PolaPembiayaanUsahaKecilPPUKPembenihanIkanPatin PDF
PolaPembiayaanUsahaKecilPPUKPembenihanIkanPatin PDF
i
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM
Biro Pengembangan BPR dan UMKM
Tim Penelitian dan Pengembangan Perkreditan dan UMKM
Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta Pusat
Telp. (021) 381.8922 atau 381.7794
Fax. (021) 351.8951
Besar Harapan kami bahwa buku ini dapat melengkapi informasi tentang
pola pembiayaan komoditi potensial bagi perbankan dan sekaligus memperluas
replikasi pembiayaan terhadap UMKM pada komoditi tersebut.
iii
No UNSUR PEMBINAAN URAIAN
8 Analisis sensitivitas
(1) Kenaikan Biaya variabel 46%
Analisis Profitabilitas :
NPV Rp. 39.164
IRR 14,11%
Net B/C Ratio 1,00
Pay Back Period 47,9 bulan (<4 tahun)
Penilaian Layak
(2) Kenaikan Biaya variabel 47%
Analisis Profitabilitas :
NPV (-) Rp. 786.422
IRR 13,78%
Net B/C Ratio 0,99
Pay Back Period > 4 tahun
Penilaian Tidak Layak
(3) Penurunan Pendapatan 12%
Analisis Profitabilitas :
NPV Rp. 2.254.075
IRR 14,63%
Net B/C Ratio 1,02
Pay Back Period 47,6 bulan (< 4 tahun)
Penilaian Layak
(4) Penurunan Pendapatan 13%
Analisis Profitabilitas :
NPV (-) Rp. 2.104.838
IRR 13,41%
Net B/C Ratio 0,99
Pay Back Period >4 tahun
Penilaian Tidak Layak
v
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
RINGKASAN .............................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... ix
DAFTAR FOTO .......................................................................................... ix
DAFTAR TABEL . ........................................................................................ x
vii
4.4 Tenaga Kerja ....................................................................... 36
4.5. Teknologi ............................................................................ 37
4.6 Proses Produksi . .................................................................. 38
4.7 Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi ......................................... 50
4.8 Produksi Optimum . ............................................................. 52
4.9 Kendala Produksi ................................................................. 52
Gambar Hal
1.1 Produksi Patin Indonesia dari Tahun 2004-2006
(Sumber: DKP, 2007) .................................................................... 2
3.1 Jalur Pemasaran Benih Patin . ........................................................ 19
4.1 Bagan Alir Proses Produksi Benih Ikan Patin . ................................. 51
DAFTAR FOTO
Foto Hal
4.1 Model Kolam Pemeliharan Induk . ................................................. 30
4.2 Model Kolam/Bak Pengolahan Air ................................................. 31
4.3 Model Wadah Pemberokan Induk ................................................. 31
4.4 Model Bangsal (Panti Benih) . ........................................................ 32
4.5 Model Bak Penetasan dan Pemeliharaan Larva .............................. 33
4.6 Model Wadah Penetasan Artemia ................................................. 33
4.7 Sarana dan Peralatan Pembenihan Patin . ...................................... 35
4.8 Induk Patin Hasil Seleksi dan Ovaprim ........................................... 37
4.9 Ciri-ciri Induk Patin yang Matang Gonad . ..................................... 40
4.10 Proses Pemijahan Ikan Patin .......................................................... 42
4.11 Alat Bantu dan Proses Penetasan Telur . ........................................ 43
4.12 Corong Penetasan Telur . .............................................................. 43
ix
DAFTAR TABEL
Tabel Hal
1.1 Produksi Budidaya Perikanan Berdasarkan Jenis Ikan
di Kabupaten Kampar Tahun 2008-2009 ......................................... 5
1.2 Produksi UPR/UKR Berdasarkan Jenis Ikan di Kabupaten
Kampar Tahun 2008 dan 2009 ........................................................ 6
1.3 Produksi BBI Berdasarkan Jenis Ikan di Kabupaten
Kampar Tahun 2008 dan 2009 ........................................................ 7
3.1 Perkembangan Harga Benih Patin Siam . .......................................... 18
4.1 Kisaran Kualitas Air untuk Pembenihan Patin Siam ........................... 22
4.2 Fasilitas Produksi dan Peralatan dalam Pembenihan Patin ................. 24
4.3 Komposisi Pakan Buatan untuk Indukan Patin .................................. 39
4.4 Jenis Pakan Berdasarkan Umur dalam Pemeliharaan
Benih Patin Siam .............................................................................. 44
5.1 Asumsi untuk Analisis Keuangan . .................................................... 59
5.2 Komposisi Biaya Investasi ................................................................. 61
5.3 Komposisi Biaya Operasional . .......................................................... 63
5.4 Komponen dan Struktur Biaya ......................................................... 66
5.5 Perhitungan Angsuran Kredit ........................................................... 66
5.6 Proyeksi Produksi dan Pendapatan ................................................... 67
5.7 Proyeksi Pendapatan dan Laba Rugi Usaha . ..................................... 68
5.8 Rata-rata Laba Rugi dan BEP Usaha . ................................................ 69
5.9 Kelayakan Usaha Pembenihan Ikan Patin .......................................... 70
5.10 Analisis Sensitivitas Biaya Variabel Naik ............................................ 71
5.11 Analisis Sensitivitas Pendapatan Turun ............................................. 72
5.12 Analisis Sensitivitas Kombinasi . ........................................................ 73
1
PENDAHULUAN
14
12
10
8 2004
Produksi (Ton)
2005
6
2006
4
0
Lainnya
Lainnya
Banten
Riau
Jabar
Kaltim
DKI
Kalteng
Lampung
Kalbar
Kalsel
Jambi
Provinsi
Gambar 1.1. Produksi Patin Indonesia dari Tahun 2004-2006 (Sumber: DKP, 2007)
Salah satu wilayah kegiatan produksi ikan air tawar di Indonesia pada
umumnya dan ikan patin pada khususnya, yaitu Provinsi Riau. Hal ini yang
menjadi salah satu pertimbangan bahwa penyusunan buku pola pembiayaan ini
dilakukan berdasarkan hasil survei di wilayah tersebut. Disamping itu, beberapa
wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Riau sudah ditetapkan sebagai Kawasan
Minapolitan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan RI dengan Surat Keputusan
Nomor Kep.32/MEN/2010, tertanggal 14 Mei 2010. Wilayah minapolitan Provinsi
Riau meliputi Kabupaten Kampar, Rokan Hulu, Bengkalis, Kota Dumai, Kuantan
Sengingi, dan Indragiri Hilir. Hal ini disebabkan karena pada umumnya wilayah
kabupaten dan kota tersebut merupakan wilayah kegiatan budidaya ikan air
tawar, kecuali Kabupaten Bengkalis yang merupakan wilayah kegiatan budidaya
air tawar dan payau. Disamping itu kegiatan budidaya air tawar juga terdapat di
Kota Pekanbaru dan Kabupaten Palalawan.
Seiring dengan kondisi tersebut di atas, jumlah Rumah Tangga Perikanan
(RTP) budidaya, tenaga kerja, dan lahan budidaya juga relatif banyak di wilayah
tersebut. Jumlah RTP dan tenaga kerja budidaya tawar pada tahun 2008 masing-
masing mencapai 225 RTP dan 361 tenaga kerja. Jumlah RTP dan tenaga kerja
tertinggi terdapat di Kabupaten Kampar, masing-masing mencapai 56% dan
63% dari total yang terdapat di Provinsi Riau. Selanjutnya luas lahan budidaya air
tawar di Provinsi Riau pada tahun 2008 mencapai 143.569 m2 dengan jumlah dan
nilai produksi masing-masing 152.994 ton dan Rp 14 miliar. Produksi perikanan
budidaya tawar Provinsi Riau sekitar 75% berasal dari Kabupaten Kampar.
Meskipun demikian, luas area budidaya di Kabupaten Kampar hanya 3% atau
menempati urutan ke lima di Provinsi Riau (DKP-Riau, 2009).
Pembenihan merupakan salah satu bagian dari budidaya tawar selain
pembesaran. Unit pembenihan ikan air tawar di Provinsi Riau terdiri dari Unit
Pembenihan Rakyat (UPR) yang hampir 100% adalah milik perorangan serta
Balai Benih Ikan (BBI). Luas fasilitas pembenihan (Bak, kolam induk, dan kolam
pendederan) pada tahun 2008 mencapai 25.478 m2. Benih ikan air tawar yang
diproduksi diantaranya adalah ikan lele, patin, nila, mas, gurame, baung, dan
3
PENDAHULUAN
nilem. Produksi benih tertinggi adalah benih ikan lele, patin, dan nila yang pada
umumnya berasal dari Kabupaten Kampar. Benih hasil produksi UPR dan BBI
pada umumnya (±75%) dijual ke petani pembesar (DKP-Riau, 2009). Namun
demikian kebutuhan benih ikan air tawar di Provinsi Riau masih sangat tinggi.
Hal ini tampak bahwa volume penjualan benih lebih tinggi dari hasil produksinya.
Dengan demikian terdapat benih yang berasal dari luar dan diperdagangkan di
Provinsi Riau.
Dengan perkembangan perikanan budidaya tawar yang pesat di Kabupaten
Kampar sejak akhir tahun 1990an, maka Kabupaten Kampar (terutama wilayah
Kecamatan XIII Koto Kampar dan Kecamatan Kampar) ditetapkan sebagai
Kawasan Sentra Produksi (KSP) Budidaya Ikan di Provinsi Riau berdasarkan Surat
Keputusan Gubernur Provinsi Riau No. KPTS 99/II/2000, tertanggal 28 Februari
2000. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Perikanan (P2HP) No. Kep.69/DJ-P2HP/2007 tertanggal 5 Juni 2007, Kabupaten
Kampar merupakan “Lokasi Pengembangan Sentra Pengolahan Hasil Perikanan”,
dengan komoditinya adalah “nugget, kerupuk, dan selai ikan patin”.
Produksi ikan budidaya tawar di Kabupaten Kampar pada tahun 2009
adalah 23.150,61 ton dan mayoritas adalah ikan patin (sekitar 10.000 ton atau
±46%), ikan mas sekitar 4.500 ton (±19%), dan sisanya adalah ikan nila, lemak,
lele, gurami, baung, dan lain sebagainya (Tabel 1.1). Selanjutnya, produksi ikan
budidaya tersebut berasal dari budidaya di kolam seluas sekitar 700 ha dan karamba
seluas 7.000 ha. Budidaya ikan di kolam tersebar di seluruh wilayah kecamatan,
sedangkan budidaya dalam karamba terdapat paling tidak di 16 dari 20 kecamatan
dalam wilayah Kabupaten Kampar. Produksi tahun 2009 mengalami peningkatan
sebesar 19,96% dibanding dengan produksi tahun 2008.
Usaha pembenihan dan pembesaran ikan patin adalah salah satu andalan
kegiatan budidaya air tawar di Provinsi Riau pada umumnya dan Kabupaten
Kampar pada khususnya. Kegiatan pembenihan ikan patin di Kabupaten Kampar
pada awalnya dilakukan oleh petani untuk memenuhi kebutuhan sendiri dalam
pembesaran ikan patin. Dengan bertambahnya jumlah pembudidaya untuk
pembesaran ikan patin, maka pasokan benih terasa mulai berkurang dan harganya
menjadi mahal. Untuk itu, pada tahun 2000 dan dengan dukungan pemerintah
daerah, para pembudidaya ikan patin menjadikan kegiatan pembenihan sebagai
suatu usaha guna menghasilkan benih ikan patin yang langsung dipasarkan kepada
5
PENDAHULUAN
pembudidaya pembesaran ikan patin secara lokal (di dalam dan luar wilayah
kabupaten) dan interinsular (di luar wilayah Provinsi Riau).
