangan banyak air dan
garam–garam sehingga dapat mengakibatkan dehidrasi, asidosis,
hipoglikemis, yang tidak jarang akan berakhir dengan shock dan kematian.
Pada bayi dan anak- anak kondisi ini lebih berbahaya karena cadangan
intrasel dalam tubuh mereka kecil dan cairan ekstra selnya lebih mudah
dilepaskan jika dibandingkan oleh orang dewasa.3
Gastroenteritis erat hubungannya dengan kejadian dehidrasi.
Langkah pertama dalam tatalaksana anak dehidrasi adalah dengan menilai

1
derajat dehidrasi. Dehidrasi dapat menyebabkan kehilangan cairan dan
elektrolit secara mendadak sehingga dapat terjadi berbagai macam
komplikasi seperti: rejatan hipovolemik, hipokalemia, hipoglikemia, kejang
dll.4

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Hippocrates mendefinisikan diare sebagai pengeluaran tinja yang
tidak normal dan cair. Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM, diare
diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja encer
dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya.4
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih
lunak atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24
jam. Dalam referensi lain disebutkan bahwa definisi diare untuk bayi dan
anak-anak adalah pengeluaran tinja > 10g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata
pengeluaran tinja normal pada bayi sebesar 5-10 g/kg/24 jam.5
Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak dan sembuh
dalam kurun waktu kurang dari empatbelas hari.1
Diare kronis adalah suatu episode diare lebih dari 2 minggu,
sedangkan kondisi serupa yang disertai berat badan menurun atau sukar naik
didefinisikan sebagai diare persisten.5

2.2. Etiologi
Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis
mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi.
Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan
virusbakteri, dan parasite.2
Virus yang menyebabkan gastroenteritis pada anak antara lain
rotavirus, calcivirus (termasuk norovisurs), astrovirus, dan adenovirus
enterik. Diare rotavirus merupakan penyebab diare terbanyak pada anak di
bawah usia 2 tahun, terbanyak dijumpai pada kelompok umur 7-12 bulan.
Gejala klinis di samping diare cair, dijumpai muntah dan demam.
Terbanyak kasus (50%) dirawat selama 3-5 hari.1,6

3
Meskipun jauh lebih jarang dari virus, bakteri penyebab GEA Antara
lain Campylobacter jejuni, Salmonella spp, Shigella spp, Yersinia
enterocolica dan spesies Eschericia coli.7
Diare berkepanjangan dapat disebabkan berbagai macam kondisi. Di
negara maju sebagian besar membahas penyebab non infeksi, umumnya
meliputi intoleransi protein susu sapi/kedelai (pada anak usia < 6 bulan,
tinja sering disertai denan darah); celiac disease (gluten-sensitive
enteropathy), dan cystic fibrosis. Namun, perhatian global seringkali tertuju
pada diare berkepanjangan yang bermula dari diare akut akibat infeksi
saluan cerna. Diare jenis ini banyak terjadi di negara-negara berkembang.5
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu:4
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran saluran pencernaa yang
merupakan penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral
meliputi:
- Infeksi bakteri : vibrio, E.coli, salmonella, shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagaianya.
- Infeksi virus : Enteroovirus (virus ECHO, Coxsackie,
Poliomyelitis) Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain –
lain.
- Infeksi parasit : cacing (ascaris, trichiuris, oyuris,
strongyloides) protozoa ( Entamoeba histolytica, Giardia
Lambia, Trichomonas hominis) jamur (candida albican)
b. Infeksi paor psikologis renteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di
luar alat pencernaan, seperti otitis medi akut, tonsilofaringitis,
bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini
terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.
2. Faktor malabsorbsi
a. Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleranci laktosa, maltosa
dan sukrosa) monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan

4
galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah
intoleransi laktrosa.
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein
3. Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan
4. Faktor psikologis : rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat
menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.3

Tabel 2.1. Organisme patogen yang sering Menyebabkan diare dan


mekanisme Patogeniknya
Golongan virus Mekanisme patogenik
Rotavirus Merusak mikro villi
Calicvirus Lesi mukosa
Astrovirus Lesi mukosa
Adenovirus enterik (serotipe 40 Lesi mukosa
dan 41)

Bakteri Mekanisme patogenik


Campylobacter jejuni Menginvasi usus dengan enterotoksin
Clostridium diffcile sitotoksin,enterotoksin menempel dan
E.coli menipiskan mukosa hingga
-Enteropathogenic(EPEC) menimbulkan kerusakan mukosa usus.
-Enterotoxigenic(ETEC),
-Enteroinvasive(EIEC)
-Enterohemoragic (EHEC)
-Enteroaggregative (EAEC)

Salmonella Invasif,enterotoksin
Shigella Invasif,enterotoksin,sitotoksin
Vibrio cholerae Enterotoksin

5
Parasit Mekanisme patogenik
E.hystolytica Invasif,produksin enzim dan
sitotoksin,kista tidak dapat di
hancurkan.(cyst resistent) terhadap
destruksi fisis.

