Anda di halaman 1dari 93

pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

xix

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik. Pada masa ini terjadi

perubahan bentuk tubuh, pola perilaku dan peran yang diharapkan oleh kelompok

sosial, serta masa pencarian identitas untuk mengangkat diri sendiri sebagai

individu. Perubahan-perubahan tersebut bagi remaja kadang-kadang merupakan

situasi yang tidak menyenangkan dan sering menimbulkan masalah (Hurlock,

1997). Hankin dan Abramson (dalam Calvete, 2007) juga menyatakan bahwa

tingkah laku bermasalah meningkat selama masa perkembangan remaja. Daradjat

(2000) mengatakan bahwa masalah yang dihadapi oleh remaja adalah : (1)

masalah yang menyangkut pertumbuhan jasmani, (2) masalah hubungan dengan

orang tua disebabkan karena kurangnya pengertian orang tua terhadap

pertumbuhan yang dihadapi anak, (3) masalah agama, (4) masalah masa depan,

dan (5) masalah sosial.

Masalah sosial, akademik dan psikologis merupakan masalah yang sering

muncul dan menyita perhatian yang besar bagi remaja. Contoh nyata yang sering

terjadi adalah maraknya perkelahian antar pelajar yang disebabkan karena adanya

masalah yang sepele, remaja yang melakukan bunuh diri karena terjadi konflik

dengan pacar, teman atau orang-orang disekitarnya, remaja yang mengalami stres

karena prestasinya yang menurun kemudian lari ke narkoba dan minuman keras

dan pergaulan seks bebas serta masih banyak kasus lain yang melibatkan masa

remaja (Suparmi, 2006).

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dalam kehidupan sehari-hari sering terjadi kasus kejahatan yang

melibatkan remaja. Di Makassar, Anggota Kepolisian Resor Kota (Polresta)

Mamajang, Makassar melerai tawuran (perkelahian) antar remaja pada bulan

Ramadhan. Di Surabaya, Kepala Satuan Reserse Narkoba Kepolisian Wilayah

Kota Besar (Polwiltabes) Surabaya, mengatakan sebanyak 59 remaja terjerat

kasus narkoba dalam periode Januari-Juni 2009 (Antara, 2009). Selain itu kasus

aborsi juga terjadi di Indonesia. Berdasarkan data WHO, 2,3 juta kasus aborsi

setiap tahunnya terjadi di Indonesia. Ironisnya, 21 persen kasus aborsi dilakukan

oleh remaja usia SMP dan SMA (Diputra, 2009).

Menurut Dickinson (dalam Santrock, 2005) kebanyakan remaja mulai

berpacaran pada masa SMU. Pada masa ini remaja mulai merasakan permasalahan

yang berhubungan dengan berpacaran seperti putus cinta dan hal ini terkadang

mempengaruhi semangat belajar mereka. Hasil penelitian Soetjiningsih (1993)

menunjukkan bahwa mayoritas remaja melakukan hubungan seksual pertama kali

saat di bangku SMA, yaitu pada usia antara 15-18 tahun. Perilaku seksual

pranikah remaja adalah segala tingkah laku seksual yang didorong oleh hasrat

seksual lawan jenisnya, yang dilakukan oleh remaja sebelum mereka menikah.

Hal ini diperkuat dengan data penelitian pada 2005 – 2006 di kota-kota besar

mulai Jabodetabek, Medan, Bandung, Surabaya hingga Makassar, dimana 47,54

persen remaja mengaku melakukan hubungan seks sebelum nikah. Sebuah survei

yang dilakukan di 33 provinsi pada pertengahan tahun 2008 melaporkan bahwa 63

persen remaja di Indonesia usia sekolah SMP dan SMA sudah melakukan

hubungan seksual di luar nikah dan 21 persen di antaranya melakukan aborsi.

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Secara umum survei itu mengindikasikan bahwa pergaulan remaja di Indonesia

makin mengkhawatirkan (BKKBN, 2009). Permasalahan lain yang dilakukan

remaja yaitu penyalahgunaan narkoba. Data BNN 2009 menyebutkan bahwa ada

3,6 juta penyalahguna narkoba di Indonesia dimana 41% diantara mereka pertama

kali mencoba narkoba di usia 16-18 tahun (BNN, 2009).

Kenakalan remaja tersebut dapat terjadi karena adanya konflik batin dan

kelabilan emosi pada diri remaja. Konflik batin dan kelabilan emosi ini dapat

diakibatkan oleh kebutuhan kemandirian pada diri remaja yang diblokir atau

terhalangi oleh adanya gaya hidup yang sangat mengatur dan memaksa yang

dipakai oleh orang dewasa atau orang tua kepada remaja. Akibatnya, remaja bisa

menjadi frustasi dan berbalik kepada kenakalan dalam rangka untuk menegaskan

keberadaan dan kemandirian mereka atau melampiaskan permusuhan mereka

terhadap orang dewasa yang mengendalikan mereka. Disamping itu konflik batin

dan kelabilan emosi dapat disebabkan juga oleh kurangnya keberanian atau

keyakinan akan kemampuan dirinya sehingga banyak remaja yang mengkonsumsi

narkoba dan juga minuman keras agar dirinya merasa lebih berani dan lebih

percaya diri.

Permasalahan yang dialami remaja tersebut di atas menuntut suatu

penyelesaian agar tidak menjadi beban yang dapat mengganggu perkembangan

selanjutnya. Menurut Chaplin (2001) kemampuan menyelesaikan masalah adalah

proses yang tercakup dalam usaha menemukan urutan yang benar dari alternatif

jawaban yang mengarah pada satu sasaran atau kearah pemecahan yang ideal.

Remaja yang sedang menghadapi masalah idealnya membutuhkan suatu

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perencanaan dan pengelolaan tugas yang baik sesuai dengan kemampuan yang

dimiliki sehingga dapat memecahkan masalah dengan mudah dan cepat. Chauhan

(1987) menambahkan bahwa kemampuan menyelesaikan masalah menghendaki

adanya prediksi dan analisis terhadap fakta-fakta serta prinsip-prinsip

mengembangkan hubungan sebab akibat pada fenomena yang terjadi.

Dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi, faktor-faktor personal pada

diri remaja berpengaruh pada pemilihan alternatif penyelesaian masalah. Coleman

& Hammen (dalam Tanutama, 2005) mengungkapkan faktor-faktor personal

remaja yang mempengaruhi penyelesaian masalah adalah sikap terbuka terhadap

permasalahan yang dihadapi, kemandirian, dan kepercayaan diri. Adanya

kemandirian dan kepercayaan diri menjadikan remaja tidak tergantung pada orang

lain dan yang terpenting ia percaya pada kemampuan dirinya. Senada dengan

pendapat di atas, hasil penelitian Martiyastuti (2008) menunjukkan bahwa remaja

yang mempunyai kemandirian yang baik dan positif cenderung memiliki

kemampuan menyelesaikan masalah yang baik, begitu pula sebaliknya. Lugo dan

Hershey (1991) menambahkan bahwa untuk mengatasi permasalahan diperlukan

adanya kepercayaan diri. Kepercayaan diri ini meliputi sikap yakin akan

kemampuan, rasa aman dan tahu apa yang dibutuhkan, optimis, mempunyai

rancana masa depan, bertanggungjawab dan mandiri.

Menurut Steinberg (dalam Flaming, 2005) remaja pada usia 15-18 tahun

mengalami banyak perubahan secara kognitif, emosional dan sosial, mereka

berpikir lebih kompleks, secara emosional lebih sensitif dan lebih sering

menghabiskan waktu bersama dengan teman-temannya. Hubungan antara remaja

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dan teman sebaya adalah hal yang utama dalam perkembangan remaja, para

remaja berharap bisa mandiri, tidak dihubungkan lagi dengan orang tua. Remaja

yang memiliki kemandirian akan mampu bertanggung jawab, berani menghadapi

masalah dan resiko serta tidak mudah terpengaruh atau tergantung kepada orang

lain (Nuryoto, 1991). Kartono (1996) mengungkapkan bahwa kemandirian adalah

kemampuan untuk berdiri dengan kemampuan dan rasa tanggung jawab atas

segala perilaku sebagai manusia dewasa, dalam melakukan segala macam

kewajiban guna memenuhi kebutuhan sendiri. Kemandirian remaja secara spesifik

menuntut suatu kesiapan individu baik secara fisik maupun emosional untuk

mengatur, mengurus dan melakukan aktivitas atas tanggung jawabnya sendiri

tanpa banyak tergantung pada orang lain. Kurangnya pengalaman remaja dalam

menghadapi berbagai masalah mengakibatkan remaja mengalami kesulitan dalam

menghadapi berbagai masalahnya untuk dapat memperoleh kemandirian (Yunita,

Wimbarti dan Mustagfirin, 2002).

Kemandirian seorang remaja diperkuat melalui proses sosialisasi yang

tejadi antara remaja dan teman sebayanya. Hurlock (1997) mengatakan bahwa

melalui hubungan dengan teman sebaya, remaja berpikir secara mandiri,

mengambil keputusan sendiri, menerima bahkan dapat juga menolak pandangan

dan nilai yang berasal dari keluarga dan mempelajari pola perilaku yang diterima

didalam kelompoknya. Penerimaan dari kelompok teman sebaya ini merupakan

hal yang sangat penting karena remaja membutuhkan adanya penerimaan dan

keyakinan untuk dapat diterima oleh kelompoknya. Menurut Mu’tadin (dalam

Safaria dan Cahyani, 2007) kemandirian seperti halnya kondisi psikis lainnya

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

yang dapat berkembang melalui latihan yang dilakukan secara terus menerus

berupa tugas tanpa bantuan, yang disesuaikan dengan usia serta kemampuan

seseorang. Saat anak memasuki usia remaja, ia memasuki tahap persiapan dimana

potensi anak untuk memisahkan diri dari peraturan mulai berkembang, hal ini

akan mendorong remaja untuk memusatkan tenaga pada tugas serta pemecahan

masalah sehingga mereka akan berusaha untuk lebih mandiri dan tidak tergantung

pada orang tua ataupun guru (Ausebel dalam Santrock, 2005).

Selain kemandirian, kepercayaan diri juga memegang peranan penting

dalam usaha menyelesaikan masalah. Kepercayaan diri merupakan aspek

kepribadian yang berfungsi penting untuk mengaktualisasikan potensi yang

dimiliki oleh remaja. Tanpa adanya kepercayaan diri maka banyak masalah akan

timbul pada remaja. Hasil penelitian Afiatin, 1994 (dalam Afiatin dan Martaniah,

1998) terhadap remaja siswa SMA di Kodya Yogyakarta menunjukkan bahwa

permasalahan yang banyak dirasakan dan dialami oleh remaja pada dasarnya

disebabkan oleh kurangnya kepercayaan diri. Hambly (1992) menjelaskan bahwa

kepercayaan diri adalah suatu keyakinan terhadap diri sendiri sehingga mampu

menangani segala situasi dengan tenang, tidak merasa inferior dihadapan siapapun

dan tidak merasa canggung apabila menghadapi orang banyak. Kepercayaan diri

mempunyai arti yang sangat besar dan menjadi kebutuhan bagi seseorang. Konflik

akan muncul apabila kepercayaan diri yang diperoleh tidak mampu memenuhi

kebutuhan yang semakin besar (Hurlock, 1993). Lauster (dalam Martiani dan

Adiyanti, 1991) menggambarkan karakteristik remaja yang memiliki kepercayaan

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

diri mempunyai ciri-ciri: tidak mementingkan diri sendiri, cukup toleran, tidak

membutuhkan dukungan orang lain, memiliki optimisme dan gembira.

Remaja yang memiliki kepercayaan diri rendah cenderung merasa tidak

aman, tidak bebas, ragu-ragu dan menyalahkan lingkungan sebagai penyebab

apabila menghadapi suatu masalah. Sedangkan remaja yang memiliki kepercayaan

diri tinggi memiliki kompetensi yakni mampu dan percaya bahwa ia bisa dengan

didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan realistik

terhadap dirinya sendiri. Remaja cenderung mempunyai rasa malu, rendah diri

karena perasaan dirinya tidak sesuai dengan harapan orang lain (Gunarso, 1992).

Waterman (dalam Martiani dan Adiyanti, 1991) mengatakan bahwa remaja yang

memiliki kepercayaan diri akan mampu bekerja secara efektif, dapat

menyelesaikan tugas dan permasalahan yang dihadapi dengan baik dan

bertanggung jawab serta mempunyai rencana terhadap masa depannya. Kumara

(dalam Ruwaida, dkk., 2006) menambahkan bahwa remaja yang memiliki

kepercayaan diri merasa yakin akan kemampuan dirinya sehingga bisa

menyelesaikan masalahnya karena tahu apa yang dibutuhkan dalam kehidupannya

serta mempunyai sikap positif yang didasari keyakinan akan kemampuannya.

Faktor yang berpengaruh dalam proses pembentukan kepercayaan diri menurut

Grinder (dalam Martiani dan Adiyanti, 1991) adalah interaksi di dalam keluarga,

sekolah dan masyarakat.

Usia anak Sekolah Menengah Atas (SMA) berada di antara 15 – 18 tahun.

Menurut Havighurst (dalam Monks dkk., 2004) usia ini termasuk dalam tahap

remaja pertengahan, mereka mulai dituntut untuk memiliki kemandirian dalam

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

membuat keputusan dan menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Dalam

menyelesaikan permasalahannya, remaja diharapkan mempunyai kepercayaan diri

sehingga mampu mengaktualisasikan kemampuan yang dimilikinya. Menurut

Grinder (dalam Martiani dan Adiyanti, 1991) kondisi serta keadaan sekolah

mempunyai peranan cukup besar dalam pembentukan kepercayaan diri remaja.

Kebanggaan terhadap sekolah yang prestasi akademik dan non akademiknya baik

akan mengakibatkan sikap positif dan akan menimbulkan kepercayaan diri.

SMAN 1 Cawas merupakan salah satu sekolah favorit di Kabupaten

Klaten. Hal ini tampak pada animo remaja di Kabupaten Klaten yang ingin

bersekolah di SMAN 1 Cawas, di samping mutu dan fasilitas sekolah yang

memang sudah bagus. Siswa yang bersekolah di SMAN 1 Cawas berasal dari

beberapa kecamatan di Kabupaten Klaten, bukan hanya dari Kecamatan Cawas

saja. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul:

“Hubungan antara Kemandirian dan Kepercayaan Diri dengan Kemampuan

Menyelesaikan Masalah pada Siswa SMAN 1 Cawas”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka perumusan

masalah yang diajukan peneliti adalah sebagai berikut: “Apakah ada hubungan

antara kemandirian dan kepercayaan diri dengan kemampuan menyelesaikan

masalah pada siswa SMAN 1 Cawas?”

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kemandirian

dan kepercayaan diri dengan kemampuan menyelesaikan masalah pada siswa

SMAN 1 Cawas.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang hubungan

antara kemandirian dan kepercayaan diri dengan kemampuan menyelesaikan

masalah, serta dapat memberikan sumbangan dalam perkembangan ilmu psikologi

khususnya di bidang psikologi perkembangan, pendidikan, dan psikologi sosial.

2. Manfaat praktis

a. Bagi sekolah, dapat memberikan masukan yang berhubungan dengan

perkembangan kepribadian siswa, selanjutnya dapat mengambil langkah-

langkah untuk mengarahkan pembentukkan kemandirian dan kepercayaan

diri, sehingga dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah di

kalangan siswa.

b. Bagi siswa, dapat menambah wawasan mengenai hubungan antara

kemandirian dan kepercayaan diri dengan kemampuan menyelesaikan

masalah pada remaja.

c. Bagi dunia penelitian psikologi, memberikan informasi empirik tentang

hubungan antara kemandirian dan kepercayaan diri dengan kemampuan

menyelesaikan masalah, sehingga dapat digunakan sebagai penunjang

untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II LANDASAN

TEORI

A. Kemampuan Menyelesaikan Masalah

1. Pengertian Kemampuan Menyelesaikan Masalah

Manusia dalam kehidupan sehari-hari tidak lepas dari masalah. Masalah

tersebut muncul dengan berbagai tingkat kerumitannya, ada yang penting atau

tidak penting, besar atau kecil, kompleks atau sederhana. Menurut Glover (dalam

Cahyono, dkk., 2002) masalah secara sederhana dapat dijelaskan sebagai setiap

hal yang dapat menghambat tercapainya tujuan. Chaplin (2001) berpendapat

bahwa masalah adalah sembarang situasi yang mengandung sifat khusus yang

tidak diketahui atau yang baru untuk diketahui secara pasti. Chauhan (dalam

Cahyono, dkk., 2002) menyatakan bahwa masalah dapat muncul saat timbul

hambatan dalam mencapai tujuan. Hambatan itu sendiri dapat berupa masalah

fisik, ekonomi, maupun sosial. Lebih lanjut Morgan (dalam Gunarso,1992)

mengemukakan bahwa masalah adalah berbagai penyimpangan dari keadaan yang

belum jelas. Masalah timbul karena adanya kesenjangan antara kenyataan yang

ada dengan apa yang seharusnya terjadi atau saat timbulnya hambatan dalam

mencapai tujuan. Setiap individu selalu ingin berusaha mengatasi masalah-

masalahnya dengan berbagai cara sesuai dengan kemampuannya, walaupun pada

dasarnya tujuan menyelesaikan masalah adalah sama yaitu mendapatkan solusi

atau jalan keluar dan melepaskan diri dari persoalan yang sedang dihadapi.

Chaplin (2001) menyatakan bahwa penyelesaian masalah adalah proses

yang tercakup dalam usaha menemukan urutan yang benar dari alternatif-alternatif

10
commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

jawaban yang mengarah pada satu sasaran atau kearah penyelesaian yang ideal.