Pembenihan ikan air tawar di Kabupaten Kampar tersebar di 18 dari 20
kecamatan. Berdasarkan data Dinas Perikanan Kabupaten Kampar tahun 2009,
unit pembenihan yang banyak diantaranya adalah di Kecamatan Perhentian Raja
(25 unit); XIII Koto Kampar (21 unit); Kampar (8 unit); kemudian di Kecamatan
Bangkinang, Bangkinang Barat, dan Tambang masing-masing 6 unit. Di wilayah
kecamatan lainnya hanya berkisar antara 1- 4 unit.
Dari total produksi benih ikan air tawar di Kabupaten Kampar pada tahun
2009 (Tabel 1.2), produksi benih ikan tertinggi adalah ikan patin (±46%), kemudian
diikuti oleh ikan lele (±35%) dan sisanya adalah benih ikan nila hitam, mas, nila
merah, baung, dan gurami. Sedangkan produksi benih dari BBI Kabupaten Kampar
hanya sekitar 2,3 juta ekor pada tahun 2009 dan mengalami peningkatan hampir
200% dibanding tahun 2008. Volume produksi benih dari BBI yang tertinggi
adalah ikan nila (±50%), kemudian diikuti oleh benih ikan patin (±23%), dan
sisanya adalah benih ikan bawal tawar, mas, serta lele.
Dari 98 UPR di Kabupaten Kampar, sekitar 15 UPR adalah UPR ikan patin
yang tersebar di 9 kecamatan, diantaranya adalah Kecamatan XIII Koto Kampar
dan Kampar masing-masing 4 UPR, kemudian di 7 kecamatan lainnya (Kecamatan
Bangkinang, Bangkinang Barat, Bangkinang Seberang, Tapung Hulu, Salo,
Tambang, dan Kampar Kiri), masing-masing satu unit UPR patin. Beberapa UPR
di Kecamatan Kampar, Tampang, dan Kampar Kiri juga mengkombinasikan
pembenihan patin dengan baung atau patin dengan lele. Sedangkan UPR lainnya
adalah kegiatan pembenihan ikan lele, nila hitam, mas, nila merah, baung, dan
gurami yang dilakukan secara mono dan multi species.
Pada umumnya para pembudidaya ikan patin di Kabupaten Kampar
tidak mengkhususkan usahanya pada kegiatan pembenihan, namun
mengkombinasikannya dengan pembesaran dan/atau pembuatan pakan ikan.
Produksi benih patin di setiap UPR berkisar antara 100.000-500.000 ekor benih
patin per-siklus dengan 6-12 siklus per-tahun. Benih ikan patin yang dominan
7
PENDAHULUAN
diminati konsumen adalah ukuran 1 - 2 inchi atau kategori P II (A) dengan harga
berkisar antara Rp.170,- s.d. Rp. 250 per-ekor.
Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan kajian tentang pola pembiayaan
pembenihan ikan patin yang diharapkan berguna sebagai salah satu referensi bank
dan masyarakat yang berminat mengembangkan usaha pembenihan ikan patin.
9
PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN
sehingga permintaan pasar akan benih patin tergolong tinggi; (4) pengetahuan/
keterampilan sudah dikuasai atau teknologi pembenihan ikan patin sudah dikuasai;
(5) kondisi alam/potensi sumber daya dan ekologi wilayah mendukung; dan (6)
hobby. Selain itu, ditunjang oleh SDM yang mendukung, bahan baku berupa calon
induk banyak tersedia sehingga mudah diperoleh. Ikan patin merupakan komoditi
ekspor (terutama hasil olahannya dalam bentuk fillet, nugget, selai, dan kerupuk
ikan patin) serta adanya rencana pendirian pabrik fillet ikan patin yang didukung
oleh pemerintah daerah serta pihak swasta.
sekitar 6-12 siklus per-tahun. Waktu pemeliharaan tersebut terdiri dari 12-16 hari
untuk pemeliharaan di bak larva dan 8-12 hari di bak/kolam pendederan. Bak
pendederan juga dapat menggunakan bak pemeliharaan larva atau penetasan
telur. Untuk mendapatkan benih ukuran > 2 inchi, maka lama waktu pendederan
di bak/kolam pendederan sekitar 18 - 22 hari, sehingga jumlah total waktu yang
dibutuhkan kurang dari 40 hari per-siklus. Sedangkan untuk kegiatan pembesaran
membutuhkan waktu 6-8 bulan untuk mencapai ukuran 1 kg, sebagai ukuran
yang umum dipasarkan.
Usaha mikro dan kecil pembenihan ikan patin di Kabupaten Kampar pada
umumnya memiliki sarana/fasilitas pembenihan berupa: (1) kolam induk; (2) bak
atau kolam pengolahan air; (3) wadah isolasi/pemberokan induk; (4) bangsal
pembenihan (panti benih) yang terbuat dari bangunan permanen atau semi
permanen; (5) bak penetasan dan pemeliharaan larva/benih; (6) wadah penetasan
artemia sebagai pakan alami, dan (7) peralatan untuk meningkatkan suhu dan
oksigen media pemeliharaan larva/benih; serta (8) sarana dan peralatan penunjang
lainnya. Selain sarana dan fasilitas tersebut, dalam pembenihan patin dibutuhkan
bahan berupa indukan patin. Di Kabupaten Kampar umumnya pengusaha
pembenihan patin memiliki Induk Pokok (Parent Stock, PS) yang terdiri dari induk
patin betina dengan jumlah 80-200 ekor dengan bobot >3 kg/ekor, sedangkan
induk patin jantan berjumlah 60-100 dengan bobot >2 kg/ekor. Calon induk ini
dibeli dari petani pembesar, kemudian di rawat sendiri atau hasil pembesaran
sendiri oleh para pengusaha.
Pengusaha pembenihan patin di Kabupaten Kampar menggunakan jasa
tenaga kerja sebanyak 3 - 8 orang karyawan per-unit usaha dan 1 – 2 orang
berasal dari anggota keluarga. Upah karyawan berkisar antara Rp 1,5 – Rp 2 juta
per bulan, selain itu karyawan memperoleh bonus produksi dan tunjangan hari
raya (THR) sebesar 1 kali gaji.
Pengusaha yang menjadi model mempunyai pembukuan sederhana yang
cukup rapi dan tertib serta terkontrol, sehingga pembagian hasil usaha dapat
dihitung dengan jelas. Kesadaran perlunya pembukuan dapat ditimbulkan karena
11
PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN
adanya budaya untuk berlaku jujur diantara pekerja dan pengusaha serta karena
adanya pembinaan dari bank pemberi pembiayaan.
Usaha pembenihan ikan patin ini juga ditunjang dengan adanya kelompok
pembenih dan penangkar ikan patin yang bernama Asosiasi Pengusaha, Pembenih,
dan Penangkar Ikan Kampar (APPIK). Kelompok ini merupakan wadah bagi para
pembenih ikan patin dan ikan air tawar lainnya untuk membahas permasalahan-
permasalahan dalam bahan dan teknologi pembenihan serta untuk menetukan
kesamaan harga pasar.
Hal ini sesuai dengan program pemerintah daerah berupa program sosial untuk
memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan taraf hidup masyarakat serta
potensi daerah.
Plafon kredit yang disediakan oleh BPR setempat untuk pembenihan ikan
maksimal Rp 50 juta dengan grace period 3 bulan, bunga 6%, dan jangka waktu
pengembalian selama 3 tahun. Hal ini disebabkan karena kredit pembiayaan
pembenihan ikan patin selama ini mempunyai performance yang lebih baik
dibanding usaha pembenihan lainnya. Untuk usaha lainnya seperti selai patin dan
usaha budidaya ikan dalam karamba, plafon kreditnya adalah Rp 25 juta. Namun
demikian, BPR ini juga mempunyai plafon kredit modal kerja yang lebih tinggi
sebagai kredit executing di bidang perikanan (misalnya Rp 150 juta) terhadap
usaha perikanan yang terintegrasi (misalnya kombinasi usaha perdagangan ikan
segar, pembesaran patin, dan pabrik pakan ikan skala home industry). Untuk
kredit sejenis ini, bunga ditetapkan sebesar 18%, grace period selama 3 bulan dan
jangka waktu pengembalian selama 4 tahun.
Persyaratan yang dibutuhkan untuk memperoleh kredit dari dana bergulir
(Channeling) yaitu ijin usaha, agunan berupa girik/sertifikat tanah/bangunan
dan atau BPKB kendaraan serta keterangan kelayakan usaha serta analisis usaha
berdasarkan hasil orientasi lapangan (on the spot) dengan metode Rapid Rural
Appraisal (RRA). Disamping itu, mengingat sumber dana kredit adalah dana
bergulir pemda, maka persyaratan lain yang diperlukan adalah rekomendasi dari
Dinas Perikanan sebagai instansi pemda yang bertugas dalam pembinaan dan
pengelolaan teknis usaha.
Jumlah pembiayaan yang disediakan melalui BPR ini dinilai pengusaha
pembudidaya ikan patin belum mencukupi untuk menutup biaya investasi dan
operasional. Sebagai contoh, salah seorang pembenih ikan patin, menyatakan
biaya yang diajukan ke bank untuk pembenihan ikan patin selama jangka waktu
2-3 tahun sebesar Rp. 300 juta dan jumlah dana kredit yang diberikan hanya
sebesar Rp. 50 juta.
13
PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN
Jenis kredit lainnya yang tersedia di Provinsi Riau pada umumnya dan
Kabupaten Kampar pada khususnya untuk sektor perikanan adalah kredit umum
perorangan dengan skim modal kerja dan plafon < Rp. 500 juta dari Perusahaan
Modal Ventura di daerah tersebut. Sumber dana kredit ini adalah dari Pemerintah
Provinsi Riau. Performance jenis kredit umum perorangan ini masih rendah untuk
sektor perikanan, karena adanya beberapa kendala yang dihadapi bank untuk
melakukan analisis pembiayaan. Namun demikian, salah seorang pengusaha
ikan patin yang terintegrasi (pembenihan, pembesaran, pembuatan pakan) di
Kabupaten Kampar, telah mendapat kredit ini sebanyak 2 kali dalam kurun waktu
5 tahun terakhir, dengan jumlah kredit masing-masing Rp. 265 juta dan Rp. 500
juta.