G.lamblia Menempel pada mukosa,kista tidak


dapat dihancurkan.

Menempel dan terjadi proses


Protozoa pembentuk spora di peradangan..
usus .
-Cryptosporidium parvum
-Isospora belli,
-Cyclospora,Mikrosporodia.
Source: Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Edisi Keenam

2.3. Patogenesis
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang
menyebabkan diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan
menghancurkan sel-sel ujung-ujung villus pada usus halus.2
Virus akan menginfeksi lapisan epithelium di usus dan menyerang
villus di usus halus. Hal ini menyebabkan fungsi absorbsi usus halus
terganggu. Sel-sel epitel usus halus yang rusak diganti oleh enterosit yang
baru, berbentuk kuboid yang belum matang sehingga fungsinya belum baik.
Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak terserap/tercerna akan
meningkatkan tekanan koloid osmotic usus dan terjadinya hiperperistaltik
usus sehingga cairan beserta makanan yang tidak terserap terdorong keluar

6
usus melalui anus, menimbulkan diare osmotic dari penyerapan air dan
nutrient yang tidak sempurna.2
Mekanisme yang menyebabkan timbulnya diare adalah gangguan
osmotik, gangguan sekresi, dan gangguan motilitas usus. Pada diare akut,
mikroorganisme masuk ke dalam saluran cerna, kemudian mikroorganisme
tersebut berkembang biak. Setelah berhasil melewati asam lambung,
mikroorganisme membentuk toksin (endotoksin), lalu terjadi rangsangan
pada mukosa usus yang menyebabkan terjadinya hiperperistaltik dan sekresi
cairan tubuh yang mengakibatkan terjadinya diare.8
Dua faktor utama mekanisme diare kronis adalah (1) faktor
intralumen dan (2) faktor mucosal. Faktor intralumen berkaitan dengan
proses pencernaan dalam lumen termasuk gangguan pankreas, hepar, dan
brush border membrane. Faktor mucosal adalah faktor yang mempengaruhi
pencernan dan penyerapan, sehingga berhubungan dengan segala proses
yang mengakibatkan proses integritas membrane mukosa usus, ataupun
gangguan pola fungsi transport protein. Perubahan integritas membrane
mukosa usus dapat disebabkan oleh proses akibat infeksi maupun non
infeksi, seperti alergi susu sapi dan intoleransi laktosa, gangguan fungsi
transport protein misalnya disebabkan gangguan penukar ion Natrium-
Hidrogen dan Klorida-Bikarbonat.5
Pada diare kronis, jasad renik masuk ke dalam usus setelah berhasil
melewati rintangan asam lambung. Jasad renik tersebut berkembang biak di
dalam usus halus dan mengeluarkan toksin (toksin diaregenik) sehingga
mengakibatkan hipersekresi dan selanjutnya akan menimbulkan diare.8

2.4. Patofisiologi
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi:4
1. Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan
terjadinya gangguan keseimbangan asam-basa (asidosis metabolik,
hypokalemia, dan sebagainya).

7
2. Gangguan gizi sebagai akibat kelaparan (masukan makanan kurang,
pengeluaran bertambah).
3. Hipoglikemia
4. Gangguan sirkulasi darah.