Individu dikatakan mempunyai kemampuan menyelesaikan masalah yang baik

ketika individu dapat menyelesaikan masalah secara efektif. Neal dan Heppner

(dalam Salami dan Oyesoji, 2006) menambahakan bahwa individu yang mampu

menyelesaikan masalahnya dengan efektif mempunyai kemampuan sosial yang

lebih baik dan tingkat kecemasan yang lebih rendah. Kemampuan menyelesaikan

masalah merupakan proses berfikir, belajar, mengingat serta menjawab atau

merespon dalam pengambilan keputusan. Penyelesaian masalah dapat dilakukan

dengan insight atau pemahaman (Widayatun, 1999). Menurut Piaget (dalam

Davidoff, 1988) proses pemecahan masalah dapat didefinisikan sebagai suatu

usaha yang cukup keras, yang melibatkan suatu tujuan dan hambatan-

hambatannya. Individu yang memiliki satu tujuan akan menghadapi persoalan,

dengan demikian individu tersebut menjadi terangsang untuk mencapai tujuan itu

dan mengusahakan sedemikian rupa sehingga persoalan itu dapat diatasi.

Menurut Solso (1995) kemampuan menyelesaikan masalah merupakan

pemikiran langsung terhadap permasalahan khusus yang meliputi respon-respon

terhadap permasalahan yang timbul sehingga diperoleh cara yang tepat untuk

mencapai suatu tujuan. Sedangkan Edward ( dalam Cahyono, dkk. 2002)

menyatakan bahwa kemampuan menyelesaikan masalah adalah kemampuan untuk

berfikir secara langsung dan terarah dalam mencapai suatu tujuan. Chauhan

(1987) menambahkan bahwa kemampuan menyelesaikan masalah menghendaki

adanya prediksi, analisis, dan fakta-fakta serta prinsip-prinsip mengembangkan

hubungan sebab akibat pada fenomena yang terjadi.

11

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan

menyelesaikan masalah adalah kemampuan individu dalam mengatasi hambatan-

hambatan atau masalah dimana didalamnya terdapat usaha menemukan alternatif-

alternatif jawaban yang mengarah pada satu tujuan yaitu penyelesaian masalah

yang ideal.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Menyelesaikan Masalah

Menurut Mappiare (1982) ada dua faktor yang mempengaruhi kemampuan

menyelesaikan masalah, yaitu :

a. Usia. Semakin bertambah usia individu maka semakin matang dan

kemampuan menyelesaikan masalahnya bertambah. Kematangan tersebut

ditunjukkan dengan usaha kemampuan menyelesaikan masalah yang

merupakan hasil dari kemampuan berpikir lebih sempurna yang ditunjang

dengan sikap serta pandangan yang rasional.

b. Pengalaman. Individu dipengaruhi oleh pengalaman dalam menyelesaikan

masalahnya terutama masalah yang sejenis.

Menurut Andayani dan Afiatin (1991) ada faktor-faktor yang

mempengaruhi kemampuan menyelesaikan masalah :

a. Usia dan tingkah laku coping. Dalam kehidupan iniada satu

kecenderungan bahwa semakin tinggi usia seseorang, pengalaman

hidupnya juga akan lebih banyak dan kaya. Namur demikian hal ini masih

dibawah catatan bahwa hidup ini memang digunakan dengan sebaik-

baiknya dalam artian seseorang mempunyai banyak variasi pengalaman.

12

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b. Tingkat pendidikan. Pendidikan berfungsi antara lain meningkatkan atau

memaksimalkan perkembangan seseorang. Dengan pendidikan formal

diharapkan seseorang dapat mengembangkan kemampuan kognitifnya

semaksimal mungkin sesuai dengan usia perkembangannya.

Turner (2010) menyebutkan ada tiga faktor yang mempengaruhi

kemampuan menyelesaikan masalah yaitu :

(1) Persepsi spasial. Piaget dan Inhelder (1990) menyatakan bahwa individu

mengalami hubungan spasial pada dua tingkatan yang berbeda, tingkat

persepsi dan tingkat representasi. Persepsi ruang adalah pengetahuan

tentang benda yang mengadakan kontak langsung dengan mereka,

sementara representasi ruang adalah kelanjutan dari persepsi ruang dimana

suatu objek digeneralisasikan secara mental meskipun benda tersebut tidak

ada.

(2) Pengalaman. Polya dan Adams (1988) menekankan pentingnya

pengalaman dalam pemecahan masalah. Spearman (1988) mengemukakan

bahwa, seorang remaja yang memiliki konsep-konsep yang dapat dicapai

melalui pengalaman dan memiliki kemampuan intelektual yang

diperlukan, maka ia akan mampu mendiagnosa dan menyelesaikan

masalah yang dihadapi. Piaget (1990) juga mengemukakan bahwa

pengalaman sangat penting untuk pembentukan konsep dan logika

sehingga akan mempermudah dalam menyelesaikan masalah.

(3) Bahasa. Keberadaan bahasa, selain menjadi sarana komunikasi, diperlukan

untuk memberikan individu alat representasi dan data diskriminasi. Bruner

13

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(1984) menyatakan bahwa bahasa menyediakan sarana yang tidak hanya

mewakili pengalaman, tetapi juga mengubahnya. Dengan penggunaan

bahasa maka ada kemungkinan untuk mencapai tingkat pemikiran lebih

tinggi, yaitu ketika pengalaman telah dikodekan ke dalam bahasa, yang

berarti dapat dibaca ke dalam pengalaman. Sampai saat itu, bahasa dan

pengalaman saling berhubungan satu sama lain.

Rakhmat (2001) mengemukakan ada dua hal yang mempengaruhi dalam

menyelesaikan masalah, situasional dan personal. Jika kita menganggap suatu hal

sebagai kurang penting atau penting, mudah atau sulit, itulah yang dimaksud

faktor situasional. Sementara faktor personal misalnya faktor biologis. Faktor

biologis yang mempengaruhi penyelesaian masalah misalnya, seseorang yang

sedang dalam keadaan terlalu lapar, sangat sakit, atau sangat lelah cenderung

mengalami kesulitan dalam kemampuan berfikir sehingga sulit dalam

menyelesaikan masalah. Menurut Mayer (dalam Hollingworth dan McLoughlin,

2000) keberhasilan dalam menyelesaikan masalah dipengaruhi oleh tiga

komponen yaitu keahlian, kemampuan kognitif, dan kemauan.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

faktor yang mempengaruhi kemampuan menyelesaikan masalah adalah faktor

situasional dan personal. Faktor personal meliputi usia, tingkat pendidikan,

inteligensi, kondisi biologis, dan pengalaman.

3. Aspek-aspek Kemampuan Menyelesaikan Masalah

Glass dan Holyoak (dalam Suharnan, 2005) menjelaskan bahwa

kemampuan kognitif berpengaruh dalam penyelesaian masalah. Proses kognitif

14

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dalam penyelesaian masalah ini meliputi: perencanaan penyelesaian masalah,

refleksi berupa gambaran permasalahan serupa yang pernah dialami, dan

identifikasi penyebab atau sumber permasalahan.

Rakhmat (2001) menyatakan bahwa di dalam kemampuan menyelesaikan

masalah terdapat beberapa aspek, antara lain :

a. Motivasi yang tinggi. Seorang individu yang mempunyai motivasi yang

rendah, perhatiannya dapat beralih dari usaha yang dilakukannya dalam

menyelesaikan masalah. Sedangkan individu yang mempunyai motivasi

yang tinggi akan berusaha mencari solusi bagi setiap permasalahan yang

dihadapi.

b. Kepercayaan dan sikap yang tepat. Sikap individu yang mau terbuka pada

orang lain akan menambah informasi baru yang akan memudahkan dalam

menyelesaikan masalah. Sedangkan sikap tertutup akan membuat individu

sulit dalam menyelesaikan masalah.

c. Fleksibilitas. Seorang individu yang luwes dalam berpikir, mau melihat

masalah dari berbagai sudut pandang dan mampu mengkritisi pendapat

orang lain akan lebih mudah dalam menyelesaikan masalah.

d. Kestabilan emosi. Emosi sangat mewarnai pola dan cara berpikir. Saat

emosi mencapai tingkat intensitas yang tinggi akan menimbulkan kesulitan

untuk berpikir secara efisien dan objektif. Hal ini akan menghambat

penyelesaian masalah. Emosi yang stabil pada individu akan

memunculkan sikap empati sehingga mampu membantu penyelesaian

masalah dengan baik.

15

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Anderson (1980) mengungkapkan adanya tiga aspek yang berhubungan

dengan kemampuan menyelesaikan masalah, yaitu :

a. Berpikir positif tentang masalah yang dihadapi, yaitu mencari sumber

masalah dan menentukan alternatif penyelesaian yang tepat.

b. Berpikir positif tentang kecakapan diri untuk menyelesaikan masalah.

c. Berpikir sistematis. Perencanaan langkah-langkah penyelesaian yang

matang dan hati-hati akan menghasilkan penyelesaian masalah yang tepat.

Folkman dan Lazarus (dalam Sarafino, 1997) mengemukakan bahwa

aspek kemampuan menyelesaikan masalah adalah sebagai berikut :

a. Menghadapi masalah, yaitu usaha yang dilakukan untuk menghadapi

masalah secara tenang, rasional dan mengarah pada pemecahan masalah

dengan memusatkan perhatian.

b. Perencanaan pemecahan masalah, yaitu usaha untuk melakukan perencanaan

sebelum bertindak.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

aspek-aspek kemampuan menyelesaikan masalah adalah motivasi yang tinggi,

kepercayaan dan sikap yang tepat, fleksibilitas, kestabilan emosi, berpikir positif

dan sistematis, serta menghadapi masalah dengan perencanaan terhadap

pemecahan masalah.

4. Tahap-tahap dalam Proses Menyelesaikan Masalah

Rakhmat (2001) menjelaskan ada 5 tahap dalam proses penyelesaian

masalah, yaitu:

16

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

a. Terjadi peristiwa ketika perilaku yang biasa terhambat oleh sebab-sebab

tertentu. Individu mula-mula akan mengatasinya dengan penyelesaian

yang rutin. Apabila cara biasa ini gagal maka akan timbul suatu masalah.

b. Individu mencoba menggali memori. Pada tahap ini individu mencoba

menggali memori untuk mengetahui cara-cara apa saja yang efektif pada

masa lalu.

c. Individu mencoba seluruh kemungkinan penyelesaian yang pernah diingat

atau yang dapat dipikirkan oleh individu. Usaha ini penyelesaian mekanis

(mechanical solution) dengan uji coba trial dan error.

d. Individu menggunakan lambang-lambang verbal atau grafis untuk

mengatasi masalah. Individu mencoba memahami situasi yang terjadi,

mencari jawaban dan menemukan kesimpulan yang tepat.

e. Tiba-tiba terlintas dalam pikiran individu suatu cara penyelesaian masalah.

Penyelesaian masalah seperti ini disebut sebagai Aha Erlebis (pengalaman

Aha) atau biasa disebut insight solution.

Stein dan Book (2000) menjelaskan ada 6 tahap dalam proses penyelesaian

masalah, yaitu:

a. Merumuskan masalah. Individu harus memperhatikan secara seksama

permasalahan apa yang dihadapinya dan mencoba menguraikannya

secermat dan serealistis mungkin. Setelah itu mencoba melihat masalah itu

dari sudut pandang orang lain untuk memastikan sudut pandang yang

diambil tidak terlalu sempit.

17

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b. Menemukan alternatif penyelesaian masalah. Individu mencoba mencari

alternatif penyelesaian masalah sebanyak mungkin tanpa melakukan

penilaian terhadap alternatif tersebut.

c. Menilai setiap alternatif penyelesaian masalah. Semua alternatif

penyelesaian yang ditemukan, ada baiknya ditulis di kertas, diamati satu

persatu, dan diperkirakan kemungkinan hasilnya dari yang paling baik

hingga yang paling buruk.

d. Mendapatkan gambaran tentang resiko kegagalan atau keberhasilan.

Individu setelah mendapatkan gambaran tentang resiko kegagalan dan

keberhasilan kemudian menetapkan keputusan alternatif penyelesaian

yang mana yang terbaik untuknya.

e. Melaksanakan alternatif penyelesaian. Pada tahap ini sebaiknya individu

menghindari pikiran berandai-andai. Individu memberi kesempatan pada

strategi yang telah dipilih untuk dicobakan tanpa adanya kebimbangan.

f. Menilai hasilnya. Hasil yang telah didapat kemudian dievaluasi apakah

alternatif yang dipilih berhasil atau tidak. Bila belum berhasil, ulangi

kembali proses diatas untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.

Berdasarkan pendapat dari ahli di atas dapat disimpulkan bahwa tahapan

dalam menyelesaikan masalah yaitu: 1) ada peristiwa atau permasalahan, 2)

perumusan masalah, 3) penggalian memori untuk menemukan alternatif-alternatif

penyelesaian masalah, 4) penilaian terhadap masing-masing alternatif

penyelesaian masalah, 5) melaksanakan alternatif penyelesaian, 6) menilai

hasilnya.

18

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

B. Kemandirian

1. Pengertian kemandirian

Menurut Kartono (1996) kemandirian adalah kemampuan untuk berdiri

dengan kemampuan dan rasa tanggung jawab atas segala perilaku sebagai

manusia dewasa, dalam melakukan segala macam kewajiban guna memenuhi

kebutuhan sendiri. Sedangkan menurut Stein dan Book (2000) kemandirian adalah

kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri dalam berfikir dan bertindak, serta

tidak merasa bergantung pada orang lain secara emosional. Orang yang mandiri

akan mengandalkan dirinya sendiri dalam merencanakan dan membuat keputusan

penting, akan tetapi mereka bisa saja meminta dan mempertimbangkan pendapat

orang lain sebelum akhirnya membuat keputusan yang tepat bagi dirinya sendiri.

Monks (2004) mengemukakan bahwa kemandirian adalah hasrat untuk

melakukan segala sesuatu bagi diri sendiri. Kemandirian meliputi perilaku mampu

berinisiatif, mampu mengatasi hambatan atau masalah, mempunyai rasa percaya

diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain. Hurlock

(1993) mengartikan kemandirian sebagai kemampuan mengambil keputusan,

dapat menerima pandangan hidup dan nilai-nilai diri serta mampu belajar dari

pola-pola tingkah laku yang diperolehnya. Kemandirian merupakan suatu sikap

individu yang diperoleh secara kumulatif selama perkembangan, dimana individu

akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di

lingkungan, sehingga individu pada akhirnya akan mampu berpikir dan bertindak

sendiri. Dengan kemandiriannya seseorang dapat memilih jalan hidupnya untuk

dapat berkembang dengan lebih mantap.

19

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Menurut Safaria (2004) mandiri atau sering disebut juga berdiri di atas

kaki sendiri, merupakan seseorang untuk tidak tergantung pada orang lain serta

bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya. Secara umum kemandirian

bisa dilihat dari tingkah laku seperti berusaha memenuhi kebutuhan sendiri

namun, kemandirian tidak selalu berbentuk fisik yang ditampilkan dalam tingkah

laku. Kemandirian juga dapat dilihat dari cara berfikir bagaimana seseorang dalam

memecahkan suatu masalahnya, apakah seseorang tersebut dapat bertanggung

jawab atas apa yang telah dilakukannya, selain itu kemandirian dapat dilihat dari

cara penyesuaian dirinya terhadap tuntutan norma dalam masyarakat.

Bhatial (dalam Masrun, 1986) berpendapat bahwa mandiri merupakan

perilaku yang aktivitasnya diarahkan pada diri sendiri, tidak mengharapkan

pengarahan dari individu lain, bahkan mencoba memecahkan atau menyelesaikan

masalah sendiri tanpa bantuan individu lain. Sedangkan Masrun, dkk (1986)

mengemukakan bahwa kemandirian secara sosial psikologis dianggap penting

karena seseorang berusaha untuk menyesuaikan diri secara aktif dengan

lingkungan. Kemandirian dapat mengantar individu menjadi makhluk yang

produktif dan efisien serta membawa dirinya kearah kemajuan.

Steinberg (dalam Flaming, 2005) mendefinisikan kemandirian sebagai

kemampuan untuk berfikir, merasa, membuat keputusan dan bertindak sendiri.

Sedangkan Yunita, Wimbarti, dan Mustaghfirin (2002) berpendapat bahwa

mandiri merupakan perilaku yang aktivitasnya diarahkan pada diri sendiri, tidak

mengharapkan dari individu lain bahkan mencoba memecahkan atau

menyelesaikan masalah sendiri tanpa bantuan individu lain. Menurut Lukman

20

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(2000) sebagaimana kondisi psikologis lainnya sikap kemandirian dapat

berkembang baik apabila diberi kesempatan berkembang melalui latihan terus

menerus. Latihan tersebut dapat berupa pemberian tugas-tugas yang sesuai dengan

umur anak yang bersangkutan dengan tanpa bantuan, dengan latihan terus

menerus inilah akan tumbuh sikap kemandirian dalam diri anak, yang pada

gilirannya kemandirian tersebut akan mampu menghadapi permasalahan yang

kompleks dan berani menghadapi tantangan hidup.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

kemandirian adalah kemampuan untuk berdiri dengan kemampuan sendiri,

mampu mengatur diri sendiri, mampu menentukan nasib sendiri,

bertanggungjawab, dan tidak tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan

masalah.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian

Menurut Santrock (2005) ada empat faktor utama yang harus diperhatikan

dalam perkembangan kemandirian remaja yaitu :

a. Adanya kesadaran akan adanya perubahan-perubahan dalam kenyataan

dirinya sebagai makhluk biologis, terutama adanya perubahan-perubahan

pada bentuk tubuh sebagai akibat dari fisiologis karena bekerjanya

kelenjar-kelenjar tertentu menjadi lebih aktif

b. Sejak masa anak sekolah sampai tiba pada masa remaja, si anak yang

menjadi remaja merasakan adanya keterkaitan kepada teman kelompok

sebaya dalam lingkup ”heteroseksualitas”.