Kriteria yang menjadi pertimbangan bank dalam melakukan analisis
pembiayaan kepada nasabah adalah 5C, yaitu character (watak), capacity
(kemampuan membayar dari usaha yang dijalankan), capital (permodalan),
collateral (jaminan/agunan) dan condition (kondisi usaha: lokasi usaha, pemasaran,
pengalam kerja, aspek hukum, dan ekonomi usaha). Analisis pembiayaan dengan
prinsip 5C menekankan pada aspek karakter calon debitur. Namun mengingat
karakter usaha sulit dinilai, biasanya perbankan setempat (khususnya BPR dan
Perusahaan Modal Ventura) dalam pemberian kredit kepada sektor perikanan
pada umumnya dan kegiatan pembenihan patin pada khususnya, didasarkan pada
aspek kelayakan usaha (termasuk kinerja atau performance dan prospek usaha),
usaha lain yang mendukung serta jaminan. Disamping itu prospek pemasaran dan
sistem pembayaran dalam usaha juga tetap menjadi perhatian penting karena
aspek pemasaran diakui merupakan faktor penting yang mempengaruhi kelayakan
usaha
3.1.1. Permintaan
15
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
3.1.2. Penawaran
Persaingan diantara para pembenih pada umumnya tidak ada, karena masing-
masing pembenih sudah memiliki pelanggan. Namun demikian persaingan akan
muncul dari pemasok benih dari luar Kabupaten Kampar atau luar Provinsi Riau
(benih dari Jawa Barat atau Jakarta). Persaingan tersebut berkaitan dengan kualitas
benih dan harga. Perbedaan harga terjadi pada tingkat pengusaha pembenihan
(produsen) dengan pedagang benih (penangkar benih) atau pedagang antar
kabupaten. Sebagai contoh, harga jual benih patin siam ukuran < 1 inchi di Bogor
dan Jakarta adalah < Rp 100/ekor. Benih ini di jual di Pekanbaru oleh penangkar
benih antara Rp 120 – Rp 130/ekor, sedangkan harga pasar benih ukuran tersebut
di Kabupaten Kampar sekitar Rp 150/ekor. Dengan demikian persaingan pasar
akan semakin dirasakan oleh pengusaha pembenih. Perbedaan harga lainnya
yang mungkin terjadi adalah terhadap pelanggan tetap produser dengan yang
bukan pelanggan dengan perbedaan harga tersebut sekitar 10% di bawah harga
minimal pasar.
Dalam mengatasi persaingan usaha tersebut, pengusaha pembenihan ikan
patin lebih cenderung memasarkan benih ukuran 1-2 inchi dengan harga antara
Rp 170 - Rp 250/ekor. Benih ukuran yang demikian relatif kuat dipelihara di kolam
pembesaran. Disamping itu, para pengusaha juga cenderung memberikan service
kepada pembeli atau pembudidaya dalam bentuk konsultasi pemeliharaan awal.
Bahkan ada pula yang memberi jaminan pengganti benih yang mati selama masa
pengangkutan dan pemeliharaan awal di kolam pembesaran dengan penambahan
jumlah sekitar 10% dari yang di beli atau di tebar.
Permintaan pasar akan benih patin masih belum terpenuhi seluruhnya
oleh pengusaha pembenih patin di Kabupaten Kampar dari produksi benih patin
yang dihasilkan. Pada tahun 2009 total permintaan benih patin 40 juta ekor
17
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
benih di Kabupaten Kampar, sedangkan produksi adalah 33 juta ekor benih. Hal
ini menunjukkan bahwa permintaan lebih besar dari pada produksi, sehingga
peluang pasar benih patin masih terbuka. Peluang pasar benih patin akan semakin
besar dengan adanya program pemerintah dalam meningkatkan produksi patin
di wilayah produser patin di Indonesia pada umumnya dan Provinsi Riau pada
khususnya.
3.2.1. Harga
Pedagang
Pembudidaya
Pembenih Penangkar antar ikan
Kabupaten
19
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
Sampai saat ini relatif tidak ada kendala yang dihadapi pengusaha pembenih
ikan patin di Kabupaten Kampar dalam hal dalam pemasaran benih patin,
bahkan produksi benih patin dengan permintaan pasar belum dapat terpenuhi
seluruhnya. Namun demikian, dalam kondisi tertentu, terjadi persaingan harga
yang kurang sehat antara pembenih dan atau disebabkan oleh penangkar dan
pedagang antar kabupaten/provinsi serta pedagang benih yang benihnya berasal
dari luar Provinsi Riau (benih dari Jawa Barat atau Jakarta). Untuk itu peran Asosiasi
Pengusaha, Pembenih dan Penangkar Ikan Kampar (APPIK) sangat penting dalam
mengendalikan hal ini.
Dalam budidaya ikan pada umumnya dan ikan patin pada khususnya
terdapat 3 (tiga) sub sistem pemeliharaan, yaitu pembenihan, pendederan, dan
pembesaran. Pembenihan ikan patin pada umumnya bersamaan dengan sub-
sistem pendederan, baik pendederan di dalam bak dan kadang dikombinasikan
dengan pendederan di dalam kolam untuk mendapatkan benih kelas tebar kategori
P II A (ukuran 1-2 inchi) maupun hanya di dalam kolam untuk mendapatkan benih
kategori P II B (ukuran 2-3 inchi). Namun demikian ada pula kegiatan pendederan
yang hanya dilakukan di dalam bak pemeliharaan larva (tanpa menggunakan
kolam). Pembenihan adalah kegiatan pemeliharaan induk untuk menghasilkan
telur sampai dengan larva. Pendederan adalah kegiatan pemeliharaan benih ikan
patin hasil pembenihan untuk mencapai ukuran tertentu dan sebagai masa adaptasi
sebelum dipelihara di tempat pembesaran. Agar dapat memperoleh produk benih
sesuai dengan target kuantitas dan kualitas yang diharapkan serta tepat waktu
sesuai dengan permintaan, maka dalam proses produksi benih ikan patin terdapat
beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dan akan dijelaskan dalam uraian di
bawah ini.
Tanah untuk lokasi pembenihan, terutama untuk kolam induk dan pendederan
yang menggunakan kolam tanah dapat dipilih dari lahan dengan tanah liat atau
lempung berpasir dan tidak poreus, berwarna coklat atau kehitaman, tingkat
keasaman (pH tanah) >6, dengan tekstur 50-60% liat atau liat berlempung, fraksi
pasir kurang dari 20%, dan sisanya serbuk bahan organik. Lokasi tersebut berada
21
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
di atas lahan stabil dengan kemiringan <10%, dekat dengan sumber air, bebas
dari segi gangguan bencana alam, gangguan pencemaran, gangguan keamanan,
dan gangguan predator (khususnya di kolam pendederan), serta mempunyai
aksessibilitas transportasi yang baik dengan mobil atau kendaraaan roda 4-6. Lahan
tersebut dapat berada di sekitar lahan pekarangan rumah di area permukiman
yang tergolong jarang dengan jarak lebih dari 10 m dari rumah atau di sekitar
lahan perkolaman atau persawahan atau lahan kebun/ladang tradisional.
Air merupakan salah satu komponen penting dari proses produksi benih. Air
yang digunakan untuk kegiatan pembenihan berasal dari air tanah (sumur tanah
dangkal atau sumur bor) dan atau air permukaan (aliran mata air/anak sungai yang
dibendung, air sungai, air irigasi, dan bendungan), dengan kualitas yang layak atau
baik serta kuantitas yang mencukupi. Kisaran kualitas air untuk pembenihan patin
disajikan pada Tabel 4.1. Air sebaiknya dapat dialirkan dengan sistem gravitasi
dan ditampung terlebih dahulu dalam bak atau kolam penampungan, namun jika
tidak memungkinkan digunakan bantuan pompa.
Untuk pemeliharaan induk dapat menggunakan air sungai atau air irigasi
dengan kecerahan >30 cm, karena ikan patin tidak terlalu menyukai air yang
jernih. Namun demikian, untuk pembenihan patin jenis “Pasupati” membutuhkan
air yang relatif jernih dengan kadar oksigen yang tinggi pada pemeliharaan larva/
benih, pendederan, pembesaran dan/atau pemeliharan induk.
Pada penetasan telur dan pemeliharaan larva digunakan air yang bersih dan
jernih (air sumur, aliran mata air/air sungai) dengan pH sekitar 7 dan kadar besi yang
rendah. Jika menggunakan air sumber dengan pH yang relatif rendah, diperlukan
upaya perlakukan awal dengan pengapuran. Air tanah yang mengandung kadar
besi yang tinggi, sebaiknya tidak digunakan, dan jika digunakan memerlukan
perlakukan awal. Begitu juga halnya dengan air irigasi, bahwa perlakukan dengan
pengendapan dan cara penyaringan masih diperlukan, apabila kondisi air kurang
layak. Perlakuan terhadap air dengan pH yang rendah atau kadar besi yang relatif
tinggi serta perlakuan terhadap air irigasi yang kurang layak, tentu akan menambah
biaya produksi.
Para pembenih patin siam di Kabupaten Kampar, sebagian menggunakan
sistem pendederan dalam kolam dan sebagian menggunakan bak pemeliharaan
larva sebagai sarana pendederan. Pendederan di dalam bak pemeliharaan larva
dilakukan dengan mengurangi tingkat kepadatan dalam pemeliharan benih atau
sesuai dengan tingkat kepadatan di dalam kolam pendederan. Alasan pembenih
menggunakan bak pemeliharaan larva sebagai wadah pendederan, diantaranya
adalah untuk menekan kematian benih dari pemangsaan predator. Air sumber
yang digunakan untuk pendederan dalam kolam adalah air bersih yang dapat
berasal dari air sungai/bendungan.
Pengusaha pembenihan patin di Kabupaten Kampar sebagian besar
menggunakan sumber air dari sumur bor dengan kedalaman 15-25 m. Keasaman
(pH) air sumur bor ini pada umumnya adalah sekitar 5, sehingga diperlukan
perlakuan berupa treatment air. Air sumber untuk kolam induk digunakan air
sungai/bendungan dengan pH 5,5–6,5, sehingga diperlukan pengapuran tanah
kolam induk dan pendederan sebelum digunakan.
23
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
A. Fasilitas Produksi
1. Kolam induk/ Kolam air tenang yang berfungsi untuk perawatan calon
Wadah induk dan induk dasar;
pemeliharaan Konstruksi tanah atau pematang beton; ukuran 100-
induk 250 m2; kedalaman air 0,8-1,0 m; padat tebar 2-4
ekor/m2 untuk patin siam. Kemiringan kolam ke arah
pembuangan air sekitar 3%.
Untuk kolam induk dapat pula menggunakan:
a. Fence:
Konstruksi dari bambu atau kayu; ukuran 100-200
m2; kedalaman air 0,8-1,0 m, padat tebar 2 ekor/m2
untuk patin siam.
b. Karamba Jaring Apung (KJA)
Konstruksi terbuat dari kerangka bambu, kayu atau
besi. Ukuran minimal 4m x 4m x 4m, jaring terbuat
dari polyethyline, PE 210 D9 sampai D18, ukuran
mata jaring minimal 1 inchi. Padat tebar 3 ekor/m3
untuk patin siam.
25
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
B. Peralatan
3. Scop net/ Untuk menangkap induk dari kolam induk atau wadah
Seser besar isolasi; ukuran disesuaikan; seser dapat dibuat dari
dan kasar waring ataupun jaring nilon; jumlah 5 unit.
27
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
6. Sistem aliran Untuk menyalurkan air bersih, air sistem resirkulasi atau
air air panas dan pipa pembuangan air media pemeliharan
larva/benih melalui satu set sistem perpipaan (pipa
PVC dan slang plastik); ukuran dan jumlah disesuaikan
dengan kebutuhan.