2.5. Manifestasi Klinis


Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta
gejala lainya bila terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi
neurologik.Gejala gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut, dan
muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada
penyebabnya.2
Diare akibat virus memiliki karakteristik diare cair (watery stool),
tanpa disertai darah ataupun lender. Dapat disertai gejala muntah dan
dehidrasi tampak jelas. Bila ada demam, umumnya ringan.6
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung
sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit
ini bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada
apans. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik, dan
hypokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena
dapat menyebabkan hypovolemia, kolaps kardiovaskuler, dan kematian bila
tidak dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat
berupa dehidrasi isotonic, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau
dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bias tanpa dehidrasi,
dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, atau dehidrasi berat2.
Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau
akibat dehidrasi. Panas badan pada umumnya terjadi pada penderita dengan
inflammatory diare. Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus yang terjadi
pada perut bagian bawah serta rektum menunjukan terkenanya usus besar.
Mual muntah adalah simptom yang non spesifik akan tetapi muntah
mungkin disebabkan oleh karena organisme yang menginfeksi saluran cerna

8
bagian atas seperti enterik virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin,
Giardia, Cryptosporidium.2

2.6. Diagnosis
a. Anamnesis.
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama
diare, frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir
dan darah. Bila disertai muntah: volume dan frekuensinya. Kencing:
biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6-8 jam terakhir.
Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas
atau penyakit lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media,
campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare:
memberi oralit, membawa berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit
dan obat-obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya.2
b. Pemeriksaan Fisik.8
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh,
frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah.
Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa
haus, dan turgor kulit abdomen, dan tanda-tanda tambahan lainnya:
ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cowong atau tidak, ada atai
tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut, dan lidah kering atau
basah.2
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis
metabolik. Bising usus yang lemah dan tidak ada bila terdapat
hipokalemi. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary
refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.2
Pemeriksaan fisik pada diare kronis/persisten harus mencakup
perhatian khusus pada penilaian status dehidrasi, status gizi, dan status
perkembangan anak5.

9
Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan:7
1. Penilaian dehidrasi dan derajatnya,
2. Status gizi,
3. Darah di tinja,
4. Massa intra abdomen,
5. Distensi abdomen,
6. Penurunan kesadaran,
7. Sesak napas.
c. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan Tinja2
a. Makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada
semua penderita dengan diare meskipun pemeriksaan
laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang watery dan
tanpa mucus atau darah biasanya disebabkan oleh
enterotoksin virus, protozoa, atau disebabkan oleh
infeksi diluar saluran gastrointestinal.
Tinja yang mengandung darah atau mucus bias
disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin,
bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan
mukosa atau parasite usus seperti: E. histolytica, B. coli,
dan T. trichiura. Apabila terdapat darah biasanya
bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E.
histolytica darah sering terdapat pada permukaan tinja
dan pada infeksi EHEC terdapat garis-garis darah pada
tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan pada infeksi
dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium, dan
Strongyloides.
b. Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya leukosit
dapat memberikan informasi tentang penyabab diare,

10
letak anatomis serta adanya proses peradangan mukosa.
Leukosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap
bakteri ynag menyerang mukosa kolon. Leukosit yang
positif pada pemeriksaan tinja menunjukkan adanya
kuman invasive atau kuman yang memproduksi
sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, EIEC,
C. difficile, Y. enterocolitica, V. parahaemolyticus, dan
kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides.
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah
dengan menentukan pH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi
dengan pemeriksaan analisa gas darah menurut ASTRUP (bila
memungkinkan).4
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal
ginjal.4
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium,
dan fosfor dalam serum (terutama pada penderita diare yang
disertai kejang).4
5. Pemeriksaan intubasi duodenum untukmengetahui jenis jasad
renik atau parasite secara kualitatif dan kuantitatif, terutama
dilakukan pada penderita diare kronik.4

2.7. Penatalaksanaan
Departemen kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare
bagi semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah
maupun sedang dirawat di rumah sakit, yaitu:2
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit batu
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
5. Nasihat kepada orang tua
Dasar pengoabtan diare adalah:4

11
1. Pemberian cairan (rehidrasi awal dan rumat)
2. Dietetic (pemberian makanan)
3. Obat-obatan.

Rencana Terapi pada Diare2


Gambar 2.1. Penilaian Derajat Dehidrasi pada Pasien

Source:Pujiarto, P. S. 2014. Gastroenteritis Akut (GEA) pada Anak


A. Rencana Terapi A (Penanganan Diare Dirumah)
Jelaskan kepada ibu tentang 4 aturan perawatan di rumah :
1. Beri Cairan Tambahan (sebanyak anak mau)
a) Jelaskan kepada ibu :