21

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

c. Timbulnya dorongan untuk mencapai kebebasan pribadi dalam usaha

memantapkan status dirinya dalam lingkungan hidupnya sebagai individu

yang berdiri sendiri (a separate self).

d. Adanya keinginan remaja untuk memantapkan filsafat hidupnya dan gaya

tertentu berdasarkan kesatuan norma kehidupan yang dianutnya, yang akan

dijadikan pedoman di dalam ia bertingkah laku dalam perkembangan

sebagai manusia dewasa.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian menurut Masrun,

dkk (1986) adalah :

(a) Faktor internal. Faktor internal ini meliputi faktor umur, jenis kelamin dan

urutan kelahiran.

1. Umur. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa umur merupakan

variabel yang berpengaruh terhadap kepribadian seseorang.

2. Jenis kelamin. Laki-laki lebih mandiri daripada perempuan, perbedaan

tersebur bukan karena faktor lingkungan semata akan tetapi karena orang

tua dalam memperlakukan anak dalam kehidupan sehari-hari lebih

cenderung memberikan perlindungan yang besar pada anak perempuan.

Hal tersebut berkembang karena adanya mitos tentang perempuan adalah

makhluk lemah dan laki-laki adalah makhluk kuat.

3. Urutan kelahiran. Anak sulung biasanya sejak kecil sudah dibiasakan

untuk bersikap mandiri, sehingga dapat menjadi contoh adik-adiknya.

Anak bungsu biasanya dimanjakan oleh orang tua dan kakaknya serta

dituruti segala keinginannya.

22

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(b) Faktor eksternal. Faktor dari luar yang mempengaruhi kemandirian dibedakan

menjadi dua yaitu lingkungan yang permanen dan lingkungan yang tidak

permanen.

1. Lingkungan permanen. Lingkungan permanen yang berpengaruh terhadap

kemandirian misalnya sekolah.

2. Lingkungan yang tidak permanen. Lingkungan yang tidak permanen yang

mempengaruhi kemandirian misalnya terjadinya peristiwa-peristiwa

penting yang ada dalam kehidupan individu yang mengakibatkan

terganggunya kesinambungan kepribadian individu. Contohnya adanya

bencana alam atau kehilangan seseorang yang dicintai.

Yunita (2002) mengungkapkan bahwa kemandirian merupakan proses

belajar yang dipengaruhi lingkungan, keluarga, dan lingkungan formal. Lebih

lanjut Yusuf (2005) menambahkan bahwa kemandirian seorang remaja

dipengaruhi oleh pola asuh orang tua. Remaja yang diasuh dengan penuh kasih

sayang dan keinginannya diikuti menunjukkan sikap yang lebih independen

daripada seseorang yang dihukum karena pelanggaran biasa dengan tidak

memberikan kasih sayang dan perhatian. Namun apabila perlindungan orang tua

terlalu berlebihan maka anak cenderung kurang bertanggungjawab dan kurang

mandiri. Sedangkan menurut Hurlock (1997) kemandirian dipengaruhi oleh

perbedaan jenis kelamin karena dalam kehidupan sehari-hari lingkungan sosial

tampak memberikan perlakuan yang berbeda-beda antara laki-laki dan

perempuan. Flaming (2005) menambahkan bahwa remaja laki-laki mempunyai

tingkat kemandirian yang lebih tinggi dari pada remaja perempuan.

23

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Menurut Bekker, dkk (2008) kemandirian terdiri atas tiga komponen yaitu

kesadaran diri, kepekaan dalam hubungan dengan orang lain, dan kemampuan

dalam mengelola situasi baru. Kemandirian ini dilatarbelakangi oleh kondisi fisik,

emosi, dan hubungan interpersonal individu. Kemandirian ini dapat

dikembangkan melalui hubungan dengan keluarga, teman sebaya dan juga orang-

orang diluar keluarga.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi kemandirian adalah umur, jenis kelamin, urutan kelahiran,

kondisi fisik, dan emosi yang merupakan faktor internal. Faktor eksternal yang

mempengaruhi kemandirian yaitu lingkungan permanen dan lingkungan yang

tidak permanen.

3. Aspek-aspek kemandirian

Menurut Masrun (1986) kemandirian terdiri dari beberapa aspek yaitu:

a. Bebas

Faktor ini ditunjukkan dengan tindakan yang dilakukan atas kehendak

sendiri, bukan karena orang lain.

b. Progresif dan ulet

Faktor ini ditunjukkan dengan adanya usaha untuk mengejar prestasi, penuh

ketekunan, merencanakan serta mewujudkan harapan-harapannya.

c. Inisiatif

Inisiatif ditunjukkan dengan adanya kemamapuan untuk berfikir dan

bertindak dengan original, kreatif dan penuh dengan ide-ide baru.

24

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

d. Pengendalian dari dalam (Internal Locus of Control)

Pengendalian dari dalam dapat dilihat dari adanya perasaan individu yang

mampu mengatasi masalah yang dihadapi, kemampuan untuk

mengendalikan tindakan, mampu memengaruhi lingkungannya, dan

berusaha atas usahanya sediri.

e. Kemantapan diri

Faktor ini mencakup rasa percaya terhadap kemampuan diri sendiri,

menerima dirinya, dan memperoleh kepuasan dari usahanya

Menurut Soetjiningsih (1993) bahwa aspek-aspek dalam kemandirian

adalah:

a. Inisiatif, yaitu kemampuan individu dalam berpikir secara original dan dapat

menghasilkan sesuatu yang kreatif.

b. Tanggung jawab, yaitu kemampuan yang ditunjukkan dengan tindakan yang

dilakukan atas kehendaknya sendiri dan harus mampu menerima resiko dari

tindakannya tersebut.

c. Kepercayaan diri, yaitu rasa percaya diri terhadap kemampuan diri sendiri,

menerima dirinya dan memperoleh kepuasan dari usaha yang telah

dilakukannya.

d. Kreativitas, yaitu kemampuan untuk memberikan gagasan baru dan

menerapkan dalam menemukan penyelesaian masalah.

Afiatin (1992) ada delapan aspek-aspek kemandirian antara lain :

a. Mampu mengerjakan tugas rutin

b. Mampu mengatasi masalah

25

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

c. Memiliki inisiatif

d. Memiliki rasa percaya diri

e. Mengarahkan tingkah lakunya menuju kesempurnaan

f. Memperoleh kepuasan dari usahanya

g. Memiliki kontrol diri (mampu mengendalikan tindakan)

h. Memiliki sifat eksploratif

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

aspek-aspek yang mendukung dalam kemandirian adalah inisiatif, memiliki

kemantapan dan pengendalian diri, mampu mengatasi masalah, memiliki

kepuasan atas usahanya, memiliki kepercayaan diri dan kreativitas, bertanggung

jawab dan tidak tergantung pada orang lain.

4. Jenis-jenis Kemandirian

Maslow (dalam Ali dan Asrori, 2004) membedakan jenis kemandirian

menjadi dua, yaitu:

1) Kemandirian aman atau secure autonomy, adalah kekuatan untuk

menumbuhkan cinta kasih pada dunia, kehidupan, dan orang lain, sadar

akan tanggung jawab bersama, dan tumbuh rasa percaya terhadap

kehidupan. Kekuatan ini digunakan untuk mencintai kehidupan dan

membantu orang lain.

2) Kemandirian tidak aman atau insecure autonomy, adalah kekuatan

kepribadian yang dinyatakan dalam perilaku menentang dunia. Disebut

juga sebagai selfish autonomy atau kemandirian mementingkan diri sendiri

26

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Havighurst (1984) menambahkan bahwa kemandirian terdiri dari beberapa

jenis, yaitu:

1) Kemandirian emosi, ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi

dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi dari orang tua.

2) Kemandirian ekonomi, ditunjukkan dengan kemampuan mengatur

ekonomi dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang tua.

3) Kemandirian intelektual, ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengatasi

berbagai masalah yang dihadapi.

4) Kemandirian sosial, ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengadakan

interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung atau menunggu aksi dari

orang lain.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat dirangkum bahwa beberapa jenis

kemandirian yaitu kemandirian aman, kemandirian tidak aman, kemandirian

emosi, kemandirian ekonomi, kemandirian intelektual, dan terakhir adalah

kemandirian sosial. Kecenderungan kemandirian remaja yang dimaksudkan dalam

penelitian ini adalah kemandirian aman yang meliputi kemandirian emosi,

intelektual, dan sosial.

C. Kepercayaan Diri

1. Pengertian kepercayaan diri

Hambly (1992) menjelaskan bahwa kepercayaan diri adalah suatu

keyakinan terhadap diri sendiri sehingga mampu menangani segala situasi dengan

tenang, tidak merasa inferior dihadapan siapapun dan tidak merasa canggung

27

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

apabila menghadapi orang banyak. Rini (2002) mendefinisikan kepercayaan diri

sebagai sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk

mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap

lingkungan atau situasi yang dihadapinya. Sedangkan menurut Lie (2003),

percaya diri berarti yakin akan kemampuannya untuk menyelesaikan suatu

pekerjaan dan masalah.

Weinberg (dalam Santoso, 2005) mendefinisikan rasa percaya diri sebagai

keyakinan bahwa diri seseorang mampu melakukan suatu kegiatan dengan

berhasil, karena rasa percaya diri ini mempunyai pengaruh besar terhadap keadaan

mental serta kesuksesan dari seorang individu. Angelis (1997) menyatakan jika

kepercayaan diri berawal dari tekad pada diri sendiri untuk melakukan segala

yang diinginkan dan dibutuhkan dalam hidup serta terbina dari keyakinan diri

sendiri. Gerungan (1992) menambahkan bahwa orang yang mempunyai

kepercayaan akan kemampuan diri sendiri merupakan suatu ciri khas bahwa dia

dapat melaksanakan tugasnya dengan berhasil baik. Sedangkan Breneche dan

Amich (dalam Martiani dan Adiyanti, 1991) menjelaskan bahwa kepercayaan diri

merupakan suatu perasaan cukup aman dan tahu apa yang dibutuhkan dalam

kehidupannya sehingga tidak perlu membandingkan dirinya dengan orang lain

dalam menentukan standar karena ia selalu dapat menentukan sendiri.

Pudjijogyanti (1993) mendefinisikan percaya diri dengan cara membuat

daftar tentang sifat-sifat atau unsur-unsur yang khas yang ada pada orang yang

percaya diri. Hasil analisisnya menyimpulkan bahwa ada dua jenis percaya diri,

yaitu percaya diri batin dan percaya diri lahir. Percaya diri batin adalah perasaan

28

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

atau anggapan bahwa kita dalam keadaan baik, sedangkan percaya diri lahir

adalah penampilan dan perilaku yang menunjukkan kepada dunia luar bahwa kita

yakin akan diri kita. Lauster (1997) menjelaskan bahwa individu yang percaya diri

harus mempunyai kemampuan melakukan sesuatu dengan baik. Adler (dalam

Suryabrata, 1982) menambahkan bahwa kepercayaan diri seseorang muncul

dengan adanya perasaan kompeten atau merasa dirinya mampu. Adler juga

mengatakan bahwa kebutuhan manusia yang paling penting adalah kepercayaan

diri dan rasa superioritas.

Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa

kepercayaan diri adalah keyakinan akan kemampuan diri sendiri dalam

menghadapi suatu situasi atau permasalahan, memiliki perasaan aman dan tahu

apa yang dibutuhkan sehingga dapat mengatasi permasalahan dengan sikap yang

tepat.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri

Menurut Ahmadi (1999), ada empat faktor yang menyebabkan seseorang

kurang rasa percaya dirinya, yaitu :

a. Cacat jasmani dan rohani. Cacat jasmani disini adalah cacat fisik atau

tubuh seperti bibir sumbing, timpang, dan sebagainya. Sedangkan cacat

rohani yang dimaksud adalah lemah ingatan, abnormal, dan sebagainya.

b. Kesalahan pendidikan. Pendidikan yang terlalu keras, peraturan yang

terlalu ketat dapat mengakibatkan anak tidak memiliki kebebasan berbuat

sesuatu. Demikian pula dengan pendidikan yang terlalu lunak misalnya

terlalu memanjakan dengan tidak dibiasakan sendiri, akhirnya anak akan

29

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mempunyai sifat canggung, apatis dan tidak mandiri. Akibatnya anak

memiliki rasa kurang percaya diri.

c. Orang yang pernah kehilangan nama baiknya di masyarakat dapat

mengakibatkan adanya perasaan kurang percaya diri.

d. Keadaan ekonomi keluarga yang tidak baik dapat menumbuhkan rasa

percaya diri yang kurang sehingga dapat mempengaruhi kehidupannya.

Anthony (1992) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi

kepercayaan diri, yaitu :

a. Keadaan fisik, penampilan fisik merupakan penyebab utama rendahnya

harga diri dan rasa percaya diri. Keadaan fisik yang cacat pada individu

dapat menjadi sebab utama rendahnya harga diri dan rasa percaya diri.

b. Pendidikan, tingkat pendidikan mempengaruhi rasa percaya diri seseorang.

Tingkat pendidikan yang rendah cenderung membuat individu tergantung /

tidak mandiri dan berada di bawah kekuasaan individu yang lebih tinggi

pendidikannya, demikian sebaliknya.

Kleitman dan Stankov (2005) menjelaskan bahwa terdapat korelasi yang

signifikan antara kepercayaan diri dengan kemampuan kognitif. Allwood

(Kleitman dan Stankov, 2005) menambahkan bahwa ada konsistensi antara

tingkat kepercayaan diri dengan respon kognitif pada individu dalam menghadapi

situasi tertentu. Sedangkan menurut Matsumoto (2000) kepercayaan diri

dipengaruhi oleh kecemasan, semakin tinggi tingkat kecemasan maka semakin

rendah kepercayaan dirinya, demikian juga sebaliknya semakin rendah tingkat

kecemasan individu maka semakin tinggi kepercayaan dirinya.

30

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang

mempengaruhi kepercayaan diri adalah kondisi fisik, ekonomi, pendidikan,

pengalaman masa lalu, kemampuan kognitif, dan tingkat kecemasan.

3. Ciri-ciri Perilaku Percaya Diri

Menurut Lauster (1997), ciri orang yang memiliki kepercayaan diri yang

positif adalah :

a. Kehati-hatian, merupakan kemampuan individu untuk menilai dan

merespon diri dari lingkungan secara pasti, mampu menilai kemampuan

sendiri secara objektif, mempunyai sikap optimis terhadap kehidupan dan

merencanakan masa depan.

b. Kebebasan untuk kemandirian, adalah melakukan sesuatu atas dasar minat

dan keinginan sendiri, tidak mudah terpengaruh oleh harapan dan

keinginan orang lain, memiliki pandangan yang tidak kaku terhadap aturan

konvensional

c. Tidak mementingkan diri sendiri, adalah kesediaan bertindak untuk

kebaikan diri sendiri maupun orang lain, bertanggung jawab, menaruh

simpati terhadap masalah orang lain, ingin membantu dan bersedia

berkorban

d. Toleransi, adalah dapat mengerti dan memahami perbedaan orang lain dan

dirinya, bebas dari prasangka, mencoba melihat hukum dan norma

kehidupan masyarakat dari segi relevansinya, dan terbuka pada situasi

baru.

31

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

e. Ambisi, adalah dorongan untuk berprestasi, meningkatkan harga diri dan

memperkuat kesadaran diri.

Ciri lain mengenai orang yang memiliki percaya diri yang positif menurut

Hakim (2002) antara lain :

a. Selalu bersikap tenang di dalam mengerjakan segala sesuatu

b. Mempunyai potensi dan kemampuan yang memadai

c. Mampu menetralisir ketegangan yang muncul di dalam berbagai situasi

d. Mampu menyesuaikan diri dan berkomunikasi di berbagai situasi

e. Memiliki kondisi mental dan fisik yang cukup menunjang penampilan

f. Memiliki kecerdasan yang cukup

g. Memiliki tingkat pendidikan formal yang bagus

h. Memiliki keahlian atau ketrampilan lain yang menunjang kehidupannya,

misalnya kemampuan berbahasa asing

i. Memiliki kemampuan bersosialisasi

j. Memiliki latar belakang pendidikan keluarga yang baik

k. Memiliki pengalaman hidup yang menempa mentalnya menjadi kuat dan

tahan di dalam menghadapi berbagai cobaan hidup

l. Selalu bereaksi positif di dalam mengahadapi berbagai masalah, misalnya

dengan tetap tegar, sabar, dan tabah dalam menghadapi persoalan hidup.

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ciri-ciri dari

kepercayaan diri adalah kehati-hatian, punya toleransi dan ambisi, tidak

mementingkan diri sendiri, memiliki kebebasan untuk mandiri, percaya akan

32

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kemampuan diri sendiri, punya kontrol diri yang bagus, punya pandangan positif

terhadap diri sendiri, mampu menyesuaikan diri dan berkomunikasi dengan baik.

4. Aspek-aspek kepercayaan diri

Berikut ini merupakan aspek-aspek kepercayaan diri menurut Daradjat

(1992), antara lain :

a. Rasa aman. Terbebas dari perasaan takut, tidak ada kompetisi terhadap

situasi atau orang-orang disekitarnya.

b. Ambisi normal. Ambisi disesuaikan dengan kemampuan, tidak ada

kompetensi dari ambisi yang berlebihan, dapat menyelesaikan tugas

dengan baik dan bertanggung jawab.

c. Konsep diri. Memberikan penilaian positif terhadap potensi fisik, psikis,

sosial maupun moral.

d. Mandiri. Tidak tergantung pada orang lain dalam melakukan sesuatu dan

tidak membutuhkan dukungan dari orang lain.

e. Tidak mementingkan diri sendiri atau toleransi. Mengerti kekurangan yang

ada pada dirinya, menerima pendapat orang lain dan memberi kesempatan

pada orang lain.