29
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
Kolam induk atau perawatan induk pada umumnya adalah kolam tanah dan
dapat pula menggunakan kolam dengan pematang tembok. Kolam ini terdiri dari
2-4 unit atau 1 unit kolam yang dapat disekat dengan jaring pembatas menjadi 2-4
bagian dengan luasan masing-masing 100-250 m2 (Foto 4.1). Induk patin jantan
dan betina dapat dipelihara dalam kolam secara bersamaan atau secara terpisah
atau kolam yang sama yang diberi sekat secara terpisah, dengan padat penebaran
sekitar 2-4 ekor/m2. Pemberian sekat pemisah bukan hanya untuk memisahkan
pemeliharaan induk patin jantan dan betina, tetapi untuk mengurangi stres
induk pada saat seleksi di kolam induk; pemeliharaan calon induk dengan induk
(indukan yang sudah dipijahkan dan indukan yang belum dipijahkan), karena
induk jantan dan betina digunakan hanya sekitar 3-4 kali pemijahan dan setelah
itu dikategorikan sebagai induk afkir.
Bak atau kolam pengolahan air tidak diperlukan apabila air sumber mempunyai
kualitas yang baik. Pengolahan air ini diperlukan jika menggunakan air sumur
bor atau air sumur tanah dangkal sebagai air sumber kegiatan pembenihan dan
mempunyai keasaman (pH) <6,5. Bak/kolam ini terdiri dari 3 unit dengan ukuran
yang disesuaikan dengan kebutuhan dan berupa kolam tanah atau bak beton
(Foto 4.2). Unit pertama digunakan untuk treatment air menggunakan kapur,
sehingga dapat meningkatkan pH air, kemudian unit kedua adalah bak filtrasi
dan unit ke tiga sebagai penampungan air bersih. Volume kapur yang digunakan
adalah sebanyak 5-30 kg/bulan.
Wadah isolasi/pemberokan induk yang telah diseleksi serta pemeliharan
induk betina yang sudah dilakukan penyuntikan merupakan kolam induk yang di
sekat dengan hapa (ukuran 3m x 2 m x 1 m atau disesuaikan) dan/atau bak dari
kontruksi kayu yang dilapisi plastik (Foto 4.3). Jumlah wadah isolasi/pemberokan
induk 2-3 unit untuk memisahkan indukan jantan dan betina.
31
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
Bak penetasan dan pemeliharaan larva yang terdapat di dalam panti benih,
difungsikan oleh sebagian pengusaha sebagai bak pemeliharaan benih (sampai
benih dijual atau dibesarkan di dalam kolam pembesaran). Pada umumnya bak ini
terbuat dari balok dan papan kayu meranti dan dilapisi dengan plastik tebal/karpet
plastik (Foto 4.5). Bak ini berukuran 4 x 1 x 0,8-1 m (kedalaman air sekitar 0,4 m)
dengan jumlah berkisar antara 10-25 unit per-pengusaha, tergantung skala usaha
atau target produksi benih (100.000-500.000 benih per-siklus per-pengusaha).
Jumlah larva yang dipelihara di dalam bak ini sekitar 20.000 - 30.000 ekor atau
sekitar 16 - 25 larva/liter.
33
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
Bak atau kolam pendederan tidak selalu digunakan atau dibutuhkan, kecuali:
(1) untuk adaptasi atau aklimatisasi benih selama beberapa hari di lingkungan
kolam dan mendapatkan asupan pakan buatan, sebelum benih tersebut di jual
atau digunakan sendiri di kolam pembesaran; (2) apabila ingin membesarkan
benih sampai ukuran sekitar 2 inchi atau lebih, karena beberapa konsumen benih
menginginkan benih dengan ukuran tersebut.
Usaha pembenihan juga dilengkapi dengan sarana untuk meningkatkan
suhu dan oksigen media pemeliharaan larva/benih. Sarana untuk meningkat suhu
pada umumnya secara semi-modern, yaitu memanaskan air di dalam dandang
alumunium dengan kayu bakar (Foto 4.7 A, B, C, D) atau kompor minyak tanah.
Dalam 1 siklus pembenihan menggunakan kayu bakar sebanyak 1 truk, sedangkan
minyak tanah sekitar 50-60 liter. Kegiatan ini dilakukan di luar panti benih dan
disalurkan dengan sistem resirkulasi ke dalam bak pemeliharaan larva melalui
sistem perpipaan dan menggunakan bantuan pompa air (Foto 4.7 E, F). Kapasitas
dandang pemanas ini sekitar 80 liter air dengan jumlah berkisar antara 2-3 unit.
Sedangkan untuk meningkatkan kandungan oksigen di dalam media pemeliharaan
larva digunakan Hi-blow mikro blower dengan 40-60 titik aerator per-blower (Foto
4.7 G). Untuk menjalankan mikro blower, diperlukan aliran listrik yang berasal dari
PLN atau menggunakan genset cadangan (Foto 4-7 H).
A B
C D
E F
G H
Foto 4.7. Sarana dan Peralatan Pembenihan Patin
35
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
Bahan yang diperlukan antara lain indukan patin jantan dan betina (Foto 4.8
A), hormon buatan dan yang dipergunakan saat ini adalah ovaprim (Foto 4.8 B),
pakan alami (artemia dan cacing sutera), pakan buatan untuk induk dan benih,
larutan fisiologis (larutan NaCl 0,9% atau larutan Ringer), garam dapur atau obat-
obatan untuk perawatan larva yang terkena penyakit, kapur untuk meningkatkan
pH air sumber yang rendah, kayu bakar atau minyak tanah untuk bahan bakar
pemanas air, solar untuk bahan bakar genset, dan lain sebagainya.
Untuk target produksi benih patin siam persiklus dengan jumlah lebih dari
100 ribu benih berukuran >1 inchi, dibutuhkan bahan berupa induk jantan dengan
jumlah 3-8 ekor yang berukuran > 2 kg/ekor dan betina 2-4 ekor dengan ukuran >
3 kg/ekor. Selanjutnya dibutuhkan ovaprim 10 ml, larutan fisiologis (NaCl 0,9%)
1-2 botol, artemia 3-10 kaleng, cacing rambut atau cacing sutera 160-800 kaleng
(@ 0,5 liter), pelet udang ukuran halus untuk pakan benih di bak pemeliharaan
dan pendederan sekitar 10-30 kg.
4.5. Teknologi
37
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
karena harus memperhitungkan kebutuhan jumlah dan luasan kolam indukan dan
biaya untuk pakan. Disamping itu, perlu dihindari terjadi lonjakan jumlah induk yang
matang gonad dan siap dipijahkan harus dalam periode tertentu atau sebaliknya,
sehingga menjadi kendala dalam kontinuitas produksi atau sarana yang tersedia
tidak memadai baik jumlah dan kapasitasnya dalam produksi. Pembenih patin di
Kabupaten Kampar mempunyai indukan jantan dan betina, masing berkisar antara
100-150 ekor jantan dan sekitar 200-250 ekor betina. Namun demikian, untuk
skala ekonomis, diperkirakan jumlah total indukan berkisar antara 100-120 ekor,
dengan proporsi jantan dan betina 1: 1,5 – 2 ekor. Disamping itu, pengaturan
ukuran indukan juga perlu menjadi pertimbangan, yaitu dengan ukuran berat yang
relatif mengikuti sebaran normal miring ke kiri, baik untuk induk jantan maupun
induk betina. Modus sebaran normal bobot indukan adalah sekitar 3 kg untuk
induk jantan dan 4 kg untuk induk betina.
Pakan yang diberikan berupa pakan buatan dengan kualitas yang baik dan
kuantitas yang mencukupi. Pakan harus memiliki kandungan protein 30 - 35%.
Pemberian pakan dilakukan setiap hari sebanyak 3% bobot biomas/hari dengan
frekuensi pemberian pakan 2 - 3 kali/hari. Komposisi pakan buatan untuk indukan
patin berdasarkan Badan Standarisasi Nasional (BSN) tahun 2009 dapat dilihat
pada Tabel 4.3.
39
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
Pada umumnya, ciri induk jantan yang matang gonad adalah alat kelamin
(urogenital) membengkak dan berwarna merah tua (Foto 4.9 A). Apabila bagian
perut dekat lubang kelamin diurut akan mengeluarkan cairan putih kental (cairan
sperma). Sedangkan induk ikan betina yang telah matang gonad (Foto 4.9 B),
memiliki ciri-ciri yang ditunjukkan dengan papila membengkak dan berwarna
merah tua, selain itu perut membengkak ke arah belakang (ke arah genital).
A B
A = Induk Jantan; B = Induk Betina (Sumber: LRPTBPAT, 2007)
Foto 4.9. Ciri-ciri Induk Patin yang Matang Gonad
4.6.3. Pemijahan
Induk yang akan dipijahkan diberok dahulu 1-2 malam di dalam wadah
isolasi induk untuk mengurangi kadar lemak pada saluran pengeluaran telur dan
membuang kotoran/feces. Pemijahan dilakukan secara buatan melalui pemberian
rangsangan hormon untuk proses pematangan akhir gonad, pengurutan untuk
proses pengeluaran telur dan pembuahan dengan mencampur sperma dan telur.
Hormon yang digunakan adalah ovaprim atau sejenisnya. Standar dosis ovaprim
yang diberikan untuk induk betina adalah 0,5 mL/kg sedangkan untuk jantan
adalah 0,2 mL/kg (bila diperlukan). Penyuntikan dilakukan sebanyak dua kali pada
bagian intramuskular dengan interval waktu penyuntikan pertama dan kedua
sekitar 6-12 jam. Penyuntikan pertama sebanyak 1/3 bagian dari dosis total dan
sisanya 2/3 bagian lagi diberikan pada penyuntikan kedua.
Setelah penyuntikan kedua, 6-8 jam kemudian dilakukan pengecekan
ovulasi induk. Pengecekan ini akan menentukan saat pengeluaran telur untuk
proses pembuahan. Bila pengeluaran telur dilakukan sebelum ovulasi (terlalu cepat
waktu), pengeluaran telur tidak akan lancar dan biasanya persentase keberhasilan
pembuahan akan kecil. Sedangkan bila terlalu lambat, pembuahan biasanya juga
gagal karena air sudah masuk ke dalam kantung telur yang menyebabkan lubang
mikrofil pada telur sudah tertutup. Pengecekan ovulasi dilakukan dengan cara
melakukan pengurutan pada bagian dekat urogenital secara pelan dan hati-hati.
Ovulasi sudah tercapai bila sudah ada sedikit telur yang keluar sehingga pengurutan
secara keseluruhan dapat dilanjutkan untuk proses pembuahan.
Proses pembuahan didahului dengan penyiapan sperma yang dikeluarkan
dari induk jantan. Sperma ditampung dalam wadah dan diencerkan dengan
larutan NaCl 0,9% (larutan infus) dengan perbandingan sekitar 1 : 100. Sperma
yang tercampur urine (air kencing ikan) sebaiknya tidak digunakan.
Selanjutnya telur dikeluarkan dengan melakukan pengurutan induk betina
secara hati-hati dan ditampung dalam wadah. Tetesan air dalam wadah atau
pada telur harus dihindari. Bila dikehendaki, pengurutan dapat dilakukan secara
41
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
berulang tapi dalam tenggang waktu yang relatif singkat. Telur yang sudah
ditampung ditambahkan dengan sperma dan diaduk secara merata. Untuk
memudahkan pencampuran telur dan sperma dapat diberi tambahan larutan
fisiologis secukupnya. Proses pemijahan ikan patin disajikan pada Foto 4.10.