12
- Pada bayi muda, pemberian ASI merupakan
pemberian cairan tambahan yang utama. Beri ASI
lebih sering dan
- lebih lama pada setiap kali pemberian.
- Jika anak memperoleh ASI eksklusif, beri oralit
atau air matang sebagai tambahan.
- Jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif, beri 1
atau lebih cairan berikut ini : oralit, cairan
makanan (kuah sayur),
- atau air matang.
Anak harus diberi larutan oralit di rumah, jika :
- Anak telah diobati dengan Rencana Terapi B atau
C dalam kunjungan ini.
- Anak tidak dapat kembali ke klinik jika diarenya
bertambah parah.
b) Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri
6 bungkus oralit (200 ml) untuk digunakan di rumah.
c) Tunjukkan kepada ibu berapa banyak cairan termasuk
oralit yang harus diberikan sebagai tambahan bagi
kebutuhan cairannya sehari-hari :
< 2 tahun : 50 – 100 ml setiap kali BAB
> 2 tahun : 100 – 200 ml setiap kali BAB
Katakan kepada ibu :
- Agar meminumkan sedikit-sedikit tetapi sering.
- Jika anak muntah, tunggu 10 menit, kemudian
lanjutkan lagi dengan pemberian secara perlahan.
- Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai
diare berhenti.
2. Beri tablet Zinc
Pada anak berusia > 2 bulan, beri tablet Zinc selama
10 hari dengan dosis :

13
< 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari
> 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari.
3. Lanjutkan pemberian Makan/ASI
4. Kapan Harus Kembali

B. Rencana Terapi B (Penanganan Dehidrasi Sedang/Ringan


dengan Oralit)
Beri Oralit di klinik sesuai yang dianjurkan selama periode 3 jam
1. Tentukan jumlah Oralit untuk 3 jam pertama :
Tabel 2.2. Jumlah oralit yang diperlukan
Umur Berat Badan Jumlah Cairan (mL)
s/d 4 bulan <6 200-400
4-12 bulan 6-10 400-700
12-24 bulan 10-12 700-900
2-5 tahun 12-19 900-1400
Jumlah Oralit yang diperlukan : 75 mg/kg BB.
Source: Pujiarto, P. S. 2014. Gastroenteritis Akut (GEA) pada
Anak
- Jika anak menginginkan oralit > pedoman diatas,
berikan sesuai kehilangan cairan yang sedang
berlangsung.
- Untuk anak < 6 bulan tidak menyusu, beri juga 100-200
mL air matang selama periode ini.
- Mulailan memberikan makan segera setelah anak ingin
makan.
- Lanjutkan pemberian ASI.
Tunjukkan kepada ibu cara memberikan Oralit.
- Agar meminumkan sedikit-sedikit tetapi sering.
- Jika anak muntah, tunggu 10 menit, kemudian lanjutkan
lagi dengan pemberian secara perlahan.
- Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare
berhenti.

14
Berikan tablet Zinc selama 10 hari.
Setelah 3 jam :
- Ulangi penilaian dan klasifikasikan kembali derajat
dehidrasinya.
- Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan
pengobatan.
Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai :
- Tunjukkan cara menyiapkan Oralit di rumah.
- Tunjukkan berapa banyak larutan oralit yang harus
diberikan di rumah untuk menyelesaikan 3 jam
pengobatan.
- Beri bungkus oralit yang cukup untuk rehidrasi dengan
menambahkan 6 bungkus lagi sesuai yang dianjurkan
dalam Rencana Terapi A.
- Jelaskan 4 aturan perawatan di rumah (Rencana A)
C. Rencana Terapi C (Dehidrasi Berat)
Gambar 2.2. Rencana Terapi C Penanganan Dehidrasi Berat

15
Source:Pujiarto, P. S. 2014. Gastroenteritis Akut (GEA) pada Anak
2.8. Pencegahan
Upaya pencegahan diare dapat dilakuakan dengan cara:2
1) Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare.
Kuman-kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan
secara fekal-oral.pemutusan penyebaran kuman penyebab kuman
diare perlu difokuskan pada cara penyebaran ini.
Upaya pencegahan diare yang efektif meliputi :
a. Pemberian ASI yang benar.
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan
pendamping ASI

16
c. Penggunaan air bersih yang cukup.
d. Membudidayakan mencuci tangan dengan sabun sehabis
buang air besar dan sebelum dan sesudah makan.
e. Penggunanan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh
anggota keluarga.
f. Membuang tinja/kotoran rumah tangga yang benar.
2) Memperbaiki daya tahan tubuh penjamu (host).
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatakan daya
tahan tubuh anak dan dapat mengurangi resiko diare antara lain :
a. Memberiakan ASI paling tidak samapai usia 2 tahun
b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan
memberikn makan dalam jumlah cukup untuk memprtbaiki
status gizi anak.
c. Imunisasi campak.
3) Penggunan Probiotik dan seng
Akhir-akhir ini banyak diteliti tentang peranan probiotik dan
seng dalam pencegahan diare.