Anthony (1992) mengemukakan aspek-aspek kepercayaan diri yaitu :

a. Rasa aman. Dijabarkan sebagai terbebas dari perasaan takut, tidak ada

kompetensi terhadap situasi atau orang-orang disekitarnya.

b. Ambisi normal. Dijabarkan sebagai ambisi yang disesuaikan dengan

kemampuan, tidak ada kompetensi dan ambisi yang berlebihan, dapat

menyelesaikan tugas dengan baik dan bertanggung jawab.

33

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

c. Yakin pada kemampuan diri. Dijabarkan sebagai merasa tidak perlu

membandingkan dirinya dengan orang lain dan tidak mudah terpengaruh

dengan orang lain.

d. Mandiri. Dijabarkan sebagai tidak tergantung pada orang lain dalam

melakukan sesuatu dan tidak membutuhkan dukungan orang lain secara

berlebihan.

e. Tidak mementingkan diri sendiri atau toleransi. Dijabarkan sebagai

mengerti kekurangan yang ada pada dirinya, menerima pendapat orang

lain dan memberi kesempatan pada orang lain.

f. Optimis. Dijabarkan sebagai memiliki pandangan yang lebih baik tentang

dirinya.

Lauster (1997) juga menjelaskan ada dua aspek dalam kepercayaan diri,

antara lain :

a. Keyakinan akan kemampuan diri, yaitu sikap seseorang akan dirinya

bahwa ia mengerti dengan sungguh-sungguh akan apa yang akan

dilakukan. Hal ini berhubungan dengan sikap hati-hati,

ketidaktergantungan, ketidakserakahan, toleransi terhadap orang lain dan

cita-cita.

b. Optimisme, yaitu sikap seseorang yang selalu berpandangan baik dalam

menghadapi segala hal tentang diri, harapan dan kemampuannya

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek kepercayaan diri

adalah adanya perasaan aman, ambisi normal, memiliki keyakinan akan

kemampuan diri, mandiri, memiliki konsep diri positif, toleransi dan optimis.

34

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

D. Hubungan antara Kemandirian dan Kepercayaan Diri

dengan Kemampuan Menyelesaikan Masalah

Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, remaja tidak pernah lepas dari

masalah. Sebagai makhluk sosial remaja berdampingan dengan orang lain. Tak

jarang remaja mengalami benturan-benturan karena harus berhadapan dengan

tuntutan-tuntutan yang diajukan orang lain yang berada disekitarnya. Terkadang

tuntutan tersebut tidak sesuai dengan apa yang diinginkan remaja. Masalah dapat

terjadi karena adanya kesenjangan antara kenyataan yang ada dengan apa yang

seharusnya.

Masalah yang dihadapi remaja satu dengan yang lain berbeda-beda. Dalam

kehidupan terdapat begitu banyak masalah, dari yang bersifat sederhana hingga

bersifat rumit. Pada dasarnya setiap remaja yang mempunyai masalah berusaha

untuk melakukan berbagai cara sesuai dengan kemampuannya untuk mendapatkan

solusi atau jalan keluar dan melepaskan diri dari persoalan yang tengah

dihadapinya. Usaha ini biasa disebut dengan usaha kemampuan menyelesaikan

masalah. Remaja dalam proses perkembangannya mengalami berbagai persoalan

yang khas baik dengan dirinya maupun diluar dirinya. Disatu sisi remaja belum

mampu mengatasi persoalan-persoalannya, namun disisi lain dituntut untuk

menunjukkan eksistensinya sebagai perwujudan status yang disandangnya. Dalam

menyelesaikan masalah yang dihadapi, faktor-faktor personal pada diri remaja

memegang peranan penting. Coleman & Hammen (dalam Tanutama, 2005)

mengungkapkan faktor-faktor personal remaja yang mempengaruhi penyelesaian

35

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

masalah adalah sikap terbuka terhadap permasalahan yang dihadapi, kemandirian,

dan kepercayaan diri.

Hasil penelitian Martiyastuti (2008) menunjukkan bahwa remaja yang

mempunyai kemandirian yang baik dan positif cenderung memiliki kemampuan

menyelesaikan masalah yang baik, begitu pula sebaliknya. Adanya kemandirian

pada diri remaja menjadikan mereka individu yang tangguh dalam menghadapi

kenyataan dan sanggup menyelesaikan masalah yang dihadapi tanpa tergantung

pada orang lain. Kemampuan untuk mandiri tidak terbentuk dengan sendirinya.

Kemampuan ini diperoleh dengan kemauan dan dorongan dari orang lain. Masrun,

dkk (1986) menyatakan bahwa kemandirian adalah suatu sifat yang

memungkinkan seseorang bertindak bebas, melakukan sesuatu atas dorongan diri

sendiri, mengejar prestasi, penuh keyakinan dan memiliki keinginan untuk

mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain, mampu mengatasi persoalan yang

dihadapi, mampu mengendalikan tindakan, mampu mempengaruhi lingkungan,

mempunyai rasa percaya diri terhadap kemampuan yang dimiliki, menghargai

keadaan diri dan memperoleh kepuasan atas usaha sendiri.

Lugo dan Hershey (1991) menambahkan bahwa untuk mengatasi

permasalahan diperlukan adanya kepercayaan diri. Hambly (1992) mengatakan

bahwa kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan yang dimiliki seseorang

bahwa dirinya mampu berperilaku seperti yang dibutuhkan untuk memperoleh

hasil yang diharapkan dan mampu menangani segala sesuatu dengan tenang.

Selain itu Daradjat (1992) berpendapat bahwa dengan kepercayaan diri akan

menyebabkan orang optimis dalam hidup, setiap persoalan dan problem yang

36

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

datang dihadapi dengan hati senang, sehingga penganalisaan terhadap problem

dapat dilakukan secara mandiri.

Kepercayaan diri dan kemandirian adalah suatu komponen yang saling

mendukung di dalam keberhasilan menyelesaikan suatu masalah karena untuk

mendapatkan perilaku mandiri diperlukan adanya kepercayaan diri yang tinggi.

Kepercayaan diri ini meliputi sikap yakin akan kemampuan, rasa aman dan tahu

apa yang dibutuhkan, mempunyai rencana masa depan, bertanggung jawab dan

mandiri (Lauster, 1997).

Berdasarkan uraian di atas, kemandirian dan kepercayaan diri sangat

mendukung dalam menyelesaikan masalah. Remaja dengan kemandirian dan

kepercayaan diri memiliki keyakinan akan kemampuan dirinya, optimis,

bertanggung jawab, dan tidak tergantung pada orang lain sehingga akan

memudahkan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya.

E. Kerangka Pemikiran

Kemandirian

Kemampuan
Menyelesaikan
Masalah

Kepercayaan
Diri

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

37

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

F. Hipótesis

Hipotesis yang diajukan peneliti berdasarkan landasan teori di atas adalah :

“Ada hubungan antara kemandirian dan kepercayaan diri dengan kemampuan

menyelesaikan masalah pada siswa SMAN 1 Cawas.”

38

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB III METODE

PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel adalah simbol yang nilainya dapat bervariasi, yaitu angkanya

dapat berbeda-beda dari satu subjek ke subjek yang lain atau dari satu objek ke

objek lain (Azwar, 2005). Dua variabel yang menjadi fokus dalam penelitian ini,

adalah:

1. Variabel bebas : 1. Kemandirian

2. Kepercayaan diri

2. Variabel tergantung : Kemampuan menyelesaikan masalah

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Kemampuan Menyelesaikan Masalah

Kemampuan menyelesaikan masalah adalah usaha atau cara yang

dilakukan seseorang dalam mencari ide-ide, alternatif-alternatif, dan langkah-

langkah tertentu untuk mengatasi kekurangan dan selanjutnya menyelesaikan

masalah yang dihadapi. Pengukuran kemampuan menyelesaikan masalah

menggunakan skala kemampuan menyelesaikan masalah. Skala ini disusun

berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Glass dan Holyoak (dalam

Suharnan, 2005) dan Rakhmat (2001) yaitu: kognitif, motivasi, kepercayaan dan

sikap yang tepat, fleksibilitas, kestabilan emosi. Semakin tinggi skor yang

diperoleh subjek, maka semakin tinggi kemampuan menyelesaikan masalahnya,

demikian juga sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh subjek maka

menunjukkan semakin rendah pula kemampuan menyelesaikan masalahnya.

39
commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. Kemandirian

Kemandirian adalah kemampuan untuk melaksanakan segala kewajiban

dengan kemampuan sendiri, bertanggung jawab, memiliki kepercayaan diri, dan

tidak tergantung pada orang lain. Kemandirian akan diukur menggunakan skala

kemandirian yang merupakan modifikasi dari skala yang disusun oleh Susanti

(2003). Skala ini disusun menurut pendapat Masrun (1986) yang mempunyai

aspek-aspek yaitu bebas, progresif dan ulet, inisiatif, pengendalian dari dalam,

kemantapan diri. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek menunjukkan

semakin tinggi kemandiriannya, demikian juga sebaliknya, semakin rendah skor

yang diperoleh subjek maka menunjukkan semakin rendah pula kemandiriannya.

3. Kepercayaan Diri

Kepercayaan diri adalah keyakinan akan kemampuan diri sendiri dengan

penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.

Kepercayaan diri akan diukur menggunakan skala kepercayaan diri yang

merupakan modifikasi dari skala yang disusun oleh Andriani (2003). Skala ini

disusun menurut pendapat Anthony (1992) yang mempunyai aspek-aspek yaitu

perasaan aman, ambisi normal, yakin kemampuan diri, mandiri, toleransi, optimis.

Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek, maka semakin tinggi kepercayaan

dirinya, demikian juga sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh subjek

maka menunjukkan semakin rendah pula kepercayaan dirinya.

40

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

C. Populasi, Sampel, dan Sampling

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan individu yang diselidiki paling sedikit

mempunyai satu sifat atau arti sama (Hadi, 2000). Populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh siswa kelas XI SMA Negeri 1 Cawas. Alasan pemilihan SMA N 1

Cawas karena belum pernah diadakan penelitian yang sama sebelumnya dan juga

lebih efisien waktu dan tenaga. Alasan pemilihan siswa kelas XI didasarkan atas

pertimbangan agar tidak terjadi ketimpangan atau perbedaan yang menonjol dari

variabel kemampuan menyelesaikan masalah. Kelas XI merupakan tingkatan

tengah dari tiga tingkatan kelas, yaitu kelas X, XI, dan XII, dimana perbedaan dari

variabel kemampuan menyelesaikan masalah tidak terlalu menonjol baik dengan

tingkat kelas diatasnya maupun dibawahnya.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang mempunyai ciri yang dimiliki

oleh populasinya (Azwar, 2004). Sampel dalam penelitian ini adalah tiga kelas

yang diperoleh secara acak dari seluruh kelas XI yang berjumlah 5 kelas. Jumlah

sampel yang dipakai dari tiga kelas tersebut adalah 124 siswa. Penentuan besar

sampel ini didasarkan pada pendapat Roscoe (dalam Sekaran, 2006) yang

menyatakan ukuran sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500 adalah tepat untuk

kebanyakan penelitian.

41

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3. Sampling

Sampling adalah cara atau teknik yang digunakan untuk mengambil

sampel (Hadi, 1995). Sampling atau teknik pengambilan sampel yang digunakan

dalam penelitian ini adalah cluster random sampling. Menurut Sudjana (2002)

dalam sampling ini, populasi dibagi menjadi beberapa kelompok atau kelas.

Secara acak kelas-kelas yang diperlukan dipilih secara acak. Setiap anggota di

dalam kelas-kelas yang diambil secara acak tadi dijadikan sampel dalam

penelitian ini. Dalam penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan

mengundi seluruh kelas XI dimana terdapat 5 kelas. Dari 5 kelas tersebut

kemudian diambil 3 kelas untuk sampel penelitian.

D. Metode dan Alat Pengumpulan Data

1. Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer. Menurut Suryabrata (2004), data

primer adalah data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari sumber

pertamanya. Dalam penelitian ini, data primer diperoleh langsung dari para siswa

SMAN 1 Cawas. Data primer ini berupa respons jawaban atas pernyataan-

pernyataan dalam skala kemandirian, skala kepercayaan diri, dan skala

kemampuan menyelesaikan masalah.

2. Alat Pengumpul Data

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala psikologis

yang terdiri dari skala kemandirian, skala kepercayaan diri, dan skala kemampuan

menyelesaikan masalah. Masing-masing skala memiliki empat alternatif jawaban

42

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

yang dipisahkan menjadi pernyataan favourable dan pernyataan unfavourable.

Cara penilaian skala dengan menggunakan empat kategori jawaban yaitu sebagai

berikut:

Tabel 1
Distribusi Skor Skala
Kategori Jawaban Favourable Unfavourable
SS (Sangat Sesuai) 4 1
S (Sesuai) 3 2
TS (Tidak Sesuai) 2 3
STS (Sangat Tidak Sesuai) 1 4

a. Skala Kemampuan Menyelesaikan Masalah.

Kemampuan menyelesaikan masalah dalam penelitian ini diungkap

menggunakan skala kemampuan menyelesaikan masalah. Skala ini disusun

menurut pendapat Glass dan Holyoak (dalam Suharnan, 2005) dan Rakhmat

(2001) yang mempunyai aspek-aspek yaitu: kognitif, motivasi, kepercayaan dan

sikap yang tepat, fleksibilitas, kestabilan emosi. Alasan peneliti menggunakan

teori dari Rakhmat karena dari ketiga teori yang dipakai peneliti dapat ditarik

kesimpulan dimana dari dua teori yang dikemukakan oleh Anderson dan Folkman

dan Lazarus dapat dimasukkan kedalam aspek kepercayaan dan sikap yang tepat

yang dikemukakan oleh Rakhmat.

43

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 2
Blue Print Skala Kemampuan Menyelesaikan Masalah
Aitem
No Aspek Indikator Perilaku Jumlah
Favourable Unfavourable
Tidak memerlukan
30, 65, 69 9, 29, 36
dorongan dari luar
Melakukan usaha
dalam
1. Motivasi 1, 39, 43 50, 59, 60 16
menyelesaikan
persoalan
Berani menghadapi
18, 51 8, 17
tantangan
Kerja keras 2, 4 5, 46
Kepercayaan
Memiliki tujuan
2. dan sikap yang 20, 52 49, 53 12
tepat yang ingin dicapai
Keyakinan diri 3, 44 31, 41
Menerima kritik
7, 16, 38 54, 55, 66
dan saran
Efektif 6, 22, 34 40, 47, 61
3. Fleksibilitas 16
Mampu
menghadapi 56, 70 19, 32
kesulitan
Mampu
Kestabilan 10, 11, 23, 12, 21, 25,
4. mengendalikan 12
emosi 24, 42, 62 33, 45, 48
emosi
Perencanaan 13, 14, 26 15, 64, 68
5. Kognitif Refleksi 27, 57 58, 67 14
Identifikasi 35, 63 28, 37
Jumlah 35 35 70

b. Skala Kemandirian

Skala kemandirian dalam penelitian ini merupakan modifikasi dari skala

yang disusun oleh Susanti (2003). Skala ini disusun menurut pendapat Masrun

(1986) yang mempunyai aspek-aspek yaitu bebas, progresif dan ulet, inisiatif,

pengendalian dari dalam, kemantapan diri. Alasan peneliti menggunakan teori dari

44

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Masrun karena dari ketiga teori yang dipakai peneliti terdapat beberapa persamaan

dimana dari dua teori yang lain yang dikemukakan oleh Soetjiningsih dan Afiatin

sudah tercakup dalam teori yang dikemukakan oleh Masrun.

Tabel 3
Blue Print Skala Kemandirian
Indikator Aitem
No Aspek Jml.
Perilaku Favourable Unfavourable
Kemauan sendiri 11, 28, 43 18, 42, 50
1. Bebas Tidak terikat 14
2, 8, 17, 21 32, 41, 54, 55
orang lain
Progresif dan Ketekunan 22, 25, 30, 39 35, 49, 53, 56
2. 12
ulet Mampu bekerja
3, 44 6, 19
keras
Kreatif 4, 12, 29, 34 37, 45, 48, 57
3. Inisiatif
Mampu 12
bertindak sesuai 27, 40 16, 51
hal yang diyakini
Kontrol diri 10, 46, 47, 58 13, 15, 20, 31
Pengendalian
4. Kemampuan 12
dari dalam 7, 36 23, 52
beradaptasi
Percaya diri 9, 24 5, 26
Kemantapan Keyakinan akan 8
5.
diri tindakan yang 14, 33 1, 38
dilakukan
Jumlah 29 29 58

c. Skala Kepercayaan Diri

Skala ini merupakan hasil modifikasi dari skala kepercayaan diri yang

disusun oleh Andriani (2003). Skala ini disusun menurut pendapat Anthony

(1992) yang mempunyai aspek-aspek yaitu perasaan aman, ambisi normal, yakin

kemampuan diri, mandiri, toleransi, optimis. Alasan peneliti menggunakan teori

dari Anthony karena dari ketiga teori yang dipakai peneliti terdapat beberapa
45

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

persamaan dimana dari dua teori yang lain yang dikemukakan oleh Daradjat dan

Lauster sudah tercakup dalam teori yang dikemukakan oleh Anthony.

Tabel 4
Blue Print Skala Kepercayaan Diri
Aitem
No Aspek Indikator Perilaku Jml.
Favourable Unfavourable
Perasaan Tidak merasa
1. 1, 18 16, 30 4
aman tertekan
Kepuasan atas
Ambisi usaha yang 7, 29, 33 4, 39, 40 6
2.
normal dilakukan
Penilaian positif
Yakin akan 5, 25, 48 34, 41, 47
terhadap diri
3. kemampuan 14
diri Yakin mampu
10, 31, 42, 50 2, 13, 23, 27
bertindak
Tidak
4. Mandiri terpengaruh 22, 24, 36, 43 6, 14, 32, 35 8
orang lain
Menerima
keberadaan 8, 11 44, 45
orang lain
5. Toleransi 10
Mampu
berinteraksi 15, 21, 37 17, 28, 49
dengan orang lain
Yakin mampu 12, 19, 26, 38 3, 9, 20, 46 8
6. Optimis
mengatasi
masalah
Jumlah 25 25 50

E. Validitas dan Reliabilitas

1. Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana

ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu

tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi

apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur

yang sesuai dengan maksud dilakukannya penelitian tersebut (Azwar, 2000).