Telur yang sudah dibuahi diletakkan di atas trai hapa jaring dalam bak
pembenihan yang sudah disiapkan terlebih dahulu (Foto 4.11). Jumlah trai hapa
jaring (0,7m x 0,7m) dalam bak penetasan 4m x 1m x 0,4m sekitar 2-4 unit. Hapa
jaring dilubangi di beberapa bagian yang berfungsi sebagai tempat keluar benih
patin yang menetas ke bak pembenihan. Aerasi yang cukup untuk menjamin
kandungan oksigen terlarut serta suhu perlu diperhatikan agar proses penetasan
telur berjalan secara optimal. Pada suhu 29–30 °C biasanya telur mulai menetas
setelah inkubasi 18-24 jam. Setelah proses penetasan selesai, hapa jaring diangkat
karena pada saat penetasan terdapat sisa cangkang telur yang dapat membusuk
dan menyebabkan bahan beracun bagi larva. Alternatif lain dalam penetasan telur
dapat menggunakan corong (Foto 4.12)
43
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
Benih ikan patin mempunyai sifat kanibal yang tinggi sehingga untuk
menghindarinya perlu diperhatikan waktu untuk pemberian pakan. Jenis pakan
untuk benih patin diberikan berdasarkan umur dari benih (Tabel 4.4). Pakan pertama
dapat diberikan sekitar 24 jam setelah menetas pada kisaran suhu pemeliharaan
29–30 °C. Pakan yang diberikan berupa Artemia. Penyiapan Artemia dilakukan
pada saat telur patin menetas, sehingga pakan Artemia diberikan pada saat benih
sudah berumur 1 hari.
Tabel 4.4. Jenis Pakan Berdasarkan Umur Dalam Pemeliharaan Benih Patin Siam
Pemberian pakan Artemia selanjutnya dapat dilakukan pada kisaran 4–5 jam
sekali. Pakan diberikan secara ad libitum atau secukupnya dengan memperhatikan
nafsu makan ikan. Penggantian pakan dari Artemia ke cacing rambut dapat
dilakukan mulai hari ketujuh dengan memperhatikan bukaan mulut larva. Bila
suplai cacing rambut tidak ada, pemberian pakan buatan masih mungkin dilakukan
dengan memberikan adaptasi secukupnya. Pada hari ke-16, larva patin sudah
dapat diberi pakan buatan.
Untuk menjaga kondisi kualitas air tetap baik dilakukan penyiponan setiap hari
terhadap kotoran atau sisa pakan yang mengendap di dasar wadah pemeliharaan.
Disamping itu dilakukan pergantian air media pemeliharaan sebanyak 30-50%
yang dimulai pada hari ketiga dengan air yang sesuai dengan kebutuhan hidup
larva. Tujuan dilakukannya penyiponan ini adalah untuk menghindari penumpukan
bahan organik yang berasal dari kotoran, larva yang mati atau sisa pakan yang
dapat mengakibatkan meningkatnya kandungan amoniak dalam air. Penyiponan
harus dilakukan setiap hari secara hati-hati. Pada saat dilakukan penyiponan, batu
aerasi diangkat agar sisa kotoran tidak teraduk yang dapat berakibat mengotori
badan air. Hal tersebut sering menyebabkan stres pada larva dan bahkan berakibat
fatal menyebabkan kematian larva. Pemeliharaan larva/benih di bak pembenihan
dapat dilakukan sampai umur minimal 16-18 hari sebelum dipindah ke dalam
kolam pendederan. Pertimbangan pemindahan pemeliharaan dapat disesuaikan
dengan kebutuhan.
Secara prinsip lebih baik mencegah (preventif) dari pada mengobati (kuratif).
Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk pencegahan penyakit :
(1) Menjaga kebersihan wadah pemeliharaan,
(2) Menjaga stabilitas suhu agar tetap panas antara 28-31°C,
(3) Pakan terbebas dari parasit dan jamur,
(4) Menjaga kondisi air agar tetap baik yang selalu bersih dari sisa pakan.
45
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
47
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
a. Sistem terbuka
Pengangkutan benih dengan sistem terbuka biasanya menggunakan drum
plastik berkapasitas 200 L. Untuk mempertahankan kandungan oksigen terlarut
perlu ditambahkan fasilitas aerasi. Kapasitas angkut benih ikan patin siam adalah
100 ekor/L air dengan lama waktu tempuh maksimal 10 jam.
Apabila lebih dari 10 jam perlu dilakukan penggantian air. Dalam
pengangkutan benih patin siam penambahan garam maksimal 5 ppt dan perlakuan
suhu dingin sangat membantu. Pengangkutan dengan sistem ini lebih cocok untuk
benih ukuran relatif besar ( ukuran >2 inchi).
b. Sistem tertutup
Pengangkutan sistem tertutup biasanya dengan menggunakan kantong
plastik yang diberi tambahan oksigen. Perbandingan oksigen dan air adalah 2 : 1.
Kapasitas angkut 50 g/L air untuk waktu tempuh maksimum 10 jam. Pengangkutan
dengan sistem ini lebih cocok untuk benih ukuran kecil (maksimum 1 inchi).
Pengusaha pembenihan ikan patin di Kabupaten Kampar melakukan
pengangkutan ikan dengan sistem tertutup dengan menggunakan plastik ukuran
50 x 60 cm (10 L). Padat penebaran benih patin 1000 ekor/plastik. Pengiriman
benih patin menggunakan angkutan darat. Untuk penjualan benih dalam
kabupaten, para pembenih umumnya tidak melakukan pemberokan pada benih,
sedangkan penjualan keluar kabupaten/propinsi benih diberok selama 2 hari.
Pengiriman dengan sistem ini mempunyai waktu tempuh 10 jam, dan kepadatan
benih dikurangi dalam kantong jika waktu tempuh lebih dari 10 jam.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengemasan benih ikan patin yaitu:
1. Ketersediaan atau pengadaan kantong plastik sesuai kebutuhan. Setiap
kantong dibuat rangkap untuk menghindari kebocoran.
2. Benih ikan ditangkap dengan serokan halus (sambil dilakukan
penghitungan), kemudian dimasukan kedalam kantong plastik tadi.
3. Satu persatu kantong diisi dengan oksigen murni (perbandingan air dengan
oksigen adalah 1 : 2), setelah itu segera diikat.
4. Kantong-kantong plastik berisi benih, dimasukkan kedalam kardus agar
benih tidak terkena cahaya matahari secara langsung.
5. Lama pengangkutan. Benih ikan patin dapat diangkut selama 10 jam
dengan tingkat kelangsungan hidup mencapai 98,67%. Jika jarak yang
hendak ditempuh memerlukan waktu yang lama maka satu- satunya cara
untuk menjamin agar ikan tersebut selamat adalah dengan mengurangi
jumlah benih ikan di dalam setiap kantong plastik.
49
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
6. Pengangkutan lebih baik dilakukan pada saat pagi dan sore hari atau pada
saat kondisi cuaca tidak panas. Cuaca yang panas akan meningkatkan
suhu air untuk pengangkutan benih yang dapat meningkatkan kematian
benih.
Secara ringkas, proses produksi benih patin disajikan pada Gambar 4.1.
Pengelolaan Induk
• Jumlah, ukuran, dan proporsi indukan yang dipelihara
• Pemberian pakan buatan dengan protein 30-35%.
• Pengelolaan kualitas media pemeliharaan
• Pengecekan induk ikan yang sakit atau terinfeksi
Seleksi Induk
• Minimalkan penyebab Stress indukan dan
induk yang diseleksi.
• Isolasi dan pemberokan 1-2 malam
Pemijahan
• Penyuntikan hormon ovaprim
• Stripping
• Pemijahan buatan
Penetasan Telur
• Penetasan di atas hapa dalam bak
larva/ Penetasan dengan corong
• Kepadatan & Hatching rate
Pendederan di kolam
• Persiapan dan pengelolaan air
• Pemberian pakan buatan
• Padat penebaran dan sintasan
51
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
Jumlah produksi dipengaruhi oleh tingkat keberhasilan dari benih patin yang
menetas. Secara teknis berdasarkan skala usaha yang ada maka produksi optimum
benih patin dapat mencapai 200.000-700.000 ekor/siklus dengan 6-12 siklus/
tahun.
Secara umum masalah atau titik kritis dalam proses produksi terjadi pada; (1)
manajemen induk; (2) manajemen air; (3) penetasan telur (4) pemeliharaan larva
dan benih, baik di bak pemeliharaan maupun di kolam pendederan. Sedangkan
permasalahan yang kadang dihadapi oleh pembenih patin di Kabupaten Kampar
saat ini adalah pH air tanah yang rendah, dan pemeliharaan larva/benih berkaitan
dengan penyakit pada musim hujan, pasokan pakan cacing sutera (Tubifex) yang
sering menjadi kendala atau harganya mahal (Rp. 9.000,- s.d. Rp. 10.000/kaleng;
@ 0,5 liter), sedangkan kebutuhan pembudidaya sekitar 150-500 kaleng/siklus.
Manajemen sangat penting dalam proses produksi pembenihan patin,
mulai dari pengaturan jumlah, ukuran, proporsi jantan dan betina yang dipelihara
serta pemeliharaan induk. Masalah indukan selama ini belum menjadi titik kritis,
terutama dari segi jumlah dan ukuran. Hal ini disebabkan karena tersedia calon
induk yang sangat memadai dari petani pembesar atau khusus pembesaran calon
induk. Disamping itu, para pembenih juga mempunyai kolam pembesaran yang
digunakan untuk pemeliharaan ikan untuk menjadi calon induk atau pemeliharan
calon induk untuk menjadi induk dasar.
Manajemen induk yang tidak kalah penting juga adalah pengaturan ukuran
dan jumlah dari calon induk dan induk produktif yang dipelihara. Disamping itu
pegaturan kolam pemeliharaan, sehingga induk induk tidak hanya ditempat di satu
kolam. Hal ini berguna untuk menekan stres pada induk pada saat dilakukannya
seleksi induk. Pengaturan kolam pemeliharaan juga dapat dilakukan dengan
pemisahan induk yang sudah beberapa kali pemijahan dengan induk yang belum
atau satu kali pemijhahan.
Selain pengaturan pemeliharaan, juga diperlukan pemberian pakan dengan
dengan protein tinggi. Hal ini untuk meningkatkan fekunditas dan periode matang
gonad serta mengurangi kandungan lemak dalam gonad. Dalam mengurangi
kandungan lemak dalam gonad, maka pakan induk sering ditambahkan Vitamin
E (VE) dengan pemberian 200 mg/kg induk dan dapat diberikan 1-2 kali perbulan.
Dengan demikian diharapkan hatching rate telur dari induk yang dipelihara dapat
meningkat.
Untuk mengatasi masalah air dengan sumber air tanah dengan pH yang
rendah atau air irigasi dengan kekeruhan relatif tinggi dan pH-nya juga rendah,
dilakukan dengan sistem pengolahan air sebagai air sumber kegiatan. Pengolahan
dilakukan dalam bak secara bertingkat, mulai dengan pemberian kapur tohor
(CaO), kemudian penyaringan dengan menggunakan lapisan ijuk dan arang serta
pengendapan.
Dalam mengatasi permasalahan penyakit di musim hujan, pembenih ikan
patin di Kabupaten Kampar menanganinya dengan satu atau kombinasi dari dua
teknik, yaitu dengan pemberian air garam ke dalam media pemeliharaan dengan
kadar 5 ppt atau meningkatkan suhu media pemeliharaan menjadi 30-31°C atau
kombinasi keduanya.