Pemberian zinc elemental 10mg/kgBB per hari untuk bayi di bawah


usia 6 bulan dan 20 mg/kgBB per hari untuk anak usia sama atau di atas 6
bulan selama 10-14 hari dapat mengurangi frekuensi buang air besar dan
volume tinja, disamping dapat mengurangi kekambuhan untuk 3 bulan
medatang.Probiotic, meskipun banyak dilaporkan dapat mengurangi volume
faces dan frekuensi diare, tetapi penggunaannya belum direkomendasikan
baik oleh WHO.6

2.9. Komplikasi
Komplikasi utama dari gastroenteritis adalah dehidrasi dan gangguan
fungsi kardiovaskular akibat hypovolemia berat. Kejang dapat terjadi
dengan adanya demam tinggi terutama pada infeksi Shigella. Abses
intestine dapat terjadi pada infeksi Shigella dan Salmonella, terutama pada

17
demam tifoid, yang dapat memicu terjadinya perforasi usus, suatu
komplikasi yang dapat mengancam jiwa. Muntah hebat akibat
gastroenteritis dapat menyebabkan rupture esophagus atau aspirasi.
Kematian akibat diare mencerminkan adanya masalah gangguan system
homeostasis cairan dan elektrolit, yang memicu terjadinya dehidrsi,
ketidakseimbangan elektrolit dan istabilitas vascular, serta syok.6
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak,
dapat terjadi berbagai macam komplikasi seperti:4
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic atau hipertonik)
2. Renjatan hipovolemik
3. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,
bradikardia, perubahan pada elektrokardiogram)
4. Hipoglikemia
5. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim lactase
karena kerusakan vili mukosa usus halus.
6. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi energy protein, karena selain diare dan muntah, penderita
juga mengalami kelaparan.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih
lunak atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24
jam. Diare dapat disebabkan oleh faktor infeksi, faktor malabsorbsi, faktor
makanan, dan faktor psikologis.
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta
gejala lainya bila terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi

18
neurologik. Gejala gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut, dan
muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada
penyebabnya.
Departemen kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare
bagi semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah
maupun sedang dirawat di rumah sakit, yaitu: (1) Rehidrasi dengan
menggunakan oralit batu, (2) Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut,
(3) ASI dan makanan tetap diteruskan, (4) Antibiotik selektif, (5) Nasihat
kepada orang tua.

19
RUJUKAN

1. Hasibuan, B., Nasution, F., Guntur. 2011. Infeksi Rotavirus pada Anak Usia
di bawah Dua Tahun. Sari Pediatri, 13, (03), pp. 165-168
2. Subagyo, B., Santoso N. B. Diare Akut. Dalam Juffrie, Mohammad, dkk.
2015.Nuku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1. Jakarta: Buku Penerbit
IDAI.
3. Nurmasari, M. 2010. Pola Pemilihan Obat dan Outcome Terapi
Gastroenteritis Akut (GEA) pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta Januari - Juni Tahun 2008.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta
4. Hasan, Rusepno. 2007. Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian
Ilmu Kesehatan Anak FK UI
5. Soenarto, Y. Diare Kronis dan Diare Persisten. Dalam Juffrie, Mohammad,
dkk. 2015.Nuku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1. Jakarta: Buku
Penerbit IDAI.
6. Bishop, W. P. Gastroenteritis Akut. Dalam Marcdante, K. J., Kliegman, R.
M., Jenson H. B., Behrman, R. E. 2011. Nelson Ilmu Kesehatan Anak
Esensial. Edisi Keenam. Jakarta: Saunders Elsevier
7. Pujiarto, P. S. 2014. Gastroenteritis Akut (GEA) pada Anak. InHealth Gazette
Edisi Desember 2014-Maret 2015.
8. Dani, R. 2016. Evaluasi Penggunaan Antibakteri pada Pasien Anak
Penderita Diare di Ruang Perawatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
Pirngadi Kota Medan Tahun 2015. Medan: Universitas Sumatera Utara

20

Anda mungkin juga menyukai