46

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dalam pengujian validitas dari alat ukur terlebih dahulu menggunakan

pengujian dari ahli (profesional judgment), dimana dalam hal ini setelah

ditentukan aspek-aspek yang akan digunakan selanjutnya dikonsultasikan dengan

tenaga ahli yang dalam penelitian ini dilakukan oleh pembimbing.

Kemudian setelah dikonsultasikan dengan ahli, maka diteruskan dengan

uji coba alat ukur. Teknik validitas yang digunakan adalah korelasi Product

Moment dari Pearson. Adapun rumus korelasi Product Moment adalah sebagai

berikut (Hadi, 1995):

r XY   XY  (X )( Y ) / N


[ X 2
 ( X ) / N ][ Y  (  Y )
2 2 2
/ N]

Keterangan :
r xy : Koefisien korelasi antar skor aitem dengan skor total
X : Jumlah skor tiap aitem
Y : Jumlah skor total aitem
XY : Jumlah hasil kali antara skor tiap aitem dengan jumlah skor
total aitem
N : Jumlah subjek penelitian
X2 : Jumlah kuadrat skor aitem
Y2 : Jumlah kuadrat skor total.

2. Reliabilitas

Menurut Azwar (2004) reliabilitas mengacu pada konsistensi atau

keterpercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran.

Estimasi reliabilitas yang digunakan dalam analisis reliabilitas skala sikap dalam

penelitian ini yaitu dengan formula reliabilitas Alpha Cronbach. Rumus formula

Alpha (α) adalah sebagai berikut (Suryabrata, 2000):

47

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


n   Vi 

 1  Vt 
n 1  




Keterangan:
  koefisien reliabilitas alpha
n = banyaknya bagian
Vi = varians tes bagian 1
Vt = varians skor total

F. Metode Analisis Data

Metode analisis data adalah suatu metode yang digunakan untuk

menganalisis data hasil penelitian untuk diuji kebenarannya, sehingga diperoleh

suatu kesimpulan dari penelitian tersebut. Metode analisis data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah metode statistik. Analisis statistik digunakan dalam

penelitian ini dengan pertimbangan bahwa :

1. Statistik bekerja dengan angka-angka, artinya angka tersebut menunjukkan

jumlah atau frekuensi dan nilai.

2. Statistik bersifat objektif sehingga unsur-unsur subjektif dapat dihindarkan

dalam penelitian, tidak dapat berbicara lain selain apa adanya.

3. Statistik bersifat universal, artinya dapat digunakan disemua bidang

penelitian (Hadi, 1995).

Untuk menganalisis data mengenai dua variabel bebas dan satu variabel

tergantung digunakan analisis regresi dua prediktor. Analisis regresi dua prediktor

digunakan untuk mengetahui korelasi antara kemandirian dan kepercayaan diri

dengan kemampuan menyelesaikan masalah. Adapun rumus analisis regresi dua

prediktor adalah (Hadi, 2000):

48

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

a1 x y  a2 x y
Ry(1, 2)   1  2
y 2

Keterangan:
Ry(1, 2) : Koefisien korelasi antara kemandirian dan kepercayaan diri
dengan kemampuan menyelesaikan masalah
a1 : Koefisien prediktor kemandirian
a2 : Koefisien prediktor kepercayaan diri
∑x1 y : Jumlah produk antara kemandirian dan kemampuan
menyelesaikan masalah
∑x2 y : Jumlah produk antara kepercayaan diri dan kemampuan
menyelesaikan masalah
∑y2 : Jumlah kuadrat kemampuan menyelesaikan masalah

Keseluruhan perhitungan dalam penelitian ini, meliputi: uji validitas, uji

reliabilitas, dan analisis data dilakukan dengan bantuan komputer menggunakan

program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 13.0.

49

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Penelitian

1. Orientasi Kancah Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Cawas yang terletak di Jl.

Tembus Cawas-Pedan, Tugu, Cawas, Klaten. Sekolah ini mempunyai sejarah

yang cukup panjang dan sering berganti-ganti nama. SMA Negeri 1 Cawas ini

lahir sesuai dengan SK Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Indonesia pada tanggal 30 – 07 – 1980 ( 30 Juli 1980 ). Pada awal berdirinya

diberi nama SMU N 1 Cawas yang disingkat dengan nama SMUNCA. Pada tahun

1989 sekolah ini berubah nama menjadi SMAN 1 Cawas (SMANCA). Pada akhir

tahun 1994 berganti nama kembali menjadi SMUN 1 Cawas (SMUNCA). Namun

beberapa tahun kemudian nama itu barganti kembali menjadi SMA N 1 Cawas

(SMANCA) hingga sekarang.

SMAN 1 Cawas merupakan salah satu sekolah favorit di Kabupaten

Klaten. Hal ini tampak pada animo remaja di Kabupaten Klaten yang ingin

bersekolah di SMAN 1 Cawas, di samping mutu dan fasilitas sekolah yang

memang sudah bagus. Siswa yang bersekolah di SMAN 1 Cawas berasal dari

beberapa kecamatan di Kabupaten Klaten, bukan hanya dari Kecamatan Cawas

saja. Sekolah ini mempunyai visi, misi, dan fasilitas sebagai berikut:

a) Visi : “Mewujudkan sekolah yang bermutu dan berbudaya serta unggul dan

terampil dalam prestasi berdasarkan IMTAQ”

50
commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b) Misi :

1) Mewujudkan iklim sekolah yang terbuka dan demokratis.

2) Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif sehingga setiap

siswa berkembang secara optimal, sesuai dengan potensi yang dimiliki.

3) Menumbuhkan semangat keunggulan secara intensif kepada seluruh warga

sekolah.

4) Mendorong membantu setiap siswa untuk mengenali potensi dirinya,

sehingga dapat dikembangkan secara optimal.

5) Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianut dan juga

budaya bangsa sehingga menjadi sumber kearifan dalam bertindak.

6) Menerapkan manajemen partisipatif dengan melibatkan seluruh warga

sekolah dan kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah (stake

holders).

7) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang produktif, mandiri,

kompetetif, maju berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.

8) Menumbuh kembangkan potensi keterampilan dan atau kecerdasan pikir,

emosional (intuisi), moral dan sosial kepada seluruh warga sekolah..

c) Fasilitas :

1) Mode pembelajaran yang inovatif dan komunikatif.

2) Laboratorium Fisika, Kimia, Biologi, Komputer, dan Bahasa.

3) Ruang kelas ber-AC dan dilengkapi alat bantu pembelajaran multimedia

lengkap (LCD, komputer, TV, dan DVD player).

51

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4) Hotspot untuk akses internet guna menunjang pelaksanaan proses

pembelajaran.

5) Staf pengajar yang berkualitas.

6) Perpustakaan.

7) Lapangan basket, tenis, dan voli untuk tempat berolah raga.

Alasan penulis memilih lokasi sekolah SMAN 1 Cawas karena sekolah ini

merupakan salah satu sekolah favorit di Kabupaten Klaten, sehingga siswa yang

bersekolah di SMAN 1 Cawas berasal dari berbagai kecamatan di Kabupaten

Klaten, bukan dari daerah sekitar sekolah saja. Orientasi awal dilakukan sekitar

bulan Juni 2010, dengan menanyakan kepada pihak sekolah tentang prosedur

perijinan serta informasi mengenai siswa.

2. Persiapan Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala psikologi.

Adapun skala psikologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala

kemampuan menyelesaikan masalah, skala kemandirian, dan skala kepercayaan

diri.

a. Skala Kemampuan Menyelesaikan Masalah

Skala kemampuan menyelesaikan masalah digunakan untuk mengungkap

sejauh mana tingkat kemampuan menyelesaikan masalah pada subjek penelitian.

Skala ini terdiri 70 aitem pernyataan yang terdiri dari 35 pernyataan favourable

dan 35 pernyataan unfavorable.

52

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b. Skala Kemandirian

Skala kemandirian dalam penelitian ini digunakan untuk mengungkap sejauh

mana tingkat kemandirian pada subjek penelitian. Skala ini terdiri dari 58 aitem

pernyataan yang terdiri dari 29 aitem pernyataan favourable dan 29 aitem

pernyataan unfavourable.

c. Skala Kepercayaan Diri

Skala kepercayaan diri digunakan untuk mengungkap sejauh mana tingkat

kepercayaan diri pada subjek penelitian. Skala kepercayaan diri ini terdiri dari 50

aitem pernyataan yang terdiri dari 25 pernyataan favorable dan 25 pernyataan

unfavorable.

3. Pelaksanaan Uji Coba

Sebelum melakukan penelitian, perlu diadakan uji coba terhadap skala

yang akan digunakan. Uji coba skala dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

validitas dan reliabilitasnya. Pengambilan subjek untuk uji coba dilakukan dengan

mengundi seluruh kelas XI yang terdiri dari 5 kelas untuk diambil 2 kelas. Kelas

yang terpilih adalah XI 2 dan XI 3 yang terdiri dari 84 siswa. Adapun skala yang

diujicobakan terdiri atas skala kemampuan menyelesaikan masalah, skala

kemandirian, dan skala kepercayaan diri.

Pelaksanaan ujicoba dilaksanakan pada tanggal 14 Agustus 2010 di ruang

kelas XI 2 dan XI 3 . Pada saat ujicoba, siswa yang hadir dari dua kelas tersebut

sebanyak 82 orang. Siswa lain sebanyak 2 orang berhalangan hadir. Dari 82

eksemplar yang dibagikan, semuanya memenuhi syarat untuk diskor dan

53

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dianalisis. Data ini selanjutnya digunakan untuk menghitung validitas dan

reliabilitas tiap-tiap skala.

4. Uji Validitas dan Reliabilitas

Perhitungan validitas aitem untuk skala kemampuan menyelesaikan

masalah, kemandirian, dan kepercayaan diri dilakukan dengan menggunakan

teknik korelasi product moment dari Pearson, yaitu mencari korelasi antara skor

aitem dengan skor total aitem. Sedangkan perhitungan reliabilitasnya dihitung

dengan teknik analisis reliabilitas Alpha Cronbach. Indeks probabilitas yang

digunakan adalah Sig. (2-tailed) dengan nilai probabilitas 0,05 (taraf signifikansi

5%). Hasil korelasi antara masing-masing butir dengan butir totalnya yang

memiliki nilai probabilitas diatas 0,05 (taraf signifikansi 5%) dihilangkan serta

dinyatakan sebagai aitem yang gugur dan tidak diikutsertakan dalam penelitian

(Budi, 2006). Untuk melihat reliabilitas dari skala penelitian menggunakan

batasan tertentu seperti 0,6. Reliabilitas yang kurang dari 0,6 adalah kurang baik,

0,7 dapat diterima dan di atas 0,8 adalah baik (Sekaran, 2006). Perhitungan

validitas dan reliabilitas skala pada pendekatan ini menggunakan program analisis

validitas dan reliabilitas butir program statistik SPSS 13.0 for Windows.

a. Uji validitas dan reliabilitas skala kemampuan menyelesaikan masalah

Dari uji validitas skala kemampuan menyelesaikan masalah dapat

diketahui bahwa dari 70 aitem yang diujicobakan, diperoleh indeks probabilitas

Sig. (2-tailed) berkisar antara 0,000 sampai dengan 0,876. Kemudian semua hasil

korelasi antara masing-masing butir dengan butir totalnya yang memiliki nilai

54

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

probabilitas diatas 0,05 (taraf signifikansi 5%) dihilangkan serta dinyatakan

sebagai aitem yang gugur dan tidak diikutsertakan dalam penelitian. Ada 27 aitem

yang dinyatakan gugur, yaitu nomor 2, 6, 7, 9, 12, 24, 26, 29, 31, 33, 35, 37, 39,

40, 42, 45, 48, 51, 52, 53, 55, 59, 62, 65, 67, 68, dan 70.

Reliabilitas pada skala kemampuan menyelesaikan masalah setelah

dianalisis menggunakan teknik analisis Alpha didapatkan koefisien Alpha sebesar

0,871. Dengan demikian, skala kemampuan menyelesaikan masalah ini dianggap

baik sebagai alat ukur penelitian. Adapun perincian aitem yang sahih dan gugur

dapat dilihat pada tabel di halaman selanjutnya.

55

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 5
Distribusi Aitem Sahih dan Gugur
Skala Kemampuan Menyelesaikan Masalah
Aitem
No Aspek Indikator Perilaku Jumlah
Favourable Unfavourable
Tidak memerlukan
30, 65*, 69 9*, 29*, 36 16
dorongan dari luar
Melakukan usaha
1. Motivasi dalam
1, 39*, 43 50, 59*, 60
menyelesaikan
persoalan
Berani menghadapi
18, 51* 8,17
tantangan
Kerja keras 2*, 4 5,46
Kepercayaan
Memiliki tujuan
2. dan sikap yang 20, 52* 49, 53* 12
tepat yang ingin dicapai
Keyakinan diri 3,44 31*, 41
Menerima kritik
7*, 16, 38 54, 55*, 66
dan saran
Efektif 6*, 22, 34 40*, 47, 61
3. Fleksibilitas 16
Mampu
menghadapi 56, 70* 19,32
kesulitan
Mampu
Kestabilan 10, 11, 23, 12*, 21, 25,
4. mengendalikan 12
emosi 24*, 42*, 62* 33*, 45*, 48*
emosi
Perencanaan 13, 14, 26* 15, 64, 68*
5. Kognitif Refleksi 27,57 58, 67* 14
Identifikasi 35*, 63 28, 37*
Jumlah 35 35 70
Keterangan : ( * ) adalah aitem pernyataan yang gugur.

b. Uji validitas dan reliabilitas skala kemandirian

Dari uji validitas skala kemandirian dapat diketahui bahwa dari 58 aitem

yang diujicobakan, diperoleh indeks probabilitas Sig. (2-tailed) berkisar antara

0,000 sampai dengan 0,965. Kemudian semua hasil korelasi antara masing-masing

butir dengan butir totalnya yang memiliki nilai probabilitas diatas 0,05 (taraf

56

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

signifikansi 5%) dihilangkan serta dinyatakan sebagai aitem yang gugur dan tidak

diikutsertakan dalam penelitian. Ada 20 aitem yang dinyatakan gugur, yaitu

nomor 2, 3, 4, 10, 13, 14, 15, 18, 22, 26, 28, 34, 35, 37, 40, 41, 43, 45, 53, dan 55.

Reliabilitas pada skala kemandirian setelah dianalisis menggunakan teknik

analisis Alpha didapatkan koefisien Alpha sebesar 0,849. Dengan demikian, skala

kemandirian ini dianggap baik sebagai alat ukur penelitian. Adapun perincian

aitem yang sahih dan gugur dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6
Distribusi Aitem Sahih dan Gugur Skala Kemandirian
Indikator Aitem
No Aspek Jumlah
Perilaku Favourable Unfavourable
Kemauan
11, 28*, 43* 18*, 42, 50
sendiri
1. Bebas 14
Tidak terikat
2*, 8, 17, 21 32, 41*, 54, 55*
orang lain
Ketekunan 22*, 25, 30, 39 35*, 49, 53*, 56
Progresif dan 12
2. Mampu bekerja
ulet 3*, 44 6, 19
keras
Kreatif 4*, 12, 29, 34* 37*, 45*, 48, 57

3. Inisiatif Mampu
12
bertindak sesuai
27, 40* 16, 51
hal yang
diyakini
Kontrol diri 10*, 46, 47, 58 13*, 15*, 20, 31
Pengendalian 12
4. Kemampuan
dari dalam 7, 36 23, 52
beradaptasi
Percaya diri 9, 24 5, 26*
Kemantapan Keyakinan akan
5. 8
diri tindakan yang 14*, 33 1, 38
dilakukan
Jumlah 29 29 58
Keterangan : ( * ) adalah aitem pernyataan yang gugur.

57

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

c. Uji validitas dan reliabilitas skala kepercayaan diri

Dari uji validitas skala kepercayaan diri dapat diketahui bahwa dari 50

aitem yang diujicobakan, diperoleh indeks probabilitas Sig. (2-tailed) berkisar

antara 0,000 sampai dengan 0,644. Kemudian semua hasil korelasi antara masing-

masing butir dengan butir totalnya yang memiliki nilai probabilitas diatas 0,05

(taraf signifikansi 5%) dihilangkan serta dinyatakan sebagai aitem yang gugur dan

tidak diikutsertakan dalam penelitian. Ada 18 aitem yang dinyatakan gugur, yaitu

nomor 2, 4, 13, 19, 21, 24, 25, 26, 28, 30, 31, 32, 37, 43, 45, 46, 47, dan 50.

Reliabilitas pada skala kepercayaan diri setelah dianalisis menggunakan

teknik analisis Alpha didapatkan koefisien Alpha sebesar 0,908. Dengan

demikian, skala kepercayaan diri ini dianggap baik sebagai alat ukur penelitian.

Adapun perincian aitem yang sahih dan gugur dapat dilihat pada tabel di halaman

selanjutnya.