Untuk menangulangi masalah terhadap keterbatasan pasokan pakan alami
berupa cacing sutera, pembenih sering memperpanjang periode pemberian pakan
naupli artemia atau dengan mempercepat aplikasi pemberian pakan buatan.
Sedangkan upaya lain dapat dilakukan dengan menggunakan pakan alami berupa
Daphnia.
53
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
BAB V
ASPEK KEUANGAN
Pembenihan ikan patin siam mempunyai beberapa skala pola usaha, baik
ditinjau dari target atau realisasi produksi benih, proses produksi, jenis dan volume
sarana pembenihan, teknik penetasan telur, pemeliharaan larva dan benih serta
manajemen kualitas air. Sedangkan untuk pemijahan menggunakan teknologi
pemijahan buatan dengan penyuntikan hormon (misalnya ovaprim sebagai hormon
buatan), guna mestimulir terjadinya ovulasi, selanjutnya pemijahan dilakukan
melalui pemijahan buatan dengan cara stripping. Hal ini mengingat bahwa masih
sulitnya dilakukan pemijahan ikan patin secara alami.
Ditinjau dari proses produksi, perbedaan terjadi diantaranya adalah pada
manajemen air, karena air sumber kegiatan pembenihan ada yang berasal
dari sumur bor dan ada pula dari bendungan anak sungai atau irigasi. Dengan
terjadinya perbedaan tersebut, maka akan berbeda pula biaya investasi dan
operasional dalam proses pengadaan air untuk kegiatan, guna memperoleh
kualitas air yang baik sesuai dengan persyaratan dalam proses produksi benih.
Hal ini disebabkan karena kualitas air tanah dan air pemukaan secara umum
di Kabupaten Kampar mempunyai pH yang rendah. Begitu juga halnya dalam
menajemen air media pemeliharaan, terutama pengaturan suhu air di malam hari
dan atau penanggulangan terhadap penyakit. Air yang digunakan pada sistem
sirkulasi, peningkatan suhu media pemeliharaan berasal dari air yang dipanaskan
55
ASPEK KEUANGAN
ini. Selanjutnya skala teknologi proses produksi adalah yang umum digunakan
dan dapat diadopsi oleh masyarakat serta sarana dan fasilitas yang sesuai sebagai
konsekwensi teknologi yang digunakan dan/atau kebutuhan dalam proses
produksi.
Berdasarkan pertimbangan kriteria di atas, maka pola usaha yang dipilih
dalam pembenihan ikan patin siam ini adalah:
(1) Produksi benih kategori P II A (ukuran 1-2 inchi) minimal adalah 110.000
ekor per-siklus dengan 8 siklus per-tahun atau produksi dan penjualan
benih >880.000 ekor per-tahun. Benih tersebut adalah benih patin
siam kelas sebar hasil pemeliharaan di dalam bak larva dan atau kolam
pendederan. Waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi benih ukuran
1-2 inchi tersebut sekitar 25-35 hari per-siklus, sedangkan produksi 8
siklus per-tahun disebabkan karena induk ikan patin betina mempunyai
frekuensi tingkat kematangan gonad yang rendah pada musim kemarau,
sehingga menurun jumlah siklus produksi.
(2) Induk yang diperlukan untuk memproduksi benih yang demikian adalah
sekitar 1-2 ekor induk betina dengan berat 3-5 kg per-ekor dan 2-5 ekor
induk jantan dengan berat 2-4 kg per-ekor. Dengan menggunakan pakan
buatan berprotein tinggi (28-35%), maka satu induk betina ukuran tersebut
dapat menghasilkan telur (fekunditas) sekitar 150–500 ribu butir setiap
pemijahan dan dapat dipijahkan sekitar 2-3 kali dalam setahun dengan
umur produktif 2-3 tahun.
(3) Dalam menjaga kontinuitas produksi dan sesuai dengan kapasitas sarana
dan fasilitas serta perlatan, maka jumlah indukan secara keseluruhan
berkisar antara 100-120 ekor dengan proporsi jumlah jantan dan betina
adalah 1 : 1,5-2. Disamping itu, minimal tersedia 6-10 pasang induk dalam
kondisi usia produktif untuk memulai usaha.
(4) Penetasan telur hasil pemijahan dapat menggunakan trai atau corong,
dengan rata-rata tingkat keberhasilan penetasan (hatching rate) dan
sintasan/kelangsungan hidup (survival rate) masing-masing adalah 70%.
57
ASPEK KEUANGAN
(5) Fasilitas pembenihan dan luas lahan yang diperlukan dapat disesuaikan
serta status lahan adalah dibeli atau lahan milik sendiri, namun tetap
diberlakukan penilaian terhadap lahan.
Untuk analisis kelayakan usaha berdasarkan pola usaha yang dipilih sebagai
kriteria usaha yang ekonomis diperlukan adanya beberapa asumsi mengenai
parameter teknologi proses maupun biaya, sebagaimana terangkum dalam Tabel
5.1 dan Lampiran 1. Asumsi ini diperoleh berdasarkan kajian terhadap usaha
pembenihan ikan patin siam pada beberapa Usaha Perbenihan Rakyat (UPR) di
Kabupaten Kampar, diantaranya adalah: (1) Stanum Hatchery di Kelurahan
Langginang, Kecamatan Bangkinang; (2) Graha Pratama Fish Hatchery di Desa
Koto Masjid, Kecamatan XIII Koto Kampar; (3) Vagita Hatchery di Desa Padang
Mutung, Kecamatan Kampar. Disamping itu kajian ini juga berdasarkan informasi
yang diperoleh dari BBI dan Staf Dinas Perikanan Kabupaten Kampar serta referensi
lainnya.
Penentuan usia kegiatan pembenihan (periode proyek) selama 4 tahun
didasarkan atas pertimbangan investasi dan siklus produksi benih ikan patin.
Bangunan investasi sebenarnya mempunyai umur teknis yang lama (>10 tahun),
tetapi alat-alat produksi lainnya umurnya relatif pendek (rata-rata 4-5 tahun).
Harga benih ikan patin juga bervariasi, tergantung ukuran panjang benih. Pada
kajian ini, harga benih patin ukuran 1-2 inchi diasumsikan sebesar Rp 170 per
ekor, sebagai harga pasar atau harga yang sering terjadi di lapangan.
59
ASPEK KEUANGAN
Untuk memulai usaha pembenihan ikan patin ini, biaya investasi yang
dibutuhkan untuk areal seluas 800 m2 adalah Rp 147.010.000 dengan komponen
terbesar adalah pembelian lahan usaha dan bangunan panti benih ikan patin.
Secara rinci, investasi pembenihan ikan patin ini disajikan dalam Tabel 5.2 dan
Lampiran 2.
61
ASPEK KEUANGAN
Jumlah 147.010.000
A Biaya Variabel
a. Pakan alami
(2). Cacing
kaleng 180 10.000 1.800.000 14.400.000
rambut
b. Pakan buatan
kg 10 1.500 15.000 120,000
(pellet udang)
3 Pemijahan Induk
63
ASPEK KEUANGAN
b. Hormon buatan
botol 1 200.000 200.000 1,600,000
(Ovaprim)
Desinfektan dan
4
Obat-Obatan
c. Obat-obatan
kg 1 50.000 50.000 400.000
lainnya
5 Penunjang
6 Packing benih
tbg/
a. Oksigen 0.5 100.000 50.000 400.000
siklus
b. Plastik kantong
unit 100 2.000 200.000 1.600.000
tebal
B Biaya Tetap
Perawatan sarana
2 Rp./bln 1 500,000 500.000 4.000.000
dan fasilitas
65
ASPEK KEUANGAN
Dengan skala usaha yang dipilih, diperkirakan produksi telur dari 2 induk
ikan patin minimal 230.000 butir untuk satu kali pemijahan. Dengan hatching rate
rata-rata sekitar 70%, akan menghasilkan benih ukuran 1-2 inchi sekitar 110.000
ekor per-siklus (sintasan larva dan benih rata-rata 70%). Dengan 8 siklus produksi
per-tahun, usaha ini diproyeksikan untuk dapat berproduksi secara optimal mulai
tahun pertama hingga akhir tahun ke-empat (sesuai umur proyek). Dengan harga
jual benih ukuran 1-2 inchi sebesar Rp. 170 per ekor, maka proyeksi pendapatan
yang diperoleh adalah sebesar Rp 18.700.000,- per-siklus atau sekitar Rp
149.600.000,- per-tahun. Proyeksi produksi dan pendapatan usaha serta harga
penjualan ditampilkan pada Tabel 5.6 dan Lampiran 5.
Hasil proyeksi laba rugi usaha menunjukkan bahwa usaha pembenihan ikan
patin telah menghasilkan laba (setelah pajak) pada tahun pertama (kapasitas 100%)
sebesar Rp 26.761.551,- dengan nilai profit on sales 17,89%, dan mengalami
peningkatan laba hingga tahun ke-4 yang berjumlah Rp 36.255.758,- dengan
profit on sales 24,24% (Tabel 5.7).
67
ASPEK KEUANGAN
Tahun
No Uraian Jumlah
1 2 3 4
Total
1 149.600.000 149.600.000 149.600.000 149.600.000 598.400.000
Penerimaan
Total
2 118.115.822 113.721.204 109.326.585 106.946.167 448.109.778
Pengeluaran
Laba/Rugi
3 31.484.178 35.878.796 40.273.415 42.653.833 150.290.222
Sebelum Pajak
Laba Setelah
5 26.761.551 30.496.977 34.232.403 36.255.758 129.249.591
Pajak
Ekor benih
239.374 203.955 168.535 149.349 761.213
ikan
BEP
berdasarkan
8 26.761.551 30.496.977 34.232.403 36.255.758 129.249.591
biaya (Rupiah/
ekor benih)
a. Biaya
46 46 46 46 46
operasional
Seperti terlihat pada Tabel 5.8, usaha pembenihan ikan patin selama
kurun waktu 4 tahun rata-rata akan menghasilkan keuntungan bersih sebesar
Rp 31.936.672,- per-tahun dan profit margin rata-rata 21,35% per-tahun (Tabel
5.8). Dengan membandingkan pengeluaran untuk biaya tetap terhadap biaya
variabel dan total penerimaan, maka BEP usaha ini terjadi pada penjualan senilai
Rp. 40.693.631,- pada tahun pertama hingga Rp 25.389.370,- pada tahun ke-4,
dengan BEP rata-rata sebesar Rp. 32.351.554,- untuk 190.303 ekor benih ikan
patin. Selengkapnya proyeksi rugi laba usaha ditampilkan pada Lampiran 8.
Uraian Nilai
Laba per tahun Rp. 31.936.672
Profit Margin 21,35%
BEP: Rupiah Rp. 32.351.554
Benih 190.303 ekor
Untuk aliran kas (cash flow) dalam perhitungan ini dibagi dalam dua aliran,
yaitu arus masuk (cash inflow) dan arus keluar (cash outflow). Arus masuk diperoleh
dari penjualan benih ikan patin selama satu tahun. Untuk arus keluar meliputi
biaya investasi, biaya variabel, biaya tetap, termasuk angsuran pokok, angsuran
bunga, dan pajak penghasilan.
Evaluasi profitabilitas rencana investasi dilakukan dengan menilai kriteria
investasi untuk mengukur kelayakan pendirian usaha pembenihan patin, yaitu
meliputi NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return), Net B/C Ratio
(Net Benefit-Cost Ratio). Usaha pembenihan ikan patin dengan pemilihan pola
69
ASPEK KEUANGAN
Dalam suatu analisis kelayakan suatu proyek, biaya produksi dan pendapatan
biasanya akan dijadikan patokan dalam mengukur kelayakan usaha karena kedua
hal tersebut merupakan komponen inti dalam suatu kegiatan usaha, terlebih lagi
bahwa komponen biaya produksi dan pendapatan juga didasarkan pada asumsi
dan proyeksi sehingga memiliki tingkat ketidakpastian yang cukup tinggi. Untuk
mengurangi resiko ini maka diperlukan analisis sensitivitas yang digunakan untuk
menguji tingkat sensitivitas proyek terhadap perubahan harga input maupun
output. Dalam pola pembiayaan ini digunakan tiga skenario sensitivitas, yaitu:
a. Skenario I
Sensitivitas kenaikan biaya variabel dimungkinkan dengan melihat
perkembangan ekonomi saat ini dan kenaikan harga BBM, sehingga memunculkan
asumsi peningkatan biaya produksi/ variabel, sedangkan pendapatan dianggap
tetap/konstan. Kenaikan biaya operasional terjadi antara lain karena kenaikan
biaya pakan dan bahan pembantu serta upah tenaga kerja. Hasil analisis sensitivitas
akibat kenaikan biaya variabel ditampilkan pada Tabel 5.10 serta perhitungan arus
kas untuk sensitivitas ini selengkapnya pada Lampiran 10 dan 11.
71
ASPEK KEUANGAN
b. Skenario II
Pendapatan usaha pembenihan ikan patin dapat saja turun per-bulannya
atau per-tahunnya, yang disebabkan oleh berbagai hal. Pendapatn turun karena
kualitas benih ikan patin kurang baik atau jumlah produksi benih ikan patin
berkurang, misalnya berkaitan dengan kendala penyakit pada musim hujan.
Analisis sensitivitas penurunan pendapatan ketika biaya pengeluaran dianggap
tetap/konstan disajikan pada Tabel 5.11 serta perhitungan arus kas untuk
sensitivitas ini selengkapnya pada Lampiran 12 dan 13.
c. Skenario III
Analisis sensitivitas pada skenario III ini dilakukan dengan cara
mengkombinasikani sensitivitas pada skenario I dan II, yaitu peningkatan biaya
variabel sebesar 9% dan penurunan pendapatan 9%. Hasil analisis sensitivitas
akibat kenaikan biaya variabel dan penurunan pendapatan secara bersamaan
ditampilkan pada Tabel 5.12 serta perhitungan arus kas untuk sensitivitas ini
selengkapnya pada Lampiran 14 dan 15.
Dari Tabel 5.12 tampak bahwa pada kenaikan biaya variabel dan penurunan
pendapatan masing-masing sebesar 9% dan 9%, usaha tersebut masih layak
dilaksanakan pada tingkat suku bunga 14%, dengan menghasilkan NPV positif
dan IRR 15,32%, kemudian Net B/C Ratio lebih dari satu (1,03) dan PBP 3,9 tahun.
Namun demikian apabila biaya variabel naik menjadi 10% dengan pendapatan
turun sebesar 10%, maka proyek ini menjadi tidak layak dilaksanakan. Hal ini
disebabkan karena NPV negatif, IRR lebih kecil dari suku bunga (yaitu hanya
13,77%), dan Net B/C Ratio kurang dari satu (0,99), dengan PBP melebihi umur
proyek (>4 tahun).
73
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
BAB VI
ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN
DAMPAK LINGKUNGAN
Aspek sosial ekonomi yang disajikan adalah tenaga kerja, baik sebagai tenaga
kerja langsung maupun tidak langsung dan pendapatan. Usaha pembenihan ikan
patin skala mikro dan kecil dapat menyerap tenaga kerja langsung 3-8 orang dan
tenaga kerja tidak langsung 4-5 orang. Tenaga kerja tersebut sebagian besar
berasal dari warga sekitar dan sebagian kecil adalah keluarga serta dari luar daerah
(Jawa). Terdapat beberapa alasan pengusaha menggunakan tenaga kerja dari luar
daerah, diantaranya adalah lebih disiplin dan produktif.
75
ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN
dikonsumsi masyarakat. Bahkan sebaliknya usaha ini rentan terhadap limbah yang
ditimbulkan oleh usaha industri dan usaha pertanian yang menggunakan pestisida
dan insektisida.
7.1. Kesimpulan
77
KESIMPULAN DAN SARAN
bunga pinjaman 14% dan masa pinjaman kredit investasi selama 3 tahun.
Sedangkan biaya modal kerja adalah sebesar Rp 88.416.000,- guna
dapat melaksanakan kegiatan minimal 8 (delapan) siklus produksi dan
selanjutnya dapat dibiayai dari keuntungan usaha. Modal kerja tersebut
dapat diperoleh dari biaya pinjaman kredit perbankan sebesar 40% (Rp
35.366.400,-) dan biaya sendiri sebesar 60% (Rp 53.049.600,-), dengan
bunga pinjaman 14% dan masa pinjaman kredit selama 3 tahun.
e. Analisis keuangan dan kelayakan usaha pembenihan patin sesuai dengan
pola usaha yang dipilih dan asumsi yang digunakan adalah layak untuk
dilaksanakan dengan nilai NPV (Net Present Value) Rp 54.561.039 pada
tingkat bunga 14% dengan nilai IRR adalah 28,94%; Net B/C Ratio 1,37;
dan Pay Back Period (PBP) selama 39 bulan atau 3,2 tahun. Usaha ini juga
mampu melunasi kewajiban angsuran kredit kepada bank.
f. Usaha pembenihan ikan patin kurang sensitif terhadap kenaikan biaya
variabel maupun penurunan pendapatan, karena usaha ini masih dianggap
layak bila kenaikan biaya variabel 9% dengan penurunan pendapatan
sampai 9%. Kenaikan biaya variabel sebesar 10% dengan penurunan
pendapatan sebesar 10%, menjadikan usaha tersebut tidak layak (NPV
Negatif).
g. Dengan peningkatan skala usaha melalui penambahan investasi dari
jumlah induk yang dipelihara dan dipijahkan dalam satu siklus produski,
kemudian penambahan biaya operasinal produksi, maka pembenihan
ikan patin yang dapat memproduksi benih lebih besar daripada yang di
lending modelkan, diperkirakan jauh lebih menguntungkan dan sangat
layak untuk dibiayai perbankan.
h. Pengembangan usaha pembenihan patin memberikan manfaat yang positif
dari aspek sosial ekonomi wilayah dengan terbukanya peluang kerja dan
peningkatan pendapatan masyarakat, serta tidak menimbulkan dampak
negatif yang signifikan terhadap lingkungan.
7.2. Saran
79
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
DAFTAR PUSTAKA
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. SNI 7548: 2009 tentang Pakan buatan
untuk ikan patin (Pangasius sp.).
[DKP-Riau] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Riau. 2009. Statistik Perikanan
Budidaya Provinsi Riau Tahun 2008.
Iswanto, B., W. Pamungkas, dan Sularto. 2006. Evaluasi Keragaan Derajat Fertilisasi,
Penetasan, dan Abnormalitas Larva Ikan Patin Siam dan Hibrida (Patin Siam Betina
x Patin Jambal Jantan). Laporan Teknis Hasil Penelitian Loka Riset Pemuliaan dan
teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar.
81
Khairuman & Sudenda, D. 2002. Budidaya Patin Secara Intensif, Agro Media
Pustaka. Jakarta.
[LRPTBPAT] Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar.
2007. Panduan teknik pembenihan ikan patin “pasupati”(Pangasius sp.). 19 hlm.
Slembrouck, J.; Komarudin, O.; Maskur dan Legendre, M. 2005. Petunjuk Teknis
Pembenihan Ikan Patin Indonesia (Pangasius djambal). [Terjemahan dari: Technical
Manual for Artificial Propagation of The Indonesian Catfish]. Subandi A dan Khan
Z (penerjemah). Kerjasama IRD dengan PRPB-BRKP. Karya Pratama. Jakarta.
Sularto, R.H dan Evi, T. Petunjuk teknis pembenihan ikan patin Pasupati. Loka Riset
Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar. 2007.
Sutojo, S. 2000. Studi Kelayakan Proyek, Konsep, Teknik & Kasus. Seri Manajemen
Bank No.66. PT Damar Mufia Pustaka. Jakarta.
Tahapari, E., Sularto, W. Hadie, S. Pramono dan M. Syukron. 2007. Pembesaran ikan
pasupati di perairan payau bersalinitas rendah di Pekalongan. Laporan penelitian.
Tave, D. 1996. Selective breeding programmes for medium-sized fish farms. FAO
Fish. Tech. Paper 352. 122 pp.
Yulfiperius, Mokoginta, I.; dan Jusadi, D. 2003. Pengaruh Kadar Vitamin E (VE)
dalam Pakan Terhadap Kualitas Telur Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus). Jurnal
lktiologi Intlonesia 3 (1): 11-18.
83
9. Fekunditas adalah jumlah telur ikan yang dikeluarkan per satuan bobot
tubuh.
10. Fototaksis positif adalah perilaku larva yang respon terhadap cahaya.
11. Gonad adalah bagian dari organ reproduksi pada ikan yang menghasilkan
telur pada ikan betina dan sperma pada ikan jantan.
12. Hatching Rate (HR) adalah tingkat atau angka keberhasilan penetasan
telur menjadi larva.
13. Induk penjenis (Great Grand Parent Stock, GGPS) adalah induk ikan
patin yang dihasikan oleh dan di bawah pengawasan penyelenggara pemulia
(SNI 01-6483.3-2000).
14. Induk Dasar (Grand Parent Stock, GPS) adalah induk keturunan pertama
dari induk penjenis yang memenuhi standar mutu kelas induk dasar (SNI 01-
6483.3-2000).
15. Induk Pokok (Parent Stock, PS) adalah induk keturunan pertama dari
induk dasar (SNI 01-6483.3-2000).
16. Indukan adalah calon induk dan induk; calon induk adalah ikan dewasa
yang memerlukan beberapa waktu pemeliharaan untuk menjadi induk yang
produktif, sedangkan induk adalah ikan dewasa dalam umur produktif dan
hampir memijah.
17. Induk afkir adalah induk yang sudah melewati masa produktif dalam
menghasilkan telur atau sperma atau kualitas dan kuantitas produksi telurnya
menurun.
18. Larva ikan patin siam adalah fase atau tingkatan benih ikan sejak telur
menetas sampai organ tubuhnya sempurna, umurnya 1-2 hari setelah
menetas dan masih mengandung kuning telur sebagai sumber makanannya,
berenang vertikal, lincah, fototaksis positif dan bergerombol.
19. Matang gonad pada ikan betina adalah kondisi ikan yang sudah siap
85
28. Pembenihan adalah kegiatan pemeliharaan induk untuk menghasilkan
telur sampai dengan larva.
29. Pemberokan adalah perlakuan terhadap ikan dengan tidak diberi makan
untuk waktu tertentu.
30. Pemijahan adalah rangkaian kegiatan pengeluaran telur dari induk betina
dan sperma dari induk jantan serta pembuahan telur oleh sperma.
31. Pendederan adalah kegiatan pemeliharaan benih ikan patin hasil
pembenihan untuk mencapai ukuran tertentu dan sebagai masa adaptasi
sebelum dipelihara di tempat pembesaran.