58

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 7
Distribusi Aitem Sahih dan Gugur Skala Kepercayaan Diri
Aitem
No Aspek Indikator Perilaku Jumlah
Favourable Unfavourable
1. Perasaan aman Tidak merasa tertekan 1, 18 16, 30* 4
Kepuasan atas usaha
2. Ambisi normal 7, 29, 33 4*, 39, 40 6
yang dilakukan
Penilaian positif
Yakin akan 5, 25*, 48 34, 41, 47*
terhadap diri
3. kemampuan 14
diri Yakin mampu
10, 31*, 42, 50* 2*, 13*, 23,27
bertindak
Tidak terpengaruh
4. Mandiri 22, 24*, 36, 43* 6, 14, 32*, 35 8
orang lain
Menerima keberadaan
8, 11 44, 45*
orang lain
5. Toleransi 10
Mampu berinteraksi
15, 21*, 37* 17, 28*, 49
dengan orang lain
6. Optimis Yakin mampu 12, 19*, 26*, 38 3, 9, 20, 46* 8
mengatasi masalah
Jumlah 25 25 50
Keterangan : ( * ) adalah aitem pernyataan yang gugur.

59

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

5. Penyusunan Alat Ukur untuk Penelitian

Setelah melakukan uji validitas dan reliabilitas, langkah selanjutnya adalah

menyusun alat ukur yang dipakai untuk penelitian. Dalam penyusunan alat ukur

ini hanya aitem yang sahih saja yang diambil, dengan nomor urut yang baru.

Sedangkan yang gugur tidak diikutsertakan.

Tabel 8
Distribusi Aitem Skala
Kemampuan Menyelesaikan Masalah Untuk Penelitian
Aitem
No Aspek Indikator Perilaku Jumlah
Favourable Unfavourable
Tidak memerlukan
30(22),69(43) 36(25)
dorongan dari luar
Melakukan usaha
dalam
1. Motivasi 1(1), 43(28) 50(33),60(38) 10
menyelesaikan
persoalan
Berani menghadapi
18(13) 8(5),17(12)
tantangan
Kerja keras 4(3) 5(4), 46(30)
Kepercayaan
Memiliki tujuan
2. dan sikap yang 20(15) 49(32) 8
tepat yang ingin dicapai
Keyakinan diri 3(2), 44(29) 41(27)
Menerima kritik
16(11),38(26) 54(34),66(42)
dan saran
Efektif 22(17),34(24) 47(31),61(39)
3. Fleksibilitas 11
Mampu
menghadapi 56(35) 19(14),32(23)
kesulitan
Mampu
Kestabilan 10(6), 11(7),
4. mengendalikan 21(16),25(19) 5
emosi 23(18)
emosi
Perencanaan 13(8), 14(9) 15(10),64(41)
5. Kognitif Refleksi 27(20),57(36) 58(37) 9
Identifikasi 63(40) 28(21)
Jumlah 22 21 43
Keterangan : Nomor dalam tanda kurung ( ) adalah nomor aitem baru untuk
penelitian.

60

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 9
Distribusi Aitem Skala Kemandirian Untuk Penelitian
Indikator Aitem
No Aspek Jumlah
Perilaku Favourable Unfavourable
Kemauan
11(7) 42(26), 50(32)
sendiri
1. Bebas 8
Tidak terikat 8(5), 17(10),
32(21), 54(35)
orang lain 21(13)
25(16), 30(19),
Ketekunan 49(31), 56(36)
Progresif dan 39(25)
2. 8
ulet Mampu bekerja
44(27) 6(3), 19(11)
keras
Kreatif 12(8), 29(18) 48(30), 57(37)
Mampu
3. Inisiatif 7
bertindak sesuai
27(17) 16(9), 51(33)
hal yang
diyakini
46(28), 47(29),
Kontrol diri 20(12), 31(20)
Pengendalian 58(38)
4. 9
dari dalam Kemampuan
7(4), 36(23) 23(14), 52(34)
beradaptasi
Percaya diri 9(6), 24(15) 5(2)
Kemantapan Keyakinan akan 6
5.
diri tindakan yang 33(22) 1(1), 38(24)
dilakukan
Jumlah 19 19 38
Keterangan : Nomor dalam tanda kurung ( ) adalah nomor aitem baru untuk
penelitian.

61

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 10
Distribusi Aitem Skala Kepercayaan Diri Untuk Penelitian
Aitem
No Aspek Indikator Perilaku Jumlah
Favourable Unfavourable
1. Perasaan aman Tidak merasa tertekan 1(1), 18(15) 16(13) 3
Kepuasan atas usaha 7(5), 29(20),
2. Ambisi normal 39(26), 40(27) 5
yang dilakukan 33(21)
Penilaian positif
Yakin akan 5(3), 48(31) 34(22), 41(28)
terhadap diri
3. kemampuan 8
diri Yakin mampu
10(8), 42(29) 23(18), 27(19)
bertindak
Tidak terpengaruh 6(4), 14(11),
4. Mandiri 22(17), 36(24) 5
orang lain 35(23)
Menerima keberadaan
8(6), 11(9) 44(30)
orang lain
5. Toleransi 6
Mampu berinteraksi
15(12) 17(14), 49(32)
dengan orang lain
3(2), 9(7),
6. Optimis Yakin mampu 12(10), 38(25) 5
20(16)
mengatasi masalah

Jumlah 16 16 32
Keterangan : Nomor dalam tanda kurung ( ) adalah nomor aitem baru untuk
penelitian.

B. Pelaksanaan Penelitian

1. Penentuan Sampel Penelitian

Penulis menentukan subjek penelitian terlebih dahulu sebelum

melaksanakan penelitian. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

seluruh siswa-siswi kelas XI SMAN 1 Cawas yang terdiri dari 5 kelas. Dari hasil

pengundian terpilih tiga kelas untuk sampel penelitian, yaitu kelas XI 1, XI 4, dan

XI 5. Jumlah siswa untuk kelas XI 1 adalah 41 orang. Jumlah siswa untuk kelas

62

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

XI 4 adalah 42 orang. Sedangkan jumlah siswa untuk kelas XI 5 adalah 41 siswa.

Jumlah siswa keseluruhan dari ketiga kelas tersebut adalah 124 orang.

2. Pengumpulan Data Penelitian

Proses pengambilan sampel penelitian dilaksanakan di SMAN 1 Cawas.

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 28 Agustus

2010. Pengumpulan data dilakukan secara klasikal dengan membagikan ketiga

skala dan pengambilan skala dilakukan pada saat itu juga setelah skala selesai

diisi. Rata-rata waktu yang digunakan subjek untuk mengisi seluruh skala adalah

50 menit. Dari ketiga kelas yang terpilih diperoleh 124 siswa. Keseluruhan skala

yang dibagikan kepada 124 siswa tersebut semuanya terisi lengkap sehingga

memenuhi syarat untuk diskor dan dianalisis.

3. Pelaksanaan Pemberian Skor

Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah memberikan skor

untuk keperluan analisis data. Skor untuk tiap-tiap skala bergerak dari 1 sampai

dengan 4. Pelaksanaan skoring ini memperhatikan sifat aitem favourable dan

unfavourable. Skor dari aitem favourable adalah 4 untuk pilihan jawaban sangat

setuju (SS), 3 untuk pilihan jawaban setuju (S), 2 untuk tidak setuju (TS), dan 1

untuk sangat tidak setuju (STS). Sedangkan skor aitem unfavourabel adalah 1

untuk pilihan jawaban sangat setuju (SS), 2 untuk setuju (S), 3 untuk jawaban

tidak setuju (TS), dan 4 untuk jawaban sangat tidak setuju (STS). Kemudian skor

yang diperoleh dari subjek penelitian dijumlahkan untuk tiap-tiap skala. Total skor

skala yang diperoleh dari subjek penelitian ini dipakai dalam analis data.

63

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

C. Analisis Data Penelitian

Perhitungan analisis data dilakukan setelah uji asumsi yang meliputi uji

normalitas sebaran, uji linearitas hubungan, uji autokorelasi, uji

heteroskedastisitas, dan uji multikolinearitas. Perhitungan dalam analisis ini

dilakukan dengan bantuan komputer seri program statistik SPSS for MS Windows

release versi 13.0.

1. Uji Asumsi

a. Uji normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam

variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak

digunakan dalam penelitian adalah data yang memiliki distribusi normal.

Uji normalitas ini menggunakan teknik one sample Kolmogorov-Smirnov

dan data dinyatakan berdistribusi normal jika tingkat signifikansi lebih

besar dari 0,05 (Priyatno, 2008). Hasil uji normalitas sebaran terhadap

ketiga variabel akan dijelaskan sebagai berikut:

1) Hasil uji normalitas variabel kemandirian, nilai ks-z adalah 0,701

dengan asymp. sig (2-tailed) 0,710 > 0,05 termasuk kategori normal.

2) Hasil uji normalitas variabel kepercayaan diri, nilai ks-z adalah 0,569

dengan asymp. sig (2-tailed) 0,902 > 0,05 termasuk kategori normal.

3) Hasil uji normalitas variabel kemampuan menyelesaikan masalah, nilai

ks-z adalah 0,539 dengan asymp. sig (2-tailed) 0,933 > 0,05 termasuk

kategori normal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah

ini.

64

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Table 11
Hasil Uji Normalitas
Variabel K-S Z Asym. Sig (2-tailed) Keterangan
Kemandirian 0,701 0,710 (p>0,05) Distribusi Normal
Kepercayaan Diri 0,569 0,902 (p>0,05) Distribusi Normal
Kemampuan
menyelesaikan 0,539 0,933 (p>0,05) Distribusi Normal
masalah

b. Uji linearitas

Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah variabel bebas

dan tergantung mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara

signifikan. Pengujian dengan SPSS menggunakan test for linearity pada

taraf signifikansi 0,05. Dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang

linear apabila signifikansi (linearity) kurang dari 0,05 (Priyatno, 2008).

Dari uji linearitas diketahui nilai signifikansi pada linearity untuk

variabel kemandirian dengan kemampuan menyelesaikan masalah sebesar

0,000. Demikian juga untuk variabel kepercayaan diri dengan kemampuan

menyelesaikan masalah sebesar 0,000. Dari hasil tersebut dapat dilihat

bahwa signifikansi kurang dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa

antara variabel bebas dengan variabel tergantung terdapat hubungan yang

linear. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 12
Hasil Uji Linearitas
Variabel Sig Keterangan
Kemandirian dengan kemampuan menyelesaikan 0,000 Linear
masalah
Kepercayaan diri dengan kemampuan 0,000 Linear
menyelesaikan masalah

65

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

c. Uji autokorelasi

Pengujian autokorelasi dalam suatu model bertujuan untuk

mengetahui ada tidaknya korelasi antara variabel pengganggu pada

periode tertentu dengan variabel pengganggu periode sebelumnya

(Nugroho, 2005). Prasyarat yang harus terpenuhi adalah tidak adanya

autokorelasi dalam model regresi. Metode pengujian yang sering

digunakan adalah uji Durbin-Watson (uji DW) dengan ketentuan sebagai

berikut:

1) Jika d lebih kecil dari dL atau lebih besar dari (4-dL), maka hipotesis

nol ditolak, yang berarti terdapat autokorelasi.

2) Jika d terletak antara dU dan (4-dU), maka hipotesis nol diterima,

yang berarti tidak ada autokorelasional.

3) Jika d terletak antara dL dan dU atau di antara (4-dU) dan (4-dL),

maka tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti. Nilai dU dan dL

dapat diperoleh dari tabel statistik Durbin Watson yang bergantung

banyaknya observasi (n) dan banyaknya variabel yang menjelaskan

(k).

Hasil analisis output SPSS tabel model summary menunjukkan

nilai DW (Durbin-Watson) sebesar 1,655. Nilai Durbin Watson (DW)

sebesar 1,655 terletak di antara batas atas (dU) 1,582 dan nilai (4-dU)

sebesar 2,418 (4-1,582). Dengan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa

tidak terdapat autokorelasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel

berikut ini.

66

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Table 13
Hasil Uji Autokorelasi
Model R R Square Adjusted R Std. Error of Durbin-
Square the Estimate Watson
1 0.721a 0.520 0.512 10.15146 1.655
a Predictors: (Constant), Kepercayaan, Kemandirian
b Dependent Variable: Kemampuan

d. Uji multikolinearitas

Uji multikolinearitas diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya

variabel independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen

lain dalam satu model (Nugroho, 2005). Selain itu, deteksi terhadap

multikolinearitas juga bertujuan untuk menghindari kebiasan dalam proses

pengambilan kesimpulan mengenai pengaruh pada uji parsial tiap-tiap variabel

independen terhadap variabel dependen. Jika nilai Variance Inflation Factor

(VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai tolerance tidak kurang dari 0,1, maka dapat

dikatakan terbebas dari multikolinearitas. Hasil perhitungan dapat dilihat pada

tabel berikut ini.

Tabel 14
Hasil Uji Multikolinieritas
Variabel Bebas Collinearity Statistics
tolerance VIF
Kemandirian 0,971 1,030
Kepercayaan diri 0,971 1,030

Dari hasil uji melalui VIF pada hasil output SPSS tabel coefficients

diperoleh tiap-tiap variabel bebas, yaitu kemandirian dan kepercayaan diri

memiliki VIF sebesar 1,030 dengan nilai tolerance 0,971. Hal ini berarti

bahwa masing-masing variabel bebas memiliki nilai VIF tidak lebih dari 10

67

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

serta nilai tolerance tidak kurang dari 0,1. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa antar variabel bebas tidak terjadi multikolinearitas.

e. Uji heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji terjadinya perbedaan

varian residual suatu periode pengamatan ke periode pengamatan yang lain

(Nugroho, 2005). Model regresi yang baik adalah yang tidak mengalami

heteroskedastisitas. Cara memprediksi ada tidaknya heterokedastisitas,

dapat dilihat dari pola gambar scatterplot yang menyatakan model regresi

tidak terdapat gejala heteroskedastiitas jika :

1) Titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka 0.

2) Titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja.

3) Penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola bergelombang

melebar kemudian menyempit dan melebar kembali.

4) Penyebaran titik-titik data sebaiknya tidak berpola.

(Nugroho, 2005).

Dari hasil analisis pola gambar scatterplot diperoleh bahwa

penyebaran titik-titik tidak teratur, terpencar, dan tidak membentuk suatu

pola tertentu. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa model

regresi terbebas dari asumsi klasik heteroskedastisitas. Untuk gambar

scatterplot dapat dilihat pada lampiran.

68

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. Analisis Deskriptif

Dari skor kasar kemampuan menyelesaikan masalah, kemandirian, dan

kepercayaan diri diperoleh hasil statistik deskriptif subjek penelitian. Statistik

deskriptif menggambarkan tentang ringkasan data penelitian. Hasil statistik

deskrptif dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 15
Statistik Deskriptif
N Mean Std. Deviation
Kemampuan menyelesaikan
124 128 14
masalah
Kemandirian 124 116 11
Kepercayaan diri 124 90 12

Berdasarkan tabel statistik di atas, kemudian dilakukan kategorisasi

subjek secara normatif guna memberikan intepretasi terhadap skor skala.

Kategorisasi yang digunakan adalah kategorisasi jenjang yang berdasarkan

model distribusi normal. Tujuan kategorisasi ini adalah menempatkan subjek

ke dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu

kontinum berdasarkan atribut yang diukur (Azwar, 2005). Kontinum jenjang

ini akan dibagi menjadi 3 kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Norma

kategorisasi yang digunakan adalah sebagai berikut.

Tabel 16
Norma Kategori Skor Subjek
Kategorisasi Norma Rendah
Χ < (μ −1,0σ ) Sedang
µ −1,0σ)≤ Χ < (μ +1,0σ )
Tinggi (μ + 1,0σ)≤ Χ

Keterangan :
X : raw score skala
µ : mean atau nilai rata-rata
σ : standar deviasi

69

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

a. Skala Kemampuan Menyelesaikan Masalah

Skala kemampuan menyelesaikan masalah dikategorikan untuk

mengetahui tinggi rendahnya nilai subjek. Skor minimal yang diperoleh

subjek adalah 43 X 1 = 43 dan skor maksimal yang dapat diperoleh subjek

adalah 43 X 4= 172, maka jarak sebarannya adalah 172 - 43 = 129 dan

setiap satuan deviasi standarnya bernilai 129:6 = 21,5 sedangkan rerata

hipotetiknya adalah (43 + 172) : 2 = 107,5. Apabila subjek digolongkan

dalam 3 kategori, maka didapat kategorisasi serta distribusi skor subjek

seperti pada tabel berikut:

Tabel 17
Kategorisasi Subjek Berdasar Skor
Skala Kemampuan Menyelesaikan Masalah
Variabel Kategorisasi Komposisi Rerata
Kategori Skor Jumlah Persentase Empirik
(%)
Kemampuan Rendah X < 86 - - -
menyelesaikan Sedang 86 ≤ X < 129 65 52,42 128
masalah Tinggi 129 ≤ X 59 47,58 -

Pada tabel kategorisasi skala kemampuan menyelesaikan masalah

di atas, dapat dilihat bahwa rerata empirik subjek sebesar 128 termasuk

dalam kategori sedang, sehingga dapat disimpulkan secara umum subjek

memiliki tingkat kemampuan menyelesaikan masalah sedang.

b. Skala Kemandirian

Skala kemandirian dikategorikan untuk mengetahui tinggi

rendahnya nilai subjek. Skor minimal yang diperoleh subjek adalah 38 X 1

= 38 dan skor maksimal yang dapat diperoleh subjek adalah 38 X 4= 152,

maka jarak sebarannya adalah 152 - 38 = 114 dan setiap satuan deviasi

70

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

standarnya bernilai 114:6 = 19 sedangkan rerata hipotetiknya adalah (38 +

152) : 2 = 95. Apabila subjek digolongkan dalam 3 kategori, maka didapat

kategorisasi serta distribusi skor subjek seperti pada tabel berikut:

Tabel 18
Kategorisasi Subjek Berdasar Skor Skala Kemandirian
Variabel Kategorisasi Komposisi Rerata
Kategori Skor Jumlah Persentase Empiri
(%) k
Kemandirian Rendah X < 76 - - -
Sedang 76 ≤ X < 114 47 37,9 -
Tinggi 114 ≤ X 77 62,1 116

Pada tabel kategorisasi kemandirian di atas, dapat dilihat bahwa

rerata empirik subjek sebesar 116 termasuk dalam kategori tinggi,

sehingga dapat disimpulkan secara umum subjek memiliki tingkat

kemandirian yang tinggi.

c. Skala Kepercayaan Diri

Skala kepercayaan diri dikategorikan untuk mengetahui tinggi

rendahnya nilai subjek. Skor minimal yang diperolaeh subjek adalah 32 X

1 = 32 dan skor maksimal yang dapat diperoleh subjek adalah 32 X 4 =

128, maka jarak sebarannya adalah 128 - 32 = 96 dan setiap satuan deviasi

standarnya bernilai 96:6 = 16; sedangkan rerata hipotetiknya adalah (32 +

128) : 2 = 80. Apabila subjek digolongkan dalam 3 kategori, maka didapat

kategorisasi serta distribusi skor subjek seperti pada tabel berikut:

71

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 19
Kategorisasi Subjek Berdasar Skor Skala Kepercayaan Diri
Variabel Kategorisasi Komposisi Rerata
Kategori Skor Jumlah Persentase Empiri
(%) k
Kepercayaa Rendah X < 64 2 1,61 -
n diri Sedang 64 ≤ X < 96 75 60,48 90
Tinggi 96 ≤ X 47 37,91 -

Pada tabel kategorisasi skala kepercayaan diri di atas, dapat dilihat

bahwa rerata empirik subjek sebesar 90 termasuk dalam kategori sedang,

sehingga dapat disimpulkan secara umum subjek memiliki tingkat

kepercayaan diri sedang.