32. Pendederan pertama (PI) adalah pemeliharaan dari tingkat larva ukuran
0,1-0,2 inchi sampai ke tingkat benih ukuran 0,75–1,0 inchi.
33. Pendederan kedua (PII di akuarium/bak/kolam) adalah pemeliharaan
benih dari tingkat ukuran 0,75 inchi sampai ke tingkat benih ukuran 1-2
inchi.
34. Pendederan kedua (PII dikolam) adalah pemeliharaan benih dari tingkat
benih ukuran 0,75 inci sampai ke tingkat benih ukuran 2-3 inchi.
35. Pra-produksi adalah persyaratan yang harus dipenuhi dalam memproduksi
benih ikan patin siam kelas benih sebar yang terdiri dari persyaratan : lokasi,
sumber air, dan sarana (wadah, induk dasar, bahan dan peralatan).
36. Proses produksi adalah persyaratan yang harus dipenuhi dalam rangkaian
kegiatan untuk memproduksi benih ikan patin siam kelas benih sebar.
37. Proses produksi induk ikan patin adalah pemeliharaan calon induk jantan
dan betina sampai ke fase yang siap untuk dipijahkan.
38. Profit Margin adalah keuntungan bersih dari pendapatan usaha umumnya
dinyatakan dalam persen perbandingan antara laba bersih setelah pajak
terhadap pendapatan usaha.
87
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
LAMPIRAN
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
91
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Pembenihan Ikan Patin
93
LAMPIRAN
95
Sub jumlah 9 225.000 45.000
Nilai
Harga Umur
96
Jumlah Jumlah Penyusutan Nilai
No Komponen Biaya Satuan per Satuan Ekonomis
Fisik nilai (Rp) Pertahun Sisa (Rp)
Rp Tahun
(Rp)
LAMPIRAN
10 Pompa air
(PPUK)
a. Air sumur Unit 1 2.000.000 2.000.000 5 400.000 400.000
14 Alat tangkap
97
Lampiran 3. Biaya Variabel
98
Jumlah Harga per Jumlah biaya Jumlah biaya
LAMPIRAN
(PPUK)
A Biaya Variabel
3 Pemijahan Induk
5 Penunjang
6 Packing benih
99
Lampiran 4. Biaya Tetap
100
Jumlah Harga Per Jumlah Jumlah biaya
LAMPIRAN
(PPUK)
fisik Satuan (Rp) Biaya (Rp) 1 tahun (Rp)
1 Listrik Rp./bln 1 250.000 250.000 2.000.000
2 Maintenance Rp./bln 1 500.000 500.000 4.000.000
3 Tenaga kerja orang 3 1.750.000 5.250.000 42.000.000
Keterangan: *) = Modal kerja yang diperlukan adalah sama dengan biaya operasional dan over
head cost untuk empat kali siklus usaha
Lampiran 5. Proyeksi Produksi dan Pendapatan Kotor
Angsuran Saldo
Periode Kredit Bunga Total Saldo Awal
Tetap Akhir
Tahun-0 58.804.000 58.804.000 58.804.000
101
Angsuran Saldo
Periode Kredit Bunga Total Saldo Awal
102
Tetap Akhir
LAMPIRAN
(PPUK)
Bulan -9 1.633.444 533.592 2.167.036 45.736.444 44.103.000
103
Lampiran 7. Angsuran Kredit Modal Kerja (Suku Bunga 14%) (Rp)
104
Angsuran Saldo
LAMPIRAN
(PPUK)
Tahun-0 35.366.400 35.366.400 35.366.400
105
Angsuran Saldo
Periode Kredit Bunga Total Saldo Awal
106
Tetap Akhir
LAMPIRAN
(PPUK)
Bulan -7 982.400 68.768 1.051.168 5.894.400 4.912.000
Tahun Jumlah/
No Uraian
1 2 3 4 Rata-rata
1 Pendapatan 149.600.000 149.600.000 149.600.000 149.600.000 598.400.000
2 Pengeluaran
a. Biaya Variabel 40.416.000 40.416.000 40.416.000 40.416.000 161.664.000
b. Biaya Tetap 48.000.000 48.000.000 48.000.000 48.000.000 192.000.000
c. Penyusutan 18.530.167 18.530.167 18.530.167 18.530.167 74.120.667
d. Angsuran bunga 11.169.656 6.775.037 2.380.418 0 20.325.111
Jumlah 118.115.822 113.721.204 109.326.585 106.946.167 448.109.778
Laba sebelum
31.484.178 35.878.796 40.273.415 42.653.833 150.290.222
pajak
Pajak 15% 4.722.627 5.381.819 6.041.012 6.398.075 21.040.631
107
patin)
Keterangan : Produksi benih per tahun = 880.000 ekor
Lampiran 9. Proyeksi Arus Kas
108
Tahun
No Uraian
LAMPIRAN
0 1 2 3 4
(PPUK)
A Arus Masuk (Inflow)
1. Total Penjualan 149.600.000 149.600.000 149.600.000 149.600.000
2. Kredit
a. Investasi 58.804.000
b. Modal Kerja 35.366.400
ANALISIS
F
KELAYAKAN USAHA
NPV (14%) Rp. 54.561.039
IRR 28,94%
Net B/C 1,37
PBP (Tahun) 3,2
Pembenihan Ikan Patin
109
Lampiran 10. Analisis Sensitivitas Kenaikan Biaya Variabel 46%
110
Tahun
No Uraian
LAMPIRAN
0 1 2 3 4
(PPUK)
A Arus Masuk (Inflow)
1. Total Penjualan 149.600.000 149.600.000 149.600.000 149.600.000
2. Kredit
a. Investasi 58.804.000
b. Modal Kerja 35.366.400
ANALISIS
F
KELAYAKAN USAHA
NPV (14%) Rp 391.164
IRR 14,11%
Net B/C 1,00
PBP (Tahun) 4,0
Pembenihan Ikan Patin
111
Lampiran 11. Analisis Sensitivitas Kenaikan Biaya Variabel 47%
112
Tahun
No Uraian
LAMPIRAN
0 1 2 3 4
(PPUK)
A Arus Masuk (Inflow)
1. Total Penjualan 149.600.000 149.600.000 149.600.000 149.600.000
2. Kredit
a. Investasi 58.804.000
b. Modal Kerja 35.366.400
ANALISIS
F
KELAYAKAN USAHA
NPV (14%) (-) Rp 786.442
IRR 13,78%
Net B/C 0,99
PBP (Tahun) >4
Pembenihan Ikan Patin
113
Lampiran 12. Analisis Sensitivitas Penurunan Pendapatan 12%
114
Tahun
No Uraian
LAMPIRAN
0 1 2 3 4
(PPUK)
A Arus Masuk (Inflow)
1. Total Penjualan 131.648.000 131.648.000 131.648.000 131.648.000
2. Kredit
a. Investasi 58.804.000
b. Modal Kerja 35.366.400
ANALISIS
F
KELAYAKAN USAHA
NPV (14%) Rp 2.254.075
IRR 14,63%
Net B/C 1,02
PBP (Tahun) 4,0
Pembenihan Ikan Patin
115
Lampiran 13. Analisis Sensitivitas Penurunan Pendapatan 13%
116
Tahun
No Uraian
LAMPIRAN
0 1 2 3 4
(PPUK)
A Arus Masuk (Inflow)
1. Total Penjualan 130.152.000 130.152.000 130.152.000 130.152.000
2. Kredit
a. Investasi 58.804.000
b. Modal Kerja 35.366.400
ANALISIS
F
KELAYAKAN USAHA
NPV (14%) (-) Rp2.104.838
IRR 13,41%
Net B/C 0,99
PBP (Tahun) >4
Pembenihan Ikan Patin
117
Lampiran 14. Proyeksi Arus Kas Kenaikan Biaya Variabel 9% dan Penurunan Pendapatan 9%
118
Tahun
No Uraian
LAMPIRAN
0 1 2 3 4
(PPUK)
A Arus Masuk (Inflow)
1. Total Penjualan 136.136.000 136.136.000 136.136.000 136.136.000
2. Kredit
a. Investasi 58.804.000
b. Modal Kerja 35.366.400
ANALISIS
F
KELAYAKAN USAHA
NPV (14%) Rp 4.732.363
IRR 15,32%
Net B/C 1,03
PBP (Tahun) 3,9
Pembenihan Ikan Patin
119
Lampiran 15. Proyeksi Arus Kas Kenaikan Biaya Variabel 10% dan Penurunan Pendapatan 10%
120
Tahun
No Uraian
LAMPIRAN
0 1 2 3 4
(PPUK)
A Arus Masuk (Inflow)
1. Total Penjualan 134.640.000 134.640.000 134.640.000 134.640.000
2. Kredit
a. Investasi 58.804.000
b. Modal Kerja 35.366.400
ANALISIS
F
KELAYAKAN USAHA
NPV (14%) (-) Rp 804.157
IRR 13,77%
Net B/C 0,99
PBP (Tahun) > 4
Pembenihan Ikan Patin
121
LAMPIRAN
Lampiran 16. Rumus dan Cara Perhitungan untuk Analisis Aspek Keuangan
Keterangan :
Bt = Benefit atau manfaat (keuntungan) proyek yang diperoleh
pada tahun ke-t.
Ct = Biaya atau ongkos yang dikeluarkan dari adanya proyek
pada tahun ke-t, tidak dilihat apakah biaya tersebut
dianggap merupakan modal atau dana rutin/operasional.
Keterangan :
IRR = Nilai Internal Rate of Return, dinyatakan dalam %.
NPV1 = Net Present Value pertama pada DF terkecil
NPV2 = Net Present Value kedua pada DF terbesar
i1 = Tingkat suku bunga /discount rate pertama.
i2 = Tingkat suku bunga /discount rate kedua.
123
LAMPIRAN
Kelayakan suatu proyek dapat didekati dengan mempertimbangkan nilai IRR
sebagai berikut:
a. Apabila nilai IRR sama atau lebih besar dari nilai tingkat suku bunganya maka
proyek tersebut layak untuk dikerjakan.
b. Apabila nilai IRR lebih kecil atau kurang dari tingkat suku bunganya maka
proyek tersebut dinyatakan tidak layak untuk dikerjakan.
Keterangan :
Net BC = Nilai benefit-cost ratio.
NPV B-C Positif. = Net present value positif.
NPV B-C Negatif. = Net present value negatif.
Hasil perhitungan Net B/C dapat diterjemahkan sebagai berikut:
a. Apabila nilai Net B/C > 1, maka proyek layak dilaksanakan.
b. Apabila nilai Net B/C < 1, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan.
Biaya Tetap.
a. Titik Impas (Rp.) = —————————————
Total Biaya Variabel.
1 - —————————
Hasil Penjualan.
c. Jika biaya variabel dan biaya tetap tidak dipisahkan maka pencarian
titik impas dapat menggunakan prinsip total pendapatan = total
pengeluaran.
Total Pendapatan = Harga x Jumlah produk yang dihasilkan.
Total Pengeluaran = Jumlah semua biaya yang diperlukan proyek.
Jadi harga produk x jumlah produk yang dihasilkan = Total Pengeluaran.
125
LAMPIRAN
1
Rumus DF per tahun = ———— , dimana
(1+ r) n
r = suku bunga
n = tahun 0, 1, ……….. n ; sesuai dengan tahun proyek