3. Uji Hipotesis

Setelah dilakukan uji asumsi, langkah selanjutnya adalah melakukan

perhitungan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Untuk menguji hipotesis

digunakan teknik analisis regresi dua prediktor.

a) Regresi dua prediktor

Analisis regresi ini bertujuan untuk mengetahui arah hubungan

antara variabel tergantung yaitu kemampuan menyelesaikan masalah

dengan variabel bebas yaitu kemandirian dan kepercayaan diri, apakah

tiap-tiap variabel bebas berhubungan positif atau negatif. Kemudian juga

untuk memprediksi nilai dari variabel tergantung apabila nilai variabel

bebas mengalami kenaikan atau penurunan.

Hasil analisis regresi dua prediktor antara variable kemandirian dan

kepercayaan diri dengan kemampuan menyelesaikan masalah pada siswa

SMAN 1 Cawas dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

72

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 20
Hasil Analisis Regresi Dua Prediktor
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.


1 (Constant) 9.092 10.888 .835 .405
Kemandirian .561 .084 .428 6.698 .000
Kepercayaan .590 .074 .512 8.001 .000
a Dependent Variable: Kemampuan

Persamaan garis regresi pada hubungan ketiga variabel tersebut adalah:


Y’ = a + b1X1 + b2X2
Y’ = 9,092 + (0,561)X1 + (0,590)X2
Keterangan:
Y’ = nilai kemampuan menyelesaikan masalah yang diprediksi
a = konstanta
b1, b2 = koefisien regresi
X1 = kemandirian
X2 = kepercayaan diri

Konstanta sebesar 9,092, artinya jika koefisien regresi kemandirian

dan koefisien regresi kepercayaan diri nilainya 0, maka kemampuan

menyelesaikan masalah nilainya 9,092. Koefisien regresi variabel

kemandirian (X1) sebesar 0,561 mengandung arti bahwa rata-rata skor

kemampuan menyelesaikan masalah akan mengalami perubahan sebesar

0,561 untuk setiap unit perubahan yang terjadi pada variabel kemandirian.

Koefisien regresi variabel kepercayaan diri (X2) sebesar 0,590

mengandung arti bahwa rata-rata skor kemampuan menyelesaikan masalah

akan mengalami perubahan sebesar 0,590 untuk setiap unit perubahan

yang terjadi pada variabel kepercayaan diri. Nilai koefisien kedua variabel

bebas berharga positif, artinya terjadi hubungan positif antara kemandirian

dan kepercayaan diri dengan kemampuan menyelesaikan masalah.

Semakin tinggi nilai kemandirian dan kepercayaan diri, maka semakin

73

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tinggi pula nilai kemampuan menyelesaikan masalah siswa SMAN 1

Cawas.

b) Uji simultan (F-test)

Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah variabel independen

(kemandirian dan kepercayaan diri) secara bersama-sama berpengaruh

secara signifikan terhadap variabel dependen (kemampuan menyelesaikan

masalah). Hasil F-test menunjukkan pengaruh yang signifikan bila p-value

dari level of significant yang ditentukan (0,05), atau F hitung lebih besar

dari F tabel. F tabel dihitung dengan cara melihat nilai df1 dan df2 (df1 =

3-1 = 2 dan df2 = 124-3 = 121). Untuk lebih rinci dapat dilihat pada tabel

berikut ini.

Tabel 21
Hasil Uji F
Mean
Model Sum of Squares df Square F Sig.
1 Regression 13495.624 2 6747.812 65.480 .000a
Residual 12469.303 121 103.052
Total 25964.927 123
a Predictors: (Constant), Kepercayaan Diri, Kemandirian
b Dependent Variable: Kemampuan Menyelesaikan Masalah

Dari perhitungan ANOVA, didapatkan nilai F hitung sebesar

65,480 lebih besar dari Ftabel 3,070 dengan tingkat signifikansi atau

probabilitas sebesar p = 0,000 (p < 0,05) yang artinya signifikan. Hal ini

berarti model regresi dapat dipakai untuk memprediksi kemampuan

menyelesaikan masalah pada siswa SMAN 1 Cawas. Artinya, kemandirian

74

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dan kepercayaan diri secara bersama-sama berpengaruh terhadap

kemampuan menyelesaikan masalah pada siswa.

c) Uji korelasi (parsial)

Uji korelasi ini bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model

regresi, variabel bebas secara parsial (individual) berpengaruh signifikan

terhadap variabel tergantung. Hasil uji ini pada output SPSS dapat dilihat

dari p-value (kolom Sig.) pada tiap-tiap variabel bebas. Jika p-value lebih

kecil dari level of significant yang ditentukan, atau t-hitung (kolom t) lebih

besar dari t-tabel (dihitung dari α = 5%, df = 124-3 = 121). Dari hasil

perhitungan, diperoleh nilai t-tabel sebesar 1,658. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 22
Hasil Uji Korelasi Parsial
Variabel bebas t Sig. t-tabel
Kemandirian 6,698 0,000 1,658
Kepercayaan Diri 8,001 0,000 1,658

Tabel di atas menunjukkan untuk variabel kemandirian p-value

0,000 < 0,05 dan t-hitung 6,698 > t-tabel 1,658, berarti signifikan. Jadi,

dari perhitungan ini dapat disimpulkan, bahwa secara parsial kemandirian

berpengaruh terhadap kemampuan menyelesaikan masalah. Sedangkan

untuk variabel kepercayaan diri p-value 0,000 < 0,05 serta t-hitung 8,001 >

t-tabel 1,658, artinya signifikan; sehingga dapat disimpulkan bahwa

kepercayaan diri secara parsial berpengaruh terhadap kemampuan

menyelesaikan masalah.

75

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

d) Analisis determinasi

Analisis determinasi dalam regresi dua prediktor digunakan untuk

mengetahui persentase sumbangan pengaruh variabel bebas secara

serentak terhadap variabel tergantung. Nilai koefisien determinasi dapat

dilihat dalam tabel di bawah ini.

Table 23
Koefisien Determinasi
Adjusted R Std. Error of
Model R R Square Square the Estimate
1 .721a .520 .512 10.15146

Dari tabel di atas diperoleh koefisien determinasi yang

menunjukkan nilai R2 (R square) sebesar 0,520. Artinya, kemandirian dan

kepercayaan diri memberikan sumbangan sebanyak 52 % terhadap

kemampuan menyelesaikan masalah. Hal ini berarti masih terdapat 48 %

faktor lain yang mempengaruhi kemampuan menyelesaikan masalah yang

tidak dimasukkan dalam model penelitian ini.

e) Sumbangan relatif dan sumbangan efektif

Setelah dilakukan perhitungan secara manual, didapatkan hasil

nilai sumbangan relatif dan efektif untuk tiap-tiap variabel bebas sebagai

berikut:

Tabel 24
Sumbangan Relatif dan Sumbangan Efektif Variabel Bebas
Variabel Sumbangan Relatif Sumbangan Efektif
(SR) (SE)
Kemandirian (X1) 54,82 % 28,51 %
Kepercayaan Diri (X2) 45,18 % 23,49 %
Total 100% 52 %

76

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dari tabel di atas dapat dilihat untuk sumbangan relatif kemandirian

terhadap kemampuan menyelesaikan masalah sebesar 54,82%, sedangkan

sumbangan relatif kepercayaan diri terhadap kemampuan menyelesaikan masalah

sebesar 45,18%. Untuk sumbangan efektif kemandirian terhadap kemampuan

menyelesaikan masalah sebesar 28,51% dan sumbangan efektif kepercayaan diri

terhadap kemampuan menyelesaikan masalah sebesar 23,49%.

D. Pembahasan

Hasil analisis data penelitian mengenai hubungan antara kemandirian dan

kepercayaan diri dengan kemampuan menyelesaikan masalah pada siswa SMAN

1 Cawas, diperoleh nilai R = 0,721, p-value 0,00 < 0,05 dan F hitung = 65,480

lebih besar dari F tabel = 3,070. Berdasarkan hasil analisis regresi tersebut dapat

dikatakan bahwa faktor kemandirian dan kepercayaan diri memiliki hubungan

dengan kemampuan menyelesaikan masalah. Hal ini berarti kemandirian dan

kepercayaan diri dapat digunakan sebagai prediktor untuk memprediksi

kemampuan menyelesaikan masalah. Koefisien regresi yang diperoleh untuk tiap-

tiap variabel bebas yaitu kemandirian dan kepercayaan diri berharga positif, ini

menunjukkan adanya hubungan positif antara variabel bebas dengan variabel

tergantung, sehingga hipotesis yang diajukan dapat diterima, yaitu ada hubungan

positif dan signifikan antara kemandirian dan kepercayaan diri dengan

kemampuan menyelesaikan masalah pada siswa SMAN 1 Cawas. Adanya

hubungan yang positif dan signifikan antara kemandirian dan kepercayaan diri

secara bersama-sama dengan kemampuan menyelesaikan masalah pada siswa

77

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menunjukkan bahwa kemandirian dan kepercayaan diri mempunyai peran dalam

menentukan kemampuan menyelesaikan masalah seorang individu.

Hasil uji korelasi (parsial) antara variabel kemandirian dengan

kemampuan menyelesaikan masalah menunjukkan hasil p-value 0,00 < 0,05 dan

t-hitung 6,698 > t-tabel 1,658 berarti signifikan. Hal ini berarti secara parsial ada

hubungan yang signifikan antara kemandirian dengan kemampuan menyelesaikan

masalah. Hasil analisis dan kategorisasi menunjukkan tingkat kemandirian siswa

SMAN 1 Cawas secara umum termasuk kategori tinggi, yakni 62,1 %. Hal ini

sesuai dengan hasil penelitian Martiyastuti (2008) yang menunjukkan bahwa

remaja yang mempunyai kemandirian yang baik dan positif cenderung memiliki

kemampuan menyelesaikan masalah yang baik, begitu pula sebaliknya. Adanya

kemandirian pada diri remaja menjadikan mereka individu yang tangguh dalam

menghadapi kenyataan dan sanggup menyelesaikan masalah yang dihadapi tanpa

tergantung pada orang lain.

Secara umum kemandirian dapat dilihat dari tingkah laku seperti berusaha

memenuhi kebutuhan sendiri, namun kemandirian tidak selalu berbentuk fisik

yang ditampilkan dalam tingkah laku. Kemandirian juga dapat dilihat dari cara

berpikir bagaimana seseorang dalam memecahkan suatu masalahnya, apakah

seseorang tersebut dapat bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya.

Selain itu kemandirian dapat dilihat dari cara penyesuaian dirinya terhadap

tuntutan norma dalam masyarakat (Safaria, 2004). Menurut Lukman (2000)

sebagaimana kondisi psikologis lainnya sikap kemandirian dapat berkembang

baik apabila diberi kesempatan berkembang melalui latihan terus menerus.

78

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Latihan tersebut dapat berupa pemberian tugas-tugas yang sesuai dengan tanpa

bantuan. Dengan latihan terus menerus inilah akan tumbuh sikap kemandirian.

Adanya kemandirian tersebut menjadikan remaja mampu menghadapi

permasalahan yang kompleks dan berani menghadapi tantangan hidup.

Uji korelasi (parsial) untuk variabel kepercayaan diri menunjukkan p-

value 0,00 < 0,05 serta t-hitung 8,001 > t-tabel 1,658 artinya signifikan, sehingga

dapat disimpulkan bahwa secara parsial ada hubungan positif dan signifikan

antara kepercayaan diri dengan kemampuan menyelesaikan masalah. Hasil

analisis dan kategorisasi menunjukkan tingkat kepercayaan diri pada siswa SMAN

1 Cawas secara umum termasuk kategori sedang, yakni 60,48 %. Hal ini sesuai

dengan pendapat Lugo dan Hershey (1991) yang menyatakan bahwa untuk

mengatasi permasalahan diperlukan adanya kepercayaan diri. Kepercayaan diri

akan menyebabkan orang optimis dalam hidup, setiap permasalahan dan problem

yang datang dihadapi dengan hati senang, sehingga penganalisaan terhadap

problem dapat dilakukan secara mandiri (Daradjat, 1992).

Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Afiatin, 1994 (dalam

Afiatin dan Martaniah, 1998) terhadap remaja siswa SMA di Kodya Yogyakarta

menunjukkan bahwa permasalahan yang banyak dirasakan dan dialami oleh

remaja pada dasarnya disebabkan oleh kurangnya kepercayaan diri. Remaja yang

memiliki kepercayaan diri rendah cenderung merasa tidak aman, tidak bebas,

ragu-ragu dan menyalahkan lingkungan sebagai penyebab apabila menghadapi

suatu masalah. Sedangkan remaja yang memiliki kepercayaan diri tinggi memiliki

kompetensi yakni mampu dan percaya bahwa ia bisa dengan didukung oleh

79

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan realistik terhadap dirinya

sendiri. Remaja cenderung mempunyai rasa malu, rendah diri karena perasaan

dirinya tidak sesuai dengan harapan orang lain (Gunarso, 1992). Waterman

(dalam Martiani dan Adiyanti, 1991) mengatakan bahwa remaja yang memiliki

kepercayaan diri akan mampu bekerja secara efektif, dapat menyelesaikan tugas

dan permasalahan yang dihadapi dengan baik dan bertanggung jawab serta

mempunyai rencana terhadap masa depannya. Kumara (dalam Ruwaida, dkk.,

2006) menambahkan bahwa remaja yang memiliki kepercayaan diri merasa yakin

akan kemampuan dirinya sehingga bisa menyelesaikan masalahnya karena tahu

apa yang dibutuhkan dalam kehidupannya serta mempunyai sikap positif yang

didasari keyakinan akan kemampuannya.

Peranan dan sumbangan efektif kemandirian dengan kemampuan

menyelesaikan masalah sebesar 28,51% dan sumbangan efektif untuk

kepercayaan diri dengan kemampuan menyelesaikan masalah sebesar 23,49%.

Total sumbangan efektif sebesar 52%, ini berarti masih terdapat 48% faktor-faktor

lain yang mempengaruhi kemampuan menyelesaikan masalah. Faktor-faktor lain

di luar variabel kemandirian dan kepercayaan diri yang mungkin mempunyai

pengaruh terhadap kemampuan menyelesaikan masalah tidak diikutsertakan

dalam penelitian ini.

Faktor-faktor lain yang mungkin mempengaruhi kemampuan

menyelesaikan masalah antara lain adalah konsep diri, pola asuh, dan kecerdasan

emosi. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Rini (2002) bahwa konsep diri

berpengaruh terhadap penyelesaian masalah yang dilakukan individu. Individu

80

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dengan konsep diri yang positif akan mampu menghargai dirinya dan melihat hal-

hal yang positif yang dapat dilakukan demi keberhasilan dalam mencapai

tujuankarakteristik orang yang membutuhkan pertolongan, karakteristik situasi,

dan lain-lain. lain yang mempengaruhi kemampuan menyelesaikan masalah pada

siswa. Baumrind (dalam Santrock, 2005) menambahkan bahwa pola asuh

demokratis akan menghasilkan karakteristik anak yang dapat mengontrol diri,

mempunyai hubungan baik dengan teman, dan mempunyai minat terhadap hal-hal

baru. Karakteristik tersebut sangat mendukung dalam menyelesaikan masalah

pada remaja. Sedangkan Reuven Bar-On (dalam Arbadiati dan Kurniati, 2007)

mengemukakan bahwa kecerdasan emosi merupakan serangkaian kemampuan,

kompetensi, dan dan kecakapan non-kognitif yang mempengaruhi kemampuan

seseorang untuk dapat berhasil mengatasi permasalahan dan tekanan lingkungan.

Secara umum hasil penelitian menunjukkan ada hubungan positif yang

signifikan antara kemandirian dan kepercayaan diri dengan kemampuan

menyelesaikan masalah pada siswa SMAN 1 Cawas. Namun penelitian ini masih

memiliki keterbatasan. Salah satunya adalah penelitian ini hanya dapat

digeneralisasikan secara terbatas pada populasi penelitian saja, tidak bisa

digeneralisasikan pada siswa SMA di tempat lain. Penerapan populasi yang lebih

luas dengan karakteristik yang berbeda perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

dengan menggunakan atau menambah variabel-variabel lain yang belum

disertakan dalam penelitian ini, ataupun dengan menambah dan memperluas

ruang lingkupnya.

81

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB V KESIMPULAN DAN

SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka dapat disimpulkan

bahwa :

1. Ada hubungan positif yang signifikan antara kemandirian dan kepercayaan

diri dengan kemampuan menyelesaikan masalah pada siswa SMAN 1

Cawas (R = 0,721 dan F hitung = 65,480 > F tabel = 3,070 pada taraf

signifikansi 5%).

2. Ada hubungan positif dan signifikan antara kemandirian dengan

kemampuan menyelesaikan masalah pada siswa SMAN 1 Cawas (p-value

0,000 < 0,05 dan t-hitung = 6,698 > t-tabel = 1,658).

3. Ada hubungan positif dan signifikan antara kepercayaan diri dengan

kemampuan menyelesaikan masalah pada siswa SMAN 1 Cawas (p-value

0,000 < 0,05 serta t-hitung = 8,001 > t-tabel = 1,658).

4. Sumbangan efektif yang diberikan variabel kemandirian dan kepercayaan

diri 52% secara bersamaan terhadap kemampuan menyelesaikan masalah

pada siswa SMAN 1 Cawas. Tiap-tiap variabel memberikan sumbangan

sebesar 28,51 % untuk variabel kemandirian dan 23,49 % untuk variabel

kepercayaan diri. Hal ini berarti masih terdapat 48 % faktor lain yang

mempengaruhi kemampuan menyelesaikan masalah pada siswa.

82

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan, dan kesimpulan yang telah

diuraikan, diajukan beberapa saran sebagai berikut :

1. Bagi orang tua

a. Memberikan perlindungan sewajarnya kepada anak. Memberi

perlindungan yang berlebihan dengan alasan sayang, akan membatasi

anak untuk mengembangkan dirinya, dan memasung kreativitas anak

hingga ia tumbuh menjadi anak yang serba ragu, takut dan cemas. Ia

tidak akan memiliki kepercayaan diri untuk bertindak sesuatu sehingga

menjadi sangat tergantung pada orangtuanya.

b. Tidak memaksa anak mewujudkan keinginan orangtua. Tanpa sadar,

banyak orangtua kadang suka memaksakan keinginan pada anak.

Anggapannya, sesuatu yang orangtua pandang baik untuk anak, itulah

yang terbaik, padahal anak tidak menyukainya.

c. Berjiwa demokratis. Anak bukanlah objek, sehingga ia tak boleh

diperlakukan semena-mena. Ia adalah manusia, hanya dalam bentuk

yang lebih muda. Ia memiliki keinginan, harapan dan perasaan. Ia butuh

untuk dihargai, didengarkan pendapat dan diakui keberadaannya. Maka,

setiap kali akan melakukan sesuatu untuk anak, orangtua sepatutnya

menanyakan pendapat anak, apa keinginannya, apakah ia senang atau

tidak. Memperlakukan anak seperti itu akan membuat mereka memiliki

harga diri dan kepercayaan diri yang tinggi, sehingga akan

menjadikannya anak yang mandiri.

83

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

d. Memberikan Pujian. Berilah pujian pada anak bila ia sudah melakukan

hal yang baik, mendapat prestasi, hargai hal-hal kecil yang sudah

diraihnya. Dengan memberikan pujian anak akan menjadi semangat

untuk bisa melakukannya lagi. Tak masalah memuji selama tak

berlebihan karena ini bagus untuk perkembangannya.

e. Berikan Kesempatan untuk memutuskan. Membiasakan anak untuk

berani berpendapat,berdebat,mempertahankan prinsip memberikan

kesempatan anak untuk mengambil keputusan dan melibatkan anak

dalam pemecahan masalah. Tentu koreksi dari orangtua tetap

diperlukan.

2. Bagi sekolah

Diharapkan sekolah mampu memberikan model pembelajaran dengan

lingkungan kondusif untuk pengembangan dan pembentukan kemandirian dan

kepercayaan diri siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan:

a. Melakukan diskusi kelompok secara berkala. Hal ini dapat melatih

kerjasama dan komunikasi interpersonal pada siswa. Dengan adanya

kemampuan bekerjasama dan komunikasi interpersonal yang baik

diharapkan dapat meningkatkan kemandirian dan kepercayaan diri

siswa.

b. Memberikan tugas individual dengan porsi yang sesuai dan presentasi

tugas. Dengan adanya tugas individual akan membiasakan siswa

mengerjakan tugas sendiri sesuai kemampuannya sehingga diharapkan

dapat menumbuhkan kemandirian dan kepercayaan diri.

84

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

c. Bagi guru diharapkan mampu memahami karakteristik siswa didiknya.

Hal ini dikarenakan adanya perbedaan karakteristik siswa didik yang

bersifat alami, berbeda satu sama lain demikian juga dengan

kemampuannya. Guru diharapkan juga dapat memotivasi siswanya

dengan menanamkan pada diri siswa bahwa setiap orang mempunyai

kesempatan yang sama untuk berhasil.

3. Bagi peneliti lain

a. Penelitian ini hanya meninjau sebagian hubungan saja, sehingga bagi

peneliti selanjutnya yang tertarik untuk mengadakan penelitian dengan

topik yang sama diharapkan agar memperhatikan faktor-faktor lain yang

turut mempengaruhi kemampuan menyelesaikan masalah.

b. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat memperluas populasi dan

memperbanyak sampel, agar ruang lingkup dan generalisasi penelitian

menjadi lebih luas.

85

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR PUSTAKA

Afiatin, T. 1992. Persepsi Pria dan Wanita Terhadap Kemandirian, Laporan


Penelitian. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Afiatin, T dan Martaniah, S. 1998. Peningkatan Kepercayaan Diri Remaja Melalui


Konseling Kelompok. Jurnal Psikologika. Vol. 3, No.6. Yogyakarta:
UGM.

Ahmadi, Abu. 1999. Psikologi Sosial. Edisi Revisi. Jakarta : Rineka Cipta.

Ali, M. dan Asrori, M. 2004. Psikologi Remaja : Perkembangan Peserta Didik.


Jakarta Bumi Aksara.

Andayani, B dan Afiatin, T. 1991. Konsep Diri, Harga Diri dan Kepercayaan Diri
Remaja. Jurnal 4. No.2 Hal 23-30. Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM.

Anderson, B. F. 1980. The Complete Thinker : A Handbook of Techniques for


Creative and Critical Problem Solving. New Jersey : Englewood Cliffs
Prentice Hall.

Andriani, S. 2003. Hubungan Antara Sikap Hidup Modern dan Kepercayaan Diri
dengan Perilaku Konsumtif pada Remaja. Skripsi (tidak diterbitkan).
Surakarta: Fakultas Psikologi UMS.

Angelis, B. D. 1997. Percaya Diri: Sumber Sukses dan Kemandirian. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.

Antara. 2009. Tawuran dan Kenakalan Remaja. Diperoleh dari


http://www.forumbebas.com. Diakses 9 Oktober 2009.

Anthony, R. 1992. Rahasia Membangun Kepercayaan Diri (Terjemahan Rita


Wityadi). Jakarta : Binarupa Aksara.

Arbadiati, R.A. dan Kurniati, N.M. 2007. Hubungan antara kecerdasan emosi
dengan kecenderungan problem focused coping pada sales. Jurnal
Psikologi. Vol. 22. Hal. 24-27. Jakarta: Universitas Gunadarma.

Azwar, S. 2000. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Jogjakarta : Liberty.

. 2004. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

. 2005. Dasar-dasar Psikometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

86
commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Bekker, M., Croon, M., Balcom, E., Vermee, J., 2008. Predicting Individual
Differences in Autonomy-Connectedness: The Role of Body Awareness,
Alexithymia, and Assertiveness. Journal of Clinical Psychology. Vol.
64(6), 747-765. The Netherlands. Willey Periodicals, Inc.

BKKBN. 2009. Pergaulan Remaja Makin Mengkhawatirkan. Diperoleh dari


http://bkkbn.go.id. Diakses 11 Januari 2010.

BNN. 2009. Mencari Solusi yang Tepat Sasaran. Diperoleh dari http://bnn.go.id.
Diakses 11 Januari 2010.

Budi, T. Prawira. 2006. SPSS 13.0 Terapan: Riset Statistik Parametrik.


Yogyakarta: Andi Offset.

Cahyono, R. T, Iriani, N dan Lestari, S. 2002. Kecenderungan Somatisasi Ditinjau


dari Sense of Humor dan Kemampuan Menyelesaikan Masalah. Jurnal
Ilmiah Berkala Psikologi. Vol 6, No. 2, Hal 159-167. Surakarta: Fakultas
Psikologi UMS.

Calvete, E. 2007. Justification of Violence Beliefts and Social Problem-Solving as


Mediators between Maltreatment and Behavior Problems in Adolescents.
The Spanish Journal of Psychology. Vol. 10, No.1, 131-140. Spain.
Departmento de Psicologia Universidad de Deusto Spain.

Chaplin, C. P. 2001. Kamus Lengkap Psikologi (Alih bahasa : Kartono, K). Edisi
1 Cetakan ke-2. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Chauhan, S. S. 1987. Advanced Educational Psychology. New Delhi: Vikas


Publising House.

Daradjat, Z. 1992. Kesehatan Mental. Jakarta : Gunung Agung.

. 2000. Remaja Harapan dan Tantangan. Jakarta : Ruhana.

Davidoff, L. L. 1988. Psikologi Suatu Pengantar. Alih Bahasa : Mari Juniarti.


Jakarta : Erlangga.

Diputra, R. 2009. Kasus Aborsi di Indonesia. Diperoleh dari


http://www.okezone.com. Diakses 9 Oktober 2009.

Flaming, M. 2005. Gender in Adolescent Autonomy: Distinction between Boys


and Girls Accelerates at 16 Years of Age. Electronic Journal of Research
in Educational Psychology. No 6, pp. 33-52. Portugal. Department of
Behavioural Sciences of ICBAS University of Porto.

Gerungan, W. A. 1992. Psikologi Sosial. Bandung : Eresco.

87

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gunarso, S. D. 1992. Psikologi Untuk Membimbing. Jakarta : PT. Gunung Mulia.

Hadi, S. 1995. Metodologi Riset. Jogjakarta: Andi Offset.

. 2000. Analisis Regresi. Jogjakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas


Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Hakim, T. 2002. Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri. Jakarta: Puspa Swara.

Hambly, K. 1992. Bagaimana Meningkatkan Rasa Percaya Diri. Alih Bahasa :


FX. Budiyanto. Jakarta : Arcan.

Havighurst. 1984. Perkembangan Manusia dan Pendidikan. Bandung: Jemmars.

Hollingworth, R.W dan McLoughlin, C. 2000. Developing First Year Science


Student’s Peoblem Solving Skills: Can We Do it Online? Journal of
Psychology. Australia: The University of New England.

Hurlock. 1993. Perkembangan Anak. Alih Bahasa : dr. Med Meitasari Tjandrasa.
Edisi 6. Jakarta : Erlangga.

1997. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang


Kehidupan. Edisi 5 (Terjemahan oleh Istiwidayanti). Jakarta :
Erlangga.

Kartono, K. 1996. Psikologi Perkembangan. Bandung : Alumni.

Kleitman, S dan Stankov, L. 2005. Self-Confidence and Metacognitive Processes.


Journal School of Psychology. Sydney. The University of Sydney.

Lie, A. 2003. Menjadi Orang Tua Bijak: 101 Cara Menumbuhkan Percaya Diri
Anak (Usia Balita Sampai Remaja). Jakarta: Elex Media Komputindo.

Lauster, P. 1997. Tes Kepribadian (Terjemahan D. H. Gula). Jakarta : PT. Bumi


Aksara.

Lugo, H. O dan Hershey, G. L. 1991. Living Psychology. New York : Macmillan.


Publising Co. Inc.

Lukman, M. 2000. Kemandirian Anak Asuh di Panti Asuhan Yatim Islam Ditijau
dari Konsep Diri dan Kompetensi Interpersonal. Jurnal Psikologika. Vol
5, No. 10. Hal 57-73. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.

Mappiare, A. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional.

88

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Martiani, W dan Adiyanti, MG. 1991. Kompetensi Sosial dan Kepercayaan Diri
Remaja. Jurnal Ilmiah Psikologi. No.1 Hal 17-20. Yogyakarta : Fakultas
Psikologi UGM.

Martiyastuti, L. 2008. Hubungan Antara Pola Asuh Demokratis Orang Tua dan
Kemandirian dengan Kemampuan Menyelesaikan Masalah Pada Remaja.
Skripsi (Tidak Diterbitkan). Surakarta : Fakultas Psikologi UMS.

Masrun, Martono, Hardjito, P. Sofiati. M., Bawani, A.,Aritonang, L., dan


Soetjipto, H. P. 1986. Studi Mengenai Kemandirian pada Penduduk di
Tiga Suku (Jawa, Batak, dan Bugis). Laporan Penelitian. Yogyakarta :
Kantor Menteri Negara dan Lingkungan Hidup dan Fakultas Psikologi
UGM.

Matsumoto, D. 2000. Competition Anxiety, Self-Confidence, Personality and


Competition Peformance of American Elite and Non-Elite Judo Athletes.
Journal of Psychology. San Francisco. Department of Psychology San
Francisco State University.

Monks, dkk. 2004. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press

Nugroho, B.A. 2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan
SPSS. Jogjakarta: Andi Offset.

Nuryoto, S. 1991. Kemandirian Remaja ditinjau dari Tahap Perkembangan, Jenis


Kelamin, dan Peran Jenis. Jurnal Psikologi. No.2, Hal. 48-58. Yogyakarta:
Fakultas Psikologi UGM.

Priyatno, D. 2008. Mandiri Belajar SPSS: untuk Analisis Data dan Uji Statistic.
Jogjakarta: Mediakom.

Pudjijogyanti, C. R. 1993. Konsep Diri dalam Pendidikan. Jakarta : Arcan.

Rakhmat, J. 2001. Psikologi Komunikasi. Edisi Revisi. Bandung : Remaja


Rosdakarya Offset.

Rini, J. 2002. Konsep Diri. Diperoleh dari http://www.e-psikologi.com/epsi/


individual_detail.asp?id=398. Diakses tanggal 31 Oktober 2010.

. Memupuk Rasa Percaya Diri. Diperoleh dari http://www.e-


psikologi.com/E-Psikologi_files/artikel_detail.htm. Diakses 22 Mei 2010.

89

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Ruwaida, A., Lilik, S dan Dewi, R. 2006. Hubungan antara Kepercayaan Diri dan
Dukungan Keluarga dengan Kesiapan Menghadapi Masa Menopause.
Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi. Vol. 8, No. 2, Hal 76-99. Surakarta:
Fakultas Psikologi UMS.

Safaria T. 2004. Kepemimpinan. Yogyakarta :Graha Ilmu

Safaria T & Cahyani A. 2007. Kemandirian antara Remaja yang Ibunya Bekerja
dengan yang tidak Bekerja. Jurnal Psikologika. 2007. Vol. 7 Hal. 57-74.

Salami, S dan Oyesoji, A. 2006. Relationship between Problem–Solving Ability


and Study Behaviour among school-going Adolescents in Southwestern
Nigeria. Electrinic Journal of Research in Educational Psychology. No.8,
Vol 4(1). Nigeria. University of Ibadan.

Santoso, M dan Satiadarma. 2005. Hubungan antara Rasa Percaya Diri dan
Agresivitas pada Atlet Bola Basket. Jurnal Ilmiah Psikologi. Vol 7, No 1.
Hal 51-64. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.

Santrock, J. W. 2005. Adolescence (Perkembangan Remaja) edisi 6. Jakarta:


Erlangga

Sarafino, E. P. 1997. Health Psychology Biopsychology Interaction. USA : The


College of New Jersey.

Sekaran, U. 2006. Metologi Penelitian untuk Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.

Soetjiningsih, C. H. 1993. Perkembangan Remaja Suku Jawa dan Cina. Tesis


(Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Program Pasca Sarjana UGM.

Stein, S. J. & Book, H. E. 2000. Ledakan EQ: 15 Prinsip Dasar Kecerdasan


Emosi Meraih Sukses (Editor Sofia Mansoor). Bandung: Kaiffa.

Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Suharnan. 2005. Psikologi Kognitif. Surabaya: Srikandi.

Suparmi, K. N. 2006. Problem Solving Skills pada Remaja Ditinjau Dari Pola
Asuh Autoritatif Orang Tua dan Inteligensi. Psikodemensia (Jurnal Ilmiah
Psikologi). Vol 5, No.2. Hal 139-150. Surakarta : Fakultas Psikologi UMS.

Suryabrata, S. 1982. Psikologi Kepribadian. Jakarta : CV. Rajawali.

. 2000. Pengembangan Alat Ukur Psikologi. Jogjakarta: Andi Offset.

. 2004. Metodologi Penelitian. Raja Grafindo Persada: Jakarta.

90

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Susanti, N. 2003. Hubungan Antara Kemandirian Emosi dan Human Relation


dengan Kemandirian Kerja Karyawan. Skripsi (tidak diterbitkan).
Surakarta: Fakultas Psikologi UMS.

Tanutama,S.2005. Berpikir Kreatif. Diperoleh dari http://simontanutama.multiply.


com/journal/87. Diakses 2 Februari 2010.

Turner, R. 2010. Developmental Factors in Problem Solving. Diperoleh dari


http://www.co-bw.com/BSC_CPS_developmental_factors_PS.htm.
Diakses tanggal 30 Januari 2010.

Widayatun, T. R. 1999. Ilmu Perilaku. Jakarta: CV Agung Seto.

Yunita, R. D, Wimbarti, S dan Mustaghfirin. 2002. Kemandirian dan Motivasi


Berprestasi pada Anak Penderita Asma. Indigenous (Jurnal Ilmiah Berkala
Psikologi). Vol 6, No. 1. 69-77. Surakarta : Fakultas Psikologi UMS.

Yusuf, S. 2005. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Remaja


Rosdakarya.

91

commit to users
pustaka.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

92

commit to users

Anda mungkin juga menyukai